� Kementerian PPN/
J Bappenas
J,/..
KAJIAN
2015
TIM KAJIAN
Kajian ini ditujukan untuk mengidentifikasi dan menganalisis pemanfaatan pinjaman luar
negeri yang ditinjau dari aspek makro dan aspek mikro. Analisis makro dilakukan selaras dengan arah
kebijakan makro dalam RPJMN 2015-2019. Analisis mikro dilakukan dengan melihat manfaat proyek
pinjaman luar negeri bagi pihak- pihak yang terlibat dalam pelaksanaan proyek maupun penerima
manfaat (beneficiaries). Kajian ini diharapkan dapat memberi kontribusi bagi peningkatan
efektivitas dan optimalisasi pinjaman luar negeri dalam rangka mendukung prioritas pembangunan
RPJMN 2015-2019.
Kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya atas masukan dan kerjasamanya
kepada para narasumber dari pihak pemerintah, akademisi, dan pengelola proyek pinjaman luar negeri,
yang telah terlibat dalam forum diskusi maupun kunjungan proyek yang telah kami selenggarakan
dalam rangka penyusunan kajian. Ucapan terima kasih juga kami tujukan kepada pihak-pihak yang
telah memberikan kontribusi dalam penyusunan kajian yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Semoga kajian ini dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan dan para pihak yang terlibat dalam
pengelolaan pinjaman luar negeri.
i
DAFTAR
GAMBAR
Gambar 1.1 Kerangka Pemikiran...........................................................................................4
Gambar 2.1 Alur Perencanaan Pinjaman Kegiatan (Proyek) Luar Negeri ..................11
Gambar 2.2 Strategi Pembangunan Nasional..................................................................13
Gambar 3.1 Alur Perhitungan Rencana Komitmen Baru Pinjaman Luar Negeri 2015-
2019....................................................................................................................15
Gambar 3.2 Neraca Pembayaran ......................................................................................20
Gambar 3.3 Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri dalam Mendukung Kinerja ..........21
Gambar 3.4 Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri terkait Investasi untuk ....................22
Gambar 3.5 Kesinambungan Fiskal.....................................................................................22
Gambar 3.6 Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri dalam Mendukung
Kesinambungan Fiskal ....................................................................................23
Gambar 3.7 Kebutuhan Pembiayaan dengan Memperhatikan Manajemen
Portofolio ...........................................................................................................25
Gambar 3.8 Crowding Out Effect .......................................................................................28
Gambar 3.9 Pengelolaan Utang untuk Mengurangi Potensi Crowding Out Effect ...29
Gambar 3.10 Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri dalam Menambah Kapasitas .....30
Gambar 3.11 Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri dalam Pengembangan Model
Proyek/Kegiatan..............................................................................................32
Gambar 3.12 Klasifikasi Mekanisme Replikasi (Scaling Up) ...............................................33
Gambar 3.13 Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri sebagai Instrumen Kerjasama
Pembangunan ................................................................................................35
Gambar 3.14 Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri dalam Mendorong Peran BUMN
dan Swasta.......................................................................................................36
Gambar 3.15 Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri dalam Mendukung Pertumbuhan
Ekonomi, Meningkatkan Akses Pelayanan, atau Pemerataan
Pembangunan ................................................................................................37
ii
DAFTAR
GRAFIK
Grafik 1.1 Perkembangan Rasio Utang Indonesia terhadap PDB................................................2
Grafik 1.2 Nilai Proyek Aktif Pinjaman Luar Negeri (Persentase Share (%)) .................................3
Grafik 3.1 Pembiayaan Utang Pemerintah TA 2014 ......................................................................27
Grafik 3.2 Kepemilikan SBN (%) .........................................................................................................28
DAFTAR
TABEL
Tabel 2.1 Kriteria Kesiapan Kegiatan (Readiness Criteria) ............................................................12
Tabel 3.1 Postur Pembiayaan 2015-2019..........................................................................................16
Tabel 3.2 Batas Maksimal Pinjaman Luar Negeri 2015-2019 .........................................................16
Tabel 3.3 Indikasi Komitmen Pinjaman Luar Negeri 2015-2019.....................................................17
Tabel 3.4 Indikator APBN .....................................................................................................................24
Tabel 3.5 Persyaratan Pinjaman Luar Negeri dan SBN ..................................................................25
iii
DAFTAR
SINGKATAN
APBN : Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
BMP : Batas Maksimal Pinjaman
BPPSDMP : Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pertanian
BUMD : Badan Usaha Milik Daerah
BUMN : Badan Usaha Milik Negara
CCDP : Coastal Community Development Project
DAC-OECD : Development Assistance Committee-The Organisation for
Economic Co-operation and Development's
DIPK : Daftar Isian Pengusulan Kegiatan
DPRD : Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
DRPLN-JM : Daftar Rencana Pinjaman Luar Negeri-Jangka Menengah / Blue
Book
DRPPLN : Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar Negeri/Green Book
DSR : Debt Service Ratio
DTO : Debt to Output Ratio (Debt to GDP Ratio) DTX
: Debt to Export Ratio
DUK : Dokumen Usulan Kegiatan FDI
: Foreign Direct Investment FGD :
Focus Group Discussion
ICOR : Incremental Capital Output Ratio
IFAD : The International Fund of Agricultural Development
K/L : Kementerian/Lembaga
KPS : Kerjasama Pemerintah Swasta
LKP : Laporan Kinerja Pelaksanaan Pinjaman dan/atau Hibah Luar Negeri
PHLN
LMIC : Lower Middle Income Countries LSM
: Lembaga Swadaya Masyarakat MTR : Mid
Term Review
PDB : Produk Domestik Bruto
Pemda : Pemerintah Daerah
PPN : Perencanaan Pembangunan Nasional
READ : Rural Empowerment and Agricultural Development
iv
RPJMN : Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
RPPLN : Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri
SBN : Surat Berharga Negara
SBSN : Surat Berharga Syariah Negara
v
BAB 1
PENDAHULUA
N
1.1 Latar Belakang
Pembangunan merupakan upaya sistematis dan terencana oleh masing- masing maupun
seluruh komponen bangsa untuk mengubah suatu keadaan menjadi keadaan yang lebih baik dengan
cara memanfaatkan sumber daya yang tersedia secara optimal, efektif, efisien, dan akuntabel,
sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat menjadi lebih sejahtera. Dalam rangka
pelaksanaan pembangunan nasional, diperlukan pendanaan yang memadai yang dapat dipenuhi dari
berbagai sumber antara lain dari pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Terkait dengan sumber
pendanaan pemerintah, penerimaan negara saat ini belum sepenuhnya mencukupi kebutuhan
pendanaan pembangunan sebagaimana ditargetkan dalam rencana pembangunan nasional, oleh karena
itu, pemerintah menerapkan kebijakan pembiayaan defisit anggaran.
Sejak tahun 2000, sumber pembiayaan defisit sebagian besar berasal dari utang yang
diperoleh dari penerbitan obligasi pemerintah dalam bentuk Surat Berharga Negara (SBN), pinjaman
luar negeri, dan pinjaman dalam negeri. Dalam kurun waktu lima belas tahun terakhir (2000-2015),
rasio utang pemerintah terhadap PDB (Debt to GDP Ratio) turun dari 95 persen pada tahun 2000
menjadi 24,7 persen tahun 2015 (World Bank, 2005). Apabila dibandingkan dengan negara lain, Debt
to GDP Ratio Indonesia saat ini relatif rendah. Debt to GDP ratio di beberapa negara berkembang
seperti Brazil, India, dan Thailand mencapai sekitar 50 persen, sedangkan di beberapa negara
maju seperti Jepang, Italia, dan Amerika Serikat nilainya mencapai lebih dari 100 persen yang
didominasi oleh pinjaman domestik dalam bentuk obligasi (Kementerian Keuangan, 2015c).
Dilihat dari komposisi utang Indonesia (Grafik 1.1), selama periode 2010 sampai dengan
periode 2015, proporsi obligasi pemerintah (SBN) terhadap PDB naik dari 15,5 persen menjadi 19,0
persen, sedangkan proporsi Pinjaman1 terhadap PDB turun dari
9,0 persen menjadi 5,7 persen. Dengan semakin menurunnya porsi pinjaman luar
negeri, maka pengelolaan dan pemanfaatan pinjaman luar negeri perlu dioptimalkan
dengan meningkatkan efektivitas pinjaman luar negeri.
1Sebagian besar pinjaman (per tanggal 31 Oktober 2015) berasal dari pinjaman luar negeri
(99.5%), pinjaman dalam negeri hanya sekitar 0.5% (Profil Utang Pemerintah edisi November
2015, Kementerian Keuangan).
