Anda di halaman 1dari 10

JLK 2 (2)

JURNAL LABORATORIUM
KHATULISTIWA
e-ISSN : 2597-9531
p-ISSN : 2597-9523

GAMBARAN PROTEIN URIN DAN GLUKOSA URIN PADA PENDERITA


DIABETES MELITUS TIPE II PERSADIA RSU SANTO ANTONIUS PONTI-
ANAK

Etiek Nurhayati, Indah Purwaningsih


Jurusan Analis Kesehatan Poltekkes Kemenkes Pontianak

E-mail : etieknur@yahoo.com
Submitted : 3 Februari 2018; Revised : 6 Maret 2018; Accepted : 27 Maret 2018
Published : 30 April 2018
Abstract
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit metabolik, yang terdiri atas tipe I dan II. Penyakit DM
adalah penyakit kronik dengan banyak komplikasi. Komplikasi pada ginjal berupa nefropati diabetik
merupakan salah satu penyebab end stage of renal disease, dan memerlukan terapi dialysis.
Pemeriksaan yang sederhana dan cukup efektif untuk mengetahui fungsi ginjal adalah pemeriksaan
glukosa urin dan protein urin.Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran protein urin dan
glukosa urin pada penderita DM tipe II di Persadia RSU St.Antonius Pontianak. Penelitian ini adalah
cross sectional dan sampel diambil secara purposive sampling dari anggota Persadia yang hadir dan
bersedia berpartisipasi. Pemerik- saan protein urin dan glukosa urin menggunakan carik celup.
Penelitian dilaksanakan bulan Mei-November 2016. Hasil penelitian pada 40 sampel urin penderita
DM tipe II anggota Persadia terdapat 8 orang (20%) dengan hasil protein urin positif 1, sedangkan 32
orang lainnya negatif. Hasil pemeriksaan glukosa urin 31 orang negatif, positif 1 pada 5 orang dan
positif 4 pada 4 orang. Pada penderita DM tipe II ditemukan proteinuria dan glukosa dalam urin,
sehingga penderita dengan proteinuria positip harus periksa ulang dalam 3-6 bulan untuk memantau
fungsi ginjalnya.

