Popo PDF
Popo PDF
BAB I
PENDAHULUAN
Stroke (sesuai definisi WHO) adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat,
berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya
Stroke adalah salah satu sindroma neurologi yang merupakan ancaman terbesar
menunjukkan dari seluruh pasien stroke yang dirawat di Bangsal Saraf kurang lebih
penyakit jantung dan kanker di Amerika Serikat dan banyak negara industri di Eropa
(Ahmed et al., 2004; Jauch, 2013). Pasien stroke yang dirawat di 5 rumah sakit di
meninggal dunia.
Kematian karena stroke di RSUP Dr. Sardjito menduduki urutan ketiga setelah
mortalitas stroke di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta antara 1 Januari 1994 sampai 31
Desember 1995 didapatkan 190 dari 594 (31,99%) pasien stroke yang dirawat, terdiri
dari 58,95% laki-laki dan 41,05% perempuan, dengan umur terbanyak >65 tahun
penurunan secara bermakna, tetapi 30-60% pasien stroke yang bertahan hidup
1
PENINGKATAN SKOR INDEKS BARTHEL SEBAGAI ACUAN PEMULANGAN PASIEN STROKE
ISKEMIK DARI RUMAH SAKIT
DEWIYANA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
menjadi tergantung dalam beberapa aspek dari aktivitas hidup sehari-hari (Kojima et
al., 1990; Duncan et al., 1992). Stroke juga menimbulkan dampak yang besar dari
segi sosial ekonomi, karena biaya pengobatan yang relatif mahal dan akibat kecacatan
untuk bekerja seperti semula dan menjadi beban sosial di masyarakat. Bila dapat
fungsi otak agar kualitas hidup seseorang pasca stroke tetap baik merupakan tujuan
akhir dari tatalaksana stroke. Minggu pertama setelah onset adalah saat di mana bila
kita cepat memperbaiki perfusinya maka daerah yang nekrotik dapat diselamatkan.
Pasien stroke hemoragik menunjukkan perbaikan yang lebih cepat dan mempunyai
kesempatan yang lebih baik untuk terjadi perbaikan komplet dibandingkan kelompok
yang iskemik (Chandan, 2011). Jeng et al. (2008) dalam penelitiannya dikatakan
bahwa yang mempengaruhi perburukan keluaran klinis pada pasien stroke iskemik
adalah umur dan adanya infark total di sirkulasi anterior, sedangkan pada stroke
hemoragik yang berpengaruh adalah umur, body mass index, dan adanya perdarahan
intraventrikel. Beberapa alat ukur yang dapat digunakan untuk mengukur defisit
neurologis pada pasien stroke antara lain: National Institutes of Health Stroke Scale
(CNS), Orgogozo Scale, Modified Rankin Scale. Salah satu yang digunakan di
Indonesia yaitu Skala Stroke Gadjah Mada (SSGM) (Lamsudin, 1998). National
2
PENINGKATAN SKOR INDEKS BARTHEL SEBAGAI ACUAN PEMULANGAN PASIEN STROKE
ISKEMIK DARI RUMAH SAKIT
DEWIYANA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) untuk melihat kemajuan hasil perawatan
dan untuk pengukuran keterbatasan stroke yang lebih global, dipergunakan Skala
impairment untuk melakukan suatu aktivitas dalam rentang waktu tertentu yang
biasanya waktu itu sudah cukup bagi orang normal untuk melakukan aktivitas
tersebut.
Sulter et al. (1999) dalam penelitiannya mengatakan bahwa kita harus hati-hati
tidak berhubungan dengan intervensi yang kita lakukan pada pasien stroke, seperti
Sebagai contoh pasien stroke yang mempunyai tingkat sosialekonomi yang baik dapat
ketergantungan dengan orang lain lebih ringan dibandingkan pasien stroke yang tidak
Indeks Barthel diperkenalkan oleh Mahoney dan Barthel tahun 1965 untuk
pasien penyakit kronik. Item Indeks Barthel dibagi menjadi 2 kelompok yaitu
kelompok yang berhubungan dengan perawatan diri sendiri (makan, berhias, mandi,
berpakaian, buang air kecil dan besar, dan penggunaan toilet) dan kelompok yang
berhubungan dengan mobilitas (berjalan, berpindah tempat, dan naik tangga), dengan
maksimal skor 100. Wade tahun 1988, mempergunakan Indeks Barthel ini untuk
3
PENINGKATAN SKOR INDEKS BARTHEL SEBAGAI ACUAN PEMULANGAN PASIEN STROKE
ISKEMIK DARI RUMAH SAKIT
DEWIYANA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
akan keluar dari rumah sakit. Indeks ini direkomendasikan sebagai salah satu
Keunggulan Indeks Barthel ini mempunyai reliabilitas dan validitas yang tinggi,
mudah dan cukup sensitif untuk mengukur perubahan fungsi serta keberhasilan
rehabilitasi. Kelemahannya indeks ini tidak merupakan skala ordinat dan tiap
Indeks Barthel ada dua versi, yaitu versi Wade dan Collin (1988) memuat 10
penilaian dengan total nilai antara 0 (ketergantungan total) sampai 100 (normal) dan
versi Granger (1982) memuat 15 penilaian dengan nilai 0-100. Versi Indeks Barthel
yang banyak dipakai karena cukup sederhana adalah versi Wade dan Collin.
