Anda di halaman 1dari 27

Sistem Motorik

Sumber: Duus’ Topical Diagnosis in Neurology 5th Edition

Komponen Sentral Sistem Motorik dan Sindrom Klinis Akibat Lesi yang Mengenainya
Bagian sentral sistem motorik untuk gerakan volunter terdiri dari korteks motorik
primer (area 4) dan area korteks disekitarnya (terutama korteks premotorik, area 6),
serta traktus kortikobulbaris dan traktus kortikospinalis.

Gambar 3.1 Area motorik primer / girus pre-sentralis (area 4), korteks premotorik (area 6),
dan lapangan pandang mata prefrontal (area 8)

Area Korteks Motorik


Korteks motorik primer (girus pre-sentralis, Gambar 3.1) merupakan sekumpulan
jaringan yang terletak di sisi yang berlawanan dengan sulkus sentralis dari korteks
somatosensorik primer (di girus post-sentralis) dan, meluas keatas dan melewati tepi
superomedial hemisfer serebri menuju bagian medialnya. Area yang
mempresentasikan tenggorokan dan laring terletak pada ujung inferior korteks
motorik primer; di bagian atasnya, secara kesinambungan, adalah area yang
mempresentasikan wajah, ekstremitas atas, tubuh, dan ekstremitas bawah (Gambar
3.2).
Gambar 3.2 Perjalanan traktus piramidalis, bagian teratas : korona radiata dan kapsula interna

Motor neuron tidak hanya ditemukan area 4, tetapi juga di area korteks di sekitarnya.
Namun, serabut yang menghantarkan gerakan volunter halus terutama berasal dari
girus pre-sentralis. Girus ini merupakan lokasi neuron-piramidal (sel Betz) yang khas,
yang terletak dilapisan seluler korteks kelima dan mengirimkan akson bermielin tebal
dan berdaya konduksi cepat (Gambar 3.3) ke traktus piramidalis. Dahulu, traktus
piramidalis dianggap seluruhnya terdiri atas akson-akson sel Betz, tetapi sekarang di
ketahui bahwa sel tersebut hanya 3-4% total serabut tersebut. Komponen serabut
terbesar berasal dari sel-sel piramidalis yang lebih kecil dan sel-sel fusiformis area 4
dan 6 Briadman. Akson yang berasal dari area 4 membentuk sekitar 40% dari seluruh
traktud piramidalis; sisanya berasal dari area frontalis lain, dan area 3, 2, dan 1
korteks somatosensorik primer (area sensori motorik) dan dari area lain di lobus
parietal (Gambar 3.1). Motor neuron area 4 memediasi gerakan volunter halus pada
sisi tutbuh kontralateral; oleh sebab itu, traktus piramidalis menyilang (Gambar 3.4).
Stimulus elektrik langsung pada area 4, seperti saat tindakan pembedahan saraf,
biasanya mencetuskan kontraksi satu otot tunggal, sedangkan stimulasi pada area 6
mencetuskan gerakan yang lebih luas dan kompleks, misalnya pada seluruh
ekstremitas atas dan bawah.

Gambar 3.3 Mikroarsitektur korteks motorik (pewarnaan golgi)

Traktus Kostikospinalis (Piramidalis)


Traktus ini berasal dari korteks motorik dan berjalan melalui substansia alba serebri
(korona radiata), kornu posterior kapsula interna (serabut terletak sangat berdekatan
satu dan lainnya di sini), bagian sentral pedunkulus serebri (krus serebri), pons, dan
medula oblongata (bagian anterior), tempat traktus terlihat jelas sebagai penonjolan
kecil yang disebut piramid. Piramid medula ini menjadi asal prnamaan traktus
tersebut. Pada bagian bawah medula, 80-85% serabut piramidal menyilang ke sisi lain
sehingga dinamakan dekusio piramidalis. Serabut yang tidak menyilang di sini
berjalan menuruni medula spinalis di fasikulus anterior ipsilateral sebagai
kortikospinalis anterior, serabut ini menyilang jauh dibawah (biasanya setingkat
segmen yang dipersarafinya) melalui komisura anterior medula spinalis (Gambar
3.5). Pada tingkat servikal dan torakal, kemungkinan juga terdabat beberapa serabut
yang tidak menyilang dan mempersarafi motor neuron ipsilateral di kornu anterior,
sehingga otot-otot leher dan tubuh mendapatkan persarafan kortikal bilateral.
Mayoritas serabut traktus piramidalais menyilang di dekusasio piramidalis, kemudian
menuruni medula spimalis di funikulus lateralis kontrlateral sebagai traktus
kortikospinalis lateralis.