Kata kunci: Diabetes Melitus tipe II, Protein Urin, Glukosa Urin

11
PENDAHULUAN yang mengalami gangguan fungsi ginjal memi-
liki mortalitas yang lebih tinggi di bandingkan
Data Riset Kesehatan Dasar Kementrian orang yang tidak menderita DM (O’Callaghan,
Kesehatan pada tahun 2013, menunjukkan pro- 2009).
porsi diabetes melitus di Indonesia sebesar Pemeriksaan paling sederhana untuk meng-
6,9%. Jika estimasi penduduk Indonesia 2013 etahui fungsi ginjal adalah pemeriksaan gluko-
adalah 177 juta orang, maka diperkirakan sa urin dan protein urin. Pada penderita yang
jumlah dia- betes mellitus adalah 12 juta orang. mengalami penyakit ginjal, dimana fungsi gin-
International diabetes federation (IDF) jal menurun akan menyebabkan penurunan Laju
memperkirakan 382 juta orang hidup dengan Filtrasi Glomerulus (LFG) atau fungsi
diabetes di dunia pada tahun 2013, dengan 175 penyaring ginjal. Pemeriksaan protein urin
juta diantaranya belum terdiagnosis, sehingga adalah pemerik- saan yang rutin dan cukup
terancam berkembang progresif menjadi efektif untuk meng- etahui apakah fungsi ginjal
komplikasi tanpa disadari dan tanpa pencegahan mulai atau sudah terganggu. Protein dapat
(Kemenkes, 2014). masuk ke dalam urin bila terjadi kerusakan pada
Pada Diabetes Mellitus (DM), metabolisme glomeruli atau tubula pada ginjal. Protein urin
karbohidrat, lemak dan protein terganggu kare- juga digunakan untuk menentukan
na kurangnya respon terhadap insulin. Terdapat permeabialitas membran basalis glomerulus.
dua bentuk DM yaitu DM tipe I yang juga dise- Adanya sejumlah protein dalam urin merupakan
but DM tergantung insulin (Insulin Dependent indikator kegawatan gangguan ginjal (Sacher,
Diabetes Mellitus/IDDM)dan DM tipe IIyang 2004).
juga disebut DM tidak tergantung insulin (Non Jika sudah terjadi komplikasi, usaha untuk
Insulin Dependent Diabetes Mellitus/NIDDM) penyembuhan keadaan tersebut ke arah normal
(Guyton & Hall, 2010). sangat sulit. Kerusakan yang terjadi umumnya
Diabetes mellitus terdapat dua katagori, menetap. Pencegahan komplikasi pada DM san-
yai- tu diabetes tipe I dan tipe II. Diabetes tipe I, gat penting mengingat sifat penyakitnya yang
dulu disebut insulin dependent atau menahun dan bila timbul komplikasi, biaya pen-
juvenile/child- hood onset diabetes, ditandai gobatannya sangat mahal (Soegondo, 2004).
dengan kurangnya produksi insulin. Diabetes
tipe II, dulu disebut non insulindependent atau METODE PENELITIAN
adult onset diabetes, disebabkan penggunaan
insulin yang kurang efe- ktif oleh tubuh.
Metode penelitian yang digunakan adalah
Diabetes tipe II merupakan 90% dari seluruh
Cross Sectional yaitu suatu rancangan obser-
diabetes (Kemenkes, 2014).
vasional, dilakukan untuk mengetahui
Istilah diabetes mellitus mengacu pada se- hubungan variabel bebas dengan variabel terikat
kelompok penyakit yang menghasilkan jumlah dimana pengukurannya dilakukan pada saat
glukosa dalam aliran darah lebih tinggi dari nor- bersamaan. Waktu penelitian dilaksanakan pada
mal. Diabetes terjadi sebagai akibat dari bulan Mei - November 2016. Penelitian
kurang- nya atau tidak cukupnya produksi dilakukan di Persadia RSU St.Antonius
insulin, suatu hormon yang membantu glukosa Pontianak untuk pengambilan sampel urindan
masuk ke da- lam sel-sel. Pada Diabetes Laboratorium Jurusan Analis Kesehatan
mellitus tipe I, sel-sel pankreas yang Poltekkes Kemenkes Pontianak Kali- mantan
memproduksi insulin rusak, se- hingga insulin Barat untuk pemeriksan laboratorium. Populasi
tidak diproduksi. Pada Diabetes mellitus tipe II, dalam penelitian ini adalah semua pen- derita
pankreas masih menghasilkan insulin tetapi DM tipe II yang merupakananggota PER-
tubuh tidak merespon dengan baik dan menjadi SADIA (Persatuan Diabetes Indonesia) Kota
resisten terhadap insulin. Kadar in- sulin dalam Pontianak yang bersedia berpartisipasi dalam
darah bisa normal atau meningkat, tetapi penelitian. Sampel dalam penelitian ini adalah
reseptor insulin pada sel tidak merespon penderita DM tipe II yang merupakan anggota
(Mader, 2005). PERSADIA (Persatuan Diabetes Indonesia)
Apabila penyakit ini dibiarkan tak Kota Pontianak. Kriteria Inklusi Penderita DM
terkenda- li maka dapat menimbulkan tipe II anggota Persadia RSU St. Antonius
komplikasi-komp- likasi yang dapat berakibat Ponti- anak, Bersedia menjadi responden
fatal. Salah satu kom- plikasinya adalah penelitian dan
penyakit ginjal. Penderita DM
13
Hadir di lokasi padasaat pengambilan sampel Pada penelitian ini umur penderita diabe-
pe- nelitian. tes mellitus tipe II anggota Persadia Pontianak
Teknik pengambilan sampel berdasarkan bervariasi. Penderita memiliki rentang umur
jumlah sampel yang di tentukan menggunakan dari 37 tahun sampai 78 tahun, dengan rerata
Purposive Sampling, dengan kriteria: penderita 56, 35 tahun. Umur DM tipe II lebih banyak
DM tipe II, anggota Persadia, hadir di lokasi pada usia 45 tahun ke atas menurut Fatimah
dan bersedia berpatisipasi. Pengambilan sampel (2015). Penelitian Trisnawati tahun 2013 di
pe- meriksaan laboratorium pada penderita Puskesmas Cengkareng Jakarta Barat
adalah urin porsi tengah. Prosedur kerja didapatkan penderita DM tipe II usia 40 tahun
pengambilan urin porsi tengah : Tempat sampel ke atas adalah 75%.
yang bersih- kan dan kering disiapkan. Penelitian di Puskesmas Mataram NTB
Responden penderita DM diberi penjelasan pada tahun 2013 pada kelompok kasus DM Tipe
tentang cara menampung urin ke dalam tempat II sebagian besar mempunyai umur > 40 tahun
sampel. Urin yang seperti- ga pertama ke luar sebanyak 45 orang (90,0 %) dengan umur
dari saluran kemih dibuang, baru kemudian paling tinggi 82 tahun dan terendah 24 tahun
yang sepertiga bagian berikutnya yang (Jelantik, 2014).
ditampung dalam tempat sampel. Pada penelitian ini terdapat 40 penderita
Prosedur kerja pemeriksaan laboratorium DM tipe II dengan rincian 30 orang perempuan
protein urin dan glukosa urin metode carik dan 10 orang laki-laki.
celup. Pertama – tama urin ditampung ke dalam
kantong kemudian dipindahkan ke dalam
tabung reaksi yang bersih. Kemudian, reagen
strip dicelupkan satu detik ke dalam urin, lalu
dibiarkan di udara. Setelah 60 detik dibaca
hasilnya dengan cara disesuaikan dengan skala
warna.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penderita diabetes mellitus (DM) tipe II


