PENDAHULUAN
Stroke menimbulkan permasalahan yang komplek baik dari segi kesehatan, ekonomi
maupun sosial. Stroke merupakan penyakit yang menyerang orang yang berusia 40 tahun
keatas, namun saat ini stroke bukan saja menyerang orang yang sudah tua, tetpai juga
menyerang orang pada usia lebih muda. Dari tahun ketahun jumlah orang yang terkena stroke
terus mengalami peningkatan (Yastroki, 2008).
Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya gejala stroke,
belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program terapi untuk pencegahan
stroke ulang yang rendah merupakan permasalahan yang muncul pada pelayanan stroke di
Indonesia. Keempat hal tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kejadian stroke baru,
tingginya angka kematian akibat stroke, dan tingginya kejadian stroke ulang di Indonesia
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).
Salah satu pelayanan profesisional untuk penderita stroke yaitu fisioterapi yang
berperan untuk mengembalikan fungsi tubuh seoptimal mungkin dan sedini mungkin untuk
mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang lama, menghambat
spastisitas, pola sinergis ketika ada peningkatan tonus, mengurangi oedema pada anggota
gerak atas dan bawah sisi sakit, merangsang timbulnya tonus kearah normal, membentuk pola
gerak dan koordinasi gerak normal serta peningkatan kemampuan aktivitas fungsional (
Setiawan, 2008).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Sistem saraf merupakan salah satu sistem dalam tubuh yang dapat berfungsi sebagai
media komunikasi antar sel maupun organ dan dapat berfungsi sebagai pengendali berbagai
sistem organ lain yang berjalan relatif cepat dibandingkan dengan sistem humoral, karena
komunikasi berjalan melalui proses penghantaran impuls listrik disepanjang saraf.
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sistem saraf secara garis besar dapat dibagi dalam sistem
saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis dan sistem saraf tepi (SST).
Didalam sistem saraf pusat terjadi berbagai proses analisis informasi yang masuk serta proses
sintesis dan mengintegrasikannya (Singgih, 2003).
Otak merupakan bagian sistem saraf pusat dimana dalam pembagiannya digolongkan
menjadi korteks serebri, ganglia basalis, thalamus dan hypothalamus, mesenchepalon, batang
otak, dan serebelum. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningens) yaitu
duramater, arachnoidea, piamater dan dilindungi oleh tulang tengkorak (Chusid, 1993).
Otak terdiri dari neuron – neuron, sel glia, cairan serebrospinalis, dan pembuluh darah.
Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama yaitu sekitar 100 miliar tetapi jumlah
koneksi diantara berbagai neuron tersebut berbeda – beda. Orang dewasa yang
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa di dalam darah arterinya hanya
membentuk sekitar 2% atau 1,4 kg koneksi neuron dari berat tubuh total (Feigin, 2006).
a. Kortek serebri
Cortex cerebri merupakan bagian terluar dari hemispherium cerebri. Pada permukaan
cortex cerebri terdapat alur–alur atau parit–parit, yang dikenal dengan sulcus. Sedangkan
bagian yang terletak diantara alur–alur atau parit–parit ini dinamakan gyrus. Sulcus dan gyrus
ini membagi otak menjadi lobus-lobus yang namanya sesuai dengan nama tulang tengkorak
yang menutupinya. (Chusid,1993).
4. Lobus occipitalis : Area 17 yaitu kortek striata, kortek visual yang utama, Area 18 dan
19 merupakan daerah asosiasi visual ( Duss, 1996). Lihat Gambar 2.1
Gambar 2.1 Area-area Cortex cerebri menurut Brodman (Chusid,
1993).
b. Traktus piramidalis
c. Traktus ekstrapiramidalis
Lesi pada setiap tingkat dalam sistem ekstrapiramidalis dapat mengaburkan atau
mehilangkan gerakan dibawah sadar (voluntary) dengan gerakan diluar sadar (involuntary
movement) dan timbulnya spastisitas dianggap menunjukkan gangguan pada lintasan
ekstrapiramidal (Chusid, 1993). Lihat Gambar 2.3
d. Vaskularisasi otak
Otak merupakan organ terpenting dalam tubuh, yang membutuhkan suplai darah yang
memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolisme. Otak juga membutuhkan
banyak oksigen. Menurut penelitian kebutuhan fital jaringan otak akan oksigen dicerminkan
dengan melakukan percobaan dengan menggunakan kucing. Para peneliti menemukan lesi
permanen yang berat didalam kortek kucing setelah sirkulasi darah otaknya di hentikan
selama 3 menit.
