Anda di halaman 1dari 40

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke menimbulkan permasalahan yang komplek baik dari segi kesehatan, ekonomi
maupun sosial. Stroke merupakan penyakit yang menyerang orang yang berusia 40 tahun
keatas, namun saat ini stroke bukan saja menyerang orang yang sudah tua, tetpai juga
menyerang orang pada usia lebih muda. Dari tahun ketahun jumlah orang yang terkena stroke
terus mengalami peningkatan (Yastroki, 2008).

Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya gejala stroke,
belum optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program terapi untuk pencegahan
stroke ulang yang rendah merupakan permasalahan yang muncul pada pelayanan stroke di
Indonesia. Keempat hal tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kejadian stroke baru,
tingginya angka kematian akibat stroke, dan tingginya kejadian stroke ulang di Indonesia
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

Penderita stroke yang mengalami imobilisasi perlu diposisikan dan direposisikan


dengan benar di tempat tidur karena dapat mencegah dekubitus, kontraktur sendi dan nyeri
bahu. Pada penderitas stroke dekubitus dapat terjadi karena berkurangnya sensasi dan
mobilitas. Ikontinensia, malnutrisi, dan dehidrasi dapat meningkatkan resiko timbulnya
dekubitus dan juga dapat menghambat proses penyembuhannya. Bagian bagian tubuh yang
oaling banyak beresiko adalah punggung bawah (sacrum), pantat, paha, tumit, siku, bahu dan
scapula. Pada penderita stroke sring tidak dapat melaporkan keberadaan adanya masalah
komunikasi atau mereka tidak menyadarinya (Feigin, 2006).

Salah satu pelayanan profesisional untuk penderita stroke yaitu fisioterapi yang
berperan untuk mengembalikan fungsi tubuh seoptimal mungkin dan sedini mungkin untuk
mencegah komplikasi pada fungsi paru akibat tirah baring yang lama, menghambat
spastisitas, pola sinergis ketika ada peningkatan tonus, mengurangi oedema pada anggota
gerak atas dan bawah sisi sakit, merangsang timbulnya tonus kearah normal, membentuk pola
gerak dan koordinasi gerak normal serta peningkatan kemampuan aktivitas fungsional (
Setiawan, 2008).
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi dan fisiologi otak

Sistem saraf merupakan salah satu sistem dalam tubuh yang dapat berfungsi sebagai
media komunikasi antar sel maupun organ dan dapat berfungsi sebagai pengendali berbagai
sistem organ lain yang berjalan relatif cepat dibandingkan dengan sistem humoral, karena
komunikasi berjalan melalui proses penghantaran impuls listrik disepanjang saraf.
Berdasarkan struktur dan fungsinya, sistem saraf secara garis besar dapat dibagi dalam sistem
saraf pusat (SSP) yang terdiri dari otak dan medula spinalis dan sistem saraf tepi (SST).
Didalam sistem saraf pusat terjadi berbagai proses analisis informasi yang masuk serta proses
sintesis dan mengintegrasikannya (Singgih, 2003).

Otak merupakan bagian sistem saraf pusat dimana dalam pembagiannya digolongkan
menjadi korteks serebri, ganglia basalis, thalamus dan hypothalamus, mesenchepalon, batang
otak, dan serebelum. Bagian ini dilindungi oleh tiga selaput pelindung (meningens) yaitu
duramater, arachnoidea, piamater dan dilindungi oleh tulang tengkorak (Chusid, 1993).

Otak terdiri dari neuron – neuron, sel glia, cairan serebrospinalis, dan pembuluh darah.
Semua orang memiliki jumlah neuron yang sama yaitu sekitar 100 miliar tetapi jumlah
koneksi diantara berbagai neuron tersebut berbeda – beda. Orang dewasa yang
mengkonsumsi sekitar 20% oksigen dan 50% glukosa di dalam darah arterinya hanya
membentuk sekitar 2% atau 1,4 kg koneksi neuron dari berat tubuh total (Feigin, 2006).

a. Kortek serebri

Cortex cerebri merupakan bagian terluar dari hemispherium cerebri. Pada permukaan
cortex cerebri terdapat alur–alur atau parit–parit, yang dikenal dengan sulcus. Sedangkan
bagian yang terletak diantara alur–alur atau parit–parit ini dinamakan gyrus. Sulcus dan gyrus
ini membagi otak menjadi lobus-lobus yang namanya sesuai dengan nama tulang tengkorak
yang menutupinya. (Chusid,1993).

Berikut beberapa daerah yang penting ;


1. Lobus frontalis : area 4 merupakan daerah motorik yang utama. Terletak disebelah
anterior sulkus sentralis. Lesi daerah ini akan menghasilkan parese atau paralysis
flaccid kontralateral pada kelompok otot yang sesuai. Area 6 merupakan bagian
sirkuit traktus extrapiramidalis. Spasitas lebih sering terjadi jika area 6 mengalami
ablatio. Area 8 berhubungan dengan pergerakan mata dan perubahan pupil. Area 9,
10, 11, 12 adalah daerah asosiasi frontalis.

2. Lobus parietalis : area 3, 1, dan 2 merupakan daerah sensorik postsentralis yang


utama. Area 5 dan 7 adalah daerah asosiasi sensorik.

