Anda di halaman 1dari 98

PT Perkebunan Nusantara II

BAB I
PENDAHULUAN
Pabrik Kelapa Sawit (PKS), dioperasikan dalam
suatu rangkaian proses yang kontinu, di mana hasil
proses instalasi sebelumnya dilanjutkan oleh instalasi
berikutnya yang saling berkaitan terhadap pencapaian
mutu. Ketidak sempurnaan pada proses dimuka tidak
dapat diperbaiki pada proses selanjutnya. Jadi
dibutuhkan tindakan dan pekerjaan yang benar untuk
setiap langkah proses sehingga hasil pengolahan dicapai
optimal.
Pengolahan bahan baku Tandan Buah Segar (TBS)
Kelapa Sawit menjadi minyak sawit (CPO) dan inti sawit
(Kernel) pada prinsipnya adalah pemisahan, atau proses
ekstraksi untuk mengambil CPO dan Kernel yang memang
sudah tersedia pada TBS Kelapa Sawit. Jadi hasil yang
dicapai akan sangat bergantung pada bagaimana mutu
bahan baku TBS Kelapa Sawit yang tersedia. Di PKS sendiri
yang harus diusahakan ialah bagaimana agar CPO dan
Kernel yang terkandung pada TBS tidak ada yang hilang
(losses) atau minimalisasi losses dan mutu produksi dapat
dipertahankan secara konsisten.
Untuk dapat menghasilkan quantity produksi
yang optimal, quality yang konsisten dan biaya yang
efisien dan efektif, maka diperlukan karyawan yang
memiliki persiapan kompetensi yang tinggi. Untuk itulah
diterbitkan Buku Pedoman Kerja Pabrik Kelapa Sawit
(BPK PKS) PT Perkebunan Nusantara II. Dalam

1
PT Perkebunan Nusantara II

perjalanannya buku tersebut telah mengalami


penyempurnaan-penyempurnaan setiap edisinya hingga
edisi Desember 2012.
Buku Saku Panduan Pengolahan Kelapa Sawit
(BSP PKS) ini adalah ringkasan dan penyederhanaan
penyajian dari BPK PKS agar praktis dibawa dan mudah
dipahami. Di dalamnya dilengkapi dengan objek
pengawasan dan metoda penyelesaian masalah (trouble
shooting). Diharapkan buku ini selalu dekat dengan
pemiliknya Yaitu; Operator, Mandor, Assisten pabrik
kelapa sawit dan karyawan lainya yang terkait dengan
peningkatkan kinerja Pabrik Kelapa Sawit PT Perkebunan
Nusantara II (Persero).
Selain persiapan kompetensi dengan membaca
dan memahami BSP PKS ini, maka dalam penerapannya,
sebelum memulai operasional pabrik, tentunya
diperlukan persiapan-persiapan lapangan yang matang
agar pabrik dapat beroperasi dengan baik dan kontinu
sehingga mencapai sasaran kapasitas dengan mutu
produk yang baik.
Adapun persiapan pengoperasian pabrik meliputi :
1. Pemeriksaan Peralatan
Pemeriksaan peralatan diperlukan agar terhindar dari
stagnasi dan kerusakan selama operasional. Petunjuk
pemeriksaan dengan memakai informasi dari
laporan/ journal sebelumnya.

2
PT Perkebunan Nusantara II

2. Keadaan Pelumas
Pemeriksaan keadaan pelumas merupakan keharusan
dan faktor yang sangat menentukan keberhasilan
operasi dan juga sebagai upaya pemeliharaan mesin.

3. Bahan Bakar Boiler


Bahan bakar boiler yang ideal apabila tersedia untuk
keperluan 3 jam berupa ampas kering dan cangkang.
Alternatif lain adalah press janjangan kosong yang
kandungan airnya kira-kira 30%.
4. Bahan Baku TBS Kelapa Sawit
Periksa laporan situasi bahan baku Tandan Buah
Segar (TBS) baik di pabrik (PKS) maupun koordinasi
dengan kebun/ lapangan untuk dapat menentukan
jam mulai mengolah dan perkiraan lama operasi.
5. Tenaga Kerja
Periksa kesiapan tenaga kerja/ operator dan
anggotannya, apakah telah hadir sesuai dengan
kebutuhan pada setiap stasiun.
Setelah persiapan ke lima point diatas dilakukan maka
operasional pengolahan dapat dimulai.

3
PT Perkebunan Nusantara II

BAB II
PANDUAN PENGOLAHAN
A. STASIUN TIMBANGAN
1. Fungsi
Sebagai tempat /alat penimbangan TBS yang di bawa
ke pabrik dan penimbangan hasil poduksi pabik
(minyak/inti sawit) serta penimbangan barang lain
yang terkait dengan aktivitas kebun. Hasil
penimbangan adalah sebagai data manajemen.
2. Spesifikasi Alat
Jembatan timbang, kapasitas maks 50 ton.
3. Pengoperasian
a. Sebaiknya ada cermin cembung agar petugas
timbangan dapat melihat sisi tangki truk dan
sekeliling timbangan (apakah ada orang yang
mengganggu plateform pada saat penimbangan)
b. Buat gundukkan (hambatan) yang berjarak ± 2
meter sebelum lantai timbangan agar kendaraan
berjalan lambat sehingga tidak ada beban kejut
yang dapat merusak load cell.
c. Lakukan pencatatan data jam secara terpisah
terhadap setiap truk yang lewat pintu gerbang
(oleh security), penimbangan truk oleh (operator
timbangan) dan keluar truknya dari dalam pagar
pabrik (oleh security)
d. Security dan mandor laboran harus melakukan
pemeriksaaan pada setiap truk tangki CPO yang
akan ditimbang. Kelengkapan standar adalah 1

4
PT Perkebunan Nusantara II

buah ban serap, dongkrak dan kunci roda boleh


tidak diturunkan pada saat penimbangan.
Sedangkan ganjal ban dan lain-lain harus di
keluarkan dari truk.
e. Krani pengiriman memasang locis di semua
manhole dan kran pengeluaran (pada truk tangki
CPO).
f. Operator timbangan bertanggung jawab atas
semua hasil penimbangan.
g. Perhatian: Jangan mengaktifkan Timbangan pada
saat hujan (cabut staker). Pada saat hujan
penimbangan dilakukan secara manual.
h. Jaga kebersihan ruangan timbangan dan sekitarnya.
Timbang terima pada saat penggatian shift harus
sudah dalam keadaan bersih.

B. LOADING RAMP
1. Fungsi
a. Tempat melakukan sortasi untuk cross check
pelaksanaan mutu panen.
b. Merontokkan / menurunkan sampah / pasir yang
terikut pada tandan kelapa sawit.
2. Spesifikasi Alat
a. Kapasitas total kompartemen minimum 40% x
kapasitas pabrik x 20 jam.
b. Untuk ketahanan kisi kisi loading ramp bagian
atas (tempat jatuhnya buah) sepanjang loading
ramp di lapis besi plat dengan lebar = 2 meter

5
PT Perkebunan Nusantara II

(rata rata jatuhnya buah dari bak truk colt diesel


ke kompartemen ± 1,7 meter)
c. Kapasitas setiap pintu Loading Ramp ± 15 ton TBS
3. Pengoperasian
a. Sortasi
 Truk contoh kebun sendiri/seinduk diambil
secara acak dan minimal 1 truk/afdeling/hari.
 TBS pembelian harus disortasi seluruhnya.
Pelaksanaan sortasi dan kreteria matang
panen TBS pembelian sesuai dengan
ketentuan yang berlaku di PTPN-II.
 Pengelompokkan fraksi kematangan buah
dalam sortasi di loading ramp.
 Hasil sortasi TBS harus disampaikan ke
afdeling pada hari itu juga atau paling lambat
pada keesokkan hari (pagi).
Format hasil sortasi TBS kebun sendiri dan kebun seinduk
di loading ramp mengikuti SI Direksi PTPN-II.
a. Pisahkan buah segar, buah restan, buah kecil dan TBS
pembelian.
b. Atur keseragaman isian lori dalam satu rebusan
berdasarkan kondisi buah (segar, restan dan buah
kecil) untuk memudahkan penentuan holding time.
c. Adakan koordinasi/komunikasi antara petugas pengisi
lori dan operator rebusan, sehingga operator rebusan
dapat menentukan holding time buah rebus.
d. Pengisian lori harus penuh tetapi tidak boleh
berlebihan karena dapat menggesek dan merusak

6
PT Perkebunan Nusantara II

bibir rebusan / uap distributor serta brondolan yang


berjatuhan di lantai rebusan akan menutup saringan
kondensat.
e. Bagian atas (lantai) dan bawah loading ramp
(termasuk parit) serta disela kisi kisi harus bersih /
tidak tumpat sehingga sampah dan pasir yang terikut
tandan kelapa sawit dapat jatuh.
f. Sediakan satu lori tempat pembuangan sampah
didekat loading ramp dan koordinasikan kendaraan
untuk membuang sampah secara berkala ke
lapangan. Jumlah sampah yang di buang setiap hari,
merupakan indikator kebersihan kisikisi loading ramp.

7
PT Perkebunan Nusantara II

4. Material Balance

5. Pengawasan Operasional
- Awasi kebersihan lantai atas loading ramp dan
kisi-kisi kompartemen.
- Keadaan dibawah lantai loading ramp harus
bersih, brondolan tidak berserakan, sampah dan
pasir dibuang pada tempatnya. Sampah dan atau
pasir tidak boleh dimasukkan ke lori buah.
- Awasi sortasi untuk kualitas buah pembelian
(Pihak-III).

8
PT Perkebunan Nusantara II

- Data sortasi di loading ramp segera di krim ke


afdeling yang akan digunakan untuk cross ceck
kesungguhan pelaksanaan panen&sortasi di TPH.

C. REBUSAN
1. Fungsi
o Menghilangkan enzim agar kenaikan ALB tidak
meningkat drastis dan dapat terkendali.
o Mengurangi kadar air dalam buah TBS dan biji.
o Mempermudah berondolan lepas dari tandan dan
mempermudah proses selanjutnya.
Hal yang sangat mempengaruhi fungsi rebusan :
o Tekanan uap dan lama perebusan
o Pembuangan udara dan air kondensat dari ketel.
2. Spesifikasi
a. Jumlah Rebusan :
- 3 unit @ 10 lori untuk kapasitas 30 ton/jam
(2 unit beroperasi 1 unit cadangan)
- 5 unit @ 10 lori untuk kapasitas 60 ton/jam
(4 unit beroperasi 1 unit cadangan)
b. Pemipaan :
- Ǿ pipa uap masuk/keluar ukuran 8”
- Ǿ pipa uap kondensat 4”, minimal ada 6 set.
- Ǿ strainer kondensat 40-50 Cm dengan Ǿ lobang
perforasi oval 8-9 mm
c. Rebusan :
- Tebal plate = 20 mm tanpa wear plate

9
PT Perkebunan Nusantara II

- Tebal plat = 16 mm dengan wear plate 10 mm


sebaiknya diganti setiap 4 tahun
- Pipa uap masuk dibagian atas dalam dipasang
plat pembagi uap.
- Pasang manometer pada pipa siphon dan pasang
juga thermometer di sana.
- Pasang pengatur automatic tekanan,
temperature dan waktu : Paperless System,
Program Logic Computer (PLC)
d. Jumlah Lori
- Kapasitas 30 ton/jam, 66 lori, rincian : 20 unit
didalam dan dibelakang rebusan, 10 unit didepan
rebusan (bawah Hoisting Crane) dan 10 unit
dibawah Loading Ramp, 6 unit pendorong.
- Kapasitas 60 ton/jam, 132 lori, rincian : 40 unit
didalam dan dibelakang rebusan, 20 unit didepan
rebusan (bawah Hoisting Crane) dan 20 unit
dibawah Loading Ramp, 12 unit pendorong
3. Pengoperasian
a. Silklus Rebusan : ± 100 menit
b. Tekanan kerja : 2,8 – 3,0 kg.cm2
c. Temperatur : 120 -140 ⁰C temperature yang
terlalu panas akan menaikkan kadar ALB dan
menurunkan index DOBI.
d. Sistem perebusan : Dua Puncak atau Tiga Puncak
disesuaikan dengan komposisi mayoritas tingkat
kesegaran buah.

10
PT Perkebunan Nusantara II

e. Evaluasi hasil rebusan dan grafik (PLC) rebusan


untuk mengetahui tekanan perebusan, kebocoran
uap, holding time dan mengatur waktu rebus.
f. Kandungan minyak dalam air kondensat, norma =
0,3-0,60 % terhadap contoh.
g. Tidak ada air kondensat keluar saat mengeluarkan
buah masak.
4. Trouble Shooting
a. Tekanan rebusan < 2,8 kg/cm², kemungkinan
penyebab :
- Jarak terlalu jauh / banyak tahanan antara BPV
dan rebusan sehingga selisih tekanan antara BPV
dan rebusan > 0,2 kg/cm².
- Banyak kebocoran uap direbusan atau pada pipa
dari BPV menuju instalasi.
- Terlalu banyak pemakaian uap di luar rebusan.
- Tekanan uap Boiler < 18 kg/cm² sehingga
tekanan di BPV harus diturunkan untuk
mempertahankan enthalpi.
b. Bila kandungan minyak dalam tandan kosong diatas
norma, kemungkinan penyebab :
- Buah banyak yang memar/terluka akibat sering
terbanting atau brondolan terlindas kendaraan
- Waktu perebusan atau holding time terlalu lama.
- Buah terlalu banyak menumpuk di Autofeeder.
- Banyak kebocoran uap direbusan atau pada pipa
dari BPV menuju instalasi.

11
PT Perkebunan Nusantara II

c. Jika brondolan lekat dalam tandan kosong diatas


norma, kemungkinan penyebab :
- Buah belum memenuhi kriteria matang panen.
- Waktu perebusan yang terlalu singkat.
- Buah masak terlalu lama tidak dituang ke Auto
Feeder sehingga dingin.
- Air kondensat masih tersisa dalam rebusan.
- Proses perebusan yang kurang sempurna,
fluktuasi tekanan pada puncak(peak) tidak
ekstrim sehingga tidak mencapai buah bagian
dalam.
- Sistem pemipil double gear tidak konsisten
beroperasi.
d. Bila masih terdapat air kondensat yang keluar pada
saat pintu rebusan dibuka/mengeluarkan buah
masak, kemungkinan penyebab :
- Strainer kondensat tumpat atau jumlah luas
penampang lubang stainer lebih kecil dibanding
luas penampang pipa kondensat.
- Tidak dilakukan pembuangan kondensat pada
saat holding time puncak yang terakhir.
- Posisi Blowdown silencer lebih tinggi dibanding
rebusan.
- Diameter pipa buangan kondensat terlalu kecil
dan jumlahnya terlalu sedikit.

12
PT Perkebunan Nusantara II

D. PEMIPIL (TRESHER)
1. Fungsi
 Hoisting crane : Mengangkat dan menuangkan buah
masak ke Autofeeder
 Thresher : Melepaskan brondolan dari tandan.
 Bunch Crusher : Melepaskan brondolan yang masih
melekat dalam tandan kosong.
2. Spesifikasi Alat
 Kapasitas Hoisting crane = 5 ton/unit
 Putaran Autofeeder maksimal 2 rpm (gear box
dilengkapi dengan tipe variable speed).
  Thresher kapasitas 30 ton TBS/jam 1,9 - 2,0
meter, panjang = 3-5 meter dan dindingnya berupa
kisi-kisi dengan jarak = 50 mm.
 Kapasitas bunch crusher dapat mengolah seluruh
tandan kosong.
3. Pengoperasian
a. Interval penuangan oleh Hoisting crane secara
kontinu dengan perhitungan = 60 menit : (30
ton/jam : 2,5 ton/lori) = 5 menit. Operator Hoisting
crane mempunyai sertifikat kwalifikasi dari
Depnaker. Hoisting crane harus diperiksa 1 x
setahun oleh Depnaker (IPNKK). Manejer
mengajukan permintaan / izin ke Direksi untuk
sertifikasi operator dan pemerikasaan IPNKK.
b. Putaran Threster diataur ± 23 rpm. Dapat
dipercepat, semakin besar tandan, semakin cepat
putaran.