Gambar 3.4 Perjalanan traktus piramidalis


Traktus Kortikonuklearis (Traktus Kortikobulbaris)
Beberapa serabut traktus piramidalis memberikan cabang keluar dari massa utama
traktus ketika melewati otak tengah dan kemudian melalui perjalanan yang lebih
dorsal menuju nuklei saraf kranial motorik. Serabut yang mempersarafi nuklei batang
otak ini sebagian menyilang dan sebagian lagi tidak menyilang. Nuklei yang
menerima input traktus piramidalis adalah nuklei yang memeditasi gerakan volunter
otot-otot kranial melalui saraf kranial V (nervus trigeminus), saraf kranial VII
(nervus fasialis), saraf kranial IX, X, dan XI (nervus glosofaringeus, nervus vagus,
nervus asesorius), serta saraf kranial XII (nervus hipoglosus).

Traktus Kortikomesenfalikus
Merupakan kumoulan srerabut yang berjalan yang berjalan dengan traktus
kortikonuklearis yang tidak berasal dari area 4 atau area 6, tetapi berasal dari area 8
yang memediasi gerakan mata konjugat (Gambar 3.1 dan 3.4). Traktus
kortikomesenfalik berjalan bersama-sama dengan traktus piramidalis (tepat dibagian
rostralnya, di kornu posterior kapsula interna) dan kemudian mengarah ke bagian
dorsal menuju nuklei saraf kranial yang memediasi pergerakan mata, yaitu saraf
kranial III, IV, dan VI (nervus okulomotor, nervus trokhlearis, dan nervus abdusens).

Gambar 3.5 Sinaps traktus motorik desenden ke neuron kornu anterior


Lesi-lesi pada Jaras Motorik Sentral
Lesi korteks serebri
Menyebabkan terjadinya kelemahan sebagian tubuh sisi kontralateral. Hemiparesis
yang terlihat pada wajah dan tangan (kelemahan brakiofasial) lebih sering terjadi
dibandingkan didaerah lain karena bagian tubuh tersebut memiliki area representasi
kortikal yang luas. Temuan klinis khas akibat lesi di lokasi tersebut (a pada Gambar
3.6), berupa:
- Paresis ekstremitas atas-bagian distal yang dominan
- Gangguan kontrol motorik halus
- Kelemahan berupa gangguan flaksid, bukan spastik
- Lesi iritatif pada daerah ini juga dapat menimbulkan kejang fokal
(Jacksonian)

Lesi kapsula interna


Jika dijumpai lesi pada kapsula interna (b pada gambar 3.6), akan dijumpai temuan
klinis berupa :
- Hemiplegia spastik kontralateral (akibat terpengaruhnya serabut piramidal dan
non-piramidal)
- Facial palsy kontralateral (akibat terganggunya traktus kortikonuklearis)

Lesi setingkat pedunkulus serebri


Jika dijumpai lesi setingkat pedunkulus serebri (c pada gambar 3.6), akan dijumpai
temuan klinis beruba:
- Hemiparesis spastik kontralateral yang dapat diikuti kelumpuhan nervus
okulomotor ipsilateral

Lesi pons
Jika dijumpai lesi pada pons (d pada gambar 3.6), akan dijumpai temuan klinis
beruba:
- Hemiparesis kontralateral atau mungkin bilateral
Lesi piramis medula onlongata
Jika dijumpai lesi pada piramis medula oblongata (e pada gambar 3.6), akan
dijumpai temuan klinis beruba:
- Hemiparesis flaksid kontralateral

