Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH THAHARAH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah : Fiqh


Dosen pengampu : Dr. Azni, M.Ag

Kelompok 1

Ivan Syahdila (11940211336)

KELAS 3 C
JURUSAN BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVEERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM
RIAU
2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT., yang telah melimpahkan


nikmatnya kepada saya dalam menyusun makalah ini. Dibelakang itu shalawat dan
salam selalu diaturkan kepada sang kekasih yakni Nabi Muhammad SAW. Sehingga
makalah ini bisa terselesaikan, guna memenuhi tugas makalah dalam mata kuliah
Fiqh dengan pembahasan tentang Thaharah.
Rasa terimakasih juga saya ucapkan kepada semua orang yang mendukung
dan memberikan kritik serta salam dalam terselesaikannya makalah ini. Terkhusus
kepada bapak ... yang membimbing saya dalam mata kuliah ini. Dan di atas semua itu
rasa terimakasi saya persembahkan kepada orang tua saya yang selalu mendukung,
mendoakan, dan menyokong saya sehingga saya bisa sampai pada titik ini.
Sampailah saya kepada harapan bahwa dengan makalah ini akan membawa
pencerahan dalam memahami seputaran masalah thaharah.

Pasaman, 20 November 2020

Ivan Syahdila

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................................ ii

DAFTAR ISI .......................................................................................................................................... iii

BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................................................... 1

LATAR BELAKANG ........................................................................................................................ 1

RUMUSAN MASALAH ................................................................................................................... 1

TUJUAN MASALAH ........................................................................................................................ 1

BAB 2 PEMBAHASAN ......................................................................................................................... 3

PENGERTIAN THAHARAH ............................................................................................................ 3

PEMBAGIAN AIR ............................................................................................................................ 4

NAJIS ................................................................................................................................................. 7

SESUATU YANG SUCI DENGAN PENYAMAKAN DAN YANG TIDAK ................................. 8

BEJANA YANG HALAL DAN YANG HARAM ............................................................................ 9

BERSIWAK ..................................................................................................................................... 10

BERISTINJA‟ .................................................................................................................................. 11

BERWUDHU ................................................................................................................................... 13

MENGUSAP KHUF ........................................................................................................................ 17

TAYAMUM. .................................................................................................................................... 18

HAID, NIFAS, DAN ISTIHADOH ................................................................................................. 20

MANDI ............................................................................................................................................ 20

BAB 3 PENUTUP................................................................................................................................. 25

KESIMPULAN ................................................................................................................................ 25

SARAN ............................................................................................................................................ 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................................... 26

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Ibadah adalah sebagai implementasi rasa syukur kepada Allah sebagai
pencipta segala yang zahir dan bathin. Dalam beribadah kepada Allah diwajibkan atas
hambanya untuk menyucikan diri. Karena masih banyak orang yang ragu akan
bagaimana menyucikan diri yang benar maka dalam makalah ini akan menerangkan
bagaimana thaharah yang benar menurut syariat Islam dalam pendapat mazhab syafi‟i
sebagai mazhab mayoritas di Indonesia.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari thaharah?
2. Apa saja pembagian air dan air untuk bersuci?
3. Apa saja hal yang bisa disamak dan yang tidak?
4. Bagaimana masalah tentang bejana / wadah dari perak dan emas?
5. Bagaimana cara bersiwak ?
6. Bagaimana cara berwudhu ?
7. Bagaimana cara beristinja‟ ?
8. Bagaimana cara mandi ?
9. Bagaimana cara mengusap khuf ?
10. Bagaimana cara bertayamum ?
11. Seperti apa najis ?
12. Apa itu haid, nifas dan istihadah?

C. TUJUAN MASALAH
1. Mengerti yang dimaksud dengan thaharah.

1
2. Mengetahui dan mengerti pembagian air dan air yang bisa digunakan untuk
bersuci.
3. Mengetahui cara menyamak kulit.
4. Mengetahui seputaran masalah bejana.
5. Mengetahui seputaran masalah bersiwak.
6. Mengetahui tentang berwudhu.
7. Mengetahui cara beristinja‟.
8. Mengetahui dan memahami cara mandi wajib maupun sunah.
9. Mengetahui cara mengusap khuf.
10. Mengetahui seputaran masalah tayamum.
11. Memahami dan mengetahui tentang yang berkaitan dengan najis.
12. Mengetahui dan memahami tentang haid, nifas dan istihadah.

2
BAB 2
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN THAHARAH.
Bersuci adalah aspek pertama dalam beribadah. Jika seseorang bernajis atau
berhadas maka orang tersebut harus menyucikan dirinya demi bisa melaksanakan
ibadah yang lain. Bersuci atau thaharah (‫ )الطهارة‬secara bahasa berarti )‫ (النظافة‬yaitu
kebersihan. Secara istilah (syariat) “apa-apa yang membolehkan dengannya itu untuk
shalat, yaitu adalah berwudhu, mandi, tayamum, dan mengangkat najis”.1
Adapun thaharah menurut para ulama antara lain:
 Ulama Hanafiyah
ٍ ‫ث اَو َخ َب‬
‫ث‬ َ ُ ‫ظافَة‬
ٍ ‫عن َح َد‬ َّ
َ َّ‫الطاه ََرة ُ ش َْرعًا الن‬
“Thaharah adalah bersih dari hadats dan khabats.”
 Ulama Syafiiah
َ ‫ث أ َ ْو إِزَ الَةُ النَّ َاَجا‬
‫س ِة‬ ِ ‫ع ال َح َد‬ ْ ‫ َوثَانٌِ ِه َما‬.‫ص ََلة‬
ُ ‫ارتِفَا‬ َّ ‫ًءٍ ت ُ ْستَبَا ُح بِ ِه ال‬ َ ‫ أ َ َح ُد ُه َما فِ ْع ُل‬: ‫علَى َم ْعنٌَ ِْن‬
ْ ‫ش‬ َ ‫ارة ُ ش َْرعًا‬
َ ‫الط َه‬ ْ ُ‫ت‬
َّ ‫طلَ ُك‬
“Dua makna thaharah: pertama, suatu pekerjaan yang menjadikan shalat itu
sah. Kedua, mengangkat hadast atau menghapus najis.”
 Ulama Malikiyyah
‫صلًِّ فٌِ ِه‬
َ ٌُ ‫َان الَّذِي‬
ِ ‫ َوفًِ َمك‬,ُ‫ص ََلة بِث َ ْوبِ ِه الَّذِي ٌَحْ مِ لُه‬
َّ ‫صوفِ َها استِبَا َحة ُ ال‬
ُ ‫صفَة ُح ْكمٌَّة تُو َاَجبُ ِل َمو‬
ِ ‫ارة‬ َّ
َ ‫الط َه‬
“Thaharah merupakan suatu karakter hukum yang wajib bagi shalat,
sehingga diperbolehkan dengan pakaian yang dibawanya dan dengan tempat
yang terdapat shalat di dalamnya.”
 Ulama Hanabilah
‫ث َو َما فًِ َم ْعنَاهُ َوزَ َوا ُل النَّ َاَج ِس‬
ِ ‫ع ال َح َد‬
ُ ‫ارتِفَا‬
ْ ًِ َّ ‫ارة ُ فًِ ال‬
َ ‫ش ْرع ه‬ َّ
َ ‫الط َه‬
“Thaharah dalam tinjauan syariat adalah mengangkat hadast dan yang
semisal dengannya serta menghilangkan najis.”2

