Anda di halaman 1dari 17

Akselerasi Guru Teologi Profesional dan Bermutu*

Hasahatan Hutahaean. STT Sumatera Utara. Email: suisumut@su-indonesia.org

profesionalism is a set of ethical standards of conduct for teachers


Devaney and Sykes

Pendahuluan
Sistem pendidikan nasional belum mampu mengembangkan dan menghasilkan
SDM yang bermutu, walaupun sistem itu sudah gonta-ganti. Seperti yang telah kita
kenal kalimat “ganti menteri ganti kebijakan.” Bisa juga kita nyatakan bahwa
amanat UUD 1945, Pasal 311, khususnya ayat 1-2, belum terpenuhi. Mengapa
demikian? Jawabannya ialah karena akar masalah pokok pendidikan nasional belum
teridentifikasi dengan tepat. Itulah sebabnya belum diatasi secara dengan efektif,
efisien apalagi tuntas.
Dalam kehidupan sehari-hari kita bisa melihat bahwa dunia pendidikan telah
berjalan dengan ‘porak-poranda’, misalnya karena banyaknya peraturan,
pengelolaan yang diasarkan atas keuntungan, belum lagi kualitas guru yang tidak
memenuhi syarat. Untuk bagian yang ketiga ini akan menjadi bahasan tersendiri
dalam tulisan ini. Saya melihat ini terjadi bukan saja pada jenjang pendidikan dasar
dan menengah, tapi telah juga di Perguruan Tinggi. 2 Dalam hal ini saya melihat
sosok Guru yang harusnya menjadi fokus perhatian kita termasuk pemerintah, jika
pendidikan hendak dimajukan dan menjadi pendidikan bermutu.
Guru sejatinya mengambil peran yang dominan untuk pendidikan yang bermutu.
Karena itu tentunya guru itu sendiri yang perlu diperhatikan agar bisa menyajikan
pendidikan bermutu (professional sebagai penyelenggara). Sebagai pembimbing,
pengajar dan pemerhati pertumbuhan siswa, guru harus berupaya untuk

 Materi ini pertama sekali disampaikan pada Seminar Guru di STT Arastamar Nias Selatan,
November 2016. Untuk keperluan tulisan dalam rangka Dies Natalis STT Injili Arastamar
Jakarta, 2019, telah diperbaiki di banyak bagian.
1
Ayat (1) Setiap warga negara berhak mendapat pendidikan.
(2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar & pemerintah wajib
membiayainya.
(3) Pemerintah mengusahakan & menyelenggarakan satu sistem pendidikan…dst
2
Pengalaman 3 tahun di SMTK Ketapang-Kalbar dan lebih 10 tahun di Perguruan Tinggi,
secara esensi harus diakui bahwa ada tata kelolah yang harus diperbaharui disana.

134
membimbing dan mengarahkan perilaku siswa ke arah yang positif, dan menunjang
pembelajaran. Sebagai contoh atau teladan, guru harus memperlihatkan perilaku
disiplin yang baik bagi peserta didik, karena bagaimana siswa akan berdisiplin kalau
gurunya tidak menunjukkan sikap disiplin. Sebagai pengawas, guru harus senatiasa
mengawasi seluruh perilaku siswa, terutama pada jam-jam efektif sekolah, sehingga
kalau terjadi pelanggaran terhadap disiplin, dapat segera diatasi. Sebagai
pengendali, guru harus mampu mengendalikan seluruh perilaku siswa. Dalam hal
ini, guru harus mampu secara efektif menggunakan alat pendidikan secara tepat
waktu dan tepat sasaran, baik dalam memberikan hadiah ataupun hukuman terhadap
siswa.
Mari kita melihat pengertian Guru dari Djamarah, menyatakan melihat guru
adalah figur manusia sumber yang menempati posisi dan memegang peranan
penting dalam pendidikan.3 Guru merupakan kunci dalam peningkatan mutu
pendidikan dan mereka berada di titik sentral dari setiap usaha reformasi pendidikan
yang diarahkan pada perubahan-perubahan kualitatif. Menurut penulis lainnya,
Hamzah B Uno, “guru adalah orang dewasa yang secara sadar bertanggung jawab
dalam mendidik, mengajar, dan membimbing peserta didik.”4
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen, menjelaskan bahwa guru adalah pendidik professional dengan tugas
utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan
mengevaluasi peserta didik pada pendidikan usia dini jalur pendidikan formal,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Tulisan ini bukan merujuk kepada pemaparan semua esensi masalah
pendidikan nasional, namun ingin mengkaji sekelumit bagian dari masalah itu dan
menawarkan solusi terhadapnya berdasarkan kajian terhadap Alkitab. Tentu dengan
ruang yang terbatas tidak akan bisa menyajikan dengan lengkap masalah-masalah
pendidikan dan memaparkan juga solusi bagi pemecahannya. Karena itu penyaji
akan membatasi pada usaha untuk mempercepat (akselerasi) terjadinya (to be) atau
terciptanya guru yang professional dan mempunyai mutu yang tak kalah dengan
guru-guru di belahan dunia manapun.
Kajian yang kami gunakan adalah berangkat dari cara pemerintah
mengawasi dan menilai kinerja guru (suvervisi). Saya meyakini bahwa apa yang
menjadi materi pengawasan guru oleh pemerintah adalah situasi real di lapangan.
Tentu berpuluh-puluh tahun telah dialokasikan sejumlah tenaga, waktu, materi
termasuk uang dan pikiran yang tak sedikit untuk merumuskan poin-poin
pengawasan dan penilaian itu. Namun selain suversisi, penulis menduga ada pola
pengajaran dalam Alkitab yang dapat dijadikan contoh oleh Guru dan Dosen pada
masa kini. Disadari atau tidak, ternyata ada beberapa pola pengajaran dari beberapa
tokoh Alkitab yang bisa dijadikan contoh untuk mengatasi keterlambatan dunia
keguruan di Indonesia, tak terkecuali pendidikan teologi (SMTK maupun STT).
Terlebih dahulu akan paparkan peta permasalahan pendidikan di Indonesia dengan

3
Djamarah, B. S., Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: Rhineka Cipta,
2000)
4
H. Hamzah B Uno, Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di
Indonesia. (Jakarta: Bumi Aksar, 2008)