3. Lobus temporalis : Area 41 adalah daerah auditorius primer. Area 42 merupakan


kortek auditorius sekunder atau asosiasi. Area 38, 40, 20, 21, dan 22 adalah daerah
asosiasi, disini terjadi pemrosesan bentuk-bentuk masukan sensorik yang lebih
elemental.

4. Lobus occipitalis : Area 17 yaitu kortek striata, kortek visual yang utama, Area 18 dan
19 merupakan daerah asosiasi visual ( Duss, 1996). Lihat Gambar 2.1
Gambar 2.1 Area-area Cortex cerebri menurut Brodman (Chusid,
1993).

Keterangan gambar 2.1


Area 1 : daerah sensoris postsentralis yang utama
Area 2 : daerah sensoris postsentralis yang utama
Area 3 : daerah sensoris postsentralis yang utama
Area 4 : daerah motorik yang utama
Area 5 : daerah asosiasi sensorik
Area 6 : bagian sirkuit traktus ekstrapiramidalis
Area 7 : daerah asosiasi sensorik
Area 8 : berhubungan dengan gerakan mata dan pupil
Area 9 : daerah asosiasi frontalis
Area 10 : daerah asosiasi frontalis
Area 11 : daerah asosiasi frontalis
Area 12 : daerah asosiasi frontalis
Area 17 : korteks visual yang utama
Area 18 : asosiasi visual
Area 19 : asosiasi visual
Area 20 : daerah asosiasi (lobus temporalis)
Area 21 : daerah asosiasi (lobus temporalis)
Area 22 : daerah asosiasi (lobus temporalis)
Area 38 : daerah asosiasi (lobus temporalis)
Area 40 : daerah asosiasi (lobus temporalis)
Area 41 : daerah auditorius primer
Area 42 : daerah auditorius sekunder

b. Traktus piramidalis

Traktus piramidalis disebut juga sebagai traktus kortikospinalis, serabut traktus


piramidalis muncul sebagai sel-sel betz yang terletak dilapisan kelima kortek serebri. Sekitar
sepertiga serabut ini berasal dari kortek motorik primer (area 4), sepertiga dari kortek motorik
sekunder (area 6), dan sepertiga dari lobus parietalis (area 3, area 1, dan area 2) (Snell, 2007).
Serabut traktus piramidalis akan meninggalkan kortek motorik menuju korona radiata
substansia alba serebrum kearah ekstremitas posterior kapsula interna masuk ke diesefalon di
teruskan ke mesencephalon, pons varolli sampai medulla oblongata. Pada ujung akhir
medulla oblongata, 80-85% serabut-serabut ini akan menyeberang kesisi yang berlawanan
menuju ke anterior horn cell (AHC) dari medulla spinalis yang kemudian menjadi traktus
kortikospinalis lateralis, Tempat menyilang ini dinamakan decussatio pyramidium (Sistem
Piramidal). Sedangkan yang 20% bagian serabut yang tidak menyilang, akan langsung
menuju medulla spinalis pada AHC yang kemudian menjadi traktus kortikospinalis anterior
(Duus, 1996).
Lintasan piramidal ini akan memberikan pengaruh berupa eksitasi terhadap serabut
ekstrafusal yang berfungsi dalam gerak volunter. Sehingga bila terjadi gangguan pada
lintasan piramidal ini maka akan terjadi gangguan gerak volunter pada otot rangka bagian
kontralateral (Chusid, 1993). Lihat Gambar 2.2

Gambar 2.2 Perjalanan traktus pyramidalis (Duus, 1996)

Keterangan gambar 2.2


1. Talamus
2. Traktus kortikopontis
3. Pedunkulus cerebral
4. Pons
5. Medulla oblongata
6. Traktus kortikospinalis lateral (menyilang)
7. Lempeng akhir motorik
8. Traktus kortikospinalis anterior (langsung)
9. Dekusasio pyramidalis
10. Pyramida
11. Traktus kortikospinalis (pyramidalis)
12. Traktus kortikonuklearis
13. Traktus kortikomesensefalitis
14. Kaput nukleus kaudatus
15. Kapsula interna
16. Nukleus lentikularis
17. Kauda nukleus kaudatus

c. Traktus ekstrapiramidalis

Sistem ekstrapiramidalis tersusun atas corpus striatum, globus pallidus, thalamus,


substantia nigra, formatio lentikularis, cerebellum dan cortex motorik. Traktus
ekstrapiramidalis merupakan suatu mekanisme yang tersusun dari jalur - jalur dari cortex
motorik menuju Anterior Horn Cell (AHC). Fungsi utama dari sistem ekstrapiramidalis
berhubungan dengan gerakan yang berkaitan, pengaturan sikap tubuh, dan integrasi otonom.
Lesi pada setiap tingkat dalam sistem ekstrapiramidalis dapat mengaburkan atau
menghilangkan gerakan dibawah sadar dan menggantikannya dengan gerakan dibawah sadar
dan menggantikannya dengan gerakan diluar sadar ( involuntary movement ) (Chusid, 1993).
Susunan ekstrapiramidalis terdiri dari corpus stratum, globus palidus, intiinti talamik, nucleus
subthalamicus, substansia grisea, formassio reticularis batang otak, serebellum dengan
korteks motorik area 4, 6, dan 8. Komponen tersebut dihubungkan antara satu dengan yang
lain dengan masing-masing akson dari komponen tersebut sehingga terdapat lintasan yang
melingkar yang disebut sirkuit (Sidharta, 1995).

