Anda di halaman 1dari 9

ASKEP DISLOKASI PINGGUL

BAB I

TINJAUAN TEORI

1.1 Definisi

Dislokasi pinggul adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang pinggul dari


kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi).

Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi sendi bahu dan
sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka sendi itupun
menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang pernah
mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor. Akibatnya,
sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan


suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Dislokasi pinggul
terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga Tulang pinggul
berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan
oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir
(kongenital). (Arif Mansyur, dkk. 2000).

Dislokasi sendiri adalah berpindanya tulang dari posisinya yang normal di dalam
sendi dapat juga merusak struktur sendi, ligamen, syaraf, dan system vaskuler.
Jadi dislokasi pinggul kongenital adalah deformitas ortopedik yang didapat segera
sebelum atau pada saat kelahiran.

1.2 Etiologi

Dislokasi disebabkan oleh :

1. Cedera olah raga

Olah raga yang biasanya menyebabkan dislokasi adalah sepak bola dan hoki, serta
olah raga yang beresiko jatuh misalnya : terperosok akibat bermain ski, senam,
volley. Pemain basket dan pemain sepak bola paling sering mengalami dislokasi
pada tangan dan jari-jari karena secara tidak sengaja menangkap bola dari pemain
lain.

2. Trauma yang tidak berhubungan dengan olah raga.

Benturan keras pada sendi saat kecelakaan motor biasanya menyebabkan


dislokasi.
3. Terjatuh

Terjatuh dari tangga atau terjatuh saat berdansa diatas lantai yang licin

4. Patologis : terjadinya ‘tear’ ligament dan kapsul articuler yang merupakan


kompenen vital penghubung tulang

Etiologi dari konggenital :

1. Faktor Keturunan: Seringkali terdapat kejadian familiar. Seringkali pada


persalinan sungsang, biasanya sisi kiri.

2. Idiopati (Belum diketahui secara pasti).

1.3 Patofisiologi

1.4. KLASIFIKASI

Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Dislokasi congenital : Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.


2. Dislokasi patologik :

Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi. misalnya tumor, infeksi,
atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan oleh kekuatan tulang yang berkurang.

3. Dislokasi traumatic :

Kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan mengalami stress
berat, kematian jaringan akibat anoksia) akibat oedema (karena mengalami
pengerasan). Terjadi karena trauma yang kuat sehingga dapat mengeluarkan
tulang dari jaringan disekeilingnya dan mungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan system vaskular. Kebanyakan terjadi pada orang dewasa.

Berdasarkan tipe kliniknya dibagi :

1. Dislokasi Akut

Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip. Disertai nyeri akut dan
pembengkakan di sekitar sendi.

2. Dislokasi Kronik

3. Dislokasi Berulang

Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh frekuensi dislokasi yang
berlanjut dengan trauma yang minimal, maka disebut dislokasi berulang.
Umumnya terjadi pada shoulder joint dan patello femoral joint.

Dislokasi biasanya sering dikaitkan dengan patah tulang / fraktur yang disebabkan
oleh berpindahnya ujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma, tonus
atau kontraksi otot dan tarikan.

1.5 Manifestasi Klinis

1. Deformitas pada persendiaan

Kalau sebuah tulang diraba secara sering akan terdapat suatu celah.

2. Gangguan gerakan

Otot-otot tidak dapat bekerja dengan baik pada tulang tersebut. Pergerakan yang
terbatas di daerah yang terkena.

3. Pembengkakan

Pembengkakan ini dapat parah pada kasus trauma dan dapat menutupi deformitas.

4. Rasa nyeri sering terdapat pada dislokasi.


5. Kekakuan.

6. Rotasi tungkai asimetris dan tungkai pada sisi yang terkena tampak memendek.

1.6 Pemeriksaan Penunjang

1.CT-Scan

2. Rontgen

3. X-ray

1.7 Komplikasi

a. Dini :

1. Cedera saraf

2. Cedera pembuluh darah

3. Fraktur disloksi

b. Komplikasi lanjut :

1. Kekakuan sendi pinggul

2. Dislokasi yang berulang

3. Kelemahan otot

1.8 Penatalaksanaan

1. Kaput tulang yang mengalami dislokasi dimanipulasi secara hati-hati, dan


permukaan sendi diluruskan atau dikembalikan kembali ke rongga sendi.