13
PT Perkebunan Nusantara II

c. Setiap pagi sebelum memulai mengolah, kisi-kisi


tromol dibersihkan agar brondolan yang sudah
terpisah dari tandan kosong cepat jatuh ke bottom
fruit conveyor.
d. Mengambil contoh untuk dianalisa setiap 3 jam
sebanyak 5 tandan kosong yang keluar dari tromol
Thresher.
4. Pengawasan Operasional
a. Norma katekopen = 0,50%, brondolan ikut / lekat
dalam tandan kosong = 0 % dan kandungan minyak
dalam tandan kosong = 1,85% terhadap contoh
b. Buah tidak terlalu lama menunggu untuk dituang
bila sudah berada dibawah Hoisting Crane ,
maksimum 3 lori sebelum keluar buah masak
berikutnya
c. Jumlah buah di Automatic Feeder tidak terlalu
banyak (menumpuk). Interval penuangan Hoisting
Crane 5 menit perlori.
d. Pastikan bahwa seluruh tandan kosong melalui
bunch crusher sehingga seluruh brondolan yang
masih lengket dalam tandan kosong dapat terkutip

E. KEMPA (PRESAN)
1. Fungsi
 Digester : Melepaskan daging buah dari biji dan
melumatkannya,
 Kempa (Press) : Memisahkan/mengeluarkan minyak
dari massa degester.

14
PT Perkebunan Nusantara II

 Pengenceran : Mempermudah pemisahan minyak di


Continius Setling Tank (CST).
 Bak Sand Trap : Menangkap pasir dan mempertahan
kan suhu cairan minyak kasar.
2. Spesifikasi Alat
 Volume Digester 3,2 - 3,5 m3 untuk kapasitas
pressan 10 - 12 ton TBS/jam.
 Jumlah pisau 6 tingkat, terdiri dari 5 tingkat pisau
aduk dan 1 tingkat pisau lempar (pada bagian paling
bawah). Panjang pisau 12 mm dari dinding Digester.
Umur teknis pisau aduk/lempar = 4.000 jam
operasional ± 2 tahun.
 Pasang siku penahan diantara pisau pada dinding
digester sebanyak 20 buah.
 Pasang bottom wearing plate dengan ketebalan 9
mm (berperforasi). Jumlah lobang pada bottom
wearing plate = 1.200 buah  =5 mm atau 1.800
buah dengan = 4mm.
 Pasang sekat pintu yang dapat dibuka/ditutup pada
corong digester.
 Umur teknis main screw= 600 jam operasi ± 1 bulan,
cylinder press = 2.000 jam operasi.
 Pasang ularan balik di bawah distributor conveyor.
 Jarak ulir (screw) dengan silinder press ± 2mm.
3. Pengoperasian
a. Pintu corong Digester ditutup selama 15 menit awal
pengisian Digester sebelum dilakukan pengempaan.

15
PT Perkebunan Nusantara II

b. Isian Digester minimal ¾ tinggi digester.


c. Temperatur dalam Digester pada saat operasional =
90-95°C
d. Waktu pelumatan (retention time dalam Digester) =
20-25 menit.
e. Stel kerangan air pengencer dengan perbandingan
1 : 1,5 terhadap air:minyak pada temperature 90⁰C.
f. Tekanan hydraulic pada akumulator 40 - 50 bar.
g. Sebelum mematikan screw press, sebaiknya lakukan
pengosongan dengan cara memasukkan biji melalui
corong Digester ke screw press.
h. Setiap pagi sebelum mengolah lakukan spei
(membuka kran buangan) pada Sand trap sehingga
semua pasir dan kotoran-kotoran terbuang keluar.
Selama proses pun lakukan spei minimal 2 x per-shift
i. Kebersihan alat-alat dilakukan setiap hari.
j. Ambil contoh ampas kempa dari keluaran hasil
pengempaan, setiap 2 jam sebanyak 1 kg.
k. Setiap sekali seminggu (saat tidak mengolah atau
diatur bergantian) dilakukan pembersihan bagian
luar / dalam sekaligus mengukur keausan pisau-
pisau digester, siku penahan, tumpat atau tidaknya
lobang bottom plate dan baut-baut yang kendur.
4. Pengawasan Operasional
a. Volume isian Digester.
b. Aliran minyak dari bottom plate harus lancar.
c. Keausan pisau Digester (jarak ujung pisau ke dinding
Digester masih < 1,5 cm).

16
PT Perkebunan Nusantara II

d. Keausan worm screw (jarak ulir dengan silinder press


masih < 7 mm).
e. Norma lossis minyak dalam fibre ≤ 5% terhadap
contoh.
f. Persentase biji terhadap contoh dalam press cake
minimal 45% dan persentase biji pecah terhadap
total biji (biji utuh + biji pecah + inti utuh + inti pecah
dan cangkang) maksimum 12%.
g. Komposisi ideal minyak kasar di Crude Oil Tank
berdasarkan hasil analisa ekstraksi adalah minyak
± 60%, air ± 25% dan Non Oil Solid (NOS) ± 15%.
h. Norma lossis minyak pada biji ≤ 0,8% terhadap
contoh.
5. Trouble Shooting
a. Jika volume isian Digester lebih kecil dari ¾ isi
kemungkinan disebabkan:
 Siklus perebusan terlalu lama akibat tekanan
rebusan < 2,8 kg/cm2.
 Stagnasi pada instalasi sebelum Digester.
 Kapasitas rebusan < 90% terhadap kapasitas
terpasang.
 Timba-timba buah tidak lengkap.
 Interval penuangan buah masak ke Autofeeder
diatas 5 menit.
b. Bila aliran minyak dari bottom plate tidak lancar
kemungkinan disebabkan:
 Lobang perforasi bottom wearing plate tumpat

17
PT Perkebunan Nusantara II

(akibat pembersihan tidak dilakukan setiap


seminggu sekali)
 jumlah lobang perforasi terlalu sedikit ( < 1.200
buah  5 mm atau < 1.800 buah  4mm)
 Kran drain dalam kondisi rusak.
c. Bila keausan pisau Digester (jarak ujung pisau ke
dinding Digester sudah > 1,5 cm) kemungkinan
disebabkan:
 Umur teknis pisau sudah terlampaui (>4.000 jam)
± 6 bulan.
d. Jiak keausan worm screw (jarak ulir dengan silinder
press sudah > 7 mm) kemungkinan disebabkan:
1. Umur teknis worm screw sudah terlampaui (lebih
dari 600 jam)
e. Bila lossis minyak dalam fibre melebihi norma,
kemungkinan penyebabnya adalah:
1. Proses perebusan tidak sempurna (kurang masak)
sehingga biji berekor.
2. Proses pengadukan tidak sempurna
(temperatur adukan < 90°C, isian digester < 3/4
bagian pisau aduk aus, aliran minyak kasar dan
bottom plate tidak lancar, tidak ada siku penahan).
3. Tekanan pressan lebih kecil dari 40 bar.
4. Uliran screw sudah aus.
f. Bila biji pecah diatas norma, kemungkinan penyebab-
nya adalah:
1. Buah belum memenuhi kriteria matang panen
(buah afkir / mentah)

18
PT Perkebunan Nusantara II

2.Perebusan terlalu lama.


3.Tekanan pressan lebih besar dari 50 bar.
4.Screw sudah aus.
5.Permukaan screw yang telah di rebuilt (las timbun)
tidak diratakan.
6. Temperatur pada saat perebusan diatas 150°C.
g. Bila kadar minyak pada biji lebih besar 0,8% terhadap
contoh kemungkinan penyebabnya adalah :
1. Proses perebusan kurang sempurna, banyak biji
berekor (masih banyak serat lekat pada biji).
2. Buah belum memenuhi kriteria matang panen.
3. Proses pengadukan tidak sempurna (temperatur
adukan < 90°C, isian Digester < 3/4 bagian, pisau
aduk aus, aliran minyak kasar dari bottom plate
tidak lancar, tidak ada siku penahan).

F. PEMURNIAN MINYAK (KLARIFIKASI)


1. Fungsi
- Vibrating Screen atau saringan getar berfungsi
untuk memisahkan massa padatan berupa ampas,
yang terikut minyak kasar.
- Bak COT atau Crude Oil Tank adalah untuk
menaikkan temperature minyak dan juga untuk
pengendapan pasir.
- VCST (Vertical Continuous Setling Tank) adalah
untuk memisahkan minyak, sludge dan NOS.
- Sludge Tank dan Oil tank adalah untuk menampung
sludge dan minyak dari VCT dan pemanasan lanjut.

19
PT Perkebunan Nusantara II

- Brush Strainer adalah untuk mengurangi NOS (Non


Oil Solid) pada sludge.
- Desanding Cyclone (Sand Cyclone) adalah untuk
mengutip pasir pada sludge.
- Sludge separator adalah untuk memisahkan minyak
dari sludge.
- Decanter adalah untuk mengutip minyak dari
sludge dengan sistim sentrifius.
- Oil purifier adalah untuk mengurangi kadar kotoran
dan kadar air pada minyak sentrifius.
- Vacuum dryer adalah untuk mengurangi kadar air
pada minyak dengan sistim hampa udara.
2. Spesifikasi Alat
a. Vibrating screen
- Sebaiknya Double Screen dengan ukuran 30 dan
40 mesh.
b. Bak COT
- Kapasitas = kapasitas olah terpasang x 60% x
30/60 x 4/3. Untuk PKS kapasitas 30 ton/jam = 12
m3 dan untuk PKS kapasitas 60 ton/jam = 24 m3.
c. Pompa Minyak
- 2 buah @20 ton/jam untuk PKS 30 ton TBS/jam
dan 3 buah @ 60 ton TBS/jam.
d. Balance Tank
- Posisi balance tank lebih tinggi 5-10cm dari VCT.
e. VCST
 Kapasitas 90 ton untuk PKS 30 ton TBS/jam

20
PT Perkebunan Nusantara II

 Jumlah sebaiknya 2 buah untuk PKS 30 ton


TBS/jam dan 3 buah untuk PKS 60 ton TBS/jam.
 Sebaiknya dilengkapi dengan agitator (3 buah
pisau pengaduk kecepatan berputar 3-4 rpm.
f. Sludge tank
 Kapasitas = kapasitas olah/jam x 35% x 75/60 x
4/3. Untuk PKS kapasitas 30 ton/jam = 17,5 m 3
dan untuk kapasitas 60 ton/jam = 35 m3.
g. Oil Tank
 Kapasitas = kapasitas olah/jam x 25% x 60/60 x
4/3. Untuk PKS kapasitas 30 ton/jam = 10 m3 dan
untuk kapasitas 60 ton/jam =20 m3.
h. Strainer : Jumlah 2 unit (1 unit beroperasi dan 1
unit cadangan untuk PKS 30 ton/jam). 3 unit strainer
untuk PKS 60 ton/jam. Jumlah brush dalam strainer
ada 6 set.
i. Sand cyclone: Jumlah sebaiknya 2 unit (1 unit
beroperasi dan 1 unit cadangan untuk PKS 30
ton/jam).
j. Sludge separator
 Jumlah : sebaiknya 3 buah untuk PKS 30 ton
TBS/jam dan 6 buah untuk PKS 60 ton TBS/jam.
 Kapasitas : 4,5 ton sludge/jam.
 Setiap 5000 jam ganti bearing/balancing dan
setiap 10.000 jam overhoul.
 Umur teknis nozzle 1.200 jam (Alfa laval) dan 400
jam (stork), screw dan friction pad= 2.500 jam.

21
PT Perkebunan Nusantara II

 Dilengkapi buffer tank dengan ketinggian ±7m.


k. Oil purifier
 Jumlah : sebaiknya 3 buah untuk PKS 30 ton
TBS/jam dan 5 buah untuk PKS 60 ton TBS/jam.
 Kapasitas 4 ton minyak kasar/jam.
 Setiap 6.000 jam ganti bearing dan setiap 19.000
jam overhoul.
l. Vacuum drier
 Jumlah : sebaiknya 2 buah untuk PKS 30 ton
TBS/jam dan 3 buah untuk PKS 60 ton TBS/jam
 Kapasitas : 10 ton CPO/jam.
3. Pengoperasian
a. Sand trap
 Melakukan spei pertama mulai masuk shif pagi/
malam sebelum mengolah.
 Selanjutnya lakukan spei setiap 4 jam pada saat
pengoperasian.
 Suhu 90 -95°C
 Lakukan pencucian setiap minggu.
b. Bak COT ( Crude Oil Tank)
 Melakukan spei setiap memulai shif pagi/ malam
sebelum mengolah.
 Suhu ≥ 90°C
 Jumlah cairan stabil pada perbandingan 1: 1,5.
 Lakukan pencucian setiap minggu.
 Ambil contoh minyak kasar setelah vibrating
screen atau setelah keluar dari pompa, setiap 2

22
PT Perkebunan Nusantara II

jam, sebanyak 200 ml untuk dianalisa


komposisinya dengan metode sentrifiuse.
c. Pompa minyak di Bak COT
 Pompa minyak dioperasikan jika Bak COT minimal
telah terisi ½ bagian.
 Hidupkan pompa terus-menerus selama
mengolah.
d. VCST
 Melakukan spei setiap memulai shif pagi/malam
sebelum mengolah.
 Jaga temperatur operasional cairan 90-95°C.
 Konsistensi ketebalan minyak pada saat
pengutipan dan akhir olah minimal ≥ 30 cm.
 Lakukan pencucian setahun sekali. Diupayakan
pada tanggal 2 Januari/ sebelum mengolah awal
tahun.
 Setelah dicuci isi VCST dengan air panas sebanyak
(±75%) sebelum minyak kasar dari COT dialirkan.
 Selama pengutipan minyak, pemanasan hanya
menggunakan uap coil.
 Petugas laboratorium mengambil contoh sludge
di pipa outlet sludge pada masing-masing VCST
(dari pipa inlet sludge tank) setiap 2 jam,
sebanyak 200 ml untuk dianalisa kandungan
minyaknya.

23
PT Perkebunan Nusantara II

e. Sludge tank
 Lakukan spei setiap memulai shif pagi/malam
sebelum mengolah, selanjutnya per 6 jam.
 Suhu 95-115°C.
f. Oil Tank
 Lakukan spei setiap memulai shif pagi/malam
sebelum mengolah.
 Jalankan pompa Crude Oil Tank apabila tangki
sudah terisi ½ atau ¾ volume.
 Kadar air pada minyak maks 0,7% dan kotoran
0,3%.
 Suhu pertahankan pada 90-95°C.
g. Strainer
 Buang serabut/kotoran dari bagian bawah
strainer setiap 2 jam sekali.
 Brush kawat setiap 6 jam harus dicuci.
h. Sand cyclone
 Buang pasir pada tabung bagian bawah setiap 2
jam.
 Sediakan tempat / drum penampung pasir untuk
Sand cyclone otomatic.
i. Sludge separator
 Jaga temperatur sludge dan air panas 95-1150C.
 Lakukan pencucian setiap 4 jam.
 Ganti Nozzle jika diameter lobang sudah diatas
1,8 mm.

