Anda di halaman 1dari 33

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Hipertensi merupakan suatu penyakit yang ditandai dengan adanya peningkatan
tekanan darah sistolik (SBP) ≥140 mmHg dan diastoliknya (DBP) ≥90 mmHg setelah
diulang pemeriksaan (Unger et al., 2020). Hipertensi merupakan penyakit penyebab
kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, yaitu mencapai sekitar 6,7% dari
populasi kematian pada semua umur di Indonesia (Kemenkes, 2010). Menurut
Riskesdas (2018) , Prevalensi hipertensi berdasarkan hasil pengukuran pada penduduk
usia ≥18 tahun sebesar 34,1%, tertinggi di Kalimantan Selatan (44.1%), sedangkan
terendah di Papua sebesar (22,2%). Estimasi jumlah kasus hipertensi di Indonesia
sebesar 63.309.620 orang, sedangkan angka kematian di Indonesia akibat hipertensi
sebesar 427.218 kematian. Dua pertiga penderita hipertensi hidup di Negara miskin dan
berkembang, berdasarkan data WHO dari 50% penderita hipertensi yang diketahui
hanya 25% yang mendapat pengobatan, dan hanya 12,5% yang diobati dengan baik.
Tiap tahunnya, 7 juta orang diseluruh dunia meninggal akibat hipertensi. Tahun 2000
saja hampir 1 milyar penduduk dunia menderita hipertensi (Anna, 2011).
Salah satu usaha yang dilakukan untuk meningkatkan pemahaman tentang
hipertensi yaitu dengan dilakukan penyuluhan kesehatan. Penyuluhan merupakan suatu
upaya yang direncanakan untuk menyebarkan pesan, menanamkan keyakinan, sehingga
masyarakat tidak saja sadar, tahu dan mengerti, tetapi juga mau dan bisa melakukan
suatu anjuran yang diharapkan untuk meningkatkan status kesehatan, mencegah
timbulnya penyakit, mempertahankan derajat kesehatan, memaksimalkan fungsi dan
peran penderita selama sakit, dan membantu penderita dan keluarga mengatasi masalah
kesehatan (Pratiwi, 2010).
Kurangnya pengetahuan akan mempengaruhi pasien hipertensi untuk dapat
mengatasi kekambuhan atau melakukan pencegahan agar tidak terjadi komplikasi.
Sehingga pengetahuan serta sikap tentang hipertensi merupakan suatu hal yang sangat
penting untuk dimiliki, agar bisa menanggulangi penyakit hipertensi itu sendiri (Dewi,
2010). Dalam hal ini penyuluhan kesehatan sangatlah penting bagi masyarakat penderita
hipertensi agar lebih memahami tentang penyakit tersebut dan dapat merubah pola

1
hidupnya demi tercapainya hidup sehat. Menurut Notoatmodjo (2007) menyatakan
bahwa pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk
terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih
langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Pengetahuan
seharusnya dimiliki oleh pasien karena pasien adalah orang yang paling bertanggung
jawab terhadap terkontrolnya tekanan darah.
Berdasarkan konsep tersebut, faktor pengetahuan tentang hipertensi
kemungkinan mempunyai hubungan dengan terkontrolnya tekanan darah. Gaya hidup
adalah pola hidup seseorang didunia yang diekspresikan dalam aktifitas, minat dan
opininya. Banyak penyakit akibat gaya hidup yang berhubungan erat dengan kebiasaan
hidup yang salah sedangkan untuk mencapai kondisi fisik dan psikis tetap prima
dibutuhkan serangkaian kebiasaan maupun gaya hidup yang sehat. Gaya hidup
berpengaruh pada bentuk perilaku atau kebiasaan seseorang dalam merespon kesehatan
fisik dan psikis, lingkungan, sosial, budaya dan ekonomi. Gaya hidup sehat dilakukan
dengan tujuan agar hidup lebih panjang dan menghindari berbagai macam penyakit.
Gaya hidup sehat merupakan suatu perilaku kesehatan yang merupakan suatu respon
seseorang terhadap rangsangan dari luar untuk menjaga kesehatan secara utuh. Perilaku
dibentuk oleh tiga aspek penting, yaitu pengetahuan, sikap dan tindakan tiap individu.
(Pratiwi, 2010). Penelitian sebelumnya yang dilakukan menunjukkan adanya perubahan
pengetahuan dan sikap tentang penyakit hipertensi sebelum dan sesudah diberi
penyuluhan (Suparni, 2010). Makadari itu penulis ingin melakukan penelitian serupa di
Puskesmas II Ajibarang untuk peserta prolanis hipertensi pada tanggal 17 Oktober 2020.

1.2 Perumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, maka perumusan masalah yang di ambil adalah :
1. Apakah terdapat pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan peserta prolanis
hipertensi di Puskesmas II Ajibarang ?

2
1.3 Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan peserta prolanis
hipertensi di Puskesmas II Ajibarang.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh usia terhadap pengetahuan peserta prolanis
hipertensi di Puskesmas II Ajibarang.
b. Untuk mengetahui pengaruh jenis kelamin terhadap pengetahuan peserta
prolanis hipertensi di Puskesmas II Ajibarang.
c. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap pengetahuan peserta prolanis
hipertensi di Puskesmas II Ajibarang
d. Untuk mengetahui pengaruh pekerjaan terhadap pengetahuan peserta prolanis
hipertensi di Puskesmas II Ajibarang

1.4 Manfaat Penelitian


1. Bagi ilmu pengetahuan : Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bukti
ilmiah mengenai pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan peserta prolanis
hipertensi di Puskesmas II Ajibarang.
2. Bagi peneliti : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengalaman
penelitian bagi peneliti untuk menjadi titik tolak penelitian selanjutnya dan
menambah pengetahuan akan pemanfaatan daun pandan wangi bagi peneliti.
3. Bagi masyarakat : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi info mengenai
pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan peserta prolanis hipertensi di Puskesmas
II Ajibarang.
4. Bagi dinas terkait : Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi promosi kesehatan
khususnya mengenai pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan peserta prolanis
hipertensi di Puskesmas II Ajibarang.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyuluhan
2.1.1 Definisi Penyuluhan
Penyuluhan adalah penambahan pengetahuan dan kemampuan seorang melalui
teknik praktek belajar atau instruksi dengan tujuan mengubah atau mempengaruhi
perilaku manusia secara individu, kelompok maupun masyarakat untuk dapat lebih
mandiri dalam mencapai tujuan hidup sehat (Depkes, 2014). Penyuluhan kesehatan
adalah gabungan berbagai kegiatan dan kesempatan yang berlandaskan prinsip-prinsip
belajar untuk mencapai suatu keadaan, dimana individu, keluarga, kelompok atau
masyarakat secara keseluruhan ingin hidup sehat, mengetahui bagaimana caranya dan
melakukan apa yang bisa dilakukan, secara perseorangan maupun secara kelompok
dengan meminta pertolongan (Effendy, 2015).