pada penelitian ini memiliki rentang umur dari Grafik 2. Jenis Kelamin Penderita DM Tipe II
37 tahun sampai 78 tahun, dengan rerata 56,
35 tahun. Pola sebaran penderita DM tipe II Pada penelitian ini terdapat 40 penderita
menurut umur ditampilkan dalam grafik berikut. DM tipe II anggota Persadia rumag sakit San-
to Antonius Pontianak, dengan rincian 30 orang
perempuan dan 10 orang laki-laki. Ini menun-
jukkan wanita lebih banyak (75%) menderita
DM tipe II.
Pada penelitian di Puskesmas Cengkareng
ditemukan 62,1% wanita yang menderita DM
tipe II. Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih
tinggi daripada laki-laki. Wanita lebih berisiko
mengidap diabetes karena secara fisik wanita
memiliki peluang peningkatan indeks masa tu-
buh yang lebih besar. Sindroma siklus bulanan
(premenstrual syndrome), serta pasca-menopo-
use yang membuat distribusi lemak tubuh men-
jadi mudah terakumulasi akibat proses
hormonal wanita (Trisnawati, 2013).
Hasil pemeriksaan glukosa urin yang nega-
tif pada 31 penderita DM tipe II, 5 penderita
Grafik 1. Penderita DM Tipe II Menurut Umur

14
13
positif 1 glukosa urin dan 4 penderita dengan
positif 4.