135
singkat, dan tren itu diduga terus berjalan hingga kini. Meski kebijakan-kebijakan
di lingkungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan terus mengarah kepada
lebih baik yang juga diikuti oleh Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi dengan
berbagai Instrumen yang kian sulit dipermainkan oleh pengelolah Sekolah Dasar,
Sekolah Menengah hingga Perguruan Tinggi. Setelah itu ada beberapa tokoh dan
posisi spiritualitas di Alkitab yang diungkap untuk menarik contoh dari tokoh
tersebut bagi upaya peningkatan kualitas pendidikan (teologi) di Indonesia agar
menuju profesionalitas dan bermutu.
Sebagai tulisan pada Dies Natalis SETIA, maka penulis juga memberikan
sedikit ruang sebelum bagian penutup guna mengungkap harapan kepada civitas
akademika SETIA serta alumninya yang telah mencapai tiga empat lima ratus lebih
yang tersebar di semua provinsi di Indonesia. Bagian ini tentu disampaikan dengan
dasar pertama, kehangatan sebagai alumni. Kedua tidak lepas dari uraian pada
bagian-bagian tulisan ini. Kepada Bapak Pdt. Dr. Matheus Mangentang, M.Div.,
M.Th., kami sampaikan penghargaan tertinggi dengan harapan tetap tegak, tetap
semangat meski beberapa alumni bukan saja tidak se-visi tapi mengingkari visi
Allah itu sendiri, dengan lebih bergiat kepada hal-hal duniawi. Sebagian bagai
Demas, “telah meninggalkan aku karena sekarang lebih mencintai dunia ini lalu
pergi ke Tesalonika” (2Tim.4: 10., upaya terjemaham penulis sendiri). Bukan saja
pergi meninggalkan visi Allah, namun berbalik untuk menegasikan segala jerih
payah Bapak dan Pengajar lain - tak terkecuali staf-staf yang berkomitmen- yang
telah berjasa bagi kemajuan Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar Jakarta pada
masa dulu dan sekarang.

Permasalahan Pendidikan Indonesia


Masalah pokok pendidikan nasional ialah: Mutu Pendidikan Nasional sangat
Rendah. Hal ini sudah banyak dibicarakan oleh berbagai pihak termasuk badan-
badan internasional seperti UNDP dan UNESCO. Berikut adalah beberapa fakta
tentang rendahnya mutu itu;
a. Laporan UNDP tahun 2002 menyatakan mutu SDM Indonesia pada
urutan 109, jauh di bawah Malaysia (61) dan Burnei (32)
b. Laporan UNESCO tahun 2011 menunjukkan bahwa mutu pendidikan
Indonesia adalah pada urutan 119, jauh di bawah kebanyakan Negara
sedang berkembang
c. Mutu SDM Indonesia menurut Human Development Index (HDI) adalah
pada urutan 111 dari 177 negara, lebih rendah dari Vietnam (SIB, 30 Juli
2014)
d. Hasil survey Asiaweek tahun 1999 dan 2000 menunjukkan bahwa
Perguruan Tinggi (PT) kebanggaan nasional seperti UI dan UGM belum
dapat menduduki urutan 50 dari 104 PT sejenis di Asia-Pasifik
e. Masih segar dalam benak kita bahwa bulan lalu lembaga pemeringkat
Pendidikan Tinggi menempatkan UI., ITB dan UGM di urutan 450 besar
pendidikan di dunia. Dimana Singapura, Thailand dan Philipines masuk
urutan 300 besar dunia. Jauh sekali dari Indonesia.

136
f. Menjamurnya lembaga-lembaga pendidikan/pelatihan remedial
(perbaikan) seperti Bimbingan Studi, Bimbingan Tes dan lain-lain. Jika
Pendidikan di sekolah-sekolah bermutu, lembaga-lembaga seperti itu
yang menambah beban orang tua, pasti tidak perlu, sebagaimana dapat
dilihat di Negara-negara lain.
g. Dalam lingkup Perguruan Tinggi Agama dan Keagamaan Kristen seperti
Sekolah Tinggi Teologi (prodi PAK maupun Teologi), dari penelusuran
forlap DIKTI masih lebih dari 90% terakreditasi C. Bahkan pada jenjang
S2 (M.Th maupun M.Pd), tidak lebih dari 10 prodi beroleh jenjang B pada
akreditasinya.
Renungan: bagaimana kualitas (out-put pendidikan) tenaga professional Indonesia
dalam memasuki revolusi industri 4.0., atau gejala disruptif yang membooming
untuk semua bidang. Mari kita jawab masing-masing

Setidaknya ada tujuh masalah ini pendidikan di Indonesia (lima5 dari DP


Tampubolon) yakni;
a. Komitmen Nasional untuk Pendidikan Sangat Lemah
Pengelolaan anggaran pendidikan yang telah mendekati 20% nyatanya salah
sasaran dan salah hitung.6 Dalam tahun 1950 sd 60-an Malaysia masih
“mengimpor” guru dari Indonesia, sejak akhir tahun 1990-an sudah
“mengekspor” pendidikan ke Indonesia. Bila kita menyaksikan siaran TV
belakangan ini tentang nasib para TKI, khususnya TKW, yang dideportasi dari
Malaysia, dan juga nasib para TKW di Negara-negara lain. Hal-hal yang
memprihatinkan, bahkan menyedihkan, itu tidak akan terjadi, jika pendidikan
yang bermutu menghasilkan SDM yang bermutu. Sebaran anggaran pendidikan
20% dari APBN, lebih banyak mengucur ke Sekolah dan Perguruan Tinggi
Negeri yang tidak jauh dari pulau Jawa. Atau setidaknya, Perguruan Tinggi
Negeri yang lebih pintar mendekati pembuat kebijakan pengucuran anggaran
dimaksud.7 Bagaimana dengan Sekolah dan Perguruan Tinggi Swasta?

b. Pandangan Filosofis Pendidikan Ketinggalan

Pendidikan Sebagai Proses Liner

Input Process
Output Masyarakat

5
DP Tampubolon, Bunga Rampai Pemikiran Bahasa, Liguistik dan Pendidikan, (Medan:
UNIMED Press, 2008), 151-187.
6
Kompas pada tahun 2016, beberapa kali menyajikan berita perihal kesalahan hitung dana
sertifikasi guru Kemdikbud sebesar Rp.23.3 T., dari usulan Rp 69,7 Triliun pada masa Kementerian
itu dipimpin Anies Baswedan, Ph.D (perhatikan gelar beliau adalah Ph.D.). Berarti yang terpakai
sesungguhnya adalah Rp. 46.4 Triliun.
http://nasional.kompas.com/read/2016/08/28/20342701/anggaran.tunjangan.sertifikasi.guru
7
Seorang Profesor dari Universitas Syiah Kuala, menuliskan hal ini di harian Kompas 2018. Nama
dan edisi Kompas tersebut, benar-benar terlupakan dalam ingatan penulis.