2.1.2 Sasaran
Sasaran penyuluhan kesehatan mencakupindividu, keluarga, kelompok dan
masyarakat. Penyuluhan kesehatan pada individu dapat dilakukan di rumah sakit,
klinik, puskesmas, posyandu, keluarga binaan dan masyarakat binaan. Penyuluhan
kesehatan pada keluarga binaan. Penyuluhan kesehatan pada keluarga diutamakan pada
keluarga resiko tinggi, seperti keluarga yang menderita penyakit menular, keluarga
dengan sosial ekonomi rendah, keluarga dengan keadaan gizi yang buruk sanitasi
lingkungan yang buruk dan sebagainya.Penyuluhan kesehatan pada sasaran
kelompokdapat dilakukan pada kelompok ibu hamil, kelompok ibu yang mempunyai
anak anak balita. Kelompok masyarakat yang rawan terhadap masalah kesehatan
seperti kelompok lansia, kelompok yang ada di berbagai institusi pelayanan kesehatan
seperti anak sekolah, pekerja dalam perusahaan dan lain-lain. Penyuluhan kesehatan
pada sasaran masyarakat dapat dilakukan pada masyarakat binaan puskesmas,
masyarakat nelayan, masyarkat pedesaan, masyarakat yang terkena wabah dan lain-lain
(Effendy, 2015).

2.1.3 Materi/Pesan

4
MMateri atau pesan yang di sampaikan kepada sasaran hendaknya disesuaikan
dengan kebutuhan kesehatan dari individu, keluarga kelompok dan masyarakat,
sehingga materi yang disampaikan dapat dirasakan langsung manfaatnya. Materi yang
disampaikan sebaiknya menggunakanbahasa yang mudah di mengerti, tidak terlalu sulit
untuk mempermudah pemahaman dan untuk menarikperhatian sasaran (Effendy,2010).

2.1.4 Metode Penyuluhan


Menurut Notoatmodjo (2013). Metode penyuluhan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi tercapainya suatu hasil penyuluhan secara optimal. Metode yang
dikemukakan antara lain :
1. Metode Penyuluhan Perorangan (Individual)
Dalam penyuluhan kesehatan metode ini di gunakan untuk membina perilaku
baru atau seseorang yang telah mulai tertarik pada suatu perubahan perilaku atau
inovasi. Dasar di gunakan pendekatan individual ini karena setiap orang
mempunyai masalah natau yang berbeda-beda sehubungan dengan penerimaan
atau perilaku baru tersebut.Bentuk dari pendekatan ini antara lain :
1) Bimbingan dan Penyuluhan
Dengan cara ini kontak antara klien dengan petugas lebih intensif. Setiap
masalah yang dihadapi oleh klien dapat dikoreksi dan dibantu
penyelesaian.Akhirnya klien akan dengan sukarela, berdasarkan kesadaran
dan penuh pengertian akan menerima perilaku tersebut.
2) Wawancara
Cara ini sebenernya merupakan bagian dari bimbingan dan penyuluhan.
Wawancara antara petugas kesehatan dengan klien untuk menggali informasi
mengapa ia tidak atau klien belum menerima perubahan, ia tertaarik atau
belum menerima perubahan, untuk mempengaruhi apakah perilaku yang
sudah atau akan diadopsi itu mempunyai dasar pengertian dan kesadaran
yang kuat, apabila belum maka perlu penyuluhan yang lebih mendalam lagi.

2. Metode Penyuluhan Kelompok

5
Dalam memilih metode penyuluhan kelompok harus mengingat besarnya
kelompok sasaran serta tingkat pendidikan formal pada sasaran untuk kelompok
kecil. Efektifitas suatu metode akan tergantung pula pada besarnya sasaran
penyuluhan. Metode ini mencakup:
1) Kelompok besar, yaitu apabila peserta penyuluhankurang dari 15 orang
kelompok ini adalah ceramah dan seminar.
a. Ceramah
Metode ini baik untuk sasaran yang berpendidikan tinggi maupun rendah.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menggunakan metode ceramah
adalah :
a) Persiapan
Ceramah yang berhasil apabila penceramah itu sendiri menguasai
materi apa yang akan diceramahkan, untuk itu penceramah harus
mempersiapkan diri. Mempelajari materi dengan sistematika yang
baik. Lebih baik lagi kalau disusun dalam diagram atau skema dan
mempersiapkan alat-alat bantu pengajaran.
b) Pelaksanaan
Kunci keberhasilan pelaksanaan ceramah adalah apabila penceramah
dapat menguasai sasaran Untuk dapat menguasai sasaran
penceramah dapat menunjukkan sikap dan penampilan yang
meyakinkan. Tidak boleh bersikap ragu-ragu dan gelisah. Suara
hendaknya cukup keras dan jelas. Pandangan harus tertuju ke seluruh
peserta. Berdiri di depan dipertengahan, seyogianya tidak duduk dan
menggunakan alat bantu lihat semaksimal mungkin.

3. Metode Penyuluhan Massa


Dalam metode ini penyampaian informasi ditujukan kepada masyarakat yang
sifatnya massa atau publik. Oleh karena itu sasaran bersifat umum dalam arti
tidak membedakan golongan umur, jenis kelamin, pekerjaan, status ekonomi,
tingkat pendidikan dan sebagainya, maka pesan kesehatan yang akan
disampaikan harus di rancang sedemikian rupa sehingga dapat di tangkap oleh

6
massa tersebut. Pada umumnya bentuk pendekatan masa ini tidak langsung,
biasanya menggunakan media massa. Beberapa contoh dari metode ini adalah
ceramah umum, pidato melalui media massa, stimulasi dialog antara pasien dan
petugas kesehatan, sinetron tulisan di majalah atau koran, billi board yang di
pasang di pinggir jalan spanduk, poster dan sebagainya .

2.1.5 Media Penyuluhan


Menurut Notoatmojo (2005), penyuluhan tidak dapat lepas dari media karena
melalui media pesan disampaikan dengan mudah untuk dipahami. Media dapat
menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi, dan mempermudah pegertian.
Dengan demikian, sasaran dapat mempelajari dan mengadopsi pesan-pesan yang
disampaikan. Berdasarkan fungsinya sebagai penyalur informasi, media dibagi menjadi
dua, yakni;
1) Media Cetak
Media ini mengutamakan pesan-pesan visual, biasanya terdiri dari gambaran
sejumlah kata, gmbar atau foto dalam tata warna. Yang termasuk dalam media ini
adalah booklet, leaflet,flyor(selebaran), flip chart(lembar balik), rubrik atau tulisan
pada surat kabar atau majalah, poster, foto yang mengungkapkan informasi
kesehatan. Ada beberapa kelebihan media cetak antara lain tahan lama, mencakup
banyak orang, biaya rendah, dapat dibawa kemana-mana, tidak perlulistrik,
mempermudah pemahaman dan dapat meningkatkan gairah belajar. Media cetak
memiliki kelemahan yaitu tidak dapat menstimulir efek gerak dan efek suara dan
mudah terlipat.
2) Media Elektronik
Media ini merupakan media yang bergerak dan dinamis, dapat dilihat dan di dengar
dan penyampaiannya melalui alat bantu elektronika. Yang termasuk dalam media
ini adalah televisi, radio, vidio film, cassetle, CD, VCD . seperti halnya media
cetak, elektronik ini memiliki kelebihan antara lain lebih mudah dipahami, lebih
menarik, sudah dikenal masyarakat, bertatap muka, mengikuti sertakan.