24
PT Perkebunan Nusantara II

 Lakukan pencucian jika Sludge separator sudah


kotor (ada kelainan suara, getaran dan beban
ampere tinggi).
 Ambil contoh sludge di masing-masing outlet
Sludge separator setiap 4 jam, sebanyak 200 ml
untuk dianalisa kandungan minyaknya.
j. Oil purifier
 Membilas setiap 1 jam sekali. Jika air hasil
pembilasan terlalu kotor maka lakukan
pembilasan setiap ½ jam sekali.
 Mengoperasikan Oil purifier jika Oil tank telah
terisi minimal 1/2 dari volume tangki.
 Temperatur minyak harus mencapai 90°C - 95°C.
 Ambil contoh minyak di inlet dan outlet (sebelum
dan sesudah) masing-masing Oil purifier setiap 4
jam, sebanyak 200 ml untuk dianalisa kandungan
air dan kotoran.
k. Vacuum drier
 Periksa ke-vacuum-an telah mencapai 0,8-
1Kg/Cm2 atau minimum 500 mmHg.
 Ambil contoh minyak setelah Vacuum drier setiap
jam, sebanyak 200 ml untuk dianalisa kandungan
ALB, air dan kotoran.
4. Pengawasan Operasional
a. Pertahankan suhu minyak kasar pada COT 90°C.
b. Jumlah/volume minyak kasar di bak COT
sebaiknya pada posisi stabil/konstan.

25
PT Perkebunan Nusantara II

c. Komposisi ideal minyak kasar di bak COT : minyak


± 60%, air ±25% dan NOS ±15%.
d. Jaga suhu cairan minyak kasar dalam VCST
pada kisaran 90°C.
e. Ketebalan minyak pada VCST saat operasional
dan akhir olah minimum 30 cm.
f. Konsistensi suhu di oil tank 90 - 95°C.
g. Perhatikan suhu di Sludge tank 95 - 115°C.
h. Jaga kondisi uap trap agar selalu baik.
i. Idealnya kandungan minyak pada cairan sludge
yang keluar dari VCST antara 7-9 %.
j. Kandungan minyak pada sludge yang keluar dari
sludge separator (norma ≤ 0,5% terhadap contoh)
k. Kadar air pada minyak produksi ≤ 0,20% dan
kadar kotoran ≤ 0,013%.
l. Tidak boleh ada kebocoran minyak di semua
instalasi.
m. Kadar ALB minyak/ CPO produksi ≤ 3,5%.
5. Trouble Shooting
a. Bila suhu cairan dalam bak COT < 90°C
kemungkinan disebabkan oleh :
 Suhu di Sand trap < 90°C (mungkin karena tidak
ada sistim pemanas/ uap coil)
 Luas permukaan uap coil tidak mencukupi atau
jumlah lobang di pipa injeksi terlalu sedikit.
 Kapasitas pompa/jam lebih besar dibandingkan
dengan jumlah cairan yang masuk sehingga

26
PT Perkebunan Nusantara II

retention time cairan di bak COT terlalu singkat


(>20 ton/jam untuk PKS 30 ton/jam).
b. Bila jumlah/volume minyak kasar di bak COT tidak
stabil/konstan kemungkinan disebabkan oleh :
 Kapasitas pompa lebih besar dibandingkan
dengan jumlah cairan yang dihasilkan pressan.
 Operasional pompa pengiriman minyak dari bak
COT ke VCST tidak berlangsung terus menerus.
c. Jika komposisi minyak kasar di bak COT tidak ideal
kemungkinan disebabkan oleh :
 Terlalu banyak atau sedikit penambahan air
pengencer.
 Screen vibro separator koyak sehingga kandungan
NOS menjadi tinggi.
 Ukuran screen vibro separator tidak sesuai
(mungkin < 30 mesh).
 Cairan minyak tidak lancar mengalir dari bottom
wearing plate.
d. Jika suhu cairan minyak kasar dalam VCST < 90°C
kemungkinan disebabkan oleh :
 Pipa uap coil diseliputi kotoran akibat pencucian
belum dilakukan sudah lebih dari 12 bulan.
 Luas penampang pipa uap coil terlalu kecil.
 Pipa uap coil hanya satu tingkat.
 Termostat tidak berfungsi.
 Temperatur di bak COT < 90°C.
 Uap trap tidak berfungsi (mungkin rusak).

27
PT Perkebunan Nusantara II

e. Bila ketebalan minyak pada saat operasional dan


akhir olah < 30 Cm kemungkinan disebabkan oleh :
 Penyetelan skimmer (corong) terlalu rendah.
f. Over Acting pengurasan minyak pada akhir olah
karena ingin mendapatkan rendemen yang lebih
tinggi sesaat.
g. Jika suhu di Oil tank < 90°C dan di Sludge tank < 90°C
kemungkinan disebabkan oleh :
 Luas penampang pipa uap coil terlalu kecil atau
tidak dipasang uap coil/uap injeksi.
h. Bila kandungan minyak dalam sludge > 9,0 %, berarti
kinerja VCST tidak maksimal dan kemungkinan
disebabkan oleh :
 Suhu cairan dalam VCST lebih rendah dari 90°C
 Pemanasan pada saat pengutipan minyak
menggunakan uap injeksi atau terjadi kebocoran
uap pada uap coil sehingga cairan tidak tenang
(menggelegak).
 Cairan dalam VCST sudah jenuh karena sudah
lebih dari 12 bulan tidak dicuci.
 Lama endapan (Retention time) di VCST < 4 jam.
 Tidak dipasang Balance tank sehingga cairan
menggelegak (tidak tenang) akibat adanya
tekanan pompa.
 Mungkin uap coil hanya satu tingkat.
 Kurangnya penambahan air pengencer (cairan
terlalu kental).

28
PT Perkebunan Nusantara II

 Periksa posisi ujung pipa inlet balance tank


dengan outlet sludge VCST terlalu dekat.
 Periksa putaran agitator mungkin diatas 4 rpm.
i. Jika kadar air pada CPO lebih besar dari 0,2% dan
kadar kotoran lebih besar dari 0,013% kemungkinan
penyebabnya adalah :
 Spei (di VCST, oil tank, sludge tank) tidak
dilakukan setiap memulai shif sebelum mengolah.
 Ketebalan minyak di VCST < 30 cm.
 Kondisi cairan dalam VCST bergejolak (tidak
tenang) akibat cairan masuk tidak melalui
balance tank dan uap injeksi dihidupkan.
 Kadar kotoran dalam minyak yang masuk Oil
purifier tidak standar.
 Kadar air dalam minyak yang masuk ke Vacuum
dryer tidak standar.
 Temperatur minyak di Oil tank < 90°C.
 Ke vakuman di Vacuum dryer < 500 mm Hg.
 Pencucian bowl disc (self cleaning) tidak
dilakukan setiap 1 jam.
 Rpm as spindle < 6.000 akibat power listrik yang
rendah.
j. Kandungan minyak dalam sludge yang keluar dari
Sludge separator lebih besar dari 0,5% terhadap
contoh. Kemungkinan penyebabnya adalah :
 Nozzle sudah aus (diameter > 1,80mm).

29
PT Perkebunan Nusantara II

 Kandungan minyak pada sludge di Sludge tank >


6,0% terhadap contoh.
 Terlambat melakukan pencucian Sludge
separator (lewat dari 4 jam).
 Temperatur sludge dibawah 90°C.
 Cairan sludge terlalu kental (kurang pengenceran)
 Rpm as spindle < 6.000 akibat power listrik yang
rendah.
 Pairing disc sudah aus.
 Ketinggian buffer tank dari Sludge separator <7 m
 Umpan sludge yang terlalu besar (tidak seimbang
dengan volume air yang masuk).
k. Jika kadar ALB dalam minyak produksi > 3,50%,
kemungkinan penyebabnya adalah :
 Bahan baku (TBS / brondolan) banyak yang
terluka/memar atau restan bahkan ada busuk.
 Kondisi instalasi tidak bersih (masih banyak
kotoran timba-timba buah / conveyor).
 Pengutipan minyak yang berlebihan dari bak fat-
pit.

30
PT Perkebunan Nusantara II

l. Standar Umum Toleransi Lossis (Kehilangan) Minyak


Sawit
Standar Lossis (%)
Parameter Maximum Terhadap
Contoh TBS
Sludge akhir Fat-Pit/Deoling - 0,60 0,36
Pond
Ampas kempa 6,00 0,70
Tandan kosong 2,0 0,46
Buah ikut tandan kosong 0 0
Biji ampas kempa 0,8,00 0,13
Sludge centrifuge (contoh) 0,50 maks -
Air rebusan (contoh) 0,60 maks -
Kenaikan ALB Pabrik/hari 0,50 maks -
Total Kehilangan Minyak Terhadap TBS 1,65 maks

Angka persen terhadap TBS harus disesuaikan dengan


material balance di PKS masing-masing.

G. PABRIK BIJI
1. Fungsi
a. Cake Breaker Conveyor (CBC) adalah alat yang
membawa / menghantarkan ampas kempa
(sekaligus mengeringkannya) dari pressan ke
Depericarper. Berbentuk ulir kecepatan 75 rpm.
b. Depericarper adalah alat yang terdiri dari
Separating column (kolom pemisah), drum pemolis

31
PT Perkebunan Nusantara II

(Polishing Drum) dan Fibre cyclone yang dilengkapi


fan (blower)
 Separating Column adalah alat untuk mengatur
kecepatan udara dan tekanan statis yang
dibutuhkan dengan sistem isapan blower untuk
memisahkan ampas dan biji berdasarkan
perbedaan berat jenis.
 Fibre cyclone dan Blower Depericarper adalah
alat yang berbentuk cyclone tempat menghisap
/ menampung fibre yang terpisah dari biji
akibat isapan blower di Separating Column.
 Polishing drum adalah tromol berputar 32 rpm
yang berfungsi untuk memolish/membersihkan
sisa-sisa serabut yang masih lengket pada
permukaan biji.
c. Pneumatic Transport adalah untuk menaikkan /
mengangkat biji dengan sistem isap masuk ke
dalam Nut hopper (Silo biji), pemisah batu-batuan,
besi dan biji dura. Dilengkapi dengan air lock
(pengunci udara).
d. Nut Grading Screen adalah alat berbentuk tromol
untuk memisahkan dan membagi biji yang sesuai
dengan ukuran fraksinya.
e. Nut Hopper (Silo biji) adalah tempat penampungan
dan pemeraman biji sebelum dipecah di Ripple
mill/Cracker.
f. Ripple Mill adalah alat untuk memecahkan biji (nut)
dengan cara digiling dalam putaran rotor bar,

32
PT Perkebunan Nusantara II

sehingga biji akan bergesek dengan Ripple plate.


Magnit berfungsi sebagai alat untuk menangkap
benda-benda logam dan vibrator berfungsi
mengatur biji masuk ke Ripple mill agar merata dan
tidak menumpuk.
g. Nut Conveyor adalah alat pembawa atau
penghantar massa dari satu instalasi ke instalasi
berikutnya yang berbentuk screw/ ulir.
h. Nut Elevator adalah alat untuk memindahkan
massa dari satu instalasi ke instalasi berikutnya
yang yang lebih tinggi berbentuk timba-timba.
i. Light Tenera Dust Separator (LTDS I-II) adalah alat
pemisah inti dan cangkang dalam Craksel dengan
sistem kering.
j. Hydrocyclone adalah alat pemisah inti dan
cangkang dalam Craksel dari LTDS-II dengan media
air.
k. Clay bath adalah suatu alat berbentuk bak untuk
pemisah inti dan cangkang dalam Craksel dengan
menggunakan larutan Calsium Carbonat /Kaolin.
l. Silo inti atau Kernel dryer adalah suatu tempat
penampung dan pengeringan inti yang berasal dari
LTDS maupun Hydrocyclone/Clay bath dengan
tujuan menurunkan kadar air
m. Blower Winnowing adalah alat untuk memisahkan
inti kering dari sampah dan cangkang halus yang
keluar dari silo inti.

33
PT Perkebunan Nusantara II

2. Proses di Pabrik Biji


Pabrik biji berfungsi memisahkan cangkang dan
inti (kernel) untuk menghasilkan inti sawit sesuai
dengan rencana mutu.
Biji yang bercampur dengan fibre dalam ampas
kempa (press cake) diaduk / dipecah / dikering kan
dengan Cake Breaker Conveyor (CBC). Biji dan fibre
dalam ampas kempa yang relatif sudah mengering,
dipisahkan oleh Separating column dengan sistem
hisapan yang berada di Fibre Cyclone. Biji yang masih
mengandung serabut turun ke bawah dan dibersihkan
serabutnya di Polishing Drum. Sedangkan fibre dihisap
blower di fibre cyclone dan dikirim ke Boiler sebagai
bahan bakar.
Biji dari Polishing Drum, dikirim ke Nut Pneumatic
Transport untuk pemisahan benda-benda asing (batu,
besi dan biji Dura) dengan sistem hisap. Melalui
corong air lock biji masuk ke Nut Grading Screen untuk
dikelompokkan sesuai dengan ukuran fraksinya.
Biji yang sudah dikelompokkan berdasarkan
ukurannya, dimasukkan ke Silo biji (Nut Silo) untuk
dipecah dengan Nut Cracker / Ripple Mill. Bila
pemecahan dilakukan dengan Nut Cracker, biji
diperam terlebih dahulu di Silo biji agar inti lebih
kering dan lekang dari cangkang.

34
PT Perkebunan Nusantara II

Pemecahan biji dengan Ripple mill, terjadi akibat


gaya tekan ripple plate dan putaran rotor bar.
Pemisahan inti dan cangkang menggunakan Light
Tenera Dust Separator (LTDS) yang pemisahannya
berdasarkan berat fraksi dengan menggunakan
bantuan hisapan udara dari sebuah blower. Pada
LTDS-I, cracked mixture dipisahkan berdasarkan berat
fraksi. Fraksi ringan (cangkang halus, fibre) akan
terhisap ke atas dan dikirim ke silo cangkang untuk
bahan bakar Boiler. Fraksi medium (inti utuh / pecah
dan cangkang kasar) masuk ke LTDS-II, sedangkan
fraksi berat (inti utuh, biji ½ pecah, biji utuh) jatuh ke
conveyor inti/ Pneumatic dan masuk ke silo inti.
Fraksi medium dari LTDS-I yang masuk ke LTDS-II
dipisahkan lagi menjadi 2 fraksi, yaitu ringan dan
berat. Fraksi ringan ke silo cangkang, fraksi berat ke
bak Hydrocyclone / Clay bath untuk dipisahkan intinya.
Pemisahan inti pada Hydrocyclone terjadi karena
adanya tekanan pompa sehingga terjadi gaya
sentrifugal. Inti yang berat jenisnya lebih kecil naik ke
bagian atas cyclone dan cangkang yang beratnya lebih
besar turun ke bagian bawah cyclone serta keluar
melalui bottom cone.
Sedangkan pemisahan inti di clay bath terjadi
karena adanya perbedaan berat jenis cairan, inti dan
cangkang. Air sebagai media pemisah di Clay bath
dicampur dengan Calsium Carbonat / Kaolin (CaCO3)
agar inti leih ringan. Pemisahkan inti dan cangkang

35
PT Perkebunan Nusantara II

karena adanya perbedaan berat jenis. Dimana


cangkang dibawah dan inti lebih cepat naik
kepermukaan.
3. Spesifikasi Alat
a. Cake Breaker Conveyor (CBC)
 Panjang minimal sebaiknya 24 meter.
 Lebar 70 cm.
 Menggunakan daun ularan berbentuk pedal-
pedal / semi screw conveyor.
 Daun uliran berputar dengan kecepatan 70-75
rpm.
b. Depericarper
 Separating Column.
 Fibre cyclone dan Blower Depericarper.
 Polishing drum : Drum berputar dengan
kecepatan 32 rpm.
c. Nut grading screen:
Kecepatan perputaran tromol = 27 - 28 rpm.
d. Silo biji (Nut Silo)
Bila pemecah biji yang digunakan adalah Cracker,
Silo biji dilengkapi heater dan blower untuk
mengeringkan/memeram biji sebelum dipecah
Cracker.
e. Ripple mill.
Umur teknis rotor bar dan ripple plate 1.200-1.500
jam. Alat ini dilengkapi dengan vibrator dan magnit.