1
Muhammad Qasim Al-Ghazi, “Fathul Qarib Mujib”, 1343 H, hal. 3
2
Abdurrahman Al-Jazairi, “Fiqh „Ala Arba‟ah Mazhab”. (Darul Kutub Al-„Ilmiah,Beirut : 2003) Juz-
1

3
Bersuci adalah masalah yang sangat kompleks yang mana pembahasan
tentang bersuci ini adalah masalah paling fundamental dalam furu‟ ibadah. Jika kita
tidak paham apa dan bagaimana cara bersuci maka ibadah kita yang lain tidak akan
sah. Pembahasan ini mencakup seluruh aspek bersuci mulai dari alat sampai tata cara
bersuci.
Dalil diwajibkannya bersuci :
 QS. Al-Baqarah : 222
‫ان هللا ٌحب التوابٌن وٌحب المتطهرٌن‬
“Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan yang menyucikan
diri.”
 HR. Imam Muslim
‫الٌمبل هللا صَلة بغٌر طهور‬
“Allah tidak akan menerima shalat yang tidak dengan bersuci.”
Maka pemahasan selanjutnya adalah tentang air yang mana air adalah salah
satu dari alat untuk bersuci.

B. PEMBAGIAN AIR
Air adalah zat yang sangat diutamakan sebagai alat dalam bersuci, jika tidak
ada mudhrat yang menyertai pemakaiannya dan hal-hal lain yang membuat tidak bisa
memakai air.
Adapun macam-macam air yang bisa digunakan untuk bersuci antara lain:
1. Air hujan (QS. Qaaf : 9)
2. Air laut (QS. Al-Maidah : 96)
3. Air sungai (QS. Al-Mursalat : 27)
4. Air sumur (QS. Al-Mursalat : 27)
5. Air mata air (QS. Al-Mursalat : 27)
6. Air salju (QS. An-Nur : 43)
7. Air embun (QS. An-Nur : 43)

4
Selanjutnya, air terbagi kepada lima macam:
1. Yang pertama, air yang suci pada zatnya menyucikan pada yang lain tidak
makhruh memakainya air (‫(طاهر مطهر غٌر مكروه استعماله‬. Yaitu air “mutlak”
contohnya seperti air laut.
2. Yang ke dua, air yang suci lagi menyucikan tetapi makhruh memakainya air
(‫)طاهر مطهر غٌر مكروه استعماله‬. Yaitu air “musyammas”.
Air musyammas adalah air yang dipanaskan oleh matahari yang mana air ini
terdapat dalam wadah logam selain emas dan perak. Jika air tersebut telah
dingin maka hilanglah kemakruhannya.
Tidak makruh menggunakan air musyammas dalam wadah yang terbuat dari
logam mulia (emas dan perak) bukan berarti boleh menggunakan wadah
tersebut. Sebab penggunaan wadah emas dan perak hukumnya haram dari sisi
menggunakan emas dan perak. Sedangkan tidak makruhnya menggunakan air
musyammas dalam wadah tersebut karena memandang sisi tidak
membahayakan menggunakan air musyammas tersebut. Sehingga hukumnya
tidak makruh.3
Syarat dimakruhkannya air musyammas antara lain:
a. Berada di daerah bercuaca panas seperti Mekkah. Namun jika
digunakan di daerah yang bercuaca sedang seperti Mesir, ataupun
Indonesia itu tidak makhruh.
b. Panasnya matahari merubah kondisi air seperti munculnya zat yang
berasal dari karat logam.
c. Air berada dalam wadah yang terbuat dari logam selain emas dan
perak.
d. Air digunakan saat suhu sedang panas.
e. Digunakan pada kulit tubuh. Meskipun pada orang kusta, orang mati
dan hewan.

3
Muhammad Qasim Al-Ghazi. “Fathul Qarib Mujib”........hal. 3

5
f. Masih ada air selain musyammas yang dapat digunakan.
g. Waktu shalat masih lapang sehingga bisa mencari air yang lain.
h. Tidak mendapat bahaya secara nyata ataupun prasangkanya. Jika
meyakini atau menduga akan muncul bahaya maka haram hukum
memakai air.4
Bila tidak memenuhi sembilan syarat ini maka hukum
menggunakannya air tidak lagi makruh.
3. Yang ke tiga, air yang suci tapi tidak menyucikan(‫)طاهرغٌر مطهر‬.
Ada dua macam air yang suci tapi tidak menyucikan:
a. Air Musta‟mal
Yaitu air yang telah digunakan untuk menghilangkan hadast atau
najis. Dengan syarat tidak berubah ataupun bertambah.
b. Air yang berubah
Yaitu air yang berubah salah satu sifatnya disebabkan oleh suatu
benda yang suci yang mana itu merobah penyebutan nama air
tersebut. Contohnya kopi.
4. Yang ke empat, air najis atau air mutanajis ( ‫( ماء ناَجس‬.
Ada dua pembagian air najis:
a. Air yang volumenya sedikit (kurang dari dua kullah).
Yaitu air yang di dalamnya terdapat najis baik air mengalami
perubahan atau tidak.
Dalam kategori ini dikecualikan bahwa kemasukan bangkai
binatang yang tidak memiliki darah yang dapat mengalir saat
dibunuh atau dirobek bagian tubuhnya, seperti lalat, tanpa sengaja
memasukkannya. Dan juga najis yang tidak terlihat oleh mata.
b. Air yang volumenya banyak (sama atau lebih dari dua kullah)
kemudian terjadi perubahan. 5

