Anda di halaman 1dari 7

Nama : Choleq Mustofa

Nim : 14.23.22201.025
Fakultas : Fakultas Teknik
Jurusan : Teknik Sipil

TRISULA
TRISULA adalah suatu rangkaian nilai Pendidikan yang menyatukan IPTEK dan

IMTAQ dalam suatu wadah dengan mengedapankan akhlaqul karimah yang bersumber pada

ajaran yang diterapkan di Pondok Pesantren Darul ‘Ulum, Thariqat Qodiriyah Wan

Naqsyabandiyah dan pengembangan intelektual di Pendidikan formal akademis melalui

Universitas Darul ‘Ulum Jombang, baik pada program Diploma, Sarjana maupun Pascasarjana.

TRISULA adalah mata kuliah wajib yang harus diambil setiap mahasiswa di Universitas

Darul ‘Ulum Jombang, karena ingin menjadikan alumninya : Berotak London dan Berhati

Masjidil Haram. Universitas Darul ‘Ulum yang ingin menjadikan mahasiswanya bertaqwa sehat

jasmani dan rohaninya, memiliki ilmu pengetahuan ketrampilan dan memegang teguh nilai-nilai

luhur dengan mertabat manusia sebagai makhluk yang diciptakan Allah SWT.

Diumpamakan Darul ‘Ulum itu merupakan tombak yang berujung tiga atau TRISULA,

yaitu Pondok Pesantren dan Madrasah-madrasah, Thariqoh Qodiriyah Wan Naqsyabandiyah

serta Universitas Darul ‘Ulum. Dari ketiga ujung tombak itu mengalir sejumlah nilai-nilai luhur

akhlaqul karimah atau budi pekerti luhur. Seorang muttaqin yang telah mempelajari dan

memahami TRISULA menurut konsep ini yaitu : akan dapat mengembangkan, ketekunan,

kejujuran, kesabaran, dan keikhlasan, kelima hal tersebut merupakan sebagaian dari sifat-sifat

yang ingin dikembangkan di lingkungan Universitas Darul ‘Ulum.


TRISULA pada umumnya diartikan sebagai tombak yang berujung tiga, yang apabila

ditancapkan pada dada akan meninggalkan bekas yang sangat dalam. Begitu juga Trisula

( Pondok Pesantren Darul ‘Ulum, Thariqoh Qodiriyah Wan Naqsyabandiyah dan Universitas

Darul ‘Ulum) masing-masing sula mempunyai nilai-nilai yang dikembangkan, apabila

dimasukkan secara menghujam ke dalam dada (pikirkan dan hati) para santri, murid dan

mahasiswa akan meninggalkan bekas yang mendalam dalam kehidupan mereka. Bekas yang

ditinggalkan Trisula itu adalah intelektual yang didasari keimanan dan kesopanan.

Nilai-nilai yang dikembangkan di Pondok Pesantren Darul ‘Ulum, Thariqoh Qodiriyah Wan

Naqsyabandiyah dan Universitas Darul ‘Ulum dirumuskan dalam 5 (lima) nilai; yaitu taat kepada

guru, tekun, jujur, sabar dan ikhlas.

A. Taat Kepada Guru

Taat berasal dari Bahasa Arab “al-tha’at”, yang berarti mematuhi perintah. Menurut al-

Jurjani, taat adalah mengikuti dan menyesuaikan hati dan perbuatan orang yang

diperintahkan dengan orang yang memerintah, ketaatan dan persesuaian kehendak

manusia dengan kehendak Allah. Ajaran taat tersebut apabila dihubungkan dengan taat

kepada guru, karena guru adalah pemimpin, maka berarti apa yang diperintahkan oleh

guru itu. Guru dalam pepatah jawa “kudu digugu lan ditiru”, artinya guru adalah suatu

teladan, patokan atau figur sentral yang harus dipercaya dan diikuti sikap, perbuatan dan

perkataannya.