137
(Masukan) (Proses) (Hasil)

Proses linier diatas memiliki kelemahan, dan tidak sesuai lagi untuk
menghadapai tantangan abad ke-21. Selama ini sudah terbukti kelemahan-
kelemahan pandangan ini. Kelemahan pertama, cenderung terjadi “target-
targetan.” Kecenderungan ini semakin kuat karena ada kepentingan politik.
Kelemahan kedua, usaja peningkatan mutu pendidikan semakin kurang, yang
mengakibatkan mutu pendidikan semakin merosot. Bagaimanapun, semuanya
bisa “ditargetkan” dan “target” dapat tercapai.

c. Sistem Pemberdayaan dan Pengawasan Guru Sangat Lemah bahkan


‘berlebihan’
System pemberdayaan guru (termasuk dosen) mempunyai tiga sub-sistem: (1)
pendidikan/pelatihan pra-jabatan (pengadaan guru), (2) pendidikan/pelatihan
dalam-jabatan (peningkatan kemampuan guru), dan (3) kesejahteraan
(penggajian, pengembangan karir, penghargaan, pensiun, dan aspek
kesejahteraan lainnya). Perlu dicatat bahwa berkenaan dengan perkembangan
karir belakangan ini, timbul suatu kerancuan dengan mulainya diangkat oleh
Depdiknas apa yang disebut Guru Bantu dengan sistem kontrak. Bagaimana
kepangkatan Guru Bantu ini tidak jelas. Guru Bantu ini hanya diberi honor Rp.
800,000,-/bulan, dan tidak pernah naik walaupun sudah 10 tahun berdinas. Jika
honor ini dianggap sebagai gaji, maka inilah gaji guru terendah, dan yang
tertinggi belum sampai Rp. 2,000,000. Fenomena ini tidak banyak berbeda di
tingkat Perguruan Tinggi Teologi. Dosen dengan honor Rp. 50.000/berdiri
(setara 2 sks) dengan jenjang gelar doktor bukan pemandangan yang langkah
di Indonesia. Karena itu sebagai dosen dan gembala jemaat adalah cara aman
untuk membuat ketahanan sang dosen tetap mengajar di Perguruan Tinggi
Teologi. Namun jika dirunut kepada kewajiban seorang dosen pada Tridharma
Perguruan Tinggi, maka sejatinya dosen harus meneliti, menghasilkan tulisan,
karya ilmiah serta berguna di tengah masyarakat sesuai tingkat dan bidang
keilmuannya.

d. Sistem Pengajaran yang Paternalistis


System pengajaran di sekolah dan PT pada umumnya hingga kini masih
paternalistis, walaupun sudah ada usaha-usaha mengadakan perubahan. System
pengajaran ini sesuai dengan pandangan filosofis tentang pendidikan yang
dikemukakan terdahulu. Guru (dosen) adalah subjek atau penentu, dan peserta
didik adalah objek (yang ditentukan). Karena itu, dalam proses pengajaran,
guru (dosen) berbicara (memberi penjelasan dan peserta didik mendengarkan.
Jarang terjadi Tanya jawab, apalagi diskusi. Situasi pengajaran terasa kaku.
Kelemahan dasar system (dalam arti metode dan teknik) pengajaran ini
ialah: (1) daya kritis dan kreativitas peserta didik sangat kurang berkembang;
(2) kemandirian kurang bertumbuh; dan (3) bibit-bibit demokrasi dan

138
keterbukaan kurang bertumbuh. Proses pengajaran cenderung seperti
menuangkan air ke dalam bejana.
System pengajaran paternalistis dapat berhasil dan sesuai dengan zaman di
mana masyarakat masih sangat tradisional atau masih dalam zaman penjajahan
seperti zaman penjajahan Belanda, atau masih feodal, serta sumber informasi
adalah orang tua atau guru. Tetapi zaman modern, terutama pada era globalisasi
dan informasi canggih, system itu sudah tak sesuai lagi dan ketinggalan. Era ini
sudah menuntut berkembangnya demokrasi, keterbukaan, dialog, kreativitas,
dan kemandirian dalam diri setiap orang dan masyarakat. Aspek-aspek
kehidupan ini harus dikembangkan melalui system pengajaran yang sesuai.

e. Sistem Manajemen Pendidikan yang Sentralistis dan Birokratis


Dalam penyelenggaraan pendidikan nasional, hampir segalanya ditentukan,
bahkan dilaksanakan, oleh Pusat dalam arti Depdiknas beserta Direktorat-
Direktorat dan bagian-bagian lainnya. Urusan administrasi, seperti kenaikan
pangkat guru dan dosen, umumnya makan waktu sangat lama karena harus
melalui lapisan-lapisan dan liku-liku birokrasi di daerah dan pusat. Dalam
tahun-tahun permulaan kemerdekaan hingga tahun 60-an, system manajeman
ini masih dapat diterima, karena tingkat kemajuan dan kemampuan masyarakat
terutama di daerah masih rendah. Tetapi, sejak tahun 70-an, terlebih-lebih
dalam era globalisasi dan informasi canggih dalam abad ke-21 ini, system itu
tidak sesuai lagi.
Kelemahan dasar system manajemen sentralitas dan birokratis antara lain ialah:
(1) Para pejabat, termasuk guru dan dosen, di daerah cenderung bersikap
menunggu, sehingga daya prakarsa (inisiatif) dan kreativitas tidak berkembang;
(2) keterbukaan dan demokrasi juga tidak berkembang; (3) keberagaman, yang
merupakan cirri khas Indonesia, dan juga merupakan kecenderungan dalam era
globalisasi, cenderung tidak terakomodasi; (4) sikap otoriter di pihak pejabat
(penguasa) cenderung berkembang; dan (5) membuka peluang berkembangnya
KKN, terutama karena berkembangnya system proyek.

f. Perubahan Regulasi yang Cepat, mengalahkan Kecepatan Pengelolah


Beradaptasi
Jika mencari dari mana dirunut, poin ini bagai mencari kebenaran jawaban,
telur atau anak ayam lebih dahulu? Dalam jenjang Pendidikan Menengah,
Guru-guru bidang studi tertentu sulit untuk memenuhi kecukupan jam mengajar
demi mencapai persyaratan memperoleh tunjangan professional. Demikian
dengan dosen perguruan teologi, kekurangan prodi S3 terakreditasi tidak dapat
mendukung peraturan adanya Dosen S3 terakreditasi pada prodi Magister dan
prodi doktoral pada berbagai STT. Lalu kemudian dipertanyakan mengapa
dibuka prodi doktor? Pertanyaan ini dijawab dengan pertanyaan, mengapa ijin
dikeluarkan jika. . . .?
Hal ini terjadi karena munculnya satu regulasi dari pemerintah kecepatannya
berbanding terbalik dengan kemampuan anak-anaknya (Perguruan Tinggi

139
Teologi) berlari untuk mengikuti. Baik Perguruan Tinggi Teologi Negeri
(STAKPN dan IAKN) apalagi pada Perguruan Tinggi Teologi swasta. Ironinya,
ada Perguruan Tinggi Teologi Negeri yang telah menjalankan prodi S3 selama
tiga tahun terakhir meski tidak memiliki dua orang professor dalam jajaran
dosennya, hingga kini.