2.1.6 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Penyuluhan

7
Menurut Notoatmojo (2005), penyuluhan merupakan proses perubahan perilaku
melalui suatu kegiatan pendidikan nonforma. Oleh karena itu selalu saja ada berbagai
kendala pelaksanaannya di lapangan. Secara umum ada beberapa faktor yang
mempengaruhi perubahan keadaan yang disebabkan oleh penyuluhan, diantaranya
sebagai berikut;
1. Keadaan Pribadi Sasaran
Beberapa hal yang perlu diamatipada diri sasaran adalah ada tidaknya motivasi
pribadi sasaran dalam melakukan suatu perubahan, adanya ketakutan atau trauma
dimasa lampau yang berupa ketidak percayaan pada pihak lain karena pengalaman
ketidak berhasilan atau kegagalan, kekurangsiapan dalam melakukan perubahan
karena keterbatasan pengetahuan, keterampilan, dana, sarana dan pengalaman serta
adanya perasaan puas dengan kondisi yang dirasakan sekarang.
2. Keadaan Lingkungan Fisik
Lingkungan fisik yang dimaksud adalah lingkungan yang berpengaruhbaik secara
langsung maupun tidak langsung dalam keberhasilan penyuluhan.
3. Keadaan Sosial dan Budaya Masyarakat
Kondisi sosial budaya dimasyarakat akan mempengaruhi efektifitas penyuluhan
karena kondisi sosial budaya merupakan suatu pola perilaku yang dipelajari,
dipegang teguh oleh setia warga masyarakat jika sudah berbenturan dengan
keadaan sosial budaya masyarakat.
4. Aktifitas Kelembagaan yang tersedia dan Menunjang Penyuluhan
Peran serta lembaga terkait dalam proses penyuluhan akan menentukan
efektifitaspenuluhan. Dalam hal ini lembaga berfungsi sebagai pembuat keputusan
yang akan ditetapkan sehingga harus dilaksanakan oleh masyarakat.

2.2 Konsep Dasar Pengetahuan


2.2.1 Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah oran melakukan
penginderaan terhadap suatu objektertentu (Notoatmodjo, 2003). Penginderaan terjadi
melalui pancaindra manusia, yakni indrapenglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan
raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, yaitu

8
proses melihat dan mendengar. Selain itu proses pengalaman dan proses belajar dalam
pendidikan formal maupun informal. (Buku Lestri, 2015). Menurut WHO pengetahuan
diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang lain. Orang yang tahu disebut
mempunyai pengetahuan. Jadi pengetahuan adalah hasil dari tahu. Dengan demikian
pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk
tindakan seseorang (overt behavior) Berdasarkan definisi tersebut diatas dapat
disimpulkan bahwa pengetahuan adalah suatu proses mengingat dan mengenal kembali
obyek yang telah dipelajari melalui panca indra pada suatu bidang tertentu secara baik
(Notoatmodjo, 2003).

2.2.2 Tingkat Pengetahuan


Tingkat pengetahuan adalah tingkat seberapa kedalaman seseorang dapat
menghadapi, mendalami, memperdalam perhatian seperti sebagaimana manusia
menyelesaikan masalah tentang konsep –konsep baru dan kemampuan dalam belajar
dikelas. Untuk mengukur tingkat pengetahuan seseorang secara rinci terdiri dari enam
tingkatan:
1. Tahu
Tahu diartikan sebagai mengingat sesuatu yang dipelajari sebelumnya. Termasuk
kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu
sepesifik dari sesuatu bahan yang diterima atau dipelajari. Kata kerja yangdipelajari
untuk mengukur bahwa orang tahu apa yang dipelajari antara lain: menyebutkan,
menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan sebagainya.
2. Memahami
Kemampuan untuk menjelaskan tentang obyek yang diketahui dan
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah faham terhadap
objek atau materi harus dapat menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan,
meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang dipelajari kriteria–kriteria yang
telah ada.
3. Aplikasi
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada suatu kondisi atau situasi nyata.

9
4. Analisis
Kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam komponen –komponen, tapi
masih dalam suatu struktur tersebut dan masih ada kaitanya satu sama lain.
5. Sintesis
Kemampuan meletakkan atau menghubungkan bagian –bagian di dalam suatu
bentuk keseluruhan yang baru. Atau menyususn formulasi baru dari formulasi yang
ada.
6. Evaluasi
Evaluasi ini berkaitann dengan kemammpuan untuk melakukan justifikasi/penilaian
terhadap suatu materi / obyek (Notoatmodjo dalam Lestari, 2015)

2.2.3 Tingkat Pengetahuan


Menurut Arikunto (201), Tingkat Pengetahuan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu;
1. Baik 76% -100%
2. Kurang ˂ 75%

2.2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan


Pengetahuan Adapun faktor –faktor yang mempengaruhi pengetahuan antara
lain:
1. Usia
Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia
maka semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikir seseorang. Setelah
melawati usia madya (40-60 tahun), daya tangkap dan pola pikir seseorang akan
menurun.
2. Pendidikan
Tingkat pendidikan merupakan suatu proses belajar, yang berarti didalam
pendidikan itu terjadi proses pertumbuhan. Perkembangan atau perubahan yang

10
lebih dewasa, lebih baik dan lebih matang pada setiap individu kelompok atau
masyarakat.
3. Informasi
Informasi adalah sesuatu yang diketahui, namun adapula yang menekankan
informasi sebagai transfer pengetahuan. Kata media informasi berasal dari bahasa
latin yang secara haraflah berati tengah, pengantar, atau pengantar. Media Informasi
adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan dari pengirim
kepenerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat
seseorang sedemikian rupa sehingga terjadi proses pembelajaran (Purnamasari,
2003).
4. Pengalaman
Pengalaman yakni merupakan sesuatu yang pernah dilakukan seseorang akan
menambah pengetahuan tentang sesuatu yang bersifat informasi.
5. Budaya
Budaya yakni merupakan tingkah laku manusia dalam m memenuhi kebutuhan yang
meliputi sikap dan kepercayaan dalam kebudayaan.
6. Sosial Ekonomi
Sosial ekonomi merupakan lingkungan sosial akan mendukung tingginya
pengetahuan seseorang bila ekonominya baik.

2.3 Hipertensi
2.3.1 Definisi dan Klasifikasi
Hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah sistolik (SBP) ≥140 mmHg
dan diastoliknya (DBP) ≥90 mmHg setelah diulang pemeriksaan (Unger et al., 2020).
Penyakit hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah salah satu jenis penyakit yang
mematikan di dunia dan faktor risiko paling utama terjadinya hipertensi yaitu faktor usia
sehingga banyak dijumpai pada usia senja/usia lanjut (Fauzi, 2014). Berdasarkan tanda
klinis, hipertensi merupakan ketidakseimbangan hemodinamik suatu sistem
kardiovaskular, dimana penyebab terjadinya disebabkan oleh beberapa faktor sehingga
tidak bisa terdiagnosis dengan hanya satu faktor tunggal (Setiati, 2015).