36
PT Perkebunan Nusantara II

f. Light Tenera Dust Separator (LTDS I - II)


Pemisahan cangkang/ kotoran (dust) dan inti
dengan sistim hisapan blower, udara vacuum,
cyclon dan air lock.
g. Hydrocyclone/Clay bath
 Pompa Hydrocyclone dilengkapi dengan pompa
pengutip (vortex Finder) dan Konus.
 Bak air penampung cracked mixture (separating
tank) terdiri dari 2 sekat yang masing-masing
dilengkapi dengan dua unit pompa, 2 buah
cyclone yang dilengkapi vortex finder dan
conus.  conus inti 60-70 mm dan conus
cangkang  50-55 mm.
 Umur teknis Conus inti : 1.000 jam
 Umur teknis Conus cangkang : 1.000 jam
 Dewatering drum untuk inti dan cangkang.
h. Clay bath dilengkapi:
 Pompa untuk membuat sirkulasi dalam larutan
sehingga berat jenis larutan merata.
 Bak/ bath berbentuk kerucut media pemisah inti
dan cangkang. Dimana inti diatas permukaan
dan cangkang dibawah.
 Bak/ bath penampung dan pengadukan larutan
kaolin.
 Vibrating screen yang berfungsi untuk meniriskan
air yang terikut inti yang keluar dari Claybath.
i. Silo Inti (Kernel drier)

37
PT Perkebunan Nusantara II

Silo inti sebagai pengering, dilengkapi dengan


heater dan blower.
4. Pengoperasian
a. Cake breaker conveyor (CBC)
CBC merupakan lintasan kritis pada suatu pabrik
kelapa sawit karena pada umumnya tidak ada
cadangan.
Periksa dan catat angka ampere sebelum dan
sesudah dibebani. Jika ampere terlalu tinggi maka
hentikan Cake breaker conveyor dan lakukan
pemeriksaaan terhadap bearing dan daun pedal-
pedal. Spiklet maupun benda-benda lain yang
melekat harus dibuang. Baut-baut yang longgar
harus dikencangkan.
b. Depericarper
 Periksa secara visual kebocoran udara pada
Separating column dan keausan karet air lock.
Indikator kebocoran Separating column dan air
lock adalah fibre halus berterbangan di areal
pabrik biji.
 Mengambil contoh dari bawah air lock dengan
menggunakan alat (sekop) sebanyak 1 kg setiap
2 jam.
c. Nut Pneumatic Transportation.
Pastikan semua batu jatuh ke lantai dan tidak
terhisap bersama biji. Jika ada batu dan benda
asing lain yang terikut masuk ke Nut grading screen,
lakukan penyetelan damper (hisapan udara).

38
PT Perkebunan Nusantara II

d. Nut Grading Screen


Ukuran biji yang masuk ke mesin pemecah biji
(Ripple mill/Cracker):

Ukuran Fraksi Diameter Perforasi (mm)


Kecil ≤ 12
Sedang 13 – 16
Besar ≥ 17

- Lakukan pemeriksaan dan perbaikan terhadap


plate perforasi yang aus atau robek, tersumbat
dan lubang-lubang yang melebihi ketentuan.
- Pastikan Silo biji masih mampu menampung.
e. Nut hopper (Silo biji)
Bersihkan Silo biji minimal setiap 6 bulan sekali.
Periksa sistim pengeringan setiap minggu.
f. Ripple mill
 Periksa corong Ripple mill tidak tersumbat akibat
proses pengolahan sebelumnya.
 Periksa magnit penangkap besi dan bersihkan
dari logam dan kotoran yang ada.
 Ripple mill dioperasikan bila nut silo berisi ¾
volume.
 Pemasukan biji ke Ripple mill dilakukan secara
merata untuk mendapatkan efisiensi pemecahan
yang tinggi.
 Sesuaikan putaran rotor bar agar inti pecah
maksimum 12%.

39
PT Perkebunan Nusantara II

 Creak feck minimum 97%.


 Mengambil contoh dari pintu bawah conveyor
cracked mixture sebanyak satu kilogram dari
masing-masing Ripple mill setiap 2 jam.

g. Light Tenera Dust Separator (LTDS) I dan II


Pada LTDS-I terjadi pemisahan antara serabut,
cangkang halus dan debu/dust yang dikirim ke silo
cangkang sebagai bahan bakar Boiler. Fraksi medium
(inti utuh / pecah dan cangkang kasar) masuk ke
LTDS-II. Fraksi berat (inti utuh, biji pecah dan biji
utuh) jatuh ke conveyor masuk ke Silo inti.
Pada LTDS-II terjadi lagi pemisahan inti dan
cangkang. Inti utuh jatuh ke bawah dan diteruskan
ke silo inti. Sedangkan inti kecil, inti pecah dan
cangkang (yang belum terpisah di LTDS-I) masuk
melalui corong dari air lock ke Hydrocyclone/calaybt.
h. Clay bath
 Berat jenis larutan kaolin dibuat 1,12 - 1,14 skala
pembacaan hydrometer, sehingga inti akan
terapung dan cangkang akan tenggelam.
 Pastikan berat jenis larutan dalam Clay bath tetap
1,12 - 1,14. Jika terlalu tinggi maka tambahkan
air dan bila terlalu rendah tambahkan kaolin.
Normatif pemakain 1 Kg kaolin untuk 1 ton TBS.
 Mengambil contoh dari corong pengeluaran
cangkang Clay bath sebanyak 1 kilogram setiap
2 jam.

40
PT Perkebunan Nusantara II

i. Silo Inti / Heater / Blower


Pengeringan dilakukan selama 12-14 jam. Inti basah
dari Claybath/Hydrocyclone dipanasi dengan
temperatur atas 70°C, tengah 80°C dan bawah 60°C.
Sedangkan inti kering dari LTDS dengan temperatur
atas 60°C, tengah 50°C dan bawah suhu kamar°C.
Ambil contoh dari hasil olahan Silo inti (Kernel drier)
sebanyak satu kilogram setiap 2 jam. Mutu Produksi
kadar air 7%, kotoran 6% dan inti pecah maks 12%.

j. Standard Toleransi Kehilangan Inti Sawit


Standar Lossis (%)
Parameter maksimum terhadap
Contoh TBS
Inti dalam ampas/fibre 1,5 0,18
LTDS 4 0,22
Clay bath/Hydrocyclon 3,5 0,19
Total lossis inti terhadap TBS 0,60
Catatan material balance: Ampas kempa 12%, cangkang
LTDS 4%, dan Cangkang Calybath/Hydrocyclon 3,6%.

k. Rencana Mutu Inti Sawit


Standard untuk Standard untuk
Parameter
Penjualan (%) Titip Olah (%)

41
PT Perkebunan Nusantara II

ALB 2 maks 2 maks


Kadar Air (%) 7,0 maks 7,0 – 8,0
Kadar Kotoran (%) 6,0 maks 6,0 – 7,0
Inti Pecah : 12 maks 12 maks

4. Pengawasan Operasi
Pengawasan operasi dilakukan dengan menganalisis
terhadap contoh yang diambil dari hasil olahan tiap-
tiap instalasi, yaitu:
a. Norma kehilangan Inti di Fibre cyclone 1,5%
terhadap contoh
b. Norma efisiensi pemecahan biji 97-98% untuk
Ripple mill dan 92 - 95% untuk Cracker.
c. Keausan ripple plate (>5.000 jam kerja) dan rotor
bar(>3 .000 jam kerja).
d. Norma lossis inti dalam cangkang di Hydrocyclone
≤ 4% terhadap contoh.
e. Norma lossis inti di Claybath ≤ 3,6% terhadap
contoh.
f. Norma kadar air ≤ 7% dan kadar kotoran ≤ 6%.
5. Trouble Shooting
a. Jika lossis inti di Fibercyclone >1,5%,
kemungkinan disebabkan karena:
 Kecepatan hisap separating column terlalu
kencang. Stel damper sehingga kecepatan
udara sesuai dengan yang diinginkan.

42
PT Perkebunan Nusantara II

 Tekanan pressan terlalu tinggi sehingga kadar


biji pecah terlalu tinggi (>12% terhadap total
biji dalam ampas kempa). Stel tekanan pressan.
b. Jika efisiensi pemecahan biji <97% di Ripple mill
dan <92% di Cracker, kemungkinan disebabkan :
 Rotor bar dan ripple plate sudah aus
 Pemasukan umpan tidak merata (terlalu
banyak/sedikit)
 Putaran electromotor tidak sesuai (terlalu
rendah/tinggi)
 Penyetelan jarak ripple plate dengan rotor bar
tidak sesuai (terlalu renggang/rapat). Bila terlalu
renggang, efisiensi akan rendah (<97%) dan bila
terlalu rapat biji akan hancur dan mengakibatkan
lossis inti tinggi.
c. Jika persentase biji utuh dan biji pecah yang keluar
dari Cracker dan Ripple mill tinggi, kemungkinan
penyebabnya:
 Biji mentah.
 Pengumpanan Cracker/Ripple mill terlalu penuh.
 Putaran rotor kurang sesuai (terlalu
lambat/cepat).
 Rotor bar dan ripple plate aus atau stator us pada
Cracker.
 Lubang pemasukan biji kedalam rotor aus,
sehingga biji masuk melalui samping rotor (Nut
Cracker/Ripple mill).

43
PT Perkebunan Nusantara II

 Persentase inti pecah keluar dari Cracker akan


tinggi bila putaran rotor terlalu tinggi dan isian
pemecah biji terlalu sedikit.
d. Jika persentase Inti dalam cangkang tinggi (>9%
terhadap contoh cangkang gabungan) kemungkinan
penyebabnya:
 Inti pecah dalam kraksel tinggi (efisiensi cracker
>95% dan Ripple mill >97%).
 Kecepatan udara pada separating column LTDS
tidak sesuai (terlalu kencang).
 Berat jenis larutan lebih kecil dari berat jenis inti
1,07. Maka tambahkan tanah liat/Kaolin untuk
memperbesar berat jenis larutan.
 Kapasitas Clay bath lebih kecil dibandingkan
dengan jumlah umpan kraksel.
 Jumlah kraksel fraksi medium yang diolah terlalu
besar dibandingkan dengan kapasitas cyclone.
 Bottom cone cyclone sudah aus.
 Tekanan pompa di Hydrocyclone tidak sesuai
(terlalu rendah).
e. Jika kehilangan inti di Clay bath >1,5% atau di di
Hydrocyclone > 4%, kemungkinan penyebabnya :
 Berat jenis larutan lebih kecil dari berat jenis inti
(<1,07) Tambah tanah liat/kaolin untuk
memperbesar berat jenis larutan.
 Kapasitas Clay bath lebih kecil dibandingkan
dengan jumlah umpan kraksel.

44
PT Perkebunan Nusantara II

 Jumlah kraksel fraksi medium yang diolah terlalu


besar dibandingkan dengan kapasitas cyclone.
 Bottom cone cyclone sudah aus.
 Tekanan pompa di Hydrocyclone tidak sesuai
(terlalu rendah).
f. Jika kadar air inti sawit >7% kemungkinan disebabkan
 Heater kotor/bocor sehingga temperatur Silo inti
tidak tercapai.
 Isian silo inti tidak penuh sehingga pengeringan
tidak sempurna.
 Waktu pengeringan inti basah kurang (<12 jam)
 Blower/heater rusak sehingga pemanasan tidak
berlangsung.
 Silo dalam keadaan kotor (sebaiknya
pembersihan dilakukan 6 bulan sekali).
 Shaking grade tidak berfungsi dengan baik
sehingga penurunan inti tidak merata.
 Segitiga penyalur panas dalam silo sudah kropos.
g. Jika kadar kotoran inti sawit > 6% kemungkinan
disebabkan oleh:
 Efisiensi Ripple mill/Cracker rendah (dibawah
97% untuk Ripple mil dan <92% untuk Cracker).
 Pengaturan hisapan udara pada separating
column di LIDS-I dan II tidak tepat.
 Kebocoran/keausan karet air lock di LTDS-I dan II.
 Keausan conus inti dan cangkang di
Hydrocyclone.

45
PT Perkebunan Nusantara II

 Berat jenis larutan di Clay bath tidak tepat.


 Komposisi biji banyak biji Dura, sehingga susah
pada pemisahan di LTDS.

PERHATIAN : HENTIKAN PENGOPERASIAN PABRIK JIKA


KAOLIN/ CALSIUMCARBONAT TIDAK ADA DAN ATAU
CLAY BATH RUSAK

46
PT Perkebunan Nusantara II

BAB III
KONSISTENSI MUTU CPO

A. PADA TANGKI TIMBUN


2. Fungsi Tangki Timbun
Tangki timbun adalah suatu wadah atau tempat yang
berfungsi untuk menampung produksi minyak/CPO
hasil olahan pabrik (dan mempertahankan konsistensi
mutu) sebelum dikirim ke pembeli.
3. Spesifikasi Alat
 Jumlah minimal tangki timbun yang dioperasikan
di satu pabrik adalah 2 unit, yaitu untuk tangki
produksi dan tangki pengiriman secara
bergantian setiap hari.
 Dilengkapi pipa sirkulasi agar tidak ada ketekoran
(kotoran) pada saat pencucian.
 Ketebalan plat tangki penting diukur secara
periodik untuk mengetahui tingkat keausan
ketebalan plat.
3. Pengoperasian
a. Dicuci setiap 6 bulan sesuai dengan SI Direksi.
b. Temperatur CPO dijaga antara 40° - 50°C.
c. Sebelum dan sesudah mengolah/pengiriman
dilakukan pengukuran (sounding/metering)
d. Lakukan sirkulasi minyak sebelum pengiriman
atau memompakan minyak kotor (bagian bawah)
dari tangki timbun ke Bak COT setiap pagi.

47
PT Perkebunan Nusantara II

e. Setiap pagi sebelum mengolah, mengambil


contoh minyak pada masing-masing tangki
timbun (bagian atas, tengah dan bawah),
sebanyak 200 ml untuk dianalisa mutunya.
4. Pengawasan Operasi
Rencana mutu minyak di Tangki timbun adalah ALB
dibawah 4,0%, kadar air ≤ 0,20% dan kadar kotoran
≤ 0,02%.
5. Trouble Shooting
Bila mutu minyak tidak sesuai dengan rencana, maka
kemungkinan penyebabnya adalah:
a. Mutu minyak produksi yang masuk ke Tangki
timbun tidak sesuai dengan rencana mutu.
b. Terlambat melakukan pencucian Tangki timbun
(lebih dari 6 bulan)
c. Pipa pemanas (uap coil) bocor sehingga kadar air
meningkat
d. Temperatur minyak di Tangki timbun terlalu
tinggi ( > 50°C) sehingga akan terjadi oksidasi
dengan udara yang mengakibatkan kenaikan ALB.