Lesi pada setiap tingkat dalam sistem ekstrapiramidalis dapat mengaburkan atau
mehilangkan gerakan dibawah sadar (voluntary) dengan gerakan diluar sadar (involuntary
movement) dan timbulnya spastisitas dianggap menunjukkan gangguan pada lintasan
ekstrapiramidal (Chusid, 1993). Lihat Gambar 2.3

Gambar 2.3 Perjalanan traktus extrapiramidalis (Duus, 1996)

Keterangan Gambar 2.3


1. Traktus frontopontin
2. Traktus kortikospinalis dengan serat ekstrapyramidalis
3. Thalamus
4. Kaput nukleus kaudatus
5. Nukleus tegmental
6. Nuklei ruber
7. Substansia nigra
8. Traktus tegmentus sentralis
9. Oliva inferior
10. Pyramid
11. Traktus retikulospinalis
12. Traktus tektospinalis
13. Traktus kortikospinalis anterior
14. Traktus kortikospinalis lateral
15. Traktus vestibulospinalis
16. Traktus rubrospinalis
17. Nukleus lateral nervus vestibularis
18. Formasio retikularis
19. Dari cerebellum (nukleus fastigialis)
20. Nuklei pontis
21. Nukleus lentikularis
22. Traktus oksipitomesensefalik
23. Traktus parietotemporopontin

d. Vaskularisasi otak

Otak merupakan organ terpenting dalam tubuh, yang membutuhkan suplai darah yang
memadai untuk nutrisi dan pembuangan sisa-sisa metabolisme. Otak juga membutuhkan
banyak oksigen. Menurut penelitian kebutuhan fital jaringan otak akan oksigen dicerminkan
dengan melakukan percobaan dengan menggunakan kucing. Para peneliti menemukan lesi
permanen yang berat didalam kortek kucing setelah sirkulasi darah otaknya di hentikan
selama 3 menit.

Diperkirakan bahwa metabolisme otak menggunakan kira-kira 18% oksigen dari total
konsumsi oksigen oleh tubuh (Chusid, 1993). Pengaliran darah ke otak dilakukan oleh dua
pembuluh arteri utama yaitu oleh sepasang arteri karotis interna dan sepasang arteria
vertebralis. Keempat arteria ini terletak didalam ruang subarakhnoid dan cabang-cabangnya
beranastomosis pada permukaan inferior otak untuk membentuk circulus willisi.

Arteri carotis interna, arteri basilaris, arteri cerebri anterior, arteri communicans
anterior, arteri cerebri posterior dan arteri comminicans posterior dan arteria basilaris ikut
membentuk sirkulus ini (Snell, 2007). Vaskularisasi susunan saraf pusat sangat berkaitan
dengan tingkat
kegiatam metabolisme pada bagian tertentu dan ini berkaitan dengan banyak sedikitnya
dendrit dan sinaps di daerah tersebut (Sidharta, 1995).
Menurut Chusid (1993), pokok anastomose pembuluh darah arteri yang penting didalam
jaringan otak adalah circulus willisi. Darah mencapai circulus willisi interna dan arteri
vertebralis. Sebagian anastomose terjadi diantara cabang-cabang arteriole di circulus willisi
pada substantia alba subscortex.

Arteria carotis interna berakhir pada arteri cerebri anterior dan arteri cerebri media.
Di dekat akhir arteri carotis interna dari pembuluh arteri comunicans posterior yang bersatu
kearah caudal dengan arteri cerebri posterior. Arteri cerebri anterior saling berhubungan
melalui arteri comunicans anterior. Arteri basilaris dibentuk dari persambungan antara
arteri-arteri vertebralis. Pemberian darah ke certex terutama melalui cabang-cabang kortikal
dari arteri cerebri anterior, arteri cerebri media dan arteri cerebri posterior, yang mencapai
cortex di dalam piamater.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah di otak, diantaranya adalah :

1. Keadaan arteri, dapat menyempit karena tersumbat oleh thrombus dan embolus
2. Keadaan darah, dapat mempengaruhi aliran darah dan suplai oksigen
3. Keadaan jantung, bila ada kelainan dapat mengakibatkan iskemia di otak
(Lumbantobing, 2004).
Gambar 2.4 Circulus Willisi (Chusid, 1993)

1. Anterior communicating artery


2. Middle cerebral artery
3. Lenticulostriate artery
4. Posterior cofmmunicating artery
5. Basilar artery
6. Pontine artery
7. Internal auditory artery
8. Posterior inferior cerebellar artery
9. Verteral artery
10. Anterior spinal artery
11. Anterior inferior cerebellar artery
12. Superior cerebellar artery
13. posterior cerebellar artery
14. Anterior coroidal artery
15. Internal carotid artery
16. Anterior cerebral artery
B. Stroke

1. Definisi

Stroke adalah cedera vaskuler akut pada otak. Ini berarti bahwa stroke adalah suatu
cedera mendadak dan berat pada pembuluh-pembuluh darah otak. Cedera dapat disebabkan
oleh sumbatan bekuan darah, penyempitan pembuluh darah, sumbatan dan penyempitan, atau
pecahnya pembuluh darah. Semua ini menyebabkan kurangnya pasokan darah yang memadai
(Feigin, 2006).