Diperkirakan bahwa metabolisme otak menggunakan kira-kira 18% oksigen dari total
konsumsi oksigen oleh tubuh (Chusid, 1993). Pengaliran darah ke otak dilakukan oleh dua
pembuluh arteri utama yaitu oleh sepasang arteri karotis interna dan sepasang arteria
vertebralis. Keempat arteria ini terletak didalam ruang subarakhnoid dan cabang-cabangnya
beranastomosis pada permukaan inferior otak untuk membentuk circulus willisi.
Arteri carotis interna, arteri basilaris, arteri cerebri anterior, arteri communicans
anterior, arteri cerebri posterior dan arteri comminicans posterior dan arteria basilaris ikut
membentuk sirkulus ini (Snell, 2007). Vaskularisasi susunan saraf pusat sangat berkaitan
dengan tingkat
kegiatam metabolisme pada bagian tertentu dan ini berkaitan dengan banyak sedikitnya
dendrit dan sinaps di daerah tersebut (Sidharta, 1995).
Menurut Chusid (1993), pokok anastomose pembuluh darah arteri yang penting didalam
jaringan otak adalah circulus willisi. Darah mencapai circulus willisi interna dan arteri
vertebralis. Sebagian anastomose terjadi diantara cabang-cabang arteriole di circulus willisi
pada substantia alba subscortex.
Arteria carotis interna berakhir pada arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media.
Di dekat akhir arteri carotis interna dari pembuluh arteri comunicans posterior yang bersatu
kearah caudal dengan arteri cerebri posterior. Arteri cerebri anterior saling berhubungan
melalui arteri comunicans anterior. Arteri basilaris dibentuk dari persambungan antara
arteri-arteri vertebralis. Pemberian darah ke certex terutama melalui cabang-cabang kortikal
dari arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dan arteri cerebri posterior, yang mencapai
cortex di dalam piamater.
1. Keadaan arteri, dapat menyempit karena tersumbat oleh thrombus dan embolus
2. Keadaan darah, dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen
3. Keadaan jantung, bila ada kelainan dapat mengakibatkan iskemia di otak
(Lumbantobing, 2004).
Gambar 2.4 Circulus Willisi (Chusid, 1993)
1. Definisi
Stroke adalah cedera vaskuler akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke adalah suatu
cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak. Cedera dapat disebabkan
oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan, atau
pecahnya pembuluh darah. Semua ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai
(Feigin, 2006).
Stroke Non haemoragik atau iskemik, yaitu suatu gangguan fungsional otak akibat
gangguan aliran darah ke otak karena adanya bekuan darah yang telah menyumbat aliran
darah (Yastoki, 2007). Pada stroke non haemoragik aliran darah ke sebagian jaringan otak
berkurang atau berhenti. Hal ini biasa disebabkan oleh sumbatan thrombus, embolus atau
kelainan jantung yang mengakibatkan curah jantung berkurang atau oleh tekanan perfusi
yang menurun (Lumbantobing,2004).
Stadium recovery adalah suatu tahapan ataupun proses patologi stroke. Pada stadium ini
terjadi reabsorpsi udema, sehingga proses desak ruang akut yang terjadi di dalam otak
berangsur-angsur menurun, aktivitas refleks spinal sudah dapat berfungsi tetapi belum
mendapat kontrol dari sistem supraspinal (Kuntono, 2002).
Berat ringannya dampak serangan stroke sangat bervariasi tergantung pada lokasi dan
luas daerah otak yang rusak. Bila aliran darah terputus hanya pada area yang kecil atau terjadi
pada daerah otak yang rawan, efeknya ringan dan berlangsung sementara. Sebaliknya bila
aliran darah terputus pada area yang luas atau pada bagian otak yang vital akan terjadi
kelumpuhan yang parah sampai pada kematian (Vitahelth, 2003).
2. Etiologi
1. Stroke hemoragik yaitu suatu gangguan fungsi saraf yang disebabkan kerusakan
pembuluh darah otak sehingga menyebabkan pendarahan pada area tersebut.
2. Stroke nonhemoragik, yaitu gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh tersumbatnya
pembuluh darah otak sehingga distribusi oksigen dan nutrien ke area yang mendapat
suplai terganggu.