g. Komitmen Pengelolah
Masalah ini ditemukan ditemukan baik di ke Sekolah serta Perguruan Tinggi
Negeri dan swasta. Tidak banyak yang menyadari bahwa sekolah agama di
lingkungan Kementerian Agama telah menjadi ladang pengirikan bagi pejabat.
Tidak berbeda dengan Perguruan Tinggi Negeri Agama/Keagamaan. Publik
tersentak ketika menonton atau membaca berita Ketua Partai terkena OTT KPK
pada Maret 2019 ini. Tidak lama kemudian muncul pengakuan beberapa pihak
dari Perguruan Tinggi Keagamaan, bahwa suksesi menuju Ketua/Rektor
Perguruan Tinggi Negeri harus melalui jalan terjal dan taburan uang.
Akibatnya, pimpinan Unit Sekolah-Perguruan Tinggi mempunyai agenda
tersendiri dalam benaknya yang tidak sesuai dengan tujuan kemajuan Unit
Sekolah-Perguruan Tinggi. Aturan dibuat atau diperbaharui untuk
memudahkan-memuluskan agenda pribadi dimaksud. Baik untuk profit non
cash maupun keuntungan uang langsung. Contoh terdekat dalam lingkungan
Dirjen Bimas Kristen; akhir-akhir ini penulis mendengar ada Perguruan Tinggi
Keagamaan Negeri yang dikunjungi BPKP untuk menghitung kembali
penggunaan dana pembangunan dan kerugian Negara akibat kelalaian pejabat
sebelumnya. Kegiatan pemeriksaan BPKP ini membuktikan indikasi kegiatan
pejabat sebelumnya yang menyimpang dari tujuan pembangunan atau
kemajuan Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri dimaksud.
Akhirnya posisi pimpinan Unit (Sekolah atau Perguruan Tinggi) bukan kualitas
lulusan, kualitas penyelenggaraan belajar-mengajar. Namun bagaimana agar
tindakan-keputusan dan kebijakannya tidak terendus lembaga anti rasuah.

Upaya Peningkatan Kualitas dan Menuju Profesional Melalui Suvervisi


Supervisi dapat diartikan sebagai pengawasan dan pendampingan terhadap
satu objek/pekerjaan sehingga orang yang melakukannya menuntaskan pekerjaan
dimaksud sesuai dengan tujuan pekerjaan, prosedur pekerjaan (SOP) dan
mencerminkan “roh” pekerjaan itu sendiri. Supervise8 biasanya dilakukan oleh
lembaga atau kewenangan yang lebih tinggi dari pekerja. Namun dalam dunia
psikologi pekerjaan dalam sepuluh tahun belakangan mengenal apa yang disebut

8
Berbagai jenis Supervisi misalnya Suvervisi Diri, Suvervisi Akademik, Suvervisi
Manajerial. Lihat Panduan Pelaksanaan Tugas Pengawas Sekolah/ Madrasah, (Direktorat Tenaga
Kependidikan, 2009). Dalam makalah ini akan ditelaah prinsip yang ada dalam supervise diri dan
sebagian akademik. Tentang supervisi manajerial Buku Panduan tersebut memaparkan: supervisi
yang berkenaan dengan aspek pengelolaan sekolah yang terkait langsung dengan peningkatan
efisiensi dan efektivitas sekolah yang mencakup perencanaan, koordinasi, pelaksanaan, penilaian,
pengembangan kompetensi sumberdaya manusia (SDM) kependidikan dan sumber daya lainnya
(hlm.20).

140
supervisi diri. Tentu di dunia pendidikan disebut dengan supervisi diri atau dosen9.
Supervisi diri yang dimaksud adalah kemampuan seorang guru untuk memahami
kemampuan diri, mengatur diri dan mengevaluasi dirinya sendiri dalam rangka
beradaptasi dan menyesuaikan diri dengan situasi lingkungan kerjanya, sehingga
pada gilirannya dia dapat bekerja secara efektif, efisien dan produktif.
Untuk melihat usaha menuju ke-profesionalitas-an seorang guru, saya akan
paparkan dua hal yaitu tentang deskripsi guru professional dan bidang-prinsip apa
yang diawasi-diharapkan dari guru oleh pengawas. Dalam hal ini kita mengetahui
bahwa pengawasan-supervisi dilakukan oleh pemerintah dan atau Kepala Sekolah
bersama-sama masyarakat atau Yayasan (untuk sekolah Swasta). Pada tingkatan
Perguruan Tinggi pengawasan ini ada pada Laporan Beban Kerja Dosen, dengan
maksimum (setara) 16 sks dan minumun (setara) 12 sks.
Melihat upaya peningkatan dari sisi suvervisi kurang maksimum, maka
berikutnya akan diuraikan contoh tokoh dan jabatan kerohanian dalam Alkitab yang
dapat menjadi anutan untuk peningkatan kualitas dan keprofesionalan dalam dunia
pengajaran.

Keprofesionalitasan Guru Bercermin Pada Pembelajaran di Alkitab

Menurut Usman dalam buku Syaiful Sagala,10 satu keprofessionalan Guru


dapat dilihat dalam hal:
a. penguasaan terhadap landasan kependidikan. Bidang ini termasuk (a)
memahami tujuan pendidikan, (b) mengetahui fungsi sekolah di
masyarakat, (c) mengenal prinsip-prinsip psikologi pendidikan;
b. menguasai bahan pengajaran, artinya guru harus memahami dengan baik
materi pelajaran yang diajarkan. Penguasaan terhadap materi pokok yang
ada pada kurikulum maupun bahan pengayaan;
c. kemampuan menyusun program pengajaran, mencakup kemampuan
menetapkan kompetensi belajar, mengembangkan bahan pelajaran dan
mengembangkan strategi pembelajaran; dan
d. kemampuan menyusun perangkat penilaian hasil belajar dan proses
pembelajaran. Sehingga dapat disimpulkan bahwa guru harus bisa
melaksanakan dan mengembangkan sistem pendidikan dengan baik dan
tepat.
Bagian ini akan melihat paparan Alkitab tentang model guru dalam hal
mengajar, hidup bahkan dasar-hal apa yang mendorongnya untuk melakukan
pengajaran. Kontribusi apa dari fakta Alkitab tentang proses mengajar yang dapat
diambil dan ditiru oleh guru serta diterapkan dalam keguruan (termasuk juga dosen
tentunya).

9
Sebagai tahapan mengikuti proses sertifikasi dosen selama ini dengan portofolio, supervise
itu dikenal dengan berkas Evaluasi Diri. Evaluasi Diri ini dilakukan oleh Pimpinan Langsung, Dosen
Yang bersangkutan dan Mahasiswa.
10
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan, (Bandung:
Alfabeta, 2011), hlm.41

141
1. Dalam Perjanjian Lama
a. Allah
Bagi E.G.Homrighausan, dalam Alkitab ada ditemukan seorang guru
yang disebut sebagai pendidik agung bagi umatNya yaitu Allah sendiri. 11 Allah
adalah pengajaran bagi umat manusia (Ayb. 36:22) dimana Allah bertindak
sebagai pemrakarsa dan pengajaran utama pendidikan agama dalam Perjanjian
Lama. Identitas Allah sebagai pengajar dengan jelas dijelaskan Alkitab sebagai
sumber dasar dan prinsip hidup Kristiani menjelaskan bahwa untuk membimbing
manusia untuk lebih mengenal Dia, Allah yang telah berperan sebagai pengajar.
Sebagai pengajar DIA aktif memberikan kebenaran yaitu pribadi-Nya, firman-
Nya bahkan perbuatan-Nya.12 Allah sebagai model guru di PL memberi kita
wawasan bahwa Guru hendaknya mengajarkan kebenaran, membimbing agar
lebih mengenal Allah, tentu disini agar anak didik memahami hidup yang teratur,
tertib dan bersosial.