Stroke Non haemoragik atau iskemik, yaitu suatu gangguan fungsional otak akibat
gangguan aliran darah ke otak karena adanya bekuan darah yang telah menyumbat aliran
darah (Yastoki, 2007). Pada stroke non haemoragik aliran darah ke sebagian jaringan otak
berkurang atau berhenti. Hal ini biasa disebabkan oleh sumbatan thrombus, embolus atau
kelainan jantung yang mengakibatkan curah jantung berkurang atau oleh tekanan perfusi
yang menurun (Lumbantobing,2004).

Sedangkan menurut Feigin, (2006) stroke haemoragik disebabkan oleh perdarahan


kedalam jaringan otak (disebut haemoragia intraserebrum atau hematom intraserebrum) atau
kedalam ruang subaraknoid, yaitu ruang sempit antara permukaan otak dan lapisan jaringan
yang menutupi otak (disebut haemoragia subaraknoid).

Stadium recovery adalah suatu tahapan ataupun proses patologi stroke. Pada stadium ini
terjadi reabsorpsi udema, sehingga proses desak ruang akut yang terjadi di dalam otak
berangsur-angsur menurun, aktivitas refleks spinal sudah dapat berfungsi tetapi belum
mendapat kontrol dari sistem supraspinal (Kuntono, 2002).

Berat ringannya dampak serangan stroke sangat bervariasi tergantung pada lokasi dan
luas daerah otak yang rusak. Bila aliran darah terputus hanya pada area yang kecil atau terjadi
pada daerah otak yang rawan, efeknya ringan dan berlangsung sementara. Sebaliknya bila
aliran darah terputus pada area yang luas atau pada bagian otak yang vital akan terjadi
kelumpuhan yang parah sampai pada kematian (Vitahelth, 2003).
2. Etiologi

Berdasarkan etiologi Hinton (1995) membagi stroke menjadi dua :

1. Stroke hemoragik yaitu suatu gangguan fungsi saraf yang disebabkan kerusakan
pembuluh darah otak sehingga menyebabkan pendarahan pada area tersebut.
2. Stroke nonhemoragik, yaitu gangguan fungsi saraf yang disebabkan oleh tersumbatnya
pembuluh darah otak sehingga distribusi oksigen dan nutrien ke area yang mendapat
suplai terganggu.

Berdasarkan perjalanan klinisnya stroke non haemoragik dibagi menjadi 4, yaitu:

1. TIA (transient ischemik attack) merupakan serangan stroke sementara yang


berlangsung kurang dari 24 jam
2. RIND (reversible ischemic neurologic deficit) merupakan gejala neurologis yang akan
menghilang antara > 24 jam sampai dengan 21 hari
3. progressing stroke atau stroke in evolution merupakan kelainan atau defisit neurologis
yang berlangsung secara bertahap dari yang ringan sampai menjadi berat
4. complete stroke atau stroke komplit merupakan kelainan neurologis yang sudah
menetap dan tidak berkembang lagi (Junaidi, 2006).

Faktor resiko stroke menurut Feigin dibagi menjadi dua yaitu faktor resiko yang dapat
dimodifikasi seperti gaya hidup dan faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi seperti
penuaan, kecenderungan genetik, dan suku bangsa. Faktor resiko yang terpenting adalah :

a. Hipertensi

Tekanan darah yang tinggi secara terus-menerus menambah beban pembuluh arteri
perlahan-lahan. Arteri mengalami proses pengerasan menjadi tebal dan kaku sehingga
mengurangi elastisitasnya. Hal ini dapat pula merusak dinding arteri dan mendorong
proses terbentuknya pengendapan plak pada arteri koroner. Hal ini meningkatkan
resistensi pada aliran darah yang pada gilirannya menambah naiknya tekanan darah.
Semakin berat kondisi hipertensi, semakin besar pula faktor resiko yang ditimbulkan
(Soeharto, 2004).
b. Penyakit jantung

Emboli yang terbentuk dijantung akibat adanya kelainan pada arteri jantung trutama
arteria coronaria dapat terlepas dan dapat mengalir ke otak sehingga dapat menyumbat
arteri di otak dan dapat mencetuskan stroke ischemia (Feigin, 2006).

c. Diabetes mellitus

Diabetes mellitus dapat menimbulkan perubahan pada system vaskuler (pembuluh darah
dan jantung) serta memicu terjadinya aterosklerosis (Feigin, 2006).

d. Merokok

Asap rokok yang mengandung nikotin yang memacu pengeluaran zat-zat seperti
adrenalin dapat merangsang denyut jantung dan tekanan darah. Kandungan
carbonmonoksida dalam rokok memiliki kemampuan jauh lebih kuat daripada sel darah
merah (hemoglobin) untuk menarik atau menyerap oksigen sehingga kapasitas darah
yang mengangkut oksigen ke jaringan lain terutama jantung menjadi berkurang. Hal ini
akan mempercepat terjadinya stroke ischemia bila seseorang sudah mempunyai penyakit
jantung (Soeharto, 2004).

e. Makanan yang tidak sehat

Jika seseorang mengkonsumsi kalori lebih banyak daripada yang mereka gunakan dalam
aktivitas sehari-hari, kelebihan kalori tersebut akan diubah menjadi lemak yang
menumpuk di dalam tubuh (Feigin, 2006).

3. Tanda dan gejala

Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000):

1. Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
2. Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara)
atau afasia (kehilangan berbicara).
3. Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan perifer
dan diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.
4. Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
5. Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensiaurinarius transier, inkontinensia urinarius
peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia
urinarius dan defekasiyang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).

Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:

1. Pengaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
2. Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan
penglihatan
3. Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mengalami hemiparese kanan Hemiparese sebelah kiri tubuh
Perilaku lambat dan hati-hati Penilaian buruk
Kelainan lapan pandang kanan Mempunyai kerentanan terhadap
Disfagia global sisi kontralateral sehingga
Afasia memungkinkan terjatuh ke sisi yang
Mudah frustasi berlawanan tersebut
4. Proses Patologi Gangguan Gerak dan Fungsi akibat stroke ischemic
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya
dengan aterosklerosis dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan
bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:

1. Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran


darah.
2. Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan
aterm.
3. Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
4. Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi
lebih tipis sehingga dapat dengan mudah robek.

Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak:


1. Keadaan pembuluh darah.
2. Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke
otak menjadi lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.
3. Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu
kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah
otak tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
4. Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.

Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan
dan spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru
dan jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap
otak. Thrombus dapat berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area
yang stenosis, dimana aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Oklusi pada
pembuluh
darah serebral oleh embolus menyebabkan oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan
hypertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan
menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit cerebrovaskuler.
Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6 menit. Perubahan irreversible
dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi oleh karena gangguan
yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
C. Pendekatan intervensi fisioterapi
1. IRR (Infra red radiating)
Tujuan : untuk melancarkan sirkulasi darah
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : 40-50 cm (dengan IRR 2 lampu)
Tekhnik : non lominous
Time : 10 menit

2. PNF
Tujuan : meningkatkan kekuatan otot dan meningkatkan ADL
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : 10 – 20x pengulangan
Tekhnik : rhytmical initation
Time : 5 menit

3. Balance exercise
Tujuan : meningkatkan keseimbangan
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : toleransi pasien
Tekhnik : Brijing panggul
Time : 5x repetisi

4. Latihan koordinasi
Tujuan : untuk mengontrol gerakan pasien dan melatih keseimbangan
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : toleransi pasien
Tekhnik : finger to finger, finger to mouth, finger to nose, finger to therapist
Time : 8- 16x repetisi
5. Terapi Manipulasi
Tujuan : Untuk melepaskan Perlengketan dan meningkatkan ROM
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : Sesuai toleransi pasien
Tekhnik : Traksi- translasi shoulder
Time : 8x pengulangan

6. Streching pasif
Tujuan : Mencegah kontraktur
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : Sesuai Toleransi pasien
Tekhnik : Penguluran maksimal
Time : 8x repetisi

7. Neuro Muskular Testing Stimulasi


Tujuan : Menstimulasi otot
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : Sesuai Toleransi Pasien
Tekhnik : Transfersal friction pada muscle belly
Time : 30-40x repetisi

8. Latihan ADL
Tujuan : Mengembalikan ADL
Dosis
Frekuensi : 3x seminggu
Intensitas : Sesuai Toleransi Pasien
Tekhnik : Latihan Makan,Minum, duduk , berdiri dan berjalan.
Time : 5x repetisi
BAB III
PROSES FISIOTERAPI

a. Identitas umum pasien


Diagnosa ICF : Gangguan motor function akibat Hemiplegia Sinistra et causa
Stroke NHS
No. Register : 00-82-44-40
Nama : Ny. E
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : Wanita
Ruangan : Bangsal neurologi
Pekerjaan : Honorer
Alamat : Palopo

b. Anamnesis khusus
Keluhan utama : kelumpuhan separuh badan
Lokasi keluhan : sisi kiri (lengan dan tungkai)
Riwayat medis : awal serangan pada bulan november 2017 pasien merasakan sakit
kepala, demam dan kejang. Pasien dirujuk dari RS. Mitra Husada
Penyakit penyerta : pasien memilki riwayat stroke dan CKD Stage V on HD, hypertensi
grade 2, thelepathy metabolik, pasien melakukan cuci darah rutin 3x seminggu.
Riwayat keluarga : tidak ada keluarga uang pernah mengalami penyakit yang sama
sebelumnya

c. Inspeksi atau observasi


Statis : bahu tidak simetri, fleksi jari tangan, eksternal rotasi hip, eversi kaki, drop
foot.
Dinamis : setiap gerakan yang diberikan pada persendian ekstremitas atas dan bawah
pasien merakan nyeri, terutama pada sisi sakit.
Palpasi : terjadi artropi pada otot-otot lengan dan tungkai
Pemeriksaan Vital sign :
BP : 140/100 mmHg
HR : 100x/menit
RR : 20x/menit
T : 36,5 oC

d. Pemeriksaan spesifik dan pengukuran fisioterapi


Tingkat kesadaran
Skala GCS

Eye (respon membuka mata) :

(4) : spontan

(3) : dengan rangsang suara (suruh pasien membuka mata).

(2) : dengan rangsang nyeri (berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan kuku jari)

(1) : tidak ada respon

Motor (respon motorik) :

(6) : mengikuti perintah

(5) : melokalisir nyeri (menjangkau & menjauhkan stimulus saat diberi rangsang nyeri)

(4) : withdraws (menghindar / menarik extremitas atau tubuh menjauhi stimulus saat
diberi rangsang nyeri)

(3) : flexi abnormal (tangan satu atau keduanya posisi kaku diatas dada & kaki extensi
saat diberi rangsang nyeri).