Grafik 4. Protein Urin Penderita DM Tipe II

Pada 40 orang penderita DM Tipe II pada


Grafik 3. Glukosa Urin Penderita DM Tipe II penelitian ini terdapat 8 orang (20%)
denganhasil protein urin positip 1, sedangkan
Hasil pemeriksaan glukosa urin yang nega- 32 orang lain- nya negatif. Protein urin ringan
tif pada 31 penderita DM tipe II, 5 penderita menunjukkan mulai terjadinya gangguan pada
posi- tif 1 glukosa urin dan 4 penderita dengan ginjal dan hal ini harus diperhatikan dan
positif diwaspadai, perlu pe- meriksaan kembali dalam
4. Kadar glukosa yang negatif pada 77,5% 3 – 6 bulan kemudian. Kelainan yang terjadi
pend- erita DM tipe II anggota Persadia pada ginjal penyandang DM dimulai dengan
menunjukkan fungsi ginjal dalam keadaan adanya mikro-albuminuria, dan kemudian
bagus. Pada 5 pen- derita (12,5%) harus lebih berkembang menjadi proteinuria secara klinis,
memperhatikan kon- trol kadar gula darah, berlanjut dengan penurunan fung- si laju filtrasi
kadar glukosa yang tinggi atau hiperglikemia glomerolus dan berakhir dengan keadaan gagal
akan diekskresi bersama urin. Sedangkan pada 4 ginjal yang memerlukan pengelo- laan dengan
penderita (10%) harus berha- ti-hati dan pengobatan substitusi (Waspadji, 2009).
mewaspadai akan timbulnya ganggu- an ginjal. Timbulnya sejumlah kecil protein
Diabetes melitus merupakan salah satu (albumin) di dalam urin (mikroalbuminuria)
penyebab utama penyakit ginjal kronik. Sekitar adalah tanda pertama gangguan fungsi ginjal.
44% penyakit ginjal kronik diakibatkan oleh Pada penurunan fungsi ginjal, terjadi
dia- betes melitus, dimana pembagian peningkatan jumlah albu- min dalam urin, dan
presentasenya adalah 7% diakibatkan diabetes mikro-albuminuria menjadi proteinuria. Tingkat
melitus tipe 1 dan 37% diakibatkan oleh dan jenis proteinuria sangat berpengaruh
diabetes melitus tipe 2 (Suwitra, 2009). terhadap tingkat kerusakan yang terjadi dan
Nefropati Diabetik adalah komplikasi di- mengakibatkan orang menjadi ber- esiko
abetes melitus pada ginjal yang dapat berakhir terhadap gagal ginjal progresif. Proteinu- ria
sebagai gagal ginjal. Penyakit ginjal (nefropati) juga menunjukkan hubungan dengan penyak- it
merupakan penyebab utama kematian dan keca- kardiovaskular(Felt-Rasmussen, 2003).
catan pada DM. Sekitar 50% gagal ginjal tahap Beberapa penelitian melaporkan bahwa
akhir di Amerika Serikat disebabkan nefropati komplikasi diabetes jangka panjang, seper-
diabetik. Hampir 60% dari penderita hipertensi ti retinopati diabetik, neuropati, dan nefropati,
dan diabetes di Asia menderita nefropati dapat dicegah atau diperlambat dengan mengen-
diabetik (American Diabetes Association, dalikan kadar gukosa darah dan hipertensi
2004). secara ketat disertai dengan pembatasan protein
Pada 40 orang penderita DM Tipe II dalam makanan (Price dan Wilson, 2005).
terdap- at 8 orang dengan hasil protein urin Onset dan perkembangan penyakit ginjal
positip 1, sedangkan 32 orang lainnya negatif. yang disebabkan DM sangat bervariasi.
Sebelum
14
13
timbul gejala klinik dari nefropati diabetik, ginjal DAFTAR PUSTAKA
penderita DM mengalami perubahan fungsional
maupun morfologis. Kelainan morfologi ginjal American Diabetes Association. (2004). Glob-
timbul sesudah 2-5 tahun sejak diagnosis DM al Prevalence Of Diabetes Estimates
ditegakkan. Perubahan fungsional awalnya meli- For The Year 2000 And Projection For
puti peningkatan laju filtrasi glomerulus 2020. Diabetes Care.
(glomer- ular filtration rate = GFR) dan Felt-Rasmussen B., (2003). Screening and Diag-
ekskresi protein. Kerusakan pada pembuluh nosisofDiabetic Nephropathy.Diabetes