b. Orang Tua
Perjanjian Lama memberitahu bahwa orang tua mempunyai tanggung
jawab untuk menyampaikan firman Allah kepada anak-anaknya dimana saja.
Orang tua adalah wakil Allah di Dunia yang mendidik anak-anaknya untuk
memperoleh pengetahuan yang sesuai dengan kehendak Allah. 13 Pendidikan
yang diberikan oleh orang tua yang diberikan kepada anak sangat mempengaruhi
perkembangan kepribadian mereka. Oleh karena itu orang tua harus bertanggung
jawab di hadapan Allah atas pendidikan yang diberikan kepada anak. Salah satu
pengalaman orang tua yang dapat terlihat dibagian ini adalah bagaimana orang
tua memberikan nasehat dan didikan yang diberikan orang tua dengan harapan
supaya anak-anaknya kelak berhasil dikemudian hari (Bdg.Amsal 1:8; 31:1-9).
Salah satu cara orang tua dalam mendidik anaknya bukan hanya melalui
mendidik serta memberikan nasehat, akan tetapi juga melalui tingkah laku serta
perkataan-perkataan yang dapat memberikan teladan bagi mereka. Orang tua
mendidik anaknya tiap hari di rumah, dengan mendoakan, memberi contoh
kehidupan (model harian), dan bertanggung jawab atas kehidupan anak-anaknya.

c. Imam dan Nabi


Imam adalah pengantara antara Tuhan dengan umat-Nya dalam hal
mempersembahkan korban sembelihan dan bakaran, ia juga memiliki tugas untuk
mendoakan umat Allah dan mendoakan mereka.14 Nabi memberitakan firman
dengan menyuarakan suatu keadilan, memberi kritikan atas penyuapan, tindakan
nabi menjadi penuntun bagi generasi muda sebagai orang yang memberitakan
firman dan sebagai orang yang menubuatkan masa yang akan datang bahwa nabi

11
E.G.Homrighausan & I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2004),
hlm. 1
12
WS.Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, (Jakarta: Gramedia, 1984), hlm.
194
13
Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk Keluarga, (Jakarta: BPK-GM, 2007), hlm. 13
14
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, (Jakarta: BPK-GM, 2006), hlm.326

142
adalah pelaksana tugas, sebab nabi berperan sebagai wakil di dalam kuasa dan
pemerintah Allah. Mereka memiliki hubungan yang erat dengan Allah. mereka
mengenal Allah sedalam-dalamnya dengan kehendak Allah (Bdg. Ul.31:9-13).15
Disini kita dapatkan bahwa performa Imam dan Nabi sebagai guru yang
patut untuk ditarik adalah; memberitakan keadilan. Usaha ini dilaksanakan
dengan berdiri sebagai wakil Allah dan karena itu mempunyai hubungan yang
erat dengan Allah. Guru apapun itu hendaknya merupakan panggilan yang jelas
dari Allah, sehingga guru mengerjakannya seperti kepada Allah.

2. Dalam Perjanjian Baru


a. Yesus Kristus.
Ketika Yesus datang ke Dunia, Yesus banyak melakukan pekerjaan
sebagai pengajar atau guru bagi orang-orang yang datang kepada-Nya. Sebagai
seorang guru Ia banyak melakukan pengajaran diberbagai daerah. Identitas Yesus
sebagai guru dan pengajar ditegaskan-Nya kepada murid-murid-Nya “sebab
kamu menyebut Aku Guru dan Tuhan dan katamu itu tepat, sebab memang
Akulah Guru dan Tuhan” (Yoh 13:13). Selain itu Yesus juga dipanggil sebagai
Rabi yang artinya Guru (Mat 26:25; Mark 9:5; 11:21; Yoh 1:38, 49; 3:2; 4:31;
6:5; 9:2; 11:8). Dalam pelayanan-Nya, ada banyak pengalaman yang dialami oleh
Yesus dimana banyak orang-orang yang tidak mengakui serta percaya kepada-
Nya dan berpaling dari-Nya. Dari pengalaman tersebut, Yesus meyakinkan
mereka melalui mujizat-mujizat serta ia banyak menggunakan perumpamaan-
perumpamaan di dalam memberitakan injil. Sehingga dengan cara-cara yang
dilakukan oleh Yesus, maka semakin banyak orang yang percaya kepada-Nya.
Dari paparan Injil, kita melihat banyak hal yang patut dipelajari dari
performa Yesus sebagai Guru, diantaranya;
(1) Mengajar orang dengan banyak cara (metode). Secara pribadi, seminar,
perumpamaan (perbandingan), study-tour, praktik langsung, dlsb.
(2) Mengajar dengan memandang orang lain dari hati yang paling
dalam/kasih
(3) Mengajar untuk tujuan satu perubahan ke arah yang lebih baik lagi

b. Guru-guru Taurat
Guru-guru taurat mengajarkan tentang hukum-hukum Allah di bait-bait
suci. Dalam bahasa Yunani ahli taurat disebut dengan “Nomodidaskoloi” yang
artinya adalah guru “hukum” yang terutama adalah hukum taurat dan lebih utama
lagi tuntutannya dengan apa yang harus dilakukan dan larangan dengan jangan
dilakukan. Pemakaian istilah “hukum” dengan arti “perintah” kadang-kadang
dikaitkan dengan pemakaian dalam arti “kitab suci (Mat. 5:17-18).16 Guru-guru
taurat adalah guru yang pengajarannya memelihara kepercayaan agama Yahudi
dan ciri khas bangsa supaya tidak hilang begitu saja. Guru-guru taurat sangat
15
W. S. Lasor, Pengantar PL II Sastra dan Nubuat, (Jakarta: BPK-GM, 2001), hlm. 191
16
Guru-guru taurat adalah guru yang ahli dalam mempelajari hukum musa (taurat). Donald
Guthrie, Teologi PB 2, (Jakarta: BPK-GM, 2006), hlm. 335

143
dihormati rakyat, pengaruh mereka sangat besar, sampai pikiran rakyatpun
dikendalikan oleh mereka (Mat. 22:25; Luk.7:30; 10:25;5:34). Mereka sangat
menghormati Alkitab. Guru-guru taurat dijaman Tuhan Yesus juga menegur
mereka (Mat. 15:6).17 Guru-guru taurat sangat menghormati Alkitab, akan tetapi
mereka lebih menghormati tradisi mereka yang melebihi ajaran Alkitab. Hal
inilah yang mengakibatkan Yesus menegur mereka (Mat 15:3,6). Karena focus
mereka yang bergeser, kemudian guru Taurat menjadi bagian masyarakat yang
disayangkan oleh Yesus.
Dari performa Guru Taurat, dapat ditarik pelajaran penting untuk akselerasi
professional guru masa kini adalah; mengajarkan kebenaran ilahi secara
sungguh-sungguh. Meski demikian para guru Taurat ini juga meneruskan ajaran-
ajaran (fiqh’s atau fiqih) dan norma adat-istiadat yang baik. Sebagai warga yang
terikat pada adat-sistiadat, perdiakui dengan jujur bahwa makna dan norma dalam
adat-istiadat banyak yang baik, meski kita harus memilahnya dalam terang
kebenaran Alkitab.