4
Nawawi Al-Jawi. “Nihayat Az-Zain”. Darul Kutub Al-Ilmiah, hal. 17

6
Ukuran dua kullah yaitu :
a) Menurut Imam Nawawi = 174,580 lt / kubus berukuran kurang
lebih 55,9 cm.
b) Menurut Imam Rofi‟i = 176,245 lt / kubus berukuran kurang
lebih 56,1 cm.
c) Menurut Ulama Iraq = 225,325 lt / kubus berukuran kurang
lebih 63,4 cm.
d) Mayoritas Ulama = 216,000lt / kubus berukuran kurang lebih
63,4 cm.6
5. Yang ke lima, air yang menyucikan tapi haram memakainya )‫( الماء المطهر الحرام‬.
contohnya seperti air wudhu menggunakan air ghosob atau air yang
disediakan untuk minum.7

C. NAJIS
Setiap benda yang keluar dari dua jalan (dubur dan qubul) hukumnya adalah
najis. Kecuali sperma. Membasuh kencing dan kotoran itu wajib kecuali kencing bayi
laki-laki kecil yang belum memakan makanan selain ASI maka cara menyucikannya
cukup menyiramkan dengan air. Sedangkan bayi perempuan air kencingnya
hukumnya najis.
Perkara najis tidak dimaafkan kecuali sedikit seperti darah hewan yang tidak
mengalir apabila jatuh kedalam bejana dan mati maka tidak menajiskan isi bejana.
Seluruh hewan itu suci kecuali anjing dan babi dan yang lahir dari keduanya
atau salah satunya. Adapun bangkai itu najis kecuali ikan, belalang dan manusia.
Bejana yang terkena jilatan anjing dan babi harus dibasuh tujuh kali, salah
satu basuhannya dengan tanah. Sedangkan najis yang lain cukup dibasuh sekali
namun tiga kali lebih baik.8

5
Muhammad Qasim Al-Ghazi. “Fathul Qarib Mujib”.......hal.3-4
6
Ibrahim Al-Baijuri. “Al-Baijuri”. Darul Kutub Al-Ilmiah, Juz-1, hal.78-79
7
Muhammad Qasim Al-Ghazi.“Fathul Qarib Mujib”.........hal. 4

7
Cara membasuh najis bedasarkan jenisnya:
 Jika najis „ainiyah (jelas terlihat) maka cara membasuhnya adalah dengan
menghilangkan najis yang tampak. Sehingga hilang sifat-sifat najisnya baik
berupa rasa, warna ataupun bau.
 Jika najis hukmiyah (tidak terlihat) maka cukup dengan mengalirkan air
meskipun hanya sekali pada benda yang terkena najis itu.9
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa jenis najis bedasarkan tingkatannya,
yaitu:
 Najis Mughalazah (berat), yaitu anjing dan babi. Cara membasuhnya tujuh
kali salah satu basuhan menggunakan air bercampur tanah.
 Najis Mutawasitah (pertengahan), yaitu darah, air seni, kotoran, nanah,
muntah dan madzi (cairan yang keluar ketika syahwat tinggi tapi bukan mani).
Cara membersihkannya dengan dibasuh sampai hilang sifat najisnya.
 Najis Mukhaffafah (ringan), yaitu air kencing bayi laki-laki yang masih dalam
masa penyapihan atau masih menyusu yang belum makan apa-apa.10

D. SESUATU YANG SUCI DENGAN PENYAMAKAN DAN YANG


TIDAK.
Semua tulang, bulu dan kulit bangkai itu berstatus najis. Begitu pula dengan
bangkai itu sendiri adalah najis. Kecuali rambut manusia itu suci sebagaimana
jenazahnya. Semua kulit bangkai bisa disucikan dengan cara di samak. Baik hewan
itu halal ataupun tidak. Kecuali kulit anjing dan babi dan peranakan dari keduanya
ataupun salah satunya.
Cara melakukan penyamakan adalah :

8
Abu Suja. “Matan Abu Suja”. (Maktabah Al-Jumhuriyah Al-Arobiyah, Kairo-Mesir), hal. 6
9
Muhammad Qasim Al-Ghazi. “Fathul Qarib Mujib”.........hal. 10
10
Hadi Mulyono. “Dari Ringan ke Berat, Ini Tiga Macam Najis Lengkap Beserta Contohnya”.
https://www.google.com/amp/s/m.akurat.co/945374/dari-ringan-ke-berat-ini-tiga-macam-najis-
lengkap-beserta-contohnya , 7 Jan 2020. Diakses pada 24 Nov 2020 pukul 20.32

8
a. Dengan menguliti sisa-sisa yang ada pada kulit, yakni apa-apa yang bisa
membuat busuknya kulit, yaitu darah dan semisalnya.
b. Dengan menggunakan sesuatu yang kasar / kesat.11
Dalil dihalalkannya penyamakan adalah :
Suatu ketika Abdullah bin Abbas memberikan sedekah berupa seekor
kambing kepada seorang miskin. Namun tidak berapa lama kambing itu mati jadi
bangkai. Ketika Nabi lewat di antara mereka, beliau SAW menyarankan untuk
menguliti kambing itu dan memanfaatkan kulitnya.
‫ انما حرم اكلها‬: ‫ فمال‬،‫ انها مٌتة‬: ‫هَل اخذتم اهابها فدبغتموه فانتفهتم به؟ فمالوا‬
“Kenapa tidak kalian gunakan kulitnya dengan menyamaknya sehingga bisa
dimanfaatkan? Mereka menjawab, “Ini bangkai”. Baliau SAW berkata, “Yang
diharamkan adalah memakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim).

