Anda di halaman 1dari 149

LAPORAN HASIL KAJIAN

Free Trade Agreement (FTA) dan Economic Partnership


Agreement (EPA), dan Pengaruhnya terhadap Arus
Perdagangan dan Investasi dengan Negara Mitra

Pusat Kebijakan Regional dan Bilateral


Daftar Isi

Bab 1 Pendahuluan 2

Bab 2 Kinerja Perdagangan Internasional 6

Bab 3 FTA Preferential Indicators dan FTA Trade and Welfare Indicators 11

Bab 4 Estimasi Dampak IJEPA, dan ACFTA: Metode Ekonometri ARIMA 27

Bab 5 ASEAN Free Trade Area 46

Bab 6 ASEAN-India Free Trade Agreement 73

Bab 7 ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership 97

Bab 8 ASEAN-ANZ Free Trade Area 115

Bab 9 Penutup 131

1
BAB I
PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Free Trade Agreement (FTA) merupakan suatu perjanjian perdagangan bebas yang dilakukan antara
suatu negara dengan negara lainnya. Pembentukan berbagai FTA merupakan akibat dari liberalisasi
perdagangan yang tidak dapat dihindari oleh semua negara sebagai anggota masyarakat internasional.
Hal inilah yang mendorong terbentuknya blok-blok perdagangan bebas. FTA dapat dibentuk secara
bilateral, misalnya antara Amerika Serikat dengan Singapura, Amerika Serikat dengan Chile; Japan
dengan Singapura; maupun regional seperti ASEAN Free Trade Area (AFTA), North America Free
Trade Area (NAFTA) dan Uni Eropa.

Pemerintah Indonesia meratifikasi pembentukan FTA bersama-sama dengan negara-negara


yang tergabung dalam ASEAN untuk pertama kalinya pada tahun 2002. Dalam perkembangannya,
ASEAN FTA melakukan kerjasama China (ASEAN-China FTA) pada tahun 2004, dengan Korea
(ASEAN-Korea FTA) pada tahun 2007 dengan India (ASEAN-India FTA) pada tahun 2010, dengan
Australia dan New Zealand (ASEAN- Australia - New Zealand FTA) pada tahun 2010 dan terakhir
dengan Japan (ASEAN- Japan Comprehensive Economic Partnership) pada tahun 2010.

Tabel 1.1 Perkembangan Implementasi FTA oleh Indonesia

No. FTA Regional FTA Entry Indonesia


Into Force Entry Into
Force

1. ASEAN FTA 2002 2002


2. ASEAN-China FTA 2004 2004
3. ASEAN-Korea FTA 2007 2007
4. ASEAN-India FTA 2010 2010
5. ASEAN-Australia-New Zealand FTA 2010 2012
6. ASEAN-JAPAN Comprehensive Economic Partnership 2010 -
No. FTA Bilateral Entry Into Force

1 Indonesia-Japan Economic Partnership 2007

Dari tabel tersebut terlihat bahwa berbagai ratifikasi FTA ASEAN dengan berbagai Negara
lain tersebut telah berlaku untuk Indonesia, namun masih ada yang dalam proses untuk ratifikasi

2
(Indonesia entry into force), misalnya untuk perjanjian ASEAN- Japan Comprehensive Economic
Partnership (ASEAN-Japan CEP). Selain itu juga masih ada beberapa lagi potensi FTA yang masih
dalam proses persiapan baik itu berupa penjajakan, pengkajian atau pun perundingan, diantaranya
ialah: ASEAN-Uni Eropa FTA, ASEAN-USA FTA, ASEAN-Canada FTA dan Comprehensive
Economic Partnership in East Asia (CEPEA).

Secara empiris, perdagangan internasional dan investasi terbukti mampu mendorong terjadinya
industrialisasi yang dapat menjadi engine pertumbuhan ekonomi, sebagaimana yang telah terjadi
dalam sejarah pertumbuhan ekonomi yang sangat pesat bagi Japan (1960-an), Hong Kong, Taiwan,
Singapore dan the Republic of Korea (1970-an dan 1980-an), Malaysia, Indonesia dan Thailand
(1980-an) dan China (1990-an). Secara teoritis, liberalisasi perdagangan internasional akan
meningkatkan arus perdagangan antarnegara juga akan memberikan manfaat kepada negara-negara
yang terlibat dalam perjanjian liberalisasi perdagangan ini.

Hanya saja memang pertanyaan kritisnya ialah apakah manfaat itu terdistribusikan secara
adil/merata ke seluruh negara atau tidak, hal ini masih menjadi pertanyaan besar yang harus dicari
jawabannya. Tidak semata karena potensi basis (endowment) setiap negara yang berbeda, akan tetapi
banyak faktor yang menambah kompleksitasnya. Kemampuan menegosiasikan kepentingan nasional
di dalam fora internasional menjadi salah satu faktor penting yang akan mendukung kebijakan
perdagangan internasional suatu negara dapat secara optimal mendukung pertumbuhan ekonominya.
Tingkat produktivitas suatu negara yang biasanya diukur dengan level kualitas sumber daya manusia
dan teknologi juga berperan dalam meningkatkan kemampuan untuk mengambil porsi manfaat
perdagangan internasional bagi suatu negara. Maka dalam teori dasar perdagangan internasional
berkembang dari adanya absolute advantage ke comparative advantage bahkan ke argumentasi
competitive advantage.

Setiap delegasi RI yang akan berunding dalam fora perdagangan internasional harus dibekali
tidak hanya kemampuan bernegosiasi (negotiation skills) tetapi juga pemahaman yang komprehensif
atas berbagai kepentingan Indonesia yang harus dilindungi dan potensi peluang yang dapat diambil
dari masyarakat internasional. Dua hal tersebut seperti dua sisi mata uang dalam pembangunan kerja
sama internasional. Kemampuan negosiasi menjadi tidak berarti ketika tidak didukung dengan peta
potensi-masalah yang jelas dan lengkap. Begitu pun sebaliknya. Pemahaman yang baik akan menjadi
sia-sia ketika tidak didukung oleh kemampuan menegosiasikannya. Oleh karena itu, kajian yang
memadai atas berbagai skenario kebijakan liberalisasi perdagangan internasional yang mungkin
untuk meningkatkan manfaat bagi pembangunan nasional sangat diperlukan untuk menunjang
keberhasilan para delegasi RI di fora internasional.

3
TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini ditujukan secara umum ditujukan untuk melakukan analisis pengaruh Free Trade
Agreement (FTA)/Economic Partnership Agreement (EPA) terhadap arus perdagangan dan investasi.
Tujuan penelitian ini dapat dirinci sebagai berikut:

1. Mengidentifikasi FTA/EPA Indonesia dengan negara mitra baik yang sedang berjalan maupun
yang sedang dalam proses perundingan;
2. Melakukan evaluasi dampak FTA/EPA yang telah berjalan terhadap arus perdagangan dan
investasi;
3. Melakukan evaluasi dampak potensial FTA/EPA yang akan berjalan terhadap arus perdagangan
dan investasi; dan
4. Memberikan rekomendasi kebijakan terkait liberalisasi perdagangan internasional yang
mendukung pembangunan ekonomi nasional:
a. terkait tindak lanjut atas berbagai FTA/EPA yang sudah berjalan;
b. terkait posisi Indonesia atas FTA/EPA yang sedang dalam tahap persiapan.

METODOLOGI

Untuk mencapai tujuan penelitian tersebut di atas, beberapa metodologi penelitian yang dilakukan
adalah sebagai berikut:

1. Analisis deskriptif untuk memetakan berbagai FTA/EPA Indonesia dengan negara mitra
(telah/akan berjalan);
2. Studi kasus: evaluasi dampak FTA/EPA (telah/akan berjalan). Beberapa metode analisis dampak
yang mungkin dilakukan:
a. Metode kuantitatif:
1). Indicators of Comparative Advantage, Regional Orientation, Trade Complementarity,
dan Export Similarity;
2). FTA Preference Indicators: Coverage rate, Utility rate, Utilization rate, dan Value of
Free Trade Agreement Preferences.
b. Metode ekonometri
c. Simulasi Model Computable General Equilibrium (CGE) Global Trade Analysis Project
(GTAP)

3. Focus Group Discussion (FGD)

4
Model kuantitatif dan metode ekonometri digunakan untuk analisis dampak FTA/EPA
Indonesia yang sudah berjalan (ex-post analysis), sedangkan Simulasi Model CGE GTAP untuk
menganalis potensi FTA/EPA yang sedang dalam tahap persiapan (ex-ante analysis). Selain itu,
penelitian juga melakukan FGD dengan kalangan ahli baik dari institusi yang terkait dengan
kebijakan perdagangan internasional: Kementerian Perdagangan, Badan Koordinasi Penanaman
Modal (BKPM), Kementerian Perindustrian, dan Kamar Dagang dan Industri (Kadin) maupun dari
kalangan akademisi. FGD digunakan untuk mendiskusikan dan mengelaborasi lebih lanjut hasil
analisis kuantitatif dan simulasi pemodelan ekonomi untuk memperkaya penyusunan rekomendasi
kebijakan. Dengannya diharapkan rekomendasi kebijakan yang muncul akan membumi dan berpijak
pada kebutuhan realita yang ada.

SISTEMATIKA PENYAJIAN

Sistematika laporan penelitian ini disusun sebagai berikut. Bab I Pendahuluan berisi tentang latar
belakang, tujuan penelitian dan penjelasan singkat metodologi yang digunakan. Bab II menyajikan
gambaran global kinerja perdagangan internasional Indonesia. Bab III melakukan evaluasi FTA
dengan estimasi FTA preferential indicators dan FTA trade and welfare indicators. Bab IV
menganalisis dampak dua FTA: IJEPA dan ACFTA menggunakan pendekatan ekonometrika runtun
waktu ARIMA. Bab V, Bab VI, dan Bab VII berturut-turut melakukan evaluasi dampak AFTA,
AIFTA, dan AJCEP dengan menggunakan deskriptif, komparasi tariff dan simulasi model CGE
GTAP. Bab VIII mengevaluasi AANZFTA secara deskriptif dan menghitung daya saing komoditas
Indonesia dan negara mitra. Terakhir Bab IX Penutup mencoba merangkum temuan-temuan dalam
studi ini, memberikan rekomendasi kebijakan dan saran bagi studi lanjutan.

5
BAB II
KINERJA PERDAGANGAN INTERNASIONAL1

Secara umum kondisi trade balance Indonesia selama periode 2000-2010 masih surplus. Total
ekspor Indonesia dalam periode tersebut meningkat dari USD62,117 miliar (2000) menjadi
USD157,771 miliar (2010). Sedangkan impor Indonesia dalam periode yang sama naik dari
USD33,515 miliar menjadi USD135,663 miliar. Meskipun masih surplus, terdapat kecenderungan
besarnya surplus trade balance mengalami penurunan. Surplus trade balance pada tahun 2000
tercatat sebesar USD28,602 miliar dan pada tahun 2010 turun menjadi USD22,108 miliar.

Gambar 2.1 Analisis Kinerja Neraca Perdagangan Global (Migas-Non Migas)

Gambar 2.2 Analisis Kinerja Neraca Perdagangan Global (Non Migas)

1
Materi bab ini dikutip dari Laporan Penelitian Kementerian Keuangan (2011) tentang Analisis Posisi
Indonesia Terkait Free Trade Agreement (tidak dipublikasikan)

6
Penurunan trade balance di atas disebabkan kinerja perdagangan global Indonesia, terutama
karena menurunnya sumbangan surplus trade balance nonmigas. Surplus trade balance pada tahun
2000 sebagian besar (78,50 persen) disumbang oleh sektor nonmigas. Berkenaan dengan laju
pertumbuhan impor nonmigas yang lebih tinggi dari laju ekspor nonmigas, maka sumbangan surplus
trade balance sektor nonmigas pada tahun 2010 turun menjadi 63,94 persen.

Lebih lanjut, komoditas ekspor Indonesia dalam periode 2000-2010 mengalami perubahan.
Pada tahun 2000 Indonesia didominasi barang-barang elektronik dan mesin mekanik. Namun pada
tahun 2010 ekspor Indonesia didominasi barang-barang tambang, terutama batubara dan hasil
perkebunan terutama CPO, karet dan produk karet. Komposisi ekspor Indonesia selengkapnya dapat
dilihat pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Analisis Kinerja Ekspor Komoditi Utama (Non Migas)

Bahan bakar Lemak & Minyak


Tahun 2000 mineral (27) hewan/nabati (15)
Mesin & peralatan
3% 4%
listrik (85)
14%
Karet & Brg dari
Karet (40)
3%
Bijih, Kerak & abu
Lainnya logam (26)
57% 3%
Mesin2/pesawat
mekanik (84)
8%
Kertas/karton (48)
5%

Bahan bakar Lemak & Minyak


Tahun 2010 mineral (27) hewan/nabati (15)
15% 13%

Mesin & peralatan


listrik (85)
Lainnya 8%
39%
Karet & Brg dari
Karet (40)
Timah (80)
7%
1%
Bahan kimia organik Bijih, Kerak & abu
(29) logam (26)
2% Kendaraan dan 6%
Mesin2/pesawat
bagiannya (87) Kertas/karton (48) mekanik (84)
2% 3% 4%
Sumber : BPS, CEIC, diolah

7
Sementara itu impor Indonesia dalam periode 2000-2010 relatif tidak ada perubahan. Impor
terbesar masih dalam bentuk mesin-mesin atau pesawat mekanik. Impor yang mengalami
peningkatan cukup signifikan adalah impor mesin atau peralatan listrik. Sedangkan impor yang
mengalami penurunan adalah bahan kimia organik. Komposisi impor selengkapnya dapat dilihat
pada Gambar 2.4 di bawah ini.

Gambar 2.4 Analisis Kinerja Impor Komoditi Utama (Non Migas)

Mesin-
Tahun 2000 mesin/Pesawat
Mekanik (84)
17%
Mesin / peralatan
listrik (85)
Lainnya
5%
42%
Besi dan Baja (72)
Kapas (52) bahan Kimia 5%
3% Organik (29)
9%
Barang dari besi Kendaraan dan
dan baja (73) Plastik dan barang bagiannya (87)
Pesawat udara dan
3% Serealia (10) dari plastik (39) 7%
bagiannya (88)
1% 4% 4%

Tahun 2010 Mesin-


mesin/Pesawat Mesin / peralatan
Mekanik (84) listrik (85)
17% 14%

Lainnya Besi dan Baja (72) bahan Kimia


Kapas (52) 39% 6%
2% Organik (29)
5%
Barang dari besi
dan baja (73) Kendaraan dan
3% bagiannya (87)
5%
Pesawat udara dan Plastik dan barang
bagiannya (88) Serealia (10) dari plastik (39)
3% 2% 4%
Sumber : BPS, CEIC, diolah

Dari sisi negara tujuan ekspor, dalam periode 2000-2010 menunjukkan adanya perubahan,
Pada tahun 2000 negara tujuan ekspor Indonesia terbesar adalah Japan (23,2 persen), Negara-negara
di kawasan ASEAN (16,68 persen), dan Amerika Serikat (13,64 persen). Pada tahun 2010 negara
tujuan ekpor Indonesia terbesar adalah Negara-negara di kawasan ASEAN (19,85 persen), China
(10,42 persen). Sedangkan ekspor Indonesia ke Japan dan Amerika mengalami penurunan masing-

8
masing menjadi 17,2 persen dan 9,46 persen. Komposisi ekspor per Negara tujuan selengkapnya
dapat dilihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Analisis Kinerja Ekspor per Negara dan Regional

Tahun 2000
Netherlands Australia
2.96% 2.52% Germany
Taiwan
3.83% 2.32%

India Lainnya
1.85% 21.58%
Malaysia
3.17% Thailand
South Korea
6.95% 1.65%
ASEAN-4
16.68%
USA Singapore
13.64% 10.50% Philippines
1.36%
Japan
23.20%
China
4.46%

Tahun 2010
Netherlands
Australia
Taiwan 2.48%
2.77%
3.15%
Germany
1.99%
India Lainnya
6.61% 17.13%
Malaysia Thailand
6.13% 3.01%
South Korea
8.39% ASEAN-4
19.88%
USA Singapore
9.46% 9.15%
China Japan Philippines
10.42% 17.20% 2.12%

Sumber: BPS, CEIC, diolah

Negara asal impor Indonesia pada tahun 2000 sebagaian besar adalah dari Japan (17,30
persen), Amerika Serikat (10,87 persen), Negara-negara kawasan ASEAN (10,80 persen), Korea
Selatan (6,68 persen) dan China (6,55 persen). Pada tahun 2010 negara tujuan impor Indonesia
mengalami perubahan, yakni terbesar dari China (16,05 persen). Impor dari Amerika Serikat dan

9
Japan mengalami penurunan masing-masing menjadi 7,40 persen dan 13,36 persen. Gambar 2.6
menunjukkan perubahan komposisi impor Indonesia dalam periode 2000-2010.

Gambar 2.6 Analisis Kinerja Impor per Negara dan Regional

Perancis Inggris
Tahun 2000
1.28% 1.79%

Jerman Malaysia
3.99% 3.62%
Lainnya
24.74%
USA
10.87% Thailand
3.56%
ASEAN-4
10.80% Singapore
Australia
12.15%
5.43%
Philippines
Japan 0.37%
17.30%
India China South Korea
1.68% 6.55% 6.68%

Jerman Tahun 2010


Perancis Inggris
2.37% 1.05% 0.74%
USA
7.40%
Lainnya
17.98%

Australia Malaysia
3.23% 6.81%

ASEAN-4
Thailand
India 10.80% Singapore 5.88%
2.59% China
15.94%
16.05%

Japan
13.36%
Philippines
South Korea
0.56%
6.05%

Sumber: BPS, CEIC, diolah

10
BAB III
FTA PREFERENTIAL INDICATORS DAN FTA TRADE AND
WELFARE INDICATORS

PENDAHULUAN

Setelah perjanjian perdagangan bebas (FTA) diberlakukan, penting bagi para pembuat kebijakan
untuk memperhitungkan dampaknya. Dampak sebenarnya dari pemberlakuan FTA mungkin sangat
berbeda dari proyeksi sebelumnya. Tujuan bab ini adalah untuk menyajikan metode evaluasi
ekonomi ex-post atas pemberlakuan FTA untuk menunjukkan kepada pembuat kebijakan apa yang
harus dinilai dan bagaimana melakukan suatu penilaian ekonomi retrospektif. Selain itu, bagian ini
juga akan mendiskusikan hasil evaluasi tersebut untuk melihat apakah keterlibatan dalam FTA telah
memberikan dampak yang positif bagi perekonomian. Dengan analisis tersebut diharapkan akan lahir
berbagai rekomendasi kebijakan yang mungkin sebagai tindak lanjut FTA tersebut untuk
mengoptimalisasi potensi dampak positif yang ada dan menutup atau meminimalisasi dampak
negative yang timbul.

Sebagaimana diketahui bahwa Indonesia telah meratifikasi pembentukan FTA bersama-sama


dengan negara-negara yang tergabung dalam ASEAN untuk pertama kalinya pada tahun 2002.
Dalam perkembangannya, ASEAN FTA melakukan kerjasama China (ASEAN-China FTA) pada
tahun 2004, dengan Korea (ASEAN-Korea FTA) pada tahun 2007 dengan India (ASEAN-India
FTA) pada tahun 2010, dengan Australia dan New Zealand (ASEAN- Australia - New Zealand FTA)
pada tahun 2010 dan terakhir dengan Japan (ASEAN- Japan Comprehensive Economic Partnership)
pada tahun 2010. Oleh karena itu analisis ex-post ini akan mendiskusikan dampak FTA yang
Indonesia telah terlibat didalamnya (already entried into force).

Tabel 3.1 Perjanjian Perdagangan Bebas Indonesia dengan Beberapa Negara

FTA’s Penanda- Entry into Coverage Cakupan Tarif


tanganan Force
ASEAN 20 November AEC 2015 Komprehensif ASEAN-CEPT : ±98% dari pos tarif
Economis 2007
Community
ASEAN- 29 November 1 Juli 2005 Komprehensif Early Harvest Chapter 01-08
China 2004 Normal Track : 40% at 0-5% in 2005
Sensitive Track
Sensitive List (SL): tahun 2012 = 20%
Highly Sensitive List (HSL) tahun
2015 = 50%

11
FTA’s Penanda- Entry into Coverage Cakupan Tarif
tanganan Force
ASEAN- 24 Agustus 1 Juli 2007 Komprehensif Korea = Menghapuskan semua pos
Korea 2006 tarif Normal Track selambat-lambatnya
1 Januari 2010
ASEAN-6
Normal Track dihapuskan paling
lambat 1 Januari 2011 (flexibilitas <5%
pos tarif NT dihapuskan paling lambat
1 Januari 2012
Sensitif Track
Batas maksimum jumlah pos tarif
dalam Sensitive Track ASEAN-6 &
Korea adalah 10% dari total pos tarif
ASEAN- 1 Maret 2008 1 Desember Komprehensif Normal Track (NT) – ASEAN sebesar
Japan 2008 90% dari total pos tarif dan Japan
sebesar 92% dari total pos tarif dan
nilai dagang, terdiri atas eliminasi
dalam tempo 10 tahun (88%) dan
penghapus lebih lanjut (4%)
(Indonesia Sensitive Track (ST) – 8% dari total
EIF 1 pos tarif 6 digit dan nilai dagang
Januari
2010, dalam
tahap proses
ratifikasi)
ASEAN- 27 Februari Awalnya komprehensif Entry into force 10 Januari 2012:
Australia- 2009 direncanaka 90% pos tarif NZ dan 9177% pos tarif
New n 1 Januari Australia akan dihapuskan tarifnya
Zealand 2010 pada tahun 2010
90,23% pos tarif Indonesia akan
dihapuskan tarifnya pada tahun 2015
ASEAN - 13 Agustus 8 September Perdagangan Pada tahun 2016 (berakhirnya Normal
India 2009 2010 PMK Barang Track):
144/2010, (perundingan 42,56% pos tarif Indonesia akan
24 Agustus jasa dan dihapuskan tarifnya
2010 investasi
sedang 79,35% pos tarif India akan dihapuskan
dilakukan) tarifnya

METODOLOGI

Fokus dari bab ini adalah mengenai dampak ekonomi dari preferensi terhadap perdagangan
mengingat hal tersebut adalah inti dari setiap FTA. Terdapat aspek-aspek lain dari integrasi regional,
seperti, dimensi keuangan, politik, sosial, dan teknologi, tetapi aspek-aspek tersebut di luar lingkup
bab ini. Beberapa metode teknik kuantitatif yang digunakan terutama untuk menilai dampak FTA
terhadap perdagangan adalah:

1. FTA Preference Indicators


2. FTA Trade and Welfare Indicators

12
Dalam penelitian ini, data yang tersedia untuk pengolahan data menggunakan metode
kuantitatif tersebut yaitu: (i) Tariff nomenclature untuk untuk setiap skema FTA (kecuali
AANZFTA); dan (ii) Importasi bulanan periode Januari 2011 - Mei 2012.

FTA PREFERENCE INDICATORS

Sifat FTA yang diskriminatif mengandung konsekuensi pemberian tarif preferensial kepada sesama
anggota FTA. Tarif preferensial lebih rendah dari tarif yang berlaku umum atau most favored nation
(MFN) yang diberlakukan terhadap impor dari negara-negara non-anggota FTA. Perbedaan antara
tarif MFN dan tarif preferensial dikenal sebagai margin preferensi. Misalnya, untuk produk logam
produk mebel kantor (dengan pos tarif 94031000), tariff MFN Viet Nam ditetapkan sebesar 32%
sejak 2008, sedangkan Common Effective Preferential Tariff yang diberlakukan negara-negara
ASEAN berdasarkan ASEAN Free Trade Area (AFTA) adalah 5%. Oleh karena itu, margin
preferensi yang diberikan oleh Viet Nam terhadap impor produk ini dari negara anggota ASEAN
adalah 27% (32% -5%).

1. Coverage rate

Langkah pertama untuk memahami dampak dari preferensi FTA adalah menghitung coverage rate
yang menghitung besarnya impor dari mitra FTA yang memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif
preferensial. Dalam hal ini, impor dari mitra FTA adalah impor yang dikenakan tarif MFN lebih
besar dari 0 persen. Impor yang dikenakan tarif MFN 0 persen diabaikan karena perlakuan preferensi
tidak relevan bagi produk-produk tersebut. Dengan kata lain, coverage rate merupakan proporsi
importasi yang memperoleh tarif preferensi dari negara mitra dibandingkan dengan total impor dari
negara mitra yang tarif MFN-nya bukan 0.

Untuk menghitung coverage rate, kita harus mengidentifikasi (i) nilai impor dari negara mitra
FTA yang mendapatkan tarif preferensial, dan (ii) nilai impor total dari negara mitra. Mengingat data
impor dalam setiap skema FTA untuk masing-masing pos tarif tidak tersedia, maka penghitungan
coverage rate dilakukan dengan menggunakan tariff nomenclature. Dengan demikian, formula untuk
menghitung coverage rate adalah sebagai berikut:

Hasil perhitungan coverage rate untuk beberapa skema FTA dimana Indonesia menjadi anggotanya
adalah sebagaimana diuraikan di bawah ini.

13
AFTA:
Jumlah total pos tarif MFN dengan tarif ≠ 0: 7.581 pos tarif
Jumlah pos tarif yang tidak mendapatkan tarif preferensial: 0
Coverage rate = 100%

ACFTA:
Jumlah total pos tarif MFN dengan tarif ≠ 0: 7.581 pos tarif
Jumlah pos tarif yang tidak mendapatkan tarif preferensial:
- Kategori Normal Track 1 (NT1) 1 pos tarif
- Kategori Normal Track 2 (NT2) 45 pos tarif
- Kategori Sensitive List (SL) 240 pos tarif
- Kategori Highly Sensitive List (HSL) 60 pos tarif
- Kategori General Exclusion List (GEL) 20 pos tarif
Jumlah 366 pos tarif

= 95,17%

AKFTA:
Jumlah total pos tarif MFN dengan tarif ≠ 0: 7.581 pos tarif
Jumlah pos tarif yang tidak mendapatkan tarif preferensial:
- Kategori Normal Track 21 pos tarif
- Kategori Sensitive List (SL) 113 pos tarif
- Kategori Highly Sensitive List (HSL) Kelompok A 5 pos tarif
- Kategori Highly Sensitive List (HSL) Kelompok B 104 pos tarif
- Kategori Highly Sensitive List (HSL) Kelompok E 18 pos tarif
Jumlah 261 pos tarif

erage rate

= 96,56%

14
AIFTA:
Jumlah total pos tarif MFN dengan tarif ≠ 0: 7.581 pos tarif
Jumlah pos tarif yang tidak mendapatkan tarif preferensial:
- Kategori Normal Track 35 pos tarif
- Kategori Sensitive List (SL) 78 pos tarif
Jumlah 113 pos tarif

= 98,51%

IJEPA:
Jumlah total pos tarif MFN dengan tarif ≠ 0: 7.581 pos tarif
Jumlah pos tarif yang tidak mendapatkan tarif preferensial:
- Kategori B3 2 pos tarif
- Kategori B5 1 pos tarif
- Kategori B7 14 pos tarif
- Kategori B15 7 pos tarif
- Kategori X 480 pos tarif
- Kategori P 18 pos tarif
Jumlah 522 pos tarif

= 93,11%

2. Utility rate
Utility rate mengukur ruang lingkup efektif dari FTA dengan menghitung persentase nilai impor dari
negara mitra FTA yang benar-benar menggunakan tarif preferensial. Formula untuk menghitung
utility rate sebagaimana didefinisikan oleh Inama (2003) adalah sebagai berikut:

Berdasarkan data importasi bulanan pada periode Januari 2011 sampai dengan Mei 2012, maka
diperoleh hasil utility rate rata-rata untuk periode tersebut sebagai berikut:

15
Skema FTA Utility Rate

AFTA 30,43%

ACFTA 34,24%

AKFTA 32,45%

IJEPA 30,40%

AIFTA 5,96%

Penghitungan utility rate untuk masing-masing skema FTA dapat dilihat dalam Appendix.

3. Utilization rate

Utilization rate mengukur tingkat daya tarik dari rezim preferensial relatif terhadap tarif MFN.
Utilization rate dapat dihitung dengan formula sebagai berikut.

Hasil penghitungan utilization rate terhadap lima FTA yang sudah berjalan adalah sebagai berikut:

- AFTA : = 30,43%

- ACFTA : = 35,98%

- AKFTA : = 33,61%

- IJEPA : = 32,65%

- AIFTA : = 6,05%

Dari hasil perhitungan di atas, dapat disimpulkan bahwa skema penurunan tarif Indonesia
dalam FTA yang sudah berlaku saat ini sudah sangat liberal. Hal ini berdasarkan fakta bahwa dalam
5 FTA yang menjadi objek penelitian ini, tingkat coverage rate-nya di atas 90% (berdasarkan skema
penurunan tarif pada tahun 2011).

Di samping itu, hal lain yang perlu mendapat perhatian adalah utilization rate yang relatig
masih rendah. Berdasarkan formula sebagaimana dijelaskan di atas, semakin tinggi utilization rate,

16
semakin besar impor yang memenuhi syarat untuk mendapatkan tarif preferensi (preference-eligible
imports) yang benar-benar masuk dengan menggunakan tarif preferensial daripada menggunakan
tarif MFN. Selain itu, semakin tinggi utilization rate juga bermakna bahwa biaya kepatuhan
(compliance costs) dari ketentuan asal barang semakin tidak menjadi penghambat.

Dalam hal ini, sebagaimana terlihat dalam hasil pengolahan data di atas, utilization rate dari
FTA yang diterapkan di Indonesia berkisar antara 30-35% kecuali AIFTA dengan utilization rate
sebesar 6,05%. Hal ini menunjukkan bahwa persentase importasi yang benar-benar menggunakan
tarif preferensi daripada menggunakan tarif MFN masih tergolong rendah. Beberapa kemungkinan
penyebabnya adalah:

1. Tarif preferensial tidak terlalu menarik karena perbedaannya dengan tarif MFN tidak signifikan.
2. Prosedur yang harus dijalani untuk dapat menggunakan tarif preferensial dianggap cukup
menyulitkan.
3. Kesalahan identifikasi dalam sistem komputer pabean yang merekam data PIB dalam hal
importasi menggunakan beberapa skema fasilitas.

FTA TRADE AND WELFARE INDICATORS

Qualitative Analysis of Trade Creation and Trade Diversion

Analisis Viner terhadap FTA memberikan kerangka konseptual untuk mempelajari dampat FTA
terhadap perdagangan (Viner, 1950). Menurut model Viner, perjanjian perdagangan regional (FTA)
akan menguntungkan jika besarnya penciptaan perdagangan (trade creation) lebih besar daripada
pengalihan perdagangan (trade diversion). Sebaliknya, perjanjian FTA akan merugikan jika besarnya
penciptaan perdagangan (trade creation) lebih kecil daripada pengalihan perdagangan (trade
diversion). Karena itu, penting untuk memfokuskan pada perubahan dalam produksi domestik dan
perdagangan intra maupun extra regional.

Penciptaan perdagangan terjadi ketika terjadi peningkatan perdagangan di antara negara-


negara anggota sebagai akibat dari keanggotaan mereka dalam perjanjian perdagangan bebas.
Penghapusan hambatan perdagangan, khususnya tarif, mendorong negara-negara untuk mengimpor
komoditas dari negara anggota FTA yang berbiaya lebih rendah daripada membeli dari industri
domestik yang berbiaya tinggi. Dengan cara ini, perekonomian di wilayah perdagangan bebas
menghasilkan output lebih banyak dengan berkonsentrasi pada komoditas yang memiliki keunggulan
komparatif. Karena itu, penciptaan perdagangan meningkatkan spesialisasi di negara-negara anggota,
dan skala ekonomi meningkatkan efisiensi produktif di negara tersebut (Viner, 1950; Clausing,
2001).

17
Sebaliknya, pengalihan perdagangan terjadi ketika negara-negara anggota menggantikan
komoditas impor mereka dari negara di luar FTA yang lebih efisien dan murah, dengan impor dari
negara anggota (mitra) FTA yang lebih tidak efisien dan berbiaya tinggi. Hal ini dimungkinkan oleh
adanya proteksi diskriminatif, sehingga impor dari negara di luar FTA terus menghadapi hambatan
tarif yang tinggi dan secara efektif menjadi lebih mahal daripada impor tanpa hambatan tarif dari
negara anggota FTA yang lebih tidak efisien.

Trade Creation vs. Trade Diversion dalam AFTA2

Ada atau tidaknya pengalihan perdagangan tidak dapat dipastikan hanya dengan membandingkan
tren pertumbuhan impor intra-ASEAN dengan impor ASEAN dari seluruh dunia. Oleh karena itu,
digunakan shift-and-share analysis untuk menguji dampak dari AFTA dan menentukan efek
pengalihan perdagangan. Shift-and-share analysis menguji perubahan nilai-nilai dan pola-pola antar
kelompok komoditas dan antara negara AFTA dan seluruh dunia diluar AFTA atau rest of the world
(ROW). Metode ini membandingkan tingkat perdagangan negara-negara anggota satu sama lain dan
dengan seluruh dunia sebelum dan setelah pembentukan AFTA.

Shift-and-share analysis memberikan bukti atau indikasi bahwa AFTA dapat berdampak
penciptaan perdagangan maupun pengalihan perdagangan. Analisis tersebut terbukti sebagai alat
deskriptif yang berguna untuk mengisolasi tren kinerja komoditas dan regional serta untuk mensuplai
data bagi para pembuat kebijakan untuk menafsirkan perubahan dalam struktur industri di negaranya.
Kebanyakan penelitian yang menggunakan metode shift-and-share melakukan perbandingan statis
dimana mereka hanya memperhitungkan perubahan dalam variabel yang dikehendaki, seperti ekspor,
dengan membandingkan antara tahun dasar dan tahun-tahun tertentu dalam periode waktu yang
diselidiki (Krueger, 1999).

Untuk melaksanakan analisis, terlebih dahulu ditentukan tahun dasar (sebelum pembentukan
AFTA) dan tahun akhir (pada saat penyelesaian AFTA) untuk mewakili pola perdagangan hipotetis
dan aktual, masing-masing seperti pangsa impor antar negara-negara anggota ASEAN dan ROW
(negara yang bukan anggota) sebelum dan pada saat diselesaikannya AFTA. Menggunakan rata-rata
dari tahun 1985 dan 1986 sebagai dasar, perbedaan antara impor aktual dan hipotetis dari negara-
negara anggota dari ASEAN akan menjadi shift. Jika ada peningkatan impor antar anggota ASEAN
dengan mengorbankan perdagangan dengan ROW (negara yang bukan anggota), maka telah terjadi
pergeseran yang positif yang menjadi bukti adanya pengalihan perdagangan. Di sisi lain, jika
pergeseran negatif, maka tidak ada bukti bahwa impor intra-ASEAN impor meningkat dengan

2
Berdasarkan hasil studi Cabalu and Alfonso (2007) yang berjudul "Does AFTA Create or Divert Trade?"

18
mengorbankan perdagangan dengan ROW. Terakhir, jika pergeseran tersebut sama dengan nol, maka
ada bukti bahwa pembentukan AFTA tidak mempengaruhi arus perdagangan selama tahun tersebut.

Berdasarkan hasil analisis, muncul beberapa pola yang menarik. Jumlah ekspor ASEAN
meningkat pangsanya baik di ASEAN maupun pasar ROW sepanjang waktu. Mulai dari 1980-an
hingga awal 1990-an, pangsa ekspor ASEAN tampaknya menurun di wilayah tersebut namun
pangsanya meningkat di seluruh dunia. Pada paruh kedua tahun 1990-an hingga lima tahun pertama
dekade berikut, pangsa ekspor ASEAN telah menunjukkan tanda positif baik di kedua pasar tetapi
peningkatan pangsa yang paling menonjol adalah di pasar ROW. Pola ini mirip dengan tren
pertumbuhan total impor di mana rata-rata tingkat pertumbuhan tahunan riil perdagangan dengan
ASEAN dan ROW positif selama tahun 1990-an hingga awal 2002. Hal ini menegaskan bahwa
AFTA telah menciptakan perdagangan (trade creation) ketimbang pengalihan perdagangan (trade
diversion). Peningkatan pangsa yang paling menonjol yaitu pada komoditas mesin dan peralatan
transportasi (SITC 7). Tanda-tanda adanya pengalihan perdagangan, kalau pun ada, dapat terlihat
pada komoditas dan transaksi tidak diklasifikasikan di tempat lain (SITC 9) di mana pangsa ekspor
ASEAN di kawasan meningkat seiring dengan menurunnya pangsa di pasar ROW. Dalam kategori
komoditas lain, kenaikan atau penurunan pangsa ASEAN dalam perdagangan dengan ROW
menunjukkan tren yang serupa dengan tren pangsa perdagangan dalam kawasan.

Nampaknya, peningkatan ekspor ASEAN secara umum ke mitra di ASEAN dan ROW
setelah pelaksanaan AFTA menunjukkan bahwa ASEAN telah meningkatkan daya saing dan oleh
karenanya menjadi lebih menarik sebagai sumber impor bagi dunia pada umumnya. Devaluasi mata
uang selama krisis Asia telah membuat ekspor dari ASEAN menjadi lebih murah dan seharusnya
lebih memberikan kontribusi terhadap peningkatan daya saing produk mereka dengan seluruh dunia.
Pada saat yang sama, krisis juga memaksa ASEAN untuk melihat ke dalam kawasan dan fokus pada
pasar lokal ASEAN.

Hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian sebelumnya, yang tidak mendukung adanya
pengalihan perdagangan dalam AFTA. Ada beberapa alasan untuk meyakini hasil tersebut. Pertama,
pangsa perdagangan intra-ASEAN terhadap total impor atau total ekspor negara-negara ASEAN
masih sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa sumber impor utama bagi negara-negara anggota
ASEAN berada di luar kawasan (pra dan pasca-AFTA). Kedua, tidak adanya pengalihan
perdagangan mungkin terjadi karena negara-negara ASEAN memiliki struktur produksi dan
perdagangan yang sama dan impornya sebagian besar akan berasal dari ROW.

19
Trade Creation vs. Trade Diversion dalam ACFTA3

Chirathivat (2002) menemukan bahwa baik ASEAN dan China akan mengalami keuntungan
perdagangan bersih dari ACFTA. Dalam ACFTA, ASEAN dapat memainkan peran lebih besar
dalam memnuhi kebutuhan China terhadap produk impor bahan mentah dan barang antara yang terus
berkembang. Untuk mensimulasikan dampak ACFTA, Chirathivat mengasumsikan bahwa ASEAN
dan China menghilangkan semua tarif dan hambatan perdagangan non-tarif, sehingga tidak ada
proteksi sama sekali. Dia menggunakan simulasi perkiraan dampak dari liberalisasi tarif dan non-tarif
ACFTA secara terpisah. Chirathivat menemukan bahwa liberalisasi tarif menyebabkan ekspor
ASEAN ke China meningkat sebesar 53%, sementara ekspor Cina ke ASEAN akan meningkat
sebesar 23%, dan total ekspor ASEAN akan naik sebesar 0,8%, sementara total ekspor China akan
naik sebesar 1,9%. Liberalisasi non-tarif akan meningkatkan ekspor ASEAN ke China sebesar 187%
dan ekspor Cina ke ASEAN sebesar 34%, dan meningkatkan total ekspor ASEAN sebesar 2,1% dan
total ekspor China sebesar 6,6%.

Hasil simulasi juga menunjukkan dampak positif yang besar terhadap PDB riil dan
kesejahteraan bagi ASEAN dan China. Hasil keseluruhan menunjukkan keuntungan perdagangan
bersih untuk ASEAN dan China dimana penciptaan perdagangan lebih besar daripada pengalihan
perdagangan untuk ASEAN sementara untuk China hampir tidak ada pengalihan perdagangan.

Sejumlah studi lain juga melihat potensi dampak ACFTA. Laurenceson (2003) menemukan
bahwa tinggi integrasi antara ASEAN dan China sudah pada tingkat yang tinggi dalam barang dan
jasa, yang menyiratkan bahwa dampak ACFTA terhadap perdagangan mungkin sangat terbatas.
Analisis empiris dari Voon and Yue (2003) menunjukkan bahwa China memiliki keunggulan
kompetitif atas ASEAN dalam ekspor manufaktur ke Amerika Serikat dan keunggulan ini meningkat
setelah krisis keuangan Asia. Wong and Chan (2002) menunjukkan bahwa China merupakan
ancaman yang lebih kompetitif bagi perekonomian ASEAN karena akan mengangkat rantai nilai
manufaktur (manufacturing value chain) dari produk padat karya (labor intensive) menjadi padat
modal dan teknologi (capital and technology intensive). Liu and Luo (2004) menggunakan model
pangsa pasar (market share model) untuk menilai persaingan perdagangan antara ASEAN dan China,
dan menemukan bahwa Singapura menjadi satu-satunya negara ASEAN yang menghadapi
persaingan perdagangan dengan China untuk kategori barang-barang manufaktur. Mereka juga
menyimpulkan bahwa untuk ASEAN peluang yang timbul dari perdagangan dengan China
meningkat jauh lebih besar daripada tantangan kompetitif yang ditimbulkan oleh China.

3
Berdasarkan hasil studi Chirathivat (2002) yang berjudul “ASEAN-China Free Trade Area: Background,
Implications and Future Development”

20
Trade Creation vs. Trade Diversion dalam AKFTA4

Gambar 3.1 berikut ini menggambarkan efek penciptaan perdagangan dan pengalihan perdagangan,
yang dihitung sebagai persentase penyimpangan dari nilai dasar volume perdagangan, masing-
masing dengan negara anggota dan nonanggota AKFTA. Penciptaan perdagangan yang positif berarti
ekspansi perdagangan dalam area perdagangan bebas, sementara pengalihan perdagangan negatif
berarti pengurangan perdagangan dengan nonanggota. Untuk area perdagangan bebas secara
keseluruhan, perdagangan di antara negara-negara anggota AKFTA akan naik sebesar 18,1%
sedangkan perdagangan dengan non-anggota akan turun hanya sebesar 2,2%.

Gambar 3.1 Trade Creation and Diversion Effects of AKFTA

Seperti yang diharapkan, AKFTA akan mempercepat perdagangan antara ASEAN dan Korea.
Indonesia dan Malaysia akan menikmati sekitar setengah dari pertumbuhan perdagangan antara
ASEAN dan Korea. AKFTA akan menggeser neraca perdagangan ke arah yang menguntungkan
ASEAN, dimana ekspor ke Korea akan meningkat sebesar 20% dan impor dari Korea akan turun 3%.
Neraca perdagangan bilateral negara-negara ASEAN dengan Korea akan meningkat. Lebih spesifik,
(i) Indonesia, Malaysia dan, pada tingkat lebih rendah, negara-negara CLM (Cambodia, Laos,
Myanmar) akan mengalami peningkatan surplus perdagangan, (ii) Thailand akan mengalami

4
Berdasarkan hasil studi Park et al. (2008) yang berjudul “Is the ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) an
Optimal Free Trade Area?”

21
pergeseran neraca perdagangan dari negatif ke positif, dan (iii) Philippines, Singapura, dan Vietnam
akan mengalami penurunan defisit perdagangan (lihat Gambar 3.2). Akibatnya, total neraca
perdagangan ASEAN dengan Korea akan bergeser dari negatif sebelum AKFTA menjadi positif
setelah pelaksanaannya.

Gambar 3.2 Bilateral Trade with Republic of Korea ($ billion)

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Dari berbagai uraian di atas, maka didapatkan beberapa poin penting yang perlu dicatat:

1) Semakin tinggi utilization rate, semakin besar impor yang memenuhi syarat untuk mendapatkan
tarif preferensi (preference-eligible imports) yang benar-benar masuk dengan menggunakan tarif
preferensi daripada menggunakan tarif MFN. Selain itu, semakin tinggi utilization rate juga
bermakna bahwa biaya kepatuhan (compliance costs) dari ketentuan asal barang semakin tidak
menjadi penghambat.

2) Dari hasil perhitungan dihasilkan bahwa utilization rate yang digunakan untuk mengukur tingkat
daya tarik dari rezim preferensial relatif terhadap tarif MFN didapati hasil yang berkisar antara
30-35% untuk AFTA, ACFTA, AKFTA, dan IJEPA kecuali AIFTA yang memiliki utilization

22
rate jauh lebih rendah yaitu hanya sebesar 6,05%. Hasil ini dapat disimpulkan bahwa utilization
rate secara umum masih relatif sangat rendah.

3) Beberapa kemungkinan yang menyebabkan rendahnya persentase importasi yang menggunakan


tarif preferensi daripada tarif MFN, antara lain:

a) Tarif preferensial tidak terlalu menarik karena perbedaannya dengan tarif MFN tidak
signifikan.

b) Prosedur yang harus dijalani untuk dapat menggunakan tarif preferensial dianggap cukup
menyulitkan (compliance cost tinggi).

c) Kesalahan identifikasi dalam sistem komputer pabean yang merekam data PIB dalam hal
importasi menggunakan beberapa skema fasilitas.

4) Untuk itu diperlukan studi lanjut yang fokus untuk mengkaji penyebab rendahnya utilization rate
sehingga dapat diketahui secara rinci dan pasti permasalahannya dan aspek kebijakan yang
mungkin dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini.

23
Appendix: Penghitungan Utility Rate

AFTA:

Impor dengan Tarif Impor dengan Tarif


Bulan Total Utility Rate
Preferensial Umum
Jan-11 730.953.985,99 1.883.684.155,44 2.614.638.141,43 27,96%
Feb-11 931.246.931,58 1.830.938.129,14 2.762.185.060,73 33,71%
Mar-11 1.175.276.956,98 2.342.408.912,30 3.517.685.869,29 33,41%
Apr-11 953.421.360,49 2.060.445.497,86 3.013.866.858,35 31,63%
May-11 878.992.212,23 1.917.155.754,04 2.796.147.966,27 31,44%
Jun-11 946.440.480,96 2.035.124.887,40 2.981.565.368,36 31,74%
Jul-11 997.988.225,78 2.350.118.943,98 3.348.107.169,76 29,81%
Aug-11 920.590.319,35 2.453.597.572,93 3.374.187.892,29 27,28%
Sep-11 1.023.103.107,18 2.479.924.003,38 3.503.027.110,56 29,21%
Oct-11 1.039.595.257,63 2.415.919.566,49 3.455.514.824,12 30,09%
Nov-11 862.509.579,66 2.712.755.414,75 3.575.264.994,42 24,12%
Dec-11 861.921.128,44 2.193.038.453,98 3.054.959.582,42 28,21%
Jan-12 862.532.783,70 2.023.641.932,81 2.886.174.716,51 29,88%
Feb-12 996.198.216,38 2.133.177.737,75 3.129.375.954,12 31,83%
Mar-12 1.101.008.672,60 2.531.152.868,87 3.632.161.541,47 30,31%
Apr-12 992.005.777,51 2.521.670.235,27 3.513.676.012,79 28,23%
May-12 1.172.922.403,17 1.874.134.837,77 3.047.057.240,94 38,49%
Rata-rata 30,43%

ACFTA:

Impor dengan Tarif Impor dengan Tarif


Bulan Total Utility Rate
Preferensial Umum
Jan-11 477.537.359,12 1.158.416.508,01 1.635.953.867,13 29,19%
Feb-11 421.192.783,66 877.718.097,83 1.298.910.881,49 32,43%
Mar-11 536.011.494,59 1.147.758.675,67 1.683.770.170,26 31,83%
Apr-11 591.149.135,45 1.191.189.878,44 1.782.339.013,89 33,17%
May-11 639.901.270,47 1.326.760.351,86 1.966.661.622,33 32,54%
Jun-11 642.089.649,22 1.318.945.263,73 1.961.034.912,95 32,74%
Jul-11 672.010.138,38 1.210.800.953,16 1.882.811.091,53 35,69%
Aug-11 594.670.815,67 1.117.578.128,02 1.712.248.943,69 34,73%
Sep-11 629.315.930,09 1.273.865.459,67 1.903.181.389,76 33,07%
Oct-11 583.251.144,17 1.198.847.671,35 1.782.098.815,51 32,73%
Nov-11 664.973.180,28 1.401.919.199,73 2.066.892.380,01 32,17%
Dec-11 705.796.930,92 1.301.683.057,41 2.007.479.988,33 35,16%
Jan-12 803.542.125,51 1.206.793.464,44 2.010.335.589,95 39,97%
Feb-12 561.193.077,31 1.512.938.438,48 2.074.131.515,80 27,06%
Mar-12 759.770.366,08 1.144.093.442,81 1.903.863.808,89 39,91%
Apr-12 800.497.978,18 1.191.284.072,07 1.991.782.050,24 40,19%
May-12 885.464.251,54 1.355.872.732,25 2.241.336.983,79 39,51%
Rata-rata 34,24%

24
AKFTA:

Impor dengan Tarif Impor dengan Tarif


Bulan Total Utility Rate
Preferensial Umum
Jan-11 87.170.831,12 233.098.452,98 320.269.284,10 27,22%
Feb-11 89.978.899,16 197.340.430,19 287.319.329,35 31,32%
Mar-11 122.717.381,94 282.486.068,55 405.203.450,49 30,29%
Apr-11 128.468.928,95 193.571.068,43 322.039.997,38 39,89%
May-11 122.283.183,24 215.479.077,10 337.762.260,34 36,20%
Jun-11 115.846.453,95 218.931.105,12 334.777.559,07 34,60%
Jul-11 138.937.484,12 253.599.857,01 392.537.341,13 35,39%
Aug-11 130.279.299,34 268.510.004,90 398.789.304,24 32,67%
Sep-11 155.363.456,88 299.670.290,77 455.033.747,65 34,14%
Oct-11 155.083.262,54 274.071.301,77 429.154.564,31 36,14%
Nov-11 162.136.425,67 394.771.180,25 556.907.605,92 29,11%
Dec-11 165.448.765,67 413.104.591,47 578.553.357,14 28,60%
Jan-12 151.298.274,04 279.355.877,01 430.654.151,05 35,13%
Feb-12 146.412.892,50 325.458.589,56 471.871.482,06 31,03%
Mar-12 153.427.958,26 383.293.172,31 536.721.130,57 28,59%
Apr-12 163.035.878,25 390.324.869,19 553.360.747,44 29,46%
May-12 161.195.129,89 344.538.836,44 505.733.966,33 31,87%
Rata-rata 32,45%

IJEPA:

Impor dengan Tarif Impor dengan Tarif


Bulan Total Utility Rate
Preferensial Umum
Jan-11 259.292.293,25 828.571.602,78 1.087.863.896,03 23,83%
Feb-11 306.076.925,64 782.177.924,73 1.088.254.850,37 28,13%
Mar-11 355.531.546,87 955.883.533,38 1.311.415.080,25 27,11%
Apr-11 320.032.752,00 725.388.716,71 1.045.421.468,70 30,61%
May-11 343.040.938,20 706.716.752,18 1.049.757.690,38 32,68%
Jun-11 389.337.811,23 913.208.389,75 1.302.546.200,98 29,89%
Jul-11 440.341.098,36 1.017.598.530,67 1.457.939.629,03 30,20%
Aug-11 435.318.126,66 928.405.605,01 1.363.723.731,67 31,92%
Sep-11 431.948.274,19 1.011.556.036,90 1.443.504.311,09 29,92%
Oct-11 483.005.670,36 1.009.236.124,73 1.492.241.795,09 32,37%
Nov-11 481.912.690,41 1.093.265.028,81 1.575.177.719,21 30,59%
Dec-11 457.779.653,52 1.111.753.421,12 1.569.533.074,64 29,17%
Jan-12 481.148.740,56 942.496.447,75 1.423.645.188,31 33,80%
Feb-12 503.566.183,42 1.054.071.954,74 1.557.638.138,16 32,33%
Mar-12 525.412.351,09 1.232.983.056,79 1.758.395.407,89 29,88%
Apr-12 536.237.669,60 1.152.725.984,20 1.688.963.653,80 31,75%
May-12 509.146.769,02 1.050.651.954,41 1.559.798.723,44 32,64%
Rata-rata 30,40%

25
AIFTA:

Impor dengan Tarif Impor dengan Tarif


Bulan Total Utility Rate
Preferensial Umum
Jan-11 7.524.234,70 221.629.720,74 229.153.955,44 3,28%
Feb-11 20.488.641,07 310.770.702,67 331.259.343,74 6,19%
Mar-11 18.513.706,47 383.354.141,14 401.867.847,61 4,61%
Apr-11 24.608.884,22 346.561.522,12 371.170.406,34 6,63%
May-11 17.646.391,52 407.135.274,14 424.781.665,66 4,15%
Jun-11 17.721.650,91 311.675.531,83 329.397.182,74 5,38%
Jul-11 23.468.406,43 335.823.878,65 359.292.285,08 6,53%
Aug-11 21.854.593,55 267.204.300,75 289.058.894,30 7,56%
Sep-11 13.580.462,19 280.181.508,68 293.761.970,87 4,62%
Oct-11 16.304.203,00 319.109.499,41 335.413.702,41 4,86%
Nov-11 15.328.018,05 310.183.182,47 325.511.200,52 4,71%
Dec-11 13.470.931,56 303.516.699,26 316.987.630,81 4,25%
Jan-12 12.525.654,30 273.546.387,80 286.072.042,10 4,38%
Feb-12 27.275.095,23 359.656.877,08 386.931.972,32 7,05%
Mar-12 31.185.406,99 317.449.273,70 348.634.680,69 8,95%
Apr-12 37.485.746,89 276.369.029,65 313.854.776,54 11,94%
May-12 21.104.887,85 316.325.353,33 337.430.241,17 6,25%
Rata-rata 5,96%

26
BAB IV
ESTIMASI DAMPAK IJEPA DAN ACFTA: METODE
EKONOMETRI ARIMA

PENDAHULUAN

Setelah perjanjian perdagangan bebas (FTA) diberlakukan, penting bagi para pembuat kebijakan
untuk memperhitungkan dampaknya. Dampak sebenarnya dari pemberlakuan FTA mungkin sangat
berbeda dari proyeksi sebelumnya. Tujuan bab ini adalah untuk menyajikan metode evaluasi dampak
suatu FTA setelah perjanjian berlaku efektif (metode ex-post).

China dan Japan merupakan negara-negara mitra dagang utama Indonesia, terutama untuk
perdagangan barang. Berdasarkan data BPS bulan Januari-Juli 2012, China merupakan negara
peringkat pertama tujuan ekspor barang non migas Indonesia sebesar US$ 12,02 miliar atau 13,36%
dari total ekspor Indonesia. Japan berada di peringkat kedua dengan ekspor sebesar US$ 10,24 miliar
atau 11,39% dari total ekspor Indonesia. China merupakan mitra FTA pertama Indonesia di luar
kesepakatan FTA Indonesia terdahulu dengan ASEAN. Kesepakatan Indonesia bersama negara
ASEAN lainnya dengan China terikat dalam perjanjian yang disebut ASEAN-China FTA. Sementara
itu, tidak lama setelah China bermitra dengan ASEAN (dan Indonesia di dalamnya), Japan menjadi
mitra Indonesia pertama dalam bilateral FTA yang disebut dengan skema IJEPA (Indonesia-Japan
Economic Partnership Agreement).

METODOLOGI

Setelah berlakunya FTA dengan kedua mitra dagang utama Indonesia tersebut, penting untuk
mengevaluasi dampak dari kedua FTA setelah perjanjian berlaku efektif. Dalam perdagangan barang,
perlakuan berupa tarif khusus ACFTA (0 – 5%) berlaku efektif menurut Peraturan Menteri Keuangan
Republik Indonesia Nomor 235/PMK.011/2008 tanggal 23 Desember 2008 tentang Penetapan Tarif
Bea Masuk dalam rangka ASEAN-China Free Trade Area. Sebelum PMK tersebut, tarif NT masih
berada pada kisaran 5% - 20%. Penurunan tingkat tarif secara signifikan ini diasumsikan akan
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan nilai ekspor Indonesia dan China
sebagai dua negara yang terlibat dalam kesepakatan perdagangan barang ACFTA dan menjadi obyek
studi ini. Oleh karena itu, titik waktu 1 Januari 2009 sebagai tanggal efektif pemberlakuan Peraturan
Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 235/PMK.011/2008 digunakan untuk mengevaluasi

27
pengaruh dari skema ACFTA terhadap Indonesia dan China dari sisi kontribusi ekspor bagi
pendapatan nasional dan peningkatan pertumbuhannya.

Sedangkan IJEPA berlaku efektif berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor


95/PMK.011/2008 tentang Penetapan Tarif Bea Masuk dalam Rangka Persetujuan Antara Republik
Indonesia Dan Japan Mengenai Suatu Kemitraan Ekonomi yang berlaku efektif sejak 1 Juli 2008.
Dengan demikian, titik waktu 1 Juli 2008 sebagai tanggal efektif pemberlakuan Peraturan Menteri
Keuangan Republik Indonesia Nomor 95/PMK.011/2008 digunakan untuk mengevaluasi pengaruh
dari skema IJEPA terhadap Indonesia dan Japan dari sisi kontribusi ekspor bagi pendapatan nasional
dan peningkatan pertumbuhannya.

Guna mengetahui dampak dari skema IJEPA dan ACFTA terhadap ekspor Indonesia dan
negara mitra digunakan kerangka pemikiran berikut. Pada fase setelah berlaku skema tarif khusus
perdagangan barang ACFTA atau IJEPA, dilakukan forecasting berdasarkan nilai ekspor sebelum
berlaku skema tarif khusus. Hasil forecasting ini dibandingkan dengan nilai perdagangan aktual
setelah berlaku skema tarif khusus. Selisih keduanya akan menjadi dampak dari berlakunya
perjanjian ACFTA atau IJEPA. Kerangka pemikiran dari simulasi dampak IJEPA dan ACFTA
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 4.1 Kerangka Pemikiran

Tahun ... Tahun ... Tahun ... Tahun...

dd/mm/yy
Nilai ekspor
Skema Tarif dalam
IJEPA/ACFTA mulai hubungan
berlaku perdagangan
kedua negara
pada periode
Kondisi Aktual Dengan Skema Tarif IJEPA/ACFTA (i) 1 Juli 2008 –
30 Juni 2011
pada kondisi
aktual dan
Tahun ... Tahun ... Tahun ... Tahun...
kondisi
simulasi
Tidak ada skema diperbanding-
tarif IJEPA/ACFTA kan

Simulasi Kondisi Tanpa Skema Tarif IJEPA/ACFTA (ii)

28
Analisis yang digunakan untuk forecasting dalam kajian ini adalah model ekonometrika
ARIMA atau yang secara populer lebih dikenal dengan sebutan metodologi Box-Jenkins.
Karakteristik dari model ARIMA adalah model tersebut memberikan penekanan pada sifat-sifat
probabilistik atau stokastik dari runtun waktu ekonomi dengan menggunakan data yang bersangkutan
untuk menentukan arah kecenderungannya sendiri tanpa melibatkan data lainnya (Gujarati, 2009).
Dalam model regresi, Y dijelaskan oleh k variabel bebas X1, X2, X3, ... , Xk. Sedangkan dalam
model ARIMA, Y dijelaskan oleh nilai-nilai Y sendiri di waktu sebelumnya. Mengutip Gujarati
(2009 p.778),”Salah satu dasar popularitas pemodelan ARIMA adalah keberhasilannya dalam
peramalan. Dalam banyak kasus, hasil ramalan yang dihasilkan metode ini lebih andal daripada
hasil ramalan yang dihasilkan pemodelan ekonometrik tradisional, khususnya dalam jangka pendek.
Namun, tentunya setiap kasus mesti dicek.

Gambar 4.2 Metodologi Box-Jenkins

Langkah 1: Identifikasi model


(Pilih tentative p,d,q)

Tidak
Langkah 2: Estimasi parameter
(Kembali ke
model terpilih
Langkah 1)

Ya diagnostic
Langkah 3: Pemeriksaan
Apakah estimasi residual white-noise?

Langkah 4: Peramalan

Sumber: Gujarati (2009)

Kajian ini menggunakan model multiplicative ARIMA, suatu kombinasi dari model
Autoregressive (AR), differencing, dan moving average/rata-rata bergerak (MA) yang dinotasikan
dengan ARIMA (p, d, q).

29
Yt = θ + α1 (Yt–1 - δ) + α2 (Yt–2 - δ) + ... + αp (Yt–p - δ) + β0 ut + β1 ut-1 + β2 ut-2 + ... + βq ut-q

............... (Pers. 1)

Dalam ekonometrika, data yang dimasukkan ke dalam model ARMA tersebut di atas harus
terlebih dulu harus stasioner. Untuk itu data yang non-stasioner perlu ditransformasi melalui
differencing sebanyak d kali hingga data time series tersebut menjadi stasioner.

Δ Yt = Yt - Yt–1 (differencing pertama)

Δ Yt-1 = Yt-1 - Yt–2 (differencing kedua) dan seterusnya ............... (Pers. 2)

Data time series non-stasioner yang telah mengalami differencing sebanyak d kali untuk
membuatnya stasioner dan kemudian data time series tersebut diproses dengan model ARMA (p,q),
maka data time series tersebut telah melalui proses model ARIMA (p,d,q).

Data time series selanjutnya dimasukkan ke dalam estimasi model terbaik untuk dapat
diketahui hasil simulasinya berupa nilai ekspor Indonesia ke Japan dan nilai ekspor Japan ke
Indonesia dalam hubungan perdagangan kedua negara seandainya tidak ada skema tarif IJEPA.
Kemudian hasil simulasi dibandingkan dengan nilai aktual pada periode yang sama di mana
perjanjian IJEPA telah efektif berlaku. Dari proses pembandingan ini akan dapat dihitung seberapa
besar dampak dari skema tarif perjanjian IJEPA terhadap ekspor Indonesia ke Japan dan dan juga
ekspor Japan ke Indonesia. Selain itu walau kedua belah pihak sama-sama memperoleh keuntungan,
akan dapat diketahui di antara keduanya pihak mana yang menerima keuntungan lebih dibandingkan
mitranya.

Asumsi pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah skema tarif ACFTA merupakan
satu-satunya faktor ekonomi yang berpengaruh signifikan pada periode pengamatan 1 Januari 2009 –
31 Desember 2011, sementara skema tarif IJEPA merupakan satu-satunya faktor ekonomi yang
berpengaruh signifikan pada periode pengamatan 1 Juli 2008 – 30 Juni 2011. Dengan demikian,
faktor-faktor ekonomi lain yang mungkin mempengaruhi perdagangan Indonesia dan Japan pada
periode tersebut bersifat tetap (ceteris paribus) atau tidak signifikan sehingga dapat diabaikan. Dalam
proses pengolahan dan analisis tersebut di atas digunakan software ekonometrika Eviews versi 6.

30
DATA DAN ANALISIS

Ekspor Indonesia ke Japan

Data yang digunakan untuk input model ARIMA adalah data ekspor time series Indonesia ke Japan
periode Januari 1990 - Juni 2011, sedangkan data untuk forecasting digunakan data Juli 2008 – Juni
2011, yang merupakan data periode pengamatan. Titik awal periode pengamatan adalah 1 Juli 2008,
sehingga tahun pengamatan pertama akan berakhir pada 30 Juni 2009. Selanjutnya tahun pengamatan
kedua akan berawal pada tanggal 1 Juli 2009 dan berakhir pada 30 Juni 2010, dan seterusnya hingga
tahun pengamatan ketiga sebagai tahun terakhir pengamatan.

Gambar 4.3 Ekspor Indonesia ke Japan Periode Januari 1990 – Oktober 2011

Sumber data: IMF, diunduh dari CEIC (2012)

Data ekspor Indonesia ke Japan pada gambar 4-3 mengindikasikan kondisi non-stasionernya
data input model. Prakondisi peramalan time series metode ekonometrika selalu mensyaratkan
stasioneritas dari data yang menjadi input model. Pengecekan lebih rinci dengan correllogram dan
Augmented-Dickey Fuller Test sebagai unit root test menegaskan keyakinan tersebut.

31
Gambar 4.4 Model Ekspor Indonesia ke Japan Tanpa Skema IJEPA
(ARIMA D=1, P=8, Q=8)

Sumber: Hasil analisis

Model ARIMA yang reasonable fit terhadap data ekspor Indonesia ke Japan kemudian
dihasilkan dari proses menstasionerkan data melalui differencing dan pengidentifikasian derajat AR
dan MA sebagaimana diuraikan pada metodologi penelitian. Identifikasi model tersebut
menghasilkan estimasi terbaik pada derajat differencing (d) = 1, derajat autoregressive (AR) = 8, dan
derajat moving average (MA) = 8. Gujarati (2009 p.782) menyatakan hasil pengidentifikasian model
dengan cara tersebut sudah memadai sehingga tidak perlu mencari model ARIMA lainnya.
Keyakinan tersebut ditegaskan oleh hasil pemeriksaan diagnostik melalui grafik first difference data
ekspor Indonesia ke Japan, correllogram residual model dan unit root test.

Krisis ekonomi dunia akhir tahun 2008 sangat mempengaruhi ekspor Indonesia ke Japan.
Penurunan ekspor Indonesia ke Japan secara drastis terjadi sejak periode November 2008 hingga
September 2010 akibat krisis, dan baru kembali normal sejak Oktober 2010. Efek krisis cukup berat
terasa sehingga pada saat itu telah meniadakan efek penguatan dari tarif preferensial IJEPA.

32
Mengingat adanya anomali akibat krisis tersebut, sebagian data aktual pada periode pengamatan
yaitu data November 2008 – September 2010 tidak dapat digunakan sebagai data pembanding
dengan data simulasi. Untuk itu data simulasi dan data aktual yang dapat diperbandingkan hanyalah
pada periode pengamatan Juli 2010-Juni 2011 (lihat gambar 4-5).

Gambar 4.5 Nilai Ekspor Indonesia Ke Japan Aktual Dengan IJEPA


Dan Estimasi Hasil Simulasi Tanpa IJEPA (dalam US$ 000)

4,000,000
IJEPA berlaku Ekspor RI ke
3,500,000 JPN aktual

3,000,000
FORECAST
2,500,000

2,000,000

1,500,000
Krisis subprime
1,000,000 mortgage

500,000

0
01/1990
12/1990
11/1991
10/1992
09/1993
08/1994
07/1995
06/1996
05/1997
04/1998
03/1999
02/2000
01/2001
12/2001
11/2002
10/2003
09/2004
08/2005
07/2006
06/2007
05/2008
04/2009
03/2010
02/2011

Sumber: Hasil analisis

Berdasarkan data aktual tiga tahun terakhir, nilai ekspor Indonesia ke Japan rata-rata tumbuh
sebesar 14,29% per tahunnya. Dari hasil simulasi dapat diketahui bahwa nilai ekspor tanpa skema
tarif IJEPA hanya akan meningkat sebesar 9,06% saja per tahunnya. Skema tarif IJEPA berdampak
pada peningkatan pertumbuhan ekspor Indonesia ke Japan sebesar 5,23% (secara persentase) atau
menjadikan pertumbuhan ekspor 1,58 kali lipat dibandingkan bila tidak ada skema tarif IJEPA.
Dengan asumsi tingkat pertumbuhan tetap sebesar 14,29% per tahun, dalam dua tahun mendatang
(Juli 2011 - Juni 2012) dan (Juli 2012 - Juni 2013) nilai ekspor Indonesia ke Japan berpotensi
meningkat masing-masing menjadi US$ 38,326,660,120 dan US$ 43,802,599,468,189.

Walau secara nominal dan persentase, Indonesia mengalami pertumbuhan kontribusi ekspor ke
Japan yang positif akibat IJEPA, pangsa Japan sebagai tujuan ekspor Indonesia terus mengalami
penurunan. Bila posisi Japan pada tahun 1995 masih memegang pangsa tujuan ekspor sebesar 28%,
pada tahun 2000 turun menjadi 23%, dan pada tahun 2010 terus turun menjadi 16%. Hal ini dapat
menunjukkan pasar ekspor Indonesia yang makin terdiversifikasi.

33
Tabel 4.1 Dampak IJEPA terhadap Nilai Ekspor Indonesia ke Japan

Total Kontribusi Ekspor


URAIAN
(US$)
Dengan Skema IJEPA (p.a.) 33,535,290,000

Tanpa Skema IJEPA (p.a.) 30,807,930,000

Dampak IJEPA terhadap peningkatan kontribusi nilai ekspor (p.a.) 2,727,360,000


Sumber: Hasil analisis

Ekspor Japan ke Indonesia

Untuk pemodelan dan menghasilkan output model ARIMA dari ekspor Japan ke Indonesia ditempuh
prosedur yang persis sama dengan model ARIMA ekspor Indonesia ke Japan terdahulu. Untuk input
model ARIMA digunakan data time series Januari 1990 – Juni 2011, sedangkan untuk simulasi
digunakan data time series Juli 2008 – Juni 2011.

Gambar 4.6 Grafik Ekspor Japan ke Indonesia (Januari 1990 – Oktober 2011)

Sumber data: IMF, diunduh dari CEIC (2012)

Pemeriksaan visual atas data ekspor Japan ke Indonesia pada grafik dalam gambar 4-6
menunjukkan data awal belum dapat digunakan sebagai data input model mengingat data masih non-
stasioner. Dugaan ini kemudian dipertegas oleh analisis correllogram dan hasil dari unit root test.

34
Melalui proses pengidentifikasian model sebagaimana dijelaskan pada metodologi penelitian
dihasilkan model ARIMA yang sesuai dengan terhadap data ekspor Japan ke Indonesia. Dalam
model tersebut dihasilkan derajat differencing (d) = 1, derajat autoregressive (AR) = 12, dan derajat
moving average (MA) = 1. Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan dengan grafik first difference,
analisis correllogram model residual, dan dua unit root test yakni ADF test dan PP test mempertegas
keyakinan telah memadainya model tersebut (Gujarati, 2009 p. 782).

Gambar 4.7 Model Ekspor Japan ke Indonesia Tanpa Skema IJEPA


(ARIMA D=1, P=12, Q=1)

Sumber : Hasil analisis

Grafik ekspor Japan ke Indonesia pada gambar 4-6 di atas memperlihatkan krisis ekonomi
dunia akhir tahun 2008 sangat mempengaruhi ekspor Japan ke Indonesia. Penurunan ekspor Japan ke
Indonesia secara drastis terjadi sejak periode November 2008 hingga Mei 2010 akibat krisis, dan
baru kembali normal sejak Juni 2010. Efek krisis cukup berat terasa sehingga pada saat itu telah
meniadakan efek penguatan dari tarif preferensial IJEPA. Mengingat terjadinya anomali akibat krisis
tersebut, sebagian data aktual pada periode pengamatan yaitu data November 2008 – Mei 2010 tidak
dapat digunakan sebagai data pembanding dengan data simulasi. Untuk itu data simulasi dan data
aktual yang dapat diperbandingkan hanyalah pada periode pengamatan Juli 2010-Juni 2011.

35
Gambar 4.8 Data Time Series Aktual Dengan IJEPA Dan Estimasi Simulasi Nilai Ekspor
Japan Ke Indonesia Tanpa IJEPA (dalam US$ 000)

2,000,000
1,800,000 Ekspor
IJEPA berlaku JPN ke RI
1,600,000 aktual

1,400,000
forecast
1,200,000
1,000,000
800,000
600,000 awal krisis subprime
mortgage
400,000
200,000
0
01/1990

03/1999
12/1990
11/1991
10/1992
09/1993
08/1994
07/1995
06/1996
05/1997
04/1998

02/2000
01/2001
12/2001
11/2002
10/2003
09/2004
08/2005
07/2006
06/2007
05/2008
04/2009
03/2010
02/2011
Sumber: Hasil analisis

Selama periode simulasi Juli 2010-Juni 2011 setelah berlaku skema tarif preferensial IJEPA
total nilai ekspor aktual Japan ke Indonesia adalah US$ 17,982,250,000. Pada periode yang sama
berdasarkan hasil simulasi bila tidak ada skema tarif preferensial IJEPA, total nilai ekspor Japan ke
Indonesia akan sedikit lebih rendah yaitu sebesar US$ 17,888,760,000. Dampak yang diberikan
dengan adanya skema tarif preferensial IJEPA bagi ekspor Japan ke Indonesia adalah meningkatnya
total nilai ekspor Japan ke Indonesia rata-rata sebesar US$ 93,490,000 per tahunnya.

Bersumber analisis data aktual tiga tahun terakhir, nilai ekspor Japan ke Indonesia rata-rata
tumbuh sebesar 33,61% per tahunnya. Hasil simulasi menunjukkan bahwa nilai ekspor tanpa skema
tarif IJEPA hanya akan meningkat sebesar 33,17% saja per tahunnya. Skema tarif IJEPA berdampak
pada peningkatan pertumbuhan ekspor Japan ke Indonesia sebesar 0,43% (secara persentase) atau
menjadikan pertumbuhan ekspor hanya 1,01 kali lipat kali lipat dibandingkan bila tidak ada skema
tarif IJEPA. Secara makro bagi negara Japan, angka sebesar ini jelas bukan merupakan angka yang
bagus dalam menunjukkan signifikansi dari dampak IJEPA terhadap ekspornya ke Indonesia.

36
Tabel 4.2 Dampak IJEPA terhadap Nilai Ekspor Japan ke Indonesia

Total Kontribusi Ekspor


URAIAN
(US$)
Dengan Skema IJEPA (p.a.) 17,982,250,000

Tanpa Skema IJEPA (p.a.) 17,888,760,000

Dampak IJEPA terhadap peningkatan kontribusi nilai ekspor (p.a.) 93,490,000

Sumber: Hasil analisis

Dengan tingkat pertumbuhan diasumsikan tetap sebesar 17,93% per tahun, dalam dua tahun
mendatang (Juli 2011 - Juni 2012) dan (Juli 2012 - Juni 2013), nilai ekspor Indonesia ke Japan
berpotensi meningkat masing-masing menjadi US$24,025,186,526 dan US$32,098,852,347,266.
Secara nominal dan persentase, Japan mengalami pertumbuhan kontribusi ekspor ke Indonesia
yang positif akibat IJEPA walau tidak terlalu signifikan. Pangsa Japan sebagai negara asal impor
Indonesia mengalami pasang surut. Bila posisi Japan pada tahun 1995 masih memegang pangsa
negara asal impor sebesar 23%, pada tahun 2000 turun menjadi 9%, dan kembali naik di tahun 2010
menjadi 12%.

Ekspor Indonesia ke China

Gambar 4.9 Ekspor Indonesia ke China Periode Januari 1990 – September 2011

Sumber data: IMF, diunduh dari CEIC

Dari proses menstasionerkan data melalui differencing dan pengidentifikasian derajat AR dan
MA sebagaimana diuraikan pada metodologi penelitian dihasilkan model ARIMA yang reasonable

37
fit terhadap data ekspor Indonesia ke China. Dalam model tersebut dihasilkan derajat differencing (d)
= 2, derajat autoregressive (AR) = 12, dan derajat moving average (MA) = 12.5

Setelah model ARIMA ini diperoleh menurut langkah-langkah dalam metodologi penelitian,
Gujarati (2009:782) menyatakan model tersebut sudah memadai sehingga tidak perlu mencari model
ARIMA lainnya. Hasil diagnostic checking melalui grafik second difference data ekspor Indonesia ke
China, correllogram residual model, dan dua unit root test yakni ADF test dan PP test menguatkan
keyakinan tersebut.

Jumlah nilai ekspor aktual Indonesia ke China selama periode Januari 2009 – Desember 2011 -
masa tiga tahun setelah berlaku skema preferential tariff ACFTA - mencapai US$50,198,467,238.
Berdasarkan hasil simulasi bila tidak ada skema preferential tariff ACFTA pada periode yang sama,
total nilai ekspor Indonesia ke China akan sedikit lebih rendah yaitu US$49,849,336,667. Dengan
demikian, adanya skema preferential tariff ACFTA memberikan dampak peningkatan total nilai
ekspor Indonesia ke China net pada periode tersebut sebesar US$ 349,130,571 atau rata-rata US$
116,376,857 per tahunnya.

Gambar 4.10 Nilai Ekspor Indonesia Ke China Aktual Dengan Skema Tarif ACFTA dan
Estimasi Hasil Simulasi Tanpa Skema Tarif ACFTA (dalam US$ 000)

2,500,000

ACFTA berlaku
2,000,000

ekspor RI ke
Cina (aktual)
1,500,000

forecast
1,000,000

krisis subprime
500,000 mortgage

0
10/1992

01/2001

04/2009
01/1990
12/1990
11/1991

09/1993
08/1994
07/1995
06/1996
05/1997
04/1998
03/1999
02/2000

12/2001
11/2002
10/2003
09/2004
08/2005
07/2006
06/2007
05/2008

03/2010
02/2011

Sumber: Hasil analisis

5
Di atas ARMA (11,11), Eviews versi 6 mampu mengidentifikasi ARIMA (p, d, q), namun tidak mampu untuk
menggenerate estimasi equation-nya, sehingga estimasi persamaan model tidak bisa ditampilkan

38
Nilai ekspor Indonesia ke China telah meningkat sebesar 66,10% atau rata-rata tumbuh sebesar
22,03% per tahunnya dalam tiga tahun terakhir pada masa ACFTA telah berlaku. Tingkat
pertumbuhan tersebut masih di bawah periode 2006-2008 (pra ACFTA) yang tercatat sebesar 30,2%
per tahun. Lonjakan kenaikan tajam pada periode 2009-2011 (pasca ACFTA) tercatat terjadi pada
periode 3 sebesar US$ 5,4 miliar hingga menyebabkan nilai ekspor periode 3 pasca ACFTA
mencapai 1,7 kali lipat dari periode 3 pra ACFTA.

Selanjutnya dengan membandingkan antara data simulasi pasca ACFTA periode 3 dan data
aktual pra ACFTA pada periode yang sama dapat diketahui bahwa tanpa ACFTA nilai ekspor
Indonesia ke China akan tumbuh lebih kecil yakni sebesar 48,6% saja atau rata-rata tumbuh sebesar
16,2% per tahunnya saja. Dengan demikian kondisi berlakunya skema tarif ACFTA memberikan
dampak pada peningkatan pertumbuhan ekspor Indonesia ke China sebesar 5,83% (secara persentase)
per tahun atau meningkatkan pertumbuhan ekspor menjadi 1,36 kali lipat dibandingkan bila skema
tarif ACFTA tidak berlaku.

Tabel 4.3 Peningkatan Nilai Ekspor Indonesia ke China Sebagai Dampak ACFTA
URAIAN Peningkatan nilai ekspor

Tanpa Skema ACFTA 16,20% p.a.

Dengan Skema ACFTA 22,03% p.a.

Peningkatan nilai ekspor sebagai dampak ACFTA 5,83% p.a.

Derajat peningkatan pertumbuhan ekspor sebagai dampak ACFTA 1,36 kali lipat p.a.
Sumber: Hasil analisis

Untuk proyeksi ke depan bila diasumsikan dalam dua tahun mendatang tingkat pertumbuhan
tetap sebesar 22,03% per tahun, nilai ekspor Indonesia ke China berpotensi meningkat masing-
masing menjadi US$25,737,647,279 periode Januari - Desember 2012 dan US$31,408,156,032
pada periode Januari – Desember 2013.

Ekspor China ke Indonesia

Dari proses menstasionerkan data melalui differencing dan pengidentifikasian derajat AR dan MA
sebagaimana diuraikan pada metodologi penelitian dihasilkan model ARIMA yang reasonable fit
terhadap data ekspor China ke Indonesia. Dalam model tersebut dihasilkan derajat differencing (d) =
1, derajat autoregressive (AR) = 3, dan derajat seasonal autoregressive (SAR) = 3.

39
Gambar 4.11 Ekspor China ke Indonesia (Januari 1990 – Oktober 2011)

Sumber data: IMF, diunduh dari CEIC

Gambar 4-12. Hasil Model Ekspor China ke Indonesia (ARIMA p=3, d=1, bp=3)

Sumber: Hasil analisis

Hasil diagnostic checking antara lain menegaskan keyakinan bahwa model tersebut sudah
memadai sehingga tidak perlu mencari model ARIMA lainnya (Gujarati, 2009 p.782).

40
Gambar 4.13 Nilai Ekspor China ke Indonesia Aktual dengan Skema Tarif ACFTA dan
Estimasi Hasil Simulasi Tanpa Skema Tarif ACFTA (dalam US$ 000)

3,000,000

2,500,000 ACFTA berlaku

ekspor
Cina ke RI
2,000,000 aktual

1,500,000 forecast

1,000,000
awal krisis subprime
mortgage
500,000

-
01/1990
01/1991
01/1992
01/1993
01/1994
01/1995
01/1996
01/1997
01/1998
01/1999
01/2000
01/2001
01/2002
01/2003
01/2004
01/2005
01/2006
01/2007
01/2008
01/2009
01/2010
01/2011
Sumber: Hasil analisis

Dari data statistik, total nilai ekspor aktual China ke Indonesia selama periode Januari 2009 –
Desember 2011 yang merupakan masa 3 tahun setelah berlaku skema preferential tariff ACFTA
mencapai US$ 64,976,034,000. Pada periode yang sama berdasarkan hasil simulasi bila tidak ada
skema preferential tariff ACFTA, total nilai ekspor Indonesia ke China akan lebih rendah yaitu US$
48,101,948,000. Jadi adanya skema preferential tariff ACFTA memberikan dampak peningkatan
total nilai ekspor Indonesia ke China net selama 3 tahun sejak berlakunya ACFTA sebesar US$
16,874,086,000 atau rata-rata US$ 5,624,695,000 per tahunnya.

Dengan membandingkan antara data aktual pasca ACFTA periode 3 dan data aktual pra
ACFTA periode yang sama dapat diketahui bahwa nilai ekspor China ke Indonesia telah meningkat
sebesar 63,98% atau rata-rata tumbuh sebesar 21,33% per tahunnya. Tingkat pertumbuhan tersebut
masih di bawah periode 2006-2008 (pra ACFTA) yang tercatat sebesar 56% per tahun. Kenaikan
signifikan sebesar US$ 5,2 miliar menyebabkan tingginya nilai ekspor pada periode 3 pasca ACFTA
hingga mencapai 1,6 kali lipat dari periode 3 pra ACFTA.

41
Tabel 4.4 Peningkatan Nilai Ekspor China ke Indonesia Sebagai Dampak ACFTA

URAIAN Peningkatan Nilai Ekspor

Tanpa Skema ACFTA 2,77% p.a.

Dengan Skema ACFTA 21,33% p.a.

Peningkatan nilai ekspor sebagai dampak ACFTA 18,55% p.a.

Derajat peningkatan ekspor sebagai dampak ACFTA 7,7 kali lipat p.a.

Sumber: Hasil analisis

Selanjutnya dengan membandingkan antara data simulasi pasca ACFTA periode 3 dan data
aktual pra ACFTA pada periode yang sama dapat diketahui bahwa nilai ekspor Cina ke Indonesia
tanpa ACFTA akan tumbuh lebih kecil yakni sebesar sebesar 8,32% saja atau rata-rata tumbuh
sebesar 2,77% per tahunnya. Dengan demikian kondisi berlakunya skema tarif ACFTA memberikan
dampak pada peningkatan ekspor China ke Indonesia sebesar 18,55% (secara persentase) per tahun
atau secara nominal meningkat menjadi 7,7 kali lipat kali lipat dibandingkan bila skema tarif
ACFTA tidak berlaku.

Untuk proyeksi ke depan bila diasumsikan dalam dua tahun mendatang tingkat pertumbuhan
tetap sebesar 21,33% per tahun, nilai ekspor China ke Indonesia berpotensi meningkat masing-
masing menjadi US$ 31,141,362,202 periode Januari - Desember 2012 dan US$ 37,782,341,229
pada periode Januari – Desember 2013.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Secara makro, Indonesia maupun Japan memetik manfaat dari penurunan tarif dan keterbukaan pasar
dalam IJEPA dalam tingkatan yang berbeda. Indonesia menerima tingkat manfaat yang lebih besar
dari Japan baik dari sisi naiknya kontribusi ekspor terhadap pendapatan nasional secara nominal dan
persentase dan berlipat gandanya tingkat pertumbuhan ekspor akibat keikutsertaannya dalam IJEPA.

Indonesia maupun China sama-sama memetik manfaat dari pemberlakuan skema tarif ACFTA.
Namun dalam konteks hubungan perdagangan barang kedua negara, China lebih dapat
mengoptimalkannya sehingga manfaat yang diterima dapat jauh lebih besar dibandingkan manfaat
yang diterima Indonesia. Bila diibaratkan upaya pengoptimalan manfaat ACFTA ini adalah suatu
kompetisi, maka dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Indonesia cukup jauh tertinggal dalam
persaingan mengoptimalkan manfaat ACFTA dibandingkan China. Walaupun demikian, dengan

42
adanya skema preferential tariff sektor barang ACFTA, manfaat secara jangka panjang terlihat dari
tren positif peningkatan aktivitas ekspor dalam hubungan perdagangan kedua Negara.

Berdasarkan analisis dampak IJEPA terhadap Indonesia dengan menggunakan model ARIMA,
dapat diketahui bahwa skema tarif IJEPA telah memberikan dampak terhadap peningkatan nilai
ekspor Indonesia ke Japan rata-rata sebesar US$2,727,360,000 per tahunnya. Angka tersebut
merupakan besar kontribusi langsung terhadap pendapatan nasional Indonesia. Pertumbuhan nilai
ekspor Indonesia ke Japan meningkat rata-rata sebesar 5,23% setiap tahunnya sebagai akibat dampak
IJEPA, yang berarti peningkatan 1,58 kali lipat dibandingkan bila Indonesia tidak mengikuti IJEPA.

Dari hasil analisis model ARIMA untuk Japan, dapat diketahui bahwa skema tarif IJEPA telah
memberikan dampak terhadap peningkatan nilai ekspor Japan ke Indonesia rata-rata sebesar
US$93,490,000 per tahunnya yang juga merupakan kenaikan kontribusi nilai ekspor terhadap
pendapatan nasional Japan. Pertumbuhan nilai ekspor Japan ke Indonesia akibat IJEPA meningkat
tipis rata-rata sebesar 0,43% p.a. atau naik hanya 1,01 kali lipat dibandingkan bila Japan tidak
mengikuti IJEPA.

IJEPA dapat memberikan manfaat lebih bagi Indonesia dari sisi pembentukan modal melalui
penanaman modal langsung mengingat cakupannya yang menyeluruh termasuk di sektor barang,
jasa, dan investasi. Sifat complementarity produk ekspor Indonesia yang lebih baik dengan Japan
dibandingkan dengan negara-negara mitra Indonesia dalam AFTA memberikan peluang perolehan
manfaat IJEPA yang besar bagi Indonesia.

Dari sudut pandang Indonesia, berdasarkan analisis perbandingan kondisi dengan skema tarif
ACFTA dan hasil simulasi kondisi tanpa skema tarif ACFTA selama periode pengamatan 1 Januari
2009 sampai dengan 31 Desember 2011, dapat disimpulkan bahwa ACFTA berpengaruh pada
peningkatan kontribusi ekspor bagi pendapatan nasional dan persentase pertumbuhannya.
Berdasarkan analisis menggunakan model ARIMA dapat disimpulkan bahwa skema tarif ACFTA
telah meningkatkan nilai ekspor Indonesia ke China rata-rata sebesar US$116,376,857 per tahunnya,
atau berkontribusi langsung terhadap pendapatan nasional Indonesia sebesar rata-rata
US$116,376,857 per tahun. Di luar efek langsung, kontribusi tersebut akan memberikan pula dampak
ikutan atau turunan yang ditransmisikan ke sektor-sektor ekonomi lain sehingga pada gilirannya turut
berkontribusi pada pendapatan nasional.

Dari persentase pertumbuhan, nilai ekspor Indonesia ke China yang berkontribusi terhadap
pendapatan nasional Indonesia meningkat rata-rata sebesar 5,83% setiap tahunnya sebagai akibat
dampak ACFTA. Hal ini berarti adanya peningkatan 1,36 kali lipat dibandingkan bila Indonesia tidak
mengikuti ACFTA.

43
Sementara itu dari sudut pandang China, skema tarif ACFTA telah meningkatkan kontribusi
ekspor China ke Indonesia bagi pendapatan nasional China rata-rata sebesar US$ 5,624,695,000 per
tahunnya. Besaran angka tersebut merupakan dampak langsung dari kontribusi nilai ekspor terhadap
pendapatan nasional China, sedangkan dampak tidak langsungnya yang akan terjadi di putaran-
putaran berikutnya akan menggerakkan aktivitas ekonomi di sektor-sektor ekonomi lainnya, yang
pada akhirnya akan berkontribusi pada pendapatan nasional. Dari persentase pertumbuhan, skema
tarif ACFTA telah meningkatkan pertumbuhan kontribusi nilai ekspor bagi pendapatan nasional
China rata-rata sebesar 18,55% p.a. atau naik 7,7 kali lipat dibandingkan bila China tidak mengikuti
ACFTA.

Terkait keikutsertaan Indonesia dalam IJEPA, rekomendasi kebijakan yang disarankan adalah
sebagai berikut:

1. Keikutsertaan dalam IJEPA memberikan dampak positif bagi Indonesia dan Japan, oleh karena itu
hubungan kemitraan tersebut perlu dilanjutkan dan ditingkatkan ke arah yang makin memberikan
manfaat bagi keduanya. Cara-cara yang dapat dipertimbangkan adalah pendalaman (intensifikasi)
dan perluasan (ekstensifikasi) komitmen, dan perluasan keanggotaan yang mengarah kepada FTA
yang luas di kawasan Asia.
2. Indonesia perlu mendorong produksi dari produknya yang memiliki keunggulan relatif tinggi
untuk dapat diekspor ke manca negara
3. Relatif tidak terlalu besarnya persentase pertumbuhan nilai ekspor Indonesia dan Japan sebagai
dampak keikutsertaan dalam IJEPA dapat menjadi indikasi belum optimalnya pemanfaatan
fasilitas tarif khusus IJEPA oleh eksportir-eksportir kedua negara, khususnya Indonesia.
Kurangnya informasi detil tentang implementasi termasuk waktu pemberlakuan, pemanfaatan
tarif preferensi, dan penerbitan sertifikat surat keterangan asal (SKA) barang dapat menjadi
beberapa faktor penyebab. Oleh karena itu jumlah dan kualitas sosialisasi skema tarif IJEPA perlu
ditingkatkan baik melalui tatap muka langsung maupun media komunikasi massal yang dapat
secara lebih efektif menginformasikan fasilitas tarif khusus kepada seluruh eksportir Indonesia ke
Japan.

Terkait keikutsertaan Indonesia dalam ACFTA, rekomendasi kebijakan yang disarankan


adalah sebagai berikut :

1. Kebijakan Indonesia dalam mengikuti ASEAN-China FTA memberikan dampak positif bagi
Indonesia dan China. Oleh karena itu, hubungan kemitraan tersebut perlu dilanjutkan dan
ditingkatkan ke arah yang makin memberikan manfaat optimal bagi keduanya, khususnya
Indonesia yang tertinggal jauh dalam pengoptimalan manfaat ACFTA tersebut. Salah satu cara
untuk mengoptimalkan manfaat tersebut bisa melalui kesepakatan bilateral.

44
2. Salah satu strategi China menembus pasar Indonesia adalah dengan menguasai Standar Nasional
Indonesia (SNI). Tercatat per Maret 2011 China telah membeli dan menguasai 653 SNI dan
rencananya akan membeli 6.779 SNI lagi.6 Indonesia perlu lebih ekspansif ke pasar China dan
berupaya menguasai standar nasional China untuk mempermudah akses masuk ke pasar China.

Dari survei dampak ACFTA yang dilakukan Kementerian Perindustrian, tercatat lima sektor
industri paling terpukul oleh dampak ACFTA yaitu elektronik, furnitur, logam, permesinan, dan
tekstil. Perhatian khusus pemerintah perlu diberikan untuk setidaknya meminimalkan seriusnya
dampak sectoral adjustment yang terjadi pada kelima sektor tersebut. Keempat, adanya temuan
praktik dumping beberapa produk China7 perlu disikapi dengan tegas oleh pemerintah Indonesia
dengan segera melakukan kebijakan anti-dumping terhadap produk-produk tersebut.

6
Bisnis Indonesia (2011)
7
Media Indonesia (2011)

45
BAB V
ASEAN FREE TRADE AREA

PENDAHULUAN

ASEAN Free Trade Area (AFTA) merupakan wujud dari kesepakatan dari negara-negara ASEAN
untuk membentuk suatu kawasan perdagangan bebas dalam rangka meningkatkan daya saing
ekonomi kawasan regional ASEAN dengan menjadikan ASEAN sebagai basis produksi dunia
serta menciptakan pasar regional bagi 500 juta penduduknya. AFTA dibentuk pada waktu Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN IV di Singapura tahun 1992. Awalnya AFTA ditargetkan akan
dicapai dalam waktu 15 tahun (1993-2008), kemudian dipercepat menjadi tahun 2003, dan terakhir
dipercepat lagi menjadi tahun 2002. Skema Common Effective Preferential Tariffs for ASEAN Free
Trade Area (CEPT-AFTA) merupakan suatu skema untuk mewujudkan AFTA melalui: penurunan
tarif hingga menjadi 0-5%, penghapusan pembatasan kuantitatif dan hambatan-hambatan non tarif
lainnya. Perkembangan terakhir yang terkait dengan AFTA adalah adanya kesepakatan untuk
menghapuskan semua bea masuk impor barang bagi Brunai Darussalam pada tahun 2010, Indonesia,
Malaysia, Philippines, Singapura dan Thailand, dan bagi Cambodia, Laos, Myanmar dan Vietnam
pada tahun 2015.

Produk yang dikategorikan dalam General Exception adalah produk-produk yang secara
permanen tidak perlu dimasukkan kedalam CEPT-AFTA, karena alasan keamanan nasional,
keselamatan, atau kesehatan bagi manusia, binatang dan tumbuhan, serta untuk melestarikan obyek-
obyek arkeologi dan budaya. Indonesia mengkategorikan produk-produk dalam kelompok senjata
dan amunisi, minuman beralkohol, dan sebagainya sebanyak 68 pos tarif sebagai General Exception.

Dengan demikian, AFTA sebagai suatu upaya bersama bagi negara-negara ASEAN yang
bertujuan untuk:

1. menjadikan kawasan ASEAN sebagai tempat produksi yang kompetitif sehingga produk
ASEAN memiliki daya saing kuat di pasar global;
2. menarik lebih banyak Foreign Direct Investment (FDI); dan
3. meningkatkan perdagangan antar negara anggota ASEAN (intra-ASEAN Trade).

Bagi kepentingan Indonesia, AFTA memiliki potensi manfaat dan tantangan sekaligus. Potensi
manfaat tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

46
1. Peluang pasar yang semakin besar dan luas bagi produk Indonesia, dengan total populasi di
kawasan ASEAN sebesar ± 500 juta jiwa dan tingkat pendapatan masyarakat yang beragam;

2. Biaya produksi yang semakin rendah dan pasti bagi pengusaha/produsen Indonesia yang
sebelumnya membutuhkan barang modal dan bahan baku/penolong dari negara anggota ASEAN
lainnya dan termasuk biaya pemasaran;

3. Pilihan konsumen atas jenis/ragam produk yang tersedia di pasar domestik semakin banyak
dengan tingkat harga dan mutu tertentu;

4. Kerjasama dalam menjalankan bisnis semakin terbuka dengan beraliansi dengan pelaku bisnis di
negara anggota ASEAN lainnya.

Selain peluang manfaat tersebut di atas, AFTA juga memberikan tantangan bagi Indonesia.
Pengusaha/produsen Indonesia dituntut terus menerus dapat meningkatkan kemampuan dalam
menjalankan bisnis secara profesional guna dapat memenangkan kompetisi dari produk yang berasal
dari negara anggota ASEAN lainnya baik dalam memanfaatkan peluang pasar domestik maupun
pasar negara anggota ASEAN lainnya.

Jangka Waktu Realisasi AFTA

Pada KTT ASEAN ke-9 tanggal 7 – 8 Oktober 2003 di Bali, enam negara anggota ASEAN
menandatangani Original Signatories of CEPT AFTA yaitu Brunei Darussalam, Indonesia, Malaysia,
Philippines, Singapore dan Thailand. Keenam Negara tersebut bersepakat untuk mencapai target bea
masuk penurunan bea masuk sebagai berikut:

a. Tahun 2000: menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 85% dari seluruh jumlah pos
tarif dalam Inclusion List (IL).

b. Tahun 2001: menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 90% dari seluruh jumlah pos
tarif dalam Inclusion List (IL).

c. Tahun 2002: menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos
tarif dalam Inclusion List (IL), dengan fleksibilitas.

d. Tahun 2003: menurunkan tarif bea masuk menjadi 0-5% sebanyak 100% dari seluruh jumlah pos
tarif dalam Inclusion List (IL), tanpa fleksibilitas.

Untuk empat negara yang belakang masuk menjadi anggota ASEAN, yaitu: Vietnam, Lao
PDR, Myanmar dan Cambodia realisasi AFTA dilakukan berbeda: Vietnam tahun 2006 (masuk

47
ASEAN tanggal 28 Juli 1995); Lao PDR dan Myanmar tahun 2008 (masuk ASEAN tanggal 23 Juli
1997); dan Cambodia tahun 2010 (masuk ASEAN tanggal 30 April 1999).

Kriteria Suatu Produk Untuk Menikmati Konsesi CEPT

Untuk menikmati skema CEPT dalam perdagangan di kawasan AFTA maka harus dipenuhi kriteria-
kriteria sebagai berikut:

a. Produk yang diperdagangkan terdapat dalam Inclusion List (IL) baik di negara tujuan maupun di
negara asal dengan prinsip timbal balik (reciprosity). Artinya suatu produk dapat menikmati
preferensi tarif di negara tujuan ekspor (yang tentunya di negara tujuan ekspor produk tersebut
sudah ada dalam IL), maka produk yang sama juga harus terdapat dalam IL dari negara asal.

b. Produk yang diperdagangkang memenuhi ketentuan asal barang (Rules of Origin), yaitu kumulatif
ASEAN Content lebih besar atau sama dengan 40%. Perhitungan ASEAN Content adalah sebagai
berikut:

c. Produk harus disertai dengan Certificate of Origin Form D, yang dapat diperoleh pada Kantor
Dinas atau Suku Dinas Perindustrian dan Perdagangan di seluruh Indonesia.

Beberapa istilah dalam CEPT-AFTA

Untuk memahami konsep CEPT-AFTA secara lebih utuh maka ada beberapa istilah yang perlu
dipahami lebih dulu, yaitu:

a. Fleksibilitas adalah suatu keadaan dimana ke-6 negara anggota ASEAN apabila belum siap untuk
menurunkan tingkat tarif produk menjadi 0-5% pada 1 Januari 2002, dapat diturunkan pada 1
Januari 2003. Sejak saat itu tingkat tarif bea masuk dalam AFTA sebesar maksimal 5%.

b. CEPT Product Lists:

 Inclusion List (IL) yaitu daftar yang memuat cakupan produk yang harus memenuhi kriteria
sebagai berikut:

– produk tersebut harus disertai Tariff Reduction Schedule;

48
– tidak boleh ada Quantitave Restrictions (QRs);

– Non-Tarif Barriers (NTBs) lainnya harus dihapuskan dalam waktu 5 tahun.

 Temporary Exclusion (TEL) yaitu daftar yang memuat cakupan produk yang sementara
dibebaskan dari kewajiban penurunan tarif, penghapusan QRs dan NTBs lainnya secara
bertahap harus dimasukkan ke dalam IL.

 Sensitive List (SL) yaitu daftar yang memuat cakupan produk yang diklasifikasikan
sebagai Unprocessed Agricultural Products. Contohnya: beras, gula, produk daging, gandum,
bawang putih, dan cengkeh, serta produk tersebut juga harus dimasukkan ke dalam
CEPT Scheme tetapi dengan jangka waktu yang lebih lama. Contohnya: Brunei Darussalam,
Indonesia, Malaysia, Philippines, dan Thailand harus telah memasukkan produk yang ada
dalam SL ke dalam IL pada tahun 2010, Vietnam pada tahun 2013, Lao PDR dan Myanmar
pada tahun 2015, serta Cambodia pada tahun 2017.

 General Exception (GE) List yaitu daftar yang memuat cakupan produk yang secara permanen
tidak perlu untuk dimasukkan ke dalam CEPT Scheme dengan alasan keamanan nasional,
keselamatan/kesehatan umat manusia, binatang dan tumbuhan, serta pelestarian objek
arkeologi, dan sebagainya (Article 9b of CEPT Agreement). Contohnya antara lain: senjata,
amunisi, dan narkotika. Produk Indonesia dalam GE List hingga saat ini sebanyak 96 pos tarif.

Apabila digambarkan dalam urutan waktu maka jadwal penurunan atau penghapusan tariff
yang termasuk dalam Inclusion List (IL) ialah sebagai berikut:

Negara Anggota AFTA Jadwal Penurunan/Penghapusan

1. Tahun 2003: 60% produk dengan tarif 0%


ASEAN6 2. Tahun 2007: 80% produk dengan tarif 0%
3. Tahun 2010: 100% produk dengan tarif 0%
1. Tahun 2006: 60% produk dengan tarif 0%
Vietnam 2. Tahun 2010: 80% produk dengan tarif 0%
3. Tahun 2015: 100% produk dengan tarif 0%
1. Tahun 2008: 60% produk dengan tarif 0%
Laos dan Myanmar 2. Tahun 2012: 80% produk dengan tarif 0%
3. Tahun 2015: 100% produk dengan tarif 0%
1. Tahun 2010: 60% produk dengan tarif 0%
Cambodia
2. Tahun 2015: 100% produk dengan tarif 0%

Apabila dalam menghadapi kasus tertentu, dengan berbagai pertimbangan yang masak
Indonesia merasa perlu untuk menarik komitmen atau membatalkan perjanjian atas suatu produk

49
sesuai dengan kepentingan Indonesia maka ada beberapa protocol/artikel yang dapat digunakan
untuk kepentingan ini.

a. Protocol Regarding the Implementation of the CEPT Scheme Temporary Exclusion List

Protokol ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk industri yang telah
dimasukkan ke dalam IL terakhir tahun 2000 atau Last Tranche. Konsekuensi penarikan kembali
suatu produk dari IL harus disertai dengan kompensasi.

b. Article 6 (1) dari CEPT Agreement

Artikel ini dapat digunakan sebagai acuan untuk menarik kembali produk yang telah dimaukkan
ke dalam Skema CEPT-AFTA, karena adanya lonjakan impor dari negara anggota ASEAN
lainnya yang menyebabkan atau mengancam kerugian yang serius terhadap industri dalam negeri.

c. Protocol on Special Arrangement for Sensitive and Highly Sensitive Products.

Protokol ini dapat digunakan sebagai acuan untuk memasukkan produk yang diklasifikasikan ke
dalam Highly Sensitive (seperti beras dan gula bagi Indonesia).

Liberalisasi perdagangan internasional sudah berjalan hampir satu decade jejak ditandatangani
CEPT-AFTA pada tahun 2003. Bagi Indonesia setelah secara aktif terlibat dalam AFTA selama
hampir satu dekade tentu perlu melakukan evaluasi terhadap berbagai capaian atau pun kendala yang
dihadapi. Kajian ini bertujuan tidak hanya untuk mengevaluasi dampak AFTA terhadap
perekonomian Indonesia, khususnya terhadap arus perdagangan dan investasi (ex-post impact
analysis) namun juga untuk mengevaluasi potensi dampak liberalisasi perdagangan lanjutan dalam
skema AFTA (ex-ante impact analysis) serta mencoba menganalisis hasil evaluasi tersebut untuk
memformulasikan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah Indonesia terkait upaya memperkokoh
peran perdagangan internasional bagi perekonomian nasional.

METODOLOGI

Untuk menganalisis dampak AFTA terhadap perekonomian Indonesia pada bagian ini akan
dievaluasi ex-post impact analysis dan ex-ante impact analysis. Metodologi yang digunakan untuk
impact assessment ini menggunakan metodologi yang disarankan oleh Asian Development Bank
(ADB).8 Ex-post impact analysis digunakan untuk mengevaluasi dampak AFTA yang telah berjalan.
Metode yang digunakan untuk analisis ini menggunakan analisis deskriptif. Pendekatan ini dilakukan

8
Plummer et al. (2010). Methodology for impact assessment of free trade agreements. Mandaluyong City,
Philippines: Asian Development Bank

50
karena pendekatan deskriptif relatif mudah dilakukan, sementara evaluasi dengan menggunakan FTA
Preference Indicators telah dilakukan pada bagian sebelumnya.

Ex-ante impact analysis digunakan untuk mengevaluasi potensi dampak kelanjutan AFTA
yang akan datang. Untuk evaluasi ini digunakan pendekatan simulasi menggunakan computable
general equilibrium (CGE) model. Model yang digunakan untuk tipikal analisis ini ialah model CGE
Global Trade Analysis Project (GTAP) dengan menggunakan database terbaru GTAP versi 8 yang
baru saja release Mei 2012. Database GTAP versi 8 merupakan database yang berisi data dan
informasi perdagangan bilateral antarnegara secara lengkap termasuk informasi keterkaitan
transportasi dan proteksi. Database ini dikompilasi dari table IO negara-negara di dunia. Database
GTAP versi 8 menggunakan data dengan tahun benchmark 2004 dan 2007 dan terdiri atas data dari
129 negara dan 57 jenis komoditas.

Namun sebelum melakukan simulasi dengan model CGE GTAP akan dielaborasi dulu
database GTAP versi 8 ini untuk diketahui gambaran komparasi tariff antarnegara yang dianalisis
untuk tiap komoditas yang diperdagangkan. Gambaran deskriptif ini perlu diketahui untuk
mendapatkan gambaran kepentingan setiap negara dalam menegosiasikan tariff perdagangannya.

ANALISIS

Kinerja Perdagangan Indonesia – ASEAN9

Secara global kinerja neraca perdagangan Indonesia-ASEAN menunjukkan penurunan. Hal ini
ditunjukkan dengan trade balance yang turun drastis, bahkan mengarah ke defisit. Pada tahun 2000
ekspor Indonesia ke Negara-negara di kawasan ASEAN tercatat sebesar USD10,365 miliar dengan
nilai impor sebesar USD6,141 miliar. Dengan demikian pada tahun 2000 Indonesia mampu
membukukan surplus neraca perdagangan sebesar USD4,223 miliar.

9
Materi dikutip dari Laporan Penelitian Kementerian Keuangan (2011) tentang Analisis Posisi Indonesia
Terkait Free Trade Agreement (tidak dipublikasikan)

51
Gambar 5.1 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-ASEAN (Migas-Non Migas)

Gambar 5.2 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-ASEAN (Non Migas)

Sejalan dengan laju pertumbuhan impor yang jauh di atas laju pertumbuhan ekspor, maka
pada tahun 2010, kinerja neraca pergadangan Indonesia dengan Negara-negara ASEAN mengalami
defisit. Pada tahun 2010 ekspor Indonesia ke Negara-negara kawasan ASEAN meningkat menjadi
USD 30,833 miliar, sedangkan impor meningkat menjadi USD 37,067 miliar. Akibatnya pada tahun
2010 neraca perdagangan Indonesia dengan negara-negara di kawasan ASEAN mengalami defisit
sebesar USD 6,234 miliar.

Defisit negara perdagangan di atas, disebabkan tingginya laju pertumbuhan impor Indonesia
dari Negara-negara di kawasan ASEAN, khususnya impor migas. Pada tahun 2000 impor migas
hanya menyumbang 48,10 persen, namun pada tahun 2010 impor migas meningkat pesat menjadi

52
68,71 persen. Sementara itu ekspor migas Indonesia ke Negara-negara di kawasan ASEAN dalam
periode 2000-2010 juga mengalami peningkatan dari 5,18 persen meningkat menjadi 58,39 persen.

Gambar 5.3 Perkembangan Ekspor Komoditi Utama Indonesia ke ASEAN

Tahun 2000 Batubara bahan


bakar, 2%
Minyak Petroleum
mentah, 7%

Minyak Petroleum ,
Lainnya, 83% 4%
Minyak Kelapa
sawit mentah, 1%

Timah, 2%

Tembaga
Biji kakao, 1% dimurnikan
(katoda), 1%

Tahun 2010 Gas Alam, 9%


Batubara bahan
bakar, 6% Minyak Petroleum
mentah, 5%

Minyak Petroleum ,
5%
Minyak Kelapa
sawit mentah, 5%

Lainnya, 56%
Timah, 4% Tembaga
dimurnikan(katoda)
, 3%
Batubara lainnya,
3%
Kapal laut lainnya,
Biji kakao, 2%
2%

Sumber: BPS, CEIC, diolah

Komoditi ekspor utama Indonesia ke ASEAN dalam periode 2000-2010 mengalami


perubahan. Pada tahun 2000 komoditi ekspor Indonesia dalam bentuk minyak bumi dan batubara,
namun pada tahun 2010 komoditi ekspor utama Indonesia ke ASEAN didominasi oleh gas alam dan
batubara, sedangkan ekspor minyak bumi mengalami penurunan. Perubahan komposisi ekspor
Indonesia ke ASEAN selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.9 diatas.

53
Gambar 5.4 Perkembangan Impor Komoditi Utama Indonesia dari ASEAN

Tahun 2000
Part kendaraan
Minyak petroleum bermotor
mentah, 8% 1%
Minyak petroleum
(BBM), 28% Sukrosa
murni/lainnya
1%
Hidrokarbon siklik
(p-silena)
2%
Lainnya, 56% Polypropilen(biji
plastik)
1%
Hidrokarbon asiklik
(etilena)
3%

Tahun 2010 Minyak petroleumPart kendaraan


mentah, 7% bermotor, 1%
Minyak petroleum
Sirkuit listrik, 1%
(BBM), 31%

Sukrosa
Mobil, 1% murni/lainnya, 1%
Hidrokarbon siklik
(p-silena), 1%
Lainnya, 54% Polypropilen(biji
plastik), 1%

part komputer Hidrokarbon asiklik


(PCB), 1% (etilena), 1%

Sumber: BPS, CEIC, diolah

Sejalan dengan perubahan komoditas utama ekspor Indonesia ke ASEAN, impor komoditas
utama Indonesia dari ASEAN juga mengalami perubahan. Pada tahun 2000 impor komoditas utama
Indonesia dari ASEAN adalah dalam bentuk bahan bakar minyak dan minyak mentah. Pada tahun
2010, andilimpor bahan bakar minyak melonjak dari 28 persen (2000) menjadi 31 persen (2010),
sedangkan impor minyak mentah turun dari 8 persen menjadi 7 persen.

Dari total ekspor Indonesia ke ASEAN yang mencapai 16,68 persen, ekspor Indonesia terbesar
pada tahun 2000 adalah ke Singapura yang mencapai 10,5 persen, disusul Malaysia 3,17 persen. Pada
tahun 2010 tujuan ekspor ke Singapur mengalami penurunan menjadi 9,15 persen, namun untuk ke
Malaysia naik menjadi 6,13 persen. Gambaran selengkapnya dapat dilihat pada Gambar 4.11.

54
Gambar 5.5 Analisa Ekspor Indonesia per Negara dan Regional

Tahun 2000
Netherlands Australia
2.96% 2.52% Germany
Taiwan
3.83% 2.32%

India Lainnya
1.85% 21.58%
Malaysia
3.17% Thailand
South Korea
6.95% 1.65%
ASEAN-4
16.68%
USA Singapore
13.64% 10.50% Philippines
1.36%
Japan
23.20%
China
4.46%

Tahun 2010
Netherlands Australia
Taiwan 2.48% 2.77% Germany
3.15%
1.99%

India Lainnya
6.61% 17.13%
Malaysia Thailand
6.13% 3.01%
South Korea
8.39% ASEAN-4
19.88%
USA Singapore
9.46% 9.15%
China Japan Philippines
10.42% 17.20% 2.12%

Sumber : BPS, CEIC, diolah

Sementara itu impor Indonesia dari Negara-negara ASEAN dalam periode 2000-2010 relatif
tetap, namun apabila dilihat per Negara mengalami perubahan. Pada tahun 2000 impor Indonesia dari
Negara-negara ASEAN mencapai 10,80 persen yang terdiri dari Singapura 12,15 persen, Malaysia
3,62 persen dan Thailand 3,56 persen. Pada tahun 2010 komposisi tersebut berubah menjadi
Singapura 15,94 persen, Malaysia 6,81 persen dan Thailand 5,88 persen. Gambaran selengkapnya
impor Indonesia per negara dan Regional dapat dilihat pada Gambar 4.12.

55
Gambar 5.6 Analisa Impor Indonesia per Negara dan Regional

Perancis Inggris
1.28% 1.79% Tahun 2000
Jerman Malaysia
3.99% 3.62%
Lainnya
24.74%
USA
10.87% Thailand
3.56%
ASEAN-4
10.80% Singapore
Australia
12.15%
5.43%
Philippines
Japan 0.37%
17.30%
India China South Korea
1.68% 6.55% 6.68%

Jerman Perancis Inggris


Tahun 2010
2.37% 1.05% 0.74%
USA
7.40%
Lainnya
17.98%
Malaysia
Australia
6.81%
3.23%

ASEAN-4
India Thailand
10.80% Singapore 5.88%
2.59% China
15.94%
16.05%

Japan
South Korea 13.36% Philippines
6.05% 0.56%

Sumber: BPS, CEIC, diolah

Komparasi Tarif Antarnegara ASEAN Menurut Data GTAP8 (2007)

Data GTAP8 merupakan database yang paling lengkap yang mampu menggambarkan keterkaitan
hubungan perdagangan antarnegara. Data GTAP8 menghimpun aktivitas transaksi perdagangan dari
129 negara di dunia dan 57 jenis komoditas. Walaupun demikian data GTAP8 memiliki tahun
benchmark 2007 (publikasi paling mutakhir pada 5 Maret 2012), relatif tertinggal namun ini data
terlengkap termutakhir yang ada. Data GTAP8 juga mengklasifikasi hanya ke dalam 57 jenis
komoditas, terlalu aggregate dibandingkan dengan klasifikasi HS yang biasa ditemukan dalam data
ekspor-impor suatu negara. Namun dengan berbagai keterbatasan kondisi tersebut data GTAP8 masih
sangat mumpuni untuk landasan analisis yang sifatnya lebih makro yang mampu memberikan
gambaran awal untuk eksplorasi lanjutan yang lebih detail dan terinci.

56
Eksplorasi data GTAP8 menunjukkan bahwa struktur tarif eksisting pada tahun 2007 untuk
berbagai Negara ASEAN yang dipresentasikan dalam Tabel 5.1 sampai dengan Tabel 5.9 sebagai
berikut. Namun untuk membuat tabel ini lebih mudah terlihat dan terakomodasi oleh ruang yang
terbatas, presentasi hanya dilakukan untuk komoditas-komoditas dalam data GTAP8 yang memiliki
tariff efektif 10% ke atas.

Tabel 5.1 Struktur tarif Indonesia menurut Data GTAP8 (2007, dalam %)

Commodity MAL PHIL SING THAI CAMB LAO VIET RSEA


Paddy rice 0.0 0.0 0.0 10.2 0.0 0.0 0.0 0.0
Processed rice 10.5 0.0 11.4 10.4 0.0 0.0 8.0 10.6
Sugar 16.9 18.4 15.1 21.3 0.0 0.0 24.3 15.4
Food products nec 11.0 1.9 6.0 3.3 0.0 0.0 0.8 0.1
Beverages and tobacco products 20.9 4.6 73.0 4.7 0.0 0.0 10.9 73.0
Textiles 1.3 2.5 10.0 0.9 2.5 3.0 1.9 8.5
Wearing apparel 2.1 2.5 14.0 3.8 3.1 0.0 3.4 3.9
Leather products 2.5 2.8 0.0 1.2 4.3 0.0 1.6 10.0
Motor vehicles and parts 3.2 4.8 40.3 4.3 0.0 0.0 3.9 16.3
Manufactures nec 3.8 2.2 10.7 3.3 0.0 0.0 3.6 7.0

Tabel 5.2 Struktur tarif Malaysia menurut Data GTAP8 (2007, dalam %)

Commodity INDO PHIL SING THAI CAMB LAO VIET RSEA


Paddy rice 40.0 0.0 0.0 40.0 40.0 0.0 0.0 0.0
Vegetables, fruit, nuts 2.0 10.8 5.3 2.9 4.3 0.0 1.7 0.0
Crops nec 5.0 139.1 33.4 76.4 0.0 0.0 1.2 0.1
Processed rice 0.0 0.0 0.0 40.0 40.0 0.0 40.0 0.0
Beverages and tobacco products 69.6 84.7 203.9 61.2 15.1 0.0 23.6 225.1
Wearing apparel 0.0 0.0 15.4 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Wood products 0.3 0.2 12.6 0.2 0.0 0.0 0.7 0.0
Paper products, publishing 2.5 2.5 25.0 2.1 3.8 0.0 2.6 2.1
Chemical,rubber,plastic prods 1.1 1.5 12.0 1.1 0.0 0.0 0.9 0.1
Metal products 3.9 1.5 19.5 2.4 3.3 0.0 3.6 2.6
Motor vehicles and parts 0.7 0.4 19.8 0.9 0.0 0.0 0.1 1.0

Tabel 5.3 Struktur tarif Philippines menurut Data GTAP8 (2007, dalam %)

Commodity INDO MAL SING THAI CAMB LAO VIET RSEA


Paddy rice 0.0 0.0 0.0 33.3 0.0 0.0 0.0 0.0
Vegetables, fruit, nuts 4.7 3.0 11.6 5.1 0.0 0.0 0.1 3.0
Meat products nec 10.3 4.7 28.1 0.9 0.0 0.0 10.9 28.1
Processed rice 0.0 50.0 0.0 50.0 0.0 0.0 50.0 0.0
Sugar 3.0 22.2 27.0 22.2 0.0 0.0 0.0 0.0
Wearing apparel 5.0 5.0 14.3 4.9 4.9 0.0 4.9 6.9
Wood products 4.6 4.2 10.2 4.8 0.0 0.0 4.2 4.8
Motor vehicles and parts 4.3 3.0 12.7 4.5 0.0 0.0 1.6 9.9

57
Tabel 5.4 Struktur tarif Singapore menurut Data GTAP8 (2007, dalam %)

Commodity INDO MAL PHIL THAI CAMB LAO VIET RSEA


All commodities 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0

Tabel 5.5 Struktur tarif Thailand menurut Data GTAP8 (2007, dalam %)

Commodity INDO MAL PHIL SING CAMB LAO VIET RSEA


Paddy rice 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 24.0 0.0 0.0
Cereal grains nec 3.8 11.8 4.4 0.0 26.1 24.2 7.8 19.3
Vegetables, fruit, nuts 54.1 53.3 44.2 40.0 35.5 35.5 39.0 39.6
Oil seeds 26.7 24.1 0.0 0.0 21.2 28.5 26.5 29.9
Crops nec 27.2 31.2 21.5 4.7 23.5 19.2 39.4 23.6
Cattle,sheep,goats,horses 4.0 13.8 0.0 7.6 0.0 4.9 0.0 4.8
Animal products nec 27.4 3.8 3.3 9.7 3.3 3.4 5.3 4.9
Forestry 18.5 13.7 0.0 10.7 10.0 15.3 5.5 1.4
Fishing 5.8 19.1 5.8 11.1 10.2 5.0 7.7 5.9
Meat: cattle,sheep,goats,horse 0.0 0.0 18.3 33.2 0.0 0.0 0.0 33.2
Meat products nec 32.0 33.7 29.8 31.0 36.3 0.0 0.0 30.0
Vegetable oils and fats 6.0 17.0 25.9 14.7 4.6 8.3 10.6 22.4
Dairy products 25.4 12.9 14.4 22.5 9.3 0.0 15.0 29.0
Processed rice 0.0 0.0 0.0 0.0 23.2 9.0 9.0 0.0
Sugar 0.0 17.3 0.0 27.4 0.0 0.0 0.0 26.8
Food products nec 8.8 19.9 13.6 5.0 6.8 28.2 11.3 5.2
Beverages and tobacco products 51.3 59.8 59.9 50.1 0.0 28.2 65.7 59.8
Textiles 5.4 7.2 12.1 30.0 13.3 10.7 6.3 8.6
Wearing apparel 39.3 38.0 48.4 40.4 51.2 43.6 26.3 52.1
Leather products 13.5 14.4 12.8 20.7 18.3 22.3 22.4 14.0
Wood products 10.4 6.2 12.2 12.7 8.3 4.3 18.7 12.2
Petroleum, coal products 7.5 9.2 10.9 5.0 0.0 1.0 10.9 3.5
Chemical,rubber,plastic prods 5.5 6.4 9.2 20.0 4.2 11.0 11.7 2.5
Mineral products nec 12.8 11.7 9.7 5.0 26.2 6.0 20.9 15.4
Metal products 12.9 10.9 10.5 14.2 12.9 15.0 13.1 15.0
Motor vehicles and parts 24.1 30.5 30.5 56.7 51.4 42.5 11.6 33.4
Transport equipment nec 5.4 3.7 5.3 8.6 7.2 14.6 8.9 5.4
Manufactures nec 27.7 23.9 14.4 14.4 139.8 16.5 27.7 10.5

Tabel 5.6 Struktur tarif Lao PDR menurut Data GTAP8 (2007, dalam %)

Commodity INDO MAL PHIL SING THAI CAMB VIET RSEA


Vegetables, fruit, nuts 0.0 0.0 0.0 0.0 25.4 0.0 5.1 0.0
Meat products nec 0.0 0.0 0.0 0.0 27.0 0.0 30.0 0.0
Beverages and tobacco products 10.0 37.4 0.0 31.0 7.7 0.0 18.0 0.0
Leather products 0.0 1.0 0.0 13.7 1.4 0.0 1.2 0.0
Motor vehicles and parts 3.0 0.0 0.0 18.6 29.6 0.0 10.1 39.7
Transport equipment nec 0.0 0.0 7.8 10.2 2.9 0.0 2.3 0.0

58
Tabel 5.7 Struktur tarif Cambodia menurut Data GTAP8 (2007, dalam %)

Commodity INDO MAL PHIL SING THAI LAO VIET RSEA


Crops nec 0.0 0.0 14.6 13.3 7.0 0.0 12.5 0.0
Animal products nec 0.0 0.0 7.3 13.5 13.3 0.0 5.9 0.0
Forestry 0.0 0.0 0.0 11.4 6.0 0.0 6.6 0.0
Fishing 0.0 11.0 0.0 0.0 10.7 0.0 11.0 0.0
Minerals nec 13.5 13.8 0.0 10.4 5.1 0.0 5.0 0.0
Meat: cattle,sheep,goats,horse 0.0 20.0 0.0 32.1 10.0 0.0 0.0 0.0
Meat products nec 0.0 18.6 0.0 30.3 19.6 0.0 13.2 0.0
Dairy products 9.4 15.3 0.0 25.0 15.8 0.0 13.3 0.0
Food products nec 7.4 11.2 7.3 22.9 10.2 0.0 14.3 0.0
Beverages and tobacco products 7.1 12.8 21.1 30.5 29.1 0.0 26.2 0.0
Wearing apparel 8.1 7.0 15.9 28.6 6.4 0.0 6.2 0.0
Leather products 6.6 7.6 0.0 17.6 7.8 0.0 7.1 0.0
Wood products 11.0 13.4 10.0 19.8 15.2 0.0 13.8 0.0
Petroleum, coal products 0.0 3.5 15.0 11.5 13.2 0.0 14.7 11.5
Chemical,rubber,plastic prods 10.2 7.1 6.3 10.5 7.7 0.0 4.9 10.5
Mineral products nec 5.2 6.1 0.0 12.1 5.3 0.0 6.4 0.0
Metal products 6.6 7.0 0.0 17.3 8.7 0.0 9.7 0.0
Motor vehicles and parts 12.9 14.0 14.2 32.9 13.5 0.0 12.4 20.9
Transport equipment nec 5.1 10.4 0.0 14.4 9.3 0.0 8.4 0.0
Electronic equipment 0.0 5.2 5.0 20.6 5.5 0.0 5.6 20.6
Machinery and equipment nec 9.8 6.6 6.6 16.8 6.8 0.0 8.5 16.8
Manufactures nec 6.0 9.9 19.1 12.3 8.7 0.0 6.8 0.0

Tabel 5.8 Struktur tarif Vietnam menurut Data GTAP8 (2007, dalam %)

Commodity INDO MAL PHIL SING THAI CAMB LAO RSEA


Vegetables, fruit, nuts 4.9 3.7 5.0 32.1 4.8 3.6 3.2 2.5
Oil seeds 1.5 0.8 0.0 10.8 3.0 0.0 3.9 0.0
Crops nec 9.1 0.9 27.2 14.2 6.6 29.3 11.1 21.3
Fishing 2.8 4.3 0.8 26.2 4.5 0.0 0.0 3.3
Meat: cattle,sheep,goats,horse 0.0 5.0 5.0 19.5 0.0 0.0 0.0 0.0
Meat products nec 0.0 11.9 21.9 26.9 17.9 0.0 0.0 40.4
Vegetable oils and fats 3.4 4.3 0.0 15.0 3.0 0.0 0.0 22.5
Dairy products 5.0 5.0 4.9 20.8 4.6 0.0 0.0 45.0
Sugar 5.0 0.0 0.0 23.3 19.1 0.0 0.0 0.0
Food products nec 4.8 4.5 4.9 25.7 4.6 4.3 1.8 5.1
Beverages and tobacco products 75.7 82.6 53.6 71.3 33.1 9.4 4.6 106.9
Textiles 2.7 2.8 4.5 15.0 2.6 4.9 1.5 4.8
Wearing apparel 5.0 5.0 5.0 47.6 3.6 5.0 0.9 71.5
Leather products 3.7 4.3 4.1 27.4 4.3 2.4 5.0 12.3
Wood products 2.4 3.6 4.7 19.0 4.5 0.0 0.0 0.2
Paper products, publishing 3.0 2.2 3.8 17.8 1.7 1.3 0.0 16.5
Petroleum, coal products 18.1 14.3 6.2 6.3 16.7 0.0 0.0 9.4
Mineral products nec 3.2 2.3 2.5 21.5 4.5 3.8 3.6 3.9
Motor vehicles and parts 13.6 4.1 9.2 64.6 5.2 47.5 47.6 42.8
Transport equipment nec 5.4 4.8 4.3 14.9 9.4 4.1 9.4 22.3
Manufactures nec 4.5 2.7 2.0 10.0 2.7 4.7 5.0 32.0

59
Tabel 5.9 Struktur tarif Rest of South East Asia menurut Data GTAP8 (2007, dalam %)

Commodity INDO MAL PHIL SING THAI CAMB LAO VIET RSEA
Crops nec 0.5 0.1 1.5 40.8 1.8 0.0 0.0 2.3 0.0
Meat: cattle,sheep,goats,horse 8.8 0.0 8.8 16.4 4.8 0.0 0.0 0.0 0.0
Meat products nec 15.0 0.0 0.2 0.5 4.6 0.0 0.0 11.7 0.0
Beverages and tobacco products 186.2 181.8 16.9 126.5 7.0 0.0 0.0 9.8 0.0
Wood products 3.7 4.2 2.7 10.1 7.4 0.0 0.0 7.2 2.4
Motor vehicles and parts 18.2 15.7 13.3 14.1 12.9 10.3 0.0 4.5 10.3

Mengamati komparasi tarif antarnegara ASEAN dalam data GTAP8 tersebut di atas maka
dapat ditemukan beberapa fakta sebagai berikut:

1. Liberalisasi penuh telah terjadi di Singapore, hal ini terlihat dari fakta bahwa semua komoditas
tarif impornya telah nol. Fakta ini setidaknya mengindikasikan dua hal: (1) Singapore ialah negara
yang paling siap untuk melakukan liberalisasi perdagangan internasional. Hal ini mengingat
kenyataan bahwa Singapore memang secara faktual akan mendapatkan manfaat terbesar dari
adanya liberalisasi perdagangan yang melibatkan Singapore. Singapore tidak memiliki sumber
komoditas domestik yang perlu dipertahankan dari serbuan komoditas negara lain. Namun
Singapore lebih banyak menangguk untung (margin) dari aktivitas dagang antarnegara yang
melewati Singapore sebagai internasional hub transportasi dagang antarnegara. (2) Singapore
sudah tidak memiliki sesuatu yang perlu dikorbankan lagi sebagai biaya keterlibatannya dalam
kesepakatan liberalisasi perdagangan karena semua tarif bea masuk ke negaranya telah mencapai
angka nol untuk semua komoditas.
2. Thailand ialah negara anggota ASEAN yang masih memiliki struktur tariff impor yang tinggi dan
beragam. Hal ini mengindikasikan bahwa Thailand masih sangat protektif terhadap pasar
domestiknya. Kondisi ini diikuti oleh dua negara ASEAN lainnya yaitu Cambodia dan Vietnam.
3. Secara bilateral, Cambodia dan Lao PDR pun telah memiliki tarif impor nol. Cambodia
mengenakan tarif nol untuk semua komoditas yang diimpor dari Lao PDR. Begitu pun sebaliknya,
Lao PDR mengenakan tarif nol untuk semua komoditas yang diimpor dari Cambodia.
4. Negara ASEAN sisanya bisa dikategorikan sebagai negara yang moderat dalam struktur tarif
impornya dan Indonesia termasuk yang cukup liberal di antara mereka.

Gambaran komparasi tarif impor antarnegara ASEAN tersebut di atas sangat bermanfaat sebagai data
awal untuk membaca hasil simulasi yang akan disajikan dalam bagian berikutnya.

Hasil Simulasi CGE GTAP8

Untuk melihat dampak liberalisasi perdagangan dalam skema AFTA dilakukan dua simulasi:

60
1. Liberalisasi penuh terjadi di negara-negara ASEAN5 (Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore
dan Thailand); dan
2. Liberalisasi penuh terjadi di seluruh negara ASEAN.

Hasil dua simulasi tersebut dengan Model CGE GTAP disajikan dalam beberapa tabel yang
merepresentasikan berbagai aspek, yaitu:

1. Dampak terhadap arus perdagangan agregat (nasional), yang terdiri atas persentase perubahan
nilai ekspor dan impor, nominal perubahan neraca perdagangan (trade balance), dan persentase
perubahan term of trade.10
2. Dampak terhadap PDB dan investasi, yang terdiri atas persentase perubahan GDP baik dalam
besaran nominal atau pun harga, nominal perubahan pada equivalent variation,11 dan persentase
perubahan investasi.
3. Dampak terhadap kesejahteraan rumah tangga yang direpresentasikan oleh persentase perubahan
pendapatan faktor, persentase perubahan pendapatan rumah tangga dan persentase perubahan
tingkat harga konsumsi.
4. Dampak terhadap rasio pendapatan faktor terhadap inflasi yang didetailkan ke dalam persentase
perubahan tanah, tenaga kerja tidak terampil (unskill labour), tenaga kerja terampil (skill labour),
modal, dan sumber daya alam (natural resources).
5. Dampak terhadap ekspor dan impor sektoral dalam persentase perubahan.

Dari Tabel 5.10 terlihat bahwa hasil simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5 dan di
keseluruhan ASEAN menunjukkan bahwa memiliki dampak positif terhadap peningkatan volume
perdagangan Indonesia, baik ekspor maupun impor mengalami kenaikan. Namun demikian
persentase perubahan kenaikan impor lebih tinggi daripada persentase perubahan kenaikan ekspor.
Hal ini mengakibatkan dampak negatif dalam neraca perdagangan (trade balance) Indonesia. Selain
itu, simulasi liberalisasi di ASEAN5 dan ASEAN mengakibatkan penurunan term of trade Indonesia.

Sebagaimana diduga sebelumnya dalam pembahasan kondisi komparatif tarif impor


antarnegara di ASEAN, Singapore menangguk keuntungan yang paling maksimal dari perjanjian
liberalisasi perdagangan yang akan terjadi. Hal ini mengingat Singapore telah memiliki tariff nol
untuk semua komoditas, artinya tidak ada biaya pengorbanan lagi yang dilakukan oleh Singapore
dalam proses liberalisasi. Hasil simulasi mendukung argumentasi ini. Singapore mengalami dampak
positif yang ditunjukkan dengan peningkatan volume perdagangan baik ekspor dan impor,
peningkatan neraca perdagangan dan bahkan term of trade-nya.

10
Terms of trade (TOT) ialah (harga barang ekspor/harga barang impor) atau dengan kata lain peningkatan
TOT suatu negara (kenaikan rasio) mengindikasikan sesuatu yang baik dalam pengertian bahwa Negara
tersebut mampu membeli barang impor lebih banyak untuk tingkat ekspor tertentu.
11
Equivalent variation ialah sejumlah tambahan pendapatan yang diperlukan untuk mempertahankan level
utilitas tertentu ketika terjadi perubahan ekonomi.

61
Tabel 5.10 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN terhadap Arus Perdagangan
Value of imports at
Value of exports Trade balance X-M Term of Trade
world price
(%-change) (%-change) (US$ mill-change) (%-change)
ASEAN5 ASEAN ASEAN5 ASEAN ASEAN5 ASEAN ASEAN5 ASEAN
Indonesia 0.947 1.046 1.410 1.550 -292.5 -314.6 -0.012 -0.007
Malaysia 0.581 0.660 1.050 1.160 -400.0 -405.0 0.045 0.060
Philippines 0.587 0.604 0.988 1.000 -225.6 -220.5 0.049 0.047
Singapore 1.034 1.199 1.062 1.252 471.9 510.6 0.825 0.880
Thailand 0.706 1.021 1.359 1.778 -762.7 -824.1 0.013 0.101
Cambodia -0.003 1.600 -0.011 3.759 0.5 -137.8 -0.032 -0.245
LaoPDR -0.131 1.560 -0.162 3.379 0.7 -32.7 -0.144 0.293
Vietnam -0.036 0.817 -0.069 1.285 24.9 -381.2 -0.132 -0.031
SEAsia -0.032 0.460 -0.074 1.152 1.9 -35.6 -0.085 -0.076
India -0.053 -0.057 -0.049 -0.058 19.9 34.3 -0.049 -0.063
Japan -0.038 -0.033 -0.112 -0.125 490.4 622.7 -0.072 -0.087
EU_25 -0.009 -0.008 -0.013 -0.015 222.2 444.4 -0.008 -0.011
Oceania -0.046 -0.050 -0.064 -0.078 41.7 64.1 -0.037 -0.047
EastAsia -0.039 -0.063 -0.045 -0.073 -52.9 -75.5 -0.030 -0.042
SouthAsia -0.006 0.001 -0.019 -0.023 12.6 19.2 -0.030 -0.041
NAmerica -0.010 -0.007 -0.019 -0.023 339.8 513.8 -0.011 -0.014
LatinAmer -0.007 -0.004 -0.013 -0.015 26.8 55.5 -0.005 -0.006
MENA 0.000 0.008 -0.001 0.005 3.6 8.7 0.004 0.016
SSA -0.008 -0.003 -0.013 -0.010 13.8 21.1 -0.007 -0.001
RestofWorld -0.007 -0.001 -0.012 -0.009 63.0 132.6 0.005 0.015
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8

Secara garis besar, hasil simulasi tersebut di atas mengindikasikan perlunya Indonesia tetap
selektif didalam melakukan liberalisasi tarif perdagangan internasionalnya. Dengan membuka
liberalisasi seluas-luasnya untuk komoditas yang Indonesia memiliki keunggulan nilai tukar dagang
(term of trade) dengan negara lain di ASEAN dan tetap protektif terhadap komoditas yang kurang
unggul, atau komoditas yang sangat dibutuhkan dalam pasar domestik tetapi memiliki daya saing
yang relatif rendah dibanding dengan komoditas yang sama yang diproduksi oleh Negara ASEAN
lainnya. Namun demikian, informasi terkait hal ini perlu dielaborasi secara detail dan komprehensif
untuk setiap produk/komoditasnya.

Tabel 5.11 menyajikan dampak liberalisasi penuh terhadap PDB dan investasi. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa liberalisasi mampu meningkatkan PDB Indonesia, walaupun angka persentase
kenaikannya jauh lebih kecil dibanding negara-negara ASEAN5 lainnya selain Philippines baik
untuk simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5 maupun di ASEAN keseluruhannya. Sementara itu
hasil simulasi dampak terhadap investasi menunjukkan bahwa dampak persentase perubahan
investasi di Indonesia walaupun positif (mengalami kenaikan), namun besarannya terkecil dibanding
negara ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi penuh di level ASEAN5 dan terkecil dibanding negara

62
ASEAN lainnya ketika liberalisasi terjadi di level ASEAN secara keseluruhan. Hal ini
mengindikasikan bahwa Indonesia secara global mendapat manfaat terkecil atas liberalisasi yang
terjadi baik di ASEAN5 maupun di ASEAN secara keseluruhan. Hasil ini memerlukan elaborasi
lanjut untuk mengetahui faktor-faktor penyebabnya.

Tabel 5.11 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN terhadap PDB dan Investasi

Change in value of Change in GDP price Equivalent Investment levels to


GDP index Variation endowment stock
(%-change) (%-change) (US$ mill-change) (%-change)
ASEAN5 ASEAN ASEAN5 ASEAN ASEAN5 ASEAN ASEAN5 ASEAN
Indonesia 0.086 0.103 0.028 0.041 258.8 279.1 0.379 0.403
Malaysia 0.204 0.241 -0.013 0.012 634.2 685.4 1.742 1.840
Philippines 0.080 0.108 0.030 0.059 114.8 110.4 1.177 1.162
Singapore 1.809 1.936 1.791 1.917 1572.5 1680.4 1.841 1.955
Thailand 0.340 0.530 0.092 0.235 702.7 960.6 1.729 2.007
Cambodia -0.034 -1.531 -0.025 -1.861 -2.5 8.0 -0.048 8.406
LaoPDR -0.195 0.366 -0.189 0.238 -2.6 9.5 -0.077 2.494
Vietnam -0.258 -0.233 -0.253 -0.359 -81.5 44.8 -0.155 1.443
SEAsia -0.043 -0.254 -0.041 -0.477 -8.7 78.5 -0.137 0.873
India -0.031 -0.043 -0.025 -0.036 -206.4 -257.4 -0.020 -0.027
Japan -0.075 -0.086 -0.072 -0.083 -615.1 -742.3 -0.064 -0.079
EU_25 -0.006 -0.009 -0.006 -0.008 -529.7 -725.3 -0.008 -0.014
Oceania -0.038 -0.046 -0.036 -0.043 -95.7 -122.7 -0.022 -0.033
EastAsia -0.029 -0.042 -0.026 -0.039 -586.7 -846.0 -0.015 -0.022
SouthAsia -0.019 -0.028 -0.017 -0.025 -28.6 -38.7 -0.018 -0.027
NAmerica -0.010 -0.013 -0.010 -0.013 -309.7 -425.3 -0.010 -0.015
LatinAmer -0.007 -0.009 -0.007 -0.009 -21.6 -27.2 -0.006 -0.011
MENA 0.007 0.018 0.008 0.018 14.4 47.1 0.002 0.005
SSA -0.006 -0.002 -0.005 -0.001 -24.1 -2.4 -0.010 -0.012
RestofWorld 0.001 0.007 0.001 0.008 95.3 287.2 -0.004 -0.005
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8

Sementara itu, hasil simulasi dampak terhadap kesejahteraan sebagaimana dalam tabel 5.12
menunjukkan hasil yang positif. Walaupun terdapat tendensi kenaikan harga-harga barang konsumsi
namun baik pendapatan faktor (tenaga kerja dan modal) maupun pendapatan rumah tangga
(household income) mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan
mengakibatkan kenaikan kesejahteraan rumah tangga. Namun lagi-lagi dampak terhadap Indonesia
relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan negara ASEAN5 lainnya. Benefit tambahan
kesejahteraan bisa merupakan bentuk kombinasi atas tiga komponen: penurunan harga komoditas
konsumsi, kenaikan pendapatan faktor, dan kenaikan pendapatan rumah tangga. Malaysia merupakan
contoh kasus yang mendapat tiga benefit tersebut sekaligus baik dalam simulasi liberalisasi ASEAN5
maupun ASEAN. Namun beberapa negara lain hanya mendapatkan kombinasi atas dua atau bahkan
satu dari tiga komponen benefit tersebut.

63
Tabel 5.12 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN terhadap Kesejahteraan

factor income at market household price index for private


prices net of depr. income consumption exp
(%-change) (%-change) (%-change)
ASEAN5 ASEAN ASEAN5 ASEAN ASEAN5 ASEAN
Indonesia 0.296 0.321 0.095 0.110 0.018 0.018
Malaysia 0.678 0.737 0.255 0.294 -0.199 -0.208
Philippines 0.352 0.381 0.097 0.125 -0.022 0.014
Singapore 2.021 2.163 1.944 2.080 0.980 1.051
Thailand 0.980 1.198 0.420 0.629 0.136 0.214
Cambodia -0.039 3.212 -0.040 -1.534 -0.007 -1.794
LaoPDR -0.197 2.385 -0.202 0.435 -0.141 0.376
Vietnam -0.345 1.084 -0.283 -0.237 -0.174 -0.393
SEAsia -0.050 0.164 -0.048 -0.240 -0.020 -0.655
India -0.033 -0.047 -0.033 -0.046 -0.017 -0.025
Japan -0.081 -0.094 -0.078 -0.090 -0.060 -0.068
EU_25 -0.007 -0.011 -0.007 -0.010 -0.002 -0.003
Oceania -0.040 -0.049 -0.040 -0.048 -0.028 -0.032
EastAsia -0.030 -0.045 -0.030 -0.045 -0.016 -0.025
SouthAsia -0.020 -0.030 -0.020 -0.030 -0.008 -0.013
NAmerica -0.010 -0.014 -0.010 -0.013 -0.008 -0.010
LatinAmer -0.007 -0.009 -0.007 -0.009 -0.006 -0.007
MENA 0.009 0.021 0.008 0.020 0.007 0.013
SSA -0.007 -0.002 -0.006 -0.001 -0.002 0.000
RestofWorld 0.002 0.008 0.001 0.007 0.000 0.003
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8

Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land),
tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan sumber
daya alam (NatRes) disajikan dalam tabel 5.13. Dari tabel terlihat hanya tiga komponen yang
dampaknya positif bagi Indonesia, yaitu tenaga kerja baik terdidik atau pun tidak terdidik dan modal.
Sementara dampak terhadap pendapatan dari faktor produksi tanah dan sumber daya alam negatif.

Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan menurunkan return pendapatan dari
tanah dan dari sumber daya alam. Kemungkinannya ialah untuk barang-barang komoditas Indonesia
yang dominan faktor tanah dan sumber daya alamnya mengalami penurunan daya saing sehingga
kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari negara-negara mitra dagang Indonesia. Untuk
memastikannya perlu penelusuran ke informasi yang lebih detail terhadap komoditas primer
(pertanian dan pertambangan) di Indonesia dan negara mitra yang memiliki komoditas sejenis.

64
Tabel 5.13 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN terhadap Rasio Pendapatan Faktor/Inflasi

Land UnSkLab SkLab Capital NatRes


(%-change) (%-change) (%-change) (%-change) (%-change)
ASEAN5 ASEAN ASEAN5 ASEAN ASEAN5 ASEAN ASEAN5 ASEAN ASEAN5 ASEAN
Indonesia -0.217 -0.556 0.317 0.361 0.299 0.350 0.306 0.359 -0.431 -0.471
Malaysia 0.274 0.097 0.818 0.880 0.750 0.811 0.876 0.958 -0.532 -0.535
Philippines -2.562 -2.280 0.395 0.386 0.371 0.349 0.484 0.459 0.066 0.039
Singapore 2.790 8.637 0.936 1.003 0.764 0.816 0.887 0.942 -1.144 -0.696
Thailand 3.437 2.774 0.645 0.776 0.513 0.641 0.619 0.762 -1.124 -0.759
Cambodia -0.160 4.295 -0.014 4.584 -0.008 4.585 0.000 4.973 -0.111 -5.355
LaoPDR 0.064 2.234 -0.062 1.591 0.002 1.699 -0.060 1.580 -0.532 2.128
Vietnam -1.769 0.143 -0.099 1.474 -0.038 1.359 -0.017 1.518 0.806 0.158
SEAsia 0.070 0.714 -0.041 0.793 -0.039 0.844 -0.050 0.767 0.069 0.720
India -0.061 -0.096 -0.012 -0.016 -0.007 -0.008 -0.011 -0.014 0.048 0.095
Japan 0.078 0.089 -0.016 -0.020 -0.017 -0.022 -0.017 -0.021 0.027 0.017
EU_25 -0.005 0.008 -0.008 -0.010 -0.006 -0.008 -0.004 -0.006 0.025 0.064
Oceania -0.014 -0.025 -0.015 -0.021 -0.013 -0.019 -0.011 -0.015 0.128 0.213
EastAsia -0.017 -0.042 -0.013 -0.018 -0.012 -0.016 -0.012 -0.015 -0.006 -0.014
SouthAsia -0.006 -0.021 -0.010 -0.014 -0.012 -0.016 -0.011 -0.014 -0.055 -0.050
NAmerica -0.024 -0.022 -0.003 -0.005 -0.002 -0.003 -0.003 -0.004 0.051 0.104
LatinAmer -0.031 -0.036 -0.003 -0.005 -0.001 -0.002 -0.002 -0.004 0.063 0.120
MENA -0.001 -0.014 -0.003 -0.005 -0.001 0.000 -0.002 -0.001 0.030 0.083
SSA -0.088 -0.085 -0.011 -0.013 -0.004 -0.005 -0.005 -0.005 0.070 0.120
RestofWorld -0.030 -0.031 -0.005 -0.008 -0.002 -0.003 -0.002 -0.003 0.075 0.151
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8

Tabel 5.14 dan 5.15 akan merinci dampak ekspor dan impor sektoral untuk industri/komoditas
dalam perekonomian Indonesia sebagai akibat liberalisasi di level ASEAN5. Sementara table 5.16
dan 5.17 akan menyajikan hasil simulasi dampak jika liberalisasi diperluas ke level ASEAN. Namun
karena keterbatasan tempat penyajian dan untuk mempermudah analisis hanya akan disajikan untuk
industri/komoditas untuk urutan 10 sektor yang mengalami dampak positif terbesar dan 10 sektor
yang mengalami dampak negatif terbesar bagi Indonesia baik di sisi ekspor maupun impor.
Sementara hasil simulasi untuk negara lain digunakan sebagai pembanding. Walaupun tidak
mewakili keseluruhan cerita tapi setidaknya telah menyajikan gambaran terhadap hal-hal yang
membutuhkan perhatian. Dari kondisi ini bisa ditarik benang merah kebijakan pendukung yang
dibutuhkan.

Dari Tabel 5.14 misalnya dapat kita lihat bahwa liberalisasi perdagangan di ASEAN5
mengakibatkan ekspor paddy rice, motor vehicles and parts, sugar cane, sugar beet, dan beverages
and tobacco products meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti
oleh peringkat berikutnya yaitu untuk peringkat ke-6 sampai dengan ke-10 dengan nilai kenaikan di
bawah 10% untuk komoditas diary products, metal products, cereal grains nec., transport

65
equiptment nec., crops nec., dan oil seeds. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Indonesia mendapat
manfaat dengan kenaikan ekspor beberapa komoditas yang cukup tinggi, sementara hanya beberapa
komoditas yang mengalami penurunan ekspor dan itu pun dalam persentasi kenaikan yang relatif
rendah.

Tabel 5.14 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN5 terhadap Ekspor Sektoral (% change)
INA MAL PHI SIN THA CAM LAO VIE SEA
Paddy rice 29.16 21.39 15.02 -12.35 -11.09 -48.59 2.05 14.21 0.46
Motor vehicles and parts 15.56 6.45 23.61 47.83 4.93 -0.60 -4.48 -0.57 -0.35
Sugar cane, sugar beet 11.63 -9.77 5.45 -7.19 -16.98 -1.84 0.89 4.77 -0.07
Beverages and tobacco products 10.02 10.66 39.86 20.26 2.26 -0.40 -0.01 -1.78 -2.27
Dairy products 9.46 2.40 4.48 -1.39 0.25 -0.98 1.28 1.91 -0.08
Metal products 5.67 7.14 3.30 32.54 -0.01 -0.03 -2.57 -0.15 -2.61
Cereal grains nec 4.66 0.04 2.74 -2.59 -1.72 0.56 0.62 1.56 0.39
Transport equipment nec 3.72 -0.07 -1.71 -3.75 2.44 -0.29 0.05 0.33 0.18
Crops nec 3.65 4.24 24.40 3.19 4.75 -0.43 0.20 1.39 -3.72
Oil seeds 3.35 0.20 2.99 6.23 -2.29 0.03 0.30 1.44 -0.07
PubAdmin/Defence/Health/Educat -0.79 -1.56 -1.05 -5.25 -2.00 0.03 0.60 0.56 0.16
Recreation and other services -0.79 -1.29 -0.95 -3.40 -1.03 0.06 0.79 0.59 0.18
Wheat -0.80 1.80 1.57 -6.99 -3.80 0.06 -0.11 0.76 0.10
Water -0.84 -2.26 -1.66 -7.89 -2.96 0.06 1.32 0.99 0.35
Wood products -0.92 -0.48 -0.29 13.77 -0.07 0.01 -2.69 0.46 -0.88
Insurance -1.01 -1.87 -1.37 -4.08 -2.50 0.05 0.74 0.47 0.22
Communication -1.03 -2.02 -1.13 -6.59 -2.42 0.08 0.68 0.63 0.27
Financial services nec -1.07 -2.08 -1.26 -3.73 -2.40 0.04 0.77 0.68 0.24
Gas manufacture, distribution -1.25 -2.75 -1.30 -0.89 -3.17 -0.14 1.47 1.00 0.39
Meat products nec -1.32 0.05 5.57 19.74 -5.37 0.29 1.29 2.74 0.16
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8

Sementara itu, Tabel 5.15 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di
ASEAN5 terhadap impor sektoral/komoditas. Dari tabel dapat terlihat bahwa Indonesia mengalami
kenaikan yang cukup signifikan untuk impor beverages and tobacco products, sugar, processed rice,
metal products, dan motor vehicles and parts. Selain itu, ada yang menonjol dari penurunan impor
yaitu untuk komoditas sugar cane, sugar beet yang turun sampai dengan 11,93%.

Dengan membandingkan Tabel 5.14 dengan Tabel 5.15 dapat diketahui bahwa: (1) liberalisasi
perdagangan di level ASEAN5 memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar cane,
sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor 10.02% tetapi juga mengalami penurunan
impor yang sangat signifikan, yaitu sebesar 11.93%. Kondisi yang sama dialami oleh komoditas oil
seeds, dan paddy rice dengan magnitude perubahan yang lebih kecil. Kondisi ini secara tidak
langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan
negara lain. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor dengan

66
persentase kenaikan ekspor lebih besar dibandingkan dengan persentasi kenaikan impor, yaitu:
beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products.

Tabel 5.15 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN5 terhadap Impor Sektoral (% change)
INA MAL PHI SIN THA CAM LAO VIE SEA
Beverages and tobacco products 8.85 8.97 0.76 1.02 12.24 0.03 -0.34 -0.22 0.01
Sugar 8.46 0.62 34.36 4.00 5.66 -1.00 -0.22 -2.04 -2.34
Processed rice 6.58 18.08 13.51 1.07 4.33 -3.44 -2.21 -4.48 -2.85
Metal products 4.89 6.05 2.23 4.14 4.02 -0.20 -0.18 -0.09 -0.09
Motor vehicles and parts 4.74 1.92 4.75 3.71 4.99 0.19 -0.03 -0.15 0.05
Food products nec 3.58 1.24 1.63 2.05 1.88 -0.03 -0.42 -0.10 -0.27
Chemical,rubber,plastic prods 3.51 3.85 0.63 4.90 3.43 0.04 0.02 -0.15 -0.07
Manufactures nec 3.06 3.22 1.34 1.03 3.16 -0.10 -0.35 -0.05 -0.37
Mineral products nec 2.43 0.93 1.92 2.43 3.61 -0.15 -0.40 -0.37 -0.38
Wood products 2.20 1.18 2.91 2.74 3.94 -0.16 -0.73 -0.05 -0.81
Paddy rice -0.04 69.09 -3.91 0.79 9.27 4.73 -5.72 -9.63 4.15
Cereal grains nec -0.06 0.54 0.46 0.73 0.84 -1.08 -0.91 -0.30 -0.32
Air transport -0.07 0.08 -0.04 0.39 0.32 -0.01 -0.22 -0.02 -0.06
Wool, silk-worm cocoons -0.07 1.88 -0.19 0.72 5.34 0.08 0.41 -1.57 -0.09
Sea transport -0.08 0.68 0.19 -0.48 -0.05 0.00 -0.22 -0.03 -0.08
Oil seeds -0.15 0.46 -0.75 0.78 -0.21 -1.28 -0.82 0.17 -0.07
Gas -0.16 0.55 1.91 1.00 -0.10 -0.02 16.35 0.80 -0.19
Coal -0.19 0.46 0.33 1.13 0.36 -0.03 0.02 -0.40 -1.37
Oil -0.64 1.63 0.17 2.41 -0.27 0.02 0.71 -0.01 -0.28
Sugar cane, sugar beet -11.93 4.31 -2.72 1.25 3.94 0.88 -0.51 -2.53 -1.48
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8

Tabel 5.16 dan Tabel 5.17 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara
penuh di level ASEAN. Hasilnya menunjukkan pola yang hampir sama dengan hasil simulasi
dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 sebagaimana disajikan dalam Tabel 5.14 dan
Tabel 5.15 di atas. Perbedaan yang menonjol yang perlu dicatat ialah bahwa terjadi peningkatan yang
signifikan dari impor processed rice dari adanya perluasan liberalisasi perdagangan dari level
ASEAN5 menjadi keseluruhan ASEAN, yaitu dari 6,58% menjadi 17,33%. Hal yang menarik
lainnya ialah kenaikan besaran ekspor dan sekaligus penurunan besaran impor untuk komoditas sugar
cane, sugar beet, dan paddy rice yang lebih besar persentasenya dengan adanya perluasan level
liberalisasi perdagangan dari ASEAN5 ke keseluruhan ASEAN.

Beberapa hal tersebut di atas merupakan temuan yang menarik atas hasil simulasi dampak
liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 dan keseluruhan ASEAN jika dilihat dari sisi
sektoral/komoditas yang diperdagangkan antarnegara utama diantara negara-negara di kawasan
ASEAN.

67
Tabel 5.16 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN terhadap Ekspor Sektoral (% change)
INA MAL PHI SIN THA CAM LAO VIE SEA
Paddy rice 25.18 32.85 13.04 -19.22 -9.97 45.44 -20.50 -0.44 0.22
Motor vehicles and parts 18.25 6.79 24.22 51.88 5.78 22.46 192.49 3.46 4.96
Sugar cane, sugar beet 12.11 -9.94 4.92 -11.88 -17.35 10.13 -5.67 1.80 3.58
Beverages and tobacco products 10.62 24.60 41.99 36.97 4.29 3.45 -4.49 6.32 15.88
Dairy products 9.88 4.02 5.30 3.06 3.49 34.27 -11.36 2.20 7.18
Metal products 6.22 7.40 3.37 33.00 0.60 25.48 37.11 3.54 17.58
Cereal grains nec 4.74 -0.36 0.90 -4.46 -1.20 27.58 13.59 -0.23 1.72
Crops nec 4.44 4.11 27.53 11.39 5.68 70.45 -2.79 -0.29 9.24
Oil seeds 3.89 0.09 2.57 4.03 2.94 42.09 30.28 11.50 1.77
Transport equipment nec 3.87 0.02 -1.85 -3.80 10.17 27.93 72.40 5.83 2.22
Business services nec -0.87 -1.68 -1.18 -5.34 -2.42 -1.18 -5.10 -1.87 0.22
Recreation and other services -0.93 -1.45 -1.01 -3.64 -1.58 -2.80 15.53 -1.95 1.09
PubAdmin/Defence/Health/Educat -0.94 -1.74 -1.12 -5.62 -2.71 -1.01 -1.10 -1.47 0.30
Water -1.06 -2.53 -1.73 -8.43 -4.03 10.88 -3.60 -3.13 0.06
Wood products -1.07 -0.58 -0.31 15.90 0.89 -8.32 -1.65 -1.05 7.73
Insurance -1.17 -2.07 -1.42 -4.37 -3.28 -1.65 -5.86 -1.53 -0.04
Communication -1.20 -2.22 -1.17 -7.03 -3.18 -9.22 -4.08 -2.24 -0.17
Financial services nec -1.25 -2.31 -1.31 -4.00 -3.17 -3.30 -6.41 -2.69 -0.16
Gas manufacture, distribution -1.45 -3.02 -1.36 -1.04 -4.23 -0.07 -5.17 -3.78 -0.15
Meat products nec -1.50 0.02 7.16 21.81 -5.15 -4.42 -14.18 -0.53 8.95
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8

Tabel 5.17 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN terhadap Impor Sektoral (% change)
INA MAL PHI SIN THA CAM LAO VIE SEA
Processed rice 17.33 28.08 12.21 1.43 6.30 14.86 10.56 7.73 -2.57
Beverages and tobacco products 9.11 9.11 0.81 1.16 12.90 3.53 9.23 9.26 19.96
Sugar 8.52 0.68 34.33 4.34 6.21 3.03 0.81 22.33 -3.39
Coal 8.09 0.50 0.34 1.21 0.64 1.92 8.58 0.73 0.89
Metal products 5.08 6.39 2.23 4.43 4.64 5.92 2.66 1.11 -0.53
Motor vehicles and parts 4.81 2.01 4.81 4.00 5.57 6.28 4.18 1.34 4.78
Food products nec 3.64 1.25 1.69 2.53 2.39 13.60 6.74 2.31 6.09
Chemical,rubber,plastic prods 3.56 3.92 0.67 4.96 3.63 3.51 1.16 0.61 0.79
Manufactures nec 3.14 3.38 1.39 1.16 3.96 2.49 4.87 0.94 4.80
Mineral products nec 2.54 1.09 1.95 2.59 4.53 9.09 3.27 3.96 1.21
Gas -0.03 1.07 2.23 1.08 0.63 -9.63 -47.87 -68.95 1.07
Sea transport -0.04 0.87 0.22 -0.49 -0.12 -5.01 0.50 -0.87 -0.24
Animal products nec -0.04 1.65 -0.18 0.69 0.81 5.05 9.31 -0.08 0.45
Raw milk -0.10 0.87 -1.75 0.64 2.47 -2.92 -0.85 -0.12 -0.14
Cereal grains nec -0.11 0.44 0.60 1.34 13.83 0.85 3.51 -0.02 -0.93
Wool, silk-worm cocoons -0.17 1.93 -0.19 0.82 5.08 0.54 -2.43 0.02 0.14
Oil seeds -0.21 0.69 -0.73 1.43 1.09 12.43 12.73 1.61 -0.55
Oil -0.66 4.38 0.20 3.06 1.32 -10.45 -1.64 0.20 -0.58
Paddy rice -2.42 90.77 -2.99 1.70 14.36 22.36 25.85 1.07 6.43
Sugar cane, sugar beet -12.24 4.07 -2.47 2.21 3.88 -5.60 2.48 -2.73 -4.02
Sumber: Hasil Simulasi CGE GTAP8

68
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Dari berbagai uraian tersebut di atas, baik yang berupa analisis deskriptif terhadap data
perkembangan ekspor-impor Indonesia, komposisi dan struktur tarif impor negara-negara di ASEAN,
dan simulasi dampak liberalisasi perdagangan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:

1. Liberalisasi perdagangan di negara-negara ASEAN yang dimulai sejak tahun 2003 mampu
meningkatkan volume perdagangan Indonesia yang ditunjukkan dengan peningkatan yang lebih
dari dua kali lipat baik volume ekspor atau pun impor untuk periode 2003–2010.
2. Secara global kinerja neraca perdagangan Indonesia-ASEAN menunjukkan penurunan. Hal ini
ditunjukkan dengan trade balance yang turun drastis, bahkan mengarah ke defisit semenjak
tahun 2005.
3. Proporsi berdasarkan negara tujuan ekspor Indonesia pun mengalami pergeseran. Proporsi
ekspor Indonesia ke negara ASEAN4 mengalami peningkatan dari 16.68% menjadi 19.88%.
Proporsi ekspor Indonesia ke negara lain yang mengalami peningkatan yang signifikan juga
adalah China, India dan South Korea yaitu secara berurutan dari 4,46%, 6,98%, dan 1,83% di
tahun 2000 menjadi 10,42%, 8,39%, dan 6,61%.
4. Komparasi tarif antarnegara ASEAN dalam data GTAP8 dapat ditemukan beberapa fakta
sebagai berikut: (1) Liberalisasi penuh telah terjadi di Singapore, hal ini terlihat dari fakta bahwa
semua komoditas tarif impornya telah nol. (2) Thailand ialah negara anggota ASEAN yang
masih memiliki struktur tariff impor yang tinggi dan beragam. Hal ini mengindikasikan bahwa
Thailand masih sangat protektif terhadap pasar domestiknya. Kondisi ini diikuti oleh dua negara
ASEAN lainnya yaitu Cambodia dan Vietnam. (3) Secara bilateral, Cambodia dan Lao PDR
pun telah memiliki tarif impor nol. Cambodia mengenakan tarif nol untuk semua komoditas
yang diimpor dari Lao PDR. Begitu pun sebaliknya, Lao PDR mengenakan tarif nol untuk
semua komoditas yang diimpor dari Cambodia. (4) Negara ASEAN sisanya bisa dikategorikan
sebagai negara yang moderat dalam struktur tarif impornya dan Indonesia termasuk yang cukup
liberal di antara mereka.
5. Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 dan keseluruhan ASEAN
menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Liberalisasi penuh di ASEAN5 dan di keseluruhan ASEAN memiliki dampak positif
terhadap peningkatan volume perdagangan Indonesia, baik ekspor maupun impor mengalami
kenaikan. Namun demikian persentase perubahan kenaikan impor lebih tinggi daripada
persentase perubahan kenaikan ekspor. Hal ini mengakibatkan dampak negatif dalam neraca
perdagangan (trade balance) Indonesia. Selain itu, simulasi liberalisasi di ASEAN5 dan
ASEAN mengakibatkan penurunan term of trade Indonesia.

69
b. Hasil simulasi tersebut mengindikasikan perlunya Indonesia tetap selektif didalam
melakukan liberalisasi tarif perdagangan internasionalnya. Dengan membuka liberalisasi
seluas-luasnya untuk komoditas yang Indonesia memiliki keunggulan nilai tukar dagang
(term of trade) dengan negara lain di ASEAN dan tetap protektif terhadap komoditas yang
kurang unggul, atau komoditas yang sangat dibutuhkan dalam pasar domestik tetapi memiliki
daya saing yang relatif rendah dibanding dengan komoditas yang sama yang diproduksi oleh
Negara ASEAN lainnya.
c. Liberalisasi mampu meningkatkan PDB Indonesia, walaupun angka persentase kenaikannya
jauh lebih kecil dibanding negara-negara ASEAN5 lainnya selain Philippines baik untuk
simulasi liberalisasi penuh di ASEAN5 maupun di ASEAN keseluruhannya. Sementara itu
hasil simulasi dampak terhadap investasi menunjukkan bahwa dampak persentase perubahan
investasi di Indonesia walaupun positif (mengalami kenaikan), namun besarannya terkecil
dibanding negara ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi penuh di level ASEAN5 dan terkecil
dibanding negara ASEAN lainnya ketika liberalisasi terjadi di level ASEAN secara
keseluruhan. Hal ini mengindikasikan bahwa Indonesia secara global mendapat manfaat
terkecil atas liberalisasi yang terjadi baik di ASEAN5 maupun di ASEAN secara
keseluruhan.
d. Walaupun terdapat tendensi kenaikan harga-harga barang konsumsi namun baik pendapatan
faktor (tenaga kerja dan modal) maupun pendapatan rumah tangga (household income)
mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan
mengakibatkan kenaikan kesejahteraan rumah tangga. Namun lagi-lagi dampak terhadap
Indonesia relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan negara ASEAN5 lainnya. Benefit
tambahan kesejahteraan bisa merupakan bentuk kombinasi atas tiga komponen: penurunan
harga komoditas konsumsi, kenaikan pendapatan faktor, dan kenaikan pendapatan rumah
tangga. Malaysia merupakan contoh kasus yang mendapat tiga benefit tersebut sekaligus baik
dalam simulasi liberalisasi ASEAN5 maupun ASEAN. Namun beberapa negara lain hanya
mendapatkan kombinasi atas dua atau bahkan satu dari tiga komponen benefit tersebut.
e. Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land),
tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan
sumber daya alam (NatRes), hanya tiga komponen yang dampaknya positif bagi Indonesia,
yaitu tenaga kerja terdidik, tenaga kerja tidak terdidik, dan modal. Sementara berdampak
negatif terhadap pendapatan dari faktor produksi tanah dan sumber daya alam.
f. Liberalisasi perdagangan di ASEAN5 mengakibatkan ekspor paddy rice, motor vehicles and
parts, sugar cane, sugar beet, dan beverages and tobacco products meningkat signifikan –
dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti oleh peringkat berikutnya yaitu untuk
peringkat ke-6 sampai dengan ke-10 dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas
diary products, metal products, cereal grains nec., transport equiptment nec., crops nec., dan

70
oil seeds. Namun mengalami kenaikan yang cukup signifikan untuk impor beverages and
tobacco products, sugar, processed rice, metal products, dan motor vehicles and parts.
Selain itu, ada yang menonjol dari penurunan impor yaitu untuk komoditas sugar cane, sugar
beet yang turun sampai dengan 11,93%.
g. Liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 memberikan dampak yang sangat baik bagi
komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor 10.02%
tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan, yaitu sebesar 11.93%.
Kondisi yang sama dialami oleh komoditas oil seeds, dan paddy rice dengan magnitude
perubahan yang lebih kecil. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa
komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara lain. Beberapa
komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor dengan persentase
kenaikan ekspor lebih besar dibandingkan dengan persentasi kenaikan impor, yaitu:
beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products.
h. Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level ASEAN menunjukkan
pola yang hampir sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level
ASEAN5. Perbedaan yang menonjol yang perlu dicatat ialah bahwa terjadi peningkatan yang
signifikan dari impor processed rice dari adanya perluasan liberalisasi perdagangan dari level
ASEAN5 menjadi keseluruhan ASEAN, yaitu dari 6,58% menjadi 17,33%. Hal yang
menarik lainnya ialah kenaikan besaran ekspor dan sekaligus penurunan besaran impor untuk
komoditas sugar cane, sugar beet, dan paddy rice yang lebih besar persentasenya.

Dengan memperhatikan poin-poin dalam kesimpulan tersebut di atas baik yang berasal dari
deskriptif analisis maupun hasil simulasi dampak, maka kami merekomendasikan kebijakan sebagai
berikut:

1. Pemerintah Indonesia harus lebih berhati-hati dan selektif dalam melanjutkan kebijakan
liberalisasi perdagangannya di level ASEAN. Hal ini mengingat bahwa Indonesia sudah relatif
lebih liberal jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain yang memiliki kemiripan
dalam struktur keunggulan komoditas dan daya saing seperti Thailand dan Malaysia.
2. Beberapa komoditas Indonesia yang bisa dan siap untuk diliberalisasi secara penuh asalkan
diperlakukan setara dengan negara ASEAN lainnya, yaitu: sugar cane, sugar beet, oil seeds, dan
paddy rice. Hal ini berdasarkan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa ketika diliberalisasi
untuk wilayah ASEAN, komoditas-komoditas tersebut mengalami kenaikan ekspor dan sekaligus
penurunan impor.
3. Untuk beberapa komoditas yang hasil simulasinya menunjukkan bahwa liberalisasi
mengakibatkan kenaikan baik untuk ekspor dan impor yaitu untuk komoditas: beverages and
tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products, perlu dilihat lebih detail
klasifikasi HS-nya. Hal ini penting untuk mengetahui lebih detail unsur-unsur komoditas apa

71
berdasar klasifikasi HS yang mengalami dampak kenaikan ekspor dan impor sehingga dapat
diambil kebijakan yang lebih tepat.
4. Terkait dengan produk komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor perlu dilakukan studi
lanjutan untuk melakukan analisis daya saing dan mengukur tingkat produktivitas. Hal ini penting
tidak hanya untuk memahami peta persaingan dengan komoditas dari negara lain akan tetapi juga
menemukan formula untuk meningkatkan daya saing dengan peningkatan produktivitasnya.

72
BAB VI
ASEAN-INDIA FREE TRADE AGREEMENT

PENDAHULUAN

Gambaran umum perdagangan dan investasi dalam ASEAN-India Free Trade Agreement
(AIFTA)12

Kedekatan geografis, sejarah hubungan dagang, sifat kebutuhan ekonomi yang saling melengkapi
dan kesatuan pandangan telah menciptakan ikatan yang kuat antara India dan ASEAN. India dan
ASEAN mempunyai pandangan yang sama terhadap hubungan yang multi-dimensi mencakup aspek
politik, ekonomi, energi, pertahanan, strategi, keamanan, dan budaya. Selain itu, kemajuan ekonomi
India dan pragmatisme yang berkembang dalam urusan internasional menciptakan suasana yang
kondusif bagi kerja sama regional. India Kemitraan strategis yang tumbuh antara kedua belah pihak
menjadi sangat penting bagi keamanan nasional kedua belah pihak.

Kerjasama ekonomi dan perdagangan membentuk aspek penting dari kemitraan strategis yang
tumbuh antara India dan ASEAN. Kinerja ekonomi India sejak liberalisasi reformasi ekonomi pada
tahun 1991 telah membawa perubahan yang signifikan dalam kemitraan, dan kini perekonomian
India menjadi semakin terintegrasi dengan para mitra di Asia Tenggara. Laju pertumbuhan ekonomi
India sebesar 8,5 persen pada tahun 2004 dan 2005 cukup mengesankan, diikuti dengan tingkat
pertumbuhan yang jauh lebih baik sebesar 9,4 persen pada tahun 2006. Itulah sebabnya, India telah
muncul sebagai perekonomian kedua belas terbesar ketika diukur dengan ukuran produk domestik
bruto (PDB) di tingkat pasar, dan ekonomi terbesar kelima dari segi paritas daya beli (PPP). Selain
itu, ada target besar untuk laju pertumbuhan ekonomi India di masa depan.

Perdagangan barang dua arah antara India dan ASEAN telah menunjukkan lompatan signifikan
dari $7 miliar pada 2000-01 menjadi $57 milyar pada 2010-11, yang merupakan peningkatan delapan
kali lipat dalam rentang 10 tahun (Lihat Tabel 6.1). Pangsa India dari total ekspor ASEAN meningkat
dari 7,49 persen pada tahun 1996-97 menjadi 8,27 persen pada 2010-11, sementara pangsa ASEAN
dari total ekspor India telah meningkat dari 7,08 persen pada tahun 1997-98 menjadi 10,86 persen
pada 2010-11. Dengan demikian, perdagangan dengan negara-negara anggota ASEAN mencapai
sekitar 10 persen dari perdagangan global India sehingga menjadikan ASEAN sebagai mitra dagang
keempat terbesar di India setelah Uni Eropa, Republik Rakyat China, dan Amerika Serikat.
12
Intisari dari artikel Hussain and Begum (2011) di TurkishWeekly berjudul “[Analysis] India-ASEAN Economic
and Trade Partnership”

73
Komoditas utama ekspor India ke ASEAN adalah produk pertanian, kimia dan produk-produk
terkait, barang teknik, tekstil, dan pakaian jadi, sementara India mengimpor makanan dan produk
terkait, bahan baku dan produk antara, dan barang-barang manufaktur. Mengingat signifikansi
ekonomi ASEAN, India masih belum menonjol sebagai mitra perdagangan utama ASEAN.

Tabel 6.1 India-ASEAN Merchandise Trade From 2000-01 to 2010-11 (in US$ millions)

Gambar 6.1 India-ASEAN Merchandise Trade From 2000-01 to 2010-11 (in US$ millions)

Dalam ASEAN, Indonesia dan Singapura adalah mitra dagang yang penting. Kedua negara
tersebut mencapai lebih dari separuh ekspor India ke ASEAN selama tahun fiskal berjalan 2010-11.
Akhir-akhir ini, ekspor India ke Malaysia dan Thailand telah meningkat secara signifikan masing-
masing dari $773.69 juta pada tahun 2001-02 menjadi $3,956.98 juta pada tahun 2010-11, dan
$633.13 juta pada tahun 2001-02 menjadi $2,792.80 juta pada 2010-11. Secara keseluruhan, dengan
pengecualian beberapa anggota baru di ASEAN, volume ekspor meningkat dari 2005-06 hingga
2008-09. Hal yang serupa dapat diamati dalam kasus impor India dari ASEAN. Utamanya, impor
India dari Indonesia dan Thailand telah meningkat lebih dari sembilan dan sepuluh kali lipat masing-

74
masing selama periode 2001-02 hingga 2010-11. Selain itu, Malaysia dan Singapura telah
mengimpor dari India secara signifikan selama periode tersebut. Secara keseluruhan, Singapura tetap
menjadi pasar terbesar di ASEAN untuk ekspor barang dagang India, diikuti oleh Indonesia,
Malaysia, dan Thailand. Namun demikian,meskipun perdagangan India-ASEAN meningkat, tetapi
tidak cukup besar dibandingkan dengan angka global dan perlu ditingkatkan lebih lanjut untuk
merealisasikan potensi antara negara-negara. Tingkat volume perdagangan saat ini masih jauh di
bawah potensi yang sebenarnya. Dengan bekerja erat bersama-sama, kedua belah pihak akan dapat
memberikan kontribusi positif bagi pemulihan masing-masing dari krisis keuangan global saat ini.

Kerangka Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif (The Framework Agreement for
Comprehensive Economic Cooperation), yang ditandatangani pada tahun 2005, merupakan bagian
terpenting dari keterlibatan ekonomi India dengan ASEAN. Elemen-elemen kunci dari Kerangka
Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif meliputi perdagangan bebas atas barang, jasa, dan
investasi serta kerja sama ekonomi di daerah-daerah yang diidentifikasi. Setelah enam tahun
perundingan intensif, pada bulan Agustus 2009, India menandatangani perjanjian perdagangan bebas
barang dengan anggota ASEAN dan mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2010. Di bawah ASEAN-
India FTA, negara-negara anggota ASEAN dan India akan menghapus tarif impor atas lebih dari 80
persen dari produk yang diperdagangkan antara tahun 2013 dan 2016. Perdagangan bebas atas barang
telah berlaku terhadap Malaysia, Singapura, Thailand, Indonesia, Vietnam, Myanmar, Laos, dan
Brunei Darussalam. Cambodia dan Filipina telah sepakat untuk segera meratifikasi. Langkah
selanjutnya dalam Kerangka Perjanjian Kerja Sama Ekonomi Komprehensif adalah finalisasi
negosiasi perdagangan jasa dan investasi dengan target waktu yang disepakati yaitu Maret 2011.
Perjanjian ini akan menjadi kunci pencapaian target perdagangan yang ditetapkan oleh kedua belah
pihak sebesar $70 miliar pada 2012, naik 40 persen dari $50 miliar pada 2010.

Dari grafik di atas dapat diamati bahwa ekspor India lebih kecil daripada impornya dari
ASEAN. Karena impor India dari ASEAN telah melampaui ekspornya, neraca perdagangan sebagian
besar menguntungkan bagi ASEAN selama sepuluh tahun terakhir. Tetapi aspek pentingnya adalah
bahwa volume perdagangan terus meningkat sejak tahun 2001 kecuali untuk 2009-10, yang
merupakan akibat dari krisis keuangan global. Namun, volume perdagangan telah bangkit kembali
melampaui angka US $ 50 miliar.
Selain menjadi mitra dagang, India dan ASEAN juga bermitra dalam investasi. Jumlah
investasi India di ASEAN telah mencapai $ 21,8 milyar (2004-2010), setara dengan 25 persen dari
total investasi asing India, sementara anggota ASEAN juga telah berinvestasi secara signifikan di
India. Jumlah investasi anggota ASEAN di India, tidak termasuk Brunei Darussalam, Cambodia,
Laos, selama sembilan tahun terakhir (periode April 2000 dan April 2009) mencapai $ 8,253.23 juta.
Singapura menduduki peringkat teratas diikuti oleh Malaysia dan Thailand sebagai investor ASEAN
terbesar di India (lihat Tabel 6.2). Namun, tingkat investasi yang mengalir di kedua arah tidak

75
melampaui potensi yang sebenarnya. Ada target besar untuk memperluas investasi India di ASEAN
dan sebaliknya. Hal ini akan menuntut kedua belah pihak untuk menciptakan iklim yang sesuai,
sejalan dengan dibukanya area yang lebih luas untuk investasi. Proses pengambilan keputusan juga
harus ditingkatkan.

Tabel 6.2 Country-wise FDI inflows from ASEAN from April 2000 to April 2009

ASEAN-INDIA FTA
Para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN dan India telah menandatangani Framework Agreement
on Comprehensive Economic Cooperation between ASEAN dan India pada bulan Oktober 2003.
Setelah pernah dihentikan 2 kali, perundingan perdagangan barang telah dapat diselesaikan pada
bulan Agustus 2008. Persetujuan Perdagangan Barang AIFTA ditandatangani pada Pertemuan ke-41
Tingkat Menteri Ekonomi ASEAN pada 13 Agustus 2009 di Bangkok. Sementara itu, perundingan
perdagangan jasa dan investasi akan dimulai kembali pada bulan Oktober 2009 dan ditargetkan untuk
dituntaskan pada akhir tahun 2010 sebagai sebuah Single Undertaking. Tingkat liberalisasi
perdagangan barang dalam AIFTA tidak setinggi liberalisasi perdagangan barang yang dicapai antara
ASEAN dengan mitra FTA lainnya. Namun kedua pihak sepakat untuk meningkatkan komitmen
liberalisasi melalui pr ses “review” setelah perjanjian diimplementasikan
Modalitas yang disepakati bersama oleh ASEAN dan India adalah menjadwalkan penurunan
dan penghapusan tarif terhadap 85% pos tariff atau 75% nilai impor yang tercakup dalam Normal
Track (NT) dan 10% pos tarif dalam Sensitive Track (ST) dengan rincian sebagai berikut:
1. NT-1: mencakup penghapusan bea masuk atas 71% pos tarif atau 71,71% nilai impor pada 31
Desember 2012 untuk ASEAN 5 dan India, 31 Desember 2017 untuk Philipina dan India, serta
31 Desember 2017 untuk CLMV.
2. NT-2: terdiri dari sejumlah 9% pos tarif, dimana tarif bea masuk dan produkproduknyaakan
dihapus pada 31 Desember 2015 untuk ASEAN 5 dan India,31 Desember 2018 untuk Philipina
dan India, serta 31 Desember 2020 untuk CLMV.
3. ST: terdiri dari 10% pos tarif yang dibagi kedalam tiga kategori yaitu :

76
a. Penurunan bea masuk menjadi 5% pada 31 Desember 2015 untuk ASEAN 5 dan India, 31
Desember 2018 untuk Philipina dan India, serta 31 Desember 2020 untuk CLMV.
b. Penghapusan bea masuk (4% pos tarif dalam ST) pada 31 Desember 2018 untuk ASEAN 5
dan India, 31 Des 2021 untuk Philipina danIndia, serta 31 Des 2023 untuk ASEAN 6 dan
India.
c. Standstill, yaitu 50 pos tarif pada tingkat tarif 5%. Selebihnya akan diturunkan menjadi
4.5% pada saat Entry into Force, dan akan menjadi 4% pada 31 Des 2015 for ASEAN 6
dan India.
4. Spesial Products, terdiri dari:
a. Palm Oil, end rates 37.5% - CPO dan 45% - RPO dengan batas akhir India sampai dengan
31 Desember 2018.
b. Kopi, teh hitam dan lada, end rates 45%, 45%, dan 50% dengan batas akhir India sampai
dengan 31 Desember 2018.
c. Crude Petroleum (berlaku untuk Brunei) dengan penurunan bea masuk bertahap sampai
menjadi 0% pada 1 Januari 2012.
5. Highly Sensitive List (HSL), mencakup 3 kategori yang berbeda yaitu:
a. penurunan bea masuk menjadi 50%,
b. penurunan bea masuk 50%, serta
c. penurunan bea masuk 25%, pada 31 Desember 2018 untuk ASEAN5, 31 Desember 2021
untuk Philipina serta 31 Desember 2023 untuk CLMV.
6. Exclusion List (EL): terdiri dari 489 pos tarif dalam 6 digit dan mencakup5% nilai impor
perdagangan.

METODOLOGI
Untuk menganalisis dampak AIFTA terhadap perekonomian Indonesia pada bagian ini akan lebih
ditekankan pada ex-ante impact analysis. Hal ini mengingat bahwa Indonesia baru bergabung dalam
AIFTA ini pada tahun 2010, sehingga masih kesulitan untuk mendapatkan data-data yang up to date
untuk melakukan ex-post impact analysis. Metodologi yang digunakan untuk impact assessment ini
menggunakan metodologi yang disarankan oleh Asian Development Bank (ADB) dalam Plummer et
al. (2010).

Ex-ante impact analysis digunakan untuk mengevaluasi potensi dampak kelanjutan AFTA
yang akan datang. Untuk evaluasi ini digunakan pendekatan simulasi menggunakan computable
general equilibrium (CGE) model. Model yang digunakan untuk tipikal analisis ini ialah model CGE
Global Trade Analysis Project (GTAP) dengan menggunakan database terbaru GTAP versi 8 yang
baru saja release Mei 2012. Database GTAP versi 8 merupakan database yang berisi data dan
informasi perdagangan bilateral antarnegara secara lengkap termasuk informasi keterkaitan

77
transportasi dan proteksi. Database ini dikompilasi dari table IO negara-negara di dunia. Database
GTAP versi 8 menggunakan data dengan tahun benchmark 2004 dan 2007 dan terdiri atas data dari
129 negara dan 57 jenis komoditas.

Namun sebelum melakukan simulasi dengan model CGE GTAP akan dielaborasi dulu
beberapa kajian sebelumnya yang mengulas berbagai potensi dampak AIFTA ini. Walaupun
beberapa kajian ini lebih diorientasikan untuk melihat dampak AIFTA ini bagi perekonomian India,
tetapi sedikit banyak tetap menyediakan dampak AIFTA terhadap perekonomian Indonesia sebagai
salah satu mitra dagang di ASEAN.

Kemudian akan dielaborasi database GTAP versi 8 ini untuk diketahui gambaran komparasi
tariff antarnegara yang dianalisis untuk tiap komoditas yang diperdagangkan. Gambaran deskriptif ini
perlu diketahui untuk mendapatkan gambaran kepentingan setiap negara dalam menegosiasikan tariff
perdagangannya.

LITERATURE REVIEW

Implementasi AIFTA dan Analisis Dampak Sektoral dari Peningkatan Integrasi Perdagangan
Barang13

Dalam ASEAN-India FTA, akses anggota blok perdagangan ke pasar India akan meningkat untuk
produk pertanian yang diproses dan setengah diproses dan barang substitusinya, yang dapat
berdampak negatif terhadap sektor pertanian India. Usaha kecil dan menengah India dalam sektor
makanan dan produk terkait pertanian lainnya, beberapa barang antara dan produk manufaktur ringan
juga cenderung menderita.

Tapi liberalisasi impor untuk barang antara akan mendorong perusahaan multinasional untuk
melakukan rasionalisasi produksi di seluruh wilayah dalam sektor peralatan transportasi, mesin,
bahan kimia dan besi & baja. Hal ini bisa mengakibatkan India masuk ke dalam integrasi yang lebih
dalam di jaringan produksi di sektor-sektor tersebut. Tidak ada keuntungan akses pasar yang
langsung untuk produsen India lainnya, karena rata-rata persentase penurunan tarif untuk produk-
produk Normal Track di Malaysia, Indonesia dan Thailand jauh lebih rendah daripada rata-rata
penurunan tarif di India. Tantangan bagi India diantaranya kebutuhan dalam hal pembangunan sektor
pertanian dan berbasis manufaktur dalam negeri dalam FTA yang ada sekarang serta mengatasi
permasalahan dalam liberalisasi sektor jasa.

13
Berdasarkan hasil studi Smitha Francis (2011) yang berjudul “The ASEAN-India Free Trade Agreement: A
sectoral impact analysis of increased trade integration in goods”

78
Penilaian terhadap Liberalisasi Perdagangan Barang dalam ASEAN-India FTA14

Studi ini meneliti prospek perdagangan India dengan negara-negara ASEAN dengan menganalisis
pola dan tren dalam perdagangan barang bilateral India dengan negara-negara ASEAN dan Revealed
Comparative Advantage (RCA) masing-masing pada produk yang berbeda. Hasil menunjukkan
bahwa selama tiga dekade terakhir pangsa India dalam perdagangan barang dengan negara-negara
ASEAN menunjukkan peningkatan, tetapi masih tertinggal dibandingkan dengan Japan dan China.
Pergeseran ini lebih terlihat dengan jelas dalam kasus impor. India mengalami defisit perdagangan
yang besar dan semakin memburuk dengan negara-negara ASEAN.

Rasio defisit perdagangan India terhadap untuk total perdagangan luar negeri telah mencapai
titik terendah dalam perdagangan dengan negara-negara ASEAN. Intensitas perdagangan India di
negara-negara ASEAN telah memburuk secara tajam. Ekonomi ASEAN lebih terbuka dibandingkan
dengan ekonomi India. Hasil indeks Lafay menunjukkan bahwa keunggulan komparatif India agak
minim dibandingkan negara-negara ASEAN.

Selain itu, di India peningkatan spesialisasi banyak terjadi pada barang-barang dengan
permintaan dunia yang berkembang pesat, mengisyaratkan pada kemungkinan peningkatan pangsa
India dalam perdagangan dunia di tahun-tahun mendatang. Dalam rangka memperbesar manfaat
perdagangan internasional, India perlu mempertimbangkan untuk membuka jalan bagi
penandatanganan perjanjian liberalisasi perdagangan multilateral di bawah negosiasi perdagangan
WTO putaran Doha.

Dampak India-ASEAN FTA: Analisis Lintas Negara Menggunakan Applied General


Equilibrium Modelling15
India-ASEAN Free Trade Agreement (AIFTA) mulai berlaku pada 1 Januari 2010 untuk Malaysia,
Singapura dan Thailand. Untuk negara anggota ASEAN lainnya, AIFTA akan mulai berlaku setelah
mereka telah menyelesaikan persyaratan internal. Dengan latar belakang ini, penelitian ini
menganalisis dampak dari perjanjian perdagangan bebas (FTA) di India dan negara-negara anggota
ASEAN.
Menggunakan database Global Trade Analysis Project (GTAP), dilakukan beberapa simulasi
dengan membuat beberapa skenario yang berbeda, dalam hal liberalisasi perdagangan India dengan
wilayah ASEAN. Penelitian ini menggunakan database GTAP versi 7 dan pemodelan kerangka
GTAP untuk mempelajari dampak dari liberalisasi perdagangan India-ASEAN pada variabel-variabel

14
Berdasarkan hasil penelitian Ramphul Ohlan (2012) dari Institute of Management Studies and Research
Maharshi Dayanand University, Rohtak, Haryana, India yang berjudul “ASEAN-India Free Trade Agreement
in Goods: An Assessment”
15
Berdasarkan hasil penelitian Sikdar and Nag (2011) yang berjudul “Impact of India-ASEAN Free Trade
Agreement: A cross-country analysis using applied general equilibrium modelling”

79
ekonomi makro penting seperti output, kesempatan kerja, upah, harga dan kesejahteraan ekonomi
India dan negara-negara anggota ASEAN.
Dampak liberalisasi perdagangan pada struktur perdagangan dan perdagangan bilateral antara
India dan anggota ASEAN juga dipelajari, serta tingkat dampak penciptaan perdagangan (trade
creation) dan pengalihan perdagangan (trade diversion). Akhirnya, dengan menggabungkan fitur dari
persaingan tidak sempurna dan skala ekonomi untuk sektor manufaktur tertentu di India, penelitian
ini menyelidiki implikasi dari liberalisasi perdagangan terhadap negara-negara tertentu. Untuk
menilai kemungkinan dampak AIFTA, berbagai simulasi dilakukan untuk dua skenario berikut:
a. Ketika FTA telah diberlakukan hanya terhadap India, Malaysia, Singapura dan Thailand;
b. Ketika FTA ini diberlakukan di dengan semua negara anggota ASEAN.
Sectoral
Simulations Regional aggregation Model specification
aggregation
Full 35 sectors Perfect competition in
liberalization factors and product markets,
and production function,
subject to constant returns to
scale – this is standard
GTAP specification.
Tariff elimination for Cambodia, India, Indonesia, Lao 35 sectors Perfect competition in
normal track roducts, Pe ple’s Dem cratic Republic, factors and product markets,
tariff reductions for Malaysia, Myanmar, the Philippines, and production function,
sensitive track products Singapore, Thailand and Viet Nam, subject to constant returns to
taking into account the and the rest of ASEAN (Brunei scale – this is standard
products in the Darussalam); the United States, GTAP specification.
exclusion list as well European Union and China; the rest
for India, Malaysia, of West Asia (Bangladesh, Pakistan
Singapore and Thailand and Sri Lanka); rest of South Asia;
only and the rest of the world.
Tariff elimination for Cambodia, India, Indonesia, Lao 35 sectors – Perfect competition in
products in normal Pe ple’s Dem cratic Republic, factors and product
track, tariff reductions Malaysia, Myanmar, the Philippines, markets, and production
for the sensitive track Singapore, Thailand and Viet Nam, function, subject to
products taking into and the rest of ASEAN comprising constant returns to scale.
account the products in Brunei Darussalam; China; the – Imperfect competition in
the exclusion list as European Union and the United product market and
well for India and all States; the rest of West Asia production function,
the 10 ASEAN (Bangladesh, Pakistan and Sri subject to increasing
members Lanka); the rest of South Asia; and returns to scale for some
the rest of the world. production sectors

Hasil simulasi digunakan untuk menilai dampak dari liberalisasi ini, baik pada sektor
eksternal maupun variabel makroekonomi domestik di India dan ASEAN. Simulasi juga dapat
digunakan melihat implikasi kesejahteraan dari FTA bagi negara-negara dan dampaknya terhadap
perdagangan negara-negara lain, termasuk negara-negara Asia Selatan tertentu. Hasil simulasi
menunjukkan bahwa pasca-FTA, ekspor India ke ASEAN meningkat secara substansial, dengan
akses terbesar diperoleh di Thailand, Cambodia, Vietnam, Malaysia, Filipina dan Laos. Sumber
utama impor yaitu Vietnam, diikuti oleh negara ASEAN lainnya, Filipina, Malaysia, Singapura dan

80
Thailand. Namun, India mengalami kerugian kesejahteraan akibat dari dampak alokasi yang tidak
efisien (allocative inefficiency) dan neraca perdagangan yang negatif.

Tabel 6.3 Change in selected macroeconomic variables (%)

Tabel 6.4 Change in trade variables (%)

Di kawasan ASEAN, Malaysia, Singapura dan Thailand menunjukkan keuntungan


kesejahteraan yang positif dengan keuntungan terbesar diperoleh ke Singapura. Negara-negara yang
lebih kecil semua menikmati keuntungan kesejahteraan positif kecuali Cambodia, Laos dan Filipina.
Keuntungan kesejahteraan yang dinikmati oleh negara-negara ASEAN terutama disebabkan oleh
membaiknya neraca perdagangan. Hasil simulasi juga mengungkapkan bahwa seluruh dunia di luar
India dan ASEAN mengalami penurunan pangsa pasar yang signifikan di India dan ASEAN. Secara

81
khusus, China terpengaruh oleh hilangnya pangsa pasar di Cambodia, India, Malaysia, Philippines,
Thailand, dan Vietnam. Dampak serupa dari FTA terlihat dalam kasus negara-negara berkembang di
Asia Selatan, terutama Bangladesh. Dengan demikian, pengalihan perdagangan (trade diversion)
terjadi di wilayah India-ASEAN sebagai hasil dari FTA.

Tabel 6.5 Total welfare and its decomposition

Hasil simulasi sektoral menunjukkan bahwa sektor atau komoditas yang mengalami
pertumbuhan ekspor tertinggi bagi India adalah sebagaimana terlihat dalam Tabel 6.6, sekaligus
informasi negara mitra ekspor India untuk komoditas tersebut. Indonesia menjadi mitra ekspor
terbesar India untuk komoditas produk mineral. Sebaliknya, pertumbuhan ekspor tertinggi
sektor/komoditas bagi negara-negara ASEAN ke India tergambar dalam Tabel 6.7. Indonesia
sebetulnya memiliki potensi peningkatan ekspor komoditas yang cukup banyak ke India, diantara
yaitu: wearing apparel; chemical, rubber and plastic; transport equipment; other crops; coal; leather
and leather product; diary products; sugar; and vegetable oil.

82
Tabel 6.6 Sectors in India showing highest export growth and their destinations

Tabel 6.7 Sectors in ASEAN region showing highest export growth and their originating
countries

83
ANALISIS

Bagian analisis ini akan menyajikan dua analisisi utama, yaitu: (1) analisis deskriptif komparasi tarif
impor India dari negara-negara ASEAN dan sebaliknya untuk mengetahui kondisi awal batasan-
batasan dalam perdagangan internasional antar dua mitra dagang ini, (2) analisis hasil simulasi
liberalisasi perdagangan antara India dan ASEAN dengan menggunakan Model CGE GTAP.

Komparasi Tarif ASEAN-India Menurut Data GTAP8 (2007)

Data GTAP8 merupakan database yang paling lengkap yang mampu menggambarkan keterkaitan
hubungan perdagangan antarnegara. Data GTAP8 menghimpun aktivitas transaksi perdagangan dari
129 negara di dunia dan 57 jenis komoditas. Walaupun demikian data GTAP8 memiliki tahun
benchmark 2007 (publikasi paling mutakhir pada 5 Maret 2012), relatif tertinggal namun ini data
terlengkap termutakhir yang ada. Data GTAP8 juga mengklasifikasi hanya ke dalam 57 jenis
komoditas, terlalu aggregate dibandingkan dengan klasifikasi HS yang biasa ditemukan dalam data
ekspor-impor suatu negara. Namun dengan berbagai keterbatasan kondisi tersebut data GTAP8 masih
sangat mumpuni untuk landasan analisis yang sifatnya lebih makro yang mampu memberikan
gambaran awal untuk eksplorasi lanjutan yang lebih detail dan terinci.

Eksplorasi data GTAP8 menunjukkan bahwa struktur tarif eksisting pada tahun 2007 untuk
India dari berbagai Negara ASEAN dan sebaliknya yang dipresentasikan dalam Tabel 6.8 dan Tabel
6.9. Namun untuk membuat tabel ini lebih mudah terlihat dan terakomodasi oleh ruang yang terbatas,
presentasi hanya dilakukan untuk komoditas-komoditas dalam data GTAP8 yang memiliki tariff
efektif 10% ke atas.

Dengan membandingkan Tabel 6.8 dan Tabel 6.9 maka dapat dilihat dengan mudah bahwa
India cenderung lebih protektif dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Jumlah komoditas
yang masih memiliki tarif di atas 10% untuk impor India dari negara-negara ASEAN masih jauh
lebih banyak dibanding impor negara-negara ASEAN dari India. Komoditas yang menonjol
dilindungi oleh India dari pasar komoditas asing ialah komoditas hasil pertanian dan komoditas
olahan pertanian. Hal ini tercermin dari tarif impor yang relatif tinggi. Sementara untuk komoditas
produk industrial besaran tarifnya relatif moderat.

Posisi Indonesia relatif sudah terbuka terhadap India, hanya beberapa produk yang memiliki
tariff impor dari India di atas 10%, yaitu: Motor vehicles and parts, Sugar, Rice (pady, processed),
Beverages and tobacco products, dan Wearing apparels. Sementara impor India dari Indonesia masih
relatif tertutup. Dengan kondisi awal seperti ini, liberalisasi dagang Indonesia (ASEAN) dan India
secara praduga awal dapat dikatakan akan berpotensi memberi keuntungan kepada Indonesia.

84
Tabel 6.8 Struktur tarif ke INDIA dari Negara ASEAN menurut GTAP Database 8 (2007)
Commodity INDO MAL PHIL SING THAI CAMB LAO VIET RSEA
Paddy rice 0.0 0.0 0.0 0.0 80.0 0.0 0.0 0.0 0.0
Wheat 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 100.0
Cereal grains nec 0.0 0.0 0.0 0.0 65.7 0.0 0.0 0.0 28.0
Vegetables, fruit, nuts 39.9 75.2 0.0 30.0 34.7 0.0 100.0 31.0 30.2
Oil seeds 30.6 30.6 0.0 0.0 30.0 30.0 0.0 46.8 35.0
Plant-based fibers 10.0 0.0 14.2 0.0 10.4 0.0 0.0 0.0 18.3
Crops nec 72.9 36.0 20.4 34.7 19.9 30.0 30.0 67.3 30.1
Cattle,sheep,goats,horses 30.0 30.0 0.0 30.0 0.0 0.0 0.0 0.0 30.0
Animal products nec 0.1 14.2 0.0 2.9 22.2 0.0 0.0 0.0 1.1
Wool, silk-worm cocoons 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 19.3
Forestry 25.7 5.0 26.2 30.0 24.2 0.0 28.6 17.2 5.0
Fishing 29.3 30.0 29.2 29.3 24.0 0.0 0.0 30.0 29.3
Coal 28.2 15.0 15.0 0.0 0.0 0.0 0.0 15.0 21.7
Minerals nec 5.1 12.7 5.7 5.0 8.8 0.0 0.0 6.3 11.7
Meat: cattle,sheep,goats,horse 0.0 0.0 0.0 29.5 15.0 0.0 0.0 0.0 29.5
Meat products nec 0.0 30.0 0.0 35.7 48.3 0.0 0.0 0.0 35.7
Vegetable oils and fats 99.6 97.6 99.7 63.6 98.0 100.0 0.0 92.4 54.2
Dairy products 34.7 54.6 0.0 34.2 44.3 0.0 0.0 0.0 34.2
Processed rice 0.0 0.0 0.0 0.0 70.8 0.0 0.0 70.0 75.0
Sugar 0.0 100.0 0.0 70.0 98.7 0.0 0.0 0.0 70.0
Food products nec 40.5 38.0 40.5 32.8 50.9 0.0 0.0 34.5 30.2
Beverages and tobacco products 57.1 89.6 34.3 87.6 45.0 0.0 0.0 41.7 87.6
Textiles 15.0 15.0 15.0 15.0 15.0 15.0 0.0 15.0 15.2
Wearing apparel 15.0 15.0 15.0 14.9 15.0 15.0 0.0 15.0 15.0
Leather products 10.5 14.5 12.3 12.4 13.6 0.0 0.0 14.5 9.9
Wood products 15.0 15.0 15.0 15.0 12.4 0.0 0.0 12.2 14.6
Paper products, publishing 9.2 14.5 15.0 15.0 12.6 0.0 0.0 15.0 5.5
Petroleum, coal products 14.9 11.8 14.7 13.6 15.0 0.0 0.0 0.0 13.6
Chemical,rubber,plastic prods 19.3 15.6 16.9 14.3 14.7 0.0 15.0 15.3 19.8
Mineral products nec 14.8 15.0 15.0 15.0 14.9 0.0 0.0 15.0 15.0
Ferrous metals 19.0 19.6 19.9 20.0 18.9 0.0 0.0 20.0 20.0
Metals nec 14.8 15.0 14.9 15.0 10.0 0.0 0.0 14.8 14.9
Metal products 15.0 15.0 15.0 15.0 12.4 0.0 0.0 15.0 15.0
Motor vehicles and parts 16.4 21.4 15.1 95.3 15.6 0.0 0.0 15.0 15.0
Transport equipment nec 13.6 14.7 14.7 3.4 14.7 0.0 0.0 15.2 3.0
Electronic equipment 7.3 2.0 0.2 0.2 4.4 0.0 15.0 14.2 0.0
Machinery and equipment nec 14.8 13.7 14.9 11.8 12.9 12.2 8.0 14.9 15.0
Manufactures nec 15.1 15.0 15.0 15.0 13.0 15.0 0.0 15.0 19.4

Tabel 6.9 Struktur tarif ke Negara ASEAN dari INDIA menurut GTAP Database 8 (2007)
Commodity INDO MAL PHIL SING THAI CAMB LAO VIET RSEA
Paddy rice 16.9 40.0 25.0 0.0 9.7 0.0 0.0 21.3 0.0
Cereal grains nec 4.3 0.0 1.7 0.0 9.1 0.0 0.0 26.2 3.3
Vegetables, fruit, nuts 6.5 0.1 18.1 0.0 38.9 0.0 0.0 33.6 0.5
Oil seeds 5.0 2.3 12.0 0.0 28.4 0.0 0.0 8.9 0.6
Crops nec 4.9 30.4 6.9 0.0 24.5 7.8 37.7 28.3 1.4
Animal products nec 1.3 0.2 2.8 0.0 3.3 15.1 0.0 1.2 5.5
Forestry 4.6 0.1 2.8 0.0 17.8 0.0 0.0 5.5 10.3
Fishing 5.0 0.2 0.0 0.0 5.7 0.0 0.0 29.6 10.6
Oil 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 0.0 11.7 5.0
Minerals nec 1.7 1.4 2.2 0.0 2.5 15.0 0.0 12.4 0.5
Meat: cattle,sheep,goats,horse 5.2 0.0 10.0 0.0 35.9 0.0 0.0 20.0 0.2
Meat products nec 5.0 4.3 30.9 0.0 10.7 0.0 0.0 24.5 2.3

85
Dairy products 5.0 1.1 1.3 0.0 8.4 7.0 0.0 13.4 2.8
Processed rice 12.1 40.0 50.0 0.0 9.0 7.0 0.0 40.7 0.0
Sugar 23.3 0.0 41.6 0.0 0.0 7.0 0.0 20.4 2.7
Food products nec 5.3 1.9 7.0 0.0 7.6 7.0 30.0 21.1 8.6
Beverages and tobacco products 15.1 468.9 9.0 0.0 50.0 34.1 0.0 77.9 29.0
Textiles 7.0 11.6 8.5 0.0 5.5 7.3 10.0 24.5 5.8
Wearing apparel 14.7 13.9 14.9 0.0 50.7 35.0 0.0 38.6 1.3
Leather products 1.9 0.4 4.6 0.0 9.7 11.3 15.7 7.6 7.4
Wood products 5.6 6.9 11.1 0.0 9.8 0.0 0.0 23.2 18.9
Paper products, publishing 4.5 4.2 5.0 0.0 4.9 6.7 0.0 15.1 2.4
Petroleum, coal products 0.8 0.5 2.8 0.0 10.9 0.0 0.0 17.1 2.1
Mineral products nec 5.7 14.1 5.8 0.0 12.5 0.0 0.0 12.7 1.5
Ferrous metals 3.7 17.1 2.8 0.0 2.1 7.0 0.0 2.0 1.0
Metal products 9.6 9.3 5.8 0.0 10.8 15.6 5.0 5.7 4.2
Motor vehicles and parts 27.1 18.0 25.7 0.0 26.5 0.0 10.0 26.8 3.6
Transport equipment nec 4.2 3.1 17.0 0.0 6.1 10.2 13.5 10.3 1.3
Electronic equipment 0.6 1.2 0.2 0.0 0.3 16.7 0.0 3.3 3.1
Machinery and equipment nec 8.1 5.4 3.2 0.0 4.9 16.5 5.0 3.4 1.8
Manufactures nec 7.6 2.0 6.7 0.0 0.8 2.8 5.0 18.0 6.6

Hasil Simulasi CGE GTAP8


Untuk melihat dampak liberalisasi perdagangan dalam skema AFTA dilakukan dua simulasi:
1. Liberalisasi penuh terjadi di negara-negara ASEAN5 (Indonesia, Malaysia, Philippines,
Singapore dan Thailand) dan India; dan
2. Liberalisasi penuh terjadi di seluruh negara ASEAN dan India.

Hasil dua simulasi tersebut dengan Model CGE GTAP disajikan dalam beberapa tabel yang
merepresentasikan berbagai aspek, yaitu:

1. Dampak terhadap arus perdagangan agregat (nasional), yang terdiri atas persentase perubahan
nilai ekspor dan impor, nominal perubahan neraca perdagangan (trade balance), dan persentase
perubahan term of trade.
2. Dampak terhadap PDB dan investasi, yang terdiri atas persentase perubahan GDP baik dalam
besaran nominal atau pun harga, nominal perubahan pada equivalent variation, dan persentase
perubahan investasi.
3. Dampak terhadap kesejahteraan rumah tangga yang direpresentasikan oleh persentase perubahan
pendapatan faktor, persentase perubahan pendapatan rumah tangga dan persentase perubahan
tingkat harga konsumsi.
4. Dampak terhadap rasio pendapatan faktor terhadap inflasi yang didetailkan ke dalam persentase
perubahan tanah, tenaga kerja tidak terampil (unskill labour), tenaga kerja terampil (skill
labour), modal, dan sumber daya alam (natural resources).

86
5. Dampak terhadap ekspor dan impor sektoral dalam persentase perubahan.

Dari Tabel 6.10 terlihat bahwa sebagaimana dugaan sebelumnya hasil simulasi liberalisasi
penuh di ASEAN5-India atau pun keseluruhan ASEAN-India menunjukkan bahwa memiliki dampak
positif terhadap Indonesia. Bahkan dampak positif terlihat untuk semua indicator yaitu peningkatan
volume perdagangan Indonesia baik ekspor maupun impor, neraca perdagangan (trade balance), dan
term of trade. Walaupun secara prosentasi kenaikan impor lebih tinggi dari kenaikan ekspor namun
masih mampu menjaga dampak kenaikan pada neraca perdagangan (trade balance). Kenaikan term
of trade juga relative tinggi dibandingkan negara ASEAN5 lainnya kecuali Singapore. Yang lebih
penting ialah bahwa dampak positif bagi Indonesia secara umum relative lebih besar jika
dibandingkan dengan dampak yang dinikmati oleh negara ASEAN lainnya atau pun dampak yang
dinikmati oleh India. Hasil ini mengindikasikan bahwa Indonesia perlu mengambil inisiatif dan
proaktif bahkan progresif dalam hal negosiasi pengurangan tarif dalam skema FTA ini.

Tabel 6.10 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-India terhadap Arus Perdagangan

Value of imports at
Value of exports Trade balance X-M Term of Trade
world price
(%-change) (%-change) (US$ mill-change) (%-change)
ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND
Indonesia 1.947 2.028 2.295 2.412 45.7 24.4 0.700 0.693
Malaysia 0.981 1.060 1.455 1.564 -202.8 -207.3 0.328 0.340
Philippines 0.689 0.706 1.147 1.157 -256.3 -250.3 0.028 0.024
Singapore 1.459 1.625 1.520 1.712 628.1 665.9 1.026 1.080
Thailand 0.932 1.246 1.680 2.097 -837.4 -895.7 0.127 0.211
Cambodia 0.023 1.685 -0.018 3.839 2.4 -137.8 -0.105 -0.330
LaoPDR -0.116 1.562 -0.172 3.378 1.1 -32.6 -0.249 0.186
Vietnam -0.043 0.977 -0.083 1.527 30.1 -449.9 -0.087 0.073
SEAsia -0.072 1.781 -0.118 2.164 0.5 51.2 -0.216 0.973
India 1.972 2.107 1.751 1.888 -507.4 -592.5 -0.349 -0.374
Japan -0.049 -0.043 -0.131 -0.146 539.7 691.5 -0.083 -0.100
EU_25 -0.021 -0.021 -0.021 -0.025 -15.4 221.9 -0.009 -0.012
Oceania -0.091 -0.100 -0.133 -0.155 97.4 126.4 -0.120 -0.135
EastAsia -0.058 -0.084 -0.069 -0.099 -41.5 -64.9 -0.047 -0.061
SouthAsia -0.353 -0.363 -0.344 -0.359 111.0 118.9 -0.205 -0.225
NAmerica -0.028 -0.027 -0.030 -0.037 294.7 505.4 -0.015 -0.020
LatinAmer -0.076 -0.076 -0.099 -0.104 79.8 109.7 -0.050 -0.052
MENA -0.038 -0.033 -0.048 -0.044 12.9 17.8 -0.033 -0.022
SSA -0.053 -0.052 -0.061 -0.062 17.6 22.0 -0.040 -0.036
RestofWorld -0.037 -0.032 -0.043 -0.041 -0.1 75.5 -0.009 0.002

Tabel 6.11 menyajikan dampak liberalisasi penuh terhadap PDB dan investasi. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa liberalisasi mampu meningkatkan PDB Indonesia dengan angka persentase
kenaikan yang cukup tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya, hanya lebih kecil dari

87
Singapore. Sementara itu hasil simulasi dampak terhadap investasi menunjukkan bahwa dampak
persentase perubahan investasi di Indonesia walaupun positif (mengalami kenaikan), namun
besarannya terkecil dibanding negara ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi penuh di level ASEAN5
dan hanya satu tingkat lebih tinggi dari India ketika liberalisasi terjadi di level ASEAN secara
keseluruhan.

Tabel 6.11 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-India terhadap PDB dan Investasi

Change in value of Change in GDP price Investment levels to


Equivalent Variation
GDP index endowment stock
(%-change) (%-change) (US$ mill-change) (%-change)
ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND
Indonesia 1.081 1.093 1.003 1.012 1159.1 1167.2 0.538 0.559
Malaysia 0.760 0.797 0.462 0.485 1319.8 1367.7 2.280 2.373
Philippines 0.092 0.118 0.027 0.056 125.4 118.6 1.339 1.318
Singapore 2.292 2.417 2.271 2.394 1958.2 2063.9 2.240 2.353
Thailand 0.589 0.775 0.322 0.461 930.1 1180.4 2.042 2.310
Cambodia -0.092 -1.612 -0.079 -1.944 -7.2 3.1 -0.197 8.360
LaoPDR -0.270 0.287 -0.264 0.158 -4.3 7.8 -0.137 2.460
Vietnam -0.199 0.004 -0.201 -0.172 -51.3 144.4 -0.171 1.718
SEAsia -0.112 1.341 -0.108 1.108 -19.9 197.7 -0.220 1.015
India -0.239 -0.244 -0.617 -0.633 3693.2 3756.5 0.251 0.267
Japan -0.072 -0.085 -0.069 -0.082 -664.5 -812.9 -0.070 -0.088
EU_25 -0.010 -0.014 -0.010 -0.014 -380.6 -589.3 -0.002 -0.009
Oceania -0.082 -0.094 -0.076 -0.087 -305.9 -347.8 -0.059 -0.072
EastAsia -0.038 -0.054 -0.034 -0.049 -832.5 -1131.5 -0.025 -0.033
SouthAsia -0.287 -0.302 -0.264 -0.279 -208.8 -225.3 -0.112 -0.123
NAmerica -0.012 -0.017 -0.012 -0.017 -322.1 -457.5 -0.009 -0.015
LatinAmer -0.070 -0.074 -0.068 -0.072 -294.7 -303.6 -0.031 -0.037
MENA -0.042 -0.034 -0.040 -0.032 -86.9 -58.3 -0.029 -0.027
SSA -0.049 -0.049 -0.047 -0.048 -129.9 -115.7 -0.024 -0.026
RestofWorld -0.021 -0.016 -0.019 -0.014 -133.5 68.4 -0.009 -0.011

Sementara itu, hasil simulasi dampak terhadap kesejahteraan sebagaimana dalam tabel 6.12
menunjukkan hasil yang positif. Walaupun terdapat tendensi kenaikan harga-harga barang konsumsi
namun baik pendapatan faktor (tenaga kerja dan modal) maupun pendapatan rumah tangga
(household income) mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan
mengakibatkan kenaikan kesejahteraan rumah tangga. Yang perlu dicatat ialah bahwa dampak
terhadap Indonesia relatif lebih besar jika dibandingkan dengan negara ASEAN5 lainnya untuk
liberalisasi di level ASEAN5-India. Walaupun ketika liberalisasi diperluas ke level ASEAN-India
posisi Indonesia sedikit menurun tetapi secara besaran persentasi tetap mengalami peningkatan.
Terlihat pula bahwa India sebagai mitra dagang utama ASEAN dalam skema FTA ini mengalami
dampak yang kurang beruntung, hanya potensi mendapatkan keuntungan harga komoditas yang lebih
murah secara agregat.

88
Tabel 6.12 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-India terhadap Kesejahteraan

factor income at market price index for private


household income
prices net of depr. consumption exp
(%-change) (%-change) (%-change)
ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND
Indonesia 1.361 1.380 1.131 1.142 0.920 0.919
Malaysia 1.310 1.368 0.866 0.905 0.041 0.035
Philippines 0.386 0.414 0.111 0.139 -0.016 0.022
Singapore 2.558 2.697 2.459 2.593 1.261 1.331
Thailand 1.297 1.510 0.686 0.891 0.284 0.362
Cambodia -0.120 3.145 -0.108 -1.630 -0.014 -1.832
LaoPDR -0.286 2.297 -0.284 0.349 -0.187 0.323
Vietnam -0.286 1.489 -0.221 0.017 -0.164 -0.312
SEAsia -0.134 1.951 -0.122 1.438 -0.056 0.907
India -0.173 -0.167 -0.240 -0.246 -0.785 -0.808
Japan -0.078 -0.094 -0.076 -0.090 -0.056 -0.065
EU_25 -0.011 -0.016 -0.011 -0.015 -0.007 -0.009
Oceania -0.087 -0.101 -0.086 -0.099 -0.048 -0.055
EastAsia -0.041 -0.058 -0.040 -0.058 -0.018 -0.029
SouthAsia -0.296 -0.314 -0.300 -0.317 -0.217 -0.227
NAmerica -0.013 -0.018 -0.013 -0.017 -0.010 -0.014
LatinAmer -0.074 -0.078 -0.073 -0.077 -0.061 -0.064
MENA -0.044 -0.035 -0.045 -0.036 -0.027 -0.023
SSA -0.053 -0.054 -0.052 -0.052 -0.035 -0.038
RestofWorld -0.021 -0.015 -0.022 -0.016 -0.018 -0.016

Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land),
tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan sumber
daya alam (NatRes) disajikan dalam tabel 5.13. Dari tabel terlihat hanya satu komponen yang
dampaknya negatif bagi Indonesia, yaitu sumber daya alam (NatRes). Hal ini mengindikasikan
bahwa liberalisasi perdagangan menurunkan return pendapatan dari sumber daya alam.
Kemungkinannya ialah untuk barang-barang komoditas Indonesia yang dominan sumber daya
alamnya mengalami penurunan daya saing sehingga kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari
negara-negara mitra dagang Indonesia. Namun di sisi lain, untuk komponen tanah (Land) mengalami
kenaikan yang sangat signifikan, ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian memiliki tambahan
manfaat yang cukup besar.

89
Tabel 6.13 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-India terhadap Rasio Pendapatan
Faktor/Inflasi

Land UnSkLab SkLab Capital NatRes


(%-change) (%-change) (%-change) (%-change) (%-change)
ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND ASEAN5+IND ASEAN+IND

Indonesia 4.521 4.139 0.425 0.461 0.157 0.202 0.086 0.136 -1.733 -1.681
Malaysia 1.500 1.336 0.894 0.949 0.801 0.856 1.035 1.110 3.900 3.924
Philippines -3.047 -2.724 0.423 0.411 0.403 0.377 0.534 0.505 0.262 0.225
Singapore 3.053 7.237 1.202 1.268 0.988 1.040 1.071 1.125 -0.544 -0.105
Thailand 3.159 2.542 0.802 0.928 0.641 0.763 0.780 0.916 -1.108 -0.704
Cambodia -0.315 3.754 -0.065 4.610 -0.062 4.628 -0.049 5.027 -0.156 -5.298
LaoPDR -0.020 2.073 -0.082 1.583 -0.039 1.673 -0.087 1.577 -0.505 2.275
Vietnam -1.668 0.517 -0.109 1.730 -0.043 1.576 -0.012 1.788 1.491 0.704
SEAsia -0.617 14.429 -0.093 0.579 -0.055 -0.025 -0.073 -0.175 0.320 -1.000
India -2.524 -2.722 0.843 0.887 0.946 0.991 0.833 0.884 -0.850 -0.928
Japan 0.046 0.060 -0.017 -0.022 -0.018 -0.023 -0.017 -0.022 0.092 0.079
EU_25 -0.175 -0.167 -0.007 -0.010 -0.003 -0.006 0.000 -0.003 -0.032 0.013
Oceania -0.081 -0.145 -0.033 -0.043 -0.033 -0.041 -0.032 -0.039 -0.095 0.048
EastAsia -0.030 -0.064 -0.024 -0.029 -0.022 -0.028 -0.022 -0.026 0.223 0.236
SouthAsia -0.545 -0.601 -0.030 -0.033 -0.021 -0.024 -0.018 -0.020 -0.133 -0.113
NAmerica -0.207 -0.263 -0.002 -0.004 0.000 -0.001 -0.002 -0.003 -0.035 0.026
LatinAmer -0.499 -0.518 -0.006 -0.008 -0.001 -0.002 -0.005 -0.006 0.148 0.209
MENA -0.080 -0.103 -0.011 -0.013 -0.007 -0.006 -0.010 -0.009 -0.051 -0.002
SSA -0.287 -0.345 -0.019 -0.023 -0.002 0.000 -0.002 0.000 -0.032 0.018
RestofWorld -0.190 -0.200 -0.005 -0.008 -0.001 -0.002 -0.004 -0.004 0.052 0.134

Tabel 6.14 dan 6.15 akan merinci dampak ekspor dan impor sektoral untuk industri/komoditas
dalam perekonomian Indonesia sebagai akibat liberalisasi di level ASEAN5-India. Sementara Tabel
6.16 dan 6.17 akan menyajikan hasil simulasi dampak jika liberalisasi diperluas ke level keseluruhan
ASEAN-India. Namun karena keterbatasan tempat penyajian dan untuk mempermudah analisis
hanya akan disajikan untuk industri/komoditas untuk urutan 10 sektor yang mengalami dampak
positif terbesar dan 10 sektor yang mengalami dampak negatif terbesar bagi Indonesia baik di sisi
ekspor maupun impor.

Dari Tabel 6.14 dapat kita lihat bahwa liberalisasi perdagangan di ASEAN5 mengakibatkan
ekspor Indonesia untuk komoditas vegetable oils and fats, motor vehicles and parts, forestry, dan
vegetables, fruit, nuts meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti oleh
peringkat berikutnya dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas beverages and tobacco
products, transport equiptment nec., paddy rice, ferrous metals, metal products, dan sugar cane,
sugar beet. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Indonesia mendapat manfaat dengan kenaikan ekspor
beberapa komoditas yang cukup tinggi. Namun juga terlihat adanya komoditas yang mengalami

90
penurunan ekspor dengan persentasi di atas 10%, yaitu: wool, silk-worm cocoons, raw milk, oil seeds,
meat: cattle, sheep, goats, horse, wheat, processed rice, dan meat product nec.

Tabel 6.14 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN5-India terhadap Ekspor Sektoral

INA MAL PHI SIN THA CAM LAO VIE SEA IND
Vegetable oils and fats 29.70 0.81 2.71 2.48 15.30 -38.31 0.32 0.82 0.02 26.20
Motor vehicles and parts 13.29 6.59 24.48 53.64 5.28 -0.84 -4.79 -0.67 -0.41 3.84
Forestry 12.27 2.98 3.02 1.31 4.71 0.01 2.00 0.13 -1.10 1.02
Vegetables, fruit, nuts 10.04 4.08 1.73 1.48 -1.84 0.61 0.48 1.67 -1.09 3.27
Beverages and tobacco products 8.24 11.37 39.96 20.60 2.08 -0.24 0.14 -1.83 -2.18 2.80
Transport equipment nec 4.89 7.59 -1.30 -5.63 1.79 -0.79 -0.03 0.32 0.35 5.99
Paddy rice 4.60 15.41 12.87 -16.23 -13.29 -49.55 1.12 10.68 1.43 8.24
Ferrous metals 3.91 11.02 2.41 3.07 8.67 0.20 0.64 0.01 0.68 3.48
Metal products 3.59 9.58 3.55 32.99 0.67 -0.25 -2.76 -0.30 -2.51 2.57
Sugar cane, sugar beet 3.49 -11.50 5.75 -8.75 -16.03 -2.01 1.02 4.25 1.20 4.17
Plant-based fibers -5.05 -3.10 1.87 -5.66 -0.25 -0.05 0.22 -0.37 0.23 2.88
Sugar -5.06 12.07 6.35 20.95 11.43 -1.24 0.68 -12.73 0.29 6.57
Cattle,sheep,goats,horses -7.35 -2.67 3.73 -1.35 -4.88 0.65 2.48 2.56 3.56 3.90
Meat products nec -10.54 -2.79 5.87 19.47 -6.51 0.66 1.76 2.53 1.57 11.20
Processed rice -11.51 22.77 7.67 13.40 5.21 0.85 1.31 -7.39 2.23 2.95
Wheat -13.32 0.47 1.39 -8.90 -4.29 -0.08 -0.47 -0.74 1.32 4.95
Meat: cattle,sheep,goats,horse -16.25 -3.06 5.43 1.75 -10.07 0.84 1.68 0.53 1.66 6.19
Oil seeds -17.64 9.96 6.14 14.27 -1.12 1.11 0.60 2.25 -0.45 32.98
Raw milk -18.12 -4.46 2.88 -11.43 -10.49 -1.24 -3.32 0.05 -0.87 7.23
Wool, silk-worm cocoons -23.13 -10.10 16.52 -14.49 -12.64 -0.72 -2.63 3.05 -0.32 13.77

Sementara itu, Tabel 6.15 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di
ASEAN5-India terhadap impor sektoral/komoditas. Dari tabel dapat terlihat bahwa Indonesia
mengalami kenaikan yang cukup signifikan untuk impor oil seeds, vegetable oils and fats, paddy
rice, processed rice, dan sugar. Selain itu, ada yang menonjol dari penurunan impor yaitu untuk
komoditas sugar cane, sugar beet yang turun sampai dengan 10,26%.

Dengan membandingkan Tabel 6.14 dengan Tabel 6.15 dapat diketahui bahwa: (1) liberalisasi
perdagangan di level ASEAN5-India memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar
cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor 3.49% tetapi juga mengalami
penurunan impor yang sangat signifikan, yaitu sebesar 10,26%. Kondisi ini secara tidak langsung
menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara
lain. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor, yaitu:
vegetable oils and fats, beverages and tobacco products, paddy rice, motor vehicles and parts, dan
metal products. (3) Beberapa komoditas mengalami penurunan ekspor sekaligus kenaikan impor,
yaitu: oil seeds, processed rice, sugar, dan meat: cattle, sheep, goats, horse.

91
Tabel 6.15 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN5-India terhadap Impor Sektoral
INA MAL PHI SIN THA CAM LAO VIE SEA IND
Oil seeds 29.45 2.70 8.59 0.82 1.93 -3.11 -1.52 -0.24 0.97 -25.24
Vegetable oils and fats 18.90 0.55 1.37 2.82 3.12 -0.90 -1.56 0.35 -1.42 70.08
Paddy rice 18.31 74.31 66.00 0.82 23.56 3.98 -6.39 -8.57 1.90 15.20
Processed rice 11.90 19.03 13.19 1.32 8.72 -3.88 -2.56 -4.17 -3.62 17.36
Sugar 11.61 0.98 33.76 3.79 6.03 -1.10 -0.27 -2.49 -2.84 2.32
Beverages and tobacco products 9.39 10.30 0.78 1.24 12.58 -0.11 -0.60 -0.21 -0.15 1.63
Meat: cattle,sheep,goats,horse 7.10 0.63 9.79 2.19 1.67 -0.44 -2.93 0.30 -0.60 -0.34
Metal products 6.78 6.90 2.41 5.33 4.58 -0.29 -0.25 -0.13 -0.09 1.99
Crops nec 6.44 6.82 2.78 0.60 18.01 0.87 -0.92 -0.05 -1.49 22.97
Motor vehicles and parts 5.95 2.35 4.93 4.30 5.45 0.10 -0.08 -0.16 -0.09 4.23
Business services nec 0.52 0.80 0.47 -0.27 0.72 -0.13 -0.31 -0.20 -0.15 -0.01
Electronic equipment 0.32 -1.01 -0.17 -3.06 -0.01 -0.46 -0.11 -0.22 -0.72 0.23
Metals nec 0.14 0.94 1.25 3.49 -0.12 0.22 -0.68 -0.10 -0.36 0.36
Forestry 0.05 1.81 0.37 2.68 6.43 -0.06 -4.07 0.21 -2.20 3.89
Gas -0.19 -0.38 1.76 1.66 0.04 -0.53 17.82 3.12 -0.05 0.17
Dwellings -0.31 -0.45 -0.07 0.98 0.13 -0.10 -0.07 0.03 -0.05 0.40
Wheat -0.67 2.93 0.15 0.65 -0.33 -0.01 0.17 0.33 0.09 -2.14
Oil -1.13 9.51 0.11 3.86 -0.38 0.08 0.69 0.05 -3.30 0.26
Plant-based fibers -2.52 1.40 -1.05 1.50 -1.07 0.00 -0.92 -0.03 0.10 -0.83
Sugar cane, sugar beet -10.26 5.10 -2.80 1.31 3.76 1.02 -0.52 -2.20 -2.27 -2.10

Tabel 6.16 dan Tabel 6.17 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara
penuh di level keseluruhan ASEAN-India. Hasilnya bagi Indonesia menunjukkan pola yang hampir
sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 sebagaimana
disajikan dalam Tabel 6.14 dan Tabel 6.15 di atas dengan magnitude yang hampir sama pula.

Tabel 6.16 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-India terhadap Ekspor Sektoral


INA MAL PHI SIN THA CAM LAO VIE SEA IND
Vegetable oils and fats 29.97 1.09 2.35 3.78 19.70 27.24 -13.10 0.01 -7.01 25.03
Motor vehicles and parts 15.99 6.93 25.10 57.71 6.15 22.10 192.23 2.97 3.37 3.80
Forestry 12.04 2.27 2.91 1.65 3.76 -7.43 -3.63 -1.33 1.53 1.55
Vegetables, fruit, nuts 11.15 4.38 1.51 0.63 -0.93 5.27 24.14 0.01 20.51 4.23
Beverages and tobacco products 8.73 25.32 42.07 37.31 4.15 3.78 -4.40 6.26 12.99 4.39
Transport equipment nec 5.07 7.68 -1.44 -5.67 9.56 27.37 72.49 5.22 -1.68 5.94
Metal products 4.11 9.82 3.63 33.44 1.28 24.68 36.81 4.26 15.40 2.68
Sugar cane, sugar beet 4.06 -11.58 5.17 -12.40 -16.44 10.60 -5.41 0.24 -28.67 4.38
Ferrous metals 3.79 12.43 2.50 2.81 8.60 29.51 26.24 7.47 1.21 3.51
Petroleum, coal products 1.39 0.93 3.20 4.44 7.05 -6.92 -1.73 13.04 -2.66 1.98
Leather products -4.97 9.61 1.62 5.78 0.57 6.05 -1.12 1.39 -5.66 4.82
Sugar -5.90 11.83 6.02 20.75 12.00 4.34 -5.91 21.62 -9.98 6.77
Cattle,sheep,goats,horses -6.67 2.03 3.29 -2.84 -3.40 -8.41 5.79 -1.69 -4.83 4.02
Processed rice -10.29 31.03 6.10 8.21 4.09 -3.54 -7.20 0.01 -23.30 2.99
Meat products nec -10.68 0.12 7.39 22.10 -6.31 -3.30 -13.62 1.99 -24.80 34.62
Wheat -13.00 0.39 2.21 -1.30 -4.16 -0.52 -0.51 6.34 -21.11 5.11
Meat: cattle,sheep,goats,horse -15.73 6.97 4.93 2.24 -10.12 -13.44 -16.11 38.00 -39.43 11.01
Oil seeds -17.09 10.00 5.69 12.78 3.27 43.78 30.50 12.23 -17.68 33.53
Raw milk -17.33 -4.32 2.17 -16.94 -10.46 -0.27 6.69 -0.95 -19.72 7.58
Wool, silk-worm cocoons -22.38 -9.82 15.40 -19.66 -12.16 -3.38 6.53 -2.06 -20.53 14.21

92
Tabel 6.17 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-India terhadap Impor Sektoral
INA MAL PHI SIN THA CAM LAO VIE SEA IND
Oil seeds 29.39 2.92 8.64 1.48 3.24 12.38 11.95 1.75 9.21 -25.22
Processed rice 22.30 28.98 11.68 1.66 10.67 14.18 10.16 9.98 9.73 31.55
Vegetable oils and fats 19.01 0.82 1.49 3.40 3.22 10.13 7.09 1.86 1.33 70.07
Paddy rice 15.90 96.09 67.14 1.68 28.82 20.40 24.85 3.21 33.56 14.71
Sugar 11.65 1.04 33.74 4.15 6.57 2.93 0.77 24.72 3.77 2.32
Coal 10.54 0.72 0.31 1.80 0.71 1.85 8.82 -1.25 1.13 2.82
Beverages and tobacco products 9.63 10.44 0.83 1.38 13.23 3.44 8.98 9.74 21.01 1.69
Metal products 6.97 7.25 2.42 5.62 5.19 5.96 2.61 1.29 -0.31 2.22
Meat: cattle,sheep,goats,horse 6.87 0.69 9.98 2.49 2.01 7.16 12.51 1.13 19.97 -0.32
Fishing 0.57 1.52 2.52 1.34 4.26 7.35 3.00 2.71 -0.39 2.52
Business services nec 0.55 0.84 0.48 -0.22 0.95 1.39 0.55 0.79 0.96 -0.01
Electronic equipment 0.35 -1.11 -0.21 -3.07 -0.43 9.66 2.75 1.65 5.08 0.27
Metals nec 0.18 0.92 1.28 3.60 -0.20 6.85 1.37 1.19 0.81 0.37
Gas 0.01 0.16 2.08 1.74 0.75 -10.15 -47.29 -66.70 0.64 0.24
Forestry -0.02 1.44 0.39 2.68 7.29 6.69 4.40 -1.44 9.39 5.93
Dwellings -0.30 -0.43 -0.07 1.01 0.21 -0.64 -0.45 0.07 0.49 0.41
Wheat -0.64 3.51 0.15 1.27 -0.05 -2.28 -0.47 -0.34 -2.66 -2.16
Oil -1.78 12.24 0.14 4.52 1.20 -10.46 -1.72 0.30 0.54 0.35
Plant-based fibers -2.58 1.60 -0.91 2.17 -1.05 1.81 2.86 0.29 3.22 -0.79
Sugar cane, sugar beet -10.62 4.89 -2.52 2.21 3.73 -5.78 2.43 -2.12 11.08 -2.19

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN


Dari berbagai uraian tersebut di atas, baik yang berupa analisis deskriptif terhadap data
perkembangan ekspor-impor Indonesia, komposisi dan struktur tarif impor negara-negara di ASEAN,
dan simulasi dampak liberalisasi perdagangan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:

1. India-ASEAN Free Trade Agreement (AIFTA) mulai berlaku pada 1 Januari 2010 untuk
Malaysia, Singapura dan Thailand. Indonesia menyusul meratifikasi perjanjian AIFTA ini pada
10 Juni 2010.
2. Komparasi tarif antara negara ASEAN dan India dalam data GTAP8 dapat ditemukan beberapa
fakta sebagai berikut: (1) India cenderung lebih protektif dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN. Jumlah komoditas yang masih memiliki tarif di atas 10% untuk impor India dari
negara-negara ASEAN masih jauh lebih banyak dibanding impor negara-negara ASEAN dari
India. Komoditas yang menonjol dilindungi oleh India dari pasar komoditas asing ialah
komoditas hasil pertanian dan komoditas olahan pertanian. Hal ini tercermin dari tarif impor
yang relatif tinggi. Sementara untuk komoditas produk industrial besaran tarifnya relatif
moderat. (2) Posisi Indonesia relatif sudah terbuka terhadap India, hanya beberapa produk yang

93
memiliki tariff impor dari India di atas 10%, yaitu: Motor vehicles and parts, Sugar, Rice (pady,
processed), Beverages and tobacco products, dan Wearing apparels. Sementara impor India dari
Indonesia masih relatif tertutup.
3. Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India dan keseluruhan
ASEAN-India menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
a. Liberalisasi penuh di ASEAN5-India atau pun keseluruhan ASEAN-India menunjukkan
bahwa memiliki dampak positif terhadap Indonesia. Bahkan dampak positif terlihat untuk
semua indicator yaitu peningkatan volume perdagangan Indonesia baik ekspor maupun
impor, neraca perdagangan (trade balance), dan term of trade. Walaupun secara prosentasi
kenaikan impor lebih tinggi dari kenaikan ekspor namun masih mampu menjaga dampak
kenaikan pada neraca perdagangan (trade balance). Kenaikan term of trade juga relatif tinggi
dibandingkan negara ASEAN5 lainnya kecuali Singapore. Yang lebih penting ialah bahwa
dampak positif bagi Indonesia secara umum relatif lebih besar jika dibandingkan dengan
dampak yang dinikmati oleh negara ASEAN lainnya atau pun dampak yang dinikmati oleh
India.
b. Liberalisasi mampu meningkatkan PDB Indonesia dengan angka persentase kenaikan yang
cukup tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya, hanya lebih kecil dari Singapore.
Sementara itu hasil simulasi dampak terhadap investasi menunjukkan bahwa dampak
persentase perubahan investasi di Indonesia walaupun positif (mengalami kenaikan), namun
besarannya terkecil dibanding negara ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi penuh di level
ASEAN5-India dan hanya satu tingkat lebih tinggi dari India ketika liberalisasi terjadi di
level ASEAN-India secara keseluruhan.
c. Liberalisasi perdagangan mengakibatkan kenaikan kesejahteraan rumah tangga, bahwa
dampak terhadap Indonesia relatif lebih besar jika dibandingkan dengan negara ASEAN5
lainnya untuk liberalisasi di level ASEAN5-India. Ketika liberalisasi diperluas ke level
ASEAN-India posisi Indonesia sedikit menurun tetapi secara besaran persentasi tetap
mengalami peningkatan.
d. Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land),
tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan
sumber daya alam (NatRes), hanya satu komponen yang dampaknya negatif bagi Indonesia,
yaitu sumber daya alam (NatRes). Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan
menurunkan return pendapatan dari sumber daya alam. Kemungkinannya ialah untuk
barang-barang komoditas Indonesia yang dominan sumber daya alamnya mengalami
penurunan daya saing sehingga kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari negara-negara
mitra dagang Indonesia. Namun di sisi lain, untuk komponen tanah (Land) mengalami
kenaikan yang sangat signifikan, ini mengindikasikan bahwa sektor pertanian memiliki
tambahan manfaat yang cukup besar.

94
e. Liberalisasi perdagangan di ASEAN5-India mengakibatkan ekspor Indonesia untuk
komoditas vegetable oils and fats, motor vehicles and parts, forestry, dan vegetables, fruit,
nuts meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti oleh
peringkat berikutnya dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas beverages and
tobacco products, transport equiptment nec., paddy rice, ferrous metals, metal products, dan
sugar cane, sugar beet. Namun juga terlihat adanya komoditas yang mengalami penurunan
ekspor dengan persentasi di atas 10%, yaitu: wool, silk-worm cocoons, raw milk, oil seeds,
meat: cattle, sheep, goats, horse, wheat, processed rice, dan meat product nec.
f. Liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India memberikan dampak kenaikan yang cukup
signifikan untuk impor oil seeds, vegetable oils and fats, paddy rice, processed rice, dan
sugar. Selain itu, ada yang menonjol dari penurunan impor yaitu untuk komoditas sugar
cane, sugar beet yang turun sampai dengan 10,26%.
g. Secara keseluruhan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India:
(1) liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India memberikan dampak yang sangat baik
bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor 3.49%
tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan, yaitu sebesar 10,26%.
Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan
daya saing dibandingkan dengan negara lain. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan
baik dari sisi ekspor maupun impor, yaitu: vegetable oils and fats, beverages and tobacco
products, paddy rice, motor vehicles and parts, dan metal products. (3) Beberapa komoditas
mengalami penurunan ekspor sekaligus kenaikan impor, yaitu: oil seeds, processed rice,
sugar, dan meat: cattle, sheep, goats, horse.
h. Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level keseluruhan ASEAN-
India menunjukkan pola yang hampir sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi
perdagangan di level ASEAN5-India.

Dengan memperhatikan poin-poin dalam kesimpulan tersebut di atas baik yang berasal dari
deskriptif analisis maupun hasil simulasi dampak, maka kami merekomendasikan kebijakan sebagai
berikut:

1. Pemerintah Indonesia perlu mengambil inisiatif dan proaktif bahkan progresif dalam hal negosiasi
pengurangan tarif dalam skema FTA ini. Hal ini mengingat bahwa Indonesia telah lebih terbuka
secara relatif dibandingkan dengan India dan beberapa negara ASEAN lainnya. Selain itu, hasil
simulasi dampak juga menunjukkan potensi benefit yang cukup baik bagi Indonesia.
2. Beberapa komoditas Indonesia yang bisa dan siap untuk diliberalisasi secara penuh asalkan
diperlakukan setara dengan negara ASEAN lainnya, yaitu: sugar cane, sugar beet. Hal ini
berdasarkan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa ketika diliberalisasi untuk wilayah ASEAN,
komoditas-komoditas tersebut mengalami kenaikan ekspor dan sekaligus penurunan impor.

95
3. Untuk beberapa komoditas yang hasil simulasinya menunjukkan bahwa liberalisasi
mengakibatkan kenaikan baik untuk ekspor dan impor yaitu untuk komoditas: vegetable oils and
fats, beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products, perlu dilihat
lebih detail klasifikasi HS-nya. Hal ini penting untuk mengetahui lebih detail unsur-unsur
komoditas apa berdasar klasifikasi HS yang mengalami dampak kenaikan ekspor dan impor
sehingga dapat diambil kebijakan yang lebih tepat.
4. Terkait dengan produk komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor perlu dilakukan studi
lanjutan untuk melakukan analisis daya saing dan mengukur tingkat produktivitas. Hal ini penting
tidak hanya untuk memahami peta persaingan dengan komoditas dari negara lain akan tetapi juga
menemukan formula untuk meningkatkan daya saing dengan peningkatan produktivitasnya.
5. Untuk produk-produk yang perlu dilakukan perhatian untuk dilindungi antara lain: oil seeds,
sugar, dan meat: cattle, sheep, goats, horse. Hal ini karena diindikasikan bahwa liberalisasi
mengakibatkan penurunan ekspor dan kenaikan impor untuk komoditas tersebut.

96
BAB VII
ASEAN-JAPAN COMPREHENSIVE ECONOMIC
PARTNERSHIP

PENDAHULUAN

ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) merupakan kesepakatan antara


negara-negara anggota ASEAN dengan Japan untuk mewujudkan kawasan perdagangan bebas
dengan menghilangkan atau mengurangi hambatan-hambatan perdagangan barang baik tarif ataupun
non tarif, peningkatan akses pasar jasa, peraturan dan ketentuan investasi, sekaligus peningkatan
aspek kerjasama ekonomi untuk mendorong hubungan perekonomian para Pihak AJCEP dalam
rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat ASEAN dan Japan.

AJCEP dibentuk berdasarkan Joint Declaration of the Leaders of the Comprehensive


Economic Partnertship between ASEAN and Japan yang ditandatangani pada tanggal 5 Nopember
2002, serta Framework for Comprehensive Economic C ooperation between ASEAN and Japan yang
ditandatangani tanggal 8 Oktober 2003. Dalam KTT ASEAN-Japan ke-8, Para Kepala Negara
ASEAN dan Japan menyetujui Perjanjian Kerjasama Ekonomi ASEAN-Japan dan mulai dilakukan
negosiasi pada bulan April 2005 dan ditandatangani pada bulan Maret dan April 2008 secara
adreferendum. Persetujuan telah berlaku efektif per 1 Desember 2008. Persetujuan AJCEP
merupakan suatu persetujuan ekonomi antara ASEAN dan Japan yang bersifat komprehensif serta
mencakup bidang perdagangan barang, jasa, investasi, SPS, TBT dan kerjasama ekonomi.
Persetujuan AJCEP telah diratifikasi melalui Peraturan Presiden Nomor 50 Tahun 2009 tanggal 19
November 2009 tentang Pengesahan Persetujuan AJCWP.

Secara umum komitmen Indonesia berbasis pada posisi Indonesia Japan EconomicPartnership
Agreement (IJEPA), namun komitmen Indonesia dalam AJCEP lebih konservatif dibanding IJEPA.
Kategori liberalisasi tarif bea masuk dibagi menjadi 2(dua) yaitu penghapusan tarif (Normal Track)
dan penurunan tarif (Sensitive Track).

1. Modalitas

a. Normal Track (NT) – ASEAN sebesar 90% dari total pos tarif dan Japan sebesar 92% dari
total pos tarif dan nilai dagang, terdiri atas eliminasi dalam tempo 10 tahun (88%) dan
penghapus lebih lanjut (4%)
b. Sensitive Track (ST) - 8% dari total pos tarif 6 digit dan nilai dagang. Khusus untuk
Sensitive Track tersebut, modalitas dibagi atas 3 (tiga) elemen yaitu:

97
1) Sensitive List (SL) – 4.8% hanya dari nilai dagang, diturunkan hingga mencapai tingkat
tarif 0-5% dengan maksimum 2% dari nilai dagang dicadangkan untuk Tariff Rate Quota
(RTQ) sebagai safety-net measures;
2) Highly Sensitive List (HSL) – 2.2% hanya dari nilai dagang, diturunkan hingga mencapai
tingkat tarif lebih dari 50% dan sebagian mencapai tingkat tarif tidak lebih dari 20%,
3) Exclusion List (EL) – sebanyak 1 dari nilai dagang dan 1-3% dari pos tarif.

2. ROO (Rules of Origin).

Barang disebut sebagai originating goods dan berhak untuk mendapatkan konsesi tarif apabila
memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:
a. wholly obtained or produced;
b. non-originating material (Regional Value Content-RVC tidak lebih dari 40% atau
mengalami Change in Tariff Classification-CTC pada level 4-digit);

3. Bidang Kerjasama Ekonomi

Bidang kerjasama ekonomi dalam skema AJCEP mencakup area sebagai berikut: Trade-related
procedures, Business environment, Intellectual property, Energy, Information and communications
technology, Human resource development, Small and medium enterprises, Tourism and hospitality,
Transportation and logistics, Agriculture, Fisheries and Forestry; Environment;Competition Policy;
dan area lain yang disepakati bersama. Sub-Committee on Economic Cooperation akan dibentuk pada
saat entry to force persetujuan ini untuk memonitor perlaksanaan kegiatan kerjasama ekonomi
tersebut.Kegiatan kerjasama ekonomi minimal melibatkan 2 (dua) negara anggota ASEANdan Japan.

METODOLOGI
Untuk menganalisis dampak AJCEP terhadap perekonomian Indonesia pada bagian ini akan
dievaluasi ex-post impact analysis dan ex-ante impact analysis. Metodologi yang digunakan untuk
impact assessment ini menggunakan metodologi yang disarankan oleh Plummer et al. (2010).
Mengingat skema AJCEP masih baru dan Indonesia masih mengkaji untuk tergabung dalam skema
ini maka ex-post impact analysis digunakan untuk mengevaluasi dampak IJEPA sebagai perjanjian
perdagangan bilateral Indonesia – Japan yang telah berjalan semenjak tahun 2007. Metode yang
digunakan untuk analisis ini menggunakan analisis deskriptif. Pendekatan ini dilakukan karena
pendekatan deskriptif relatif mudah dilakukan, sementara evaluasi dengan menggunakan FTA
Preference Indicators telah dilakukan pada bagian sebelumnya.

Ex-ante impact analysis digunakan untuk mengevaluasi potensi dampak AJCEP yang akan
datang bagi perekonomian Indonesia. Untuk evaluasi ini digunakan pendekatan simulasi

98
menggunakan computable general equilibrium (CGE) model. Model yang digunakan untuk tipikal
analisis ini ialah model CGE Global Trade Analysis Project (GTAP) dengan menggunakan database
terbaru GTAP versi 8 yang baru saja release Mei 2012. Database GTAP versi 8 merupakan database
yang berisi data dan informasi perdagangan bilateral antarnegara secara lengkap termasuk informasi
keterkaitan transportasi dan proteksi. Database ini dikompilasi dari table IO negara-negara di dunia.
Database GTAP versi 8 menggunakan data dengan tahun benchmark 2004 dan 2007 dan terdiri atas
data dari 129 negara dan 57 jenis komoditas.

Namun sebelum melakukan simulasi dengan model CGE GTAP akan dielaborasi dulu
database GTAP versi 8 ini untuk diketahui gambaran komparasi tarif antarnegara yang dianalisis
untuk tiap komoditas yang diperdagangkan. Gambaran deskriptif ini perlu diketahui untuk
mendapatkan gambaran kepentingan setiap negara dalam menegosiasikan tarif perdagangannya.

ANALISIS

Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-Japan


Neraca perdagangan Indonesia dengan Japan dalam periode 2000-2010 selalu menunjukkan surplus.
Namun surplus perdagangan ini disumbangkan oleh ekspor migas. Ekspor gas alam pada tahun 2000
menyumbang 29,03 persen dari total ekspor dan minyak mentah menyumbang 14,82 persen.
Sementara itu untuk ekspor non migas selalu berfluktuatif namun cenderung defisit. Pada tahun 2000
surplus perdagangan Indonesia dengan Japan mencapai USD9,018 miliar dan pada tahun 2007
(sebelum diberlakukannya FTA) meningkat tajam menjadi USD17,103 miliar.

Gambar 7.1 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-Japan (Migas - Non Migas)

99
Sejak diberlakukannya FTA pada tahun 2008, surplus perdagangan Indonesia dengan Japan
cenderung mengalami penurunan. Pada tahun 2008 surplus perdagangan masih tercatat sebesar USD
13,003 miliar dan pada tahun 2010 turun menjadi USD 8,816 miliar. Pada tahun 2010 ekspor
Indonesia ke Japan mengalami perubahan, apabila sebelumnya gas alam dan minyak menjadi
penyumbang terbesar, sumbangan eskpor kedua komoditi ini mengalami penurunan masing-masing
menjadi 22,84 persen dan 9,91 persen. Sedangkan ekspor biji tembaga meningkat dari 4,30 persen
(2000) menjadi 11,16 persen (2010). Berdasarkan data ini maka FTA cenderung merupakan trade
creation untuk Japan.

Gambar 7.2 Perkembangan Komoditas Ekspor Utama Indonesia ke Japan

Tahun 2000 Biji tembaga


4.30% Minyak petroleum
mentah
14.82%
Batubara bahan
Gas Alam bakar
29.03% 2.27% Technically
Mate Nikel Specified Natural
1.84% Rubber (TSNR):
0.61%
tembaga
Lainnya dimurnikan
41.34% 0.48% Kokas
petroleum
0.00%
Kayu lapis Batubara lainnya
5.20% 0.10%

Tahun 2010 Biji tembaga


11.16% Minyak petroleum
Gas Alam mentah
22.84% 9.91%
Batubara bahan
bakar
8.07%
Mate Nikel
Lainnya 5.55%
28.28%
Technically
Specified Natural
Kayu lapis Rubber (TSNR):
1.58% tembaga 3.71%
Batubara lainnya Kokas petroleum
dimurnikan
2.77% 3.02% 3.13%

Sumber: BPS, CEIC, diolah

Sementara itu dari sisi ekspor, tahun 2000 Komoditas ekspor utama Indonesia Japan berupa
Gas Alam sebesar 29.03% dan Minyak metah sebesar 14.82%. Tahun 2010 ekspor gas alam dan

100
minyak mentah menurun masing-masing menjadi 22.84% dan 9.91%. Selain itu, ekspor Bijih
tembaga meningkat dari 4.30% menjadi 11.16%
Sementara itu impor Indonesia dari Japan pada tahun 2000 didominasi mesin piston, karburator
dan alat berat. Pada tahun 2010 komoditas impor utama didominasi oleh kendaraan barang dan
mobil. Disamping itu impor alat berat dan karburator juga mengalami peningkatan, namun untuk
mesin piston mengalami penurunan.

Gambar 7.3 Perkembangan Komoditas Impor Utama Indonesia dari Japan


Kendaraan barang Mobil 1000 cc - Alat berat
Tahun 2000 (damper) (buldoser dll)
1500 cc tembaga
0.06% 0.01% 1.04%
dimurnikan
(katoda)
0.32%
Bagian dari mesin
piston
2.23%
Lainnya
92.55% karburator & parts
1.43%
Bagian dari derek
Mobil 1500 cc - kapal
3000 cc 1.19%
0.36% Poros transmisi
0.82%

Tahun 2010 Kendaraan barang Kendaraan barang Mobil 1000 cc - Alat berat
5.93% (damper) 1500 cc (buldoser dll)
2.87% 2.49% 2.46%
tembaga
dimurnikan
(katoda)
2.01%
Bagian dari mesin
karburator & parts piston
Lainnya
1.65% 1.72%
76.38%
Bagian dari derek
Mobil 1500 cc - Poros transmisi kapal
3000 cc 1.49% 1.58%
1.42%

Sumber: BPS, CEIC, diolah

Dalam perjanjian IJEPA, telah disepakati ketentuan User Specific Duty Free Scheme (USDFS)
merupakan skema penetapan tarif bea masuk 0%. Hal ini mengakibatkan adanya potensi penerimaan
yang hilang dari pungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor, sebagaiman dirinci pada tabel
7.1 dan 7.2

101
Tabel 7.1 Nilai Skep USDFS (dalam miliar)
SKEP 2008 2009 2010 2011 Total
US$ 0,577 0,440 0,672 0,490 2,179
Yen 7,292 6,570 6,642 1,651 22,155

Tabel 7.2 Potential Loss: USDFS (dalam triliun rupiah)

Tarif Normal - (BM MFN rata2 = 8,6%) Tarif USDFS


BEA MASUK 1,815 0
PPN 2,293 2,111
PPh 0,573 0,528
Total 4,681 2,639
Selisih (potential lost) Rp. 2,042
*) NDPBM (periode 18 Sept 2011): 1 USD = Rp8.554,00 dan 1 JPY = Rp111,4

Selain USDFS, IJEPA juga menyepakati program Manufacturing Industrial Development


Center (MIDEC) yang merupakan program kompensasi atas dibukanya akses pasar melalui program
USDFS yang berupa kerjasama teknis dalam rangka peningkatan daya saing industri nasional melalui
training, training for trainers, pengiriman expert, kunjungan kerja ke industri-industri, basic study,
dan workshop/seminar.

Ruang lingkup MIDEC meliputi : a) Cross sectoral: metal working, welding, mold & dies,
energy conservation, export & investment promotion, dan small medium enterprise dan b) Specific
sector untuk industri tertentu, meliputi automotive, electronics, steel, textile, non-ferrous, chemicals,
dan food & beverages.

Fakta-fakta yang ada terkait dengan program MIDEC:

– Pihak Japan mendanai kegiatan terkait MIDEC yang dilaksanakan di Japan maupun Indonesia,
namun kenyataannya Indonesia juga turut berpartisipasi dalam pendanaan kegiatan.
– Sampai dengan tahun ketiga implementasi IJEPA (2008-2011), kedua pihak telah melaksanakan
kegiatan-kegiatan untuk 12 (dua belas) sektor MIDEC.
– Sesuai dengan kesepakatan, Indonesia dan Japan akan melakukan evaluasi terhadap seluruh
implementasi isu-isu IJEPA termasuk MIDEC pada tahun 2013
– Program MIDEC sebagai kompensasi atas potential loss dari USDFS tidak jelas dan tidak terukur.

Komparasi Tarif ASEAN-India Menurut Data GTAP8 (2007)

Data GTAP8 merupakan database yang paling lengkap yang mampu menggambarkan keterkaitan
hubungan perdagangan antarnegara. Data GTAP8 menghimpun aktivitas transaksi perdagangan dari
129 negara di dunia dan 57 jenis komoditas. Walaupun demikian data GTAP8 memiliki tahun

102
benchmark 2007 (publikasi paling mutakhir pada 5 Maret 2012), relatif tertinggal namun ini data
terlengkap termutakhir yang ada. Data GTAP8 juga mengklasifikasi hanya ke dalam 57 jenis
komoditas, terlalu aggregate dibandingkan dengan klasifikasi HS yang biasa ditemukan dalam data
ekspor-impor suatu negara. Namun dengan berbagai keterbatasan kondisi tersebut data GTAP8 masih
sangat mumpuni untuk landasan analisis yang sifatnya lebih makro yang mampu memberikan
gambaran awal untuk eksplorasi lanjutan yang lebih detail dan terinci.

Eksplorasi data GTAP8 menunjukkan bahwa struktur tarif eksisting pada tahun 2007 untuk
Japan dari berbagai Negara ASEAN dan sebaliknya yang dipresentasikan dalam Tabel 7.3 dan Tabel
7.4. Namun untuk membuat tabel ini lebih mudah terlihat dan terakomodasi oleh ruang yang terbatas,
presentasi hanya dilakukan untuk komoditas-komoditas dalam data GTAP8 yang memiliki tariff
efektif 10% ke atas.

Dengan membandingkan Tabel 6.8 dan Tabel 6.9 maka dapat dilihat bahwa Japan cenderung
lebih terbuka dibandingkan dengan negara-negara ASEAN, hanya beberapa komoditas dari negara-
negara ASEAN yang masih dikenakan tarif impor. Pengenaan tarif tersebut benar-benar untuk
melindungi komoditas domestik Japan, yang tercermin walau pun hanya sedikit jenis komoditasnya
tetapi dikenakan tariff yang cukup tinggi. Misalnya, Japan sangat melindungi komoditas domestic
paddy rice dan processed paddy dengan mengenakan tariff impor di ats 500% untuk impor
komoditas sejenis dari Thailand.

Dengan Indonesia, Japan telah relatif terbuka. Hal ini karena antara Japan dan Indonesia telah
terjalin hubungan dagang yang erat secara bilateral. Tinggal beberapa komoditas yang dikenakan
tariff impor di atas 10%, yaitu: dairy products, cattle, sheep, goats and horses, sugar, vegetables,
fruit and nuts, dan leather products. Sebaliknya, Indonesia pun telah relative terbuka terhadap
komoditas impor dari Japan. Beberapa komoditas impor dari Japan yang dikenai tariff di atas 10%
adalah: beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, wearing apparels, transport
equipment nec, dan wood products.

Tabel 7.3 Struktur tarif ke Japan dari Negara ASEAN menurut Data GTAP8 (2007)

Commodity INDO MAL PHIL SING THAI CAMB LAO VIET RSEA
Paddy rice 0.0 0.0 0.0 0.0 589.3 0.0 0.0 0.0 529.7
Vegetables, fruit, nuts 22.9 7.9 13.9 0.7 14.8 0.0 0.0 9.0 0.0
Cattle,sheep,goats,horses 35.2 0.0 0.0 0.0 20.7 0.0 0.0 0.0 0.0
Dairy products 136.0 0.0 73.9 0.0 143.5 0.0 0.0 0.0 0.0
Processed rice 0.0 0.0 0.0 0.0 586.0 0.0 0.0 402.9 722.7
Sugar 31.1 0.0 30.9 42.3 45.1 0.0 0.0 51.0 53.1
Food products nec 4.3 15.4 6.9 1.6 16.7 1.6 0.0 4.8 0.2
Beverages and tobacco products 9.3 2.7 6.0 0.0 14.8 0.0 0.0 8.8 0.3
Leather products 14.3 5.8 9.8 2.0 11.1 0.2 0.7 14.6 0.1

103
Tabel 7.4 Struktur tarif ke Negara ASEAN dari Japan menurut Data GTAP8 (2007)

Commodity INDO MAL PHIL SING THAI CAMB LAO VIET RSEA
Paddy rice 0.0 0.0 0.0 0.0 16.3 0.0 0.0 20.0 1.6
Cereal grains nec 0.0 0.0 28.5 0.0 0.0 0.0 0.0 7.6 5.0
Vegetables, fruit, nuts 5.2 2.4 11.6 0.0 27.2 0.0 0.0 30.0 13.3
Oil seeds 0.0 0.2 10.9 0.0 30.0 0.0 0.0 9.3 19.4
Crops nec 2.3 1.2 1.6 0.0 11.1 0.0 8.1 13.6 12.5
Animal products nec 4.2 0.6 3.3 0.0 3.8 0.0 0.0 3.8 13.5
Forestry 3.6 0.1 0.2 0.0 7.3 0.0 0.0 1.1 20.0
Fishing 4.3 0.0 6.9 0.0 7.1 0.0 0.0 16.4 4.1
Meat: cattle,sheep,goats,horse 7.0 0.0 4.6 0.0 8.7 0.0 0.0 19.9 16.1
Meat products nec 5.2 13.0 17.5 0.0 26.0 0.0 0.0 30.1 26.5
Vegetable oils and fats 3.2 1.0 5.1 0.0 20.1 0.0 0.0 22.7 9.4
Dairy products 5.1 0.8 2.3 0.0 26.6 0.0 0.0 19.4 7.7
Processed rice 6.6 40.0 0.0 0.0 9.4 7.0 5.0 0.0 2.2
Sugar 6.1 0.0 0.0 0.0 20.1 0.0 0.0 22.0 10.0
Food products nec 9.0 2.6 12.9 0.0 7.9 7.6 29.7 27.8 14.2
Beverages and tobacco products 98.8 76.4 8.4 0.0 59.5 0.0 0.0 42.9 42.6
Textiles 5.7 8.5 7.1 0.0 6.1 7.3 9.6 35.3 12.2
Wearing apparel 14.3 15.9 14.6 0.0 50.4 32.7 0.0 49.4 11.6
Leather products 5.6 7.8 6.0 0.0 10.3 15.5 0.0 10.6 10.3
Wood products 10.2 1.5 12.2 0.0 11.1 32.5 16.4 29.5 14.7
Paper products, publishing 4.6 10.2 4.1 0.0 5.0 6.2 5.5 17.7 2.1
Petroleum, coal products 0.7 0.5 1.9 0.0 10.5 0.0 0.0 18.5 5.9
Chemical,rubber,plastic prods 5.8 8.5 4.9 0.0 8.8 8.8 10.9 11.6 5.1
Mineral products nec 6.1 9.5 3.9 0.0 11.1 11.4 5.0 13.7 1.8
Ferrous metals 6.9 33.7 3.2 0.0 5.5 7.2 5.0 3.2 0.1
Metal products 8.9 10.7 7.8 0.0 10.8 13.0 5.5 13.4 2.1
Motor vehicles and parts 18.7 21.1 15.2 0.0 21.8 26.5 32.0 27.4 14.3
Transport equipment nec 10.5 4.3 4.4 0.0 21.1 14.2 14.4 29.7 7.7
Electronic equipment 1.2 0.1 0.1 0.0 0.7 18.0 6.4 3.5 6.0
Machinery and equipment nec 4.3 2.9 2.4 0.0 4.6 14.1 6.4 5.6 2.0
Manufactures nec 6.0 8.3 6.2 0.0 53.0 19.3 11.4 24.9 3.7

Hasil Simulasi CGE GTAP8

Untuk melihat dampak liberalisasi perdagangan dalam skema AFTA dilakukan dua simulasi:

1. Liberalisasi penuh terjadi di negara-negara ASEAN5 (Indonesia, Malaysia, Philippines, Singapore


dan Thailand) dan Japan; dan
2. Liberalisasi penuh terjadi di seluruh negara ASEAN dan Japan.

Hasil dua simulasi tersebut dengan Model CGE GTAP disajikan dalam beberapa tabel yang
merepresentasikan berbagai aspek, yaitu:

104
1. Dampak terhadap arus perdagangan agregat (nasional), yang terdiri atas persentase perubahan
nilai ekspor dan impor, nominal perubahan neraca perdagangan (trade balance), dan persentase
perubahan term of trade.
2. Dampak terhadap PDB dan investasi, yang terdiri atas persentase perubahan GDP baik dalam
besaran nominal atau pun harga, nominal perubahan pada equivalent variation, dan persentase
perubahan investasi.
3. Dampak terhadap kesejahteraan rumah tangga yang direpresentasikan oleh persentase perubahan
pendapatan faktor, persentase perubahan pendapatan rumah tangga dan persentase perubahan
tingkat harga konsumsi.
4. Dampak terhadap rasio pendapatan faktor terhadap inflasi yang didetailkan ke dalam persentase
perubahan tanah, tenaga kerja tidak terampil (unskill labour), tenaga kerja terampil (skill labour),
modal, dan sumber daya alam (natural resources).
5. Dampak terhadap ekspor dan impor sektoral dalam persentase perubahan.

Tabel 7.5 mengenai hasil simulasi dampak liberalisasi penuh di ASEAN5 dan di keseluruhan
ASEAN terhadap arus perdagangan menunjukkan bahwa FTA ASEAN-Japan berpotensi
meningkatkan volume arus perdagangan baik ekspor maupun impor. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa dampak ke peningkatan volume ekspor dan impor Indonesia cukup besar, terbesar kedua
setelah Thailand untuk liberalisasi di level ASEAN5-Japan. Ketika level liberalisasi diperluas di
keseluruhan negara ASEAN dan Japan, prosentasi kenaikan sedikit mengalami kenaikan.

Tabel 7.5 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-Japan terhadap Arus Perdagangan

Value of imports at
Value of exports Trade balance X-M Term of Trade
world price
(%-change) (%-change) (US$ mill-change) (%-change)
ASEAN5JPN ASEANJPN ASEAN5JPN ASEANJPN ASEAN5JPN ASEANJPN ASEAN5JPN ASEANJPN
Indonesia 1.327 1.407 2.031 2.137 -468.6 -480.2 -0.054 -0.065
Malaysia 0.861 0.932 1.885 1.981 -1079.8 -1080.8 0.015 0.021
Philippines 0.888 0.911 1.594 1.602 -407.6 -395.3 0.032 0.017
Singapore 0.931 1.077 0.966 1.134 407.5 441.8 0.730 0.775
Thailand 1.470 1.761 3.148 3.527 -2062.0 -2105.6 -0.024 0.036
Cambodia -0.085 1.579 -0.101 3.882 1.3 -146.6 -0.054 -0.369
LaoPDR -0.516 1.102 -0.636 3.043 2.8 -34.0 -0.156 0.262
Vietnam -0.073 2.076 -0.162 3.201 64.2 -928.4 -0.181 0.118
SEAsia -0.098 0.496 -0.185 1.340 2.5 -46.4 -0.086 -0.096
India -0.097 -0.107 -0.130 -0.151 151.1 189.6 -0.079 -0.098
Japan 0.452 0.589 0.711 0.878 -1452.8 -1553.4 0.266 0.315
EU_25 -0.025 -0.025 -0.056 -0.065 1848.0 2406.5 -0.016 -0.020
Oceania -0.120 -0.125 -0.191 -0.217 163.7 209.2 -0.073 -0.088
EastAsia -0.102 -0.150 -0.124 -0.179 -4.2 -77.5 -0.080 -0.108
SouthAsia -0.019 -0.018 -0.068 -0.099 46.2 71.6 -0.041 -0.070
NAmerica -0.006 0.002 -0.073 -0.084 1983.1 2465.1 -0.032 -0.038
LatinAmer -0.018 -0.016 -0.070 -0.083 261.2 337.7 -0.015 -0.018
MENA -0.019 -0.014 -0.043 -0.045 50.5 70.2 0.005 0.018
SSA -0.047 -0.042 -0.093 -0.097 134.0 160.6 -0.025 -0.017
RestofWorld -0.032 -0.028 -0.058 -0.063 358.7 495.9 0.002 0.014

105
Jika ditilik dari dampaknya ke neraca perdagangan (trade balance) Indonesia maka didapati
dampaknya negatif. Hal ini karena prosentasi kenaikan impor jauh lebih tinggi dari prosentasi
kenaikan ekspor, sehingga secara nominal dampak ke neraca perdagangan menjadi negatif. Secara
umum memang dampak skema FTA ini ke negara-negara ASEAN akan mengakibatkan penurunan
neraca perdagangan. Singapore ialah satu-satunya negara ASEAN yang memperoleh dampak positif
di neraca perdagangannya, baik untuk simulasi di level ASEAN5-Japan maupun di level keseluruhan
ASEAN-Japan.

Hal lain yang perlu dicatat ialah bahwa Indonesia menjadi satu-satunya negara anggota
ASEAN5 yang mengalami penurunan term of trade (TOT) untuk kedua simulasi baik simulasi
liberalisasi di level ASEAN5-Japan maupun liberalisasi di level ASEAN-Japan. Sementara Japan
mengalami kenaikan term of trade (TOT) yang cukup signifikan. Secara keseluruhan Singapore
mengalami dampak kenaikan term of trade (TOT) yang tertinggi.

Tabel 7.6 menyajikan dampak liberalisasi penuh terhadap PDB dan investasi. Dari tabel
tersebut terlihat bahwa liberalisasi membawa efek penurunan nilai PDB Indonesia walaupun indek
harga PDB juga menurun. Penurunan nilai PDB antara lain disebabkan komponen kenaikan impor
yang prosentasinya jauh lebih besar dari kenaikan ekspor. Dari sisi dampak terhadap investasi
mengalami kenaikan, walupun secara besaran relatif kecil jika dibandingkan dengan dampak yang
dialami oleh negara-negara ASEAN lainnya.

Tabel 7.6 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-Japan terhadap PDB dan Investasi

Change in value of Change in GDP price Investment levels to


Equivalent Variation
GDP index endowment stock
(%-change) (%-change) (US$ mill-change) (%-change)
ASEAN5JPN ASEANJPN ASEAN5JPN ASEANJPN ASEAN5JPN ASEANJPN ASEAN5JPN ASEANJPN
Indonesia -0.031 -0.031 -0.126 -0.129 413.6 413.0 0.641 0.647
Malaysia 0.267 0.288 -0.243 -0.233 1478.1 1508.5 4.180 4.234
Philippines 0.129 0.154 0.049 0.079 167.4 149.2 2.162 2.107
Singapore 1.584 1.688 1.570 1.673 1391.5 1479.4 1.638 1.725
Thailand 0.486 0.631 0.072 0.174 1261.6 1466.0 4.386 4.594
Cambodia -0.090 -1.719 -0.068 -2.092 -5.1 2.8 -0.081 9.078
LaoPDR -0.350 0.198 -0.335 0.049 -3.2 9.7 -0.192 2.659
Vietnam -0.404 0.817 -0.378 0.076 -127.8 529.2 -0.305 3.998
SEAsia -0.079 -0.388 -0.077 -0.636 -7.5 93.9 -0.183 1.071
India -0.100 -0.124 -0.088 -0.110 -374.3 -451.3 -0.053 -0.067
Japan 0.335 0.401 0.303 0.361 3246.7 3977.7 0.209 0.231
EU_25 -0.046 -0.057 -0.045 -0.055 -1170.0 -1472.5 -0.054 -0.070
Oceania -0.149 -0.165 -0.140 -0.155 -260.7 -301.8 -0.077 -0.097
EastAsia -0.092 -0.131 -0.082 -0.116 -2003.4 -2703.8 -0.059 -0.079
SouthAsia -0.061 -0.097 -0.057 -0.091 -44.5 -70.3 -0.048 -0.078
NAmerica -0.045 -0.054 -0.045 -0.054 -1027.8 -1177.2 -0.057 -0.070
LatinAmer -0.053 -0.063 -0.051 -0.061 -125.1 -148.0 -0.056 -0.071
MENA -0.027 -0.023 -0.025 -0.020 2.9 36.2 -0.035 -0.043
SSA -0.064 -0.065 -0.061 -0.061 -108.9 -85.7 -0.090 -0.104
RestofWorld -0.036 -0.035 -0.034 -0.033 -57.9 157.6 -0.039 -0.047

106
Sementara itu, hasil simulasi dampak terhadap kesejahteraan sebagaimana dalam tabel 7.7
menunjukkan hasil yang positif untuk pendapatan faktor (tenaga kerja dan modal). Namun
pendapatan rumah tangga mengalami penurunan tipis. Satu hal yang bisa dikatakan sebagai
keuntungan ialah bahwa harga-harga barang ditingkat konsumen mengalami penurunan. Hal yang
kurang baik juga dialami oleh Japan sebagai mitra dagang utama ASEAN dalam skema FTA ini yang
hanya potensi mendapatkan keuntungan harga komoditas yang lebih murah secara agregat.
Sementara Malaysia, Singapore, dan Thailand relatif mendapatkan keuntungan yang lebih baik dalam
aspek ini.

Tabel 7.7 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-Japan terhadap Kesejahteraan

factor inc at market prices price index for private


household income
net of depr. consumption exp
(%-change) (%-change) (%-change)
ASEAN5JPN ASEANJPN ASEAN5JPN ASEANJPN ASEAN5JPN ASEANJPN
Indonesia 0.323 0.331 -0.006 -0.008 -0.085 -0.095
Malaysia 1.316 1.358 0.419 0.441 -0.380 -0.397
Philippines 0.672 0.700 0.190 0.216 0.072 0.119
Singapore 1.775 1.891 1.704 1.816 0.860 0.919
Thailand 2.129 2.298 0.699 0.858 0.395 0.448
Cambodia -0.081 3.231 -0.094 -1.694 -0.021 -1.862
LaoPDR -0.315 2.451 -0.354 0.280 -0.260 0.255
Vietnam -0.498 3.137 -0.437 0.957 -0.253 0.098
SEAsia -0.084 0.126 -0.082 -0.363 -0.049 -0.817
India -0.100 -0.127 -0.103 -0.128 -0.071 -0.090
Japan 0.360 0.428 0.347 0.416 0.241 0.285
EU_25 -0.049 -0.061 -0.047 -0.058 -0.038 -0.046
Oceania -0.149 -0.167 -0.153 -0.169 -0.122 -0.133
EastAsia -0.095 -0.134 -0.097 -0.138 -0.060 -0.086
SouthAsia -0.060 -0.099 -0.062 -0.099 -0.042 -0.068
NAmerica -0.047 -0.056 -0.046 -0.056 -0.039 -0.047
LatinAmer -0.053 -0.063 -0.054 -0.064 -0.048 -0.057
MENA -0.023 -0.018 -0.026 -0.021 -0.024 -0.025
SSA -0.066 -0.066 -0.066 -0.067 -0.051 -0.053
RestofWorld -0.035 -0.033 -0.036 -0.035 -0.035 -0.037

Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah (Land),
tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal (Capital), dan sumber
daya alam (NatRes) disajikan dalam tabel 7.8. Dari tabel terlihat hanya satu komponen yang
dampaknya negatif bagi Indonesia, yaitu sumber daya alam (NatRes) untuk liberalisasi di level
ASEAN5-Japan. Namun ketika liberalisasi diperluas ke level keseluruhan ASEAN-Japan komponen
tanah (Land) juga mengalami dampak negative. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi
perdagangan menurunkan return pendapatan dari sumber daya alam. Kemungkinannya ialah untuk
barang-barang komoditas Indonesia yang dominan sumber daya alamnya mengalami penurunan daya
saing sehingga kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari negara-negara mitra dagang Indonesia.

107
Tabel 7.8 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-Japan terhadap Rasio Pendapatan
Faktor/Inflasi

Land UnSkLab SkLab Capital NatRes


(%-change) (%-change) (%-change) (%-change) (%-change)
ASEAN5JPN ASEANJPN ASEAN5JPN ASEANJPN ASEAN5JPN ASEANJPN ASEAN5JPN ASEANJPN ASEAN5JPN ASEANJPN

Indonesia 0.025 -0.223 0.455 0.483 0.345 0.379 0.363 0.401 -0.147 -0.120
Malaysia 0.149 -0.003 1.617 1.670 1.450 1.501 1.568 1.638 -1.051 -1.006
Philippines -0.305 0.190 0.567 0.544 0.416 0.372 0.515 0.468 0.036 -0.036
Singapore 3.289 9.108 0.804 0.857 0.654 0.695 0.791 0.836 -0.883 -0.463
Thailand 8.180 7.655 1.163 1.269 0.780 0.884 1.103 1.219 1.250 1.688
Cambodia -0.033 4.307 -0.063 4.617 -0.075 4.606 -0.055 5.010 -0.027 -5.275
LaoPDR 0.429 2.807 -0.088 1.697 -0.015 1.869 -0.209 1.582 -0.376 2.375
Vietnam -1.482 0.108 -0.186 3.094 -0.138 2.700 -0.130 3.215 0.848 -2.302
SEAsia 0.185 1.062 -0.066 0.853 -0.074 0.887 -0.089 0.803 0.185 1.118
India -0.023 -0.058 -0.027 -0.034 -0.019 -0.022 -0.029 -0.034 0.101 0.171
Japan -3.858 -4.982 0.106 0.131 0.119 0.145 0.112 0.133 -0.571 -0.524
EU_25 0.028 0.062 -0.013 -0.017 -0.009 -0.012 -0.008 -0.012 0.034 0.092
Oceania 0.264 0.257 -0.037 -0.046 -0.032 -0.040 -0.027 -0.033 0.378 0.507
EastAsia -0.099 -0.175 -0.031 -0.043 -0.028 -0.038 -0.023 -0.029 -0.096 -0.056
SouthAsia 0.051 0.053 -0.021 -0.033 -0.024 -0.035 -0.023 -0.036 -0.077 -0.052
NAmerica -0.101 -0.094 -0.008 -0.011 -0.004 -0.006 -0.006 -0.007 0.077 0.145
LatinAmer -0.021 -0.009 -0.009 -0.013 -0.005 -0.008 -0.006 -0.008 0.162 0.242
MENA 0.033 0.031 -0.011 -0.017 -0.007 -0.008 -0.007 -0.008 0.075 0.151
SSA -0.074 -0.057 -0.028 -0.031 -0.020 -0.022 -0.020 -0.022 0.179 0.250
RestofWorld -0.027 -0.016 -0.012 -0.017 -0.007 -0.009 -0.008 -0.009 0.140 0.238

Tabel 7.9 dan 7.10 akan merinci dampak ekspor dan impor sektoral untuk industri/komoditas
dalam perekonomian Indonesia sebagai akibat liberalisasi di level ASEAN5-Japan. Sementara Tabel
7.11 dan 7.12 akan menyajikan hasil simulasi dampak jika liberalisasi diperluas ke level keseluruhan
ASEAN-Japan. Namun karena keterbatasan tempat penyajian dan untuk mempermudah analisis
hanya akan disajikan untuk industri/komoditas untuk urutan 10 sektor yang mengalami dampak
positif terbesar dan 10 sektor yang mengalami dampak negatif terbesar bagi Indonesia baik di sisi
ekspor maupun impor.

Dari Tabel 7.9 dapat kita lihat bahwa liberalisasi perdagangan di ASEAN5-Japan
mengakibatkan ekspor Indonesia untuk komoditas paddy rice, dairy products, beverages and tobacco
products, dan sugar cane, sugar beet meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%.
Hal ini diikuti oleh peringkat berikutnya dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas
cereal grains nec., sugar, metal products, leather products, cattle, sheep, goats, horse dan food
products nec. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Indonesia mendapat manfaat dengan kenaikan ekspor
beberapa komoditas yang cukup tinggi. Namun juga terlihat adanya komoditas yang mengalami
penurunan ekspor dengan angka persentasi yang relative kecil, hanya di bawah 1.5%.

108
Tabel 7.9 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN5-Japan terhadap Ekspor Sektoral

INA MAL PHI SIN THA CAM LAO VIE SEA JPN
Paddy rice 30.21 21.17 10.53 -15.66 -24.78 -45.04 2.82 15.01 0.98 6.26
Dairy products 19.47 1.89 5.11 -1.01 -2.08 -2.03 2.13 3.41 -0.24 2.78
Beverages and tobacco products 11.12 10.69 40.00 20.40 3.46 -0.77 0.19 -1.67 -2.32 0.43
Sugar cane, sugar beet 10.65 -11.70 1.04 -9.00 -32.30 -4.10 1.05 4.42 -0.41 0.80
Cereal grains nec 6.56 -0.15 1.39 -2.69 -5.53 5.68 4.03 2.62 1.25 0.50
Sugar 5.62 16.32 13.38 63.88 21.34 -3.82 -1.74 -10.17 -2.68 26.00
Metal products 5.34 15.28 2.69 28.99 0.65 -0.11 -9.19 -0.27 -6.88 4.56
Leather products 5.19 6.64 5.43 7.39 2.25 -1.00 0.90 0.42 -2.13 2.46
Cattle,sheep,goats,horses 4.89 -1.71 -1.53 -0.29 -12.01 0.28 4.72 2.88 6.21 1.08
Food products nec 4.40 9.89 2.85 2.52 6.67 -0.38 0.54 0.32 -1.13 2.54
Recreation and other services -0.77 -2.16 -1.17 -2.99 -2.31 0.06 2.74 1.01 0.27 -1.33
Communication -1.00 -3.68 -1.43 -5.89 -4.91 0.21 1.40 1.05 0.39 -1.29
Insurance -1.01 -3.38 -1.84 -3.63 -4.99 0.14 1.60 0.80 0.35 -1.27
Financial services nec -1.05 -3.83 -1.71 -3.32 -4.90 0.14 1.61 1.13 0.35 -1.33
Wheat -1.06 0.32 -0.04 -7.34 -9.19 0.11 -0.24 0.61 -0.41 0.25
Forestry -1.11 -3.26 -1.61 -0.60 -2.25 -0.08 2.77 0.43 0.05 2.43
Raw milk -1.15 -2.33 -0.26 -9.32 -28.27 -0.42 -2.21 1.98 -0.64 1.14
Plant-based fibers -1.19 -1.59 0.05 -3.86 -7.40 -0.01 0.08 1.23 -0.24 -0.77
Gas manufacture, distribution -1.21 -4.60 -2.05 -0.96 -6.44 -0.14 2.63 1.54 0.48 -1.89
Meat: cattle,sheep,goats,horse -1.38 -1.57 1.03 1.08 -22.31 0.21 0.82 1.59 -0.29 -1.01

Tabel 7.10 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN5-Japan terhadap Impor Sektoral

INA MAL PHI SIN THA CAM LAO VIE SEA JPN
Motor vehicles and parts 12.48 7.67 8.30 2.94 16.10 0.92 -0.07 -0.36 0.36 1.39
Beverages and tobacco products 9.09 9.33 0.89 0.92 12.96 0.00 -0.66 -0.31 -0.02 0.54
Metal products 8.67 5.77 5.35 4.08 12.11 -0.29 -0.31 -0.13 -0.18 1.17
Sugar 8.12 0.89 33.44 9.54 28.70 -1.92 -0.40 -3.61 -4.37 3.94
Processed rice 5.94 17.83 14.10 0.36 9.08 -6.64 -4.32 -6.07 -5.69 30.91
Chemical,rubber,plastic prods 4.78 5.04 1.55 4.47 5.23 -0.04 -0.10 -0.19 -0.12 0.80
Mineral products nec 4.25 4.82 4.49 2.02 10.91 -0.38 -0.82 -0.78 -0.64 0.79
Manufactures nec 4.10 5.27 2.50 1.01 7.89 -0.22 -0.75 -0.20 -0.55 1.12
Wood products 3.90 3.67 4.45 2.47 6.24 -0.64 -1.28 -0.19 -1.30 1.56
Food products nec 3.89 1.74 2.29 1.94 5.81 -0.58 -1.69 -0.45 -0.70 2.96
Sea transport 0.08 0.99 0.25 -0.34 -0.08 -0.14 -0.61 -0.09 -0.15 0.00
Dwellings 0.00 -0.07 0.06 0.77 -0.08 -0.07 -0.02 0.04 -0.01 0.04
Oil seeds 0.00 0.12 0.32 0.97 0.63 -3.00 -1.72 0.17 -0.19 -0.10
Gas -0.03 0.25 1.78 0.39 -0.33 -0.03 31.91 1.24 -0.21 0.18
Electricity -0.09 2.23 0.86 2.04 1.86 0.16 -2.25 -0.80 -0.29 0.78
Air transport -0.12 0.19 -0.12 0.34 0.54 -0.14 -0.57 -0.08 -0.11 0.40
Cereal grains nec -0.34 1.12 1.18 0.91 7.19 -2.91 -2.41 -0.64 -1.08 -0.27
Coal -0.54 0.18 0.05 0.77 0.30 -0.18 -0.08 -0.65 -2.25 0.21
Oil -0.73 1.59 0.15 2.27 -0.37 0.06 1.43 -0.01 -0.35 0.20
Sugar cane, sugar beet -10.90 5.68 -0.55 1.57 7.68 2.03 -0.59 -2.25 -1.60 -0.43

109
Berikutnya, Tabel 7.10 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di
ASEAN5-Japan terhadap impor sektoral/komoditas. Terlihat bahwa Indonesia mengalami kenaikan
di atas 10% untuk impor komoditas motor vehicles and parts. Selain itu, ada beberapa komoditas lain
yang mengalami kenaikan cukup signifikan walaupun masih di bawah 10%, yaitu: beverages and
tobacco products, metal products, dan sugar. Satu hal lagi yang menonjol dan perlu dicatat ialah
penurunan impor untuk komoditas sugar cane, sugar beet yang turun sebesar 10,90%.

Dengan membandingkan Tabel 7.9 dengan Tabel 7.10 dapat diketahui bahwa: (1) liberalisasi
perdagangan di level ASEAN5-Japan memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar
cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor tetapi juga mengalami penurunan
impor yang sangat signifikan. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini
memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara lain dan sangat siap untuk
diliberalisasi. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor,
yaitu: beverages and tobacco products, sugar, dan metal products.

Tabel 7.11 dan Tabel 7.12 menyajikan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara
penuh di level keseluruhan ASEAN-Japan. Hasilnya bagi Indonesia menunjukkan pola yang hampir
sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan sebagaimana
disajikan dalam Tabel 7.9 dan Tabel 7.10 di atas dengan magnitude yang hampir sama pula. Satu
perbedaan yang cukup menonjol ialah adanya perubahan peningkatan persentasi impor komoditas
processed rice.

Tabel 7.11 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-Japan terhadap Ekspor Sektoral

INA MAL PHI SIN THA CAM LAO VIE SEA JPN
Paddy rice 25.71 32.17 7.22 -22.70 -23.96 49.72 -21.45 -11.01 27.46 8.29
Dairy products 19.90 3.57 5.95 3.52 1.49 32.93 -11.57 -0.84 7.22 2.67
Beverages and tobacco products 11.77 24.72 42.11 37.27 5.60 3.14 -4.44 5.79 15.96 0.48
Sugar cane, sugar beet 11.02 -11.88 0.22 -13.66 -32.82 8.05 -5.74 -4.38 3.14 1.06
Cereal grains nec 6.61 -0.55 -0.56 -4.56 -4.76 32.84 16.91 -1.63 2.60 2.32
Motor vehicles and parts 5.80 13.51 16.99 38.19 12.73 21.92 178.32 5.82 6.54 0.11
Sugar 5.70 16.09 12.93 63.63 22.06 1.95 -9.26 22.90 9.08 27.56
Metal products 5.22 15.26 2.70 29.31 1.06 22.42 30.15 2.36 13.67 5.31
Cattle,sheep,goats,horses 5.12 -0.51 -2.14 -2.68 -10.63 -9.11 3.71 -5.39 17.83 1.12
Leather products 4.97 7.12 5.32 8.46 3.42 4.53 -1.27 5.44 1.48 4.60
PubAdmin/Defence/Health/Educat -0.79 -2.82 -1.61 -4.90 -4.64 -0.72 -0.27 -5.72 0.75 -1.58
Water -0.83 -3.42 -2.13 -7.43 -7.08 11.06 -2.28 -11.59 0.61 -2.26
Recreation and other services -0.84 -2.28 -1.22 -3.20 -2.73 -2.85 19.80 -6.80 1.36 -1.60
Meat: cattle,sheep,goats,horse -0.92 -0.40 0.61 2.56 -21.92 -14.37 -18.39 -2.66 -0.98 -0.52
Forestry -1.07 -3.40 -1.68 -0.26 -2.72 -7.11 -3.87 -3.36 -0.47 2.22
Communication -1.09 -3.83 -1.44 -6.25 -5.49 -9.17 -3.61 -7.79 0.17 -1.53
Insurance -1.10 -3.53 -1.87 -3.88 -5.60 -1.51 -5.42 -5.09 0.33 -1.53
Financial services nec -1.16 -4.00 -1.74 -3.54 -5.50 -3.18 -6.06 -8.74 0.20 -1.59
Wheat -1.26 -0.08 0.93 -0.85 -9.06 -0.37 -0.35 2.78 2.62 7.78
Gas manufacture, distribution -1.30 -4.79 -2.08 -1.10 -7.26 -0.08 -3.98 -12.35 0.28 -2.20

110
Tabel 7.12 Dampak Liberalisasi Penuh ASEAN-Japan terhadap Impor Sektoral

INA MAL PHI SIN THA CAM LAO VIE SEA JPN
Processed rice 14.90 27.47 11.50 0.55 10.94 11.48 13.08 9.54 -5.44 42.66
Motor vehicles and parts 12.49 7.71 8.30 3.19 16.50 7.85 4.47 3.57 12.82 1.58
Beverages and tobacco products 9.33 9.47 0.95 1.05 13.56 3.45 9.09 10.49 19.93 0.62
Metal products 8.80 6.07 5.34 4.32 12.60 6.32 2.85 3.22 -1.10 1.36
Sugar 8.18 0.93 33.50 9.87 29.15 2.02 0.68 23.92 -5.39 3.97
Coal 7.56 0.20 0.05 0.85 0.58 1.76 8.46 0.57 -0.40 0.24
Chemical,rubber,plastic prods 4.79 5.07 1.57 4.49 5.38 3.43 1.14 2.31 0.67 1.02
Mineral products nec 4.31 4.95 4.45 2.14 11.69 9.21 2.88 9.20 0.93 0.90
Manufactures nec 4.15 5.38 2.54 1.15 8.65 3.29 5.26 8.20 5.12 1.34
Wood products 3.94 3.70 4.47 2.76 7.54 32.80 5.53 2.52 9.26 1.65
Animal products nec 0.09 3.47 0.67 0.58 2.32 4.30 7.23 1.19 0.25 0.20
Vegetables, fruit, nuts 0.02 0.75 2.46 1.66 12.72 7.17 24.79 2.68 3.94 2.24
Electricity 0.00 2.38 0.89 2.27 2.59 -26.20 6.49 5.15 -0.27 0.94
Dwellings 0.00 -0.06 0.03 0.78 -0.02 -0.67 -0.44 3.13 0.30 0.05
Oil seeds -0.02 0.34 0.41 1.63 1.95 10.60 12.18 1.17 -0.15 -0.05
Air transport -0.08 0.20 -0.10 0.37 0.72 -3.71 0.03 -2.19 -0.26 0.50
Cereal grains nec -0.36 1.03 1.35 1.53 20.19 -1.06 1.99 0.39 -1.51 -0.29
Oil -0.76 4.26 0.17 2.81 1.17 -10.47 -0.86 0.57 -0.61 0.26
Paddy rice -1.34 88.45 0.98 1.61 25.06 17.53 20.10 9.30 6.52 -0.70
Sugar cane, sugar beet -11.14 5.47 -0.16 2.54 7.68 -4.56 2.48 0.38 -4.09 -0.47

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN


Dari berbagai uraian tersebut di atas, baik yang berupa analisis deskriptif terhadap data
perkembangan ekspor-impor Indonesia, komposisi dan struktur tarif impor negara-negara di ASEAN,
dan simulasi dampak liberalisasi perdagangan maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai
berikut:

1. ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) mulai berlaku efektif pada 1


Desember 2008 merupakan suatu persetujuan ekonomi antara ASEAN dan Japan yang bersifat
komprehensif serta mencakup bidang perdagangan barang, jasa, investasi, SPS, TBT dan
kerjasama ekonomi. Indonesia sebetulnya telah memiliki hubungan dengan Japan sebelumnya
secara bilateral melalui skema Indonesia-Japan Economic Partnership Agreement yang dimulai
sejak tahun 2007.
2. Penggalian data GTAP8 dapat ditemukan beberapa fakta terkait komparasi tarif antara negara
ASEAN dan Japan sebagai berikut: (1) Japan cenderung lebih terbuka dibandingkan dengan
negara-negara ASEAN, hanya beberapa komoditas dari negara-negara ASEAN yang masih
dikenakan tarif impor. Pengenaan tarif tersebut benar-benar untuk melindungi komoditas
domestik Japan, yang tercermin walau pun hanya sedikit jenis komoditasnya tetapi dikenakan
tariff yang cukup tinggi. Misalnya, Japan sangat melindungi komoditas domestic paddy rice dan
processed paddy dengan mengenakan tariff impor di ats 500% untuk impor komoditas sejenis

111
dari Thailand. (2) Dengan Indonesia, Japan telah relatif terbuka. Hal ini karena antara Japan dan
Indonesia telah terjalin hubungan dagang yang erat secara bilateral. Tinggal beberapa komoditas
yang dikenakan tariff impor di atas 10%, yaitu: dairy products, cattle, sheep, goats and horses,
sugar, vegetables, fruit and nuts, dan leather products. Sebaliknya, Indonesia pun telah relative
terbuka terhadap komoditas impor dari Japan. Beberapa komoditas impor dari Japan yang
dikenai tariff di atas 10% adalah: beverages and tobacco products, motor vehicles and parts,
wearing apparels, transport equipment nec, dan wood products.
3. Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan dan keseluruhan
ASEAN-Japan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
i) Liberalisasi penuh di ASEAN5-Japan atau pun keseluruhan ASEAN-Japan menunjukkan
bahwa berpotensi meningkatkan volume arus perdagangan baik ekspor maupun impor.
Hasil simulasi menunjukkan bahwa dampak ke peningkatan volume ekspor dan impor
Indonesia cukup besar, terbesar kedua setelah Thailand untuk liberalisasi di level ASEAN5-
Japan. Ketika level liberalisasi diperluas di keseluruhan negara ASEAN dan Japan,
prosentasi kenaikan sedikit mengalami kenaikan. Jika ditilik dari dampaknya ke neraca
perdagangan (trade balance) Indonesia maka didapati dampaknya negatif. Hal ini karena
prosentasi kenaikan impor jauh lebih tinggi dari prosentasi kenaikan ekspor, sehingga
secara nominal dampak ke neraca perdagangan menjadi negatif. Secara umum memang
dampak skema FTA ini ke negara-negara ASEAN akan mengakibatkan penurunan neraca
perdagangan. Singapore ialah satu-satunya negara ASEAN yang memperoleh dampak
positif di neraca perdagangannya, baik untuk simulasi di level ASEAN5-Japan maupun di
level keseluruhan ASEAN-Japan. Hal lain yang perlu dicatat ialah bahwa Indonesia
menjadi satu-satunya negara anggota ASEAN5 yang mengalami penurunan term of trade
(TOT) untuk kedua simulasi baik simulasi liberalisasi di level ASEAN5-Japan maupun
liberalisasi di level ASEAN-Japan. Sementara Japan mengalami kenaikan term of trade
(TOT) yang cukup signifikan. Secara keseluruhan Singapore mengalami dampak kenaikan
term of trade (TOT) yang tertinggi.
ii) Liberalisasi membawa efek penurunan nilai PDB Indonesia walaupun indek harga PDB
juga menurun. Penurunan nilai PDB antara lain disebabkan komponen kenaikan impor
yang prosentasinya jauh lebih besar dari kenaikan ekspor. Dari sisi dampak terhadap
investasi mengalami kenaikan, walupun secara besaran relatif kecil jika dibandingkan
dengan dampak yang dialami oleh negara-negara ASEAN lainnya.
iii) Liberalisasi perdagangan mengakibatkan hasil yang positif untuk pendapatan faktor (tenaga
kerja dan modal). Namun pendapatan rumah tangga mengalami penurunan tipis. Satu hal
yang bisa dikatakan sebagai keuntungan ialah bahwa harga-harga barang ditingkat
konsumen mengalami penurunan. Hal yang kurang baik juga dialami oleh Japan sebagai
mitra dagang utama ASEAN dalam skema FTA ini yang hanya potensi mendapatkan

112
keuntungan harga komoditas yang lebih murah secara agregat. Sementara Malaysia,
Singapore, dan Thailand relatif mendapatkan keuntungan yang lebih baik dalam aspek ini.
iv) Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah
(Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal
(Capital), dan sumber daya alam (NatRes), hanya satu komponen yang dampaknya negatif
bagi Indonesia, yaitu sumber daya alam (NatRes). Namun ketika liberalisasi diperluas ke
level keseluruhan ASEAN-Japan komponen tanah (Land) juga mengalami dampak negatif.
Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan menurunkan return pendapatan
dari sumber daya alam. Kemungkinannya ialah untuk barang-barang komoditas Indonesia
yang dominan sumber daya alamnya mengalami penurunan daya saing sehingga kalah
bersaing dengan komoditas sejenis dari negara-negara mitra dagang Indonesia.
v) Liberalisasi perdagangan di ASEAN5-Japan mengakibatkan ekspor Indonesia untuk
komoditas paddy rice, dairy products, beverages and tobacco products, dan sugar cane,
sugar beet meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti oleh
peringkat berikutnya dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas cereal grains
nec., sugar, metal products, leather products, cattle, sheep, goats, horse dan food products
nec. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Indonesia mendapat manfaat dengan kenaikan
ekspor beberapa komoditas yang cukup tinggi. Namun juga terlihat adanya komoditas yang
mengalami penurunan ekspor dengan angka persentasi yang relative kecil, hanya di bawah
1.5%.
vi) Liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan memberikan dampak kenaikan di atas
10% untuk impor komoditas motor vehicles and parts. Selain itu, ada beberapa komoditas
lain yang mengalami kenaikan cukup signifikan walaupun masih di bawah 10%, yaitu:
beverages and tobacco products, metal products, dan sugar. Satu hal lagi yang menonjol
dan perlu dicatat ialah penurunan impor untuk komoditas sugar cane, sugar beet yang turun
sebesar 10,90%.
vii) Secara keseluruhan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-
Japan: (1) liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan memberikan dampak yang
sangat baik bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan
ekspor tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan. Kondisi ini secara
tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing
dibandingkan dengan negara lain dan sangat siap untuk diliberalisasi. (2) Beberapa
komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor, yaitu: beverages and
tobacco products, sugar, dan metal products.
viii) Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level ASEAN-Japan
menunjukkan pola yang hampir sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi

113
perdagangan di level ASEAN5-Japan. Satu perbedaan yang cukup menonjol ialah adanya
perubahan peningkatan persentasi impor komoditas processed rice.

Dengan memperhatikan poin-poin dalam kesimpulan tersebut di atas baik yang berasal dari
deskriptif analisis maupun hasil simulasi dampak, maka kami merekomendasikan kebijakan sebagai
berikut:

1. Pemerintah Indonesia perlu mengambil sikap berhati-hati dalam hal negosiasi pengurangan tarif
dalam skema FTA ini. Hal ini mengingat bahwa hubungan Indonesia-Japan telah relatif terbuka
untuk kedua belah pihak. Perlu dikaji lebih detail komoditas-komoditas yang bisa menghasilkan
win-win solution dengan Japan atau yang secara kolaboratif mampu meningkatkan daya saing
Indonesia-Japan dibanding dengan negara ASEAN lain atau pun dengan negara lain di luar
kawasan ASEAN.
2. Beberapa komoditas Indonesia yang bisa dan siap untuk diliberalisasi secara penuh asalkan
diperlakukan setara dengan negara ASEAN lainnya dan Japan, yaitu: sugar cane, sugar beet. Hal
ini berdasarkan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa ketika diliberalisasi untuk wilayah
ASEAN-Japan, komoditas tersebut mengalami kenaikan ekspor dan sekaligus penurunan impor.
3. Untuk beberapa komoditas yang hasil simulasinya menunjukkan bahwa liberalisasi
mengakibatkan kenaikan baik untuk ekspor dan impor yaitu untuk komoditas: beverages and
tobacco products, sugar, dan metal products, perlu dilihat lebih detail klasifikasi HS-nya. Hal ini
penting untuk mengetahui lebih detail unsur-unsur komoditas apa berdasar klasifikasi HS yang
mengalami dampak kenaikan ekspor dan impor sehingga dapat diambil kebijakan yang lebih
tepat.
4. Terkait dengan produk komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor perlu dilakukan studi
lanjutan untuk melakukan analisis daya saing dan mengukur tingkat produktivitas. Hal ini penting
tidak hanya untuk memahami peta persaingan dengan komoditas dari negara lain akan tetapi juga
menemukan formula untuk meningkatkan daya saing dengan peningkatan produktivitasnya.

114
BAB VIII
ASEAN-ANZ FREE TRADE AREA

PENDAHULUAN

Sejak 2010 ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA) yang terdiri dari
Australia, New Zealand, Brunai, Myanmar, Malaysia, Singapura, Thailand dan Vietnam telah
melakukan entry into force (EIF). Pada tahun 2011 menyusul Laos melakukan EIF dengan
AANZFTA. Indonesia baru menandatangani entry into force (EIF) pada 10 Januari 2012
(http://www.customs.gov.au/site/page6076.asp). AANZFTA sepakat menurunkan tarif tertentu yang
dihitung berdasarkan rata-rata tariff Most Favored Nation (MFN) 2005, preferensi tarif antar anggota
FTA. Terdapat empat katagori yang akan diturunkan tarifnya, yakni exclusion list, normal track,
sensitive track (ST-1) dan sensitive track (ST-2). Total yang akan diturunkan tarifnya sampai dengan
2013 mencapai 8.738 katagori (lihat Tabel 8.1).

Tabel 8.1 Modalitas Penurunan Tarif

Average
Jml Prosentase (base rate MFN 2005)
Kategori Keterangan
Kategori Kategori
2011 2012 2013
Tidak termasuk dalam jadwal penurunan
tarif (menggunakan tarif umum/
Exclussion List exclussion), antara lain binatang hidup,
106 1,2% 61,5% 61,5% 61,5%
(EL) jagung, beras, daging beku, gula, alkohol
dan minuman beralkohol, rokok, produk
senjata, tank
Bea Masuk menjadi 0% paling lambat
tahun 2013, antara lain: binatang hidup,
Normal Track
7724 88,4% 1,1% 0,4% 0% buah-buahan, sayuran, produk pertanian,
(NT)
produk kimia, barang-barang farmasi,
kulit, kayu kertas.
Bea Masuk menjadi 0%-5% paling
Sensitive Track
773 8,8% 10% 8,6% 7,8% lambat tahun 2020, mencakup: beef and
(ST-1)
dairy product dan produk logam.

Sensitive Track Penurunan bea masuk sampai dengan


135 1,6% 34,6% 34,4% 34,3%
(ST-2) 2025. Mencakup antara lain: alat angkut

Grand Total 8738 100%

Bea Masuk rata2


3,1% 2,4% 1,9%
(sesuai RPMK)

115
ASEAN-Australia-New Zealand Free Trade Area (AANZFTA)

Langkah awal pembentukan AANZFTA adalah dengan disepakatinya Joint Declaration of the
Leaders ASEAN-Australia and New Zealand Commemorative Summit pada tanggal 30 November
2004 di Vientiane, Laos yang di dalamnya tertuang Guiding Principles for Negotiation on ASEAN-
Australia-New Zealand Free Trade Area (http://apindo.or.id/index.php/trade-a-investment/kerja-
sama-internasional/gambaran-umum-fta-lainnya).

Hal tersebut dilanjutkan dengan proses negosiasi AANZFTA yang dimulai pada awal tahun
2005. Setelah melalui 15 putaran perundingan, Persetujuan ASEAN-Australia New Zealand Free
Trade Area diselesaikan pada bulan Agustus 2008.

Selanjutnya, Persetujuan ASEAN-Australia New Zealand Free Trade Area ditandatangani oleh
Para Menteri Ekonomi ASEAN, Australia dan New Zealand pada tanggal 27 Februari 2009 di Hua
Hin, Thailand. Persetujuan AANZFTA terdiri dari 18 Bab, 212 Pasal dan 4 Lampiran, yang
mencakup: Perdagangan Barang, Jasa, Investasi, ROO, Customs, SPS, TBT, Safeguard, Hak
Kekayaan Intelektual, Kebijakan Persaingan, MNP, Kerjasama Ekonomi, DSM, ecommerce.

Adapun tujuan AANZFTA adalah untuk memperkuat dan meningkatkan kerjasama ekonomi,
perdagangan barang, perdagangan jasa dan investasi antara negara-negara anggota, meliberalisasi
perdagangan secara progresif dan menciptakan suatu sistem yang transparan dan untuk
mempermudah investasi, dan Menggali bidang-bidang kerjasama yang baru dan mengembangkan
kebijaksanaan yang tepat dalam rangka kerjasama ekonomi antara negara-negara anggota.

AANZFTA merupakan kerjasama perdagangan bebas multi-negara (plurilateral) yang pertama


kali bagi Australia dan New Zealand dengan negara-negara ketiga
(http://www.dfat.gov.au/fta/aanzfta/index.html). FTA ini cukup komprehensif, karena mencakup
semua sektor termasuk barang-barang, jasa dan investasi, kekayaan intelektual secara bersamaan.
Sementara itu bagi ASEAN, perjanjian perdagangan adalah yang paling komprehensif yang pernah
dinegosiasikan.

Dengan diberlakukannya perjanjian perdagangan bebas ASEAN-Australia dan New Zealand


(AANZFTA), sejumlah produk ekspor Indonesia menikmati tarif 0 persen. Pada tahun pertama
berlakunya perjanjian, Oktober 2009, sebanyak 93 persen dari ekspor Indonesia yang masuk ke pasar
Australia telah menikmati tariff bea masuk 0 persen, sedangkan untuk pasar New Zealand sebanyak
78,8 persen dari total ekspor Indonesia.

Pada tahun 2010, bea masuk 0 persen dinikmati 98,1 persen total ekspor Indonesia dan 79,95
persen untuk pasar New Zealand. Ini merupakan komitmen Australia dan New Zealand. Sedangkan
Indonesia berkomitmen untuk membebaskan bea masuk 0 persen terhadap kurang lebih 85 persen

116
dari pos tarif Auatralia dan New Zealand secara bertahap dalam jangka waktu 2009-2014 (normal
track).

Implementasi AANZFTA bergantung pada kecepatan ratifikasi dari 12 negara yang masuk
dalam perundingan. Pada tahun 209, terdapat beberapa produk impor dari Australia yang akan
mendapatkan bea masuk 0 persen, di antaranya binatang hidup termasuk sapi, ikan, udang, mentega,
telur, keju, pohon-pohon hidup, garam lainnya, bunga potong, produk plastik, produk kulit, dan
produk karet. Sebelumnya, produk impor tersebut dikenakan bea masuk 5 - 10 persen. Sedangkan
untuk beberapa produk, seperti sapi hidup dan susu, penurunan bea masuk akan dikenakan pada 2017
hingga 2020 (termasuk produk sensitif).

Australia akan mempercepat penurunan bea masuk untuk tekstil dan produk tekstil (TPT) dan
sepatu yang pada saat ini masih dikenakan bea masuk 5 -17,5 persen dijadwalkan semula dari 2012-
2020 menjadi 2009-2015. Penurunan bea masuk yang lebih cepat bagi produk Indonesia
dibandingkan dengan komitmen Australia kepada Malaysia dan Thailand juga diberlakukan terhadap
25 produk otomotif.

Indonesia–Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IACEPA)

Disamping melalui ASEAN-Australia-New Zealand FTA, Indonesia dan Australia juga akan
memasuki tahap penting dalam peningkatan ekonomi kedua negara. Hal ini ditandai dengan
dimulainya perundingan putaran pertama dalam kerangka Perjanjian Kemitraan Ekonomi
Komprehensif (Comprehensive Economic Partnership Agreement/CEPA) yang dilaksanakan pada
tanggal 26–27 September 2012 di Jakarta.16 Kerjasama bilateral dalam kerangka Indonesia –
Australia CEPA (IACEPA) ini akan membuka akses pasar perdagangan yang memberikan manfaat
timbal balik bagi kedua negara pada peningkatan ekonomi.

IACEPA merupakan top up dari ASEAN – Australia – New Zealand FTA¸ suatu kerjasama
perdagangan bebas regional yang telah lebih dulu dibentuk. IA-CEPA bertujuan untuk mencapai
pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di kedua
negara. Di samping itu, Indonesia dan Australia telah sepakat untuk menargetkan total perdagangan
sebesar USD15 miliar pada 2015.

Dalam kerangka IACEPA, kerjasama yang dapat dilakukan antara lain penurunan tarif bea
masuk bagi beberapa produk Indonesia hingga 0% oleh Australia, diiringi oleh peningkatan standar
Indonesia untuk produk-produk tersebut sehingga dapat memenuhi persyaratan standar Australia dan
mendapat akses pasar. Melalui konsep kerjasama secara integral ini, Australia dan Indonesia yang

16
http://ditjenkpi.kemendag.go.id/website_kpi/index.php?module=news_detail&news_content_id=1091&detail=true

117
memiliki tingkat perkembangan berbeda dapat menikmati skema IA-CEPA sehingga hubungan
perdagangan meningkat secara signifikan.

Kerjasama komprehensif ini mencakup banyak area terkait perdagangan seperti misalnya
investasi, hak kekayaan intelektual, peraturan teknis dan standarisasi, pelayanan bea cukai, kesehatan
hewan dan tumbuhan (sanitary and phytosanitary/SPS), perdagangan melalui internet (e-commerce),
persaingan usaha, dan pengadaan oleh pemerintah (government procurement). Bentuk kerjasama juga
dapat berupa kesepakatan dalam prinsip-prinsip ketentuan atau peraturan yang berlaku di kedua
negara, pertukaran pengalaman dan pertukaran informasi oleh para pakar, serta pelatihan-pelatihan
yang terintegrasi dengan target akses pasar. Kedua negara menyadari bahwa capacity building
merupakan aspek penting dalam IACEPA.

METODOLOGI

Mengingat posisi Indonesia yang baru bergabung dalam AANZFTA pada tahun 2012 maka analisis
yang dilakukan lebih menekankan pada analisis potensi dampak adanya AANZFTA (ex-ante impact
analysis). Bagian ini akan mengkaji secara deskriptif perkembangan kinerja perdagangan Indonesia
dengan Australia dan Indonesia dengan New Zealand. Selain itu, untuk mengaskan posisi Indonesia
dalam hal ini maka akan dilakukan analisis daya saing Indonesia terhadap Australia dan New
Zealand. Indikator yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantages (RCA) dinamis
(dynamic RCA).17

RCA Dinamis telah digunakan oleh Edwards and Schoer (2001) untuk menganalisis struktur
dan daya saing dari perdagangan Afrika Selatan. Keuntungan menggunakan RCA dinamis adalah: (i)
mampu mendeskripsikan RCA seiring waktu; dan (ii) dapat menentukan kedudukan produk dalam
negara-negara tujuan ekspor, dimana indikator ini mengelompokkan produk berdasarkan posisi
mereka dalam pasar sehingga RCA dinamis lebih bermanfaat dibandingkan RCA tradisional.
Terutama bilamana studi ini digunakan untuk mengidentifikasi produk mana yang pasarnya makin
luas atau semakin sempit dan untuk menghasilkan rekomendasi kebijakan berdasarkan posisi pasar
dari produk ekspor. Selain itu, RCA dinamis lebih informatif dibandingkan RCA statis dalam
menjelaskan daya saing suatu produk ekspor.

17
Salah satu kelemahan RCA adalah tidak memperhitungkan barang-barang yang diproduksi di dalam negeri,
namun tidak ada ekspornya. Barang-barang tersebut mempunyai potensi untuk dikembangkan, namun
berdasarkan perhitungan RCA dimasukan dalam kategori lagging opportunity, misalnya jeruk Pontianak,
apel malang, dsb.

118
Dalam kajian ini, rumus dari RCA dinamis yang mengacu pada Balassa (1965) dihitung
menggunakan formula sebagai berikut:

Dimana:
RCAij = Indicator RCA dinamis
Xi, j= Ekspor komoditas j negara i
Xw, j= Ekspor komoditas j negara ke pasar dunia
Xi = total ekspor Negara i
Xw = total ekspor dunia

Edwards and Schoer (2001) memberikan matriks penempatan yang sangat berguna untuk
menganalisis daya saing dari produk dalam proses evaluasi. Matriks ini ditunjukkan pada tabel 8.2.

Tabel 8.2 Matriks Penempatan dari Daya Saing Ekspor

Sumber: Edwards and Schoer (2001)

ANALISIS

Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-Australia

Kinerja perdagangan Indonesia dan Australia dalam periode 2000-2010 berfluktuatif. Terdapat
tahun-tahun dimana neraca perdagangan Indonesia surplus, namun sebaliknya terdapat pula tahun-
tahun dimana Indonesia mengalami defisit. Ekspor Indonesia ke Australia dalam periode 2000-2010
memang menunjukkan adanya peningkatan yakni dari USD 1,568 juta menjadi USD4,244 juta pada
tahun 2010. Peningkatan ekspor ini diikuti pula dengan naiknya impor barang-barang dari Australia.
Nilai impor pada tahun 2000 tercatat sebesar USD1,694 juta dan pada tahun 2010 meningkat menjadi
USD4,099 juta. Dari gambaran ekspor dan impor ini dapat disimpulkan bahwa secara umum terdapat
kecenderungan kinerja perdagangan Indonesia menjadi defisit atau net importer.

119
Gambar 8.1 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-Australia (Migas - Non Migas)

Berbeda dengan hubungan dagang dengan Negara-negara di kawasan ASEAN, ekspor


Indonesia pada umumnya dalam katagori finished goods yang memiliki value added yang tinggi.
Sementara itu ekspor dalam bentuk produk primery yang memiliki low value added, dan produk
intermediate cenderung lebih kecil. Komposisi ekspor berdampak pada kinerja neraca perdagangan,
dimana untuk produk finished goods cenderung surplus, sementara untuk produk primary dan produk
intermediate cenderung defisit.

Gambar 8.2 Kinerja Neraca Perdagangan per Komoditas Indonesia-Australia (Non Migas)

Berdasarkan jenis barang, ekspor utama Indonesia ke Australia adalah minyak petroleum. Pada
tahun 2000 ekspor petroleum mencapai 37,18 persen dari total ekspor dan pada tahun 2010
meningkat menjadi 44,3 persen. Komposisi ekspor Indonesia ke Australia selengkapnya dapat dilihat
pada Gambar di bawah ini.

120
Gambar 8.3 Perkembangan Ekspor per Komoditas Utama Indonesia-Australia

Tahun 2000

Minyak Petroleum
37.18%
Biji Nikel Papan kayu untuk
Lainnya 0.41% Lantai, 0.29%
61.22%
Pupuk Urea, 0.05%

Bungkil Dari buah


atau kernel kelapa
Kertas Koran, sawit, 0.02%
0.84%

Tahun 2010 Biji Nikel


0.4%

Semen clinker Papan kayu untuk


0.2% Lantai
2.4%
Kertas/Karton
Minyak Petroleum 1.1%
44.3% Pupuk Urea
0.4%

Pipa Baja Penyalur


Lainnya Amonia anhidratMinyak/gas 0.8%
Bungkil Dari buah 0.3%
49.8% atau kernel kelapa
sawit
0.1% Kertas Koran
0.4%

Sumber: BPS, CEIC, diolah

Sementara itu komoditas yang diimpor Indonesia dari Australia dalam periode 2000-2010
menunjukkan adanya perubahan. Pada tahun 2000 impor utama Indonesia dari Australia adalah
gandum (18,67 persen), sapid an almunium oksida yang masing-masing adalah sebesar 5,37 persen.
Pada tahun 2010 impor gandum dan sapi hidup mencapai 22,17 persen dan 10,91 persen. Pada tahun
2000 impor kedua jenis komoditas ini masing-masing hanya 18,67 persen dan 5,37 persen.
Perubahan komposisi impor Indonesia dari Australia selengkapnya dapat dilihat pada gambar di
bawah ini.

121
Gambar 8.4 Perkembangan Impor per Komoditas Utama Indonesia dari Australia

Tahun 2000
Garam
1.90% Aluminium Oksida
5.37%
Gandum 18.67%
Lainnya
67.55% Sapi Hidup 5.37%
Scrap Besi/Baja
0.05%
Pupuk Urea 0.43%
Gula Bit
0.51%
Scrap Kertas/Karton
Gandum Durum
0.12%
0.02%

Tahun 2010

Garam
Gandum 2.08%
Lainnya 22.17% Aluminium Oksida
52.20% 3.79%

Pupuk Fosfat
0.63%
Sapi Hidup Scrap Besi/Baja
10.91% 1.93%
Pupuk Urea
2.70%

Gula Bit
2.17%
Scrap Kertas/Karton Gandum Durum
0.52% 0.90%

Sumber: BPS, CEIC, diolah

Berdasarkan data ekspor-impor antara Indonesia dengan Australia nampak bahwa trade
balance menjadi negatif untuk Indonesia, sehingga apabila diberlakukan FTA maka cenderung trade
creation untuk Australia.

122
Gambar 8.5 Trade Balance Indonesia-Australia

Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-New Zealand

Seperti halnya dengan Australia, kinerja perdagangan antara Indonesia dengan New Zealand lebih
menguntungkan New Zealand. Dalam periode 2000-2010 kinerja neraca perdagangan Indonesia
selalu dalam kondisi defisit. Nilai ekspor Indonesia ke New Zealand memang cenderung meningkat,
akan tetapi impor Indonesia dari New Zealand mengalami peningkatan lebih besar. Pada tahun 2000
ekspor Indonesia ke New Zealand tercatat sebesar USD 0,107 juta dengan nilai impor mencapai USD
0,228 juta. Pada tahun 2010 ekspor ke New Zealand meningkat menjadi USD 0,396 juta, akan tetapi
impor naik tajam menjadi USD 0,727 juta. Akibatnya defisit trade balance meningkat dari USD
0,122 juta pada tahun 2000 menjadi USD 0,331 juta pada tahun 2010.

Ekspor Indonesia ke New Zealand pada umumnya terdiri dari product dalam katagori
intermediate goods dan finished goods, sehingga neraca perdagangan dari kedua katagori ini surplus
untuk Indonesia. Sementara itu untuk katagori primary goods Indonesia cenderung defisit.

123
Gambar 8.6 Kinerja Neraca Perdagangan Indonesia-New Zealand (Migas - Non Migas)

Gambar 8.7 Kinerja Neraca Perdagangan per Komoditas Indonesia-New Zealand (Non Migas)

Berdasarkan jenis komoditas,ekspor utama Indonesia ke New Zealand pada tahun 2000 adalah
minyak mentah (3,79 persen), kertas tolilet (2,21 persen) dan ban untuk kendaraan bermotor (1,51
persen). Pada tahun 2010 komposisi ekspor utama Indonesia ke New Zealand mengalami perubahan,
namun demikian ekspor minyak mentah tetap menjadi primadona, bahkan sumbangannya meningkat
pesat menjadi 19,02 persen. Sementara itu ekspor bungkil dari kelapa sawit juga menjadi primadona
dengan kontribusi mencapai 16,56 persen. Komposisi komoditas ekspor utama Indonesia ke New
Zealand dapat dilihat pada gambar berikut.

124
Gambar 8.8. Perkembangan Ekspor per Komoditas Utama Indonesia-New Zealand

Tahun 2000

Minyak Petroleum
Mentah
Lainnya 3.79% Ban Utk kend.
90.44% Bermotor
1.51%
Kertas Toilet
2.21%

Transformator
Elektrik
Monitor 0.75%
0.32%
Kayu Utk Lantai Kertas koran
0.98% 0.01%

Tahun 2010
LNG (Liquefied
Natural Gas)
5.66%
Bungkil dari
Kelapa
Minyak Petroleum sawit
Mentah 16.56% Ban Utk kend.
19.02% Bermotor
5.14% Transformator
Monitor Elektrik
2.97% 2.98%
Lainnya Kertas Toilet
37.70% 2.81%
Batubara
Kertas 2.77%
Kayu Utk Lantai koran
1.66% 2.72%

Sumber: BPS, CEIC, diolah

Komposisi komoditas impor Indonesia dari New Zealand dalam periode 2000-2010 juga
mengalami perubahan. Pada tahun 2000 komoditas impor utama Indonesia dari New Zealand adalah
susu (25,99 persen) dan pulp kayu kimia (14,82 persen). Pada tahun 2010 impor kedua jenis
komoditas ini mengalami penurunan masing-masing menjadi 16,39 persen dan 4,92 persen.
Sementara itu impor daging lembu meningkat tajam mencapai 15,37 persen dari sebelumnya 3,52
persen (2000).

125
Gambar 8.9 Perkembangan Impor per Komoditas Utama Indonesia-New Zealand

Tahun 2000
Daging Lembu
3.52%
Susu Bubuk Dgn
Susu Bubuk Dgn Kand. Lemak >15%
Kand. Lemak < 15% Makanan hewan 9.50%
25.99% 5.72%

Pulp Kayu Kimia


14.82% Sisa/Jeroan Lembu
0.51%
Lainnya
36.88% Minyak mentega
2.00%
Sisa/scrap besi/Baja
Keju segar 0.33%
0.73%

Daging Lembu
Tahun 2010 15.37%
Susu Bubuk Dgn
Kand. Lemak < 15% Susu Bubuk Dgn
16.39% Kand. Lemak >15%
6.71%

Susu Bubuk Dgn


Kand. Lemak
>15%+pemanis
Lainnya 5.50%
Makanan hewan
31.64% 5.05%
Pulp Kayu Kimia
4.92%
Keju segar Sisa/Jeroan Lembu
3.29% Sisa/scrap besi/Baja Minyak mentega 4.22%
3.33% 3.58%

Berdasarkan data ini diperkirakan FTA Indonesia dengan New Zealand cenderung merupakan
trade creation untuk New Zealand.

126
Gambar 8.10 Trade Balance Indonesia-New Zealand

Analisis Daya Saing Indonesia Dibandingkan Australia dan New Zealand

Sesuai dengan metodologi yang dipergunakan dalam kajian ini, untuk mengalisis daya saing
Indonesia dengan Australia dan New Zealand, digunakan metode RCA dinamis dengan
menggunakan data SITC4. Adapun hasil perhitungan RCA disajikan dalam tabel 8.3, 8.4 dan 8.5.
Angka-angka yang disajikan dalam RCA menunjukkan bahwa angka di bawah 1 berarti produk
tersebut memiliki daya saing yang rendah dibandingkan dengan produk serupa yang dihasilkan oleh
Negara-negara di dunia, sebaliknya angka di atas 1 menunjukkan bahwa produk tersebut memiliki
daya saing yang tinggi dibandingkan dengan produk serupa yang dihasilkan oleh Negara-negara di
dunia. Semakin tinggi angka daya saing menunjukkan bahwa daya saing produk juga semakin tinggi.

Tabel 8.3 menggambarkan bahwa dari sepuluh jenis produk yang dihasilkan oleh Indonesia
dalam periode 2000-2010 hanya terdapat lima produk yang memiliki daya saing tinggi, yakni food
and live animal, oils and inedible, mineral fuels and lubricants, animal and vegetable oil, dan
kelompok miscellaneous manufactured.

Selanjutnya dari sepuluh kelompok barang tersebut ada yang mengalami peningkatan daya
saing, stabil daya saing dan mengalami penurunan daya saing. Hanya ada dua produk yang
meningkat daya saingnya yakni kelompok animal and vegetable oil dan food and live animal.
Produk yang stabil namun cenderung rendah tingkat daya saingnya adalah beverages and tobacco,
mineral fuels and lubricants, chemicals and related products, manufactured goods, machinery and

127
transport equipment, dan commodities and transaction not cl. Sedangkan produk yang mengalami
penurunan daya saing adalah crude oils and inedible, miscellaneous manufactured.

Tabel 8.3 Perkembangan Daya Saing Produk Indonesia Periode 2007-2010


Indonesia
SITC4 Uraian
2007 2008 2009 2010
0 Food and live animals 0.99 0.95 0.95 1.06
1 Beverages and tobacco 0.34 0.35 0.44 0.54
2 Crude materials, inedible, except f 4.55 3.47 3.24 3.16
3 Mineral fuels, lubricants and relat 2.40 2.01 2.19 2.16
4 Animal and vegetable oils, fats and 13.75 16.51 20.32 14.35
5 Chemicals and related products, n.e 0.37 0.37 0.36 0.37
6 Manufactured goods classified chief 0.84 0.83 0.91 0.93
7 Machinery and transport equipment 0.45 0.45 0.42 0.43
8 Miscellaneous manufactured articles 1.26 1.19 1.09 1.14
9 Commodities and transactions not cl 0.68 0.79 0.73 0.96

Seperti halnya dengan Indonesia, di Australia dari sepuluh kelompok barang yang
diperdagangkan versi SITC4 dalam empat tahun terakhir hanya terdapat lima kelompok barang yang
memiliki daya saing tinggi, yakni food and live animal, beverages and tobacco, crude materials,
inedible, mineral fuels and lubricants dan commodities and transaction not cl.

Tabel 8.4 Perkembangan Daya saing Produk Australia Periode 2007-2010


Australia
SITC4 Uraian
2007 2008 2009 2010
0 Food and live animals 2.05 1.75 1.68 1.56
1 Beverages and tobacco 2.33 1.54 1.41 1.29
2 Crude materials, inedible, except f 7.32 6.90 7.18 7.53
3 Mineral fuels, lubricants and relat 2.17 2.26 2.50 2.57
4 Animal and vegetable oils, fats and 0.83 0.73 0.54 0.50
5 Chemicals and related products, n.e 0.40 0.34 0.34 0.29
6 Manufactured goods classified chief 0.75 0.58 0.54 0.50
7 Machinery and transport equipment 0.21 0.19 0.18 0.15
8 Miscellaneous manufactured articles 0.28 0.24 0.22 0.19
9 Commodities and transactions not cl 3.17 2.26 2.29 2.23

Selanjutnya dari sepuluh kelompok barang yang diperdagangkan, hanya terdapat dua kelompok
barang meningkat daya saingnya yakni kelompok crude oils and inedible dan minerals fuel and
lubricants. Produk-produk unggulan Austrlia lainnya pada umumnya mengalami penurunan daya

128
saing, namun ada yang menurun tetapi masih tinggi daya saingnya dan menurun akan tetapi daya
saingnya rendah. Kelompok barang yang menurun daya saingnya namun tetap tinggi daya saingnya
adalah food and live animals, beverages and tobacco, dan commodities and transaction not cl.
Sedangkan kelompok barang yang menurun daya saingnya dan rendah daya saingnya adalah animal
and vegetable oils, chemicals and related products, manufactured goods, machinery and transport
equipment dan miscellaneous manufactured.

Di New Zealand, dari sepuluh kelompok barang versi STIC4, dalam empat tahun terakhir
semua mengalami penurunan daya saing. Namun demikian masih terdapat dua kelompok barang
yang memiliki daya saing tinggi, yakni food and live animals dan beverages and tobacco. Data
selengkapnya lihat Tabel 8.5 di bawah ini.

Tabel 8.5 Perkembangan Daya saing Produk New Zealand Periode 2007-2010
New Zealand
SITC4 Uraian
2007 2008 2009 2010
0 Food and live animals 9.64 8.73 7.83 8.87
1 Beverages and tobacco 3.23 3.24 3.39 3.90
2 Crude materials, inedible, except f 3.37 2.81 3.03 2.74
3 Mineral fuels, lubricants and relat 0.43 0.50 0.42 0.44
4 Animal and vegetable oils, fats and 1.46 1.33 0.89 0.97
5 Chemicals and related products, n.e 0.50 0.52 0.45 0.36
6 Manufactured goods classified chief 0.81 0.75 0.71 0.73
7 Machinery and transport equipment 0.21 0.20 0.19 0.18
8 Miscellaneous manufactured articles 0.34 0.31 0.30 0.27
9 Commodities and transactions not cl 0.60 0.90 0.88 1.00

Berdasarkan Tabel 8.3, 8.4 dan 8.5 di atas, Indonesia masih memiliki keunggulan atas
Australia dan New Zealand untuk kelompok komoditi animal and vegetables, manufactured goods
dan miscellaneous manufactured. Australia memiliki keunggulan atas Indonesia dan New Zealand
untuk kelompok komoditi crude materials and inedible dan Commodities and transactions.
Sedangkan New Zealad memiliki keunggulan atas Indonesia dan Australia untuk kelompok komoditi
Food and live animals dan Beverages and tobacco.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN

Dari uraian di atas maka dapat diperoleh kesimpulan sebagai berikut:


1. Bahwa dari perdagangan Indonesia – Australia menghasilkan neraca perdagangan dengan
pergerakan yang fluktuatif. Sementara untuk perdagangan nonmigas, neraca perdagangan

129
Indonesia mengalami defisit, deficit yang tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar USD5,9
milyar. Ekspor Indonesia didominasi minyak petroleum mentah. Impor utama Indonesia tahun
2000 adalah gandum dan aluminium oksida, sedangkan tahun 2010 adalah gandum dan sapi
hidup.
2. Bahwa dari perdagangan Indonesia – New Zealand menghasilkan neraca perdagangan defisit.
Untuk neraca perdagangan nonmigas, Indonesia mengalami defisit, yang tertinggi terjadi pada
tahun 2008 yaitu sebesar USD409 juta. Pada tahun 2000, ekspor Indonesia didominasi minyak
petroleum mentah, sedangkan pada tahun 2010 didominasi minyak petroleum mentah dan
bungkil kelapa sawit. Sementara untuk impor utama Indonesia tahun 2000 adalah susu bubuk dan
pulp kayu, sedangkan pada tahun 2010 adalah susu bubuk dan daging lembu.
3. Analisis daya saing dengan metode RCA dinamis dan menggunakan data SITC4 dihasilkan
bahwa dari sepuluh jenis produk Indonesia dalam periode 2000-2010 hanya terdapat lima produk
yang memiliki daya saing tinggi, yakni food and live animal, oils and inedible, mineral fuels and
lubricants, animal and vegetable oil, dan kelompok miscellaneous manufactured. Selama periode
2007-2010 hanya ada dua produk yang meningkat daya saingnya yakni kelompok animal and
vegetable oil dan food and live animal. Produk yang stabil namun cenderung rendah tingkat daya
saingnya adalah beverages and tobacco, mineral fuels and lubricants, chemicals and related
products, manufactured goods, machinery and transport equipment, dan commodities and
transaction not cl. Sedangkan produk yang mengalami penurunan daya saing adalah crude oils
and inedible, miscellaneous manufactured.

130
BAB IX
PENUTUP

Bagian penutup ini akan menyajikan summary atas hasil-hasil penting dalam bagian-bagian
sebelumnya serta berbagai input yang didapat dalam forum Focus Group Discussion (FGD),
menambahkan dengan diskusi singkat yang dibutuhkan serta mensarikannya dalam sebuah
rangkuman kesimpulan dan rekomendasi kebijakan serta saran kajian selanjutnya.