Barthel Index dan Modified Rankin Scale adalah skala yang umum digunakan
stroke. Skala Indeks Barthel lebih umum digunakan untuk menilai aktivitas harian.
Akan tetapi kriteria untuk mengklasifikasikan pasien dengan keluaran klinis yang
baik secara substansi bervariasi; ada yang menggunakan skor ≥50 sampai ≥95.
Kenyataannya banyak pilihan batasan skor yang bervariasi dan belum divalidasi.
Meskipun Indeks Barthel lebih luas digunakan, hanya sedikit penelitian yang
dilakukan untuk melihat relevansi klinis dengan jumlah skor. Granger dan kawan-
kawan mengatakan bahwa skor 60 adalah skor yang sangat penting di mana pasien
dapat berubah dari ketergantungan pada orang lain menjadi mandiri. Batasan pada
pelaksanaannya, dengan skor ≥60 banyak pasien mandiri untuk kehidupan pribadi,
4
PENINGKATAN SKOR INDEKS BARTHEL SEBAGAI ACUAN PEMULANGAN PASIEN STROKE
ISKEMIK DARI RUMAH SAKIT
DEWIYANA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
seperti berjalan, mengontrol buang air besar/kecil, makan, dan ke toilet. Skor 85
berarti mandiri dengan bantuan minimal, seperti dapat memakai baju dan pindah dari
tempat duduk ke tempat tidur tanpa dibantu. Kay dan kawan-kawan serta Dennis dan
kawan-kawan juga mengatakan bahwa skor <85 pasien membutuhkan bantuan untuk
al., 1999).
Kashihara et al. (2011), menyatakan bahwa pada kasus stroke yang berat status
ADL (dengan skor Indeks Barthel <40) saat keluar dari rumah sakit tidak dapat
stroke yang berat faktor ADL ini tidak akurat digunakan untuk prediksi outcome.
Oleh karena itu masih adanya harapan untuk penyembuhan yang baik pada pasien
stroke yang berat jika mendapat rehabilitasi dalam waktu 3 sampai 6 bulan pertama
setelah serangan. Rehabilitasi sebaiknya dilakukan tidak terlalu lama setelah masuk
rumah sakit. Kwakkel et al. (2011), dalam penelitiannya menggunakan cut of score
Nakao et al. (2010), menggunakan cut of score ≥60 (mandiri), 40-60 (dengan
bantuan), ≤40 (tergantung). Sedangkan Thijs et al. (2000), menggunakan cut of score
<85 (ketergantungan) dan ≥85 (mandiri). Jeng et al. (2008), membagi dalam 3
kategori yaitu status fungsional yang jelek (indeks Barthel 0-40), moderate (indeks
Barthel 41-80), baik (indeks Barthel ≥80), selain itu disebutkan bahwa perawatan di
unit stroke menurunkan kematian 21%. Panicker et al. (2003), membagi severely
5
PENINGKATAN SKOR INDEKS BARTHEL SEBAGAI ACUAN PEMULANGAN PASIEN STROKE
ISKEMIK DARI RUMAH SAKIT
DEWIYANA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
disable <41, moderately disable 41-60, dan mildly disable >60. Keberadaan prediktor
awal untuk prognosis dan outcome terapi dapat membantu kita sebagai petugas medis
untuk memberikan edukasi pada pasien dan anggota keluarga dan untuk rencana
gambaran recovery itu penting untuk memperkirakan apa yang dibutuhkan untuk
perawatan pasien dan membuat rencana terapi. Pengukuran dengan Indeks Barthel
kesehatan yang lain selama fase akut, mobilisasi dan rehabilitasi untuk
planning. Menurut Van Straten et al. (1997), terdapat beberapa faktor yang
menyebabkan pasien stroke lama dirawat inap yaitu berhubungan dengan penegakan
pemulihan untuk beberapa waktu yang sebenarnya dapat dilakukan setelah keluar dari
rumah sakit, membatasi kapasitas fasilitas pelayanan jangka panjang, serta adanya
6
PENINGKATAN SKOR INDEKS BARTHEL SEBAGAI ACUAN PEMULANGAN PASIEN STROKE
ISKEMIK DARI RUMAH SAKIT
DEWIYANA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
dikatakan signifikan secara klinis dan merupakan ambang batas pasti yang
Nastiti et al., 2012 dalam penelitiannya mendapatkan lama perawatan pada stroke