B. MENJAGA ALB MINYAK PRODUKSI


Untuk dapat menghasil CPO dengan ALB sesuai
dengan rencana mutu harus ada koordinasi yang baik
antara Bidang Tanaman Kelapa Sawit, Teknik dan
Pengolahan. Koordinasi dilakukan berkesinambungan
dengan semangat kebersamaan satu tujuan. Adapun
tugas/ kewajiban masing-masing bidang yaitu:

48
PT Perkebunan Nusantara II

BIDANG TUGAS / KEWAJIBAN


 Melakukan panen bersih (mencegah
adanya buah matang tidak dipanen
dan brondolan tidak berkutip).
 Mencegah adanya buah restan dan
Tanaman
terluka di Afdeling/ TPH.
 Mengirim TBS dan Brondolan ke pabrik
sesegera mungkin secara antrian.
 Meminimalisasi benda lain terikut TBS.
 Mencegah kebocoran-kebocoran pada
tiap instalasi.
 Membenahi instalasi menggunakan
bahan steinless steel.
Teknik
 Menjaga performance/ kehandalan
mesin dan instalasi.
 Menjaga kebersihan mesin dan
instalasi.
 Menghidari buah terluka di pabrik.
 Upayakan pengolahan buah segar dan
restan terpisah menurut waktu.
 Sortasi TBS dengan ketat, konsisten
Pengolahan dan konsekwen terhadap buah busuk.
 Mengamati/ analisa ALB pada saat
pengolahan secara kontinu.
 Menjaga kebersihan stasiun dan
instalasi pabrik.

49
PT Perkebunan Nusantara II

a. TBS dari Kebun


 Pusingan panen dijaga sesuai norma.
 Sistem panen mengikuti kriteria matang panen.
 Hindari adanya buah matang tidak dipanen
sehingga tidak ada buah busuk yang dikirim.
 Pastikan kegiatan panen dan angkut pada hari
yang sama dan segera mengirim TBS ke pabrik.
 Lakukan sortasi dan pembersihan di TPH.
 Brondolan dikutip dan dimasukkan ke dalam
kantung plastic dalam keadaan bersih.
 TBS dan brondolan dibawa bersama ke pabrik
tetapi brondolan harus terpisah di dalam kantung
plastik.
 Buah restan harus diberi kode “Buah Restan”
dalam PB-25 (Surat Pengantar Buah Sawit).
b. Penerimaan TBS
 TBS di Loading ramp harus dipisahkan antara buah
segar dan buah restan.
 Hindarkan TBS ditimbun diatas lantai Loading
Ramp (LR) untuk meminimalkan jumlah buah
terluka terlindas kendaraan atau loader.
Sedapatnya TBS diturunkan langsung ke
kompartemen.
 Laksanakan sortasi panen di Loading ramp secara
sampling, minimal satu truk per-afdeling setiap
hari terhadap TBS kebun dan total sortasi TBS P-III.

50
PT Perkebunan Nusantara II

 Pastikan kisi-kisi Loading ramp tidak tumpat agar


benda selain buah/pasir turun kebawah dan tidak
terikut TBS masuk ke lori.
c. Proses Pengolahan di PKS
 Buah hari ini diolah pada hari ini juga FiFo.
 Buah restan diolah pertama sampai habis baru
kemudian mulai mengolah buah yang segar.
 Jangan mengutip minyak dari bak Fat-pit (yang
berkadar ALB tinggi), pada saat pengolahan buah
segar.
 Pada saat pengolahan buah segar dimulai, pabrik
harus terus mengolah sampai semua buah segar
habis.
 Minyak produksi setelah Vacuum dryer harus
diambil contoh dan dianalisa kandungan ALB
setiap ½ jam. Bila diperoleh kadar ALB < 3,5%,
maka hasil olahan minyak dikirim ke tangki timbun
khusus ALB rendah.
 CPO berdasarkan kandungan ALB < 3.50% dan
>3.50% dipisahkan pada tangki timbun yang
berbeda.
 Untuk mencegah pengentalan/pembekuan dan
oksidasi, maka suhu minyak pada tangki timbun
40°-50°C
 CPO tidak boleh disimpan terlalu lama di pabrik.
Karena akan terjadi kenaikan ALB 0,5% /hari

51
PT Perkebunan Nusantara II

 Kadar air CPO harus sesuai standar. Kadar air yang


diatas norma (diatas 0,20%) akan mempercepat
kenaikan kadar ALB.
 Seluruh mesin dan instalasi pabrik, harus tetap
dalam keadaan bersih.
d. Petugas Laboratorium
 Contoh minyak diperiksa dalam jumlah kecil (1-2
gram) untuk mendapatkan hasil yang lebih cepat
dengan penggunaan alat pipet berskala dilakukan
di tempat pengambilan contoh.
 Analisa ALB minyak dilaboratorium dilaksanakan
dalam periode yang pendek/ sesering mungkin.
 Asisten Pengolahan mengawasi analisa ALB
minyak produksi dan mengambil tindakan yang
diperlukan secepatnya, jika terdapat ALB tinggi.

C. PARAMETER MUTU CPO


Mutu CPO dapat dipengaruhi oleh pelaksanaan panen,
pengangkutan TBS, pengolahan, penimbunan dan
pengangkutan CPO. Adapun parameter mutu CPO dapat
dilihat pada tabel dibawah ini.

Parameter Standar (%)


ALB Golden CPO 2,0% maks
ALB CPO Super 2,5% maks
ALB CPO non Super 3,5% maks
Kadar Air 0,20% maks

52
PT Perkebunan Nusantara II

Kadar Kotoran 0,02% maks


DOBI 2,5 min
Bilangan Ionidin 51 min
Bilangan Peroksida, mek/kg 5,0 maks
Bilangan Anisidine, mek/kg 5,0 maks
Fe (Besi), ppm 5,0 maks
Cu (tembaga), ppm 0,3 maks
Titik cair 39 – 410C
Β-carotene ≥ 500 ppm

1. Asam Lemak Bebas (ALB)


ALB baru terbentuk setelah buah terlepas dari
pohonnya (sejak buah dipanen). Penyebab dominan
kenaikan ALB adalah oksidasi dan hidrolisis.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kadar ALB
dalam CPO adalah :
a) Tingkat Kematangan Buah.
Semakin matang buah dipanen, semakin cepat
kenaikan ALB-nya.
b) Transportasi Pengangkutan TBS.
Transportasi yang lambat merupakan penyebab
kenaikan ALB yang paling dominan. Upayakan
pengangkutan dilakukan pada hari yang sama
dengan hari panennya.
Brondolan diloading ramp harus terhindar dari
gilasan kendaraan atau loader.

53
PT Perkebunan Nusantara II

c) Proses Pengolahan
 Untuk meminimalkan kenaikan ALB, buah sawit
harus diolah segera setelah dipanen.
 Kebersihan instalasi pabrik seperti conveyor,
elevator, Digester, pressan, sangat besar
pengaruhnya terhadap kenaikan ALB.
 Minimalkan jumlah minyak yang dikirim dari bak
Fat-pit.
 Minimalkan kandungan air dalam minyak sawit.
2. Kadar air
Tingginya kandungan air didalam CPO akan
mengakibatkan hidrolisis trigliserida secara
autokatalis, yang meningkatkan kadar ALB. Kadar air
dalam CPO dipengaruhi oleh proses di VCST,
temperatur di Oil tank, kinerja Oil purifier, Vacuum
dryer dan instalasi pemanas di tangki timbun yaitu:
a) Ketebalan minyak di VCST yang tipis (<30 cm) dan
temperatur rendah (<90°C).
b) Temperatur di Oil tank rendah (<95°C).
c) Kinenja Oil purifier dan Vacuum drier yang jelek
(kapasitas Oil purifier <90% dan tekanan Vacuum
drier <500 mm Hg).
d) Kebocoran pipa pemanas (uap coil) di tangki
timbun.

54
PT Perkebunan Nusantara II

3. Kadar Kotoran
Kotoran dalam minyak sawit adalah kotoran yang tidak
larut dalam n-Heksane dan petroleum ether. Kotoran
ini dapat menyebabkan proses hidrolisis didalam
minyak. Penyebabnya adalah TBS kotor dan juga
selama proses di pabrik. Kadar kotoran CPO > 0,02%
dipengaruhi oleh:
a) Ketebalan minyak di VCST dibawah 30 cm dan
temperatur rendah (<90°C)
b) Oil purifier tidak bekerja sempurna.
c) Suhu di stasiun pemurnian <90°C.
4. DOBI (Deterioration of Bleachability Index) atau
Indeks Daya Pemucat
Parameter DOBI ditentukan dari ratio hasil
pengukuran spektrofotometer terhadap absorbens
pada gelombang 446 nm (kandungan karoten) dan 269
nm (produk oksidasi sekunder). Nilai DOBI
menunjukkan mutu dan daya pemucat dari CPO.
Panas yang tinggi pada proses pengolahan (>100°C)
menyebabkan β-carotene berubah menjadi senyawa
yang berwarna kecokelatan (penggosongan) dan larut
dalam minyak. Semakin banyak senyawa yang
berwarna kecokelatan, semakin sulit minyak
dipucatkan dan semakin rendah nilai DOBI-nya.
Penyebab rendahnya nilai DOBI adalah:
a) Buah restan dan buah terluka.
b) Pemakaian uap kering pada proses perebusan
(temperatur >150°C).

55
PT Perkebunan Nusantara II

c) Pemakaian uap injeksi untuk pemanasan di


stasiun pemurnian.
d) Terlalu banyak mengolah minyak kotor dari bak
Fat-pit (recycle)
e) Penyimpanan di tangki timbun pada temperatur
dibawah titik cair (<39°C)
5. Bilangan Iodin
Bilangan iodin adalah bilangan yang menyatakan
kandungan asam lemak tidak jenuh yang dinyatakan
dalam milligram iodium yang diserap per-gram
minyak. Asam lemak tidak jenuh adalah lemak yang
rendah kadar kolesterolnya. Tinggi rendahnya kadar
iodine dalam minyak sawit dipengaruhi oleh klon
tanaman. Semakin tinggi bilangan iodium berarti
semakin baik kualitas CPO.

6. Bilangan Peroksida, mek/kg


Peroksida adalah hasil oksidasi pertama yang non-
transient dan terbentuk karena bertambahnya radikal
aktif molekul oksigen pada gugus metilen aktif pada
rantai asam lemak yang terdapat dalam minyak.
7. Bilangan Anisidine, mek/kg
Bilangan anisidine adalah bilangan yang merupakan
angka petunjuk jumlah abstrad yang teroksidasi
menjadi gugusan aldehid dan keton yang dinyatakan
dengan mili liter equivalen (mleq) oksigen yang terikat
pada setiap kg minyak.

56
PT Perkebunan Nusantara II

8. Titik Cair
Titik cair merupakan salah satu besaran fisik dimana
pada temperature tersebut terjadi perubahan fase
padat ke cair (mulai mencair).
9. Kadar Fe dan Cu
Kandungan logam Fe dan Cu yang terdapat dalam
minyak sawit dapat terjadi akibat adanya kontaminasi
baik di pabrik atau selama transportasi produk CPO.
Kontaminasi terjadi di pabrik dan transportasi akibat
kontak langsung antara minyak dengan logam yang
mengandung Fe/Cu.
10. Β-Carotene
Β-carotene memberi warna merah-kuning alami dalam
CPO mengandung pro-vitamin A dan merupakan anti
oksidan alami yang efektif. Β-carotene terdegradasi
oleh panas yang berlebihan (temperature >1000C) dan
oksidasi dengan udara.

57
PT Perkebunan Nusantara II

BAB IV
WATER TREATMENT
1. Fungsi
Sistim penyediaan air yang cukup dan memenuhi
persyaratan mutu untuk digunakan di pabrik dan
perumahan (domestik). Secara umum persyaratan
mutu air adalah tidak berwarna (jernih), tidak berrasa
(hambar) dan tidak ber bau.

Beberapa peralatan dan fungsi peralatan untuk water


treatment adalah:
• Pompa Air adalah untuk menghisap air dari sumber
air (sungai,sumur,waduk dll) untuk dialirkan
langsung ke bak penampung sementara (Water
basin) atau waduk sebelum dijernihkan di Water
clarifier Tank. Pompa air dari water basin ke water
clarifier dan pompa air untuk menuju menara air.
• Water basin adalah untuk mengendapkan lumpur,
pasir atau kerikil sehingga proses penjernihan air di
Water clarifier bisa lebih ringan, pemakaian tawas
lebih hemat, pompa tidak cepat aus dan kualitas air
konsisten.
• Water clarified tank adalah melanjutkan penjernihan
terhadap air dan Water basin. Pada unit ini
ditambahkan bahan kimia yaitu:
Tawas (Aluminium Sulfat) untuk menggumpalkan
lumpur/ padatan yang tidak larut dengan cara
membentuk floc sehingga cepat mengendap di

58
PT Perkebunan Nusantara II

klarifikasi. Sedangkan Soda Ash untuk menaikkan pH


air, karena telah terjadi penurunan Ph akibat
penambahan Aluminium Sulfat. Alat ini berbentuk
kerucut dengan aliran air membentuk gaya
sentrifugal. Hal yang perlu diperhatikan ialah :
Pembuangan lumpur dilakukan apabila endapan
telah mencapai kerangan control bagian tengah.
• Pompa Bahan Kimia ( Chemical Pump) untuk
memompakan cairan dari tangki yang mengandung
Tawas dan tangki Soda Ash kedalam pipa air
sebelum air masuk ke dalam unit clarifier tank.
Pompa dijalankan terus menerus dengan bahan
kimia yang telah ditentukan sesuai dengan kondisi.
• Sand filter adalah untuk menangkap/menyaring
kotoran yang melayang yang lolos dari clarifier tank
dengan menggunakan pasir kwarsa (atas), batu
kerikil kecil (tengah) dan batu kerikil yang agak besar
(bawah).
• Water tower tank (Menara Air) adalah : sebagai
tempat penampungan air hasil penyaringan dari
Sand filter serta agar tekanan air yang masuk ke
Demin plan stabil dan dalam kondisi yang kontinu.
• Demin plan adalah untuk menangkap padatan
terlarut dalam air yang berupa ion kation dan anion.
2. Spesifikasi Alat
a. Pompa Air dari Sumber Air
 Jumlah pompa minimal 2 (dua) unit (satu unit
dioperasikan, satu unit sebagai cadangan).

59
PT Perkebunan Nusantara II

 Kapasitas pompa masing-masing = 1,5 kali


kapasitas pabrik 1,5M3/ton TBS (di luar
keperluan air untuk konsumsi yang besarnya
±150 liter/hari/orang, keperluan bibitan, dll).
b. Water Basin/ Waduk
Ukurannya disesuaikan dengan mutu air dari ROW
water. Terbuat dari galian tanah atau kolam beton.
c. Water clarified tank dan pompa
 Waktu tinggal ditangki Water clarifier 2-4 jam
 Jarak antara selang injeksi masuk dengan tangki
Water clarifier ± 6 m.
d. Dosing Pum Tawas (Alum) dan Soda Ash.
Sistim piston atau membrane. Kapasitas harus
cukup untuk memompakan bahan kimia pada
tekanan lawan di pipa air dari waduk.
e. Sand filter dan pompa
 Perbandingan jumlah pasir kwarsa, kerikil kecil
dan batu kerikil yang agak besar adalah
40:30:30
 Dipasang 2 buah manometer untuk menentu-kan
apakah sudah saatnya dilakukan backwash atau
belum
f. Water tower tank.
Harus ada alat pengukur posisi tinggi air di tangki
yang dapat dilihat dari jauh.
g. Demin plant: kapasitas minimal =25 m3/jam
Sebaiknya terdapat 2 set. Sehingga proses
regenerasi tidak terganggu.