darah kecil di ginjal menyebabkan terjadinya Voice, Agustus 2003, volume 48 special
kebocoran protein lewat urin. GFR pada issue, Denmark.
mulanya meningkat di atas 20- 30% dari Guyton, A., & Hall (2010).Fisiologi Manusia.
normal, dan ekskresi protein yang inter- mitten Penerbit EGC: Jakarta.
makin lama menetap dan bertambah berat. GFR
Kemenkes RI.(2014)Situasi dan Analisis Diabe-
akhirnya akan turun dan penderita jatuh da- lam
tes Melitus. Infodatin Pusat Data dan
gagal ginjal tahap akhir. Ginjal kehilangan
Informasi Kementerian Kesehatan RI
kemampuannya untuk membersihkan dan men-
:Jakarta.
yaring darah sehingga akhirnya pasien sering-
Mader, Sylvia S., 2005, Understanding Human
kali harus menjalani dialysis untuk membuang
Anatomy & Physiology, 5th edition,
produk buangan toksik dari darah. Gagal ginjal
McGraw-Hill published, NY, USA,
timbul sekitar lebih dari 5 tahun sejak timbulnya
page 198.
proteinuria (Purnamasari & Poerwantoro, 2011).
O’Callaghan, Chis., (2009). At a Glance Sistem
Sekitar 20-40% penyandang diabetes akan
Ginjal Edisi 2. Penerbit Gelora Aksara
mengalami nefropatidiabetik. Didapatkannya al-
Pratama : Jakarta.
buminuria persisten pada kisaran 30-299mg/24
Perkeni (Perkumpulan Endokrinologi
jam (albuminuria mikro) merupakan tanda dini
Indonesia). (2011).Tim Revisi
nefropatidiabetik. Pasien yang disertai dengan
Konsensus Pengelo- laan Dan
albuminuria mikro dan berubahmenjadi albu-
Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 Di
minuria makro(>300 mg/24 jam), yang pada
Indonesia. PB Perkeni : Jakar- ta.
akhirnyasering berlanjut menjadi gagal ginjal
Purnamasari E., Poerwanto, (2011) Diabetes
kronik stadium akhir.Diagnosis nefropati diabe-
dan Penyulit Kronis, Majalah Kese-
tik ditegakkan jika didapatkan kadaralbumin >
hatan PharmaMedika, vol.3, no.1, 2011,
30 mg dalam urin 24 jam pada 2 dari 3 kali pe-
hal.276-280 (www. indonesia. digital-
meriksaandalam kurun waktu 3 - 6bulan, tanpa
journals.org/)
penyebabalbuminuria lainnya (Perkeni, 2011). Price, S.A., Wilson, L.M. (2005). Patofisiologi:
Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
PENUTUP Ed.6. EGC :Jakarta.
Sacher. (2004). Tinjauan klinis hasil pemerik-
Pada penelitian ini dapat diambil kesim- saan Laboratorium Edisi 11, ahli bahasa
pulan bahwa 40 orang penderita DM tipe II di Brahm J. Pendit dan Dewi Wulandari,
Persadia rumah sakit Santo Antonius Pontianak EGC : Jakarta.
terdapat 8 orang (20%) dengan hasil protein urin Soegondo, et al. (2004). Penatalaksanaan Di-
positip 1, sedangkan 32 orang lainnya negatif. abetes Mellitus Terpadu. Jakarta ;
Hasil pemeriksaan glukosa urin 31 orang nega- FKUI.
tif, positif 1 pada 5 orang dan positif 4 pada 4 Suwitra, K. (2009). Penyakit Ginjal Kronik. Da-
orang. Disarankan bagi 8 orang penderita den- lam: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
gan protein uria positif 1 harus mengontrol kadar Jilid III. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
glukosa darah dan periksa ulang pada 3–6 bulan Hlm. 1035-1040
mendatang, dan memperhatikan fungsi ginjaln- Trisnawati, SK., Setyonegoro, S., (2013). Faktor
ya, dengan selalu menjaga pola hidup sehat, Risiko Kejadian Diabetes Melitus Tipe
rutin berkegiatan jasmani seperti senam diabetes II Di Puskesmas Kecamatan Cengka-
agar kadar glukosa darah terkontrol dan fungsi reng Jakarta Barat Tahun 2012, Jurnal
organ tubuh. Il-

14
miah Kesehatan, 5 (1) . Prodi Kesehatan
Masyarakat Stikes MH.Thamrin: Jakar-
taTimur,
Waspadji, Sarwono dkk. (2004). Pedoman Diet
Diabates Mellitus. FKUI : Jakarta.

13

Anda mungkin juga menyukai