1
Grafik 1.1 Perkembangan Rasio Utang Indonesia terhadap PDB
Kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri menjadi hal yang perlu diperhatikan karena
mempengaruhi efektivitas pinjaman luar negeri. Burnside & Dollar (2000) menyatakan bahwa
efektivitas pinjaman luar negeri dalam mendukung pembangunan ekonomi suatu negara dipengaruhi
oleh kebijakan pemerintah termasuk bagaimana pinjaman tersebut dialokasikan. Dilihat dari
alokasi sektoral, pinjaman luar negeri di Indonesia mayoritas digunakan untuk memenuhi kebutuhan
infrastruktur publik, infrastruktur pertahanan dan keamanan, dan energi (Grafik 1.2). Dengan
komposisi alokasi tersebut, pemanfaatan pinjaman luar negeri diharapkan dapat berperan dalam
memacu tumbuhnya investasi dan mendorong
pertumbuhan ekonomi.
2
Grafik 1.2 Nilai Proyek Aktif Pinjaman Luar Negeri (Persentase Share (%))
Infastruktur
35,4%
Pertahanan dan
Keamanan
27,3%
Energi
Lain-lain 21,3%
8,1% Pendi i n
7,9
Sumber: Laporan Kinerja Pelaksanaan PHLN Triwulan II Tahun 2015, Bappenas (diolah).
Berdasarkan pengalaman di beberapa negara, pinjaman luar negeri memberikan dampak yang
beragam bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi. Penelitian yang dilakukan oleh Kim (2011) di
Korea Selatan menemukan bahwa pinjaman luar negeri berhasil dalam mendorong pertumbuhan
ekonomi Korea Selatan. Kunci sukses dari keberhasilnya adalah kepemilikan pemerintah (ownership)
yang kuat, manajemen bantuan dan tata kelola pemerintah yang baik (good governance), dan adanya
komitmen untuk mengalokasikan pinjaman selaras dengan rencana pembangunan nasional. Di
Kamboja, pinjaman luar negeri dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi karena diarahkan untuk
mempromosikan sektor industri (Mitra, 2013). Di sisi lain, apabila pemanfaatan pinjaman luar
negeri tidak dilakukan dengan baik, maka akan memberikan dampak yang kurang efektif bagi
pembangunan. Boone (1996) menyatakan bahwa pinjaman luar negeri kurang mampu mendorong
pertumbuhan ekonomi apabila pinjaman tersebut banyak dialokasikan untuk konsumsi daripada
investasi.
Berdasarkan beberapa pembelajaran tersebut, peranan pinjaman luar negeri dalam mendukung
pembangunan nasional dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam memanfaatkan pinjaman luar
negeri. Selain itu, pinjaman luar negeri tidak semata-mata ditujukan untuk menutup defisit (financing
gap) saja, namun juga dilaksanakan dalam kerangka kerjasama pembangunan. Oleh karena itu, studi
secara mendalam perlu dilakukan untuk menganalisis kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri di
Indonesia dalam rangka meningkatkan efektivitas dan mengoptimalkan pinjaman luar negeri dalam
mendukung pencapaian sasaran
pembangunan nasional.
3
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya, maka rumusan masalah dalam
kajian ini adalah bagaimana kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri dapat berperan secara efektif
dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan nasional dalam Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019.
PRIORITAS
PEMBANGUNAN NASIONAL
Kebutuhan Pembiayaan
- Kebijakan Pembiayaan Defisit
- Pengelolaan Biaya dan Defisit Anggaran
Risiko Utang (portofolio)
Kebijakan Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri Kebijakan Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri (A
(Aspek Makro) Mikro)
PENINGKATAN
EFEKTIVITAS DAN
OPTIMALISASI PINJAMAN
LUAR NEGERI
4
Untuk membiayai kebutuhan prioritas pembangunan nasional, pemerintah melakukan
kebijakan pembiayaan defisit anggaran. Pembiayaan defisit tersebut dapat diperoleh melalui penerbitan
SBN, pinjaman luar negeri, dan pinjaman dalam negeri. Kajian ini khusus membahas pembiayaan
defisit anggaran yang bersumber dari pinjaman luar negeri. Pinjaman luar negeri selain digunakan
untuk pembiayaan defisit, juga dimanfaatkan dalam rangka kerjasama pembangunan internasional,
transfer of knowledge, dan investment leverage.
Selanjutnya, untuk menerjemahkan kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri, analisis
kebijakan pinjaman luar negeri secara lebih detail ditinjau dari dua aspek yaitu, kebijakan pemanfaatan
pinjaman luar negeri dalam aspek makro dan kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri dalam aspek
mikro. Pembahasan dalam aspek makro meliputi bagaimana kebijakan pinjaman luar negeri diarahkan
dalam mendukung kinerja neraca pembayaran, mendukung kesinambungan fiskal, sebagai bagian dari
pengelolaan biaya dan risiko pinjaman pemerintah, serta mengurangi crowding out effect.
5
1.7 Sistematika Penulisan
Kajian ini disusun dengan kerangka penulisan sebagai berikut:
BAB I. Pendahuluan
Bab ini memaparkan latar belakang, tujuan, ruang lingkup, kerangka pemikiran,
metodologi, dan sistematika penulisan kajian.
BAB II. Tinjauan Pustaka
Bab ini memaparkan studi literatur terkait dengan pemanfaatan pinjaman luar negeri
baik secara teoritis maupun empiris. Selain itu, Bab ini juga menjelaskan
ketentuan-ketentuan dalam beberapa peraturan dan kebijakan yang mendasari
pemanfaatan pinjaman luar negeri di Indonesia.
BAB III. Analisis dan Hasil Kajian
Bab ini memaparkan mengenai analisis pemanfaatan pinjaman luar negeri 2015-2019
baik dari sisi kebutuhan maupun kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri selama
periode 2015-2019. Selanjutnya, bab ini menjabarkan analisis secara lebih mendalam
mengenai pemanfaatan pinjaman luar negeri dilihat dari aspek makro maupun mikro.
BAB IV. Kesimpulan dan Rekomendasi
Bab ini memberikan kesimpulan dari kajian yang dilakukan dan rekomendasi
berdasarkan studi literatur dan analisis yang telah
dijelaskan pada bab-bab sebelumnya.
6
BAB 2
TINJAUAN
PUSTAKA
Di beberapa negara berkembang, jumlah modal domestik sering kali tidak cukup untuk
memenuhi target pertumbuhan ekonomi sehingga terjadi kesenjangan modal untuk investasi
(investment gap) (Perskin et al. 2013). Oleh karena itu, pinjaman luar negeri dapat berperan
sebagai sumber pembiayaan eksternal untuk menutupi investment gap tersebut. Selain berperan
sebagai pengisi modal untuk investasi, pinjaman luar negeri juga dapat berperan dalam mengisi
kesenjangan antara ekspor dan impor. Hal ini dijelaskan oleh Strout and Chenery (1966) dalam model
kesenjangan ganda (the dual gap model). Model ini menjelaskan peran pinjaman luar negeri selain
untuk mengisi kesenjangan antara investasi dan tabungan nasional, juga digunakan untuk mengisi
kesenjangan antara ekspor dan impor. Dalam konteks perdagangan internasional, teori ini
mengindikasikan mengenai peran pinjaman luar negeri yang dapat digunakan untuk mencukupi
kebutuhan impor barang yang dibutuhkan untuk keperluan investasi domestik.
Dari aspek pemanfaatannya, Easterly (2001, p.38) mengemukakan bahwa penggunaan
pinjaman luar negeri dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh hubungan (link)
antara pinjaman luar negeri dengan investasi. Pinjaman luar negeri berpotensi meningkatkan
pertumbuhan ekonomi apabila dialokasikan untuk investasi. Sebaliknya, pinjaman luar negeri
mungkin kurang efektif
apabila cenderung digunakan untuk konsumsi (Thirlwall dan Hussein 1982).
7
Selain itu, pinjaman luar negeri juga berpotensi meningkatkan pertumbuhan ekonomi apabila
dialokasikan untuk meningkatkan teknologi yang memberikan dampak bagi peningkatan produktivitas
suatu negara (Dalgaard et al.2004). Upaya peningkatan teknologi tersebut juga harus diiringi
dengan adanya program pelatihan bagi pekerja untuk meningkatkan kapasitas penyerapan dan alih
teknologi (transfer of knowledge) (Easterly, 2001 p.57). Hal inilah yang mendasari beberapa negara
mengedepankan upaya alih teknologi dalam melakukan pinjaman luar
negeri.
Korea Selatan menjadi negara pertama yang melakukan transformasi dari negara penerima bantuan/pinjaman
luar negeri (recipient) selama lebih dari 50 tahun, menjadi pemberi pinjaman luar negeri (donor) sejak tahun 2009
dan bergabung dalam DAC-OECD. Pinjaman dan hibah luar negeri memainkan peranan penting dalam pertumbuhan
ekonomi di Korea Selatan. Kesuksesan pemanfaatan pinjaman luar negeri di Korea Selatan dalam mendukung
pembangunan ekonomi didukung dengan kapasitas pemerintah dalam mengimplementasikan kebijakan berdasarkan
kepemilikan yang kuat dan komitmen politik dalam mengelola pinjaman luar negeri di Korea
Selatan.