(2) : extensi abnormal (tangan satu atau keduanya extensi di sisi tubuh, dengan jari
mengepal & kaki extensi saat diberi rangsang nyeri).

(1) : tidak ada respon


Verbal (respon verbal) :

(5) : orientasi baik

(4) : bingung, berbicara mengacau ( sering bertanya berulang-ulang ) disorientasi tempat


dan waktu.

(3) : kata-kata saja (berbicara tidak jelas, tapi kata-kata masih jelas, namun tidak dalam
satu kalimat. Misalnya “aduh…, bapak…”)

(2) : suara tanpa arti (mengerang)

(1) : Tidak ada respon

Hasil : E4 M6 V2

Interpretasi hasil :

1. Composmentis : 15-14
2. Apatis : 13-12
3. Delirium : 11-10
4. Somnolen : 9-7
5. Stupor : 6-4
6. Coma : 3

Tes kognitif sederhana : terdapat gangguan kognitif

MMT
No. Sendi Gerakan Hasil
Kanan Kiri
1. Shoulder Fleksi 4 1
Ekstensi 4 1
Abduksi 4 1
Adduksi 4 1
2. Elbow Fleksi 4 1
Ekstensi 4 1
3. Wrist Dorso fleksi 4 1
Palmar fleksi 4 1
4. MCP, PIP, Fleksi 4 1
DIP
Ekstensi 4 1
5. Hip Fleksi 4 1
Ekstensi 4 1
Abduksi 4 1
Adduksi 4 1
6. Knee Fleksi 4 1
Ekstensi 4 1
7. Ankle Dorsofleksi 3 1
Plantar fleksi 3 1

Tes refleks patologis dan fisiologis :


Refleks bicep : hyperefleks
Refleks tricep : hyperefleks
Knee refleks : hyperefleks
Refleks ankle : hyperefleks
Refleks hofman : -
Refleks babynski : -
Chaddock :-
Gordon :-

Tes tonus otot :


Hypotonus pada anggota gerak kiri

Tes sensorik:
Tes tajam tumpul : Dalam batas normal
Rasa sakit : Dalam batas normal
Raba ringan-tekan : Dalam batas normal

Tes koordinasi :
Nose to finger : gangguan koordinasi
Romberg tes : gangguan koordinasi
Tumit ke lutut : gangguan koordinasi
Tes pegang jari : gangguan koordinasi

Keseimbangan :
Belum bisa duduk sendiri

Gangguan cardiorespirasi :
1. Pengembangan thorax : simetris
2. Ekspansi thorax :
Upper : 1 cm (Normal : 2-3 cm)
Midle : 2 cm (Normal 3-4 cm)
Lower : 4 cm (Normal : 5-7 cm)

Pola napas : Normal

Bentuk dada : Normal

Auskultasi : bunyi nafas normal

Sputum :-

Batuk :-

Gangguan ADL :
Index barthel (modifikasi) :
No Jenis AKS Kriteria
1. Saya dapat mengendalikan BAB 0 = tidak dapat
1 = kadang – kadang
2 = selalu
2. Saya dapat mengendalikan BAK 0 = tidak dapat
1 = kadang – kadang
2 = selalu
3. Saya dapat memlihara diri : (muka, rambut, gigi, 0 = tidak dapat
cukur) 1 = selalu
4. Saya dapat menggunakan toilet 0 = sepenuhnya dibantu
1 = bantu jika perlu
2 = bisa
5. Makan 0 = bergantung orang lain
1 = bantu jika perlu
2 = bisa
6. Naik turun kursi 0 = bergantung orang lain
1 = mampu duduk, banyak
bantuan
2 = perlu sedikit bantuan
3 = bebas
7. Jalan 0 = bergantung orang lain
1 = tidak dapat, tapi bisa
menjalankan kursi roda
sendiri
2 = dapat, tetapi dibantu
orang lain
3 = bebas penuh
8. Berpakaian 0 = bergantung orang lain
1 = kadang – kadang dibantu
2 = bebas termasuk pakai
sepatu

9. Naik turun tangga 0 = tidak mampu


1 = perlu bantuan
2 = bebas
10. Mandi 0 = bergantung orang lain
1 = bebas, termasuk keluar
dan masuk kamar mandi
Aktivitas seks 0 = sama sekali tidak
bergairah
1 = ada gairah, tidak mampu
2 = ada gairah, dapat
dilakukan, dibantu pasangan
3 = ada gairah, dapat
melakukan sendiri dengan
puas
Jumlah 2

Interpretasi : nilai 2 (cacat sangat berat)


0 – 4 = cacat sangat berat
5–9 = cacat berat
10 – 14 = cacat sedang
15 – 19 = cacat ringan
> 20 = bebas dan fungsi penuh

Transfer :
3. Bridging : mampu dengan bantuan
4. Mika-miki : dilakukan dengan bantuan
5. Geser pantat : belum mampu dilakukan
6. Tidur ke duduk : belum mampu dilakukan
7. Sitting balance : belum mampu dilakukan

Pemeriksaan penunjang :
1. Radiologi (CT-Scan kepala) tanggal 26 November 2017
Kesan : infark cerebri bilateral terutama kanan, kalsifikasi ganglia basalis
bilateral, focal brain artropy

2. Pemeriksaan laboratorium
Fungsi ginjal :
8. Ureum : 59 mg/dl
9. Kreartinin : 2,70 mg/dl
e. Diagnosa dan problematik fisioterapi
Diagnosa ICF : Gangguan motor function akibat Hemiplegia sinistra et cause stroke
NHS

Problematik :
1. Primer
Gangguan aktivitas gerak dan fungsi akibat hypotonus

2. Sekunder
1. Penurunan rasa percaya diri
2. Penurunan pengembangan thorax
3. Penurunan kekuatan otot
4. Potensial terjadi decubitus dan pola sinergis
5. Gangguan koordinasi dan gangguan keseimbangan
6. Potensial terjadi kontraktur otot
7. Gangguan ADL

3. Kompleks
Gangguan ADL makan, berpakaian, merawat diri, toileting, duduk dan berjalan.

f. Rencana intervensi fisioterapi

a. Tujuan jangka pendek :

- Memelihara sifat fisiologis otot pada keempat anggota gerak


- Melatih keseimbangan
- Mencegah kontraktur
- Mencegah pneumonia berbaring
- Mencegah decubitus
- Memperbaiki koordinasi
- Memperbaiki ADL tidur, duduk, berdiri dan berjalan
b. Tujuan jangak panjang :
- Meningkatkan kapasitas fisik dan kemampuan fungsional pasien yang sudah
ada

g. Program intervensi fisioterapi

No Problem Ft Modalitas terpilih Dosis


1. Penurunan rasa percaya diri Komunikasi F : 1x/hari
(kecemasan) terapeutik I : pasien fokus
T : SEFT/motivasi
T : 5 menit
2. Penurunan ekspansi thorax Latihan pasif F : setiap hari
I : 8x repetisi
T : Breathing
exercise dan passive
chest mobility
T : 3 menit
3. Penurunan tonus otot dan Rangsangan taktil F : setiap hari
kelemahan I : submaximal
T : tapping,
swepping,
aproksimasi
T : 3 menit
4. Potensial kontraktur otot Latihan pasif F : setiap hari
I : optimal
T : streching
T : 2 menit
5. Gangguan koordinasi dan PNF F : setiap hari
keseimbangan I : 8x repetisi
T : rhytmical
initiation : bridging,
sitting
T : 2 menit
6. Gangguan ADL Latihan ADL F : setiap hari
I : 8x repetisi
T : ADL duduk,
makan, menyisir,
berpakaian
T : 5 menit
7. Potensial terjadi kaku sendi Latihan pasif F : setiap hari
I : 8x repetisi
T : PROMEX
T : 3 menit
8. Edukasi dan home program F : setiap hari
I : 2 program
T : PROMEX,
mika-miki, ADL
T : 3 menit

h. Evaluasi hasil terapi


No Problematik Ft Senin 5 maret 2018 Jum’at 9 maret 2018
1. Gangguan Pasien nampak sedikit Pasien nampak lebih ceria
psikis/kecemasan ceria dan tersenyum dan menerima Ftis dengan
senyum
2. Gangguan pola Pengembangan thorax Tidak ada perubahan yang
bernapas dan meningkat progresif
penurunan ekspansi
thorax
3. Tonus otot Hypotonus Tonus otot tetap
4. Potensial terjadi Kontraktur pada otot - Tidak ada perubahan yang
kontraktur otot otot jari tangan kiri progresif
5. Kelemahan otot, Belum ada peningkatan Tidak ada perubahan yang
gangguan koordinasi progresif
dan keseimbangan
6. Potensial terjadi kaku Terdapat kekakuan pada Tidak ada perubahan yang
sendi sendi khusunya pada area progresif
yang mengalami
kelumpuhan
7. Gangguan ADL Index barthel : 2 Index barthel : 2
8. Edukasi dan home Keluarga sudah bisa Tidak ada peningkatan
program melatih pasif fleksi kemandirian ADL
elbow dan fleksi
shoulder.
LEMBAR ALGORITMA ASSESMENT PADA KASUS HEMIPLEGIA SINISTRA ET
CAUSE STROKE NHS

Berdasarkan pengamatan dan perlakuan anda terhadap kasus yang anda tangani

Nama pasien : Evi Noviati

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : perempuan

History Taking :
Kelumpuhan pada anggota gerak sisi kiri, nyeri saat
melakukan gerakan dan keterbatasan gerak.

Inspeksi :
Asimetris pada bahu, fleksi jari tangan, eksternal
rotasi hip dan eversi kaki dan drop foot.

Pemeriksaan spesifik
dan pengukuran

Tingkat kesadaran : Tes kognitif Tes refleks : Tes tonus otot :


Scala GCS sederhana : Fisiologis : hyperefleks Hypotonus
E4 M6 V2 Terdapat gangguan Patologis : -
kognitif

Tes sensorik : Tes koordinasi : Keseimbangan : Cardiorespirasi :


Dalam batas Gangguan Belum bisa duduk sendiri Dalam batas
normal koordinasi normal

Gangguan ADL : Transfer :


Skor 2 (cacat sangat Dilakukan dengan bantuan
berat)
CT-Scan
Infark cerebral bilateral terutama kanan,
kalsifikasi ganglia basalis bilateral, focal
brain artropy

Diagnosa ICF
Gangguan motor function akibat
hemiplegia sinistra et cause stroke NHS

Impairment : Activitas limitation :


Hypotonus Kesulitan untuk menggerakan
Keterbatasan gerak badan sisi kiri
Gangguan koordinasi Kesulitan untuk melakukan
Gangguan ADL transfer

Strategi intervensi
Komunikasi terapeutik
Passive breathing exercise
Aproksimasi
Pasif streching
PNF
Latihan ADL
Edukasi dan home program
LEMBAR ALGORITMA ASSESMENT PADA KASUS HEMIPLEGIA SINISTRA ET
CAUSE STROKE NHS

Berdasarkan Evidence Based Practice dan Clinical Practice Guidelines terhadap kasus yang
anda tangani

Nama pasien : Evi Noviati

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : perempuan

History Taking :
Kelumpuhan pada anggota gerak sisi kiri, nyeri
saat melakukan gerakan dan keterbatasan gerak.

Inspeksi :
Asimetris pada bahu, fleksi jari tangan, eksternal
rotasi hip dan eversi kaki dan drop foot.

Pemeriksaan spesifik
dan pengukuran

Tingkat kesadaran : Tes kognitif Tes refleks : Tes tonus otot :


Scala GCS sederhana : Fisiologis : hyperefleks Hypotonus
E4 M6 V2 Terdapat gangguan Patologis : -
kognitif

Tes sensorik : Tes koordinasi : Keseimbangan : Cardiorespirasi :


Dalam batas Gangguan Belum bisa duduk sendiri Dalam batas
normal koordinasi normal

Gangguan ADL : Transfer :


Skor 2 (cacat sangat Dilakukan dengan bantuan
berat)
CT-Scan
Infark cerebral bilateral terutama kanan,
kalsifikasi ganglia basalis bilateral, focal
brain artropy

Diagnosa ICF
Gangguan motor function akibat
hemiplegia sinistra et cause stroke NHS

Impairment : Activitas limitation :


Hypotonus Kesulitan untuk menggerakan
Keterbatasan gerak badan sisi kiri
Gangguan koordinasi Kesulitan untuk melakukan
Gangguan ADL transfer

Strategi intervensi
Komunikasi terapeutik
Passive breathing exercise
PNF
Balance exercise
Terapi manipulasi
Streching pasif
Neuromuscular testing stimulation
Latihan ADL
IRR
SWD
Edukasi dan home program
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Peran fisioterapi sedini mungkin sangat dibutuhkan pada pasien dengan kasus
hemiplegi karena ischemic atapun haemorargik untuk penyembuhan optimal dam
mencegah komplikasi gangguan fungsi paru, decubitus, kontraktur sendi dan pola
sinergis.
Intervensi yang diberikan pada pasien bergantung pada tingkat kemampuan pasien
dan mengutamakan keamanan pasien, sehingga semua intervensi bersifat pasif, yaitu
: relaksasi, passive breathing exercise, positioning, stimulasi taktil terhadap kulit,
otot, persendian, latihan gerak pasif dengan pola gerak PNF dan streching. Untuk
mencapai penyembuhan yang optimal melalui re-edukasi muscle movement menuju
ke re-edukasi muscle function sehingga pasien lebih cepat mandiri dan akan
meringankan beban psikososial dan ekonomi keluarga.

B. Saran
Disarankan kepada dokter primer agar melibatkan fisioterapi dalam tim sedini
mungkin untuk pelayanan pasien stroke, karen adampak stroke sangat bervariasi dan
kompleks, sehingga diperlukan tindakan profesional dari berbagai disiplin keilmuan.
Dan kepada pasien hemiplegi stroke NHS ataupun HS dan keluarganya agar
mengikuti program fisioterapi sesuai dengan dosisi yang telah diprogramkan, untuk
mencapai pemulihan gerak dan fungsi secara optimal.
DOKUMENTASI
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus

Manajemen Fisioterapi pada Kasus Gangguan Motor Function Akibat Hemiplegia Sinistra et
causa Stroke NHS di Rsup.Dr.Wahidin Sudirohusodo

Disusun Oleh :

Sri Yulianti

Pembimbing Lahan

Andi Nurfaidah, SKM,S.Ft.,Physio

NIP : 19651231 199003 2 003


DAFTAR PUSTAKA

Susan J. Garrison, 2001. Dasar – dasar terapi dan rehabilitasi fisik. Jakarta : hipokrates.
Prof. DR Mahar Mardjono, Prof. DR Priguna Sidhrta, 2012. Neurologi Klinis Dasar.
Jakarta : PT. DIAN RAKYAT
Feigen, Valery. 2006. Jakarta : Bhuana Ilmu Populer
Harsono. 1999. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta : Gadjah Mada University pres.
http://rstroke.blogspot.co.id/2011/07/patofisiologi-stroke.html.
http://evazahra69.blogspot.co.id/2015/11/anatomi-fisiologi-sistem-saraf-jaringan.html

Makmur. 2011. Manajemen Fisioterapi Pda Kasus Hemiplegi Post Stroke Fase Akut,
Universita Hasanudin.
Siswono. Kenali Gejala Awal Stroke. Dijaring melalui situs www. Republika.co.id
tanggal 16 mei 2011.
http://sulfandyphysio.blogspot.co.id/2012/04/normal-0-false-false-false-en-us-x-
none.html
https://lizafisioterapi.blogspot.co.id/2016/08/makalah-penatalaksanaan-fisioterapi.html
eprints.ums.ac.id/6637/2/J100060059.pdf

Anda mungkin juga menyukai