11
Menurut The Joint National Committee VII tahun 2003, klasifikasi hipertensi
berdasarkan tekanan darah pada orang dewasa terbagi manjadi (Chobanian et al.,
2003).

Tabel 1. Klasifikasi Hipertensi

Tekanan Darah Tekanan Darah


Kategori
Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

<120 <80 Normal

120-139 80-89 Prahipertensi

140-159 Hipertensi Stage 1


≥160 Hipertensi Stage 2

Selain itu, menurut Gunawan (2001) terdapat klasifikasi hipertensi berdasarkan


bentuknya yaitu.
a. Hipertensi sistolik (Isolated systolic hypertension), yaitu peningkatan tekanan
sistolik tanpa diikuti peningkatan tekanan diastolik. Umumnya ditemukan pada
usia lanjut.
b. Hipertensi diastolik, yaitu peningkatan tekanan diastolik tanpa diikuti peningkatan
tekanan sistolik. Biasanya ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda
c. Hipertensi campuran, yaitu peningkatan tekanan darah pada sistol dan diastol.

2.3.2. Etiologi

12
Menurut Smeltzer (2013) berdasarkan penyebab terjadinya, hipertensi terbagi
atas dua bagian, yaitu.
a. Hipertensi Primer (Esensial)

Jenis hipertensi primer sering terjadi pada populasi dewasa antara 90% -95%.
Hipertensi primer tidak memiliki penyebab klinis yang dapat diidentifikasi, dan juga
kemungkinan kondisi ini bersifat multifaktor (Smeltzer, 2013). Hipertensi primer tidak
bisa disembuhkan, akan tetapi bisa dikontrol dengan terapi yang tepat. Dalam hal ini,
faktor genetik mungkin berperan penting untuk pengembangan hipertensi primer dan
bentuk tekanan darah tinggi yang cenderung berkembang secara bertahap selama
bertahun-tahun (Bell, Twiggs & Olin, 2015). b. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder memiliki ciri dengan peningkatan tekanan darah dan disertai
penyebab yang spesifik, seperti penyempitan arteri renalis, kehamilan, medikasi
tertentu, dan penyebab lainnya. Hipertensi sekunder juga bisa bersifat menjadi akut,
yang menandakan bahwa adanya perubahan pada curah jantung (Ignatavicius,
Workman & Rebar, 2017).

2.3.3. Faktor Risiko

Menurut Fauzi (2014) Hipertensi memiliki beberapa faktor risiko, diantaranya


yaitu:
a. Faktor risiko yang tidak dapat diubah

1) Keturunan, faktor ini tidak bisa diubah. Jika didalam keluarga pada orangtua
atau saudara memiliki tekanan darah tinggi maka dugaan hipertensi menjadi
lebih besar. Statistik menunjukkan bahwa masalah tekanan darah tinggi lebih
tinggi pada kembar identik dibandingkan kembar tidak identik. Selain itu pada
sebuah penelitian menunjukkan bahwa ada bukti gen yang diturunkan untuk
masalah tekanan darah tinggi.
2) Usia, faktor ini tidak bisa diubah. Semakin bertambahnya usia semakin besar
pula resiko untuk menderita tekanan darah tinggi. Hal ini juga berhubungan
dengan regulasi hormon yang berbeda.
b. Faktor Risiko yang Dapat diubah

13
1) Konsumsi garam, terlalu banyak garam (sodium) dapat menyebabkan tubuh
menahan cairan yang meningkatkan tekanan darah.
2) Kolesterol, kandungan lemak yang berlebihan dalam darah menyebabkan
timbunan kolesterol pada dinding pembuluh darah, sehingga pembuluh darah
menyempit, pada akhirnya akan mengakibatkan tekanan darah menjadi tinggi
3) Kafein, kandungan kafein terbukti meningkatkan tekanan darah. Setiap cangkir
kopi mengandung 75-200 mg kafein, yang berpotensi meningkatkan tekanan
darah 5-10 mmHg.
4) Alkohol, alkohol dapat merusak jantung dan juga pembuluh darah. Ini akan
menyebabkan tekanan darah meningkat.
5) Obesitas, orang dengan berat badan diatas 30% berat badan ideal, memiliki
peluang lebih besar terkena hipertensi.
6) Kurang olahraga, kurang olahraga dan kurang gerak dapat menyebabkan
tekanan darah meningkat. Olahraga teratur dapat menurunkan tekanan darah
tinggi namun tidak dianjurkan olahraga berat.
7) Stress dan kondisi emosi yang tidak stabil seperti cemas, yang cenderung
meningkatkan tekanan darah untuk sementara waktu. Jika stress telah berlalu
maka tekanan darah akan kembali normal.
8) Kebiasaan merokok, nikotin dalam rokok dapat merangsang pelepasan
katekolamin, katekolamin yang meningkat dapat mengakibatkan iritabilitas
miokardial, peningkatan denyut jantung, serta menyebabkan vasokonstriksi
yang kemudian meningkatkan tekanan darah.
9) Penggunaan kontrasepsi hormonal (estrogen) melalui mekanisme
reninaldosteron-mediate volume expansion, penghentian penggunan kontrasepsi
hormonal, dapat mengembalikan tekanan darah menjadi normal kembali.
Walaupun hipertensi umum terjadi pada orang dewasa, tapi anak-anak juga
berisiko terjadinya hipertensi. Untuk beberapa anak, hipertensi disebabkan oleh
masalah pada jantung dan hati. Namun, bagi sebagian anak-anak bahwa
kebiasaan gaya hidup yang buruk, seperti diet yang tidak sehat dan kurangnya
olahraga, berkonstribusi pada terjadinya hipertensi.