iskemik 5-10 hari, dari 152 pasien stroke rawat inap di RS Krakatau Medika Jakarta
tahun 2011, sebanyak 82 pasien (54%) dirawat selama 5-10 hari. Sedangkan
sebanyak 35 pasien (23%) dirawat selama kurang dari 5 hari, 24 pasien (16%)
dirawat selama 11-16 hari, 6 pasien (4%) dirawat selama 17-21 hari, dan sisanya 5
pasien (3%) dirawat lebih dari 21 hari. Pada penelitian di RS Kariadi Semarang
didapatkan sebagian besar pasien stroke menjalani perawatan selama 8-28 hari
sebanyak 135 pasien (Thaib, 2012). Dalam laporan audit penatalaksanaan stroke
iskemik pasien rawat inap di RS Surakarta, didapatkan lama perawatan dari hasil
penelitian di 28 rumah sakit, selama rata-rata 10,9±9,6 hari dengan kisaran antara 1-
96 hari. Bagi yang hidup, rata-rata 11 hari pada stroke iskemik dan 17 hari untuk
stroke hemoragik. Sebagian besar (88,9%), rata-rata hari rawat kurang dari 21 hari.
Kriteria pulang pasien Stroke iskemik apabila keadaan umum pasien membaik,
melewati masa akut selama 7 hari, komplikasi teratasi. Sedangkan dalam Clinical
Pathway Unit Stroke RSUP DR Sardjito untuk pasien Stroke iskemik lama rawat
adalah sampai hari keenam. Basri 2003 menyebutkan mean length of stay Stroke
iskemik 7,5 hari. Pada beberapa penelitian sebelumnya didapatkan lama rawat yang
bervariasi, sehingga diperlukan suatu penelitian yang dapat menghasilkan suatu acuan
7
PENINGKATAN SKOR INDEKS BARTHEL SEBAGAI ACUAN PEMULANGAN PASIEN STROKE
ISKEMIK DARI RUMAH SAKIT
DEWIYANA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
B. Permasalahan
aktivitas hidup sehari-hari, di mana memerlukan waktu yang lama dan biaya
2) Skor Indeks Barthel lebih umum digunakan untuk menilai aktivitas harian
4) Pada pasien stroke iskemik selain setelah fase akut banyak faktor yang
di rumah sakit, sampai saat ini belum ada penelitian tentang peningkatan skor
Indeks Barthel ≥20% pada hari ketujuh onset yang dapat digunakan sebagai
acuan para dokter untuk memulangkan pasien stroke iskemik dari rumah sakit.
C. Pertanyaan Penelitian
peningkatan skor Indeks Barthel ≥20% pada hari ketujuh onset dapat sebagai acuan
para dokter untuk memulangkan pasien stroke iskemik dari rumah sakit?
8
PENINGKATAN SKOR INDEKS BARTHEL SEBAGAI ACUAN PEMULANGAN PASIEN STROKE
ISKEMIK DARI RUMAH SAKIT
DEWIYANA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan peningkatan skor Indeks Barthel ≥20%
pada hari ketujuh onset dapat sebagai acuan para dokter untuk memulangkan pasien
E. Manfaat Penelitian
1) Pemahaman peran skor Indeks Barthel terhadap keluaran klinis stroke iskemik
akut.
skor Indeks Barthel terhadap keluaran klinis stroke iskemik akut sehingga dapat
3) Memberikan data bagi institusi pendidikan dan penelitian mengenai peran skor
Indeks Barthel terhadap keluaran klinis stroke iskemik akut, sehingga dapat
4) Membantu para klinisi menentukan lamanya rawat inap pasien stroke iskemik
F. Keaslian Penelitian
Berdasarkan hasil penelusuran yang berasal dari beberapa jurnal ilmiah, peneliti
tidak mendapatkan penelitian mengenai peningkatan relatif skor Indeks Barthel pada
hari ketujuh onset pada pasien stroke iskemik sebagai acuan para dokter untuk
9
PENINGKATAN SKOR INDEKS BARTHEL SEBAGAI ACUAN PEMULANGAN PASIEN STROKE
ISKEMIK DARI RUMAH SAKIT
DEWIYANA
Universitas Gadjah Mada, 2016 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
Indeks Barthel saat keluar rumah sakit untuk memprediksi outcome pasien stroke
iskemik, tidak membahas tentang peningkatan relatif skor Indeks Barthel saat masuk
dan keluar rumah sakit sebagai acuan untuk memulangkan dari rumah sakit.
10