Lesi traktus piramidalis di medula spinalis


Suatu lesi yang mengenai traktus piramidalis pada level servikal (f pada Gambar
3.6) dapat menyebabkan:
- Hemiplegia spastik ipsilateral (ipsilateral dikarenakan karena traktus itu telah
menyilang pada level yang lebih tinggi, dan spastik karena jaras tersebut
mengandung serabut-serabut piramidalis dan non-piramidalis pada level ini)
- Monoplegia ilsilateral spastik pada ekstremitas bawah (bila lesi mengenai
traktus piramidalis di medula spinalis torasika, g pada Gambar 3.6).
Gambar 3.6 Lokasi-lokasi lesi potensial pada traktus piramidalis
Komponen Perifer Sistem Motorik dan Sindrom Klinis Akibat Lesi yang
Mengenainya
Bagian perifer sistem motorik terdiri atas nuklei kranialis motirk di batang otak, sel
motorik kornu anterior medula spinalis, radisk anterior, pleksus servikalis dan
lubosakral, saraf perifer, dan motor end plates di otot rangka.
Sindrom Transeksi Medula Spinalis
Menurut gejala umum dan perjalanan klinis dibagi mennjadi 2, yaitu:
1. Akut : paling sering disebabkan oleh trauma. Trauma pada medula spinalis
awalnya menimbulkan keadaan syok spinal, dengan gambaran klinis yang
patofidiologinya belum dipahami secara total. Di bwah tingkat lesi terdapat
paralisis flaksid komplet dan semua modalitas sensi hilang. Fungsi berkemih,
defekasi, dan seksual juga hilang. Juga terdapat perubahan tropik di bawah
tingkat lesi, khususnya, hilangnya kemampuan berkeringat dan gangguan
termoregulasi.
2. Progresif : muncul secara perlahan-lahan, misalnya dikarenakan tumor yang
berkembang lambat, dan syok spinal tidak terjadi. Pada kasus seperti ini
biasanya bersifat parsial. Paraparesis spastik yang berat dan progresif terjadi
dibawak tingkat lesi, disertai defisit sensorik, disfungsi miksi, defekasi, dan
seksual, serta manifestasi otonomik (regulasi vasomotor dan berkeringat
abnormal, kecendrungan untuk menjadi ulkus decubitus).
Menurut berbagai tingkat dibagi menjadi 3, yaitu:
1. Setingkat servikal: transeksi diatas veterbra servikal III dapat menghentikan
pernafasan (hilangnya fungsi nervus frenikus dan nervus interkostales secara
total). Transeksi pada tingkat servikal bawah menyebabkan kuadriparesis
dengan gangguan pada otot-otot interkostal, dan juga mengganggu
pernafasan.
2. Setingkat torakalis: pada tingkat torakalis bagian atas tidak mempengaruhi
ekstremitas atas, tetapi dapat mengganggu pernafasan dan juga dapat
menimbulkan ileus paralisis akibat keterlibatan nervus splanknikus. Pada
bagian bawah tidak mengenai otot-otot abdomen dan tidak mengganggu
pernafasan.

Sindom Epikonus
- Disebabkan oleh lesi medula spinalis setinggi L4-S2
- Paresis spastik atau flaksid ekstremitas bawah
- Reflek achilles menghilang, reflek patella masih ada
- Defisit sensorik terbentang dari L4-S5
- Pengosongsn kandung kemih dan rektum hanya secara reflektif
- Potensi seksual hilang dan sering terjadi priapisme pada pasien laki-laki