c. Paulus
Paulus merupakan salah satu tokoh yang sebagian besar memiliki karya
dalam perjanjian Baru. Lewat pemberitaannya banyak orang percaya akan Yesus
Kristus. Ia mengajar lewat surat-surat dan pelayanan-pelayanannya yaitu
pekabaran injil keberbagai tempat. Timotius merupakan anak rohani Paulus. Ia
tinggal di Efesus sebagai pemimpin jemaat, kepada Paulus menulis dua surat
yang berisi berbagai syarat dan petunjuk tentang kehidupan dan pengajarannya
dalam jemaat Kristen.18 Sebelum dan sesudah Paulus bertobat, ada banyak
pengalaman-pengalaman yang telah ia alami, misalnya ketika ia memberitakan
injil kepada orang banyak (Bdg. Kis.13:1-12), diantara mereka banyak yang
menolak ajaran yang diberitakannya, akan tetapi walaupun demikian Paulus
selalu berusaha untuk meyakinkan mereka akan firman Allah. Di dalam
pengajarannya, ia memakai metode dengan sifat dan keadaan orang-orang yang
menjadi objek pengajarannya misalnya ketika Paulus menceritakan pertobatan
dan panggilannya dalam Kisah Para Rrasul 26:12-23; 1Kor 1:12;3:4, 2Ptr:3-5.
Apabila ia menghadapi orang Yunani, ia merancang cara kerjanya sesuai dengan
jalan pikiran mereka, dan bilamana ia berkhotbah di hadapan orang sebangsanya,
ia menyesuaikan bentuk khotbah dan pengajaran itu pada pengertian dan watak
orang Yahudi.19
Paulus adala tipikal guru yang patut dicontoh dalam hal kegigihan dan
keuletannya. Paulus ulet dalam mengajar dan memperbaharui diri sebagai
pengajar yang layak bagi semua orang. Paulus mempersiapkan diri sebelumnya
dari Mahaguru Gamaliel dan setelah pertobatannya Paulus masih terus belajar
(memperlengkapi diri) dari Petrus dan Rasul lainnya. Guru yang terus belajar
harus menjelma bagi guru masa kini jika ingin cepat to be a professional teacher.

d. Penatua-penatua

17
Lukas Tjandra, Latar Belakang PB II, (Malang: SAAT, 1994), hlm. 48
18
I. Snoek, Sejarah Suci, (Jakarta: BPK-GM, 1988), hlm. 351
19
E.G.Homrighausen & I.H.Enklaar, Op.Cit., hlm.103

144
Dalam dunia Yunani kata yang dipakai untuk penatua adalah kata
“Presbyteros” yang mempunyai arti orang yang lebih tua, atau yang patut
dihormati karena sudah tua.20 Penatua dikenakan pada seseorang bukan saja
karena dia sudah tua atau karena faktor usia tetapi karena mereka layak menjadi
penasehat dalam hidup. Dalam KBBI, penatua adalah anggota pengurus gereja
untuk membantu pendeta.21 Bolkesting mengatakan bahwa mereka ini membantu
pendeta dalam pekerjaan pelayanan firman, kunjungan rumah tangga,
penggembalaan dan sebagainya. Penatua juga dikenakan kepada seseorang yang
memiliki kuasa, wibawa dan pengaruh yang cukup besar.22 Dalam Perjanjian
Baru, istilah penatua dapat ditemukan beberapa kali dalam injil Lukas dan surat-
surat pastoral (Luk. 22:26; Kis. 14:23; 22:3; 1 Tim.4:14; 5:19 dan Tit. 1:5).23
Penatua dalam pengajaran Paulus melayani selaku para pengawas kawanan umat
Kristen. Mereka adalah pengawas, namun pengawasan mereka terutama pada
tugas memelihara kawanan mereka dalam pengajaran yang benar terhadap
pelbagai ancaman dari para pengajar palsu tanpa dan dengan para penyesat di
dalamnya (Kis. 20:28-30). Para penatua harus berjaga-jaga, waspada dan harus
menggembalakan jemaat Allah. Dalam melaksanakan pelayanannya salah satu
yang dapat di lihat sebagai pengalamannya adalah ketika mereka mengajar ke
berbagai tempat, kerumah-rumah jemaat, ada banyak yang mengaku sebagai
penatua akan tetapi sebenarnya ia bukanlah penatua. Mereka hanya pengajar-
pengajar palsu yang menngaku sebagai penatua.
Ironisnya, sebagian orang memandang rendah posisi penatua (SNK.,
Bajak Gareja, Pertua-Diaken, Sintua, Majelis jemaat) di gereja lokal. Namun jika
melihat uraian diatas, penatua adalah ujung tombak penatalayanan, bahkan
kepada orang-orang yang tak terpikirkan, tak terhitung (unreached people).
Karena penatua berada persis di tengah masyarakat. Demikianlah hendaknya
guru, mempunyai prinsip ini yaitu; mampu mengajar kepada lapisan masyarakat
manapun, dan di lain pihak ia adalah pengawas bagi dirinya sendiri. Kepintaran
seseorang dapat dilihat dari kemampuannya untuk mengajar hal-hal yang sulit
dan rumit, namun mudah dipahami oleh orang yang baru mempelajarinya.
Termasuk kemampuan mengajar kepada orang yang berpendidikan dan daya
pikir yang rendah.
Selain empat model guru diatas, masih ada lagi kelompok guru yang bisa
kita ungkap yaitu jemaat mula-mula di Kisah Para Rasul 2. Pada era jemaat mula-
mula, diantara mereka sering berkhotbah dan mengajar, supaya banyak orang-
orang yang percaya kepada Yesus sebagai penebus dan Tuhan. Setiap orang yang
mau bertobat dan bersedia mau bergabung dengan jemaat mula-mula itu maka
mereka akan dididik dengan seksama. Di dalam dan di luar kebaktian, mereka
belajar tentang Juru Selamat dan pekerjaan-Nya. Jemaat mula-mula mempelajari
nubuat-nubuat para nabi khususnya mengenai Yesus Kristus dan mereka tertarik
membaca surat-surat yang mereka terima dari rasul Paulus. Jemaat mula-mula ini

20
Band. J. Hasting, D D., Dictionary of The Bible, (Edinburgh: Clark, 1963), p. 792
21
W.J.S. Poerwadarminta, Op.Cit., hlm.662
22
Bdg. J.D.Douglas (ed), Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid 2, (Jakarta: YKBK, 1996),
hlm.493
23
FH. Sianipar, Tohonan Sintua, (P.Siantar, Yayasan STT HKBP), 1995, hlm. 11

145
mengajar Agama Kristen di dalam rumah-rumahnya, tetangganya, di dalam
kebaktian dan perkumpulannya, bahkan kepada siapa saja yang tertarik
mendengarkan berita injil yang mereka berikan.24 Dengan demikian jemaat mula-
mula menjadi suatu terang yang dapat menunjukkan jalan keselamatan kepada
orang-orang yang belum percaya akan Yesus Kristus.
Dari performa jemaat mula-mula, kita ambil hikmanya guna perwujudan
professional guru masa kini yaitu; mengajar bukan saja dalam jam kerja tetapi
juga di luar jam kerja. Tentu hal ini menjadi pertimbangan tersediri bukan
berbarti mengajar tanpa bayaran/honor. Namun maksud saya adalah siap menjadi
pengajar bagi siapa saja meski bukan pada jam mengajar.