2. Dislokasi reduksi: dikembalikan ketempat semula dengan menggunakan


anastesi jika dislokasi berat.

3. Pembedahan terbuka mungkin diperlukan, khususnya kalau jaringan lunak


terjepit diantara permukaan sendi.

4. Persendian tersebut dimobilisasi dengan pembebatan, atau pemasangan gips,


atau juga dengan traksi dan dijaga agar tetap dalam posisi stabil. Misalnya pada
sendi pinggul, untuk memberikan kesembuhan pada ligamentum yang teregang.

5. Fisioterapi harus segera dimulai untuk mempertahankan fungsi otot dan latihan
yang aktif dapat diawali secara dini untuk mendorong gerakan sendi yang penuh,
khususnya pada sendi bahu.
6. Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa penyembuhan

BAB II

TINJAUAN ASUHAN KEPERAWATAN

2.1 ASUHAN KEPERAWATAN

2.1.1 Pengkajian

1. Dislokasi

a. Identitas Klien

Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan, pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari disklokasi yang
nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. Ini bisa
berupa kronologi terjadinya penyakit.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab dislokasi, serta penyakit


yang pernah diderita klien sebelumnya yang dapat memperparah keadaan klien
dan menghambat proses penyembuhan.

2. Pemeriksaan Fisik

Pada penderita Dislokasi pemeriksan fisik yang diutamakan adalah nyeri,


deformitas, fungsiolesa. Misalnya : pinggul tidak dapat digerakkan secara bebas
lagi pada dislokasi pinggul.

2.1.2 Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat


mobilisasi.

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit

4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk


tubuh.

2.1.3 Rencana Asuhan Keperawatan


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan discontinuitas jaringan

Tujuan : Rasa nyeri dapat berkurang bahkan dapat teratasi. Dengan,

Kriteria Hasil :

1) Klien tampak tidak meringis lagi

2) Klien dapat menunjukkan rasa rileks.

INTERVENSI :

1) Kaji skala nyeri

R/ : Mengetahui intensitas nyeri.

2) Berikan posisi relaks pada pasien

R/ : Posisi relaksasi pada pasien dapat mengalihkan focus pikiran pasien pada
nyeri.

3) Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi

R/ : Tehnik relaksasi dan distraksi dapat mengurangi rasa nyeri.

4) Berikan lingkungan yang nyaman, dan aktifitas hiburan

R/ : Meningkatkan relaksasi saat pasien istirahat

5) Kolaborasi pemberian analgesik

R/ : Analgesic Mengurangi rasa nyeri yang dirasakan pasien.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas dan nyeri saat


mobilisasi.

Tujuan : Memberikan kenyamanan dan melindungi sendi selama masa


penyembuhan. Dengan,

Kriteria Hasil :

1) Melaporkan peningkatan toleransi aktivitas (termasuk aktivitas sehari-hari).

2) Menunjukkan penurunan tanda intolerasi fisiologis, misalnya nadi, pernapasan,


dan tekanan darah masih dalam rentang normal.

INTERVENSI

1) Kaji tingkat mobilisasi pasien


R/ : Menunjukkan tingkat mobilisasi pasien dan menentukan intervensi
selanjutnya.

2) Berikan latihan ROM

R/ : Latihan ROM dapat mengembalikan otot-otot yang telah mengalami masalah


dan mengembalikan fungsi dari otot-otot tersebut.

3) Anjurkan penggunaan alat Bantu jika diperlukan

R/ : Memberikan alat bantu pada pasien dapat memperingan mobilisasi pasien dan
mencegah resiko tinggi terhadap cidera atau mencegah keadaan yang lebih parah.

4) Monitor tonus otot

R/ : Agar mendapatkan data yang akurat terhadap nilai otot.