Beberapa pelajaran (lesson learn) yang dapat diambil dari kesuksesan pengalaman Korea
Selatan dalam pengelolaan pinjaman luar negeri, diantaranya:
Korea selatan menyadari pentingnya kerjasama yang erat antara donor recipient dalam pengelolaan
pinjaman luar negeri, terutama dalam hal peningkatan kapasitas pemerintah penerima (recipient) yang cukup
kuat dan komitmen politik dalam mengelola dan memanfaatkan pinjaman luar negeri.
Korea Selatan mendorong donor untuk aktif dalam mendukung terwujudnya good governance di
pemerintahan Korea Selatan melalui program-program capacity building atau skema kerjasama lain.
Sumber: (Kim, 2011).
Disisi lain, Burnside dan Dollar (2000) menyimpulkan bahwa pinjaman luar negeri
memiliki dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi di negara berkembang yang memiliki
good policies. Dalam hal ini good policies diindikasikan dengan adanya stabilitas makroekonomi,
fiscal sustainability, dan keterbukaan
kebijakan perdagangan. Sementara itu, dari sisi pemerataan, pemanfaatan
8
pinjaman luar negeri yang dialokasikan pada daerah yang paling membutuhkan akan memberikan
dampak yang lebih besar terhadap pencapaian sasaran program pembangunan (Dionne, Kramon, dan
Roberts, 2013).
Sumber pinjaman luar negeri diperoleh melalui (i) Kreditor Multilateral, (ii) Kreditor Bilateral,
(iii) Kreditor Swasta dan Asing, dan (iv) Lembaga Penjamin Kredit Ekspor. Kreditor Multilateral
adalah lembaga keuangan internasional yang beranggotakan beberapa negara. Kreditor Bilateral
adalah pemerintah negara asing atau lembaga yang ditunjuk oleh pemerintah negara asing atau
lembaga yang bertindak untuk pemerintah negara asing. Kreditor Swasta dan Asing adalah lembaga
keuangan asing, lembaga keuangan nasional, dan lembaga non
keuangan asing yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah
Pemberian pinjaman bukan hanya sebagai suatu bentuk bantuan kemanusiaan, namun juga sebagai
penegas preferensi pemberi pinjaman terhadap kondisi geografis (geo-strategis) suatu negara.
9
Negara Republik Indonesia yang memberikan pinjaman tanpa jaminan dari Lembaga
Penjamin Kredit Ekspor. Lembaga Penjamin Kredit Ekspor adalah lembaga yang ditunjuk negara asing
untuk memberikan jaminan, asuransi, pinjaman langsung, subsidi, bunga, dan bantuan keuangan untuk
meningkatkan ekspor negara yang bersangkutan atau untuk membeli barang/jasa dari negara yang
bersangkutan yang berdomisili dan melakukan kegiatan usaha di luar wilayah Negara Republik
Indonesia.
Sesuai dengan alur perencanaan pinjaman kegiatan luar negeri berdasarkan PP No.10 Tahun
2011 dan PerMen PPN No.4 Tahun 2011 (Gambar 2.1), pengusulan kegiatan yang akan dibiayai
dengan pinjaman luar negeri disampaikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah/Dirut
BUMN kepada Menteri Perencanaan. Usulan kegiatan disusun dengan berpedoman pada RPJMN dan
memperhatikan Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri (RPPLN). RPPLN merupakan dokumen
kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri yang memuat indikasi kebutuhan dan rencana penggunaan
pinjaman luar negeri dalam jangka menengah, dan disusun dengan berpedoman pada RPJMN serta
memperhatikan batas maksimal pinjaman (BMP).
Dalam pengusulan tersebut, terdapat persyaratan umum dan khusus yang harus dipenuhi
oleh Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, dan BUMN (K/L/Pemda/BUMN) sebagai instansi
pengusul. Persyaratan umum merupakan persyaratan yang wajid dipenuhi oleh semua instansi
pengusul, meliputi: (i) Daftar Isian Pengusulan Kegiatan (DIPK), dan (ii) Dokumen Usulan Kegiatan
(DUK). DIPK adalah dokumen yang berisi ringkasan informasi untuk pengusulan kegiatan yang
dibiayai dari pinjaman luar negeri. Sedangkan DUK adalah dokumen yang memuat latar belakang,
tujuan, ruang lingkup, sumber daya yang dibutuhkan, hasil yang diharapkan, termasuk rencana
pelaksanaan untuk mendapatkan gambaran kelayakan atas usulan kegiatan yang dibiayai dari pinjaman
luar negeri.
Persyaratan khusus yang dipersyaratkan berbeda-beda sesuai dengan instansi pengusul
(K/L/Pemda/BUMN) dan jenis kegiatan yang diusulkan. Persyaratan khusus untuk K/L diperlukan
apabila (i) K/L mengusulkan kegiatan untuk penyertaan modal negara kepada BUMN, maka
persyaratan khususnya mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan, dan (ii) apabila usulan
kegiatan akan dilaksanakan oleh beberapa Instansi Pelaksana, maka harus melampirkan Surat
Persetujuan Menteri/Pimpinan Lembaga atau pejabat yang diberikan penugasan. Untuk Pemda,
persyaratan khusus diperlukan apabila (i) Pemda mengusulkan kegiatan yang dibiayai dari
pinjaman luar negeri sebagai penerusan pinjaman, maka harus melampirkan Surat Persetujuan
Pimpinan DPRD, dan (ii) Pemda mengusulkan kegiatan untuk diteruspinjamkan dan/atau
diterushibahkan kepada BUMD, maka perlu melampirkan Surat Persetujuan Pimpinan DPRD dan Surat
Persetujuan Dirut BUMD. Untuk BUMN, apabila mengusulkan kegiatan pinjaman luar negeri sebagai
penerusan pinjaman, maka harus melampirkan Surat Persetujuan Menteri BUMN, dan
Surat Persetujuan Dewan Komisaris.
10
Gambar 2.1 Alur Perencanaan Pinjaman Kegiatan (Proyek) Luar Negeri
Sumber: Peraturan Pemerintah Nomor 10 tahun 2011 & PerMen PPN No.4 Tahun 2011
11
Selanjutnya, Menteri Perencanaan menyusun Daftar Rencana Prioritas Pinjaman Luar
Negeri (DRPPLN) untuk kegiatan tercantum dalam DRPLN-JM dan telah memenuhi sebagian
kriteria kesiapan. DRPPLN merupakan daftar rencana kegiatan yang telah memiliki indikasi
pendanaan dan siap dibiayai dari pinjaman luar negeri. Dalam melakukan penyusunan DRPPLN,
Menteri Perencanaan dapat melakukan koordinasi, komunikasi, dan konsultasi dengan calon pemberi
pinjaman luar negeri serta instansi terkait lainnya.
Menindaklanjuti usulan kegiatan yang tercantum dalam DRPPLN, K/L/Pemda/BUMN
melakukan pemenuhan kriteria kesiapan kegiatan. Apabila kegiatan yang tercantum dalam DRPPLN
sudah memenuhi seluruh kriteria kesiapan kegiatan, Menteri Perencanaan menyiapkan Daftar Kegiatan
untuk disampaikan kepada Menteri Keuangan. Daftar Kegiatan merupakan daftar rencana kegiatan
yang telah tercantum dalam DRPPLN dan siap untuk diusulkan kepada dan/atau dirundingkan dengan
calon pemberi pinjaman luar negeri. Selanjutnya, Menteri Keuangan melakukan perundingan
perjanjian pinjaman luar negeri dengan calon pemberi pinjaman luar negeri melibatkan unsur
Kementerian Keuangan,
Kementerian perencanaan dan Instansi Pengusul.
4 Rencana Lokasi dan luas tanah; perkiraan jumlah penduduk pengadaan yang
dimukimkan kembali; tata cara pengadaan tanah dan/atau tanah dan/atau pemukiman
kembali; jangka waktu pemukiman dan jadwal pelaksanaan pengadaan tanah
dan/atau kembali (dalam pemukiman kembali; pihak yang bertanggung jawab hal
kegiatan dan terlibat dalam proses pengadaan tanah dan/atau memerlukan
pemukiman kembali serta pembagian kewenangan lahan) antar pihak; dan
alokasi pembiayaan pengadaan
tanah dan/atau pemukiman kembali.
12
Untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan kegiatan pinjaman luar negeri, dilakukan
pemantauan dan evaluasi baik dari sisi pencairan dana maupun pencapaian kinerja. Dalam hal ini,
Kementerian Keuangan bertanggung jawab pada pemantauan dan evaluasi terkait realisasi
penyerapan pinjaman luar negeri. Di sisi lain, Bappenas bertanggung jawab dalam melakukan
pemantauan dan evaluasi terkait kinerja pelaksanaan kegiatan pinjaman luar negeri.