E. BEJANA YANG HALAL DAN YANG HARAM.


Bejana adalah tempat atau wadah dalam menampung sesuatu, baik benda
padat ataupun cair. Bejana dibagi kepada dua macam yaitu yang halal digunakan dan
yang haram, adapun pembagian tersebut antara lain:
1. Haram
Haram, kecuali dalam kondisi terpaksa bagi laki-laki maupun perempuan
menggunakan sesuatu dari bejana emas dan perak. Baik ketika makan, minum
atau selain keduanya.
Sebagaimana haram menggunakannya maka haram pula menyimpannya
walau tanpa menggunakannya. Haram juga menggunakan bejana yang telah
disepuh/dilapisi emas dan perak.
2. Halal
Diperbolehkan menggunakan bejana yang terbuat dari selain emas dan perak,
walaupun dari wadah yang indah seperti dari intan. 12

11
Muhammad Qasim Al-Ghazi. “Fathul Qarib Mujib”...........hal. 4

9
Haram hukumnya menggunakan wadah yang ditambal dengan perak yang
besar dengan tujuan menghiasi. Maka jika tambalan tersebut besar namun karena
hajat maka boleh tetapi hukumnya makruh.
Jika tambalannya kecil dengan tujuan menghiasinya maka hukumnya makruh.
Namun jika karena ada hajat maka tidak dimakruhkan sama sekali. Adapun tambalan
yang terbuat dari emas maka hukumnya haram secara mutlak. 13
Dalil keharaman bejana emas dan perak:
‫ ولكم فً االخرة‬، ‫ فانها لهم فً الدنٌا‬، ‫ والتاكلوا فً صحافهما‬، ‫ال تشربوا فً انٌة الذهب والفضة‬
“Janganlah kamu minum dengan bejana yang terbuat dari emas dan perak, dan
jangan pula kamu makan pada piring yang terbuat dari emas dan perak, karena
sesungguhnya yang seperti itu adalah untuk mereka (orang kafir) di dunia, dan kamu
di akhirat.” (Mutafaqqun Alaih).

F. BERSIWAK.
Bersiwak atau yang telah sama kita tahu dengan menyikat gigi
(membersihkan mulut). Bersiwak disunahkan pada setiap saat. Bersiwak juga
termasuk dalam kesunahan wudhu dan tidak berhukum makruh tanzih14 kecuali
setelah waktu tergelincirnya matahari bagi orang yang berpuasa sunnah maupun
fardhu. Hukum makruh hilang ketika terbenam matahari.15
Bersiwak lebih diutamakan kesunahannya pada tiga waktu:
1. Ketika terjadi perubahan bau mulut sebab azm16 dan selain azm seperti
memakan makanan yang berbau tajam.
2. Ketika bangun dari tidur.
3. Ketika hendak melaksanakan shalat fardu atau sunnah.17

12
Ibid. hal. 4
13
Ibid
14
Makruh tanzih adalah makruh murni tanpa ada nilai yang lain. Istilah ini sebagai lawan dari istilah
makruh tahrim karena makruh tanzih memiliki nilai haram di dalamnya sedangkan makruh tanzih tidak
menyebabkan dosa.
15
Muhammad Qasim Al-Ghazi.”Fathul Qarib Mujib”...........hal. 4
16
Karena lama diam

10
Juga bersiwak memiliki kesunahan yang besar ketika seperti membaca Al-
Quran dan menguningnya gigi.
Dengan bersiwak seseorang disunahkan:
 Berniat melakukan kesunahan. Naitnya adalah ‫نوٌت سنة االستٌان‬
 Menggunakan tangan kanan saat bersiwak
 Memulai proses bersiwak dari mulut bagian kanan
 Menggosokkan siwak terhadap langit-langit mulut dengan cara yang halus
dan juga menggosokkan ke gigi geraham.
Dalil dari bersiwak adalah hadist Nabi yang di riwayatkan oleh imam Ibnu
Majah, yaitu:
‫تسوكوا فان السوان مطهرة للفم مرضاة للرب‬
“Bersiwaklah kalian, karena sungguh siwak itu mensucikan mulut dan diridhai
Allah.” (HR. Ibnu Majah).

G. BERISTINJA’.
Istinja‟ diambil dari kata "‫ "تاَجوت الشًء أي لطعته‬artinya saya memotong sesuatu.
Sehingga orang yang melakukan istinja seolah-olah memotong kotoran dari dirinya
dengan menggunakan istinja‟. Hukum beristinja‟ itu wajib.
Cara beristinja‟:
Bisa menggunakan air atau batu dan benda yang sama dengan batu yang
keras/padat, suci, kesat dan tidak dimulyakan. Tetapi yang paling utama adalah
pertama-tama istinja‟ menggunakan batu kemudian diikuti dengan menggunakan air
pada proses kadua. Dalam menggunakan batu yang wajib adalah tiga kali usapan
meskipun menggunakan tiga sisi dari satu batu.
Cukup bagi orang yang beristinja‟ memakai air atau tiga batu yang bisa
digunakan untuk membersihkan tempatnya. Jika ternyata belum bersih maka harus
menambah batu hingga bersih.

17
Abu Suja..........hal. 3

11
Jika ingin memilih antara batu dan air yang paling utama, maka air adalah
yang didahulukan, karena air mampu menghilangkan materi najis dan bekasnya.
Syarat bisa menggunakan batu untuk istinja‟:
1. Benda najis yang keluar belum kering.
2. Tidak berpindah dari tempat keluarnya.
3. Najisnya tidak terkena benda najis yang lainnya.
Jika salah satu dari syarat tersebut tidak terpenuhi maka wajib menggunakan
18
air.
Seseorang yang buang hajat di lapangan terbuka wajib untuk tidak menghadap
atau membelakangi kiblat. Hal ini jika tidak ada penutup antara dirinya dengan kiblat,
atau ada namun tidak mencapai dua pertiga dziro‟19.
Bagi orang yang buang hajat sunah untuk:
1. Menjauhkan diri dari kencing dan buang air besar di air yang tenang.
Sedangkan air yang mengalir maka makruh buang air di dalamnya jika airnya
sedikit dan tidak makruh jika airnya banyak.
2. Dan sunnah juga menjauhkan diri dari dari buang hajat dibawah pohon yang
bisa berbuah.
3. Menjauhi buang air di jalan yang digunakan lalu lintas manusia, di tempat
berteduh dimusim panas dan tempat mendapat sinar matahari di musim
dingin, di lubang yang terdapat di tanah.
4. Seorang yang buang hajat tidak berbicara saat buang hajat, selain dalam
keadaan darurat.
5. Tidak menghadap matahari dan rembulan juga tidak membelakangi
keduanya.20
Adapun dilarang saat berhadas kecil, yaitu:
1. Shalat.

18
Muhammad Qasim Al-Ghazi. “Fathul Qarib Mujib”............hal. 6
19
Ibid
20
Ibid

12
2. Thawaf.
3. Menyentuh dan membawa Al-Quran.21
Doa beristinjaq :
‫اللهم حسن فراَجى من الفواخش وطهر للبً من النفاق‬
Allahumma hasin farji minal fawakhisyi wa thoohir qolbi minan nifak
Artinya :
“Ya Allah bersihkanlah kemaluanku dari keburukan dan sucikanlah hartiku dari
kemunafikan.”

H. BERWUDHU.
Berwudhu adalah perkara yang wajib dilaksanakan sebelum melakukan
ibadah yang membutuhkan wudhu didalamnya seperti shalat, membaca Al-Quran dan
semisalnya, yang mana semuanya haram dilakukan sebelum berwudhu.
Wudhu memiliki dasar hukum dari salah satu ayat Al-Quran yaitu dalam
surah Al-Maidah : 6
‫س ُحوا بِ ُر ُءو ِس ُك ْم َوأ َ ْر ُاَجلَ ُك ْم إِلَى ْال َك ْعبٌَ ِْن‬ ِ ِ‫ْال َم َراف‬
َ ‫ك َوا ْم‬ ‫صَلةِ فَا ْغ ِسلُوا ُو ُاَجو َه ُك ْم َوأ َ ٌْ ِد ٌَ ُك ْم إِلَى‬َّ ‫ٌَا أٌَُّ َها الَّذٌِنَ آ َمنُوا إِذَا لُ ْمت ُ ْم إِلَى ال‬
‫سا َء َف َل ْم ت َِاَجدُوا َما ًء‬ َ ِّ‫مِ ْن ُك ْم مِنَ ْالغَائِطِ أ َ ْو ال َم ْست ُ ُم الن‬ ‫سف ٍَر أ َ ْو َاَجا َء أ َ َح ٌد‬ َ ‫علَى‬ َ ‫ضى أ َ ْو‬ َّ َ‫َو ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم ُاَجنُبًا ف‬
َ ‫اط َّه ُروا َو ِإ ْن ُك ْنت ُ ْم َم ْر‬
َ ٌُ‫علَ ٌْ ُك ْم مِ ْن َح َرجٍ َو َلك ِْن ٌ ُِرٌ ُد ِل‬
ُ‫ط ِّه َر ُك ْم َو ِلٌُتِ َّم نِ ْع َمتَه‬ َّ ‫س ُحوا بِ ُو ُاَجو ِه ُك ْم َوأ َ ٌْدٌِ ُك ْم مِ ْنهُ َما ٌ ُِرٌ ُد‬
َ ‫َّللاُ ِلٌَاَجْ َع َل‬ َ ‫صعٌِدًا‬
َ ‫طٌِّبًا فَا ْم‬ َ ‫فَتٌََ َّم ُموا‬
َ‫علَ ٌْ ُك ْم لَعَلَّ ُك ْم ت َ ْش ُك ُرون‬
َ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka
basuhlah wajahmu dan tanganmu sampai siku, dan sapulah kepalamu dan basuh
kakimu sampai kedua mata kakimu. Dan jika kamu junub maka mandilah. Dan jika
kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembai dari tempat buang air atau
menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayamumlah
dengan tanah yang bersih, sapulah wajahmu dan tanganmu dengan tanah itu. allah
tidak ingin menyulitkanmu, tetapi Dia hendak membersihkanmu dan
menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.”
Dari ayat diatas bisa ditarik bahwa rukun wudhu adalah:

21
Ibid. hal. 10

13
1. Niat
‫نوٌت الوضوء لرفع الحدث االصغر فرضا هلل تعالى‬
Nawaitul wudhu a liraf‟il hadasil ashghori fardan lillahi ta‟ala
Artinya:
“Sengaja aku berwudhu untuk menghilangkan hadast kecil karena Allah Ta‟ala.”
2. Membasuh wajah
Jika seseorang memiliki rambut diwajah maka wajib menyampaikan air
sampai kepangkal, yaitu sampai kulit dibawah rambut tersebut.
Membaca :
‫اللهم بٌض واَجهً ٌوم تبٌض واَجوه وتسود واَجوه‬
Allahumma bayyid wajhi yauma tabyaddu wujuhun wataswadu wujuhun
Artinya :
“Ya Allah putihkanlah wajahku pada hari engkau putihkan dan hitamkan wajah”
3. Membasuh kedua tangan sampai siku
Jika seseorang tidak memiliki siku maka dianggap sekira-kiranya.
Tangan kanan membaca :
‫اللهم اعطنً كتابً بٌمٌنً وحاسبنى حسابا ٌسٌرا‬
Allahumma a‟thini kitabi bi yamini wa hasibni hisaban yasiro
Artinya :
“Ya Allah berikanlah kapadaku kitabku dari sebelah kanan dan hitunglah amalanku
dengan perhitungan yang mudah”
Tangan kiri membaca :
‫اللهم التعطنً كتابً بشمالى وال من وراء ظهرى‬
Allahumma laa ta‟thini kitabi bi syimali wa laa min waro‟ i dzohri
Artinya :
“Ya Allah jangan beri kepadaku kitab amalanku dari sebelah kiri atau dari belakang”
4. Mengusap sebagian kepala atau rambut
‫اللهم حرم شعري وبشري على النار‬
Allahumma harrim sya‟ri wa basari „alan nar

14
Artinya :
“Ya Allah haramkanlah rambutku dan kulit kepalaku atas neraka.”
5. Membasuh kedua kaki hingga dua mata kaki
Kaki kanan membaca :
‫اللهم ثبت لدمً على الصراط ٌوم تثبت فٌه الدام عبادن الصالحٌن‬
Allahumma sabbit qodamayya „ala sirothi yauma tusabitu fihi aqdama ibadikas
sholihin
Artinya :
“Ya Allah tetapkan kedua kakiku di atas titian shirotol mustqim pada hari dimana kau
tetapkan kaki orang-orang sholeh”
Kaki kiri membaca :
‫اللهم التزل لدمً على اللصراط فً النار ٌوم تزل فٌه الدام المنافمٌن والمشركٌن‬
Allahumma la tazilu qodamaya a‟laa syirothi fin naar yauma tazilu fihi aqdamul
munafiqiina wal musyrikiina
Artinya :
“Ya Allah jangan gelincilkan kedua kakiku di atas titian shiroth mustaqim kedalam
neraka pada hari dimana engkau gelincirkan kaki-kaki orang munafik dan musyrik”
6. Berurutan dalam berwudhu sesuai dengan urutan.22

Adapun sunnah-sunnah wudhu, yaitu :


1. Membaca basmalah diawal wudhu.
2. Membasuh dua telapak tangan hingga pergelangan sebelum berkumur.
3. Berkumur setelah membasuh dua telapak tangan.
4. Istinsyaq / menghirup air ke dalam hidung setelah berkumur.
5. Mengusap seluruh kepala.
6. Mengusap seluruh bagian telinga.
Membaca :
‫اللهم ااَجعلنً من الذٌن ٌستمعون المول فٌتبعون احسنة‬
22
Ibid. hal. 4-5

15
Allahumma aj‟alni minal lazi na yastami‟unal qoulaa fayattabi‟una ahsanahu
Artinya :
“Ya Allah jadikanlah aku termasuk orang-orang yang mendengar ucapan yang baik
dan mengikuti sesuatu yang terbaik”
7. Takhlil (menyisir) jenggot yang lebat.
8. Mendahulukan bagian tubuh yang kanan dari tangan dan kaki dari pada
bagian yang kiri.
9. Melakukan tiga kali basuhan pada anggota badan yang dibasuh dan diusap.
10. Muwalah (sambung menyambung). Tidak ada waktu yang memisahkan lama
antara dua anggota wudhu. Sekira-kira anggota wudhu yang dibasuh
sebelumnya belum kering.23
Doa setelah selesai berwudhu :
‫ اللهم ااَجعلنى من التوابٌن وااَجعلنً من المتطهرٌن‬. ‫اشهد ان الاله االهللا وحده الشرٌن له واشهد ان دمحما عبده ورسوله‬
Asyhadu anla ila ha il lallah wahdahu laa syarikalahu wa asyhadu anna
muhammadan „abduhu wa rasuluhu. Allahummaj „ilni minat tauwabina waj „alni
minal mutathohirrin
Artinya :
“Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, yang Maha Esa, tidak ada selain-
Nya dan aku bersaksi bahwa nabi Muhammad adalah hamda dan Rasullah. Ya Allah
jadikanlah aku golongan orang-orang yang bertaubat dan menyucikan diri.”
Dan adapun hal yang merusak atau membatalkan wudhu ada lima perkara:
1. Sesuatu yang keluar dari salah satu dua jalan, yakni qubul dan dubur.
2. Tidur dengan selain posisi yang mengukuhkan posisi pantatnya (duduk).
3. Hilangnya akal sebab mabuk, sakit, gila, dan lain hal.
4. Persentuhan antara pria dan wanita yang bukan mahram meskipun telah
meninggal tanpa adanya penghalang (antara kulit).

23
Ibid. hal5

16
5. Menyentuh farji (kelamin) manusia menggunakan telapak tangan. Baik itu
milik orang lain ataupun milik dia sendiri, punya laki-laki ataupun
perempuan, kecil atau besar, masih hidup atau telah mati. 24

I. MENGUSAP KHUF.

Mengusap khuf hukumnya adalah boleh dalam pelaksanaan wudhu. Tidak


dalam pelaksanaan mandi wajib atau sunah. Juga tidak boleh dalam pelaksanaan
menghilangkan najis. Sehingga apabila seseorang berjinabah atau kakinnya berdarah
lantas ia menghendaki mengusap khuf sebagai ganti dari membasuh kaki maka
hukumnnya tidak boleh. 25
Mengusap khuf itu boleh dengan tiga syarat :
1. Memakai khuf setelah suci dari hadast kecil dan hadast besar.
2. Khuf menutupi sampai mata kaki.
3. Dapat dipakai untuk berjalan.
Orang yang mukim (menetap) dapat memakai khuf selama satu hari satu
malam. Sedangkan musafir selama tiga hari tiga malam. Waktunya dihitung dari saat
hadast kecil setelah memakai khuf.
Apabila memakai khuf di rumah kemudian bepergian, atau mengusap khuf di
perjalanan kemudian mukim maka dianggap mengusap khuf untuk mukim.
Batalnya mengusap khuf karena tiga hal, yaitu:
1. Melepasnya. Baik keduanya atau salah satunya atau terlepas dengan
sendirinya atau keluar dari status patut untuk diusap seperti robek.

24
Ibid
25
Ibid. hal. 8

17
2. Habisnya masa memakainya.
3. Hadast besar.26
Adapun dalil dibolehkannya mengusap khuf yaitu, dalil pensyariatan
mengusap khuf adalah hadist dari „Ali bin Abi Tholib:
‫ ٌمسح على ظاهر خفٌه‬، ‫لو كان الدٌن بالرأى لكان اسفل الخف اولى بالمسح من اعَله ولد راٌت رسول هللا‬
“Seandainya agama itu dengan logika semata, maka tentu bagian bawah khuf lebih
pantas untuk diusap daripada bagian atasnya. Namun sesungguhnya aku sendiri telah
melihat Rasullah mengusap bagian atas khufnya.”

J. TAYAMUM.
Tayamum menurut bahasa berarti menyengaja "‫"المصد‬. Menurut syara‟ berarti
mendatangkan debu suci ke wajah dan dua tangan yang digunakan sebagai ganti dari
wudhu atau mandi atau membasuh anggota, dengan syarat-syarat tertentu.27
Syarat-syarat tayamum, yaitu :
1. Adanya udzur sebab melakukan perjalanan atau sakit.
2. Telah masuknya waktu shalat.
3. Telah mencari air setelah masuknya waktu shalat.
4. Berhalangan menggunakan air.
5. Debu suci, apabila tercampur najis atau pasir maka tidak sah.
Seperti yang diterangkan oleh Imam Asy-Syairazi:
“Tidak diperbolehkan bertayamum kecuali dengan debu suci yang dapat
berhamburan dan menempel pada wajah dan kedua tangan.”28
Para ulama tidak membatasi secara khusus debu yang digunakan asalkan debu
itu suci, dapat berhamburan di udara, dan bukan debu bekas tayamum. Sehingga
dimanapun seseorang mendapatkan debu yang menempel di tangannya, selama

26
Abu Suja.......hal. 5
27
Muhammad Qasim Al-Ghazi.........hal. 8
28
Abu Ishaq Asy-Syairazi, “At-Tanbih Fi Al-Fiqh Asy-Syafi‟i”. Hal. 20

18
memenuhi kriteria tersebut maka dapat digunakan untuk tayamum. Adapun dalil
bertayamum telah di sebutkan di atas.
Adapun rukun tayamum ada empat yaitu:
1. Niat
‫نوٌت التٌمم السباحة الصَلة فرضا هلل تعالى‬
Nawaitu tayammuma li istibahatis sholati fardan lillahi ta‟ala
Artinya :
“Aku berniat untuk tayamum demi bisa shalat fardhu karena Allah Ta‟ala”
2. Mengusap wajah
3. Mengusap kedua tangan sampai siku
4. Tertib

Sunnah tayamum ada tiga , yaitu:


1. Membaca basmalah
2. Mendahulukan yang kanan dari yang kiri
3. Muwalah

Adapun yang membatalkan tayamum adalah:


1. Segala hal yang membatalkan wudhu
2. Melihat air pada saat selain melaksanakan shalat.
3. Murtad
Orang yang memakai perban mengusap dia diatas perbannya dan kemudian
melakukan shalat dan tidak ada kewajiban mengulangi shalatnya apabila saat
memakai perban dalam keadaan suci. Satu tayamum berlaku untuk satu kali shalat
fardhi dan satu shalat sunnah. Satu kali tayamum dapat digunakan di beberapa kali
shalat sunnah.29

29
Muhammad Qasim Al-Ghazi.........hal. 8

19
K. HAID, NIFAS, DAN ISTIHADOH.
Darah yang keluar dari farji ada tiga macam yaitu darah haid, nifas, dan
istihadoh. Haid adalah darah yang keluar karena sehat pada diri perempuan yang
berumur sembilan tahun lebih. Nifas adalah darah yang keluar setelah melahirkan.
Darah yang keluar bersamaan atau sebelum bayi keluar tidak dinamakan nifas.
Istihadoh adalah darah yang keluar pada waktu selain keluarnya darah haid dan nifas,
dan keluarnya tidak dalam keadaan sehat.
Adapun haid minimal keluarnya adalah sehari semalam, dan maksimal adalah
lima belas hari lima belas malam. Pada umumnya adalah enam hari atau tujuh hari.
Jika melebihi itu maka dinamakan istihadoh. Adapun masa nifas paling sedikit adalah
sekejap, maksimalnya adalah enam puluh hari dan umumnya empat puluh hari.30
Dengan adanya darah haid maka diharamankan delapan hal:
1. Sholat. Fardhu maupun sunnah, begitu pula sujud tilawah dan sujud syukur.
2. Puasa. Fardhu maupun sunnah.
3. Membaca Al-Quran.
4. Menyentuh mushaf dan membawa mushaf (kitab Al-Quran).
5. Masuk mesjid.
6. Thowaf. Fardhu maupun sunnah.
7. Bersetubuh.
8. Bermain-main dengan sesuatu antara pusar atau lutut dari tubuh perempuan.
Namun jika bermain-main dengan apa-apa yang diatasnya maka tidak
haram.31

L. MANDI.
Mandi berasal dari bahasa arab yaitu ‫ الغسل‬secara bahasa berarti mengalirkan
air pada sesuatu yang mutlak. Secara syara‟ berarti mengalirkan air terhadap seluruh
badan dengan niat yang khusus.

30
Ibid. hal. 9-10
31
Ibid. hal. 10

20
Adapun hal-hal yang menyebabkan wajib mandi (berhadas besar) ada enam
perkara, tiga dari enam perkara itu bisa terjadi kepada laki-laki dan perempuan, yaitu:
1. Pertemuan dua khitan (farji)32.
Sedangkan mayit yang dimasuku zakar tidaklah harus mengulangi
memandikannya.
2. Keluarnya mani
Meskipun keluarnya hanya sedikit seperti satu tetes, baik mani itu keluar
sebab bersetubuh atau selainnya, meskipun saat bangun atau pun tidur, dengan
adanya syahwat atau tidak, dari jalan sewajarnya (farji) ataupun tidak.
3. Mati kecuali orang yang mati syahid.
Adapun tiga hal lagi yang hanya khusus dialami oleh perempuan adalah:
1. Haid. Yakni darah yang keluar dari seorang wanita yang telah mencapai umur
sembilan tahun.
2. Nifas. Yaitu darah yang keluar setelah melahirkan.
3. Melahirkan.

Adapun yang haram dilakukan selama junub adalah:


1. Shalat. Fardhu maupun sunnah.
2. Membaca Al-Quran. Sedangkan zikir-zikir yang diambil dari Al-Quran maka
boleh untuk dibaca namun tidak dengan tujuan membaca Al-Quran.
3. Menyentuh mushaf.
4. Thawaf . fardhu maupun sunnah.
5. Berdiam di dalam mesjid.
Maka dari itu wajib kita mengetahui bagaimana cara untuk mandi wajib yang
sesuai syariat demi mengangkat hadas besar, adapun rukun mandi wajib , yaitu:
1. Yang pertama, niat. Adapun niat mandi wajib:
ً ‫ث االَكبَ ِر فَر‬
‫ضا هللِ ت َعا َل‬ ِ ‫ن ََوٌتُ الغُس َل ل َِر‬
ِ ‫فع ال َح َد‬