Dies Natalis SETIA ke-32.


Setelah berusia 32 tahun kemana arah SETIA selanjutnya? Terus-menerus
mendidik calon guru dan penginjil? Jika berasumsi pada seluruh provinsi di
Indonesia telah “diduduki” alumni SETIA, apa dampaknya bagi pemerintahan
setempat? Beberapa dan belasan pertanyaan lain bisa diajukan pada bagian refleksi
ini untuk memperkuat dan mengarahkan SETIA ke depan.
VIM 2030 masih hangat bagi penulis, dimana visi ini hampir bersamaan
dicetuskan ketika penulis memulai kuliah di SETIA. Sekitar 21 cabang SETIA di
Indonesia tidak ada yang tidak mengajarkan visi ini kepada mahasiswanya. Ketika
melayani bersama SETIA di Lumbantor (Agustus 2004-Juli 2005), penulis
menyampaikan kuliah ini secara khusus, sebab menjadi mata kuliah disana kala itu,
Visi Misi SETIA. Muatan Visi Misi SETIA ini juga menjadi topic wajib yang
diberikan penulis kepada siswa-siswa di pedalaman ketika bergabung bersama
SMTK Setia-Patmos di Air Upas, Kabupaten Ketapang, Kalimantan Barat (Agustus
2005-Juni 2007). Visi nan agung datangnya dari Allah pemilik ladang tuaian yang
telah menguning itu. Bagaimana hubungannya dengan usaha akselerasi pendidikan
Kristen professional dan bermutu? Karena tulisan ini terkait pada Dies Natalis
SETIA, maka paparan singkat akan disampaikan dari persfektif sebagai keluarga
besar Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar Jakarta pula. Empat pokok perhatian
penting diantaranya adalah;
1. Alumni SETIA terus mempertahankan semangat injili yang ada, seturut
dengan pengajaran yang diterima selama menempuh perkuliahan (bagian
pembentukan sebelum menjadi pelayan full-timer) dahulu. Dengan
mengutamakan penyesuaian sikap diri, pengajaran serta semangat melayani
sesuai apa yang diajarkan dalam berita Injil. Tidak penting berapa tinggi
pangkat, jabatan atau berapa besar penghasilan yang telah dicapai saat ini,
jika dibandingkan dengan mempetahankan diri seturut dengan semangat
injili. Jangan-jangan kita menjadikan komunitas Kristen menjadi ladang
memperkaya diri25 semata, bukan pengabaran berita injil. Sebab karena dan
untuk Injil (Kabar Baik) dahulu para alumni datang guna diperlengkapi di

24
E.G. Homrighausen & I.H Enklaar, Op. Cit., hlm. 5-6
25
Band Dekky HY Nggadas, “Hai Orang-Orang Kristen, Jangan Berkhayal, dalam Jurnal
Laus Deo, STT Arabona, Jakarta, Vol.1 Nomor 2 Juni 2012, hlm. 235

146
wadah Sekolah Tinggi Teologi Injili Arastamar Jakarta. Mari
mempertahankan semangat injili dalam diri alumni.
2. Dengan wilayah yang luas, Indonesia adalah ladang sesungguhnya bagi
alumni SETIA. Luasnya wilayah Indonesia, sebanding dengan luas dan
banyaknya orang yang memerlukan peran alumni SETIA. Mulai dari kota,
kota kabupaten, kota kecamatan hingga ke pedalaman dan desa-desa
terpencil, bahkan di tengah-tengah hutan. Ini berarti ada banyak orang yang
memerlukan Berita Baik. Stephen Tong, kakek pengajaran injili26
mahasiswa SETIA, sering mengatakan bahwa berita yang paing urgen dan
paling penting sepanjang zaman adalah Berita Injil. Inilah hot-news yang tak
pernah pudar bagi manusia. Mengapa? Karena semua manusia telah berdosa
dan kehilangan kemulian Allah. Alister McGrath27 telah menelusuri adanya
kebutuhan makna dalam diri dan kehidupan manusia, dimana kebutuhan itu
ternyata telah diberikan Allah kepada manusia. Satu dari tiga petunjuk
kebutuhan itu adalah, bahwa hati manusia selalu merasa ada kekosongan di
dalam dirinya yang harus di penuhi. Serta pemenuhan kekosangan dalam
hati itu hanya bisa ditemukan di dalam Tuhan. Inilah dasar dan dalih yang
kuat yang dapat kita konfirmasi ketika belasan tahun di lapangan, dari apa
yang Bapak Matheus Mangentang sering katakana, “alumni SETIA pasti
tidak menganggur, karena luasnya ladang pelayanan milik Allah.”
Wilayahnya luas, dan orang-orangnya pun banyak.
3. Dengan wadah Perhimpunan Sekolah Tinggi Teologi Arastamar se
Indonesia- PRESTASI (STT-STT yang mempunyai hubungan dan cikal-
bakal dari SETIA Jakarta), anggota-anggotanya dituntut untuk terus-
menerus mengikuti tuntutan regulasi pemerintah. Dalam pada itu tentunya
SDM yang ada tidak henti-hentinya berpacu dalam meningkatkan diri untuk
memenuhi tuntutan regulasi-regulasi yang ada. Baik tehnis pengisian
Borang, bagaimana menggapai bantuan pendidikan dari Dirjen Bimas
Kristen, mengajukan Simlimtibmas dari Kemristekdikdi, termasuk
bagaimana mengupayakan agar tulisan-tulisan dosen dalam wadah
Perhimpunan Sekolah Tinggi Teologi Arastamar se Indonesia- PRESTASI
ini masuk pada jurnal terindeks scopus, atau setidaknya masuk indeks
SINTA 3, 2 bahkan SINTA 1. Hal ini perlu guna meningkatkan poin prodi
dan Institusi, selain tentunya untuk keperluan peningkatan kum dosen saat
pengajuan kenaikkan Jafung. Untuk perihal ini, saya tidak ingin masuk lebih
dalam sebab posisi sekarang adalah out sider, meski berhati dan se-visi
dengan SETIA (VIM 2030).
4. Dengan tujuan peningkatan kualitas Perhimpunan Sekolah Tinggi Teologi
Arastamar se Indonesia- PRESTASI, maka isi dari tulisan diatas menjadi
penting dihidupi oleh civitas akademika. Maksudnya adalah bahwa contoh
dan prinsip pengajaran yang professional serta bermutu, telah nyata ada di

26
Tentu kita mendengar kata ini sesekali dari Bapak Matheus Mangentang. Bahkan secara
nyata setiap bulan GRII dan beberapa jemaat adalah donator tetap SETIA. Bahkan dosen-dosen
SETIA adalah utusan GRII/STTRII (dahulu kampus di Kemang), dimana pucuk pimpinan adalah
Pdt. Dr (HC) Stephen Tong.
27
Alister McGrath, Glimpsing the Face of God: The Search for Meaning in the Universe,
(Grand Rapids: Eerdmans, 2002), hlm.20-21

147
Alkitab. Alkitab ini juga yang menjadi buku sehari-hari dekat dengan dosen
(alumni SETIA), sebab memberitakan pesan Alkitab adalah kerinduan
terdalam dalam diri alumni. Karena itu upaya mempercepat peningkatan
kualitas pendidikan teologi yang bermutu dengan sendirinya telah diajarkan
kepada dosen-dosen (alumni SETIA). Tidak berlebihan jika pada segmen ini
perlu deklarasi besama bahwa, “PRESTASI adalah pinonir dalam akselerasi
pendidikan teologi professional dan bermutu di Indonesia.”