60
PT Perkebunan Nusantara II

3. Pengoperasian
a. Pompa Air dari Sumber Air
Untuk pompa yang digerakkan oleh mesin diesel,
periksa apakah bahan bakar Genset cukup untuk
beroperasi selama 24 jam.
b. Water basin
 Lakukan pembuangan endapan lumpur, pasir dan
kotoran setiap pagi hari.
 Lakukan pencucian Water basin minimal 1 x 3
bulan.
 Lakukan pengerukan waduk setahun sekali.
c. Water clarifier tank
 Memberi alum dan soda ash (sebelum air masuk
ke tangki Water clarifier) dengan alat dosing
pump. Dosis yang direkomendasikan harus bisa
bertahan selama delapan jam atau satu shift
 Bila pH air sebelum masuk ke tanki Water clarifier
<5.5, maka perlu diberi soda ash untuk menaikkan
pH menjadi 5.5-8.0. Jumlah tawas yang diberikan
adalah 25-50 ppm, kecuali Kebun Arso bisa
mencapai 70-90 ppm. Jumlah soda ash dan tawas
yang diberikan tergantung hasil analisa Jar-test di
laboratorium.
 Periksa fungsi Water clarifier pada kran paling
atas. Bila kran dibuka dan air yang keluar dalam
keadaan keruh maka harus dilakukan blowdown.

61
PT Perkebunan Nusantara II

 Jika ketinggian kotoran dalam Water clarifier


melebihi pipa control paling atas, lakukan pem-
buangan (spei/drain) endapan lumpur/ kotoran
d. Stand filter dan Pompa
 Lakukan back wash jika selisih angka antara
manometer yang di atas dan manometer yang di
bawah sudah mencapai 2,9 psi (= 0,2 kg/cm2).
Pelaksanaan back wash 5-15 menit.
 Pasir/batu kerikil harus diganti minimal 4 tahun
sekali. Jika air yang masuk ke Sand filter sangat
kotor, maka penggantian harus lebih cepat.
 Bila pada saat back wash terdapat pasir pada air
buangan, menandakan ada nozzle atas yang rusak.
e. Water tower tank
 Sebelum pendistribusian, sedikit air harus dibuang
dari dasar tangki.
 Lakukan pencucian tangki 1 x 6 bulan.
f. Demin plant
 Ketika air dari pompa demin masuk ke dalam
kation exchanger, pastikan tekanan didalam kation
exchanger akan meningkat menjadi 30 psig.
 Lakukan regenerasi jika kesadahan air keluar dari
kation exchanger > 2 ppm dan kandungan silica air
keluar dari anion exchanger > 5 ppm dengan
memberikan H2S04 (Sulfuric Acid )untuk kation
exchanger dan NaOH (Caustic Soda) untuk anion
exchanger. Jumlah H2S04 yang diberikan 20-40
gr/liter resin, sedangkan NaOH (caustic soda)

62
PT Perkebunan Nusantara II

diberikan 60-120 gr/ltr resin. Waktu yang


dibutuhkan untuk regenerasi 3-4 jam.
 Bila mungkin, regenerasi dilakukan pada pagi hari
sebelum proses berjalan. Bila Demin plant lebih
dari satu unit, regenerasi dapat dilakukan ketika
pabrik sedang proses.

g. Standar Mutu Air Umpan


Parameter Standard (%)
pH 7,5 – 9,5
Alkalinitas P1 Ppm -
Alkalinitas P Ppm -
Alkalinitas Total Ppm 20
DM Value(tannin) -
TDS Ppm Maks 100
Silika (SiO2) ppm Maks 5

h. Standard Mutu Air Ketel


Parameter Standard (%)
pH 10,5 – 11,5
Alkalinitas P1 Ppm Maks 300
Alkalinitas P Ppm Maks 300
Alkalinitas Total Ppm Maks 700
DM Value(tannin) 12-16
TDS Ppm Maks 2.500
Silika (SiO2) ppm Maks 120

63
PT Perkebunan Nusantara II

4. Pengawasan Operasional
Kondisi air tidak keruh(Jernih, tidak ber rasa, tidak bau)
5. Trouble Shooting
Penyebab air masih keruh kemungkinan disebabkan :
 Dosis tawas yang diberikan tidak mencukupi karena
kondisi air yang terlalu keruh atau kapasitas air
masuk ke Water clarifier terlalu besar.
 Dosis tawas terlalu banyak, floc yang terbentuk akan
pecah kembali.
 pH air lebih rendah dari 5.5 atau lebih tinggi dari 8.0.
 Kapasitas Water clarifier terlalu kecil sehingga waktu
tinggal di Water clarifier terlalu singkat.
 Sand filter tidak berfungsi akibat pasir/kerikil sudah
berkurang atau sudah lebih 4 tahun tidak diganti.
 Pelaksanaan back wash tidak konsisten / teratur /
disesuaikan dengan kondisi.

64
PT Perkebunan Nusantara II

BAB V
BOILER (KETEL UAP)
4. Fungsi
 Conveyor bahan bakar adalah untuk mengangkut
bahan bakar fibre dan cangkang dari Fibrecyclone,
LTDS maupun Hydrocyclone ke dapur Boiler
 Feed water tank adalah tangki yang menampung air
dari Demin plant untuk umpan Boiler.
 Water meters adalah alat untuk mengukur aliran air
ke atau dari pabrik dengan menggunakan
flowmeter
 Deaerator adalah alat untuk menaikkan temperatur
dan mengurangi kadar oksigen dalam air umpan
sehingga mengurangi proses oksidasi terhadap
pipa-pipa Boiler.
 Turbine pump dan Electric pump : adalah untuk
memompa air umpan Boiler tenaga uap. Sedangkan
electric pump adalah pompa yang menggunakan
tenaga listrik.
 Boiler adalah instalasi untuk merubah energi air
menjadi energi potensial uap dengan bantuan
panas hasil pembakaran cangkang dan fibre untuk
pembangkit tenaga listrik (melalui Turbin uap) serta
menyuplai uap untuk keperluan proses di pabrik.
 Testing of Gauge Glass (Gelas Penduga) adalah alat
untuk melihat ketinggian air dalam drum atas

65
PT Perkebunan Nusantara II

 Manajemen enerji adalah pengetahuan mengenai


energi yang dihasilkan dan energi yang dipakai di
pabrik kelapa sawit agar diperoleh pemakaian
energi yang efisien.
2. Spesifikasi Alat
- Conveyor bahan bakar
- Feed water tank : kapasitas minimal = 100 ton
untuk Boiler kapasitas 20 ton uap/jam atau setara
dengan 5 jam olah. Untuk PKS kapasitas 30 ton
TBS/jam.
- Water meters : Saringan selalu terpasang sebelum
meteran air.
- Deaerator untuk mengeluarkan gas Oksigen dan
Karbondioksida dari air pada suhu 115⁰C.
- Turbine pump dan Electric pump : kapasitas >
25m3/jam untuk Boiler kapasitas 20 ton/jam.
- Boiler: Kapasitas=kap olah x 650 kg uap/ton TBS.
- Testing of Gauge Glass (Gelas Penduga).
3. Pengoperasian
a. Feed water tank
- pH air dari Feed water tank/Deaerator harus
dinaikkan menjadi 7,5 - 9,5 dengan menambah-
kan bahan kimia internal.
- Sebelum dijalankan, pastikan tangki sudah diisi
penuh.
- Pastikan suplai air mencukupi dari Demin plant ke
tangki Feed water tank.

66
PT Perkebunan Nusantara II

- Air pada Feed water tank harus dipanasi sampai


temperatur 70°C.
- Panaskan air di Deaerator hingga temperatur
mencapai 100-115°C.
- Pertahankan posisi air pada Feed water tank
selalu maksimum dilihat dari pelampung.
b. Deaerator
- Kran uap masuk ke Deaerator dibuka untuk
memasukkan uap.
- Periksa dan pastikan level air pada Deaerator
pada ¾ penuh selama beroperasi.
- Kandungan oksigen dalam air sebelum masuk ke
Boiler <1 ppm.
c. Turbine Pump (Pompa Turbin)
- Pompa turbin harus dipanaskan dan semua
kondensat harus dibuang.
- Secara perlahan pompa turbin dijalankan.
Kemudian buka kran air yang ke Boiler dan buka
krangan air yang dari Deaerator secara perlahan-
lahan. Setelah tidak ada getaran, kran air dibuka
penuh.
- Pastikan krangan kondensat pada turbin selalu
terbuka.
- Periksa dan pastikan pompa mampu menjaga
level air pada Boiler.
d. Boiler
Untuk Boiler yang tidak dioperasikan ≥ 1 minggu

67
PT Perkebunan Nusantara II

• Periksa bagian dalam dapur Boiler (roaster, fire


grate, lorong api, batu api) dengan mengguna-
kan senter untuk memastikan Boiler telah
dibersihkan.
• Periksa kran blowdown telah tertutup pada
bawah plateform.
• Periksa ketinggian air dalam gelas penduga,
minimal ¾ penuh dengan cara membuka
krangan gelas penduga.
• Periksa dan pastikan blower IDF dan FDF dalam
keadaan baik.
• Masukkan bahan bakar secara merata pada
roaster. Nyalakan api dan setelah api menyala,
hidupkan FDF dengan pintu Damper ¼ terbuka.
• Setelah tekanan uap mencapai 5 kg/cm2, blower
IDF dioperasikan hingga mencapai tekanan kerja
(20-21 kg/cm2).
Untuk Boiler yang berhenti semalaman dan masih
ada tekanan uap pada alat penunjuk tekanan, maka
lakukan langkah berikut:
• Buka kran blowdown dan lakukan 2 sampai 3 kali
penyemburan pendek.
• Periksa ketinggian air dalam gelas penduga.
minimal ½ penuh
• Masukkan bahan bakar secara merata pada
roaster. Nyalakan api dan pada saat api
menyala, hidupkan IDF dengan pintu Damper
1/4 terbuka.

68
PT Perkebunan Nusantara II

• Perlahan-lahan tekanan uap akan naik sampai


dicapai tekanan kerja Boiler. Ketinggian air pada
gelas penduga tidak melebihi upper atau
dibawah lower control level.
• Jika tidak ada uap yang terlihat pada pengukur
tekanan Boiler, maka penyalaan harus dilakukan
secara perlahan-lahan sehingga diperoleh panas
yang merata di dalam Boiler.
 Pastikan persediaan bahan bakar dan air yang cukup
sepanjang waktu
 Abu Boiler di bawah roaster dan kerak Boiler yang
berada diatas roaster harus dikeluarkan secara
bertahap setiap 3-4 jam.
 Lakukan pembersihan jelaga pada pipa (soot blowing)
jika temperatur gas buang di cerobong asap (Chimney)
> 350°C.
 Bila Boiler tidak memiliki system blowdown secara
automatis, maka blowdown secara manual harus
dilakukan. Blowdown dilakukan bila Total Disolved
Solid (TDS) telah mencapal > 1.500 ppm.
Contoh perhitungan jumlah air yang di-blowdown:
E = A (B-D)/(B-C)
= 20 (1.800-1.500) / (1.800-100) = 3,53 m3
A = Kapasitas Boiler (m3)
B = TDS air Boller (ppm)
C = TDS air umpan (ppm)
D = TDS air yang diinginkan (ppm)

69
PT Perkebunan Nusantara II

Tujuan blowdown adalah untuk menjaga agar proporsi


dari bahan yang larut maupun tidak larut dalam air
umpan dalam Boiler tetap berada dalam batas yang
direkomendasikan.
- Contoh diambil pada kran pengambilan contoh di
Boiler sebanyak 300 ml setiap jam dari setiap
Boiler untuk analisa pH, TDS dan silica.
- Seperempat sampai setengah jam sebelum Boiler
dihentikan, pengisian bahan bakar harus
dihentikan.
- Pompakan air ke dalam drum sampai gelas
pengukur menunjukkan ¾ penuh.
- Korek/tarik/keluarkan semua abu dan kerak Boiler
dari ruang bakar (dapur). Setelah bersih, pintu
dapur harus ditutup.
4. Pengawasan Operasional
a. Tekanan kerja 20-21 kg/cm2.
b. Temperatur Chimney ≤ 350°C.
c. Asap hasil pembakaran tidak berwarna hitam.
d. Posisi air di drum (dilihat di gelas penduga)
konstan (tidak dibawah lower dan tidak diatas
upper).
e. Efisiensi pemakaian bahan bakar.
f. Terjadinya uap basah yang masuk ke Turbin (carry
over).
5. Trouble Shooting
a. Jika tekanan kerja menurun < 19 kg/cm2
kemungkinan disebabkan karena:

70
PT Perkebunan Nusantara II

- Kekurangan umpan bahan bakar.


- Pembersihan dapur ketel yang dilakukan pada
saat tekanan < 19 kg/cm2.
- Pengumpan air terjalu berlebihan (diatas upper
pada Gelas Penduga).
- Temperatur air umpan terlalu rendah (< 60°C).
- Kapasitas olah terlalu rendah (< 90% kapasitas
terpasang).
- Blowdown dilakukan pada saat tekanan rendah
(<19 kg/cm2).
b. Bila temperatur Chimney diatas 3500C
- Pipa-pipa Boiler dalam kondisi kotor (tidak
dilakukan pembersihan pipa-pipa Boiler secara
manual langsung masuk ke dapur pada saat
Boiler tidak beroperasi).
- Soot blowing tidak dilakukan setiap 4 jam (pada
saat Boiler beroperasi).
- Pengorekan abu dibawah Chimney tidak
dilakukan langsung setelah Boiler stop
beroperasi.
c. Jika asap hasil pembakaran berwarna hitam
- Pengumpanan bahan bakar yang berlebihan
(bahan bakar lebih banyak dibandingkan dengan
oksigen yang tersedia).
- Pengaturan damper IDF dan FDF tidak seimbang
sehingga proses pembakaran tidak melayang
- Kondisi bahan bakar basah (kadar air cangkang
diatas 25% dan fibre >50%).

71
PT Perkebunan Nusantara II

- Pengorekan/pengungkitan bahan bakar yang


belum terbakar / menumpuk di roaster.
- Pengorekan abu/kerak pada roaster yang
terlambat sehingga lobang-lobang roaster
tertutup.
d. Jika posisi air di drum (dilihat di gelas Penduga)
tidak konstan (dibawah lower atau diatas Upper).
- Otomat pompa pengisian air tidak berfungsi.
- Temperatur air umpan terlalu rendah (<60°C).
- TDS air ketel terlalu tinggi (>2.500 ppm).
e. Bila pemakaian bahan bakar inefisiensi (sisa
cangkang dibawah 2% terhadap TBS diolah).
- Terlalu banyak pengumpanan bahan bakar
(dengan indikator Boiler sering ablas).
- Kadar air bahan bakar terlalu tinggi.
- Temperatur air umpan terlalu rendah (<80°C).
- Kondisi pipa-pipa Boiler kotor.
- Tekanan uap di Boiler tidak stabil.
- Sering terjadi stagnasi pabrik.
- Kapasitas olah terlalu rendah (<90% kapasitas
terpasang).
f. Bila terjadinya uap basah masuk ke Turbin (carry
over).
- TDS air ketel terlalu tinggi (>2.500 ppm).
- Pengumpanan air terlalu berlebihan (diatas upper
pada Gelas penduga).
- Temperatur air umpan terlalu rendah (<60°C)
sehingga terjadi water hammer (gejolak).