1. Memilih guru yang mempunyai kapasitas sebagai berikut :

a. Yang paling alim (pandai dalam bidang ilmu pengetahuannya), yaitu guru

yang selalu berusaha menambah ilmu pengetahuannya.


b. Yang paling wira’I, artinya guru yyang selalu dapat menjaga dirinya dari

perkara-perkara yang haram.

c. Yang paling berumur, artinya guru yang lebih tua dan lebih bijaksana.

2. Selalu bermusyawarah terlebih dahulu dalam segala hal.

Dengan perintah musyawarah tersebut, Nabi Muhammad SAW selalu

bermusyawarah dengan sahabat-sahabatnya dalam segala hal, bahkan menyangkut

urusan rumah tangga beliau musyawarah meskipun Rasulullah SAW lebih pandai

daripada sahabat-sahabatnya, beliau tetap meminta pertimbangan mereka.

3. Berdiam diri atau menetap pada suatu tempat sebelum belajar.

Berdiam diri disini dimaksudkan agar dalam hal memilih guru tidak tergesa-gesa,

perlu difikirkan masak-masak dan dimusyawarahkan, agar nanti setelah belajar

kepada guru itu tidak kecewa dan kemudian pindah ke guru lain. Karena yang

demikian itu akan menyebabkan tidak barokah dan tidak ada manfaatnya ilmu

yang diperoleh, disamping ia akan menyia-nyiakan umurnya, membuat labil

hatinya, menyia-nyiakan waktu, dan akan menyakiti hati gurunya.

B. Tekun

Tekun dalam arti “muwadhobah” adalah satu ketentuan yang terpadu antara hati, pikiran

dan perbuatan yang didasarkan pada kesungguhan. Sedangkan dalam arti “istiqomah”

adalah suatu perilaku yang terus menerus dilakukan dengan ketetapan hati dan pikiran

untuk mencapai sesuatu. Tekun dalam arti itu berarti teguh pendirian dalam tauhid dan

tetap beramal yang shalih. Ketekunan merupakan syarat mutlak dalam mencapai

keberhasilan di segala bidang yang patut dimiliki oleh setiap individu. Untuk lebih

memahaminya dapat dikemukakan unsur-unsurnya:


1. Al-rajaa’ (harapan positif): yaitu kecenderungan hati dalam menghendaki

keberhasilan di masa mendatang yang disertai dengan usaha untuk

mendapatkannnya.

2. Al-himmah (keuletan): keteguhan hati untuk mengerjakan sesuatu sebelum

pekerjaan itu dilakukan. Keteguhan hati memegang peranan penting dalam setiap

perbuatan yang akan dilakukan.

3. Al-jaddu (kesungguhan): yaitu berusaha dengan sekuat tenaga, pikiran dan

sepenuh hati dalam menggapai cita-cita, dan tidak sedikitpun ada unsur gurauan,

keenggan dan kemalasan dalam usaha.

4. Al-Mulazamah (membiasakan): yaitu mengusahakan agar melepaskan sesuatu

karena sesuatu; maksudnya dalam usaha intuk menggapai cita-cita, seseorang

harus intens dan konsisten serta mewajibkan dirinya untuk selalu berpegang teguh

pada satu tujuan. Tidak terpengaruh hal-hal lain sebelum tujuan itu tercapai.

5. Al-Mahabbah (kecintaan): yaitu menekuni suatu pekerjaan selalu didasarkan pada

kecintaan akan pekerjaan itu, sehingga apa yang didahulukan terasa ringan dan

tidak menjadi beban.

6. Al-Istiqomah (keajengan): yaitu sungguh-sungguh dan terus menerus menempuh

jalan yang lurus.

7. Al-Mudawamah (lama waktu): yaitu kurun waktu yang disediakan dalam

menggapai cita-cita seseorang membutuhkan perjuangan yang lama melalui

proses yang ada.