Penutup
Tentang prinsip-prinsip pengajaran dan bagaimana hendaknya seorang
pengajar Alkitab mengajar para Guru- umatNya, seperti berikut dalam Ul.8:5.,
Ul.6:4-9., Rom.2:21., Mazmur 25:9.28 Prinsip itu menolong Guru-Dosen untuk
mensyukuri perannya sebagai guru untuk orang lain dalam kelimuan dan perilaku.
Bagaimanapun seorang guru-dosen Kristen (guru-dosen pelajaran umum beragama
Kristen dan guru-dosen Teologi), dalam kesehariannya dituntut dalam keilmuannya
dan tingkah lakunya.
Dari materi di atas, ijinkan saya memberikan penekanan ini, meski dalam
konteks guru, namun tetap seusuai bagi dosen, yakni;
Setiap Guru Kristen, harus mengetahui talenta setiap siswanya dan menyesuaikan
pendidikan yang terpilih dan pembelajaran yang dipergunakan dengan talenta
itu.
Setiap Guru Kristen yang bermutu sudah seharusnya memiliki dan mengembangkan
kesembilan Buah Roh Kudus (Gal.5:22-33) dalam dirinya sendiri dengan
sebaik-baiknya, dan menjadi karakter pribadinya.
Setiap Guru Kristen seharusnya menjiwai, menghayati, dan melaksanakan makna
dasar Kasih Tuhan Yesus Kristus di atas, baik dalam kehidupan pribadi dan
keluarga maupun kehidupan bermasyarakat dan dalam pengelolaan
pendidikan, khususnya pelaksanaan pembelajaran. Hanya dengan demikian,
makna dasar Kasih itu terus bertumbuh dan berkembang dari generasi ke
generasi.
Setiap Guru Kristen, tidak pernah bermalas-malasan dalam kehidupan, tetapi terus
berusaha dan bekerja keras dengan sepenuh dan setulus hati untuk mencapai
tujuan baik secara spiritual, terutama doa, maupun secara pikiran, perasaan
dan fisik
Setiap Guru Kristen, sudah seharusnya melaksanakan semua tugas dan pekerjaan
sesuai dengan Firman Tuhan di atas, khususnya tugas dan pekerjaan
kependidikan dan pembelajaran. Misalnya; Menjadi garam dan terang.
Setiap Guru Kristen seharusnya menjiwai, menghayati dan melaksanakan makna
Firman Tuhan itu. Berusahalah dengan sungguh-sungguh membuat diri
sendiri berguna sebagai Guru Kristen dengan sepenuh dan setulus hati.

28
Lihat; Esar H Hutahaean, Prinsip dan Metode Pembelajaran, Diktat Pascasarjana, STT
Marturia, Tj. Balai, 2012

148
Selanjutnya, berusahalah dengan sungguh-sungguh dan sepenuh serta setulus
hati, membuat para anak didik mampu menjadi garam dan terang dalam
masyarakat dan kehidupan di masa depan, baik melalui pendidikan dan
pembelajaran di sekolah, maupun melalui keteladanan diri sendiri sebagai
Guru Kristen.

Kepustakaan
Alister McGrath, Glimpsing the Face of God: The Search for Meaning in the
Universe, Grand Rapids: Eerdmans, 2002
Dekky HY Nggadas, “Hai Orang-Orang Kristen, Jangan Berkhayal, dalam Jurnal
Laus Deo, STT Arabona, Jakarta, Vol.1 Nomor 2 Juni 2012
Direktorat Tenaga Kependidikan, Panduan Pelaksanaan
Tugas Pengawas Sekolah/ Madrasah, Direktorat Tenaga Kependidikan,
2009
Djamarah, B. S., Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, Jakarta: Rhineka
Cipta, 2000
Donald Guthrie, Teologi PB 2, Jakarta: BPK-GM, 2006
DP Tampubolon, Bunga Rampai Pemikiran Bahasa, Liguistik dan Pendidikan,
Medan: UNIMED Press, 2008
E.G.Homrighausan & I.H. Enklaar, Pendidikan Agama Kristen, Jakarta: BPK-GM,
2004
FH. Sianipar, Tohonan Sintua, P.Siantar: Yayasan STT HKBP, t.t
H. Hamzah B Uno, Profesi Kependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi
Pendidikan di Indonesia. Jakarta: Bumi Aksar, 2008
Harun Hadiwijono, Iman Kristen, Jakarta: BPK-GM, 2006
I.Snoek, Sejarah Suci, Jakarta: BPK-GM, 1988
J. Hasting, D D., Dictionary of the Bible, Edinburgh: Clark, 1963
J.D.Douglas (ed.), Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Jilid 2, Jakarta: YKBK/OMF,
1996
Lukas Tjandra, Latar Belakang PB II, Malang: Seminar Alkitab Asia Tenggara,
1994
Syaiful Sagala, Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan,
Bandung: Alfabeta, 2011
W. S. Lasor, Pengantar PL II Sastra dan Nubuat, Jakarta: BPK-GM, 2001
WS.Winkel, Psikologi Pendidikan dan Evaluasi Belajar, Jakarta: Gramedia, 1984
Y. Singgih D. Gunarsa, Psikologi untuk keluarga, Jakarta: BPK-GM, 2007

149
Esar H Hutahaean, Prinsip dan Metode Pembelajaran, Diktat Pascasarjana, STT
Marturia, Tj. Balai, 2012

Dosen Tetap di STT Sumatera Utara, Medan. Mengajar mata kuliah Hermeneutika,
Sejarah Gereja dan Kuliah Teologi (Pembimbing dan Kontekstual). Aktif
menjadi trainer bagi pembinaan Baca Gali Alkitab di Sumut, Riau hingga
Sumbar bersama Yayasan Pancar Pijar Alkitab. Menempuh pendidikan
S.Th di STT Injili Arastamar (SETIA) Jakarta, M.Div di STT Cipanas
(2006). Dan menempuh pendidikan M.Th di STT Baptis Medan (2010)
serta Doktor Teologi di STT Sumatera Utara (2015).

150

Anda mungkin juga menyukai