32
Ibid. hal. 7

21
Nawaitul ghusla li raf‟il hadsi akbari fardan lillahi ta‟ala
Artinya :
“Sengaja aku berniat mandi untuk menghilangkan hadas besar wajib karena Allah
Ta‟ala.”
Dan niat mandi wajib setelah haid:
‫ٌض فَرضًا هللِ ت َعا َل‬
ِ ‫ث ال َح‬ ِ ‫ن ََوٌتُ الغُس َل ل َِر‬
ِ ‫فع ال َح َد‬
Nawaitul ghusla li raf‟il hadasil haidi fardan lillahi ta‟ala
Artinya :
“Sengaja aku berniat mandi untuk menghilangkan hadas haid wajib karena Allah
Ta‟ala.‟
Niat mandi wajib setelah nifas:
‫ث النِّف َِس فَرضًا هللِ ت َعا َل‬ ِ ‫ن ََوٌتُ الغُس َل ل َِر‬
ِ ‫فع ال َح َد‬
Nawaitul ghusla li raf‟il hadasin nifasi fardan lillahi ta‟ala
Artinya :
“Sengaja aku berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadas nifas wajib karena
Allah Ta‟ala.”
Niat mandi wajib setelah wiladah/melahirkan:
‫ث ال ِو َال َدةِ فَرضًا هللِ ت َعا َل‬
ِ ‫ن ََوٌتُ الغُس َل ل َِرفعِ ال َح َد‬
Nawaitul ghusla li raf‟il hadasil wiladati fardan lillahi ta‟ala
Artinya :
“Sengaja aku berniat mandi wajib untuk menghilangkan hadas wiladah wajib karena
Allah Ta‟ala.”
2. Yang ke dua, menghilangkan najis jika terdapat najis di badan orang yang
mandi.
3. Menyampaikan air ke seluruh tubuh, rambut dan kulit.

Adapun sunnah ketika mandi, yaitu:


1. Membaca basmalah
2. Wudhu dengan sempurna sebelum mandi.

22
3. Mengusapkan tangan pada badan yang bisa di jangkau tangan.
4. Muwalah (sambung menyambung).
5. Mendahulukan bagian kanan daripada bagian kiri.
6. Tatslists.
7. Menyisir rambut (dengan tangan).
Setelah kita memahami bagaimana mandi wajib dan cara mandi, maka
alangkah baiknya kita tahu apa saja mandi yang disunahkan, yaitu:
1. Mandi dalam rangka shalat jumat. Waktunya dimulai dari terbit fajar shodiq
(waktu subuh).
2. Mandi dua shalat hari raya. Yaitu hari raya idul fitri dan idul adha. Waktu
mulainya dari separuh malam (tengah malam).
3. Mandi dalam rangka shalat Istisqo‟ (shalat minta turun hujan)
4. Mandi shalat gerhana bulan.
5. Mandi shalat gerhana matahari.
6. Mandi karena memandikan jenazah. Baik jenazah orang kafir maupun
muslim.
7. Mandinya orang mualaf (orang yang baru masuk islam).
8. Mandinya orang gila dan orang epilepsi (ayan) saat keduanya sadar.
9. Mandi saat hendak ihrom. Jika seorang ihrom tidak menemukan air maka
sunnah tayamum.
10. Mandi dalam rangka masuk kota Mekkah bagi orang yang ihrom untuk haji
dan umroh.
11. Mandi dalam rangka melakukan wuquf di padang Arafah.
12. Mandi dalam ranga mabit di Muzdalifah dan karena melempar jumroh.
Sehingga setiap hari melempar jumroh disunahkan mandi satu kali. Tapi tidak
disunahkan ketika melempar jumroh Aqobah di hari Nahar, karena waktunya
dekat dengan mandi wuquf.

23
13. Mandi dalam rangka thawaf (thawaf qudum, ifadah dan wada‟).33
Adapun dalil mandi terdapat dalam pembahasan dalil wudhu terdahulu.

33
Ibid.

24
BAB 3
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bersuci adalah ibadah yang paling fundamental dalam fiqh furu‟ ibadah. Jika
bersuci tidak selesai maka ibadah yang akan dilakukan seperti shalat, puasa dan haji
maka tidak sah bahkan bisa menyebakan batalnya ibadah. Maka alangkah baiknya
jika pembaca memahami dasar tharaha atau bersuci ini supaya bisa beribadah kepada
Allah dengan sempurna.

B. SARAN
Mengingat kompleksnya permasalahan yang dibahas dalam makalah ini, maka
pembahasan dari fiqh tharah ini saya batasi hanya dari pendapat mazhab Imam
Syafi‟i. Saya paham bahwa banyak permasalahan yang berseberangan dalam
pembahasan yang saya bawakan dari mazhab-mazhab yang lain. Tetapi mengingat
bahwa di Indonesia mayoritas adalah penganut mazhab syafiiah saya simpulkan
bahwa ini yang terbaik. Jika ada sesuatu yang mengganjal atau bertentangan dari
pembahasan fiqh ini itu sangat wajar karena setiap ulama bisa berbeda paham dalam
penetapan hukum fiqh, hal ini adalah sebagai bukti bahwa Islam adalah agama yang
menjunjug tinggi intelektualitas.

25
DAFTAR PUSTAKA

Al-Quran
Al-Hadist
Al-Ghazi , Muhammad Qasim.“Fathul Qarib Mujib”, 1343 H
Al-Jazairi , Abdurrahman. “Fiqh „Ala Arba‟ah Mazhab”. (Darul Kutub Al-
„Ilmiah,Beirut : 2003) Juz-1
Al-Jawi , Nawawi. “Nihayat Az-Zain”. Darul Kutub Al-Ilmiah
Al-Baijuri , Ibrahim. “Al-Baijuri”. Darul Kutub Al-Ilmiah, Juz-1
Asy-Syairazi , Abu Ishaq. “At-Tanbih Fi Al-Fiqh Asy-Syafi‟i”
Suja, Abu. “Matan Abu Suja”. (Maktabah Al-Jumhuriyah Al-Arobiyah, Kairo-
Mesir)
Mulyono , Hadi. “Dari Ringan ke Berat, Ini Tiga Macam Najis Lengkap Beserta
Contohnya”. https://www.google.com/amp/s/m.akurat.co/945374/dari-
ringan-ke-berat-ini-tiga-macam-najis-lengkap-beserta-contohnya , 7 Jan
2020.

26

Anda mungkin juga menyukai