Faktor resiko stroke menurut Feigin dibagi menjadi dua yaitu faktor resiko yang dapat
dimodifikasi seperti gaya hidup dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti
penuaan, kecenderungan genetik, dan suku bangsa. Faktor resiko yang terpenting adalah :
a. Hipertensi
Tekanan darah yang tinggi secara terus-menerus menambah beban pembuluh arteri
perlahan-lahan. Arteri mengalami proses pengerasan menjadi tebal dan kaku sehingga
mengurangi elastisitasnya. Hal ini dapat pula merusak dinding arteri dan mendorong
proses terbentuknya pengendapan plak pada arteri koroner. Hal ini meningkatkan
resistensi pada aliran darah yang pada gilirannya menambah naiknya tekanan darah.
Semakin berat kondisi hipertensi, semakin besar pula faktor resiko yang ditimbulkan
(Soeharto, 2004).
b. Penyakit jantung
Emboli yang terbentuk dijantung akibat adanya kelainan pada arteri jantung trutama
arteria coronaria dapat terlepas dan dapat mengalir ke otak sehingga dapat menyumbat
arteri di otak dan dapat mencetuskan stroke ischemia (Feigin, 2006).
c. Diabetes mellitus
Diabetes mellitus dapat menimbulkan perubahan pada system vaskuler (pembuluh darah
dan jantung) serta memicu terjadinya aterosklerosis (Feigin, 2006).
d. Merokok
Asap rokok yang mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti
adrenalin dapat merangsang denyut jantung dan tekanan darah. Kandungan
carbonmonoksida dalam rokok memiliki kemampuan jauh lebih kuat daripada sel darah
merah (hemoglobin) untuk menarik atau menyerap oksigen sehingga kapasitas darah
yang mengangkut oksigen ke jaringan lain terutama jantung menjadi berkurang. Hal ini
akan mempercepat terjadinya stroke ischemia bila seseorang sudah mempunyai penyakit
jantung (Soeharto, 2004).
Jika seseorang mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada yang mereka gunakan dalam
aktivitas sehari-hari, kelebihan kalori tersebut akan diubah menjadi lemak yang
menumpuk di dalam tubuh (Feigin, 2006).
1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)
atau afasia (kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan perifer
dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia urinarius
peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia
urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:
1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan
penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.
Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mengalami hemiparese kanan Hemiparese sebelah kiri tubuh
Perilaku lambat dan hati-hati Penilaian buruk
Kelainan lapan pandang kanan Mempunyai kerentanan terhadap
Disfagia global sisi kontralateral sehingga
Afasia memungkinkan terjatuh ke sisi yang
Mudah frustasi berlawanan tersebut
4. Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi akibat stroke ischemic
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya
dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru
dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap
otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada
pembuluh
darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan
hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler.
Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible
dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
C. Pendekatan intervensi fisioterapi
1. IRR (Infra red radiating)
Tujuan : untuk melancarkan sirkulasi darah
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : 40-50 cm (dengan IRR 2 lampu)
Tekhnik : non lominous
Time : 10 menit
2. PNF
Tujuan : meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan ADL
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : 10 – 20x pengulangan
Tekhnik : rhytmical initation
Time : 5 menit
3. Balance exercise
Tujuan : meningkatkan keseimbangan
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : toleransi pasien
Tekhnik : Brijing panggul
Time : 5x repetisi
4. Latihan koordinasi
Tujuan : untuk mengontrol gerakan pasien dan melatih keseimbangan
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : toleransi pasien
Tekhnik : finger to finger, finger to mouth, finger to nose, finger to therapist
Time : 8- 16x repetisi
5. Terapi Manipulasi
Tujuan : Untuk melepaskan Perlengketan dan meningkatkan ROM
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : Sesuai toleransi pasien
Tekhnik : Traksi- translasi shoulder
Time : 8x pengulangan
6. Streching pasif
Tujuan : Mencegah kontraktur
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : Sesuai Toleransi pasien
Tekhnik : Penguluran maksimal
Time : 8x repetisi
8. Latihan ADL
Tujuan : Mengembalikan ADL
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : Sesuai Toleransi Pasien
Tekhnik : Latihan Makan,Minum, duduk , berdiri dan berjalan.
Time : 5x repetisi
BAB III
PROSES FISIOTERAPI
b. Anamnesis khusus
Keluhan utama : kelumpuhan separuh badan
Lokasi keluhan : sisi kiri (lengan dan tungkai)
Riwayat medis : awal serangan pada bulan november 2017 pasien merasakan sakit
kepala, demam dan kejang. Pasien dirujuk dari RS. Mitra Husada
Penyakit penyerta : pasien memilki riwayat stroke dan CKD Stage V on HD, hypertensi
grade 2, thelepathy metabolik, pasien melakukan cuci darah rutin 3x seminggu.
