Anda di halaman 1dari 8

57

BAB V

PEMBAHASAN

A. Karakteristik Responden

Pada penelitian ini metode pengumpulan data berdasakan

karakteristik responden. Data karakteristik responden dalam penelitian ini

yang didapat dari kuesioner yang telah di isi oleh responden meliputi

umur, jenis kelamin, pendidikan terahir, pekerjaan yang dapat diuraikan

sebagai berikut.

1. Karakteristik Responden Berdasarkan Umur

Karakteristik responden setelah dilakukan penelitian

menunjukan bahwa sebagian besar responden yang di teliti berada pada

usia dewasa pertengahan dan pada usia dewasa akhir, hal ini selaras

dengan tujuan peneliti yakni untuk meneliti responden pada rentang

usia dewasa karena pada usia tersebut seseorang telah siap untuk

berkeluarga dan membina hubungan untuk keharmonisan dan ketepatan

dalam merespon dan pengambilan keputusan.

2. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.

Pada karakteristik distribusi responden berdasarkan jenis

kelamin yang didapatkan dari data primer saat penelitian yang paling

banyak menjadi responden adalah perempuan kemudian disusul dengan

responden laki-laki. Jumlah responden perempuan yang lebih dominan

57
58

ini dikarenakan meraka adalah ibu rumah tangga yang megurus

keperluan rumah dan anak anaknya.

3. Karakteristik Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan

Pada karakteristik tingkat pendidikan yang telah didapatkan

berdasarkan penelitian dapat di simpulkan bahwa yang paling banyak

menjadi responden pada penelitian ini adalah SD sederajat dengan

jumlah sebanyak 14 responden kemudian responden dengan

pendidikan terahir SMP sebanyak 8 sementara dengan jenjang

perguruan tinggi hanya 1 responden. Tingkat pendidikan yang rendah

ini disebabkan oleh karena tempat yang dilakukan penelitian adalah

daerah perkampungan yang baru-baru berkembang sehingga kesadaran

masyarakat akan pentinggnya pendidikanpun baru mulai ada. Tingkat

pengetahuan ini juga dapat berpengaruh terhadap pengetahuan pada

responden yang di aplikasikan pada sikap dan prilaku. Pada saat peneliti

melakukan penelitian dilapangan ditemukan kesenjangan antara tingkat

pendidikan responden yang mempengaruhi profesi pekerjaan dan

tingkat perekonomian antara yang rendang dengan menengah keatas.

Pada studi dilapangan saat penelitian ditemuakan masih banyak fasilitas

sanitasi dasar yang tidak sesuai dengan kriteria atau kurang layak dan

lebih beresiko untuk terjadinya masalah diare.

4. Karakteristik Responden Berdasarkan perkerjaan

Berdasarkan karakteristik responden dengan pekerjaan yang

dilakukan responden didapatkan bahwa sebagian besar responden


59

adalah petani dan buruh dengan jumlah sebanyak 21 responden,

kemudian responden yang berprofesi sebagai suwasta, dan wirausaha,

sementara yang bekerja sebagai pegawai negri sipil hanya 1 responden.

Dapat dilihat bahwa berdasarkan jenis pekerjaan yang dijalani oleh

responden lebih rentan untuk tertular oleh penyakit karena langsung

terpapar oleh lingkungan yang kurang sehat seperti air dan tanah lahan

petanian yang dijalani oleh warga bila tidak menjaga kebersihan dan

kesehatan diri.

B. Hubungan sanitasi dasar dan prevalensi diare

1. Fasilitas air bersih

Hasil penelitian menunjukan bahwa terdapat hubungan antara

penyedian fasilitas sanitasi air bersih dengan angka kejadian diare.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yuki, (2012), yang

berjudul “Hubungan Kondisi Sanitasi Dasar Dengan Keluhan

Kesehatan Diare Serta Kualitas Air Pada Pengguna Air Sungai DEli

Di Kelurahan Sukaraja Kecamatan Medan Maimun Tahun 2012”

menunjukan terdapat hubungan yang signifikan untuk sanitasi sarana

air bersih dengan keluhan kesehatan diare.