5) Membantu pasien untuk imobilisasi baik dari perawat maupun keluarga

R/ : Dapat membantu pasien untuk imobilisasi dengan mudah dan mendapatkan


dukungan secara tidak langsung dari keluarga terdekat.

3. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang penyakit.

Tujuan : kecemasan pasien teratasi. Dengan,

Kriteria Hasil :

1) klien tampak rileks

2) klien tidak tampak bertanya – tanya

INTERVENSI

1) kaji tingakat ansietas klien

R/ : Mengetahui tingkat kecemasan pasien dan menentukan intervensi selanjutnya.

2) Bantu pasien  mengungkapkan rasa cemas atau takutnya

R/ : Menggali pengetahuan dari pasien dan mengurangi kecemasan pasien

3) Kaji pengetahuan Pasien tentang prosedur yang akan dijalaninya.

R/ : Agar perawat tau seberapa tingkat pengetahuan pasien dengan penyakitnya.

4) Berikan informasi yang benar tentang prosedur yang akan dijalani pasien.

R/ : Agar pasien mengerti tentang penyakitnya dan tidak cemas lagi


4. Gangguan bodi image berhubungan dengan deformitas dan perubahan bentuk
tubuh.

Tujuan : Pasien bisa mengatasi body imagenya. Dengan,

Kriteria Hasil :

1) Menerima perubahan body image yang terjadi.

2) Berusaha memperbaiki body igame yang mengalami masalah.

INTERVENSI

1) Kaji konsep diri pasien

R/ : Dapat mengetahui pasien

2) Kembangkan BHSP dengan pasien

R/ : Menjalin saling percaya pada pasien

3) Bantu pasien mengungkapkan masalahnya

R/ : Menjadi tempat curhat atau sebagai sahabat pasien untuk mengungkapkan


setiap masalahnya

4) Bantu pasien mengatasi masalahnya.

R/ : Mengetahui masalah pasien dan dapat membantu memevahkan masalahnya


serta dapat kita berikan dukungan bagi pasien.

BAB III

PENUTUP

3.1 Simpulan

Dislokasi pinggul adalah terlepasnya kompresi jaringan tulang pinggul dari


kesatuan sendi. Dislokasi ini dapat hanya komponen tulangnya saja yang bergeser
atau terlepasnya seluruh komponen tulang dari tempat yang seharusnya (dari
mangkuk sendi). Dislokasi yang sering terjadi pada olahragawan adalah dislokasi
sendi bahu dan sendi pinggul (paha). Karena terpeleset dari tempatnya, maka
sendi itupun menjadi macet. Selain macet, juga terasa nyeri. Sebuah sendi yang
pernah mengalami dislokasi, ligamen-ligamennya biasanya menjadi kendor.
Akibatnya, sendi itu akan gampang dislokasi lagi.

Keluarnya (bercerainya) kepala sendi dari mangkuknya, dislokasi merupakan


suatu kedaruratan yang membutuhkan pertolongan segera. Dislokasi pinggul
terjadi saat ligarnen rnamberikan jalan sedemikian rupa sehingga Tulang pinggul
berpindah dari posisinya yang normal di dalam sendi. Dislokasi dapat disebabkan
oleh faktor penyakit atau trauma karena dapatan (acquired) atau karena sejak lahir
(kongenital). Atau penyebab lainya yaitu karena Cedera saat olahraga, Trauma
yang tidak berhubungan dengan olahraga, Terjatuh bahkan pebyebab karena
secara Patologis.

DAFTAR PUSTAKA

Swearingen. (2000). Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 2. Jakarta : EGC.

Henderson, MA. (1989). Ilmu Bedah Untuk Keperawatan. Jogyakarta. Buku-buku


Ilmiah Kedokteran

Doengoes, Mariliynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta : EGC

Brunner, Suddarth, (2001) Buku Ajar Keperawatan-Medikal Bedah, Edisi 8


Volume 3, EGC : Jakarta

Doenges, Marilynn E, dkk, (2000), Penerapan Proses Keperawatan dan


Diagnosa Keperawatan, EGC : Jakarta

Anda mungkin juga menyukai