3 DIMENSI PEMBANGUNAN
KONDISI PERLU
13
Pembangunan nasional dalam RPJMN 2015-2019, secara umum, dapat dicapai melalui strategi
pembangunan nasional yang memuat norma, dimensi, dan kondisi perlu (lihat Gambar 2.2). Dalam
RPJMN 2015-2019, norma pembangunan mencakup peningkatan kualitas hidup manusia dan
masyarakat, peningkatan produktivitas rakyat lapisan menengah-bawah tanpa menciptakan
ketimpangan yang melebar, dan pembangunan yang selaras dengan lingkungan dan memperhatikan
keseimbangan ekosistem.
Strategi pembangunan nasional RPJMN 2015-2019 dilakukan melalui tiga dimensi
pembangunan. Dimensi pertama yaitu dimensi pembangunan manusia dan masyarakat yang ditujukan
untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat sehingga menghasilkan manusia Indonesia
unggul. Dimensi kedua yaitu dimensi pembangunan sektor unggulan dan prioritas yang diharapkan
akan menghasilkan sektor-sektor Indonesia yang berdaya saing internasional. Dimensi ketiga yaitu
dimensi pemerataan dan kewilayahan yang diharapkan dapat menghilangkan/memperkecil
kesenjangan wilayah. Selain itu, terdapat beberapa kondisi perlu yang dibutuhkan dalam
pelaksanaannya yaitu kepastian dan penegakkan hukum, keamanan dan ketertiban, politik dan
demokrasi, serta tatakelola dan reformasi birokrasi.
Untuk mendukung pencapaian sasaran pembangunan dalam tiga dimensi pembangunan
nasional, peran pinjaman luar negeri dapat dilihat dari aspek makro maupun alokasi pemanfaatannya
(mikro). Secara makro, pinjaman luar negeri harus dilakukan selaras dengan kebijakan RPJMN
2015-2019, yaitu dilakukan dengan tujuan: (i) menjaga target defisit anggaran satu persen pada tahun
2019, dan (ii) menjaga rasio utang pemerintah (debt to GDP ratio) untuk tetap berada di bawah
30 persen PDB. Hal ini diupayakan agar pemanfaatan pinjaman luar negeri dapat dilaksanakan dengan
tetap menjaga kesinambungan fiskal baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka panjang.
Dari sisi pemilihan kegiatan pinjaman luar negeri, RPJMN 2015-2019 mensyaratkan
penggunaan pinjaman luar negeri dilakukan secara selektif dan diutamakan untuk membiayai
pengeluaran pemerintah yang produktif seperti di bidang infrastruktur, energi, pendidikan, dan
kesehatan. Selain itu, keseimbangan antar wilayah dan keberlanjutan kehidupan kemasyarakatan
menjadi hal utama yang harus dipertimbangkan dalam pemanfaatan pinjaman luar negeri. Oleh
karena itu, pinjaman luar negeri juga dimanfaatkan untuk membiayai kegiatan prioritas di wilayah-
wilayah dengan prioritas pembangunan wilayah desa, wilayah pinggiran, luar Jawa, dan kawasan
timur agar dapat mendorong pertumbuhan
pada wilayah tersebut dan mengurangi kesenjangan antar wilayah.
14
BAB 3
ANALISIS DAN HASIL
KAJIAN
3.1 Analisis Rencana Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri 2015-2019
Sesuai dengan ketentuan Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2011, Menteri Perencanaan
Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas mendapat amanat untuk menyusun RPPLN. RPPLN disusun
dengan berpedoman pada RPJMN serta memperhatikan BMP luar negeri. Secara substansi, RPPLN
memuat indikasi kebutuhan dan rencana penggunaan Pinjaman Luar Negeri dalam jangka menengah.
Dengan telah ditetapkannya RPJMN 2015-2019, maka RPPLN 2015-2019 perlu disusun sebagai
panduan dalam kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri selama periode 2015-
2019.
Penyusunan indikasi kebutuhan pinjaman luar negeri jangka menengah mengacu pada
kebijakan dan kebutuhan pembiayaan dalam RPJMN 2015-2019 serta memperhatikan batas
maksimal pinjaman selama periode tersebut. Proses tersebut dapat digambarkan seperti pada Gambar
3.1.
Gambar 3.1 Alur Perhitungan Rencana Komitmen Baru Pinjaman Luar Negeri
2015-2019
Perkiraan Postur
Pembiayaan 2015-2019
Rencana Penarikan
Pinjaman LN On Going
Perhitungan Indikasi
Komitmen Pinjaman LN
Baru 2015-2019
15
Kebutuhan pinjaman luar negeri mengacu pada kebijakan makro RPJMN
2015-2019. Beberapa kebijakan makro dalam RPJMN yang menjadi dasar penentuan kebutuhan
pinjaman luar negeri adalah: (i) menjaga dan mempertahankan kesinambungan fiskal, (ii)
meningkatkan kinerja neraca pembayaran, (iii) diarahkan dengan mengurangi rasio defisit anggaran
menjadi sekitar satu persen pada tahun
2019, dan (iv) menjaga rasio utang di bawah 30 persen terhadap PDB. Berbagai kebijakan tersebut
mendasari nilai perkiraan pembiayaan defisit yang salah satunya
akan dibiayai melalui pinjaman luar negeri selama 2015-2019 (Tabel 3.1).
Rencana pembiayaan pinjaman luar negeri tersebut juga memperhatikan nilai BMP luar negeri
2015-2019 yang ditentukan oleh Menteri Keuangan (Tabel 3.2). BMP luar negeri terdiri dari rencana
pinjaman sedang berjalan (on going) dan rencana penarikan pinjaman baru untuk jenis pinjaman
program dan pinjaman proyek
termasuk pinjaman yang diteruspinjamkan.
(Rp. Miliar)
16
Dengan berpedoman pada postur pembiayaan 2015-2019 dan BMP luar negeri 2015-2019,
maka dapat diperhitungkan rencana penarikan pinjaman luar negeri 2015-2019. Rencana penarikan
pinjaman luar negeri tersebut terdiri dari rencana penarikan pinjaman sedang berjalan (on going) dan
rencana penarikan pinjaman luar negeri baru (ruang gerak pinjaman baru).
Indikasi kebutuhan pinjaman luar negeri baru yang dibutuhkan untuk memenuhi
rencana pembiayaan pinjaman luar negeri tahun 2015-2019 diperhitungkan dari nilai komitmen
pinjaman yang dibutuhkan untuk mengisi ruang gerak pinjaman luar negeri baru. Nilai komitmen yang
dibutuhkan ini terdiri dari pinjaman program dan pinjaman proyek yang ditentukan nilainya
berdasarkan pola penyerapan kedua jenis pinjaman tersebut. Untuk pola penyerapan pinjaman
proyek, berdasarkan pengalaman pelaksanaan proyek, rata-rata umur proyek diperkirakan berjalan
selama enam tahun dengan pola penyerapan dari tahun pertama sampai ke-6 (5 persen, 10 persen, 15
persen, 40 persen, 25 persen, dan 5 persen). Untuk pinjaman program, memiliki pola penyerapan yang
langsung habis dalam satu tahun karena bersifat pinjaman tunai. Berdasarkan pola penyerapan
tersebut, maka untuk mengisi ruang gerak pinjaman luar negeri baru dibutuhkan komitmen pinjaman
selama 2015-2019 yang diperhitungkan dalam persentase
terhadap PDB dalam range ± 10 persen (Tabel 3.3).
Tabel 3.3 Indikasi Komitmen Pinjaman Luar Negeri 2015-2019 (dalam % PDB)
Pinjaman
0,08 – 0,10 0,17 – 0,21 0,24– 0,29 0,14 – 0,17 0,18– 0,22 0,16 – 0,20
Proyek
Pinjaman
0,12 – 0,14 0,12 – 0,15 0,15– 0,19 0,13 – 0,16 0,11– 0,13 0,13 – 0,15
Program
Total 0,20 – 0,24 0,29 – 0,36 0,39– 0,48 0,26 – 0,32 0,28– 0,35 0,29 – 0,35
17
Prinsip Penggunaan Pinjaman Luar Negeri
Pinjaman luar negeri harus dilaksanakan dengan prinsip tata kelola yang baik (good
governance) yaitu dilakukan secara transparan, akuntabel, efisien dan efektif, serta dengan kehati-
hatian. Selain itu, untuk menjaga kedaulatan nasional, pelaksanaan pinjaman luar negeri harus tidak
disertai ikatan politik dan tidak memiliki muatan yang dapat mengganggu stabilitas keamanan negara.