Air sangat penting bagi kehidupan manusia. Sebagian besar

tubuh manusia terdiri dari air. Pada tubuh manusia dewasa sekitar 55-

60% tubuhnya terdiri dari air. Manusia lebih memerlukan air

dibandingkan makanan, karena manusia lebih cepat meninggal apabila

kekurangan air daripada kekurangan makanan. Manusia


60

membutuhkan air untuk kepentingan yang bermacam-macam seperti

minum, memasak, mandi, dan mencuci (Notoatmodjo, 2011). Pada

studi dilapangan saat dilakukan penelitian masih terdapat banyak

tempat tinggal responden yang belum memiliki sarana fasilitas air

bersih yang layak seperti konstruksi sumur responden belum

memenuhi syarat kesehatan, sehingga memungkinkan untuk

terjadinya kontaminasi dengan sumber air disekitar sumur. Selain itu,

sungai yang juga menjadi sumber air bersih tidak memenuhi syarat

kesehatan untuk dipergunakan sebagai air minum karena juga

dipergunakan sebagai jamban atau wc, pada penampungan air bersih

juga masih banyak yang tidak menggunakan penutup, memiliki jentik-

jentik, dan jarang dibersihkan selain itu juga warga yang menjadi

responden juga ada beberapa yang menyatakan air yang dikonsumsi

dari air hujan dan tanpa dimasak.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Selviana (2017) “

Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian Diare Pada

Anak Usia 4-6 Tahun” Berdasarkan hasil penelitiannya kepada

responden yang menggunakan air hujan atau air galon sumur dan

sungai tanpa dispenser listrik, agar mengupayakan memasak air

selama ± 5-10 menit untuk memastikan mikrobiologi pada air tersebut

mati, sehingga mencegah timbulnya penyakit diare. Selain itu untuk

hasil penelitian ini juga menunjukkan adanya hubungan antara

penyimpanan air minum dengan kualitas air minum.


61

2. Fasilitas penampungan sampah

Hasil penelitian menunjukan bahwa ada hubungan antara

prevalensi angka kejadian diare terhadap ketersedian sarana fasilitas

penampungan sampah.

Berbagai macam sampah yaitu sampah dari permukaan yang

terdiri dari bahan-bahan padat sebagai hasil kegiatan rumah tangga

yang sudah dipakai dan dibuang. Sampah dari tempat umum berasal

dari tempat umum seperti pasar, terminal, dan tempat-tempat hiburan.

Sampah dari perkantoran berasal dari kantor-kantor seperti

departemen, perusahaan ataupun perdagangan. Sampah dari jalan raya

berasal dari pembersihan jalan yang biasanya terdiri dari daun, kardus

dan debu. Sampah dari industri berasal dari hasil pembangunan

industri dan proses industri lainnya. Sampah perkebunan berasal dari

sisa-sisa perkebunan ataupu pertanian. Sampah hasil pertambangan

dapat berupa batu-batuan, pasir dan sisa-sisa pembakaran arang.

Sampah peternakan berupa kotoran-kotoran hewan ternak, sisa

makanan hewan dan bankai hewan (Notoatmodjo, 2011).

3. Ketersedian sarana fasilitas WC

Hasil penelitian menunjukan ada keterkaitan atau hubungan

antara fasilitas WC dengan kejadian diare. Hasil penelitian ini sama

dengan hasil penelitian terdahulu yaitu Rahim (2016) “Hubungan

Antara Fasilitas Sanitasi Dasar Dan Personal Hygiene Dengan

Kejadian Diare Pada Balita Di Wilayah Kerja Puskesmas Banggai


62

Kabupaten Banggai Laut” hasil penelitiannya melalui uji bivariat

dengan uji Chi-Square menyatakan bahwa Keberadaan Jamban atau

WC memiliki keeratan hubungnan dengan kejadian diare yakni

dengan nilai p = 0.002 < 0.05.

Perilaku BAB tidak dijamban atau di sembarang tempat

menyebabkan pencemaran tanah dan lingkungan oleh tinja yang berisi

telur cacing. Penyebaran infeksi kecacingan tergantung dari

lingkungan yang tercemar tinja yang mengandung telur cacing. infeksi

pada anak sering terjadi karena menelan tanah yang tercemar telur

cacing atau melalui tangan yang terkontaminasi telur cacing.

Penularan melalui air sungai juga dapat terjadi, karena air sungai

sering digunakan untuk berbagai keperluan dan aktiiitas seperti mandi,

cuci dan tempat BAB (Ariani, 2016)

Jamban atau WC harus dipelihara supaya tetap sehat, lantai

jamban hendaknya selalu bersih dan tidak ada genangan air. Bersihkan

jamban secara teratur sehingga ruang jamban dalam keadaan bersih.

Didalam jamban tidak ada kotoran yang terlihat, tidak ada serangga

seperti kecoa, lalat, dan tikus yang berkeliaran. Sediakan alat

pembersih (sabun, sikat, dan air bersih) dan bila ada kerusakan, segera

perbaiki (Ariani, 2016).

4. Ketersedian sarana fasilitas saluran limbah

Pada hasil penelitian menunjukan bahwa tidak ada hubungan

antara prevalensi kejadian diare terhadap ketersedian sarana fasilitas


63

saluran limbah. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil penelitan

Rahman (2016) “Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian

Diare Di Desa Solor Kecamatan Cermee Bondowoso yang berlokasi

Lokasi penelitian di Desa Solor Kecamatan Cermee Bondowoso

Lokasi penelitian di Desa Solor Kecamatan Cermee Bondowos”

dengan Jumlah sampel dalam penelitian sebanyak 105 responden

dengan teknik pengambilannya menggunakan simple random

sampling yang menunjukan bahwa Hasil penelitian ini menunjukkan

bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan diare antara lain

sanitasi lingkungan ketersediaan jamban (p value = 0,031).

Faktor lingkungan sangat menentukan dalam hubungan

interaksi antara penjamu (host) dengan faktor agent. Lingkungan

dapat dibagi menjadi dua bagian utama yaitu lingkungan biologis

(flora dan fauna) yang bersipat biotik seperti mikroorganisme

penyebab penyakit, resevoir penyakit infeksi (binatang, tumbuhan),

vektor pembawa penyakit, tumbuhan dan dan binatang pembawa

sumber bahan makanan, obat dan lainnya. Lingkungan fisik yang

bersifat abiotik yaitu udara, keadaan tanah, geografi, air dan zat kimia.

Keadaan lingkungan yang sehat dapat ditunjang oleh sanitasi

lingkungan yang memenuhi syarat kesehatan dan kebiasaan

masyarakat untuk pola hidup bersih dan sehat ( PHBS ). Pencemaran

lingkungan mempengaruhi perkembangan agent yang berdampak


64

pada host sehingga mudah untuk timbul berbagai macam penyakit

termasuk diare (Ariani, 2016).

C. Keterbatasan Penelitian

Setelah melakukan penelitian selama beberapa minggu, peneliti

mendapatkan bahwa penelitian ini belum optimal karena masih berada pada

tahap awal yaitu baru hanya mengetahui penyebab atau hubungan antara

sanitasi dengan angka kejadian diare, lebih lanjut perlu dilakukan observasi

kemampuan dan faktor-faktor pendukung dan penghambat serta dilakukannya

pengaplikasian di masyarakat terkait pengobatan dan pencegahan secara

terencana.

Anda mungkin juga menyukai