Sindrom Konus
- Disebabkan oleh lesi medula pinalis setinggi atau dibawah S3
- Arefleksia detrusor dengan retensi urin dan inkontinensia overflow
- Inkontinensia tebal
- Impotensi
- Saddle anesthesia (S3-S5)
- Hilangnya refleks ani
- Ekstremitas bawah tidak paresis, dan refleks achilles tetap ada
Sindrom Kauda Equina
- Melibatkan radiks nervi lumbales dan sakrales, yang berjalan ke bawah di
sepanjang sisi dan bawah konus medularis, dan menebus ruang subarakhnoid
lumbosakral, dan keluar melalui foraminanya
- Nyeri radikular pada distribusi nervus iskiadikus
- Nyeri hebat pada kandung kemih, yang memberat saat batuk atau bersin
- Lesi pada bagian atas kauda equina dapat menyebabkan defisit sensorik pada
tungkai dan area saddle. Terjadi paresis flaksid pada ekstremitas bawah
dengan arefleksia
- Lesi bagian bawah kauda equina, defisit sensorik hanya terdapat pada area
saddle (S3-S5), dan tidak terjadi kelemahan tungkai. Fungsi miksi, defekasi,
dan funsi seksual terganggu.
Sindrom Radiks Saraf (Sindrom Radikular)
Radiks sangat rentan terhadap kerusakan pada atau didekat jalan keluarnya menuju
foramen intravetebral. Penyebab paling sering adalah proses stenosis, protrusio
diskus, dan herniasi diskus yang menekan radiks yang keluar.
Lesi radikular menimbulkan manifestasi khusus berikut:
- Nyeri dan defisit sensorik pada dermatom yang sesuai.
- Kerusakan sensasi nyeri lebih berat dibandingkan modalitas sensorik lainnya.
- Penurunan kekuatan otot-otot pengindikasi-segmen, serta dapat dijumpai
atrofi otot (pada kasus yang berat dan jarang).
- Defisit refleks sesuai dengan radiks yang rusak.
- Tidak adanya defisit otonom (kemampuan berkeringat, oiloereksi, dan
vasomotor).
Gambar 3.25 a. Herniasi diskus posteriolateral setinggi L4-5. Radiks yang cedera bukan radiks L4, yang keluar melalui
foramen intravetebral L4-5, tetapi radiks L5, yang terletak di bagian medialnya dan berjalan melewati bagian belakang diskus
intervetrebalis L4-5. b. Herniasi diskus sentralis setinggi L4-5 dengan kompresi kauda equina

Sindrom Radikular Servikal


- C3, C4: nyeri pada leher dan bahu; yang jarang, kelumpuhan diafragma
parsial
- C5: nyeri dengan atau tanpa hipalgesia di dermatom C5; kelemahan m.
deltoideus dan biseps
- C6: nyeri dengan atau tanpa hipalgesia di dermatom C6; kelemahan biseps
dam m. brakioradialis; penurunan refleks biseps
- C7: nyeri dengan atau tanpa parestesia atau hipalgesia di dermatom C7;
kelemahan triseps dan m. pronator teres; mungkin terdapat atrofi tenar;
penurunan refleks triseps
- C8: nyeri dengan atau tanpaparestesia atau hipalgesia di dermatom C8;
kelemahan dan kemungkinan atrofi pada otot-otot hipotenar; penurunan
refleks triseps dan tromner.
Gambar 3.27 Otot pengindikasi-segmen dan distribusi sensorik radiks C6, C7, dan C8

Sindrom Radikular Lumbal


- L3: nyeri dengan atau tanpa parestesia di dermatom L3; kelemahan m.
kuadriseps femoris; kuadriseps menurun atau; refleks kuadriseps menghilang
(refleks patela atau knee-jerk reflex)
- L4: nyeri dengan atau tanpa parestesia atau hipalgesia di dermatom L4;
kelemahan m. kuadriseps femoris; hilangnya refleks kuadriseps
- L5: nyeri dengan atau tanpa parestesia atau hipalgesia di dermatom L5;
kelemahan m. ekstensor halusis longus dan sering juga mengenai m. ekstensor
digitorum brevis; hilangnya refleks tibialis posterior
- SI: nyeri dengan atau tanpa parestesia atau hipalgia di dermatom S1;
kelemahan pada m. proneus, m. gastroknemius, dan m. soleus; hilangnya
refleks gastroknemius (refleks achilles atau ankle-jerk reflex).
Sindrom Pleksus
- Pleksus Servikalis: terbentuk dari radiks nervi C2-C4
- Pleksus Brakialis: terbentuk dari radiksnervi C5-T1
- Pleksus Lumbosakralis: terbentuk dari radiks nervi L1-S3

Lesi Pleksus Servikalis


Pleksus servikalis menempati posisi yang relatif terlindungi sehingga jarang
mengalami cedera. Disfungsi nervus frenikus unilateral atau bilateral (C3, C4, dan
C5) lebih sering disebabkan oleh proses mediastinal daripada lesi pleksus servikalis.
Lesi Pleksus Brakialis
Terbagi menjadi 2, yaitu:
- Bagian atas (paralisis Duchene-Erb): akibat lesi pada radiks C5 dan C6,
terjadi paresis pada m. deltoid, m. biseps brakii, m. brakialis, dan m.
brakioradialis. Terdapat defisit sensorik di atas permukaan m. deltoid dan
pada sisi radial lengan dan tangan.
- Bagian bawah (paralisis Klumpke): akibat lesi pada radiks C8 dan T1, fleksor
pergelangan tangan dan jari serta otot-otot intrinsik tangan menjadi paresis.
Kadang-kadang, juga terjadi sindrom Horner. Terdapat abnormalitas trofik
yang jelas pada tangan dan jari.
Lesi Pleksus Lumbosakralis
- Lesi pleksus lumbalis (L1, L2, dan L3): lebih jarang dibandingkan lesi
pleksus brakhialis karena lokasi pleksus lumbalis terlindungi.
- Lesi pleksus sakralis (L4, L5, dan S1 hingga S3): saraf terpenting yang
muncul dari pleksus sakralis adalah n. peroneus komunis dan n. tibialis, yang
bergabung sebagai n. iskiadikus pada perjalanannya di posterior paha. Dua
nervus akan berpisah tepat diatas lutut dan kemudian berjalan sesuai dengan
jalurnya masing-masing hingga ke bwah tungkai. N. peroneus komunis
terutama mempersarafi otot-otot ekstensor kaki dan ibu jari kaki, sedangkan n.
tibialis mempersarafi otot-otot fleksor kaki dan sebagian besar otot-otot
intrinsik kaki. Lesi pada n. peroneus komunis, atau rami peroneal n.
iskiadikus menyebabkan kelemahan pada ekstensor, sehingga terjadi foot-
drop (steppage-gait). Lesi n. tibialis menimbulkan kelemahan pada otot-otot
fleksor kaki, sehingga tidak dapat berjalan jinjit (toe-walking).
Sindrom Saraf Perifer
Sindrom Terowongan Karpal
- Disebabkan keruskan n. medianus didalam terowongan karpal, yang dapat
mnyempit di tempat lewatnya saraf dibawah ligamen transversum karpalis
(retinakulum mukulorum fleksorum)
- Keluhan utama nyeri dan parestesia pada tangan yang terkena, serta rasa
seperti terjadi pembengkakan pada pergelangan atau seluruh tangan
- Tes Tinel positif
Sindrom Taut Neuromuskular dan Otot
Miastenia
- Kelemahan abnormal pada otot-otot rangka merupakan manifestasi utama
gangguan taut neuromuskular
- Excercise-dependent weakness
- Merupaka penyakit autoimun ketika tubuh membentuk antibodi terhadap
resptor asetilkolin atau komponen lain di motor end plate
- EMG menunjukkan penurunan ukuran (“decrement”) potensial aksi otot pada
stimulasi elektrik berulang pada otot yang terkena

Miopati
- Gangguan primer otot. Kelemahan dengan progesivitas lambat
- Non excercise-dependent weakness
- Atrofi otot akibat miopati lebih ringan dibandingkan atrofi otot nurogenik
- Tidak ada defisit sensorik atau otonom, ataupun fasikulasi, yang menunjukkan
lesi neurogenik

Anda mungkin juga menyukai