Prinsip kesetaraan dalam pelaksanaan kerjasama dengan mitra pembangunan juga perlu
dilakukan dengan menempatkan mitra pembangunan sebagai partner (partnership) dan bukan
sebagai pemberi bantuan (assistance). Sedangkan prinsip yang terakhir, pinjaman luar negeri
dilaksanakan dengan selalu mengutamakan kepentingan nasional dalam semua aspek, termasuk aspek
politik, ekonomi, sosial budaya, maupun pertahanan dan keamanan.
18
kesenjangan antar wilayah juga perlu menjadi pertimbangan penting dalam menentukan
kegiatan pinjaman luar negeri.
Untuk mengoptimalkan pemanfaatan pinjaman luar negeri diperlukan perbaikan secara terus-
menerus dengan melakukan penguatan pengelolaan pinjaman luar negeri mulai dari tahap
perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, dan evaluasi. Beberapa strategi dan upaya yang dapat
dilakukan diantaranya adalah: (i) melakukan pola pendekatan perencanaan berbasis program (program
based approach), hal ini dilakukan dengan penekanan pada pencapaian hasil/sasaran program
(outcome); (ii) peningkatan koordinasi dan kualitas kesiapan kegiatan, termasuk rencana
pembebasan lahan dan rencana pelaksanaan kegiatan, (iii) penyusunan rencana penarikan
pinjaman luar negeri dengan memperhatikan jenis kegiatan, masa laku, dan kapasitas penyerapan
instansi pelaksana, (iv) penguatan kapasitas lembaga yang terlibat dalam pengelolaan pinjaman luar
negeri serta peningkatan koordinasi antar lembaga dalam pelaksanaan kegiatan, dan (v)
peningkatan kualitas pemantauan dan evaluasi kegiatan pinjaman luar negeri untuk memastikan
efektivitas pelaksanaan kegiatan pinjaman luar negeri yang sedang berjalan maupun sebagai
input bagi perencanaan pinjaman luar negeri ke depan.
19
Gambar 3.2 Neraca Pembayaran
TRANSAKSI Barang
BERJALAN
Jasa
NERACA
PEMBAYARAN Pendapatan Primer
Pendapatan
Sekunder
TRANSAKSI MODAL
DAN FINANSIAL Investasi Langsung
Investasi Portofolio
Catatan: Pinjaman luar negeri berpengaruh terhadap
neraca pembayaran melalui
Investasi Lainnya
“pendapatan primer” dan “investasi lainnya”
Dalam neraca pembayaran, aktivitas pinjaman luar negeri seperti penarikan pinjaman,
pembayaran cicilan pokok, dan pembayaran bunga berada dalam transaksi investasi lainnya dan
pendapatan primer. Penarikan pinjaman luar negeri akan berpengaruh positif dalam neraca investasi
lainnya, sebaliknya pembayaran pokok pinjaman luar negeri akan berpengaruh negatif. Di sisi
lain, pembayaran bunga pinjaman luar negeri akan berpengaruh dalam transaksi pendapatan primer.
Sesuai dengan data Bank Indonesia, pada triwulan III-2015, transaksi investasi lainnya di sisi
kewajiban untuk sektor publik mengalami surplus sebesar USD 1,6 miliar, hal ini disebabkan karena
adanya penarikan pinjaman luar negeri pemerintah yang mencapai USD 2,1 miliar, sedangkan
pembayaran pokok selama triwulan ini hanya sekitar USD 0,5 miliar. Dalam periode yang sama,
meskipun terjadi penurunan pembayaran bunga pinjaman luar negeri, namun neraca pendapatan primer
masih mengalami defisit USD 7,1 miliar. Defisit tersebut disebabkan oleh meningkatnya jumlah
pembayaran pendapatan investasi langsung dan pendapatan investasi
portofolio sesuai pola musimannya (Bank Indonesia, 2015b).
20
Beberapa data tersebut di atas menunjukkan bahwa aktivitas penarikan dan pembayaran
pinjaman luar negeri turut mempengaruhi neraca pembayaran, meskipun tidak sebesar pengaruh
ekspor, impor, dan foreign direct investment (FDI). Saat melakukan penarikan pinjaman luar negeri,
terdapat aliran modal yang masuk (capital inflow) sehingga dapat meningkatkan cadangan devisa
(Gambar 3.3). Pada saat melakukan pembayaran pokok pinjaman dan bunga, terdapat aliran
modal yang keluar (capital outflow) yang mengakibatkan keluarnya sejumlah valuta asing sehingga
cadangan devisa berkurang.
Di sisi lain, pinjaman luar negeri juga dapat dimanfaatkan untuk mengimpor barang/jasa yang
belum mampu diproduksi oleh industri atau supplier dalam negeri. Impor tersebut utamanya terkait
dengan proyek pemerintah seperti di bidang infrastruktur yang belum mampu diproduksi di dalam
negeri, seperti pengadaan track materials, bridge materials, dan alutsista. Dengan melakukan
pinjaman luar negeri untuk keperluan impor, maka pemerintah tidak perlu menukarkan rupiah ke
dalam mata uang lain (valuta asing) sehingga cadangan devisa dapat dihemat.
Dimanfaatkan Penarikan
sebagai sumber Capital Cadangan
Pinjaman
pembiayaan Inflow Devisa↑
Luar Negeri
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa kinerja neraca pembayaran sangat dipengaruhi
oleh kinerja ekspor. Oleh karena itu, peran pinjaman luar negeri dalam mendukung neraca pembayaran
dapat dilakukan dengan mendorong peningkatan ekspor. Dalam hal ini, pinjaman luar negeri dapat
dimanfaatkan untuk mendorong investasi pada sektor-sektor industri yang memiliki pasar ekspor
yang
tinggi (Gambar 3.4).
21
Gambar 3.4 Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri terkait Investasi untuk
Mendorong Ekspor
Stabilisasi Makroekonomi
Quality of spending (Pertumbuhan ekonomi, inflasi, dan
tk. Pengangguran rendah)
Kesinambungan
Fiskal
Indikator:
Defisit APBN menurun
Debt to GDP Ratio (DTO)
Pengelolaan Portofolio Debt to Export Ratio (DTX)
Debt Service Ratio (DSR)
22
Dalam rangka mempertahankan kesinambungan fiskal, pemanfaatan pinjaman luar negeri
dapat dioptimalkan melalui peningkatan quality of spending dan pengelolaan pinjaman luar
negeri secara baik sebagai bagian dari
pembiayaan defisit (Gambar 3.6).
Dalam rangka mendukung kesinambungan fiskal, pemanfaatan pinjaman luar negeri melalui
peningkatan kualitas belanja (quality of spending) dapat dilakukan dengan mengutamakan pinjaman
luar negeri pada kegiatan yang produktif dengan investment leverage tinggi. Kegiatan yang
mempunyai investment leverage yang tinggi dapat merangsang tumbuhnya investasi yang berdampak
pada peningkatan pertumbuhan ekonomi dan peningkatan lapangan kerja. Peningkatan pertumbuhan
ekonomi tersebut dapat meningkatkan potensi penerimaan pajak yang saat ini menjadi sumber terbesar
penerimaan negara dalam APBN, sehingga peningkatan pajak tersebut dapat memperkuat APBN dan
mendukung kesinambungan fiskal. Meskipun demikian, selain fokus pada kegiatan investment
leverage, pinjaman luar negeri juga tetap diarahkan dalam rangka mewujudkan pemerataan
pembangunan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kewajiban pemerintah dalam
meningkatkan akses pelayanan publik bagi seluruh masyarakat.
23
Tabel 3.4 Indikator APBN
Best
Indikator & Definisi Indonesia
Practice
Sumber: Bank Indonesia, IMF, Kementerian Keuangan, (Mosley, Harrigan, & Toye, 1991), (diolah).
Catatan: *) Profil Utang Pemerintah Pusat (Kementerian Keuangan, per November 2015), angka
proyeksi menggunakan PDB berdasarkan asumsi APBN-P.
**) Statistik Utang Luar Negeri Indonesia, angka sementara (Bank Indonesia, per Oktober 2015).
Disisi lain, pengelolaan pinjaman luar negeri dalam rangka menjaga kesinambungan fiskal
dilakukan melalui manajemen pengelolaan pinjaman luar negeri sebagai bagian dari portofolio
utang. Hal ini ditujukan untuk menjaga indikator-indikator utang, yaitu debt service ratio (DSR),
debt to GDP ratio (DTO), dan debt to export ratio (DTX) berada dalam batas aman (Tabel 3.4),
sehingga APBN menjadi lebih kuat dalam jangka panjang.
Secara umum, semua indikator fiskal (APBN) di Indonesia saat ini masih relatif aman. Hal
ini ditunjukkan dari rendahnya DSR, DTO dan DTX dibandingkan dengan batas aman yang lazim
digunakan (best practices).
24
tingkat biaya dan risiko yang berbeda-beda. Oleh karena itu, manajemen portofolio utang perlu
dilakukan sebagai bentuk dari efisiensi biaya dan mitigasi risiko. Dengan melakukan manajemen
portofolio utang yang baik, biaya dan risiko pinjaman
diharapkan menjadi rendah dan terkendali (manageable).
1. Pinjaman DN
Masing-masing Manajemen
2. Pinjaman LN Manajemen
Sumber sumber memiliki portofolio utang
3. SBN Portofolio
Pembiayaan biaya untuk mencapai
4. SBSN (biaya, risiko)
Defisit dan risiko yang biaya dan risiko
5. dan lain-lain terendah ↓
berbeda yang rendah
Saat ini Indonesia digolongkan sebagai negara Lower Middle Income Countries
(LMIC). Oleh karena itu, Indonesia masih mendapatkan fasilitas pinjaman luar negeri dengan terms
and conditions yang relatif lunak (concessional loan), meskipun sudah semakin terbatas. Rendahnya
biaya dalam pinjaman luar negeri dapat menjadi salah satu opsi sumber pembiayaan untuk mencapai
portofolio utang dengan biaya dan risiko yang rendah (Gambar 3.7).
Sejak tahun 2000, sebagian besar utang pemerintah diperoleh melalui penerbitan SBN dan
pinjaman luar negeri. Apabila dilihat dari persyaratan utang (terms and conditions), pinjaman luar
negeri relatif memiliki biaya yang lebih murah daripada SBN (Tabel 3.5). Namun demikian, apabila
dilihat dari sisi risiko, pinjaman luar negeri dan juga SBN valas memiliki risiko nilai tukar.
Dengan demikian, perlu dipertimbangkan adanya upaya mitigasi risiko terkait dengan fluktuasi
nilai tukar tersebut. Salah satu alternatif upaya mitigasi risiko fluktuasi nilai tukar adalah dengan
penerapan mekanisme hedging dalam persyaratan pinjaman luar negeri ataupun pada penerbitan SBN
valas. Penerapan hedging tersebut harus dilaksanakan sejalan dengan ketentuan dan peraturan
perundangan
yang berlaku di Indonesia.
25
Tabel 3.5 Persyaratan Pinjaman Luar Negeri dan SBN
26
Grafik 3.1 Pembiayaan Utang Pemerintah TA 2014
Penarikan
Penarikan
Pinjaman Dalam
Pinjaman Luar
Negeri
Negeri 0,2%
11%
Penerbitan
SBN Valas
Penerbitan
SBN Domestik
72%
Lebih jauh lagi apabila kita lihat dari status kepemilikan SBN, kepemilikan asing di SBN
cenderung meningkat dari tahun 2011 sebesar 30,8 persen menjadi 37,1 persen pada Oktober
2015 (Grafik 3.2). Hal ini perlu menjadi bahan pertimbangan dalam pengelolaan dan komposisi utang
Indonesia kedepan, penerbitan SBN perlu didorong untuk dimanfaatkan dalam mengoptimalkan
potensi pendanaan dalam negeri khususnya masyarakat untuk terlibat dalam memanfaatkan obligasi
sebagai salah satu produk keuangan (meningkatkan financial inclusion) dan berkontribusi
dalam pembiayaan pembangunan nasional.
27
Grafik 3.2 Kepemilikan SBN (%)
100
90
30,8 32,98 32,54
80 38,13 37,1
70
60
31,49 30,11 29,29
50 27,39 28,73
40
1,08 0,37 4,47
3,44 5,26
30
0
2011 2012 2013 2014 Okt-15
28
Dalam hal ini, peran pinjaman luar negeri dalam meminimalisir crowding out effect dapat
dilakukan dalam konteks manajemen portofolio utang dimana terdapat beberapa pilihan sumber
utang yang berasal dari dalam negeri (sumber pembiayaan domestik) maupun sumber luar negeri.
Pembiayaan domestik yang tinggi baik dari sisi volume ataupun biaya (tingkat bunga) karena
tingginya kebutuhan pembiayaan defisit dapat dikurangi dengan upaya pemerintah untuk
memanfaatkan sumber eksternal. Pinjaman luar negeri sebagai salah satu sumber pembiayaan eksternal
dapat dimanfaatkan, sehingga pinjaman/penerbitan obligasi dalam negeri dapat terjaga dalam batas
wajar baik
dari sisi volume maupun biaya (Gambar 3.9).
Gambar 3.9 Pengelolaan Utang untuk Mengurangi Potensi Crowding Out Effect
Portofolio
Utang:
Pinjaman/ obligasi Dalam Negeri dalam batas Mengurangi
Pembiayaan Domestik: Komposis
potensi
Defisit (utang SBN, Pinjaman pembiayaa n
crowding out
pemerintah) DN lebih baik
External:
Pinjaman LN
29
Gambar 3.10 Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri dalam Menambah Kapasitas
30
Coastal Community Development Project (CCDP)
CCDP merupakan proyek pembangunan masyarakat pesisir yang bekerjasama dengan IFAD berupa dukungan
dana pinjaman sebesar USD 29.9 Juta. Tujuan dari CCDP adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat
pelaku kegiatan perikanan dan kelautan di kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil. Lingkup proyek dilaksanakan pada
11 lokasi Kabupaten di Indonesia.
Dari hasil kunjungan lapangan diperoleh informasi mengenai beberapa manfaat proyek bagi peningkatan
kapasitas masyarakat penerima manfaat (benfiseries) sebagai berikut:
Adanya pendekatan berbasis pemberdayaan masyarakat yang mampu meningkatkan pendapatan rumah
tangga secara signifikan. Hal ini dapat terlihat dari adanya kelompok pengolah hasil sumber daya
alam laut oleh ibu-ibu di wilayah setempat. Ibu- ibu yang sebelumnya tidak memiliki pekerjaan, sangat
merasakan manfaat dari CCDP. Sekarang mereka memiliki pendapatan/menabung sekitar Rp
600.000/bulan. Tidak hanya dari sisi peningkatan pendapatan, kelompok pengelola hasil sumber daya juga
diberi pelatihan-pelatihan terkait pengolahan produk termasuk cara menggunakan teknologi pengolah yang
sederhana.
Keseragaman label dan mutu produk (standarisasi) akan dilakukan di “Rumah Kemasan” sehingga produk
olahan terorganisir dan dalam jangka panjang siap dipasarkan sebagai komoditi ekspor. Jenis teknologi
yang digunakan di “Rumah Kemasan” merupakan teknologi sederhana yang diperoleh dari dalam negeri.
Untuk menarik kunjungan masyarakat ke Pantai Cemare, Desa Lembar Selatan, Kecamatan
Lembar, Kabupaten Lombok Barat, kedepannya akan dikembangkan wisata pantai dan pembuatan track
didalam hutan mangrove untuk keperluan wisata hutan mangrove. Dilokasi yang berdekatan dengan hutan
mangrove, dibangun perpustakaan kecil sebagai sarana edukasi untuk anak-anak di wilayah sekitar.
Perpustakaan menyediakan buku-buku yang diperoleh melalui donasi berbagai pihak seperti universitas.
Pembentukan “Koperasi Bina Bahari” sedang dilakukan dalam upaya untuk menjaga keberlanjutan CCDP
ketika masa proyek pinjaman luar negeri dari IFAD ini berakhir. Koperasi tersebut akan didampingi Bank Pesisir
untuk permodalan.
31
B. Pengembangan Model Proyek/Kegiatan (Replikasi/Scaling Up)
Dengan adanya pembelajaran berupa transfer of knowledge dan penerapan international best
practices, kegiatan pinjaman luar negeri berpotensi untuk dikembangkan melalui replikasi/scaling up.
Replikasi/scaling up merupakan upaya untuk melanjutkan proyek pinjaman yang dinilai sukses
dengan menerapkan kegiatan yang serupa untuk memperluas pelaksanaannya. Untuk
mengidentifikasi kelayakan proyek pinjaman luar negeri yang akan direplikasi/scaling up, dapat
dilihat dari hasil pematauan dan evaluasi terhadap output/outcome dan manfaat proyek.
Beberapa aspek yang harus dipertimbangkan untuk menilai proyek tersebut layak untuk di
replikasi/scaling up adalah aspek unsur pembelajaran (best practice), aspek kelayakan (feasible), dan
aspek prioritas (priority) (Gambar 3.11). Best practice, artinya proyek tersebut mampu memberikan
lesson learn/inovasi dan memberikan dampak positif bagi pembangunan baik dari sistem dan tata
kelola yang lebih baik
maupun inovasi teknologi.
Proyek/kegiatan Pinjaman
Luar Negeri: Output/ Best Model
International best Outcome, Pemantauan Practice, proyek/kegiatan
practice dan Transfer of dan manfaat dan Evaluasi Feasible, dapat direplikasi/
knowledge Priority scaling up
32
Proyek/kegiatan yang dapat direplikasi/scaling up dapat diklasifikasikan berdasarkan sifatnya,
yaitu kuantitatif atau kualitatif (Gambar 3.12)3. Kegiatan bersifat kuantitatif apabila
replikasi/scaling up ditujukan untuk menjangkau penerima manfaat yang lebih luas atau adanya
penambahan lokasi kegiatan. Di sisi lain, kegiatan yang bersifat kualitatif diidentifikasi dari apakah
replikasi/scaling up dilakukan dengan mengadopsi sebagian atau keseluruhan model dalam sistem dan
program pemerintah (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral, 2014).
Keseluruhan Model
33
Strategi Keberlanjutan dan Inisiasi Replikasi Proyek READ
(Rural Empowerment and Agricultural Development)
READ merupakan proyek kerjasama pemerintah dengan IFAD yang bertujuan untuk meningkatkan mata
pencaharian masyarakat miskin secara berkelanjutan melalui peningkatan pertumbuhan kegiatan ekonomi
pertanian masyarakat. READ dilaksanakan di provinsi Sulawesi tengah: Kabupaten Banggai, Kabupaten Buol,
Kabupaten Parigi Moutong, Kabupaten Poso, dan Kabupaten Toli-toli. Institusi pelaksana proyek ini adalah
Badan Penyuluhan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Pertanian (BPPSDMP) Kementerian Pertanian.
Dukungan dana diperoleh dari IFAD berupa pinjaman sebesar USD 21,08 Juta dan
hibah sebesar USD 500.000.
Evaluasi hasil READ pada pertengahan 2014 yang dilakukan oleh pengelola proyek, menunjukkan bahwa
pendekatan pemberdayaan READ telah sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan berkontribusi pada
peningkatan produksi pertanian masyarakat. Selain itu,
hasil evaluasi juga menunjukkan adanya keunggulan dan pembelajaran dalam proyek READ.
Dengan melihat hasil evaluasi dan manfaat proyek READ tersebut, maka terdapat dorongan untuk
memperluas proyek READ. Oleh karena itu, sebagai salah satu exit strategy, Pemerintah menginisiasi
dilakukannya replikasi READ di wilayah lain. Inisiatif replikasi READ didasarkan pada penilaian terhadap
pemantauan dan evaluasi proyek yang dilakukan selama proyek berjalan. Termasuk perbandingan dengan
program-program serupa yang
dilakukan oleh Kementerian Pertanian.
Replikasi READ di wilayah lain tersebut dimaksudkan untuk memperluas cakupan penerima manfaat dan
lokasi READ. Dengan mempertimbangkan pembelajaran dan pencapaian READ, pemerintah pusat berinisiatif
untuk mereplikasi READ di wilayah perbatasan dengan negara lain, yaitu pada Provinsi Kalimantan Barat dan
Provinsi Nusa Tenggara Timur. Pertimbangan pemilihan lokasi tersebut, adalah kesamaan karakteristik
wilayah dengan Provinsi Sulawesi Tengah dan kondisi daerah yang relatif masih tertinggal dari wilayah lain di
Indonesia. Masyarakat di lokasi tersebut umumnya memiliki tingkat kesejahteraan yang rendah, dengan
pertanian sebagai mata pencaharian utama.
Sumber: (Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral, 2014),(diolah).
34
Development Bank, dan lain-lain. Selain sebagai member country dan borrower, peran Indonesia
juga dapat ditingkatkan untuk lebih aktif dalam lembaga tersebut. Selain itu, kerjasama dalam lembaga
tersebut juga mampu membangun network dengan dunia internasional (Gambar 3.13).
Pada tingkat bilateral, pelaksanaan pinjaman luar negeri G-to-G akan memperkuat hubungan
bilateral antar negera sehingga dapat meningkatkan kerjasama pada level yang lebih besar
seperti pada aspek perdagangan, pariwisata, dan sebagainya. Selain itu, pinjaman luar negeri
dapat dioptimalkan
dengan memanfaatkan comparative advantage di masing-masing negara.
Kerjasama
Multilateral Networking ↑
Pinjaman Kerjasama
Luar Negeri Pembangunan
↑
Hubungan Bilateral antar
Kerjasama Negara ↑ (dan diperluas
Bilateral untuk sektor lain)
Adanya peran aktif Indonesia dalam menjalin kerjasama internasional baik secara
multilateral maupun bilateral dapat mendukung peran Indonesia dalam melakukan diplomasi ekonomi
yang dapat menciptakan citra internasional yang baik. Namun yang perlu diperhatikan adalah
keselarasan diplomasi ekonomi dan diplomasi politik agar dapat memberikan hasil yang optimal dalam
memenuhi kepentingan nasional di dunia internasional.
35
produk-produk mereka dalam mendukung proyek pinjaman luar negeri. Terkait dengan keterlibatan
BUMN dan swasta nasional dalam KPS, hal ini dilakukan dengan mengarahkan pinjaman luar negeri
untuk membiayai proyek dengan skema KPS. Dalam pola ini, pemerintah memanfaatkan pinjaman
luar negeri untuk mendanai
Secara tidak langsung, proyek pinjaman luar negeri dapat meningkatkan peran BUMN
dan swasta melalui pengalokasian beberapa proyek pinjaman luar negeri pada kegiatan yang paling
dibutuhkan BUMN dan swasta untuk berkembang. Jenis kegiatan yang dimaksud merupakan kegiatan
yang dapat meningkatkan daya tarik investasi (investment leverage) seperti proyek pada sektor
infrastuktur dan energi. Proyek-proyek di sektor infrastruktur dan energi akan meningkatkan
daya saing nasional dalam melakukan usaha (doing business), yang salah satunya adalah adanya
penurunan biaya investasi (cost of investment) yang harus dikeluarkan oleh BUMN dan swasta.
Dampak dari efisiensi tersebut akan meningkatkan minat dan peran BUMN dan swasta untuk
berinvestasi di Indonesia dan meningkatkan kontribusi mereka dalam pembangunan nasional.
36
Gambar 3.15 Pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri dalam Mendukung
Pertumbuhan Ekonomi, Meningkatkan Akses Pelayanan, atau
Pemerataan Pembangunan
Proyek pinjaman
Proyek kebutuhan masyarakat Akses pelayanan
luar negeri
Dalam hal peningkatan akses pelayanan, pinjaman luar negeri lebih difokuskan untuk
kegiatan yang dapat meningkatkan fasilitas kebutuhan dasar masyarakat (basic public need project ).
Peningkatan fasilitas kebutuhan dasar masyarakat yang dimaksud adalah akses rumah sakit bagi
masyarakat, sarana pendidikan, dan lain-lain. Untuk pemerataan pembangunan, pinjaman luar negeri
diarahkan pada proyek untuk daerah terluar, terpencil, dan pinggiran. Pelaksanaan proyek perlu
dilaksanakan dengan memperhatikan potensi keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif
daerah, serta posisi geografis strategis di masing-masing pulau agar sasaran pembangunan tercapai
dan kesejahteraan masyarakat pun
meningkat.
37
BAB 4
KESIMPULAN DAN
REKOMENDASI
4.1 Kesimpulan
1. Pinjaman luar negeri selain berperan sebagai sumber pembiayaan defisit, juga
dilaksanakan dalam kerangka kerjasama pembangunan. Oleh karena itu, diperlukan
kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri secara tepat sehingga dapat meningkatkan
efektivitas peran pinjaman luar negeri dalam mendukung pencapaian sasaran pembangunan
nasional. Kebijakan pemanfaatan tersebut dapat dilihat dari aspek makro pinjaman luar negeri
maupun aspek mikro pada tataran pelaksanaan proyek yang dibiayai dengan pinjaman luar
negeri.
2. Kebijakan pemanfaatan pinjaman luar negeri secara makro yaitu; pertama, pinjaman luar
negeri dapat memberikan pengaruh terhadap cadangan devisa negara dalam rangka
mendukung kinerja neraca pembayaran baik melalui capital inflow, sumber pembiayaan
impor, dan alokasi proyek untuk mendorong kinerja ekspor. Kedua, pinjaman luar negeri
dilaksanakan selaras dengan upaya untuk menjaga kesinambungan fiskal dengan menjaga
indikator utang dalam batas aman. Berdasarkan indikator-indikator utang (DSR, DTO,
DTX), saat ini utang Indonesia berada dalam batas yang cukup aman. Ketiga, terms and
conditions pinjaman luar negeri yang memiliki tingkat biaya yang relatif lebih murah
dibandingkan dengan pembiayaan dalam negeri dapat dimanfaatkan sebagai bagian dalam
pengelolaan portofolio utang. Namun demikian, terdapat risiko nilai tukar dalam pinjaman
luar negeri yang perlu diperhatikan. Keempat, pinjaman luar negeri dapat dimanfaatkan
sebagai salah satu pilihan pembiayaan dalam manajemen portofolio utang, sehingga
komposisi pembiayaan menjadi lebih baik dan dapat meminimalisir potensi crowding
out effect apabila terjadi kebutuhan pembiayaan yang cukup tinggi.