72
PT Perkebunan Nusantara II

BAB VI
KAMAR MESIN

1. Fungsi
• Turbin Uap adalah untuk mengubah energi
potensial uap ke dalam energi kinetic. Kemudian
energi kinetic dirubah menjadi energi listrik dengan
menggunakan alternator.
• Back Pressure Vessel (BPV) adalah bejana
bertekanan untuk menyimpan dan
mendistribusikan uap tekanan rendah ke instalasi
pengolahan di pabrik.
• Mesin Diesel (Genset) dan alternator adalah untuk
mengubah energi kimia dari bahan bakar diesel
menjadi energi listrik dengan menggunakan
alternator dengan bahan bakar solar.
• Main switch board adalah untuk mendistribusikan
energi listrik kesemua instalasi yang membutuhkan.
5. Spesifikasi Alat
• Turbin Uap : Kapasitas minimal = kapasitas olah x
17 x 120% KW (incl. penerangan pabrik, kolam
limbah, pompa air dll). Overhoul setiap 15.000 jam
• Back Pressure Vessel (BPV) : dilengkapi manometer,
termometer dan make up valve/bypass yang
dilengkapi reducer valve. Setiap 4 tahun
pemeriksaan IPNKK.
• Genset dan alternator: Kapasitas 400 KW. Overhoul
setiap 10.000-12.000 jam.

73
PT Perkebunan Nusantara II

6. Pengoperasian
a. Turbin uap
 Buka kran pemasukkan uap secara perlahan-lahan,
lakukan pemanasan selama 5 sampai 10 menit
sambil membuang kondensat.
 Gerakkan roda turbin dengan membuka kran
pemasukkan uap (sekitar ¼ putaran) agar roda
turbin dapat berputar.
 Jika tidak ada getaran pada Turbin uap, secara
perlahan-lahan krangan uap masuk dibuka penuh.
 Pastikan voltase 380-400 volt.
 Stel governor sampai frekuensi yang dihasilkan
oleh alternator di 50 Hz.
 Lakukan synchronisasi Turbin uap dengan Genset.
Jika synchronisasi telah berhasil, turunkan beban
Genset dan naikkan beban Turbin uap. Jika beban
Genset telah nol, maka lepaskan beban Genset
dari main panel dan Genset dapat distop.
 Krangan uap BPV dari Turbin uap dibuka dan
krangan uap Turbin uap ke udara ditutup.
 Tugas operator adalah memperhatikan parameter-
parameter dari turbo-alternator selama
beroperasi dan tidak boleh meninggalkan tempat
sebelum ada pengganti.
 Serah terima antar shift, kamar mesin harus dalam
keadaan bersih.

74
PT Perkebunan Nusantara II

b. Back Pressure Vessel (BPV).


 Tekanan di BPV akan naik menjadi tekanan kerja
2,8-3,2 kg/cm2.
 Buka kran-kran pengeluaran uap secara perlahan-
lahan (mencegah terjadinya water hammer) ke
seluruh stasiun pengolahan di pabrik sesuai
dengan kebutuhan.
 Ketika uap keluar dari turbin, pastikan masing-
masing kran terbuka secara teratur.
 Pada waktu BPV akan di berhentikan, uap
pembuangan dari turbin dibuang ke udara dan
tutup kran pemasukan uap ke BPV.
 Kemudian buka kran pembuangan BPV agar uap
keluar. Pastikan tekanan uap turun sampai
tekanan nol secara bertahap.
c. Diesel Engine (Genset).
 Pada akhir olah, Genset mulai dioperasikan.
Pastikan voltase Genset berada pada batas normal
yaitu 380-400 volt.
 Periksa frekuensi Genset 50 Hz.
 Genset siap untuk di-synchron (paralel) dengan
turbin uap melalui main panel.
Syarat-syarat synchronisasi Genset dengan turbin
uap:
• Voltase harus sama : 380-400 volt
• Frekuensi harus sama pada posisi 50 Hz
• Faktor daya (cos ) harus sama (= 0,9)

75
PT Perkebunan Nusantara II

Synchronisasi secara otomatis dianggap berhasil


jika lampu synchronisasi tidak menyala (mati).
Untuk synchronisasi manual diperlukan kerjasama
antara operator Turbin dan panel.
 Setelah synchron, beban Turbin diturunkan dan
beban Genset dinaikkan. Jika beban Turbin sudah
mencapai nol, lepaskan beban Turbin dari main
panel. Selanjutnya Turbin agar distop dengan
menutup kran uap induk.
4. Pengawasan Operasional
a. Tekanan uap masuk ke Turbin ≥ 20 kg/cm2.
b. Power listrik dari Turbin harus cukup untuk
operasional pabrik.
c. Tekanan di BPV 3-3,2 kg/cm2.
d. Temperatur uap di BPV ≤ 1500C.
e. Genset tidak dioperasikan pada saat pabrik
mengolah, kecuali pada awal dan akhir olah
(masing-masing 1 jam).
f. Frekwensi dan faktor daya (cos ) di panel board
stabil dan > 0,9.
5. Trouble Shooting
a. Bila tekanan uap masuk ke Turbin <19 kg/cm2
disebabkan karena:
 Terlalu banyak tahanan (belokan/elbow) antara
Boiler dan Turbin.
 Diameter pipa uap/induk dari Boiler ke Turbin
terlalu kecil (< 10 inci).
 Tekanan uap dari Boiler turun.

76
PT Perkebunan Nusantara II

b. Bila power listrik dari Turbin tidak cukup untuk


operasional pabrik kemungkinan disebabkan
karena :
- Tekanan uap dari Boiler turun.
- Power listrik yang dihasilkan turbin uap tidak
optimal.
- Kebutuhan listrik di pabrik melebihi kapasitas
turbin terpasang.
- Elektromotor yang terpasang pada instalasi tidak
sesuai dengan kebutuhan (terlalu besar).
- Power listrik digunakan untuk kebutuhan diluar
pabrik (perumahan, lampu jalan dll).
- Cos  < 0,8.
c. Jika tekanan di BPV dibawah 3,0 kg/cm2
- Supply uap bekas dari turbin uap tidak konstan.
- Volume air di BPV di atas normal.
- Banyaknya kebocoran uap pada instalasi.
d. Jika temperatur uap di BPV diatas 150°C
kemungkinan disebabkan karena :
- Seringnya dilakukan supplesi uap langsung dari
pipa induk Boiler.
- Volume air BPV sedikit.
e. Bila genset selalu dioperasikan pada saat pabrik
mengolah kemungkinan disebabkan karena :
- Tekanan uap masuk turbin <19 kg/cm2 sehingga
power listrik dari turbin uap tidak mencukupi.
- Kapasitas olah pabrik rendah (<90% dari kapasitas
terpasang).

77
PT Perkebunan Nusantara II

- Turbin tidak dapat dioperasikan dengan beban


maksimal.
f. Jika frekwensi di panel board tidak stabil
kemungkinan disebabkan karena:
• Tekanan uap masuk turbin tidak stabil.
• Sensitivitas Governor turbin menurun.
• Kandungan air dalam uap terlalu tinggi akibat uap
separator dan uap trap tidak berfungsi atau
ketinggian air dalam Boiler terlalu tinggi.
• Putaran Turbin rendah.
g. Jika faktor daya (cos ) dibawah 0,9 kemungkinan
disebabkan karena:
• Capasitor bank tidak berfungsi maksimal.
• Automatic capasitor bank tidak berfungsi.

78
PT Perkebunan Nusantara II

BAB VII
MANAJEMEN ENERGI

Manajemen Energi bertujuan agar tetap


berlangsung Keseimbangan Energy Di Pabrik Kelapa
Sawit. Bahan bakar yang dipergunakan untuk Boiler
adalah cangkang dan fibre dari TBS yang diolah oleh
pabrik itu sendiri. Dengan manajemen energi yang benar,
operasional pabrik kelapa sawit sebetulnya tidak perlu
dibantu genset, kecuali pada awal dan akhir olah, masing-
masing selama ± 1 jam.
Nilai kalor untuk masing-masing komponen
bahan bakar yang dianalisa oleh “Blommendal”, yaitu
sebagai berikut:
Bahan bakar cangkang:
 Zat padat bukan minyak = 4.700 Kcal/kg cangkang
 Minyak = 8.800 Kcal/kg
 Panas yang diperlukan kcal/kg air = 600 Kcal/kg air
Bahan bakar fibre:
 Zat padat bukan minyak = 3.850 kcal/kg fibre
 Minyak = 8.800 kcal/kg
 Panas yang diperlukan untuk penguapan air = 600
kcal/kg air
Bila hasil analisa ampas kempa diperoleh
komposisi kandungan bahan seperti di bawah ini :

79
PT Perkebunan Nusantara II

Komposisi Cangkang (%) Fibre (%)


Kadar zat padat bukan minyak 83,00 55,00
Kadar minyak 1,00 5,00
Kadar air 16,00 40,00
Maka perhitungan nilai kalori (NK) Cangkang dan Fibre =
a) Cangkang = (4.700 x 83,00%) + (8.800 x 1,00%) -
(600 x 16,00%)
= 3.901 + 88 - 96
= 3.893 (= 3.893) kcal/kg cangkang
b) Fibre = (3.850 x 55,00%) + (8.800 x 5%) –
(600 x 40%)
= 2,117,5 + 440 - 240
= 2.317,5 (= 2.318) kcal/kg fibre
Jika pabrik berkapasitas 30 ton TBS/jam, maka diperoleh
bahan bakar cangkang = 2.400 kg (8%) dan fibre = 4.200
kg (14%). Jumlah energi atau kalori yang tersedia adalah
(2.400 x 3.893) + (4.200 x 2.020) kcal/jam = 9.343.200 +
8.484.000 kcal/jam = 17.827.200 kcal/jam.
Jumlah produksi uap yang dihasilkan dari nilai
kalori bahan bakar yang tersedia, dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
Q = (ὴ x BBB x NK) / α Enthalphy
Q = Produksi uap (Kg/jam)
ὴ = Efisiensi Boiler 70% (Kg uap/kg BB)
BBB = Berat Bahan Bakar 2.400 Kg cangkang/
jam dan 4.200 kg fibre/jam
NK = Nilai Kalor 3.893 Kcal/kg cangkang dan
2.020 kcal/Kcal fibre

80
PT Perkebunan Nusantara II

α Enthalphy = Perbedaan Enthalpy uap dan Enthalpy


air masuk. Pada temperatur uap (tu) =
280°C dan tekanan uap (P) = 20kg/cm2 (i
= 710,9), temperatur air masuk (ta) 90°C
(i = 90,03) maka Λ Enthalphy = 710,9 -
90,03 = 620,87 Kcal/kg.
Dengan kondisi seperti tersebut diatas, maka produksi
uap/jam = {(70% x 9.343.200) + (70% x 8.484.000)}
620,87
= 12.479.040 / 620,87
= 20.099,28 kg uap/Jam ± 20 ton uap/jam.
Jika kebutuhan uap untuk pembangkit listrik turbin uap
adalah 30 Kg uap/Kw, maka akan dihasilkan energi listrik
sebesar: 20 ton/jam : 30 kg/kw = 666.667 Kwh.
Jika kebutuhan uap untuk mengolah per-ton TBS = 550
kg, maka total kebutuhan uap untuk pabrik kapasitas 30
ton TBS/jam = 30 x 550 = 16.500 kg uap/jam.
Jika kebutuhan listrik untuk mengolah per-ton TBS = 15
Kwh, maka total kebutuhan listrik untuk pabrik kapasitas
30 ton TBS/Jam = 15 x 30 = 450 Kwh
Dari perhitungan diatas dapat disimpulkan bahwa
energi yang tersedia dari cangkang dan sampah sudah
cukup untuk memenuhi keperluan energi pabrik atau
dengan kata lain pada saat pabrik beroperasi ‘TIDAK
PERLU DIHIDUPKAN’ pembangkit tenaga listrik yang lain
(genset/PLTA/PLN), kecuali:

81
PT Perkebunan Nusantara II

 Pada saat awal dan akhir olah (masing-masing selama


±1 jam).
 Kapasitas turbin lebih kecil dibandingkan dengan
jumlah kebutuhan listrik.
Permasalahan yang sering timbul adalah
genset/PLN tetap dihidupkan pada saat pabrik
beroperasi. Hal ini disebabkan karena:
a) Mungkin untuk menghemat pemakaian bahan bakar
cangkang. Penghematan bahan bakar cangkang
dengan cara mengoperasikan genset/PLN adalah cara
yang SALAH karena jumlah biaya pengoperasian
genset/PLN jauh lebih besar dibandingkan dengan
nilai penghematan yang diperoleh dari cangkang.
b) Tidak teraturnya pemberian bahan bakar.
Seharusnya tekanan di Boiler dapat dipertahankan
pada tekanan 20 kg/cm2 setiap saat. Namun untuk
dapat mencapai tekanan tersebut secara stabil,
pengumpanan bahan bakar juga harus dilakukan
secara teratur. Jika pengumpanan bahan bakar tidak
teratur (kadang terlalu banyak atau terlalu sedikit),
maka dampaknya adalah tekanan di Boiler menjadi
berfluktuasi dan tenaga listrik pun otomatis tidak
stabil. Untuk membantu tenaga listrik, maka genset
dioperasikan.
c) Realisasi kapasitas olah < 90% kapasitas terpasang.
Dampak realisasi kapasitas yang < 90% kapasitas
terpasang adalah jumlah bahan bakar tidak
mencukupi kebutuhan proses sehingga

82
PT Perkebunan Nusantara II

KESEIMBANGAN ENERGI terganggu. Uap yang kurang


mengakibatkan tenaga listrik yang dihasilkan turbin
uap tidak maksimal. Walaupun kekurangan tenaga
listrik masih dapat dibantu dengan genset (dengan
biaya yang lebih besar), namun kekurangan uap tidak
dapat diganti dengan yang lain. Akibatnya adalah
tekanan dan temperatur tidak tercapai atau proses
pengolahan menjadi terganggu.
d) Penambahan instalasi dan penggantian electromotor
yang lebih besar
Adanya penambahan instalasi dan penggantian
electromotor yang lebih besar dengan tidak
memperhatikan ketersediaan tenaga listrik yang ada.
Penambahan instalasi diluar standar pabrik seperti
nut grading screen diatas silo biji, tromol sortasi inti
dll akan menambah beban listrik. Penggantian
electromotor yang lebih besar dengan harapan
instalasi tidak trip pada saat dioperasikan, juga akan
menambah beban listrik.