C. Jujur

Jujur atau yang biasa disebut dengan “Ash-Shidqu” adalah persesuaian antara suara hati

dengan ucapan dan perbuatan, persesuaian antara pernyataan dan kenyataan. Jujur adalah

satu dalam ucapan, suara hati dan perbuatan. Jujur merupakan nilai universal yang

dibutuhkan setiap orang dalam pergaulan hidupnya, apapun, kapanpun, di manapun, dan

dengan siapapun ia melakukan perbuatan, ia membutuhkan kejujuran. Bentuk-bentuk

kejujuran adalah antara lain:

1. As-shidqu fil-‘azmi (jujur dalam tekad): yaitu seseorang yang mempunyai tekad

(kemauan yang keras) hendaknya bertekad yang baik, jangan sampai bertekad

buruk, karena fitrah manusia adalah baik.

2. As-shidqu fin-‘niyyah (jujur dalam niat): yaitu kebulatan hati untuk melaksanakan

sesuatu. Jujur dalam niat maksudnya, hendaknya manusia dalam melaksanakan

sesuatu itu hanya ditujukan semata-mata karena Allah, bukan karena yang lain.

3. As-shidqu fil-hadits (jujur dalam pembicaraan): yaitu seseorang hendaknya selalu

jujur dalam ucapannya, tidak berbohong, dan tidak bertentangan dengan isi

hatinya sendiri.

4. As-shidqu fil-amal (jujur dalm perbuatan): yaitu seseorang hendaknya selalu baik

dan jujur dalam segala aktivitasnya, tidak melakukan hal-hal yang

memperdayakan dan merugikan pihak lain.

5. As-shidqu fil-wa’di (jujur dalam janji): yaitu suatu janji yang dibuat hendaknya

ditepati, jangan sampai diingkari, karena janji adalah amngikat, bahkan janji

merupakan hutang yang harus dibayar (ditepati).


D. Sabar

Sabar berasal dari bahas Arab “ash-shabru”, artinya tahan menderita, tidak emosi dan

menggerutu ketika menerima cobaan atau menghadapi sesuatu yang tidak disenangi,

semua itu diterima dengan rela dan berserah diri kepada Allah semata-mata. Unsur- unsur

sabar adalah:

1. Al-Tawakkal (pasrah): yaitu menyerahkan terhadap berlakunya hokum dan

ketentuan Allah.

2. Al-Qona’ah (suka menerima apa yang terjadi haknya): yaitu hati tetap tenang

ketiak tidak mendapatkan sesuatu yang dicari, dan rela terhadap apa yang menjadi

haknya dan mencukupkan apa yang menjadi meliknya, tidak mengaharapkan

sesuatu dari orang lain, dan tidak menginginkan apa yang bukan miliknya.

3. Al-Iffatu (menjaga diri): yaitu menahan diri dari pemenuhan nafsu hewani dan

keburukan akibat pemenuhan nafsu badaniyah.

4. Al-Zuhdu (zuhud): yaitu tidak berhasrat terhadap sesuatu yang mubah

(dibolehkan), padahal ada kemampuan untuk menggunakan dan memilikinya.

5. Al-Waro’ (wara’): yaitu menjauhi hal-hal yang subhat (tidak jelas haram

halalnya) karena takut kepada keharaman, di samping itu juga menjauhi dari

melakukan hal-hal yang kurang pantas dan tidak berguna.

E. Ikhlas

Ikhlas adalah perbuatan hati dan anggota badan yang tidak mengharapkan kesaksian dari

pihak lain dari apa yang diperbuatnya kecuali hanya semata-mata karena Allah. Ikhlas

adalah gambaran hati yang bersih dari kotoran, hati bersih dari takabbur, sombong,

membanggakan diri, pamer, hasud, dan sebagainya. Adapun unsur-unsur ikhlas adalah:
1. Al-Karomu (Pemurah); yaitu senang dan rela membelanjakan harta benda untuk

hal-hal yang besar manfaatnya baik kebaikan dan kepentingan umum.

2. Al-Rohmah (Kasih Sayang); yaitu kelembutan hati dan jiwa dalam berbuat

kabaikan dan memberikan ampunan.

3. Al-Samahah (Toleransi); yaitu murah hati dan suka memberikan kemudahan

terhadap sesuatu urusan sedikitpun tanpa mempersulitnya.

4. Al-‘Afwu (Pemaaf); yaitu

Anda mungkin juga menyukai