3. Dari aspek mikro, proyek pinjaman luar negeri dapat meningkatkan kapasitas
implementasi negara penerima melalui transfer of knowledge dan international best
practice. Hal ini akan memberikan peningkatan kapasitas dalam manajemen proyek,
manajemen organisasi, skill, ilmu pengetahuan dan teknologi baru, dan inovasi bagi
pelaksana proyek, beneficiaries, kontraktor, dan industri dalam negeri. Disamping itu,
pemilihan mitra yang sesuai dengan keahlian dibidangnya dan pengalaman kerjasama
dengan mitra pembangunan (lender) sebelumnya
menjadi referensi dalam menentukan lender. Manfaat yang
39
diperoleh dari international best practice dan lesson learn dari proyek pinjaman luar
negeri dapat diperluas dengan melakukan replikasi/scaling up kegiatan. Untuk
mengidentifikasi kelayakan proyek pinjaman luar negeri yang akan direplikasi/scaling up,
dapat dilakukan dengan melihat hasil dan manfaat proyek melalui hasil pemantauan
dan evaluasi dengan mempertimbangkan aspek kalayakan (feasibility), pengalaman/best
practice, dan prioritas (priority). Dalam kerangka kerjasama internasional,
3. pinjaman luar negeri dapat dimanfaatkan untuk menjalin kerjasama dalam aspek yang
lebih luas seperti perdagangan dan pariwisata. Swasta dan BUMN juga dapat
memperoleh manfaat dari pelaksanaan proyek pinjaman luar negeri, baik terlibat dalam
proyek secara langsung maupun sebagai penerima dampak dari proyek pinjaman luar negeri.
Selain pada sektor investasi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, proyek-proyek
pinjaman luar negeri juga dapat diarahkan untuk meningkatkan akses pelayanan publik
dan mendorong upaya pemerataan pembangunan.
4.2 Rekomendasi
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan sebelumnya, beberapa rekomendasi dihasilkan
untuk meningkatkan efektivitas pemanfaatan pinjaman luar negeri di Indonesia.
1. Meskipun memiliki tingkat biaya yang relatif murah, pinjaman luar negeri memiliki
risiko nilai tukar. Untuk itu, pemerintah perlu melakukan upaya mitigasi risiko fluktuasi
nilai tukar dalam pinjaman luar negeri. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan
mekanisme lindung nilai (hedging) menjadi bagian dalam terms and conditions dari
pinjaman luar negeri. Pengaturan mengenai hedging dapat diakomodasi baik dalam
peraturan perundangan ataupun dalam proses negosiasi dan dituangkan dalam perjanjian
pinjaman luar negeri. Dengan adanya hedging, maka outstanding utang luar negeri
pemerintah dalam jangka panjang akan lebih terkendali.
40
evaluasi proyek pinjaman luar negeri. Oleh karena itu, substansi pemantauan dan
evaluasi proyek pinjaman luar negeri perlu diperluas dengan tidak hanya fokus pada
permasalahan proyek namun juga pada manfaat dan inovasi yang dihasilkan suatu proyek.
Tujuannya adalah untuk memasukkan unsur best practice dan lesson learn yang
dihasilkan dari suatu proyek pinjaman luar negeri, sehingga dapat memberikan penilaian dan
pemilihan proyek yang layak untuk replikasi/scaling up yang lebih terencana.
4. Masukan bagi pelaksanaan studi yang akan datang dalam rangka meningkatkan
efektivitas pemanfaatan pinjaman luar negeri yang belum dilakukan dalam kajian ini
yaitu telaah mengenai evaluasi kebijakan pinjaman luar negeri yang telah dirumuskan
dengan implementasi pelaksanaan pinjaman luar negeri baik secara makro maupun
mikro. Dengan demikian, dapat terlihat apakah pelaksanaan pinjaman luar negeri telah sesuai
dengan kebijakan yang dirumuskan dan sejauh mana gap implementasi kebijakan pinjaman
luar negeri yang terjadi. Hal ini dapat dijadikan sebagai dasar yang penting dalam melakukan
review kebijakan pinjaman luar negeri yang sedang berjalan maupun masukan
bagi
penyusunan kebijakan luar negeri ke depan.
41
DAFTAR
PUSTAKA
Alesina, A., & Weder, B. (1999). Do Corrupt Governments Receive Less Foreign Aid?
National Bureau of Economic Research.
Bank Indonesia. (2008). Manajemen Pinjaman Luar Negeri Swasta Indonesia. Jakarta: PT Elex Media
Komputindo.
Bank Indonesia. (2014a). METADATA: Neraca Pembayaran Indonesia. Jakarta: Departemen Statistik
Bank Indonesia.
Bank Indonesia. (2014b). Laporan Neraca Pembayaran Indonesia. Realisasi Triwulan
IV-2014 , hal. 1-43.
Bank Indonesia. (2015a, October). Statistik Utang Luar Negeri Indonesia Vol: VI Oktober 2015.
Statistik Utang Luar Negeri Indonesia, p. 42.
Bank Indonesia. (2015b). Laporan Neraca Pembayaran Indonesia. Laporan Neraca
Pembayaran Indonesia Realisasi Triwulan III-2015.
Boone, PD 1996, 'Politics and the effectiveness of foreign aid', European Economic
Review, vol. 40, no. 2, pp. 289-329.
Burnside, C & Dollar, D 2000, 'Aid, Policies, and Growth', The American Economic
Review, vol. 90, no. 4, pp. 847-68.
Chowdhury, A., & Islam, I. (n.d.). Retrieved July 9, 2015, from voxeu.org:
http://www.voxeu.org/debates/commentaries/there-optimal-debt-gdp-ratio
Dalgaard, C-J, Hansen, H & Tarp, F. (2004). 'On the Empirics of Foreign Aid and
Growth', The Economic Journal, vol. 114, no. 496, pp. F191-F216.
Dionne, K. Y., Kramon, E., & Roberts, T. (2013). Aid Effectiveness and Allocation: Evidence from
Malawi*.
Direktorat Pendanaan Luar Negeri Multilateral. (2014). Framework Scaling Up (Kerangka Kerja
Replikasi) Hasil-Hasil Terbaik Proyek-Proyek Pinajaman dan Hibah Luar Negeri. Jakarta:
Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.
Easterly, WR 2001, The elusive quest for growth: economists' adventures and misadventures in the
tropics, MIT Press, Cambridge, Mass.
Hjertholm, P, Laursen, J, & White, H. (2000). 'Foreign Aid and The Macroeconomy', in Tarp, F &
Hjertholm, P, Foreign aid and development: lessons learnt and directions for the future,
Routledge, New York; London.
Johnson, D., & Zajonc, T. (2006). Can Foreign Aid Create an Incentive for Good
Governance? Evidence from the Millennium Challenge Corporation. SSRN- id896293.
43
Kementerian Keuangan. (2015a). Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara Tahun Anggaran 2015. Kementerian Keuangan.
Kementerian Keuangan. (2015b). Profil Utang Pemerintah Pusat (Pinjaman dan Surat Berharga
Negara). Profil Utang Pemerintah Pusat (Pinjaman dan Surat Berharga Negara) edisi
September 2015.
Kementerian Keuangan. (2015c). Profil Utang Pemerintah Pusat (Pinjaman dan Surat Berharga
Negara). Profil Utang Pemerintah Pusat (Pinjaman dan Surat Berharga Negara) edisi
November 2015.
44
Mosley, P., Harrigan, J., & Toye, J. (1991). Aid and Power The World Bank and Policy
Proposals Second Edition. USA, Canada: Rautledge.
Perkins, DH, Radelet, S, Lindauer, DL, & Block, SA 2013, Economics of Development, W.
W. Norton & Company, New York.
Radelet, S. (2006). A Primer on Foreign Aid. Center of Global Development.
Sadgrove, K. (2005). Diambil kembali dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Manajemen_risiko
Saumaiyah, F. (2013, June 21). Dipetik May 4, 2015, dari wordpress:
https://fauziauzhe.wordpress.com/2013/06/21/kebijakan-fiskal/
Strout, AM & Chenery, HB 1966, 'Foreign assistance and economic development', The
American Economic Review, vol. 56, no. 4, pp. 679-733.
Sudono, & Sukirno. (2006). Dipetik May 4, 2015, dari
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/34720/3/Chapter%20II.pdf
Svensson, J. (2008). Absorption Capacity and Disbursement Constraints. 311-332. Thirlwall, AP &
World Bank. (2005). Public Debt and Its Determinants in Market Access Countries: Results
from 15 Country Case Studies. World Bank Publication.
45
�
� Kementerian
PPN/
J
Bappenas