14
2.3.4. Patofisiologi

Tekanan darah arteri sistemik merupakan hasil perkalian total resistensi/tahanan


perifer dengan curah jantung (cardiac output). Hasil cardiac output didapatkan melalui
perkalian antara stroke volume (volume darah yang dipompa dari ventrikel jantung)
dengan hearth rate (denyut jantung). Sistem otonom dan sirkulasi hormonal berfungsi
untuk mempertahankan pengaturan tahanan perifer. Hipertensi merupakan suatu
abnormalitas dari kedua faktor tersebut yang ditandai dengan adanya peningkatan
curah jantung dan resistensi perifer yang juga meningkat (Ardiansyah, 2012; Kowalak,
2011). Berbagai teori yang menjelaskan tentang terjadinya hipertensi, teori-teori
tersebut antara lain (Kowalak, 2011).
a. Perubahan yang terjadi pada bantalan dinding pembuluh darah arteri yang
mengakibatkan retensi perifer meningkat.
b. Terjadi peningkatan tonus pada sistem saraf simpatik yang abnormal dan berasal
dalam pusat vasomotor, dapat mengakibatkan peningkatan retensi perifer.
c. Bertambahnya volume darah yang disebabkan oleh disfungsi renal atau hormonal.
d. Peningkatan penebalan dinding arteriol akibat faktor genetik yang disebabkan oleh
retensi vaskuler perifer.
e. Pelepasan renin yang abnormal sehingga membentuk angiotensin II yang
menimbulkan konstriksi arteriol dan meningkatkan volume darah.
Tekanan darah yang meningkat secara terus-menerus pada pasien hipertensi
dapat menyebabkan beban kerja jantung akan meningkat. Hal ini terjadi karena
peningkatan resistensi terhadap ejeksi ventrikel kiri. Agar kekuatan kontraksi jantung
meningkat, ventrikel kiri mengalami hipertrofi sehingga kebutuhan oksigen dan beban
kerja jantung juga meningkat. Dilatasi dan kegagalan jantung bisa terjadi, jika
hipertrofi tidak dapat mempertahankan curah jantung yang memadai. Karena hipertensi
memicu aterosklerosis arteri koronaria, maka jantung bisa mengalami gangguan lebih
lanjut akibat aliran darah yang menurun menuju ke miokardium, sehingga timbul
angina pektoris atau infark miokard. Hipertensi juga mengakibatkan kerusakan pada
pembuluh darah yang semakin mempercepat proses aterosklerosis dan kerusakan
organ-organ vital seperti stroke, gagal ginjal, aneurisme dan cedera retina (Kowalak,
2011).

15
Kerja jantung terutama ditentukan besarnya curah jantung dan tahanan perifer.
Umumnya curah jantung pada penderita hipertensi adalah normal. Adanya kelainan
terutama pada peninggian tahanan perifer. Peningkatan tahanan perifer disebabkan
karena vasokonstriksi arteriol akibat naiknya tonus otot polos pada pembuluh darah
tersebut. Jika hipertensi sudah dialami cukup lama, maka yang akan sering dijumpai
yaitu adanya perubahan-perubahan struktural pada pembuluh darah arteriol seperti
penebalan pada tunika interna dan terjadi hipertrofi pada tunika media. Dengan
terjadinya hipertrofi dan hiperplasia, maka sirkulasi darah dalam otot jantung tidak
mencukupi lagi sehingga terjadi anoksia relatif. Hal ini dapat diperjelas dengan adanya
sklerosis koroner (Riyadi, 2011).

2.3.5. Pengobatan Hipertensi

Tujuan dari pengobatan hipertensi yaitu untuk menurunkan tekanan darah


sesuai target normal. Pedoman JNC7 merekomendasikan target tekanan darah <140/90
mmHg untuk kebanyakan pasien, <140/80 mmHg untuk pasien diabetes mellitus, dan
<130/80 mmHg untuk pasien yang memiliki albuminuria persisten (>30 mg albumin
urin ekskresi per 24 jam). Obat antihipertensi sangat beragam jenis dan mekanisme
kerjanya, dimana penggunaan tunggal maupun kombinasinya bergantung pada
keparahan serta adanya penyakit penyerta pada hipertensi.

16
2.4 Kerangka Konsep

Variabel bebas: Variabel terikat:


Penyuluhan
Pengetahuan

Variabel Pengganggu:
Faktor fisik
Faktor psikososial

Gambar 1. Kerangka Konsep

2.5 Hipotesis
Hipotesis pada penelitian ini adalah terdapat pengaruh terhadap pengetahuan peserta
prolanis hipertensi di Puskesmas II Ajibarang.

17
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini bersifat analitik dan menggunakan metode kuantitatif. Penelitian
analitik adalah suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antar
variabel (Dahlan, 2013). Jenis penelitian yang digunakan adalah Pra Experimental yaitu
penelitian yang memberikan perlakuan kepada objek yang dapat mengendalikan
variabel dan secara tegas menyatakan adanya hubungan sebab akibat (Hidayat, 2010).
Penelitian ini dirancang menggunakan design one group pre-post test yang merupakan
penelitian eksperimen dimana tidak menggunakan kelompok pembanding (kontrol),
namun sebelumnya kelompok tersebut sudah dilakukan observasi pretest sehingga
peneliti dapat membandingkan perubahan setelah dilakukan eksperimen
(Notoatmodjo,2012).

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Puskesmas II Ajibarang
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2020

3.3 Populasi Penelitian


Pada penelitian ini, populasi target adalah peserta prolanis hipertensi yang hadir
pada tanggal 17 Oktober 2020. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam
penelitian ini adalah metode purposive sampling, yang mana dengan metode ini, semua
sampel yang memenuhi kriteria akan diambil sampai jumlah sampel yang diperlukan
terpenuhi. Sedangkan besar sampel diambil dengan rumus sebagai berikut (Saryono,
2013):

( Zα + Zβ ) s
n 1=n2=2( )²
x 1− x 2

18
(1,96 +1,28 ) 0,3
n 1=n2=2( )²
0,25
n 1=n2=30
keterangan :
n1=n2 : Jumlah sampel setiap kelompok
zα : Derivat baku alfa (1,96)
zβ : Derivat baku beta (1,28)
x 1−x 2 : Perbedaan rerata minimal (1,96)
s : Simpangan baku gabungan (0,3)

Dari hasil perhitungan maka jumah sampel yang diambil adalah 30 sampel.

3.4 Subyek dan Sampel Penelitian


Untuk subjek penelitian sendiri ditentukan dengan kriteria sampel, yaitu :
a. Kriteria inklusi
- Pasien peserta prolanis hipertensi Puskesmas II Ajibarang
- Bersedia mengikuti penelitian
b. Kriteria eksklusi
- Tidak mengisi instrument penelitian dengan benar

3.5 Variabel Penelitian


a. Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penyuluhan
b. Variabel Terikat
Variabel terikat yang digunakan adalah pengetahuan peserta prolanis
hipertensi di Puskesma II Ajibarang Pada Tangga 17 Oktober 2020
c. Variabel Pengganggu
Variabel pengganggu yang digunakan pada penelitian ini adalah
variabel yang mudah diukur yaitu usia, jnis kelamin, pendidikan, dan
pekerjaan.