83
PT Perkebunan Nusantara II

BAB VIII
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR

1. Fungsi
• Untuk memenuhi amanat UU Republik Indonesia
Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup
• Mengolah limbah cair sampai memenuhi baku
mutu yang telah ditentukan oleh Kementerian
Lingkungan Hidup melalui Kepmen Nomor : KEP-
51/MENLH/10/1995, Tanggal 23 Oktober 1995
NO Parameter Kadar Max Beban Pencemaran
(mg/l) Max (kg/ton)
1. BOD5 100 0.25
2. COD 350 0.88
3. TSS 250 0.63
4. Minyak & Lemak 25 0.063
5. N-Total 50 0.125
6. pH 6-9 6-9
7. Debit : 2,5 m3/ton
Masing-masing PKS melakukan swapantau minimal
sebulan sekali dengan melakukan sampling outlet
limbah cair dan dikirim ke laboratorium
independen yang terakreditasi KAN berkoordinasi
dengan Bagian PML PTP Nusantara II (Persero)
Membuat laporan tertulis per triwulan mengenai
pelaksanaan RKL dan RPL ke BLH Kabupaten
dengan tembusan ke Direksi cq Bagian PML PTPN II
(Persero) dan BLH Propinsi Sumatera Utara

84
PT Perkebunan Nusantara II

2. Pengolahan Limbah Cair Sistem Ponding.


Cooling Tower
Inlet limbah cair berasal dari bak Fat pit dialirkan
melalui Cooling Tower. Pada umumnya temperatur
sludge yang dihasilkan dari proses pabrik berkisar
60⁰C-70⁰C. Cooling Tower berfungsi untuk
menurun temperatur sludge menjadi 35⁰C - 40⁰C
sehingga aktivitas mikroorganisme dalam mengurai
senyawa-senyawa organik dapat beradaptasi
dengan suhu limbah cair.

V-Nocth Inlet
Volume limbah cair yang masuk ke IPAL setiap hari
harus diukur debitnya dengan alat ukur V-Notch
yang dilengkapi tabel konversi

Seeding Pond
Untuk menampung sirkulasi dari An aerobic II
sebagai bibit bakteri yang akan mendekomposisi
senyawa-senyawa organik air limbah yang masuk
dari V-notch. Dari kolam ini limbah cair mengalir ke
anaerobic pond secara gravitasi.
Kedalaman ± 3 m dengan retention time 4 hari.

Anaerobic pond I dan II


Untuk menguraikan butiran-butiran minyak yang
masih tersisa atau senyawa-senyawa organik yang
kompleks menjadi senyawa yang lebih sederhana

85
PT Perkebunan Nusantara II

dengan bantuan mikroorganisme anaerob. Kolam


Anaerob dapat menghasilkan CH4 (gas methan),
CO2 dan endapan solid. pH Limbah cair >6 dan
ketebalan scum <10cm. Bila scum lebih tebal dari
10 cm, maka perlu ditarik ke pinggir secara manual.
Periksa gelembung yang methan yang terjadi.
Gelembung dan bau menandakan terjadinya proses
penguraian atau perombakan butiran minyak
menjadi asam yang mudah menguap oleh
mikroorganisme anaerob.
Dari kolam ini limbah cair mengalir ke fakultatif
pond secara gravitasi.
Kedalaman harus dipertahankan >3 m (dari
kedalaman awal 5,5 m) agar aktivitas bakteri tidak
menurun. Retention time ≥ 80 hari

Facultative Pond I dan II


Untuk merombak senyawa organik yang masih
tersisa dari kolam an-aerobic dengan bantuan
bakteri aerob dan anaerob. pH 7,6-7,8.
Dari kolam ini limbah cair mengalir ke aerobic pond
secara gravitasi.
Kedalaman kolam = 3 m dengan retention time 25
hari
Aerobic Pond
Untuk proses degradasi dengan bantuan bakteri
aerob sehingga diperlukan injeksi udara (yang
dibutuhkan O2-nya) ke dalam air limbah dengan

86
PT Perkebunan Nusantara II

bantuan Aerator yang harus dioperasikan terus


menerus.
Dari kolam ini limbah cair mengalir ke
sedimentation pond secara gravitasi.
Kedalaman ≤ 2 meter sehingga sinar matahari
masuk sampai ke dasar kolam dengan retention
time ≥ 50 hari.
Sedimentation Pond.
Untuk mengendapkan hasil penguraian butiran
minyak dan padatan lain yang berasal dari kolam
aerobic. Limbah cair dari bagian atas dari kolam ini
limbah cair mengalir menuju v-notch secara
gravitasi.
Kedalaman harus dipertahankan >3 m (dari
kedalaman awal 5,5 m) dengan RT ≥ 80 hari.
V-Notch Oulet
Volume limbah cair yang dibuang ke badan air
harus diukur debitnya setiap hari dengan
menggunakan alat ukur V-Notch dilengkapi dengan
tabel konversi. Lokasi V-notch ini harus diukur titik
koordinat buminya dengan alat GPS sekaligus
menjadi titik sampling outlet PKS tersebut.

Trouble Shooting
a. Jika kadar minyak pada outlet Seeding pond >0,5%
terhadap contoh, kemungkinan disebabkan:
- Banyak kebocoran minyak di stasiun klarifikasi

87
PT Perkebunan Nusantara II

- Lossis minyak dari sludge separator >0,5%


terhadap contoh
- Pengutipan minyak di stasiun klarifikasi dan bak
fat-pit tidak efektip
- Jika pH <6 dan ketebalan scum >10cm di
Anaerobic pond, berarti proses perombakan
lemak oleh mikroorganisme berlangsung tidak
sempurna. Kemungkinan disebabkan karena
sirkulasi dari bak Anaerobic Pond ke Seeding
pond kurang volumenya.
b. Jika pH pada Facultative Pond <7,6, berarti proses
penguraian butiran minyak pada kolam-kolam
sebelumnya tidak berlangsung efektif.
c. Jika Aerator tidak dapat dioperasikan
kemungkinan disebabkan kerusakan aerator atau
tidak ada arus listrik.

Perawatan Kolam
a. Menguras lumpur dalam kolam, jika lumpur telah
memenuhi 1/3 kedalaman kolam awal.
b. Menipiskan scum tebal yang mengambang pada
kolam anaerobik untuk mencegah pembiakan
lalat.
c. pH kolam Anaerobik agar dijaga pada kisaran 6 -
8, agar :
- Bakteri methanogenesis (bakteri
penghasil gas metan) aktif.

88
PT Perkebunan Nusantara II

- Sebagian besar sulfida mengendap


sehingga mengurai bau (pH>7.5)
d. Sirkulasi untuk membantu menstabilkan pH dan
menjaga kecukupan substrat.
e. Membuang scum yang mengambang di kolam
fakultative dan kolam anaerobik secara berkala.
f. Membuang solid yang terakumulasi di sekitar
inlet dan outlet setiap kolam.
g. Memeriksa inlet dan outlet kolam secara rutin
untuk mencegah penyumbatan.
h. Pemeliharaan rutin konstruksi kolam dan
memperbaiki segera setiap kerusakan dan erosi
pada dinding kolam.
Catatan :
Untuk PKS yang hanya mempunyai fasilitas Ponding
System cukup sampai disini.

3. Pengolahan Limbah Cair Sistem Lumpur Aktif


Bak Ekualisasi
Limbah cair berasal dari outlet Ponding System
dialirkan dan ditampung pada bak ekualisasi dan
dinetralkan pada pH 6-9, optimalnya 7. Kondisi bak
harus dalam keadaan bersih, bebas
kotoran/sampah. Limbah cair ini dialirkan dengan
pompa ke kolam aerasi
V-notch inlet
Sama seperti ponding system

89
PT Perkebunan Nusantara II

Bak Aerasi
Limbah cair dicampur-adukkan dengan biakan
bakteri aerob. Bakteri dipelihara dalam jumlah
yang cukup dan sehat dengan cara menjaga dan
memenuhi kebutuhan makanan serta oksigen
secara seimbang. Makanan diharapkan dapat
terpenuhi dari zat-zat organik pencemar dalam air
limbah oksigen dengan cara menginjeksikan udara
secara terus-menerus dengan menggunakan
blower. pH 6-9. Temperatur 27-33 OC. Perbanding-
an CNP 100:20:5. SV-30 = 300-500. Partikel endapan
harus kasar. Massa campuran akan mengalir ke bak
sedimentasi secara gravitasi
Bak Sedimentasi
Massa lumpur aktif akan mengendap ke dasar
kolam. Proses pengendapan harus berjalan tenang,
tidak turbulensi aliran. Massa lumpur aktif semakin
lama semakin menebal sehingga harus dikeluarkan
dengan menggunakan air lift pump kembali ke bak
aerasi melalui V-notch lumpur balik. Saat lumpur
aktif berlebih (ditandai dengan SV-30 > 500) maka
lumpur di alirkan ke bak saringan pasir. Bagian
yang jernih berada di permukaan atas akan
mengalir secara gravitasi ke bak kontrol.
Pompa Lumpur Balik
Untuk memompa kembali massa lumpur aktif ke
bak aerasi melalui V-notch inlet atau ke bak
saringan pasir. Pompa biasanya menggunakan jenis

90
PT Perkebunan Nusantara II

air lift pump, bisa juga dengan pompa lumpur


biasa.
V-notch Lumpur Balik
Untuk mengukur debit lumpur balik yang
dikembalikan ke bak aerasi
Bak Saringan Pasir
Untuk menyaring lumpur berlebih dari bak
sedimentasi. Lumpur yang tersaring akan
mengering. Lumpur tersebut dapat digunakan
sebagai pupuk organik/kompos. Air yang melalui
saringan pasir dikembalikan lagi bak aerasi
melalui V-notch inlet.
Bak kontrol
Untuk mengukur tingkat kejernihan (tansparancy)
limbah cair yang akan dibuang ke badan air.
V-notch outlet
Sama seperti ponding system

Fenomena Abnormal Pada Proses Lumpur Aktif


Proses lumpur aktif merupakan sistem
pembersihan air limbah bukan dengan bahan
kimia tetapi dengan reaksi biologis mikroba.
Sehingga jika kondisi lingkungan untuk mikroba
tidak terpenuhi, maka proses yang normal tidak
dapat berlangsung sehingga kondisi proses
menjadi abnormal. Berikut gejala abnormal yang
timbul dalam sistem lumpur aktif dan
penyebabnya serta cara penanganannya.

91
PT Perkebunan Nusantara II

- Air Proses menjadi putih keruh


Gejala, jika :
 Air proses bercampur dengan lumpur halus
terlihat putih keruh
 Tidak tercapai efisiensi pengurangan BOD
diatas 90%
Penyebab :
 Konsentrasi, volume, fluktuasinya besar
sehingga kondisi proses tidak stabil
 Beban BOD lumpur tinggi
 DO rendah
 Nitrogen, fosfat, dan sumber nutrisi tidak
cukup
 pH tidak pada kmposisi range yang sesuai
Penanggulangan :
 Cegah fluktuasi volume air limbah
 Naikkan konsentrasi MLSS. Cek kembali
hubungan kolam aerasi dan volume air
proses
 Buat keseimbangan sumber nitrisi
- Busa pada kolam Aerasi
Gejala, jika:
 Pada kolam aerasi timbul buih yang lengket
 Pada kolam aerasi timbul buih kecil warna
putih
Penyebab :
 BOD Load Naik, pada bakteri muncul zat
yang lengket

92
PT Perkebunan Nusantara II

 Nutrisi kurang sehingga cel tidak dapat


bersintesa
 Muncul buih karena pemakaian zat
pengaktif antar fasa.
Penanganan :
 Turunkan Beban BOD Lumpur
 Seimbangkan nutrisi
 Turunkan jumlah pemakaian zat pengaktif
antar fasa
- Lumpur menjadi Hitam
Gejala, jika :
 Lumpur kolam aerasi menjadi hitam
 Pada kolam aerasi timbul bau busuk
Penyebab :
 DO rendah
Penanganan :
 Periksa apakah ada masalah pada peralatan
suplai oksigen. Naikkan volume suplai
oksigen
- Lumpur mengapung pada kolam pengendapan
Gejala, jika :
 Lumpur yang telah membusuk dan besar
warna hitam naik keatas
 Tidak ada perubahan warna lumpur, banyak
lumpur kecil mengapung.
Penyebab :

93
PT Perkebunan Nusantara II

 Lumpur menimbun di tempat yang sama


dalam waktu lama sehingga gas berbau
busuk muncul dan naik mengapung
 Pada kolam pengendapan timbul fenomena
pelepasan nitrogen dan gas N₂ yang
menempel pada lumpur dan akan
mengangkat lumpur naik keatas.
Penanganan :
 Pada sudut-sudut kolam aerasi tempat
lumpur menumpuk dihilangkan
 Turunkan konsentrasi NO air yang masuk ke
kolam pengendapan (dibawah 3 ppm)
 Naikkan volume air sirkulasi
- Lumpur menjadi Putih
Gejala, jika :
 Lumpur kolam aerasi menjadi putih
Penyebab :
 Timbul banyak mikroba bentuk benang
 Timbul banyak bekteri cilia
Penanganan :
 Lakukan penanganan untuk bulking
 Periksa apakah BOD load lumpur maupun
DO dalam batas yang sesuai.

94
PT Perkebunan Nusantara II

BAB IX
PENGELOLAAN LIMBAH PADAT
Limbah tandan kosong kelapa sawit (tankos) mencapai
20-23% terhadap TBS. Tankos dikelola untuk
dimanfaatkan menjadi bahan bakar Boiler di Pabrik Gula
(PGSS dan PGKM). Untuk memenuhi spesifikasi kadar
kering bahan bakar boiler dan jumlah kalor yang
diharapkan, maka tankos dikempa (press) untuk
mengurangi kadar air tankos dan dicacah agar bahan
bakar mengandung banyak oksigen. Bahan ini disebut
dengan Tankos Press. Dari proses pengempaan juga
didapat cairan yang masih mengandung minyak.
a. Spesifikasi alat :
- Mesin Press tankos merek YKL type KH.777 SP3.
- Power motor 125 Hp,90 Kw.
- Kapasitas 4-5 ton tankos per jam.
b. Operasional.
- Press tankos dihidupkan setelah pabrik berjalan normal
dengan tenaga listrik bersumber dari turbin.
- Operasikan press tankos selama pabrik masih mengolah
- Sesuaikan pemasukan umpan tankos dengan kapasitas
mesin Press Tankos.
- Segera kirim tankos press ke PGSS atau PGKM. Tankos
Press jangan sampai menumpuk di PKS.
c. Pengawasan
- Upayakan tankos yang masuk ke dalam mesin Press
tankos adalah tankos TBS matang dimana tidak
terdapat sejumlah besar buah yang tidak membrondol.

95
PT Perkebunan Nusantara II

- Kesempurnaan hasil proses perebusan sangat


menentukan proses press tankos dan keawetan mesin.
- Hindari benda-benda keras ( batu, besi dll) masuk
kedalam mesin Press tankos.
- Lakukan las timbun (re-build) Screw Press jika sudah
200 jam operasi. Penimbunan dilakukan cukup 3 kali,
selanjutnya Screw Press sudah dapat diganti.
- Penggantian pisau dilakukan setelah dua kali
penggantian Screw Press.
- Jaga kebersihan disekitar unit Press tankos.

96
PT Perkebunan Nusantara II

BAB X
PENUTUP
Demikian Buku Saku Panduan Pengolahan Kelapa
Sawit (BSP PKS) ini disusun untuk dipedomani. Untuk
mengetahui lebih lengkap agar membaca Buku Pedoman
Kerja Pabrik Kelapa Sawit (BPK PKS) edisi Desember 2012.
Jika ada perbedaan antara BSP PKS dengan BPK PKS yang
tidak prinsip, dapat disesuaikan dengan kondisi di PKS
masing-masing. Namun jika perbedaan itu sangat prinsip
sehingga dapat meragukan dalam aplikasinya, maka
untuk hal itu harus sampaikan ke bagian terkait untuk
ditetapkan mana yang paling tepat pada kondisi tertentu.
Terima kasih.

Tanjung Morawa, Maret 2013


PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)
PT PERKEBUNAN NUSANTARA II

97
PT Perkebunan Nusantara II

( Print Copy Righ By Ishman L Sibuea)

98

Anda mungkin juga menyukai