Anda di halaman 1dari 26

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Pemboran (drilling)

Pemboran adalah kegiatan yang dilakukan sebelum suatu operasi proses

peledakan batuan. Kegiatan ini bertujuan untuk membuat sejumlah lubang ledak

dengan pola tertentu sebagai tempat pengisian bahan peledak yang kemudian

diledakan untuk membongkar batuan dari kondisi aslinya di alam. Pada dasar prinsip

pengeboran lubang tembak bertujuan untuk mendapatkan kualitas lubang ledak yang

baik dengan melalui pengeboran yang cepat dan dalam posisi yang tepat.

3.1.1 Geometri Pemboran

Geometri peledakan merupakan parameter – parameter yang perlu dilakukan

dalam proses pembuatan lubang ledak, parameter geometri peledakan yang perlu

diperhatikan diantaranya meliputi arah pemboran, pola pengeboran, diameter lubang

ledak dan kedalaman lubang ledak.

 Arah Pemboran Lubang Ledak

Arah pemboran lubang ledak terbagi menjadi dua jenis arah

pemboran yaitu, pemboran sudut tegak dan pemboran sudut miring.

Agar menjamin keseragaman burden dan spasi dalam geometri

peledakan arah penjajaran lubang bor harus sejajar. Pada arah

18

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
19

pemboran lubang ledak tegak, gelombang tekan yang besar akan

diterima oleh lantai jenjang, kemudian menyebabkan tumpukan yang

besar pada lantai jenjang. Hal tersebut disebabkan pada bidang bebas

terdapat gelombang tekan yang dipantulkan sebagian dan sebagian lagi

pada bagian bawah lantai jenjang gelombang tekan juga dipantulkan .

Apabila arah lubang ledak miring, pemakaian pada arah ini akan

membentuk bidang bebas yang lebih luas, yang akan mempermudah

proses pecahnya batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan

lebih besar dan gelombang tekan yang diteruskan pada bagian bawah

lantai jenjang akan lebih kecil.

Berikut ini adalah jenis arah lubang ledak pada gambar 3.1.

(sumber : Efficient Blasting Technique, Dyno 1995)

Gambar 3.1

Arah Pemboran Lubang Tembak

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
20

 Pola Pemboran

Selain arah pemboran lubang tembak, pola pada pemboran juga

sangat penting dalam tahap pelaksanaan kegiatan peledakan. Pemboran

lubang tembak dilakukan dengan suatu pola yang dirancang untuk

mengetahui jumlah batuan yang akan diperoleh per meter pemboran. Pola

pemboran ini dilakukan dengan cara menempatkan titik – titik yang

mempunyai jarak burden dan spacing pada daerah yang akan diledakan,

yang selanjutnya pada titik – titik tersebut dilakukan pemboran. Pola

pemboran yang umum digunakan pada tambang terbuka ada 3 jenis pola,

yaitu :

1. Square Drill Pattern

Jarak burden dan spasi yang sama dimiliki pada pola pemboran

ini.

2. Reactangular Drill Pattern

Jarak spasi pada suatu baris lebih besar dari burden pada pola

pemboran ini.

3. Staggered

Pola pemboran yang mempunyai rancangan selang – seling atau

zig – zag, baik pada square drill pattern ataupun pada

reactangular drill pattern.

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
21

Berikut ini adalah jenis pola pemboran yang biasa digunakan di tambang

terbuka pada gambar 3.2.