19
3.6 Definisi Operasional
Tabel 2. Definisi Operasional

Variabel Definisi Alat Ukur Skala Data Hasil Ukur


Variabel Memberikan Leaflet - -
Independen: pengetahuan materi
Penyuluhan tentang hipertensi
hipertensi.
Variabel Menilai Instrumen 1) 1-11 = Kurang Ordinal
Dependen: pengetahuan kuesioner 2) 12-15= Baik
Pengetahuan peserta
prolanis
hipertensi di
Puskesmas II
Ajibarang
pada tanggal
17 Oktober
2020

20
3.7 Rencana Analisis Data
Analisis data yang dilakukan pada penelitian ini adalah berupa analisis univariat,
bivariat, dan multivariat. Data dianalisis menggunakan software IBM SPSS Statistics
21.
1. Analisis univariat
Analisis univariat adalah metode yang dilakukan untuk menganalisis tiap variabel
pada penelitian (Notoatmodjo, 2012). Fungsi dari analisis univariat adalah untuk
meringkas data hasil penelitian dan disajikan dalam bentuk tabel, grafik, dan lain-
lain, sehingga data tersebut menjadi informasi yang berguna. Analisis penelitian
juga berfungsi untuk mengetahui karakteristik pada subjek penelitian.
2. Analisis bivariat
Analisis bivariat adalah metode yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara
dua variabel (Dahlan, 2012). Sebelum dianalisis, dilakukan uji normalitas data
dengan uji Saphirowilk, karena besar sampel penelitian ini termasuk kecil (p<50
subyek). Analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji paired t-test karena
variabel yang diteliti adalah kategorik- berpasangan. Apabila distribusi data tidak
normal akan digunakan uji hipotesis wilcoxon (Dahlan, 2016

44
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Data Umum


A. Gambaran Puskesmas II Ajibarang
Puskesmas Ajibarang II merupakan salah satu bagian dari 39 Puskesmas
yang ada di Kabupaten Banyumas, dan merupakan unit 2 dari Kecamatan
Ajibarang. Dengan luas wilayah mencapai 22.966 km2, mempunyai 7 desa
wilayah kerja yang meliputi Desa Pancasan, Lesmana, Pancurendang,
Kalibenda , Banjarsari, Sawangan dan Jingkang, sedangkan wilayah desa
yang terluas desa Jingkang tersempit desa Kalibenda.
Jumlah penduduk di wilayah kerja Puskesmas Ajibarang II Tahun 2019
sebesar 45.088 jiwa, dengan angka kepadatan penduduk rata-rata 2,0/km2.
Jumlah penduduk tertinggi terdapat di Desa Banjarsari dengan jumlah
penduduk sebesar 7.797 jiwa. Desa pancasan juga merupakan desa dengan
kepadatan penduduk tertinggi dengan tingkat kepadatan sebesar 39,32/km2 .
Jumlah penduduk terendah di wilayah kerja Puskesmas Ajibarang II dimiliki
oleh Desa Kalibenda sebesar 2.369 jiwa.
Jumlah estimasi penderita Hipertensi di Puskesmas II Ajibarang dari
bulan Januari sampai dengan Desember 2020 sebesar 3.156 kasus, dengan
rincian laki-laki sebanyak 1.092 kasus dan perempuan sebanyak 2.064 kasus.
Sedangkan rincian data demografi pasien Hipertensi berdasarkan kelompok
umur sebagai berikut:
- Umur 15-44, laki-laki sebanyak 49 dan perempuan sebanyak 362
- Umur 45-64, laki-laki sebanyak 493 dan perempuan sebanyak 963
- Umur >65, laki-laki sebanyak 550 dan perempuan sebanyak 739
Jumlah estimasi penderita Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin di
Puskesmas II Ajibarang dari bulan Januari sampai dengan Desember 2020
sebesar 488 kasus, dengan rincian laki-laki sebanyak 270 kasus dan
perempuan sebanyak 218 kasus. Sedangkan rincian data demografi pasien
Diabetes Mellitus Tidak Tergantung Insulin berdasarkan kelompok umur
sebagai berikut:
- Umur 15-44, laki-laki sebanyak 38 dan perempuan sebanyak 89
- Umur 45-64, laki-laki sebanyak 161 dan perempuan sebanyak 76
- Umur >65, laki-laki sebanyak 71 dan perempuan sebanyak 53

Jumlah estimasi penderita Diabetes Mellitus Tergantung Insulin di


Puskesmas II Ajibarang dari bulan Januari sampai dengan Desember 2020
sebesar 34 kasus, dengan rincian laki-laki sebanyak 13 kasus dan perempuan
sebanyak 21 kasus. Sedangkan rincian data demografi pasien Diabetes
Mellitus Tergantung Insulin berdasarkan kelompok umur sebagai berikut:
- Umur 15-44, laki-laki tidak ada dan perempuan sebanyak 11
- Umur 45-64, laki-laki sebanyak 9 dan perempuan sebanyak 10
- Umur >65, laki-laki sebanyak 3 dan perempuan tidak ada

B. Gambaran Karakterisitik Responden


Pengambilan data merupakan data primer yang dilakukan pada tanggal
17 Oktober 2020 di Puskesmas II Ajibarang. Subjek penelitian adalah peserta
prolanis hipertensi yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak memiliki kriteria
eksklusi. Berdasarkan pencarian, didapatkan 45 responden yang kemudian
peneliti bulatkan sesuai dengan besar sampel yanag dibutuhkan yaitu
sebanyak 30. Adapun karakteristik responden adalah sebagai berikut:

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden


No Karakteristik
N (%)
Responden
1 Usia
55-66 21 70.0
>65 9 30.0
2 Pendidikan
SD 23 76.7
SMP 2 6.7
SMA 4 13.3
S1 1 3.3
3 Pekerjaan
IRT 28 93.3
Swasta 2 6.7
4 Jenis Kelamin
Perempuan 21 70.0
Laki-laki 9 30.0
Sumber: Data Primer 2020

Berdasarkan data distribusi frekuensi karakteristik responden di atas,


didapatkan hasil bahwa golongan usia responden terbanyak adalah yang
berusia 55-65 tahun yaitu sebanyak 21 responden (70.3%) dan sisanya usia
>65 sebanyak 9 orang responden (30.0%). Tingkat pendidikan responden
terbanyak adalah SD yaitu sebanyak 23 responden (76.7%) Tingkat
pendidikan terendah adalah S1 sebanyak 1 orang responden (3.3%).
Distribusi pekerjaan mayoritas adalah IRT yaitu sebanyak 28 responden
(93.3%) dan 2 responden sebagai pekerja swasta (6.7%). Jenis kelamin
mayoritas adalah perempuan yaitu sebanyak 21 responden (70.0%),
sedangkan laki-laki sebanyak 9 orang responden (30.0%).

C. Gambaran Pengetahuan Responden


Berdasarkan penelitian yang dilakukan pada tanggal 17 Oktober 2020 di
Puskesmas II Ajibarang diperoleh data sebagai berikut :
1. Pengetahuan Sebelum Dilakukan Penyuluhan
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Peserta Prolanis Hipertensi
Puskesmas II Ajibarang Pada Tanggal 17 Oktober 2020

No Pengetahuan N (%)
1 Baik 17 56,6
2 Kurang 13 43,4
Jumlah 30 100,0
Sumber: Data Primer 2020
Berdasarkan table 4. Menunjukkan bahwa sebagian besar
pengetahuan sebelum dilakukan penyuluhan adalah baik dengan
jumlah 17 (56,6 %).