Riwayat keluarga : tidak ada keluarga uang pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya
(4) : spontan
(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)
(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)
(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri)
(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi
saat diberi rangsang nyeri).
(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).
(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam
satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)
Hasil : E4 M6 V2
Interpretasi hasil :
1. Composmentis : 15-14
2. Apatis : 13-12
3. Delirium : 11-10
4. Somnolen : 9-7
5. Stupor : 6-4
6. Coma : 3
MMT
No. Sendi Gerakan Hasil
Kanan Kiri
1. Shoulder Fleksi 4 1
Ekstensi 4 1
Abduksi 4 1
Adduksi 4 1
2. Elbow Fleksi 4 1
Ekstensi 4 1
3. Wrist Dorso fleksi 4 1
Palmar fleksi 4 1
4. MCP, PIP, Fleksi 4 1
DIP
Ekstensi 4 1
5. Hip Fleksi 4 1
Ekstensi 4 1
Abduksi 4 1
Adduksi 4 1
6. Knee Fleksi 4 1
Ekstensi 4 1
7. Ankle Dorsofleksi 3 1
Plantar fleksi 3 1
Tes sensorik:
Tes tajam tumpul : Dalam batas normal
Rasa sakit : Dalam batas normal
Raba ringan-tekan : Dalam batas normal
Tes koordinasi :
Nose to finger : gangguan koordinasi
Romberg tes : gangguan koordinasi
Tumit ke lutut : gangguan koordinasi
Tes pegang jari : gangguan koordinasi
Keseimbangan :
Belum bisa duduk sendiri
Gangguan cardiorespirasi :
1. Pengembangan thorax : simetris
2. Ekspansi thorax :
Upper : 1 cm (Normal : 2-3 cm)
Midle : 2 cm (Normal 3-4 cm)
Lower : 4 cm (Normal : 5-7 cm)
Sputum :-
Batuk :-
Gangguan ADL :
Index barthel (modifikasi) :
No Jenis AKS Kriteria
1. Saya dapat mengendalikan BAB 0 = tidak dapat
1 = kadang – kadang
2 = selalu
2. Saya dapat mengendalikan BAK 0 = tidak dapat
1 = kadang – kadang
2 = selalu
3. Saya dapat memlihara diri : (muka, rambut, gigi, 0 = tidak dapat
cukur) 1 = selalu
4. Saya dapat menggunakan toilet 0 = sepenuhnya dibantu
1 = bantu jika perlu
2 = bisa
5. Makan 0 = bergantung orang lain
1 = bantu jika perlu
2 = bisa
6. Naik turun kursi 0 = bergantung orang lain
1 = mampu duduk, banyak
bantuan
2 = perlu sedikit bantuan
3 = bebas
7. Jalan 0 = bergantung orang lain
1 = tidak dapat, tapi bisa
menjalankan kursi roda
sendiri
2 = dapat, tetapi dibantu
orang lain
3 = bebas penuh
8. Berpakaian 0 = bergantung orang lain
1 = kadang – kadang dibantu
2 = bebas termasuk pakai
sepatu
Transfer :
3. Bridging : mampu dengan bantuan
4. Mika-miki : dilakukan dengan bantuan
5. Geser pantat : belum mampu dilakukan
6. Tidur ke duduk : belum mampu dilakukan
7. Sitting balance : belum mampu dilakukan
Pemeriksaan penunjang :
1. Radiologi (CT-Scan kepala) tanggal 26 November 2017
Kesan : infark cerebri bilateral terutama kanan, kalsifikasi ganglia basalis
bilateral, focal brain artropy
2. Pemeriksaan laboratorium
Fungsi ginjal :
8. Ureum : 59 mg/dl
9. Kreartinin : 2,70 mg/dl
e. Diagnosa dan problematik fisioterapi
Diagnosa ICF : Gangguan motor function akibat Hemiplegia sinistra et cause stroke
NHS
Problematik :
1. Primer
Gangguan aktivitas gerak dan fungsi akibat hypotonus
2. Sekunder
1. Penurunan rasa percaya diri
2. Penurunan pengembangan thorax
3. Penurunan kekuatan otot
4. Potensial terjadi decubitus dan pola sinergis
5. Gangguan koordinasi dan gangguan keseimbangan
6. Potensial terjadi kontraktur otot
7. Gangguan ADL
3. Kompleks
Gangguan ADL makan, berpakaian, merawat diri, toileting, duduk dan berjalan.
Berdasarkan pengamatan dan perlakuan anda terhadap kasus yang anda tangani
Umur : 30 tahun
History Taking :
Kelumpuhan pada anggota gerak sisi kiri, nyeri saat
melakukan gerakan dan keterbatasan gerak.
Inspeksi :
Asimetris pada bahu, fleksi jari tangan, eksternal
rotasi hip dan eversi kaki dan drop foot.
Pemeriksaan spesifik
dan pengukuran
Diagnosa ICF
Gangguan motor function akibat
hemiplegia sinistra et cause stroke NHS
Strategi intervensi
Komunikasi terapeutik
Passive breathing exercise
Aproksimasi
Pasif streching
PNF
Latihan ADL
Edukasi dan home program
LEMBAR ALGORITMA ASSESMENT PADA KASUS HEMIPLEGIA SINISTRA ET
CAUSE STROKE NHS
Berdasarkan Evidence Based Practice dan Clinical Practice Guidelines terhadap kasus yang
anda tangani
Umur : 30 tahun
History Taking :
Kelumpuhan pada anggota gerak sisi kiri, nyeri
saat melakukan gerakan dan keterbatasan gerak.
Inspeksi :
Asimetris pada bahu, fleksi jari tangan, eksternal
rotasi hip dan eversi kaki dan drop foot.
Pemeriksaan spesifik
dan pengukuran
Diagnosa ICF
Gangguan motor function akibat
hemiplegia sinistra et cause stroke NHS
Strategi intervensi
Komunikasi terapeutik
Passive breathing exercise
PNF
Balance exercise
Terapi manipulasi
Streching pasif
Neuromuscular testing stimulation
Latihan ADL
IRR
SWD
Edukasi dan home program
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran fisioterapi sedini mungkin sangat dibutuhkan pada pasien dengan kasus
hemiplegi karena ischemic atapun haemorargik untuk penyembuhan optimal dam
mencegah komplikasi gangguan fungsi paru, decubitus, kontraktur sendi dan pola
sinergis.
Intervensi yang diberikan pada pasien bergantung pada tingkat kemampuan pasien
dan mengutamakan keamanan pasien, sehingga semua intervensi bersifat pasif, yaitu
: relaksasi, passive breathing exercise, positioning, stimulasi taktil terhadap kulit,
otot, persendian, latihan gerak pasif dengan pola gerak PNF dan streching. Untuk
mencapai penyembuhan yang optimal melalui re-edukasi muscle movement menuju
ke re-edukasi muscle function sehingga pasien lebih cepat mandiri dan akan
meringankan beban psikososial dan ekonomi keluarga.
B. Saran
Disarankan kepada dokter primer agar melibatkan fisioterapi dalam tim sedini
mungkin untuk pelayanan pasien stroke, karen adampak stroke sangat bervariasi dan
kompleks, sehingga diperlukan tindakan profesional dari berbagai disiplin keilmuan.
Dan kepada pasien hemiplegi stroke NHS ataupun HS dan keluarganya agar
mengikuti program fisioterapi sesuai dengan dosisi yang telah diprogramkan, untuk
mencapai pemulihan gerak dan fungsi secara optimal.
DOKUMENTASI
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan Kasus
Manajemen Fisioterapi pada Kasus Gangguan Motor Function Akibat Hemiplegia Sinistra et
causa Stroke NHS di Rsup.Dr.Wahidin Sudirohusodo
Disusun Oleh :
Sri Yulianti
Pembimbing Lahan
Susan J. Garrison, 2001. Dasar – dasar terapi dan rehabilitasi fisik. Jakarta : hipokrates.
Prof. DR Mahar Mardjono, Prof. DR Priguna Sidhrta, 2012. Neurologi Klinis Dasar.
Jakarta : PT. DIAN RAKYAT
Feigen, Valery. 2006. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer
Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gadjah Mada University pres.
http://rstroke.blogspot.co.id/2011/07/patofisiologi-stroke.html.
http://evazahra69.blogspot.co.id/2015/11/anatomi-fisiologi-sistem-saraf-jaringan.html
Makmur. 2011. Manajemen Fisioterapi Pda Kasus Hemiplegi Post Stroke Fase Akut,
Universita Hasanudin.
Siswono. Kenali Gejala Awal Stroke. Dijaring melalui situs www. Republika.co.id
tanggal 16 mei 2011.
http://sulfandyphysio.blogspot.co.id/2012/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html
https://lizafisioterapi.blogspot.co.id/2016/08/makalah-penatalaksanaan-fisioterapi.html
eprints.ums.ac.id/6637/2/J100060059.pdf