IKHTISAR, DISKUSI DAN KESIMPULAN

Kajian mengenai Free Trade Agreement (FTA) dan Economic Partnership Agreement (EPA) serta
Pengaruhnya terhadap Arus Perdagangan dan Investasi ini dilakukan karena adanya kebutuhan
Kementerian Keuangan akan informasi terkait hal ini. Tentu kebutuhan tersebut terkait peran
Kementerian Keuangan sebagai otoritas fiskal. Terkait dengan topik ini setidaknya ada dua
kebutuhan pokok, yaitu:
1. Dalam hal penentuan tarif bea masuk (impor) yang merupakan bagian dari wewenang otoritas
fiskal, baik sebagai instrumen kebijakan maupun instrumen penerimaan negara; dan
2. Dalam hal negosiasi perdagangan dalam international fora. Kementerian Keuangan dan unsur
Lembaga Pemerintah lainnya yang tergabung dalam Delegasi Republik Indonesia dalam setiap
internasional forum wajib dibekali dengan berbagai pemahaman termasuk kondisi Indonesia
dalam setiap skema perdagangan internasional agar dapat secara meyakinkan memperjuangkan
kepentingan nasional.
Dilandasi oleh kondisi tersebut di atas kajian ini mencoba untuk: (1) melakukan evaluasi atas
FTA yg telah berjalan, seperti: AFTA, ANZFTA, ACFTA, AIFTA dan IJEPA serta mencoba
menganalisis dampaknya terhadap ekonomi terutama arus perdagangan dan investasi (2) evaluasi
potensi dampak atas keberlanjutan FTA/EPA yang sudah berjalan tersebut maupun skema FTA/EPA
yang akan berjalan, seperti AJCEP.
Beberapa metodologi yang digunakan untuk menjawab pertanyaan penelitian tersebut di atas
adalah:
(1) Analisis deskriptif terkait kinerja perdagangan (ekspor-impor) Indonesia secara global disajikan
di bab kedua. Dari hasil analisis terlihat bahwa:
(a) Telah terjadi kenaikan volume perdagangan baik ekspor dan impor sebesar 2,5 kali lipat
untuk ekspor dan 4,5 kali lipat untuk impor dari tahun 2000 ke tahun 2010. Dampaknya
surplus neraca perdagangan engalami penurunan terutama semenjak tahun 2008, walaupun
masih ada tendensi kenaikan tipis.

131
(b) Dalam periode yang sama, juga terjadi perubahan struktur komoditas ekspor, dari yang
sebelumnya didominasi barang-barang elektronik dan mesin mekanik, pada tahun 2010
lebih didominasi barang-barang tambang, terutama batubara dan hasil perkebunan terutama
CPO, karet dan produk karet. Sementara dari sisi struktur komoditas impor relatif tidak
berubah, kecuali terjadi peningkatan komponen impor mesin dan peralatan listrik.
(c) Masih dalam periode yang sama, struktur negara utama tujuan ekspor mengalami sedikit
perubahan, dari: Japan, USA, Singapore, South Korea, dan China, menjadi Japan, China,
USA, Singapore, South Korea dan India. Terlihat ada peningkatan ekspor ke China dan
India yang relatif besar.
(d) Struktur negara utama asal impor relatif tidak mengalami perubahan, pada tahun 2000 yaitu
Japan, Singapore, USA, South Korea, dan China, dan di tahun 2010 menjadi China,
Singapore, Japan, USA, dan South Korea.
Butir-butir tersebut di atas dapat diikhtisarkan dalam Tabel 9.1 berikut:
Tabel 9.1 Perubahan Struktur Perdagangan Indonesia 2000 - 2010
2000 2010
Total ekspor (mil USD) 62.117 157.771
Total impor (mil USD) 33.515 135.663
Surplus (mil USD) 28.602 22.108
Mesin & peralatan listrik 14% Bahan bakar mineral 15%
Mesin2 & pesawat mekanik 8% Lemak & minyak hewan/nabati 13%
Struktur komoditas
Kertas/karton 5% Mesin & peralatan listrik 8%
ekspor utama
Lemak & minyak hewan/nabati 4% Karet & brg dr karet 7%
Karet & brg dr karet 3% Bijih, kerak & abu logam 6%
Mesin2 & pesawat mekanik 17% Mesin2 & pesawat mekanik 17%
Bahan kimia organik 9% Mesin & peralatan listrik 14%
Struktur komoditas
Kendaraan dan bagiannya 7% Besi & baja 6%
impor utama
Mesin & peralatan listrik 5% Bahan kimia organik 5%
Besi & baja 5% Kendaraan dan bagiannya 5%
Japan 23.20% Japan 17.20%
USA 13.64% China 10.42%
Struktur negara utama Singapore 10.50% USA 9.46%
tujuan ekspor South Korea 6.95% Singapore 9.15%
China 4.46% South Korea 8.39%
Taiwan 3.83% India 6.61%
Japan 17.30% China 16.05%
Singapore 12.15% Singapore 15.95%
Struktur negara utama USA 10.87% Japan 13.36%
asal impor South Korea 6.68% USA 7.40%
China 6.55% Malaysia 6.81%
Australia 5.43% South Korea 6.05%

(2) Dalam bab ketiga diperoleh beberapa temuan penting dengan analisis deskriptif penghitungan
indikator utilization rate, diperoleh angka indikator sebagai berikut:

132
Tabel 9.2 Hasil estimasi utilization rate tiap FTA
Skema FTA Utilisation rate
AFTA 30,43%
ACFTA 35,98%
AKFTA 33,61%
IJEPA 32,65%
AIFTA 6,05%

(a) Semakin tinggi utilization rate, semakin besar impor yang memenuhi syarat untuk
mendapatkan tarif preferensi (preference-eligible imports) yang benar-benar masuk dengan
menggunakan tarif preferensi daripada menggunakan tarif MFN. Selain itu, semakin tinggi
utilization rate juga bermakna bahwa biaya kepatuhan (compliance costs) dari ketentuan
asal barang semakin tidak menjadi penghambat.
(b) Dari hasil perhitungan dihasilkan bahwa utilization rate yang digunakan untuk mengukur
tingkat daya tarik dari rezim preferensial relatif terhadap tarif MFN didapati hasil yang
berkisar antara 30-35% untuk AFTA, ACFTA, AKFTA, dan IJEPA kecuali AIFTA yang
memiliki utilization rate jauh lebih rendah yaitu hanya sebesar 6,05%. Hasil ini dapat
disimpulkan bahwa utilization rate secara umum masih relatif sangat rendah.
(c) Beberapa kemungkinan yang menyebabkan rendahnya persentase importasi yang
menggunakan tarif preferensi daripada tarif MFN, antara lain:
(i) Tarif preferensial tidak terlalu menarik karena perbedaannya dengan tarif MFN tidak
signifikan.
(ii) Prosedur yang harus dijalani untuk dapat menggunakan tarif preferensial dianggap
cukup menyulitkan (compliance cost tinggi).
(iii) Kesalahan identifikasi dalam sistem komputer pabean yang merekam data PIB dalam
hal importasi menggunakan beberapa skema fasilitas.
(d) Untuk itu diperlukan studi lanjut yang fokus untuk mengkaji penyebab rendahnya
utilization rate sehingga dapat diketahui secara rinci dan pasti permasalahannya dan aspek
kebijakan yang mungkin dilakukan untuk mengatasi permasalahan ini.
(3) Dalam bab keempat kami mencoba menggunakan metode forecasting ekonometrik ARIMA
untuk melihat dampak FTA IJEPA dan ACFTA terhadap pertumbuhan ekspor/impor Indonesia
dan negara mitra. Dengan menggunakan data runtun waktu sebelum FTA, dan dilakukan
peramalan besaran ekspor/impor Indonesia dan negara mitra untuk periode setelah FTA
diberlakukan. Dengan membandingkan hasil peramalan (tanpa skema FTA) dengan data riil
setelah adanya FTA maka dapat diestimasi besarnya dampak FTA. Dengan melakukan evaluasi
dua skema FTA: IJEPA dan ACFTA maka didapati bahwa skema FTA berhasil secara
signifikan meningkatkan volume ekspor/impor Indonesia dan negara mitra.

133
(4) Dalam bab kelima, keenam, dan ketujuh berturut akan dievaluasi dampak AFTA, AIFTA dan
AJCEP, dengan menggunakan deskriptif perdagangan dengan negara mitra, analisis deskriptif
komparatif tarif impor antarnegara dengan menggunakan data GTAP8 dan simulasi liberalisasi
perdagangan dengan menggunakan model CGE GTAP.
Beberapa hasil studi yang penting dicatat dari evaluasi dampak AFTA adalah sebagai berikut:
(a) Liberalisasi perdagangan di negara-negara ASEAN yang dimulai sejak tahun 2003 mampu
meningkatkan volume perdagangan Indonesia yang ditunjukkan dengan peningkatan yang
lebih dari dua kali lipat baik volume ekspor atau pun impor untuk periode 2003–2010,
namun trade balance turun drastis, bahkan mengarah ke defisit semenjak tahun 2005.
(b) Komparasi tarif antarnegara ASEAN dalam data GTAP8 dapat ditemukan beberapa fakta
sebagai berikut: (1) Liberalisasi penuh telah terjadi di Singapore, semua komoditas tarif
impornya telah nol. (2) Thailand masih memiliki struktur tarif impor yang tinggi dan
beragam. Hal ini mengindikasikan bahwa Thailand masih sangat protektif terhadap pasar
domestiknya. Kondisi ini diikuti oleh Cambodia dan Vietnam. (3) Secara bilateral,
Cambodia dan Lao PDR pun telah memiliki tarif impor nol. (4) Indonesia termasuk yang
cukup liberal struktur tarif impornya.
(c) Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 dan keseluruhan ASEAN
menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
(i) Liberalisasi penuh di ASEAN5 dan di keseluruhan ASEAN memiliki dampak positif
terhadap peningkatan volume perdagangan Indonesia, baik ekspor maupun impor
mengalami kenaikan. Namun demikian persentase perubahan kenaikan impor lebih
tinggi, mengakibatkan dampak negatif dalam neraca perdagangan (trade balance)
Indonesia. Selain itu, term of trade Indonesia juga menurun.
(ii) Hasil simulasi tersebut mengindikasikan perlunya Indonesia tetap selektif didalam
melakukan liberalisasi tariff, membuka liberalisasi seluas-luasnya untuk komoditas
yang memiliki keunggulan nilai tukar dagang (term of trade) dengan negara lain di
ASEAN dan tetap protektif terhadap komoditas yang kurang unggul, atau komoditas
yang sangat dibutuhkan dalam pasar domestik tetapi memiliki daya saing yang relatif
rendah dibanding dengan komoditas yang sama yang diproduksi oleh Negara ASEAN
lainnya.
(iii) Liberalisasi mampu meningkatkan PDB Indonesia, walaupun angka persentase
kenaikannya jauh lebih kecil dibanding negara-negara ASEAN5 lainnya selain
Philippines. Sementara itu hasil simulasi dampak terhadap investasi menunjukkan
bahwa dampak persentase perubahan investasi di Indonesia walaupun positif
(mengalami kenaikan), namun besarannya relative kecil dibanding negara ASEAN
lainnya.

134
(iv) Walaupun terdapat tendensi kenaikan harga-harga barang konsumsi namun baik
pendapatan faktor (tenaga kerja dan modal) maupun pendapatan rumah tangga
(household income) mengalami kenaikan. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi
perdagangan mengakibatkan kenaikan kesejahteraan rumah tangga. Namun lagi-lagi
dampak terhadap Indonesia relatif lebih kecil jika dibandingkan dengan negara
ASEAN5 lainnya.
(v) Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah
(Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal
(Capital), dan sumber daya alam (NatRes), hanya tiga komponen yang dampaknya
positif bagi Indonesia, yaitu tenaga kerja terdidik, tenaga kerja tidak terdidik, dan
modal.
(vi) Liberalisasi perdagangan di ASEAN5 mengakibatkan ekspor paddy rice, motor
vehicles and parts, sugar cane, sugar beet, dan beverages and tobacco products
meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti beberapa
komoditas dengan nilai kenaikan di bawah 10% yaitu: diary products, metal products,
cereal grains nec., transport equiptment nec., crops nec., dan oil seeds. Namun
mengalami kenaikan yang cukup signifikan untuk impor: beverages and tobacco
products, sugar, processed rice, metal products, dan motor vehicles and parts.
(vii) Liberalisasi perdagangan di level ASEAN5 memberikan dampak yang sangat baik
bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami kenaikan ekspor
10.02% tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan, yaitu sebesar
11.93%. Kondisi yang sama dialami oleh komoditas oil seeds, dan paddy rice dengan
magnitude perubahan yang lebih kecil. Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan
bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara
lain. Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor maupun impor
dengan persentase kenaikan ekspor lebih besar dibandingkan dengan persentasi
kenaikan impor, yaitu: beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, dan
metal products.
(viii) Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level ASEAN
menunjukkan pola yang hampir sama dengan level ASEAN5. Perbedaan yang
menonjol yang perlu dicatat ialah bahwa terjadi peningkatan yang signifikan dari
impor processed rice dari 6,58% menjadi 17,33%. Hal yang menarik lainnya ialah
kenaikan besaran ekspor dan sekaligus penurunan besaran impor untuk komoditas
sugar cane, sugar beet, dan paddy rice yang lebih besar persentasenya.
(5) Beberapa hasil studi yang penting dicatat dari evaluasi dampak AIFTA adalah sebagai berikut:
(a) India-ASEAN Free Trade Agreement (AIFTA) mulai berlaku pada 1 Januari 2010 untuk
Malaysia, Singapura dan Thailand. Indonesia menyusul meratifikasi perjanjian AIFTA ini

135
pada 10 Juni 2010, sehingga belum bisa dideskripsikan dampaknya dengan data
perdagangan yang masih terlalu pendek.
(b) Komparasi tarif antara negara ASEAN dan India dalam data GTAP8 dapat ditemukan
beberapa fakta: (1) India cenderung lebih protektif dibandingkan dengan negara-negara
ASEAN. Jumlah komoditas yang masih memiliki tarif di atas 10% untuk impor India dari
negara-negara ASEAN masih jauh lebih banyak dibanding impor negara-negara ASEAN
dari India. Komoditas yang menonjol dilindungi oleh India ialah komoditas hasil pertanian
dan komoditas olahan pertanian, tercermin dari tarif impor yang relatif tinggi. Sementara
untuk komoditas produk industrial besaran tarifnya relatif moderat. (2) Posisi Indonesia
relatif sudah terbuka terhadap India, hanya beberapa produk yang memiliki tarif impor dari
India di atas 10%, yaitu: Motor vehicles and parts, Sugar, Rice (pady, processed),
Beverages and tobacco products, dan Wearing apparels. Sementara impor India dari
Indonesia masih relatif tertutup.
(c) Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India dan keseluruhan
ASEAN-India menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
(i) Liberalisasi penuh di ASEAN5-India atau pun keseluruhan ASEAN-India memiliki
dampak positif terhadap Indonesia untuk semua indikator yaitu peningkatan volume
perdagangan Indonesia baik ekspor maupun impor, neraca perdagangan (trade
balance), dan term of trade. Walaupun secara prosentasi kenaikan impor lebih tinggi
dari kenaikan ekspor namun masih mampu menjaga dampak kenaikan pada neraca
perdagangan (trade balance). Kenaikan term of trade juga relatif tinggi dibandingkan
negara ASEAN5 lainnya kecuali Singapore. Yang lebih penting ialah bahwa dampak
positif bagi Indonesia secara umum relatif lebih besar jika dibandingkan dengan
dampak yang dinikmati oleh negara ASEAN lainnya atau pun India.
(ii) Liberalisasi mampu meningkatkan PDB Indonesia dengan angka persentase kenaikan
yang cukup tinggi dibanding negara-negara ASEAN lainnya, hanya lebih kecil dari
Singapore. Sementara itu dampak persentase perubahan investasi di Indonesia
walaupun positif (mengalami kenaikan), namun besarannya terkecil dibanding negara
ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi penuh di level ASEAN5 dan hanya satu tingkat
lebih tinggi dari India ketika liberalisasi terjadi di level ASEAN secara keseluruhan.
(iii) Liberalisasi perdagangan mengakibatkan kenaikan kesejahteraan rumah tangga, bahwa
dampak terhadap Indonesia relatif lebih besar jika dibandingkan dengan negara
ASEAN5 lainnya untuk liberalisasi di level ASEAN5-India. Ketika liberalisasi
diperluas ke level ASEAN-India posisi Indonesia sedikit menurun tetapi secara
besaran persentasi tetap mengalami peningkatan.
(iv) Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah
(Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal

136
(Capital), dan sumber daya alam (NatRes), hanya satu komponen yang dampaknya
negatif bagi Indonesia, yaitu sumber daya alam (NatRes). Kemungkinannya ialah
untuk barang-barang komoditas Indonesia yang dominan sumber daya alamnya
mengalami penurunan daya saing sehingga kalah bersaing dengan komoditas sejenis
dari negara-negara mitra dagang Indonesia.
(v) Liberalisasi perdagangan di ASEAN5-India mengakibatkan ekspor Indonesia untuk
komoditas vegetable oils and fats, motor vehicles and parts, forestry, dan vegetables,
fruit, nuts meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini diikuti
oleh peringkat berikutnya dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk komoditas
beverages and tobacco products, transport equiptment nec., paddy rice, ferrous
metals, metal products, dan sugar cane, sugar beet. Namun juga terlihat adanya
komoditas yang mengalami penurunan ekspor dengan persentasi di atas 10%, yaitu:
wool, silk-worm cocoons, raw milk, oil seeds, meat: cattle, sheep, goats, horse, wheat,
processed rice, dan meat product nec.
(vi) Liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India memberikan dampak kenaikan yang
cukup signifikan untuk impor oil seeds, vegetable oils and fats, paddy rice, processed
rice, dan sugar. Selain itu, ada yang menonjol dari penurunan impor yaitu untuk
komoditas sugar cane, sugar beet yang turun sampai dengan 10,26%.
(vii) Secara keseluruhan simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-India:
(1) memberikan dampak yang sangat baik bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang
tidak hanya mengalami kenaikan ekspor 3.49% tetapi juga mengalami penurunan
impor yang sangat signifikan, yaitu sebesar 10,26%. Kondisi ini secara tidak langsung
menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki keunggulan daya saing dibandingkan
dengan negara lain. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor
maupun impor, yaitu: vegetable oils and fats, beverages and tobacco products, paddy
rice, motor vehicles and parts, dan metal products. (3) Beberapa komoditas
mengalami penurunan ekspor sekaligus kenaikan impor, yaitu: oil seeds, processed
rice, sugar, dan meat: cattle, sheep, goats, horse. Hasil simulasi dampak liberalisasi
perdagangan secara penuh di level keseluruhan ASEAN-India menunjukkan pola yang
hampir sama.
(6) Beberapa hasil studi yang penting dicatat dari evaluasi dampak AJCEP adalah sebagai berikut:
(a) ASEAN-Japan Comprehensive Economic Partnership (AJCEP) mulai berlaku efektif pada
1 Desember 2008 merupakan suatu persetujuan ekonomi antara ASEAN dan Japan yang
bersifat komprehensif serta mencakup bidang perdagangan barang, jasa, investasi, SPS,
TBT dan kerjasama ekonomi. Indonesia sebetulnya telah memiliki hubungan dengan Japan
sebelumnya secara bilateral melalui skema Indonesia-Japan Economic Partnership
Agreement (IJEPA) yang dimulai sejak tahun 2007.

137
(b) Penggalian data GTAP8 dapat ditemukan beberapa fakta terkait komparasi tarif antara
negara ASEAN dan Japan sebagai berikut: (1) Japan cenderung lebih terbuka dibandingkan
dengan negara-negara ASEAN, hanya beberapa komoditas dari negara-negara ASEAN
yang masih dikenakan tarif impor untuk melindungi komoditas domestik Japan, yang
tercermin dengan tariff yang cukup tinggi. Misalnya, Japan sangat melindungi komoditas
domestic paddy rice dan processed paddy dengan mengenakan tariff di atas 500% untuk
impor komoditas sejenis dari Thailand. (2) Dengan Indonesia, Japan telah relatif terbuka.
Hal ini karena antara Japan dan Indonesia telah terjalin hubungan dagang yang erat secara
bilateral. Tinggal beberapa komoditas yang dikenakan tariff impor di atas 10%, yaitu: dairy
products, cattle, sheep, goats and horses, sugar, vegetables, fruit and nuts, dan leather
products. Sebaliknya, Indonesia pun telah relatif terbuka terhadap komoditas impor dari
Japan. Beberapa komoditas impor dari Japan yang dikenai tariff di atas 10% adalah:
beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, wearing apparels, transport
equipment nec, dan wood products.
(c) Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan dan keseluruhan
ASEAN-Japan menunjukkan beberapa hal sebagai berikut:
(i) Liberalisasi penuh di ASEAN5-Japan atau pun keseluruhan ASEAN-Japan
menunjukkan bahwa berpotensi meningkatkan volume arus perdagangan baik ekspor
maupun impor. Hasil simulasi menunjukkan bahwa dampak ke peningkatan volume
ekspor dan impor Indonesia cukup besar, terbesar kedua setelah Thailand untuk
liberalisasi di level ASEAN5-Japan. Ketika level liberalisasi diperluas di keseluruhan
negara ASEAN dan Japan, prosentasi kenaikan sedikit mengalami kenaikan. Jika
ditilik dari dampaknya ke neraca perdagangan (trade balance) Indonesia maka
didapati dampaknya negatif. Hal ini karena prosentasi kenaikan impor jauh lebih tinggi
dari prosentasi kenaikan ekspor, sehingga secara nominal dampak ke neraca
perdagangan menjadi negatif. Secara umum memang dampak skema FTA ini ke
negara-negara ASEAN akan mengakibatkan penurunan neraca perdagangan.
Singapore ialah satu-satunya negara ASEAN yang memperoleh dampak positif di
neraca perdagangannya, baik untuk simulasi di level ASEAN5-Japan maupun di level
keseluruhan ASEAN-Japan. Hal lain yang perlu dicatat ialah bahwa Indonesia menjadi
satu-satunya negara anggota ASEAN5 yang mengalami penurunan term of trade
(TOT) untuk kedua simulasi baik simulasi liberalisasi di level ASEAN5-Japan maupun
liberalisasi di level ASEAN-Japan. Sementara Japan mengalami kenaikan term of
trade (TOT) yang cukup signifikan. Secara keseluruhan Singapore mengalami dampak
kenaikan term of trade (TOT) yang tertinggi.
(ii) Liberalisasi membawa efek penurunan nilai PDB Indonesia walaupun indek harga
PDB juga menurun. Penurunan nilai PDB antara lain disebabkan komponen kenaikan

138
impor yang prosentasinya jauh lebih besar dari kenaikan ekspor. Dari sisi dampak
terhadap investasi mengalami kenaikan, walupun secara besaran relatif kecil jika
dibandingkan dengan dampak yang dialami oleh negara-negara ASEAN lainnya.
(iii) Liberalisasi perdagangan mengakibatkan hasil yang positif untuk pendapatan faktor
(tenaga kerja dan modal). Namun pendapatan rumah tangga mengalami penurunan
tipis. Satu hal yang bisa dikatakan sebagai keuntungan ialah bahwa harga-harga barang
ditingkat konsumen mengalami penurunan. Hal yang kurang baik juga dialami oleh
Japan sebagai mitra dagang utama ASEAN dalam skema FTA ini yang hanya potensi
mendapatkan keuntungan harga komoditas yang lebih murah secara agregat.
Sementara Malaysia, Singapore, dan Thailand relatif mendapatkan keuntungan yang
lebih baik dalam aspek ini.
(iv) Lebih detail terkait pendapatan faktor (factor income) dirinci dalam komponen tanah
(Land), tenaga kerja tidak terdidik (UnSkLab), tenaga kerja terdidik (SkLab), modal
(Capital), dan sumber daya alam (NatRes), hanya satu komponen yang dampaknya
negatif bagi Indonesia, yaitu sumber daya alam (NatRes). Namun ketika liberalisasi
diperluas ke level keseluruhan ASEAN-Japan komponen tanah (Land) juga mengalami
dampak negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa liberalisasi perdagangan menurunkan
return pendapatan dari sumber daya alam. Kemungkinannya ialah untuk barang-
barang komoditas Indonesia yang dominan sumber daya alamnya mengalami
penurunan daya saing sehingga kalah bersaing dengan komoditas sejenis dari negara-
negara mitra dagang Indonesia.
(v) Liberalisasi perdagangan di ASEAN5-Japan mengakibatkan ekspor Indonesia untuk
komoditas paddy rice, dairy products, beverages and tobacco products, dan sugar
cane, sugar beet meningkat signifikan – dengan angka kenaikan di atas 10%. Hal ini
diikuti oleh peringkat berikutnya dengan nilai kenaikan di bawah 10% untuk
komoditas cereal grains nec., sugar, metal products, leather products, cattle, sheep,
goats, horse dan food products nec. Dari tabel tersebut terlihat bahwa Indonesia
mendapat manfaat dengan kenaikan ekspor beberapa komoditas yang cukup tinggi.
Namun juga terlihat adanya komoditas yang mengalami penurunan ekspor dengan
angka persentasi yang relative kecil, hanya di bawah 1.5%.
(vi) Liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan memberikan dampak kenaikan di
atas 10% untuk impor komoditas motor vehicles and parts. Selain itu, ada beberapa
komoditas lain yang mengalami kenaikan cukup signifikan walaupun masih di bawah
10%, yaitu: beverages and tobacco products, metal products, dan sugar. Satu hal lagi
yang menonjol dan perlu dicatat ialah penurunan impor untuk komoditas sugar cane,
sugar beet yang turun sebesar 10,90%.

139
(vii) Secara keseluruhan hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-
Japan: (1) liberalisasi perdagangan di level ASEAN5-Japan memberikan dampak yang
sangat baik bagi komoditas sugar cane, sugar beet yang tidak hanya mengalami
kenaikan ekspor tetapi juga mengalami penurunan impor yang sangat signifikan.
Kondisi ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa komoditas ini memiliki
keunggulan daya saing dibandingkan dengan negara lain dan sangat siap untuk
diliberalisasi. (2) Beberapa komoditas mengalami kenaikan baik dari sisi ekspor
maupun impor, yaitu: beverages and tobacco products, sugar, dan metal products.
(viii) Hasil simulasi dampak liberalisasi perdagangan secara penuh di level ASEAN-Japan
menunjukkan pola yang hampir sama dengan hasil simulasi dampak liberalisasi
perdagangan di level ASEAN5-Japan. Satu perbedaan yang cukup menonjol ialah
adanya perubahan peningkatan persentasi impor komoditas processed rice.
(7) Dalam bab kedelapan dianalisis mengenai ANZFTA, dengan menggunakan deskriptif
perdagangan dan analisis daya saing komoditas Indonesia dengan negara mitra. Beberapa hasil
yang penting dicatat, yaitu:
(a) Bahwa dari perdagangan Indonesia – Australia menghasilkan neraca perdagangan dengan
pergerakan yang fluktuatif. Sementara untuk perdagangan nonmigas, neraca perdagangan
Indonesia mengalami defisit. Ekspor Indonesia didominasi minyak petroleum mentah.
Impor utama Indonesia tahun 2000 adalah gandum dan aluminium oksida, sedangkan tahun
2010 adalah gandum dan sapi hidup.
(b) Bahwa dari perdagangan Indonesia – New Zealand menghasilkan neraca perdagangan
deficit, khusus untuk nonmigasjuga defisit. Pada tahun 2000, ekspor Indonesia didominasi
minyak petroleum mentah, sedangkan pada tahun 2010 didominasi minyak petroleum
mentah dan bungkil kelapa sawit. Impor utama Indonesia tahun 2000 adalah susu bubuk
dan pulp kayu, sedangkan pada tahun 2010 adalah susu bubuk dan daging lembu.
(c) Analisis daya saing dengan metode RCA dinamis dan menggunakan data SITC4 dihasilkan
bahwa dari sepuluh jenis produk Indonesia dalam periode 2000-2010 hanya terdapat lima
produk yang memiliki daya saing tinggi, yakni: food and live animal, oils and inedible,
mineral fuels and lubricants, animal and vegetable oil, dan kelompok miscellaneous
manufactured. Selama periode 2007-2010 hanya ada dua produk yang meningkat daya
saingnya yakni kelompok animal and vegetable oil dan food and live animal. Produk yang
stabil namun cenderung rendah tingkat daya saingnya adalah beverages and tobacco,
mineral fuels and lubricants, chemicals and related products, manufactured goods,
machinery and transport equipment, dan commodities and transaction not cl. Sedangkan
produk yang mengalami penurunan daya saing adalah crude oils and inedible,
miscellaneous manufactured.
(8) Dari forum Focus Group Discussion (FGD) diperoleh beberapa informasi tambahan:

140
(a) Indonesia merupakan negara yang sangat besar penduduknya dan berpotensi menjadi pasar
bagi perdagangan internasional. Untuk itu, Indonesia perlu selektif dan benar-benar
memahami dampak liberalisasi yang dilakukan. Salah satunya ialah melakukan analisis
daya saing komoditas yang dihasilkan Indonesia untuk perumusan kebijakan yang tepat.
Jika dilihat dari Gambar 9.1 maka ekspor Indonesia masih dominan dari komoditas yang
bersumber dari alam (natural resources), bukan hasil inovasi atau industrialisasi.
Keunggulan ini boleh saja dipertahankan akan tetapi secara alamiah akan berkurang.

Gambar 9.1 Perbedaan Struktur Ekspor: Ditentukan Daya Saing


94
China India Indonesia

67

41
28
17
13
8 6 9
3 5 2
0 1 1

Makanan Komoditi Mentah Bahan Bakar Biji besi dan Baja Manufaktur
Pertanian
Sumber: WDI (2011) diolah Saparini (2012)

(b) Struktur tarif Indonesia sudah relative sangat terbuka jika dibandingkan dengan beberapa
negara mitra dagang Indonesia. Tabel 9.3 yang disusun oleh Saparini (2012)
mengkonfirmasi hasil komparasi tarif berdasar data GTAP8 di atas. Dalam posisi ini
Indonesia harus secara proaktif mengajak negara-negara lain meliberalisasi pasanya.
Karena hal ini berarti potensi keuntungan bagi Indonesia jika diikuti oleh daya saing yang
baik bagi komoditas asal Indonesia.
Tabel 9.3 Tarif Bea Masuk Beberapa Negara (Saparini, 2012)
Kelompok Produk India Vietnam Japan Thailand China Indonesia
Produk hewan 31,6 20,1 13,9 30,5 14,7 4,4
Produk susu 33,8 21,9 169,3 22,6 12 5,5
Buah, sayur, tanaman 29,7 30,6 12,7 31,5 14,8 5,9
Kopi, teh 56,1 37,9 15,6 30,8 14,7 8,3
Sereal & preparat 30,8 27,4 72 21,1 23,9 6,1
Minyak biji, lemak, minyak 26,2 13,4 12,3 19,3 10,6 4
Gula dan permen 34,4 17,7 24,5 32 27,4 11
Katun 17 6 0 0 22 4
Minuman & tembakau 70,8 66,6 14,4 44,6 22,9 51,8
Produk pertanian lain 21,9 7,8 5,7 10,4 11,5 4,3
Rata2 produk pertanian 35,23 24,94 34,04 24,28 17,45 10,53

141
Ikan & produk ikan 29,6 30,9 5,5 13,5 10,7 5,8
Mineral & logam 7,4 10,2 1 6,2 7,5 6,6
Petroleum 9 17,5 0,6 5,4 4,5 0,5
Bahan kimia 7,9 5,2 2,2 3,3 6,6 5,3
Kayu, kertas, dll. 9,1 17,2 0,8 6,9 4,4 5
Textil 14,1 30,4 5,5 8,3 9,6 9,3
Pakaian 19,9 49,3 9,2 30,4 16 14,4
Kulit, alas kaki 10,1 19 12,9 12,1 13,4 9
Mesin non-listrik 7,1 5,4 0 4,4 7,8 2,3
Mesin listrik 6,9 12,8 0,2 7,9 8 5,8
Peralatan transportasi 14,8 22,2 0 21 11,5 11,6
Manufaktur, n,e.s. 8.8 15,2 1,2 10,6 11,9 6,9
Rata2 Produk non-pertanian 12,1 19,6 3,3 10,8 9,3 6,9
Total Rata2 23,1 22,2 18,0 17,3 13,2 8,6

(c) Dari hasil penelitian Modjo (2010) yang dikutip oleh Yustika (2012) menunjukkan bahwa
daya saing komoditas Indonesia yang cukup tinggi dimiliki oleh komoditas yang berasal
dari sumber daya alam, seperti: CPO, Tin, Rubber, dan Coal. Sementara untuk komoditas
hasil pabrikasi masih menunjukkan daya saing yang rendah. Informasi ini di satu sisi harus
disyukuri karena kita memiliki kekayaan alam yang berlimpah. Akan tetapi kekayaan ala
mini terbatas dan nonrenewables sehingga konsekuensinya perlu upaya untuk pemanfaatan
yang baik sekaligus melakukan upaya penemuan baru (inovasi) produk2 yang lebih
sustainable sebagai mesin pertumbuhan ekonomi dari sisi perdagangan internasional. Tabel
9.4 dan Tabel 9.5 secara berurutan menggambarkan perkembangan daya saing komoditas
Indonesia selama periode 2000 – 2008 dan daya saing relative dengan negara mitra dagang.

Tabel 9.4 Indonesia’s Revealed Comparative Advantages (RCAs)


2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Non-manufactured 2.03 2.09 2.30 2.33 2.07 2.25 2.32 2.39 2.57
Manufactured 0.74 0.73 0.70 0.67 0.73 0.64 0.62 0.60 0.55
Top Ten Commodities:
CPO 24.1 22.97 30.94 30.01 41.79 39.65 40.61 44.58 41.05
Tin 13.45 15.62 20.83 26.11 29.65 34.3 31.41 27.78 37.55
Rubber 9.11 9.14 11 13.27 17.22 14.48 17.55 18.64 18.61
Coal 6.65 7.47 8.14 9.03 9.21 9.5 12.2 12.81 10.48
Papers 2.43 2.34 2.48 2.36 2.42 2.3 2.49 2.53 2.56
TPT 2.2 2.26 2.03 1.99 2.21 2.05 2.03 1.9 1.81
Copper 1.19 1.43 1.76 2.39 2.08 2.26 1.82 2.51 1.87
Electrical Appliances 0.69 0.7 0.75 0.69 0.77 0.66 0.52 0.48 0.47
Chemical Products 0.56 0.52 0.5 0.52 0.58 0.49 0.48 0.53 0.47
Machinery & Mechanics 0.13 0.12 0.14 0.16 0.18 0.2 0.23 0.27 0.28
Sumber: Modjo (2010), dikutip dari presentasi Yustika (2012)

142
Tabel 9.5 Relatif RCAs
2008 Indonesia Malaysia Philippines Singapore Thailand China Rank Notes

CPO 41.05 26.55 8.18 0.34 1.09 0.05 1 Stable


Tin 37.55 7.92 0.95 6.77 4.94 0.07 1 Increasing
Rubber 18.61 5.34 0.45 0.5 16.79 0.09 1 Increasing
Coal 10.48 0.01 0.11 0 0.01 1.06 1 Increasing
Papers 2.56 0.31 0.28 0.22 0.63 0.4 1 Increasing
TPT 1.81 0.63 1.1 0.18 1.08 3.12 2 Stable
Copper 1.87 0.89 4.03 0.31 0.44 0.44 4 Stable
Electrical Appliances 0.47 1.87 3.99 2.64 1.61 2.27 6 Decreasing
Chemical Products 0.47 0.55 0.21 0.88 0.73 0.52 5 Stable
Machinery & Mechanics 0.28 0.23 0.32 0.52 0.86 0.63 6 Increasing
Sumber: Modjo (2010), dikutip dari presentasi Yustika (2012)

(d) Selama ini Indonesia masih terkendala dengan koordinasi antarlembaga dan koordinasi
antara pemerintah-nonpemerintah dalam hal kebijakan tarif dan perdagangan internasional
secara umum. Hal ini terlihat dari banyaknya fenomena lapangan yang menunjukkan tidak
adanya konvergensi kebijakan. Hal ini akan berpotensi membahayakan perekonomian
Indonesia ketika pasar internasional semakin terbuka.

REKOMENDASI KEBIJAKAN

Dari berbagai temuan dalam studi ini, maka ada beberapa rekomendasi kebijakan yang diajukan dan
dibedakan antara yang khusus terkait dengan skema FTA tertentu maupun yang sifatnya umum.

AFTA:

1. Pemerintah Indonesia harus lebih berhati-hati dan selektif dalam melanjutkan kebijakan
liberalisasi perdagangannya di level ASEAN. Hal ini mengingat bahwa Indonesia sudah relatif
lebih liberal jika dibandingkan dengan negara-negara ASEAN lain yang memiliki kemiripan
dalam struktur keunggulan komoditas dan daya saing seperti Thailand dan Malaysia.
2. Beberapa komoditas Indonesia yang bisa dan siap untuk diliberalisasi secara penuh asalkan
diperlakukan setara dengan negara ASEAN lainnya, yaitu: sugar cane, sugar beet, oil seeds, dan
paddy rice. Hal ini berdasarkan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa ketika diliberalisasi
untuk wilayah ASEAN, komoditas-komoditas tersebut mengalami kenaikan ekspor dan
sekaligus penurunan impor.
3. Untuk beberapa komoditas yang hasil simulasinya menunjukkan bahwa liberalisasi
mengakibatkan kenaikan baik untuk ekspor dan impor yaitu untuk komoditas: beverages and

143
tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products, perlu dilihat lebih detail
klasifikasi HS-nya. Hal ini penting untuk mengetahui lebih detail unsur-unsur komoditas apa
berdasar klasifikasi HS yang mengalami dampak kenaikan ekspor dan impor sehingga dapat
diambil kebijakan yang lebih tepat.
4. Terkait dengan produk komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor perlu dilakukan studi
lanjutan untuk melakukan analisis daya saing dan mengukur tingkat produktivitas. Hal ini
penting tidak hanya untuk memahami peta persaingan dengan komoditas dari negara lain akan
tetapi juga menemukan formula untuk meningkatkan daya saing dengan peningkatan
produktivitasnya.

AIFTA:

5. Pemerintah Indonesia perlu mengambil inisiatif dan proaktif bahkan progresif dalam hal
negosiasi pengurangan tarif dalam skema FTA ini. Hal ini mengingat bahwa Indonesia telah
lebih terbuka secara relatif dibandingkan dengan India dan beberapa negara ASEAN lainnya.
Selain itu, hasil simulasi dampak juga menunjukkan potensi benefit yang cukup baik bagi
Indonesia.
6. Beberapa komoditas Indonesia yang bisa dan siap untuk diliberalisasi secara penuh asalkan
diperlakukan setara dengan negara ASEAN lainnya, yaitu: sugar cane, sugar beet. Hal ini
berdasarkan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa ketika diliberalisasi untuk wilayah
ASEAN, komoditas-komoditas tersebut mengalami kenaikan ekspor dan sekaligus penurunan
impor.
7. Untuk beberapa komoditas yang hasil simulasinya menunjukkan bahwa liberalisasi
mengakibatkan kenaikan baik untuk ekspor dan impor yaitu untuk komoditas: vegetable oils and
fats, beverages and tobacco products, motor vehicles and parts, dan metal products, perlu
dilihat lebih detail klasifikasi HS-nya. Hal ini penting untuk mengetahui lebih detail unsur-unsur
komoditas apa berdasar klasifikasi HS yang mengalami dampak kenaikan ekspor dan impor
sehingga dapat diambil kebijakan yang lebih tepat.
8. Terkait dengan produk komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor perlu dilakukan studi
lanjutan untuk melakukan analisis daya saing dan mengukur tingkat produktivitas. Hal ini
penting tidak hanya untuk memahami peta persaingan dengan komoditas dari negara lain akan
tetapi juga menemukan formula untuk meningkatkan daya saing dengan peningkatan
produktivitasnya.
9. Untuk produk-produk yang perlu dilakukan perhatian untuk dilindungi antara lain: oil seeds,
sugar, dan meat: cattle, sheep, goats, horse. Hal ini karena diindikasikan bahwa liberalisasi
mengakibatkan penurunan ekspor dan kenaikan impor untuk komoditas tersebut.

AJCEP:

144
10. Pemerintah Indonesia perlu mengambil sikap berhati-hati dalam hal negosiasi pengurangan tarif
dalam skema FTA ini. Hal ini mengingat bahwa hubungan Indonesia-Japan telah relatif terbuka
untuk kedua belah pihak. Perlu dikaji lebih detail komoditas-komoditas yang bisa menghasilkan
win-win solution dengan Japan atau yang secara kolaboratif mampu meningkatkan daya saing
Indonesia-Japan dibanding dengan negara ASEAN lain atau pun dengan negara lain di luar
kawasan ASEAN.
11. Beberapa komoditas Indonesia yang bisa dan siap untuk diliberalisasi secara penuh asalkan
diperlakukan setara dengan negara ASEAN lainnya dan Japan, yaitu: sugar cane, sugar beet.
Hal ini berdasarkan hasil simulasi yang menunjukkan bahwa ketika diliberalisasi untuk wilayah
ASEAN-Japan, komoditas tersebut mengalami kenaikan ekspor dan sekaligus penurunan impor.
12. Untuk beberapa komoditas yang hasil simulasinya menunjukkan bahwa liberalisasi
mengakibatkan kenaikan baik untuk ekspor dan impor yaitu untuk komoditas: beverages and
tobacco products, sugar, dan metal products, perlu dilihat lebih detail klasifikasi HS-nya. Hal
ini penting untuk mengetahui lebih detail unsur-unsur komoditas apa berdasar klasifikasi HS
yang mengalami dampak kenaikan ekspor dan impor sehingga dapat diambil kebijakan yang
lebih tepat.
13. Terkait dengan produk komoditas Indonesia yang berorientasi ekspor perlu dilakukan studi
lanjutan untuk melakukan analisis daya saing dan mengukur tingkat produktivitas. Hal ini
penting tidak hanya untuk memahami peta persaingan dengan komoditas dari negara lain akan
tetapi juga menemukan formula untuk meningkatkan daya saing dengan peningkatan
produktivitasnya.

Rekomendasi Umum:

14. Perlu adanya peningkatan trade facilitation baik berupa kemudahan administrasi atau pun
kebijakan pendukung dan memperbaiki hambatan-hambatan perdagangan lainnya sehingga
dapat meningkatkan utilization rate yang rendah. Hal lainnya bisa ditempuh dengan menekan
biaya transportasi yang tidak efisien. Hal ini semua berujung pada tingkat daya saing komoditas
Indonesia di pasar internasional.
15. Perlu pelibatan sektor usaha atau bisnis dalam proses penentuan tariff, semenjak proses
pengkajian dan negosiasi internasional bersama dengan delegasi RI. Hal ini penting untuk tidak
hanya untuk memutus senjang informasi tetapi juga untuk menciptakan kerja sama yang baik,
karena pada akhirnya para pelaku bisnis inilah yang akan mengeksekusi kebijakan pada level
implementasi.

SARAN STUDI LANJUTAN

Ada beberapa saran studi lanjutan yang relevan dengan hasil kajian ini:

145
1. Rendahnya utilization rate, perlu dikaji lebih lanjut terkait faktor-faktor penyebabnya secara
pasti agar dapat direspon dengan kebijakan yang tepat dan memadai.
2. Perlu studi yang fokus mengkaji daya saing komoditas Indonesia secara detail, penyebab dan
potensi peningkatannya. Informasi tentang daya saing ini penting untuk menentukan posisi dan
daya tawar Indonesia dalam perundingan perdagangan di internasional fora.
3. Perlu dilakukan kajian simulasi dampak untuk beberapa skema FTA yang sedang dalam proses
negosiasi (ex-ante impact analysis) untuk member informasi awal tentang potensi dampak FTA
tersebut terhadap Indonesia. Misalnya: ASEAN-EU FTA, Indonesia-Turki FTA.

146
DAFTAR REFERENSI

Balassa, B. (1965). Trade Liberalization and Revealed Comparative Advantage. Manchester School
of Economic and Social Studies, 33, 99-123.

Cabalu, H., and Alfonso, C. (2007). Does AFTA Create or Divert Trade? Global Economy Journal,
7(4).

Chirathivat, S. (2002). ASEAN-China Free Trade Area: Background, Implications and Future
Development. Journal of Asian Economics, 13, 671-686.

Clausing, K. A. (2001). Trade Creation and Trade Diversion in the Canada-United States Free Trade
Agreement. Canadian Journal of Economics, 34, 677-696.

Edwards, L., and Schoer, V. (2001). The Structure and Competitiveness of South African Trade.
Paper presented at the Trade and Industrial Policy Strategy - Annual Forum, Misty Hills,
Muldersdrift, 10-12 September 2001.

Francis, S. (2011). The ASEAN-India Free Trade Agreement: A Sectoral Impact Analysis of
Increased Trade Integration in Goods. the Economic and Political Weekly, 46(2).

Gujarati, D. N. (2009). Basic Econometrics. New York: McGraw-Hill Higher Education.

Hussain, M. S., and Begum, J. (2011). India-ASEAN Economic and Trade Partnership. Journal of
Turkish Weekly Retrieved 5 July 2012, from http://www.turkishweekly.net/news/125793/-
analysis-india-asean-economic-and-trade-partnership.html

Inama, S. (2003). Trade Preferences and the World Trade Organization Negotiations on Market
Access. Journal of World Trade, 37(5), 959-976.

Kementerian_Keuangan. (2011). Analisis Posisi Indonesia Terkait Free Trade Agreement. Jakarta:
Kementerian Keuangan.

Krueger, A. O. (1999). Trade Creation and Trade Diversion Under NAFTA. National Bureau of
Economic Research Working Paper Series, No. 7429.

Laurenceson, J. (2003). Economic Integration Between China and the ASEAN-5. ASEAN Economic
Bulletin 20(2).

Liu, Y., and Luo, H. (2004). Impact of Globalization on International Trade between ASEAN-5 and
China: Opportunities and Challenges. Global Economy Journal, 4(1).

Ohlan, R. (2012). ASEAN-India Free Trade Agreement in Goods: An Assessment. African Journal
of Social Sciences, 2(3), 66-84.

Park, D., et al. (2008). Is the ASEAN-Korea Free Trade Area (AKFTA) an Optimal Free Trade
Area? Working Paper Series on Regional Economic Integration No. 21, Asian Development
Bank (November 2008).

Plummer, M. G., et al. (2010). Methodology for Impact Assessment of Free Trade Agreements.
Mandaluyong City, Philippines: Asian Development Bank.

147
Sikdar, C., and Nag, B. (2011). Impact of India-ASEAN Free Trade Agreement: A Cross-Country
Analysis Using Applied General Equilibrium Modelling. Asia-Pacific Research and Training
Network on Trade Working Paper Series, No 107 (November 2011).

Viner, J. (1950). The Custom Union Issue. New York: Carnegie Endowment for International Peace.

Voon, J., and Yue, R. (2003). China-ASEAN Export Rivalry in the US Market: The Importance of
the HKChina Production Synergy and the Asian Financial Crisis. Journal of the Asia Pacific
Economy, 8(2).

Wong, J., and Chan, S. (2002). China-Asean Free Trade Agreement: Shaping Future Economic
Relations. Asian Survey, 43(3), 507-526.

Yustika, A. E. (2012). Free Trade Area dan Perdagangan Indonesia, Presentation at Focus Group
Discussion. Malang, 18 October 2012.

148

Anda mungkin juga menyukai