2. Pengetahuan Setelah Dilakukan Penyuluhan


Tabel 5. Distribusi Frekuensi Pengetahuan Peserta Prolanis Hipertensi
Puskesmas II Ajibarang Pada Tanggal 17 Oktober 2020
No Pengetahuan N (%)
1 Baik 26 86,6
2 Kurang 4 13,4
Jumlah 30 100,0
Sumber: Data Primer 2020
Berdasarkan table 5. Menunjukkan bahwa sebagian besar
pengetahuan sebelum dilakukan penyuluhan adalah baik dengan
jumlah 26 (86,6 %)

Berdasarkan data distribusi pengetahuan di atas, menunjukkan bahwa


tingkat pengetahuan saat pre-test dengan nilai baik sebanyak 17 orang (56,6
%). Untuk nilai paling tinggi adalah skala 13 yaitu sebanyak 9 orang (30%),
dan nilai yang paling rendah adalah skala 9 sebanyak 1 orang (3.3%).
Sedangkan tingkat pengetahuan yang paling banyak pada saat post-test
adalah nilai baik yaitu sebanyak 26 orang (85,6 %). Nilai yang paling tinggi
adalah skala 15 yaitu sebanyak 1 orang (3.3 %), dan nyeri paling rendah
adalah skala 9 sebanyak 1 orang (30%).
4.2. Data Khusus
Data yang didapatkan adalah hasil penilaian menggunakan instrument kuesioner.
Hasil penilaian dinyatakan dalam rentang angka 1-15. Analisis hasil dilakukan untuk
melihat beberapa makna, yaitu perbandingan nilai pre-post test, pengaruh/hubungan
penyuluhan terhadap pengetahuan dan korelasi data demografi terhadap pengetahuan.
Data akan dianalisis menggunakan software spss. Untuk melihat perbandingan nilai
pre-post test, dianalisis dengan metode uji Wilcoxon karena berdasarkan uji normalitas
menggunakan uji Shapiro-Wilk data yang ada tidak terdistribusi normal.

A. Uji normalitas data


Setelah mendapatkan hasil pre-post dari kedua kelompok, kemudian
data dianalisis menggunakan Shapiro-Wilk. Shapiro-Wilk digunakan untuk
sampel yang berjumlah kurang dari 50. Data yang dilakukan uji distribusi
adalah data demografi, data pre-test dan post-test.

Tabel 6. Hasil Uji Normalitas Data


No Kelompok Uji Shapiro-Wilk Keterangan
1. Usia 0.000 Tidak Normal
2. Pendidikan 0.000 Tidak Normal
3. Pekerjaan 0.000 Tidak Normal
4. Jenis Kelamin 0.000 Tidak Normal
5. Pre-Test 0.000 Tidak Normal
6.. Post-Test 0.003 Tidak Normal
Sumber: Data Primer 2020
Hasil dari analisa uji normalitas data pada tabel diatas, didapatkan
masing-masing data diperoleh nilai p < 0,05 yang menunjukkan sebaran
data adalah tidak normal. Sebaran data yang tidak normal dianalisis
menggunakan analisa statistik non parametrik (Dahlan, 2013). Sehingga
digunakan Uji non-parametrik Wilcoxon sebagai alternatif.

B. Analisis Pengaruh Penyuluhan Terhadap Pengetahuan Peserta Prolanis


Hipertensi di Puskesmas II Ajibarang Pada Tangga 17 Oktober 2020 (Uji
Wilcoxon)
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Pengaruh Penyuluhan Terhadap
Pengetahuan Peserta Prolanis Hipertensi di Puskesmas II Ajibarang
Pada Tangga 17 Oktober 2020 (Uji Wilcoxon)

Variabel Pengetahuan Mean Nilai p


Kurang Baik
Sebelum Penyuluhan 13 17 9,97
0,03
Sesudah Penyuluhan 4 26 13,14
<0,05 = signifikan
Pengetahuan sebelum diberikan
penyuluhan kesehatan menunjukkan bahwa responden yang memiliki pengetahuan dengan
nilai baik terhadap penyakit hipertensi yaitu sebanyak 17 responden (56,6%), sedangkan
setelah penyuluhan meningkat yaitu menjadi sebanyak 26 responden (86,6%). Menurut
Ginting (2008), Tingkat pengetahuan penderita tentang hipertensi sangat bervariasi.
Sebagian penderita kurang memahami penyakit hipertensi, gejala serta faktor resikonya,
sebagian lagi penderita sudah memiliki pengetahuan yang baik tentang hipertensi namun
dalam tindakannya masih sulit meninggalkan kebiasaan yang justru memperparah penyakit
tersebut. Setelah diberikan penyuluhan jumlah responden dengan pengetahuan bernilai baik
meningkat, al ini sesuai pendapat Notoatmodjo (2007) menunjukkan bahwa usia,
pendidikan, pengalaman, informasi dan fasilitas merupakan faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi pengetahuan seseorang. Pengetahuan merupakan proses belajar dengan
menggunakan pancaindra yang dilakukan seseorang terhadap objek tertentu untuk dapat
menghasilkan pengetahuan dan keterampilan. Pengetahuan sangat erat kaitannya dengan
pendidikan maka,orang tersebut akan semakin luas pula pengetahuannya.
Berdasarkan hasil analisis statistik pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap
pengetahuan peserta prolanis Hipertensi di Puskesmas II Ajibarang pada Tanggal 17
Oktober 2020 dengan menggunakan Wilcoxon Signed Ranks Test pada tingkat kemaknaan
95 % (α ≤ 0,05) diperoleh bahwa terdapat pengaruh penyuluhan kesehatan terhadap
pengetahuan peserta prolanis Hipertensi.
Secara statistik diperoleh nilai = 0,000 (<0,05). Menurut
Notoatmodjo (2003), penyuluhan kesehatan tidak dapat lepas dari media,
pesan-pesan di sampaikan dengan mudah dipahami, dan lebih menarik. Media
juga dapat menghindari kesalahan persepsi, memperjelas informasi,
mempermudah pengertian, dapat mengurangi komunikasi yang verbalistik, dan
memperlancar komunikasi. Dengan demikian, sasaran dapat mempelajari
pesan tersebut dan mampu memutuskan mengadopsi perilaku sesuai dengan
pesan-pesan yang disampaikan.
Penyuluhan kesehatan bagi masyarakat atau komunitas yang lebih luas
dapat dilakukan melalui media massa, sedangkan untuk komunitas yang lebih
kecil misalnya di lingkup rumah sakit, puskesmas atau dokter praktek swasta
dapat dibuat brosur atau leaflet. Dari hasil penelitian diperoleh perbedaan
pengetahuan responden sebelum diberikan penyuluhan kesehatan dan setelah
diberikan penyuluhan kesehatan.
Hal ini menandakan bahwa dengan adanya pemberian penyuluhan
kesehatan akan meningkatkan pengetahuan seseorang dalam mengintervensi
penyakitnya dengan mengontrol dan mencegah terjadinya kenaikan tekanan
darah yang melebihi batas normal. Penelitian yang dilakukan Suparni (2010)
berjudul Pengaruh penyuluhan terhadap pengetahuan dan sikap pasien tentang
penyakit Hipertensi di Desa beton wilayah kerja puskesmas siman kabupaten
ponorogo didapatkan ada perubahan pengetahuan dan sikap tentang penyakit
Hipertensi sebelum dan sesudah diberi penyuluhan di Desa beton wilayah kerja
puskesmas siman ponorogo.
Penelitian yang dilakukan Umah (2012) berjudul Pengaruh pendidikan
kesehatan terhadap perilaku diet rendah garam pada pasien Hipertensi di Desa
banjarsari RT 1 RW 01 manyar gresik didapatkan bahwa ada pengaruh
pendidikan kesehatan terhadap perilaku (pengetahuan, sikap, tindakan) pada
pasien hipertensi.
Hasil penelitian diatas menunjukan bahwa penderita Hipertensi yang
diberikan pendidikan dan pedoman dalam perawatan diri akan meningkatkan
pola hidupnya yang dapat mengontrol tekanan darah dengan baik sekaligus
mengingatkan bahwa pendidikan kesehatan akan lebih efektif bila petugas
kesehatan mengenal tingkat pengetahuan perilaku dan kebiasaan sehari-hari
klien tersebut.
C. Analisis korelasi antara pengetahuan dengan data demografi
Tabel 8. Analisis korelasi antara pengetahuan dan data demografi (Uji
Spearman)
Hasil
Correlation Coefficient Nilai Sig. p
Variabel
Usia 0.166 0.205
Pendidikan -0.69 0.599
Pekerjaan 0.17 0.899
Jenis Kelamin 0.71 0.591
<0,05 = signifikan