( sumber : Hustrulid, 1999 )

Gambar 3.2

Jenis – jenis Pola Pemboran

 Diameter Lubang Ledak

Diameter lubang ledak pada geometri pemboran dilakukan berdasar

dari volume batuan yang dibongkar, tingkat fragmentasi yang dibutuhkan

dan tinggi jenjang. Penggunaan ukuran diameter lubang ledak yang kecil

akan menyebabkan energi yang dihasilkan dari peledakan juga akan lebih

kecil, sehingga tidak dapat membongkar batuan dan menyebabkan ukuran

fragmentasi batuan yang besar berbentuk bongkahan (boulder), lalu pada

penggunaan diameter lubang ledak yang terlalu besar juga dapat

menghasilkan fragmentasi yang kurang baik, yang berbentuk lebih halus

terutama pada kondisi batuan yang mempunyai banyak kekar. Diameter

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
22

lubang ledak berhubungan dengan stemming, dimana lubang ledak yang

besar maka menghasilkan stemming yang besar juga, hal ini dilakukan

untuk menghindari terjadinya ground vibration dan fly rock.

 Kedalaman Lubang Ledak

Kedalaman lubang ledak menyesuaikan dengan tinggi jenjang yang

dirancang oleh perusahaan.Dalam penentuan kedalaman lubang ledak

perlu diperhatikan penambahan subdrilling.Subdrilling adalah

penambahan kedalaman lubang ledak melebihi tinggi jenjang untuk

mendapatkan lantai jenjang yang rata dan tidak menghasilkan lantai

jenjang yang menonjol pada bagian bawah lantai setelah dilakukannya

proses peledakan. Lantai bawah jenjang yang menonjol akan

mengakibatkan kinerja alat gali semakin berat karena adanya sisa batuan

dari peledakan yang tidak sempurna terberai.

3.2 Peledakan (blasting)

Peledakan dalam kegiatan industri pertambangan adalah memecahkan atau

memisahkan batuan padat atau mineral berharga yang bersifat kompak atau masif dari

batuan induknya, sehingga dapat dengan mudah alat berat untuk mengambilnya serta

mempermudah kinerja dari mesin crusher untuk melakukan proses pengecilan ukuran

(kominusi). Proses peledakan memerlukan adanya bahan peledak sebagai sumber

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
23

energi untuk meledakan batuan yang bersifat keras dan tidak dapat dilakukan

pengambilan batuan menggunakan alat gali

3.2.1 Mekanisme Pemecahan Batuan Berdasarkan Teori Kombinasi

Proses pecahnya batuan dalam peledakan terjadi secara 3 fase menurut teori

kombinasi (combined theory), yaitu :

1. Fase I

Ketika bahan peledak diledakkan akan menyebabkan tekanan yang tinggi

sehingga batuan disekitar lubang menjadi hancur. Terdapat gelombang kejut

(shock wave) yang meninggalkan lubang ledak merambat dengan kecepatan

3000 – 5000 m/s, akan menyebabkan terjadinya tegangan tangensial sehingga

menyebabkan rekahan menjalar (radial crack) dari area lubang ledak. Rekah

pertama menjalar terjadi dalam waktu 1 – 2 ms.

2. Fase II

Gelombang kejut yang meningkat pada proses pemecahan tingkat 1 yang

berhubungan dengan tekanan adalah positif. Tekanan akan dipantulkan

apabila telah mencapai bidang bebas.Di dalam batuan gelombang tarik

(tensile wave) akan dirambatkan kembali. Oleh karena lebih kecil

ketahanannya terhadap tarikan daripada tekanan, menybabkan terjadi

rekahan–rekahan primer (primary failure cracks) yang disebabkan oleh

tegangan tarik (tensile stress) dari gelombang yang dipantulkan.

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
24

Tegangan tarik yang kuat maka menyebabkan slambing atau spalling

pada bidang bebas. Pada proses pecahnya batuan pada tingkat I dan tingkat II

kegunaan dari gelombang kejut adalah mempersiapkan batuan dengan

beberapa rekahan kecil. Besar energi gelombang kejut adalah antara 5 – 15 %

dari total energi bahan peledak secara teoritis. Kesiapan dasar untuk proses

pemecahan tingkat akhir disediakan oleh gelombang kejut.

3. Fase III

Rekahan radial primer (tingkat II) diperlebar secara cepat oleh kombinasi

efek dari tegangan tarik disebabkan kompresi radial dan pembajian

(pneumatic wedging) dibawah pengaruh tekanan yang tinggi dari gas hasil

peledakan.

Tegangan tarik tinggi pada massa batuan disebabkan oleh lepasnya batuan

(unloading) yang kemudian dilanjutkan dengan pemecahan hasil yang terjadi

pada proses pecahnya batuan tingkat II. Kemudian beberapa bidang lemah

untuk memulai rekasi fragmentasi utama pada proses peledakan disebabkan

oleh rekahan hasil pada pemecahan batuan tingkat II .

3.2.2 Geometri Peledakan Menurut RL-Ash

Geometri peledakan merupakan faktor yang sangat penting dalam kontrol

hasil peledakan, geometri peledakan yang baik akan menghasilkan ukuran

fragmentasi batuan yang memenuhi kriteria ukuran yang dibutuhkan oleh mesin

peremuk atau crusher. Metode dalam menentukan rancangan geometri peledakan

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
25

dikembangkan oleh para ahli – ahli bidang pertambangan, salah satu metode yang

digunakan dalam rancangan geometri peledakan yaitu metode R.L Ash (1967).

Dalam metode tersebut geometri peledakan meliputi rancangan burden, spasi,

steamming, sub drilling, kedalaman lubang ledak, panjang lubang isian, dan tinggi

jenjang. Berikut adalah gambaran mengenai rancangan geometri peledakan dengan

metode R.L Ash pada gambar 3.3.

( sumber : R. L Ash, 1967 )

Gambar 3.3

Geometri Peledakan menurut R.L Ash (1967)

Rancangan geometri peledakan yang dikembangkan menurut R.L Ash di antaranya

adalah sebagai berikut :

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
26

1) Burden ( B )

Burden merupakan jarak tegak lurus diantara lubang ledak terhadap

bidang bebas terdekat atau arah yang akan dituju batuan hasil peledakan pada

saat akan terlempar. Pada penentuan jarak burden, ada beberapa faktor yang

harus diperhitungkan seperti diameter lubang ledak, bobot isi batuan, dan

struktur geologi dari batuan tersebut. Semakin besar diameter lubang ledak

maka akan semakin besar jarak burden, karena dengan ukuran diameter

lubang ledak yang semakin besar maka bahan peledak yang digunakan akan

semakin banyak pada setiap lubangnya sehingga akan menghasilkan energi

ledakan yang semakin besar.

Selanjutnya, apabila densitas batuannya yang semakin besar, maka

agar energi ledakan berkontraksi maksimal dilakukan dengan memperkecil

ukuran burden. Perhitungan burden pada geometri peledakan menurut R.L

Ash yaitu :

𝐾𝑏𝑥𝐷𝑒
B= (3.1)
39,3

Keterangan :

B = Burden

Kb = Burden ratio

De = Diameter lubang ledak (inchi)

39,3 = Faktor pengubah ke dalam satuan meter

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
27

Untuk menentukan burden, R.L Ash (1967) mendasarkan acuan dibuat

secara empirik, adanya batuan standar dan bahan peledak standar, yaitu :

 Densitas batuan = 160 lb/cuft

 Spesific gravity bahan peledak = 1,20

 Kecepatan detonasi bahan peledak = 12.000 fps

Apabila kondisi batuan yang beda dan penggunaan bahan peledak

yang beda juga, maka nilai Kb juga akan berubah. Untuk mengatasi angka

perubahan Kb, maka perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian

pada kondisi batuan dan bahan peledak yang berbeda. Berikut ini merupakan

persamaan untuk menghitung Kb terkoreksi, AF 1 untuk bahan peledak dan

AF2untuk batuan, yaitu :

1/3
𝑆𝐺 . 𝑉𝑒 2
AF1 = ( ) (3.2)
𝑆𝐺𝑠𝑡𝑑 . 𝑉𝑒𝑠𝑡𝑑2

Keterangan:

SG = Specific Gravity bahan peledak yang digunakan

Ve = Kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan

SGstd = Specific Gravity bahan peledak standard 1,20 gr/cc

Vestd = Kecepatan detonasi bahan peledak standard 12.000 fps

𝐷𝑠𝑡𝑑 1/3
AF2 = ( ) (3.3)
𝐷

Keterangan :

Dstd = Kerapatan batuan standard 160 lb/cuft

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
28

D = Kerapatan batuan yang diledakan

Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah :

Kb = Kbstd x AF1 x AF2 (3.4)

2) Spasi ( S )

Spasi merupakan jarak antar lubang ledak dirangkai dalam satu baris dan

diukur sejajar dengan bidang bebas. Spasi yang lebih kecil akan menyebabkan

ukuran batuan hasil peledakan terlalu hancur, tetapi jika spasi lebih besar akan

menyebabkan terjadi banyak bongkah atau boulder dan tonjolan atau stump

diantara dua lubang ledak setealah peledakan. Berikut adalah persamaan

untuk menghitung spasi, yaitu :

S = Ks x B (3.5)

Keterangan:

Ks = Spacing ratio (1,0-2,0)

B = Burden (meter)

3) Stemming (T)

Stemming merupakan panjang isian lubang ledak yang tidak diisi bahan

peledak, melainkan dengan material lain seperti tanah liat atau material batuan

hasil pemboran.Fungsi dari stemming adalah menyeimbangkan tekanan di

dalam lubang ledak, mengontrol kemungkinan terjadinya airblast atau flyrock,

serta meningkatkan conffining pressure dari gas hasil peledakan.Untuk

menghitung panjang stemming perlu di tentukan terlebih dahulu stemming

ratio (Kt), yaitu perbandingan panjang stemming dengan burden. Biasanya Kt

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
29

standar yang digunakan sebesar 0,70 angka ini cukup untuk mengontrol

airblast dan flyrock dan stress balance. Berikut adalah persamaan untuk

menghitung stemming :

T = Kt x B (3.6)

Keterangan :

Kt = Stemming ratio (0,7 – 1,0)

B = Burden (meter)

4) Subrilling (J)

Subdrilling adalah panjang lubang tembak yang terletak lebih rendah dari

lantai jenjang. Subdrilling bertujuan supaya batuan dapat meledak secara

keseluruhan dan terbongkar tepat pada batas lantai jenjang, sehingga tonjolan

pada lantai jenjang dapat dihindari. Panjang subdrilling diperoleh dengan

menentukan harga subrilling ratio (Kj), yang besarnya tidak lebih kecil dari

0,20. Untuk batuan massive biasnya digunakan Kj sbebesar 0,30. Berikut ini

adalah persamaan untuk menghitung subdrilling, yaitu :

J = Kj x B (3.7)

Keterangan :

Kj = Subrilling ratio (0,20 – 0,40)

B = Burden (meter)

5) Kedalaman Lubang Tembak (H)

Kedalaman lubang tembak adalah jumlah dari panjang Stemming dengan

panjang kolom isian (PC) bahan peledak. Kedalaman lubang ledak biasanya

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
30

disesuaikan terhadap tingkat produksi (kapasitas alat muat) dan pertimbangan

geoteknik. Menurut R.L. Ash, kedalaman lubang ledak berdasarkan pada hole

depth ratio (Kh) yang harganya berkisar antara 1,5 – 4,0. Hubungan

kedalaman lubang ledak dengan burden adalah sebagai berikut :

H = Kh x B (3.8)

Keterangan :

Kh = Hole depth ratio (1,5 – 4)

B = Burden (meter)

6) Panjang Kolom Isian (PC)

Panjang kolom isian adalah panjang kolom lubang tembak yang akan

diisi bahan peledak. Panjang kolom ini adalah kedalaman lubang tembak

dikurangi panjang stemming yang digunakan. Berikut adalah persamaannya :

PC = H – T (3.9)

Dimana :

H = Kedalaman lubang tembak (meter)

T = Stemming (meter)

3.2.3 Geometri Peledakan Menurut CJ-Konya

A) Burden (B) = dihitung berdasarkan jenis batuan dan jenis bahan

peledak serta diameter lubang ledak, berikut rumus dari burden

menurut CJ-Konya:

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
31

1
𝜌𝑒 3
B = 3,15 x De x (𝜌𝑟) (3.10)

Keterangan:

B = Burden (ft)

De = Diameter lubang ledak (inch)

ρe = Densitas bahan peledak

ρr = Densitas batuan

B) Spasi (s) ditentukan berdasarkan sistem delay dari peledakan yang

direncanakan dengan rumus sebagai berikut:

1. Serentak tiap baris lubang ledak:

𝐻+2𝐵
H < 4B S= (3.11)
3

H > 4B S = 2B (3.12)

2. Beruntun dalam tiap baris lubang ledak:

𝐻+7𝐵
H < 4B S= (3.13)
8

H > 4B S = 1.4B (3.14)

Keterangan:

H = Tinggi Jenjang

S = Spasi

B = Burden

C) Stemming (T) untuk menentukan kedalaman stemming rumus yang

digunakan adalah sebagai berikut:

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
32

T = 0.7 x B (3.15)

D) Subdrilling (J) untuk menentukan kedalaman subdrilling dapat

menggunakan rumus sebagai berikut:

J = 0.3 x B (3.16)

E) Tinggi jenjang (H) :perhitungan tinggi jenjang atau kedalaman lubang

ledak dapat ditulis sebagai berikut:

H = T – PC (3.17)

F) Kolom isian (PC) : perhitungan kolom isian bahan peledak dapat

menggunakan rumus :

PC = H-T (3.19)

3.2.4 Geometri Peledakan Menurut ICI - Explosives

Rumusan geometri peledakan yang mengacu pada kondisi aktual di lapangan

dengan mengacu pada diameter lubang ledak serta burden.

a. Burden (B) = 25 de ~ 40 de (3.20)

b. Spasi (S) = 1 B ~ 1,5 B (3.21)

c. Subdrilling (J) = 8 de ~ 12 de (3.22)

d. Stemming (T) = 20 de ~ 30 de (3.23)

3.2.5 Jumlah Penggunaan Bahan Peledak

Hasil peledakan, terutama pada tingkat fragmentasi yang dihasilkan sangat

dipengaruhi oleh jumlah penggunaan bahan peledak. Hal ini mempengaruhi pada saat

pengisian bahan peledak dalam lubang tembak, yaitu :

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
33

1) Konsentrasi Isian (loading density)

Loading density adalah banyaknya isian bahan peledak yang digunakan pada

kolom isian (PC) lubang tembak. Banyaknya isian bahan peledak tiap meter

serta panjang kolom isian (loading density) ditentukan untuk menghitung

jumlah lubang tembak. Dalam menghitung jumlah kolom isian dapat dilihat

persamaan sebagai berikut :

de = 0,508 x De2 x SG (3.24)

Keterangan:

de = Loading density (kg/m)

De = Diameter lubang ledak (inchi)

SG = Spesific gravity bahan peledak yang digunakan

Maka banyaknya bahan peledak yang digunakan dalam satu lubang tembak

dapat dicari dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

E = de x PC (3.25)

Keterangan :

E = Jumlah bahan peledak tiap lubang ledak (kg)

de = Loading density bahan peledak yang digunakan (kg/m)

PC = Panjang kolom isian (meter)

2) Powder Factor

Powder factor adalah perbandingan antara jumlah bahan peledak yang

digunakan terhadap jumlah batuan yang diledakan. Berikut ini adalah

persamaan dalam menghitung powder factor sebagai berikut :

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
34

𝐸
Pf = (3.26)
𝑉

Keterangan:

Pf = Powder Factor( kg/ton)

V = Berat batuan yang diledakan (ton)

E = Berat bahan peledak yang digunakan (kg)

Dalam menentukan powder factor, ada dua macam satuan yang

digunakan, yaitu :

 Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakan (kg/m3)

 Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakan (kg/ton)

Powder factor dipengaruhi oleh geometri peledakan, struktur geologi dan

karakteristik massa batuan itu sendiri. Berikut adalah hubungan powder

factor dengan beberapa jenis batuan pada tabel 3.1.

Tabel 3.1

Hubungan Nilai Powder Factor Dengan Jenis Batuan

Jenis Batuan Powder Factor (kg/m3)

Massive high strength rocks 0,60 – 1,50

Medium strength rocks 0,30 – 0,60

Highly fissure rocks, weathered or soft 0,10 – 0,30

( sumber : Jimeno, 1995 )

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
35

3.2.6 Waktu Tunda (Delay Period)

Untuk melakukan suatu watu tunda (delay period) digunakan suatu alat

yang bernama delay detonator. Keuntungan dari pemakaian delay detonator adalah

sebagaiberikut :

 Fragmentasi yang dihasilkan akan lebih baik.

 Mengurangi timbulnya getaran pada tanah (ground vibration).

 Dapat menimbulkan bidang bebas untuk peledakan selanjutnya.

Beban muatan barus dean akan menghalangi pergeseran baris setelahnya apabila

waktu tunda antar baris terlalu pendek. Material batuan baris kedua akan terlempar ke

arah vertikal sehingga terjadi tumpukan, namun apabila waktu tunda terlalu lama,

mak hasil bongkaran akan terlempar jauh kedepan selain itu juga mengakibatkan

flyrock. Hal ini terjadi karena tidak ada dinding batuan yang berfungsi sebagai

penahan lemparan batuan di belakangnya.

3.2.7 Pola Peledakan

Pola peledakan merupakan urutan waktu peledakan antara lubang bor dalam

satu baris dengan lubang bor pada baris berikutnya. Pola peledakan ini ditentukan

berdasarkan urutan waktu meledak serta arah runtuhan material yang

diharapkan.Agar peledakan berjalan dengan baik, maka perlu perencanaan yang teliti

dalam menentukan pola peledakan. Ada beberapa hal yang prtlu diperhatikan pada

saat merencanakan pola peledakan, yaitu :

1. Kuat tekan batuan yang akan diledakan

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
36

2. Fragmentasi hasil peledakan yang diinginkan

3. Bidang bebas yang ada serta arah jatuhnya batuan

4. Jenis bahan peledak yang akan digunakan

5. Jumlah baris yang didasarkan pada lebar daerah yang akan

diledakan sesuai dengan kebutuhan produksi

Ada dua macam pola peledakan yang dibagi didasarkan atas arah runtuhan

batuan dan waktu peledakan. Pola peledakan yang berdasarkan arah runtuhan

batuan dibagi menjadi 3 pola, yaitu :

1) Box cut

Box cut yaitu pola peledakan dimana peledakan diawali dari bagian

tengah suatu jenjang dan mempunyai dua bidang bebas. Arah runtuhan

pola box cut ke depan dan membentuk kotak.

2) V cut

V cut yaitu pola peledakan yang arah runtuhan batuannya ke depan dan

pada pola V cut ini membentuk huruf V.

3) Corner cut

Corner cut yaitu pola peledakan dimana peledaakn diawali dari sudut

suatu jenjang dan memiliki tiga bidang bebas. Arah runtuhan pola

peledakan corner cut adalah kesalah satu sudut pada bidang bebasnya.

Pola peledakan berdasar urutan waktu peledakan, maka pola peledakan terbagi

menjadi 2 jenis, yaitu :

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
37

1) Pola peledakan serentak, Pola ini adalah pola yang menerapkan

peledakan secara serentak untuk semua lubang tembak.

2) Pola peledakan beruntun, adalah pola yang menerapkan peledakan

dengan waktu tunda antara baris yang satu dengan baris yang lainnya.

Berikut ini adalah gambaran pola peledakan berdasarkan arah runtuhan batuan

yang dapat dilihat pada gambar 3.4, 3.5 dan 3.6.

(Sumber: Konya 1990)

Gambar 3.4

Pola Peledakan V cut

(Sumber: Konya, 1990)


Gambar 3.5

Pola peledakan Box Cut

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
38

(Sumber: Konya, 1990)

Gambar 3.6

Pola Peledakan Corner Cut

3.3 Fragmentasi

Fragmentasi adalah ukuran tiap bongkah batuan hasil peledakan. Dalam

fragmentasi ada beberapa faktor yang berpengaruh dalam pemboran dan peledakan

yang bersifat tidak dapat dikendalikan kerena prosesnya terjadi secara alami. Faktor-

faktor berikut antara lain:

 Specific Gravity Influence (SGI)

SGI adalah sifat batuan terkait berat jenis dan prioritasnya. Batuan

yang memiliki bobot isi kecil umumnya akan lebih mudah mengalami

deformasi dan memerlukan energy peledakan yang rendah untuk

pemecahanya. Peningkatan porositas akan menghambat penjalaran

gelombang kejut di dalam massa batuang yang kemudian menghambat

penjalaran gelombang kejut di dalam massa batuan.

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
39

 Joint Plane Spacing (JPS)

JPS adalah jarak tegak lurus antara dua bidang lemah yang saling

berurutan. Semakin jauh jarak antara bidang lemah (<2000 mm),

batuan tersebut dapat dikatakan memiliki lapisan yang sangat

tebal.Sedangkan bila jarak antara bidang lemah kecil (<20 mm), maka

batuan dapat dikatakan terdiri dari laminasi tipis atau sedimentasi.

 Joint Plane Orientation (JPO)

Untuk Orientasi bidang lemah dengan arah kemiringan kedalam pit,

bok bauan pada crest akan berpotensi mengakibatkan ketidakmantapan

lereng. Sedangkan orientasi bidang lemah utama yang memiliki arah

kemiringan ke dalam massa batuan operasi peledakan berpotensi

meninggalkan toe yang tidak hancur serta batuan menggantung.

Kedudukan bidang lemah utama yang sejajar dengan bidang bebas

atau tegak lurus arah peledakan akan menghasilkan lereng yang

mantap.

Dari semua faktor tersebut kemudian dijadikan sebagai data pembobotan masa

batuan untuk peledakan agar didapat nilai faktor batuan yang didapat dari blastability

index (BI). Penjumlahan pembobotan lima parameter digunakan untuk menentukan

nilai BI ditentukan. Dimana parameter tersebut berdasarkan teori Lily (dalam

Hustrulid 1999: 107-108) yaitu: Rock mass Description (RMD), Joint Plane Spacing

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
40

(JPS), Joint Plane Orientation (JPO), Specific Gravity Influence (SGI). Berikut akan

dilampirkan tabel pembobotan massa batuan berdasarkan Lily 1996.

Tabel 3.2

Pembobotan Massa Batuan Untuk Peledakan (Lily,1996)

Untuk menghitung rumus blastabilty index dapat dilihat pada rumus berikut:

BI = 0,5 x (RMD + JPS + JPO + SGI + H) (3.27)

Kemudian hasil dari persamaan tersebut didapat nilai faktor batuan dengan rumus

sebagai berikut:

RF = 0,12 x BI (3.28)

Tingkat frgamentasi yang seragam menyebabkan bertambahnya produktivitas,

berkurangnya keausan serta kerusakan peralatan, menyebabkan turunya biaya

pengangkutan dan pemuatan dan proses selanjutnya. Selain itu dalam hasil

fragmentasi yang baik akan mengurangi proses secondary blasting dan secondary

crushing. Ukuran fragmentasi biasanya mempunyai kriteria ukuran yang dibatasi oleh

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
41

dimensi bucket alat gali muat (excavator, shovel, dan loader) yang akan memuat ke

dalam bak dump truck, dan dibatasi oleh gap ukuran bukaan crusher.

3.3.1 Metode Pengukuran Fragmentasi

Kuznetsov merumuskan hasil penelitiannya ini pada suatu persamaan seperti

yang terlihat pada persamaan di bawah ini :

Cunningham (kuznetsov Equation)

𝑉𝑛 0,8
X mean = A x [ ] x 𝑄1/6 (3.29)
𝑄

Keterangan :

Xmean = Ukuran rata-rata fragmen batuan (cm)

A = Faktor batuan

V0 = Volume batuan per-lubang ledak (BxSxL)

Qe = Volume bahan peledak yang digunakan.

Agar dapat digunakan pada semua jenis bahan peledak, Cunningha (1983)

menyempurnakan persamaan Kuznetsov menjadi :

𝑉𝑛 0,8 𝐸 −0,630
Xmean= A [ ] Q16[ ] (3.30)
𝑄 101

Keterangan:

E = kekuatan berat relatif (Relatif Weight Strength) bahan peledak yang

dipakai, (untuk ANFO +Emultions = 101.1)

Hasil fragmentasi yang didapat dari persamaan Kuznetsov dan Cunningham

hanya dapat menampilkan ukuran rata-rata dari seluruh fragmentasi hasil peledakan

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
42

dan tidak dapat menggambarkan seberapa banyak ukuran fragmentasi kecil, besar

atau bahkan bongkah yang dihasilkan dari suatu peledakan

Dari par ameter di atas dapat disimpulkaan bahwa hal yang terpenting untuk

diidentifikasi yaitu distribusi ukuran fragmentasi batuan yang kemudian diperoleh

gambaran tentang ukuran fragmentasi yang dibutuhkan. Sehingga dibutuhkan

rumusan untuk mengetahui distribusi ukuran fragmentasi batuan.

Untuk mendapatkan ukuran fragmentasi batuan, Rosin Ramler, digunakan

formula dengan menggunakan parameter ukuran rata-rata fragmentasi dari Kuznetsov

dan Cunningham, dengan rumus sebagai berikut :

R =e - [X/Xc]x100% (3.31)

Keterangan:

R = Banyaknya batuan yang tertahan pada ayakan

X = Ukuran ayakan, ( mm )

n = Indeks Keseragaman

e = ephsilon = 2.71

𝑋𝑚𝑒𝑎𝑛
Xc = 1
(0,693)𝑛

Apabila nilai n yang tinggi makan tingkat keseragaman dari ukuran tinggi

sedangkan sebaliknya apabila nilai “n”kecil menunjukkan tingkat keseragaman

ukuran yang rendah. Kisaran nilai “n” yang normal untuk fragmentasi peledakan

adalah 0.75 – 1.5.

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan
43

Dengan mempertimbangkan beberapa faktor tesebut kemudian dikembangkan

dengan persamaan Kuznetsov, maka terbentuk formula yang disebut Kuz-Ram Model,

Persamaannya yaitu sebagai berikut :

𝑏 𝑊 𝑎−1 𝐿
n = ( 2.2 – 14 )(1– ){1+ } (3.32)
𝑑 𝐵 2 𝐻

Keterangan:

B = Burden, ( m )

De = Diameter lubang tembak, ( mm )

W = Standar deviasi lubang bor, ( m )

A = Ratio spasi terhadap burden

L = Panjang isian bahan peledak, ( m )

H = Tinggi jenjang, ( m )

Kajian teknis geometri peledakan untuk mendapatkan powder factor yang optimal pada tambang batugamping di PIT Kemuning terowongan
PT. Holcim Indonesia Tbk, Plant Narogong, Jawa Barat
Gde Dananjaya Danika Darmawan

Anda mungkin juga menyukai