Berdasarkan hasil analisis tersebut data demografi tidak ada yang


berpengaruh signifikan terhadap pengetahuan repsonden dengan pembahasan
sebagai berikut:
a. Usia
Hasil dari penelitian ini menyatakan bahwa tidak terdapat
hubungan yang bermakna antara umur dengan pengetahuan responden
mengenai hipertensi setelah diberikan penyuluhan. Hal ini dapat
dijelaskan bahwa saat semakin cukup umur tingkat kematangan dan
kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja, tetapi
seperti yang dinyatakan Verner dan Davison bahwa adanya 6 faktor
fisik yang dapat menghambat proses belajar pada orang dewasa,
sehingga membuat penurunan pada suatu waktu dalam kekuatan
berfikir dan bekerja. Sehingga melalui pengetahuan yang telah dimiliki
sebelumnya, pengalaman sendiri, pengalaman orang lain, lingkungan
dan faktor intrinsik lainnya dapat membentuk pengetahuan seseorang
dalam jangka waktu yang lama dan akan tetap bertahan sampai tua.
b. Pendidikan
Penelitian ini memberikan hasil bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara pendidikan dengan pengetahuan responden
mengenai hipertensi setelah diberikan penyuluhan. Hal ini berbeda
dengan Teori Nursalam yang menyatakan bahwa makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang semakin mudah menentukan informasi makin
banyak pengetahuan, sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang
dimiliki sebaliknya pendidikan yang kurang akan menghambat
perkembangan sikap seseorang terhadap nilai baru yang diperkenalkan.
Tetapi dilain pihak pendidikan yang kurang menyebabkan daya
intelektualnya masih terbatas sehingga masih dipengaruhi oleh keadaan
sekitarnya. Budaya setempat, lingkungan dan pengaruh orang lain lebih
mendominansi dalam pembentukan pengetahuan dalam dirinya. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa pengetahuan yang diterima oleh
responden yang berpendidikan rendah dan sedang serta tidak menutup
kemungkinan untuk yang berpendidikan tinggi, berasal dari lingkungan
sekitarnya.

c. Pekerjaan
Penelitian ini memberikan hasil bahwa tidak terdapat hubungan
yang bermakna antara pekerjaan dengan pengetahuan respsonden
setelah diberikan penyuluhan. Tinggi rendahnya kebutuhan ilmu yang
digunakan untuk bekera dapat membentuk pola kemampuan menyerap,
mengolah dan memahami suatu informasi. Bekerja juga akan
memudahkan seseorang untuk menjangkau berbagai informasi. Tetapi
seperti yang dijelaskan diatas bahwa kebutuhan akan ilmu (tingkat
pengetahuan) dan sumber informasi tidak berhubungan dengan
pengetahuan, maka pekerjaan yang membutuhkan pendidikan tinggi
dan pekerjaan sebagai media yang memudahkan untuk mengakses
informasi pun tidak berhubungan. Sehingga lebih dimungkinkan
mereka mendapatkan tambahan pengetahuan tersebut dari lingkungan
hidupnya sehari-hari seperti keluarga, tetangga maupun masyarakat
sekitar.
d. Jenis Kelamin
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini tidak didapatkan
hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan pengetahuan
responden megenai hipertensi. Walaupun sebesar 70% perempuan
dalam penelitian ini adalah ibu rumah tangga, hal ini tidak menutup
kemungkinan untuk mereka dapat mengakses sumber informasi dari
sumber lain
Berdasarkan penelitian terhadap jenis kelamin, jenis kelamin
perempuan lebih banyak daripada jenis kelamin laki-laki. Perempuan lebih
berisiko untuk terkena Hipertensi dibandingkan dengan lakilaki, sebelum
menopause wanita cenderung terlindungi oleh hormon estrogen yang
dimana kadar estrogen menurun setelah menopause. Pada wanita
seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (konsumsi makanan dalam
jumlah berlebihan, kelebihan berat badan/overweight), depresi, dan status
pekerjaan yang menyebabkan kurang gerak (Arief, 2008). Sedangkan
relasi terhadap pengetahuan menurut penelitian kali ini tidak ada.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Hasil analisis dan pembahasan pada penelitian ini menunjukkan bahwa
penyuluhan dapat digunakan untuk upaya meningkatkan pengetahuan responden
tentang hipertensi. Berdasarkan uji Wilcoxon dibuktikan bahwa 30 subjek yang
diberikan penyuluhan kepada peserta prolanis hipertensi di Puskesmas II Ajiarang
pada tanggal 17 Oktober 2020, dapat mengalami peningkatan pengetahuan tentang
hipertensi dengan nilai p = 0.001 (p < 0.05) yang artinya bermakna.
5.2. Saran
a. Untuk Peneliti Selanjutnya
Diharapkan penelitian selanjutnya dapat melakukan penyuluhan tersebut
pada kegiatan lain. Penelitian dapat dilakukan dengan jumlah sampel yang lebih
besar. Selain itu juga perlu dilakukan penelitian dengan variasi penyuluhan yang
berbeda dan bertambah inovasi harapannya dapat lebih meningkatkan pengetahuan
masyarakat.
b. Untuk Masyarakat Khususnya Peserta Prolanis Hipertensi
Peserta diharapkan lebih sadar terhadap pentingnya pengetahuan tentang
hipertensi untuk meningkatkan kualitas kesehatan dan menghindari dari berbagai
macam resiko komplikasi yang tidak diinginkan.
c. Untuk Pelayanan Kesehatan
Pelayanan kesehatan dapat memberikan penyuluhan lebih banyak lagi
kepada masyarakat agar pengetahuan tentang kesehatan dapat meningkat,
harapannya juga dapat meningkatkan kesadaran akan pola hidup yang sehat.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai