Analisis Risiko Penggunaan Herbisida Gramoxone Bagi Manusia Dan Lingkungan
Analisis Risiko Penggunaan Herbisida Gramoxone Bagi Manusia Dan Lingkungan
Muthia Fatma
Sani Dinda
ABSTRAK
ABSTRACT
Pendahuluan
Penggunaan herbisida di Indonesia terutama disektor pertanian akhir-akhir ini
ternyata semakin meningkat. Disektor pertanian, herbisida digunakan secara intensif untuk
menunjang program pertanian untuk mencukupi kebutuhan pangan yang terus berkembang.
Herbisida sebagai bahan beracun, keberadaannya dalam makanan dan lingkungan dapat
membahayakan kehidupan makhluk hidup lainnya termasuk manusia. Herbisida apabila
melebiha ambang batas kemapuan partikel tanah dalam menyerap herbisida maka akan
berdampak negatif terhadap lingkungan.
Paraquat diklorida yang dikenal secara sederhana sebagai paraquat adalah salah satu
jenis herbisida dengan merek dagang gramoxone yang berpotensi dapat mencemari
lingkungan. Senyawa ini digunakan untuk mengendalikan gulma seperti enceng gondok di
danau dan di pantai, rumput teki di sawah dan gulma lainnya di perkebunan sawit, kopi, dan
lainnya.Perkembangan teknologi pertanian yang melibatakan penggunaan senyawa paraquat
akan menyebabkan semakin banyaknya residu dari golongan senyawa ini terakumulasi di
alam. Hal ini dapat menimbulkan efek yang serius pada ligkungna seperti perairan pantai,
danai dan badan-badan air (sungai) yang berada disekitar daerah pertanian tersebut. Oleh
karena itu diperlukan suatu usaha penanganan residu yang tepat dari pemakaian pestisida ini
agar residu senyawa tersebut tidak terakumulasi di alam.
Patogenesis utaa terjadinya kerusakan paru adalah melalui terbentuknya radikal bebas
dengan oxidative damage ke jaringan paru. Toksisitas dikarakteristikan dengan unculnya
edema paru, keruskan membran alveoli paru, dan terjadinya fibrosis paru. Kematian biasanya
terutama terjadi karena kegagalan pernafasan yang diakibatkan oleh edema paru atau fibrosis
paru tergantung dosis yang dikonsumsi.
METODE
Jenis penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional. Besar sampel dalam
penelitian ini adalah 60 responden. Teknik pengambilan sampel secara purposif (purposive
random sampling). Pengumpulan data dengan wawancara menggunakan kuesioner penelitian.
Penelitian dilaksanakan di perkebunan kelapa sawit PT. SAL Banyuasin. Teknik analisis data
dengan analisis univariat dan bivariat dengan uji statistik chi – square.
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah (1) benih kedelai varietas
Anjasmoro; (2) herbisida Isopropyl amina glifosat dengan bahan aktif 240 g L1formulasi AS
dan herbisida Paraquat diklorida dengan bahan aktif 276 g L-1 formulasi SL; (3) pupuk urea
(45% N), pupuk KCl (41,5 % K) sebagai sumber kalium, dan pupuk SP 18 (18% P) sebagai
sumber fosfor; (4) insektisida karbofuran 3%, deltametrin 25 g L-1 dan klorpirifos 1%, serta
rodentisida brodifakum 0,005%; (5) kantong plastik dan kantong kertas. Alat yang digunakan
pada penelitian ini adalah (1) timbangan analitik; (2) oven listrik; (3) meteran; (4) kuadrat
besi berbentuk persegi dengan ukuran 0,5 m x 0,5 m; (5) knapsack hand sprayer; (6) alat
tugal, dan (7) alat pengukur kadar air.
HASIL
Hasil penelitian paparan langsung pada pekerja akibat penggunaan herbisida perkebunan
kelapa sawit seringkali menimbulkan gangguan kesehatan. itu sendiri maupun masyarakat
yang ikut mengkonsumsi hasil pertanian tersebut. Berdasarkan data pada tabel 1
menunjukkan bahwa presentase kontak kulit selama pencampuran yang paling banyak adalah
area tangan, sedangkan kontak tubuh selama penyemprotan yang paling banyak juga pada
area tangan. Paparan pernapasan yang paling banyak adalah menyemprot tidak mengikuti
arah angin dan paparan gastro intestinal yang paling banyak adalah makan/minum saat
penyemprotan.Aktivitas pekerjaan yang paling banyak adalah pekerja penyemprot,
sedangkan penggunaan alat pelindung diri lebih banyak yang tidak lengkap. Pekerja yang
mengalami gangguan pernapasan seperti batuk sebanyak 36,7%.
Hasil analisis tanah awal yang dilaksanakan sebelum aplikasi perlakuan dengan tujuan untuk
mengetahui status kesuburan tanah pada lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel1.Hasil analisis tanah sebelum aplikasi herbisida pada sistem olah tanah konservasi
PEMBAHASAN
Area yang sering kontak selama selama pencampuran herbisida adalah kaki sebesar 3,3%,
tangan 40%, mata 1,7% . Pekerja yang mengalami batuk akibat kontak pencampuran sebesar
22 responden (40,7%). Secara statistik tidak ada hubungan yang signifikan antara kontak
kulit selama pencampuran herbisida dengan gangguan pernapasan. Penelitian di California
dari 231 partisipan yang mencampur herbisida yang mengalami paparan kulit (26%), mata
(32%) (Weinbauw et al., 1995). Petani yang menyemprot dengan banyak pestisida
mengalami masalah kulit (Qiao, 2012). Kontak tubuh selama penyemprotan ditemukan
bahwa paparan herbisida yang mengenai area tangan (33%), punggung (10%), mata (26,7%)
dan yang sekaligus mengenai tangan, mata, dan punggung (21,7%). Namun secara statistik
tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kontak tubuh selama penyemprotan dengan
gangguan pernapasan (batuk). Paparan paraquat pada penyemprot yang menggunakan
tangki (knapsack spraying) di perkebunan pisang Costa Rica menemukan paparan kulit
(jumlah area tubuh tertentu) adalah 0,2–5,7 mg paraquat per jam (sama dengan dosis 3,5
– 113 mg/kg) (De Joode et al., 1996). Sedangkan paparan pestisida pada penyemprot di
kebun kapas Mesir menunjukkan bahwa paparan di area kepala (3,6%), tubuh (23,7%) , dan
kaki (29,1%) (Elhalwagy et al., 2010). Paparan pernapasan berdasarkan penyemprotan yang
tidak memperhatikan arah angin sebesar 39,3%. Meskipun secara statistik tidak bermakna
antara paparan pernapasan dengan gangguan pernapasan (batuk). Paparan pernapasan lokal
(3,5%), dan sistemik (38,5%) (Weinbauw et al., 1995). Penyemprotan tidak memperhatikan
arah angin dapat menyebabkan masuknya herbisida kedalam tubuh melalui proses inhalasi,
sehingga dapat menimbulkan gejala gangguan pernapasan seperti : batuk bagi pekerja.
Paparan gastro intestinal terhadap penggunaan herbisida dilihat dari kategori makan/minum
selama penyemprotan sebanyak 35,8% yang mengalami gangguan pernapasan (batuk),
namun secara statistik tidak terdapat hubungan antara paparan gastro intestinal dengan
gangguan pernapasan (batuk). Makan/minum selama penyemprotan menyebabkan masuknya
bahan aktif herbisida kedalam tubuh melalui proses ingesti sehingga dapat terakumulasi
dalam tubuh yang akhirnya dapat menimbulkan efek akut seperti mual, muntah, pusing dan
lain - lain. Aktivitas pekerjaan pekerjaan yang terpapar langsung dengan herbisida seperti
mencampur, mengaduk dan menyemprot mengalami gangguan pernapasan seperti batuk
sebanyak 42,5%, meskipun secara statistik tidak terdapat hubungan antara aktiitas pekerjaan
dan gangguan pernapasan. Marinajati (2012) melaporkan bahwa aktivitas pekerjaan petani
cabe dan bawang merah yang terpapar pestisida yaitu menyiapkan (3,3%), menyemprot
(3,3%) dan mencampur (5%), aktivitas pekerjaan dihubungkan dengan profil darah pada
wanita usia subur. Penggunaan alat pelindung diri pekerja di perkebunan kelapa sawit yang
tidak lengkap sebanyak 85%. Meskipun secara statistik tidak terdapat hubungan antara
kelengkapan alat pelindung diri dengan gangguan pernapasan (batuk). Penggunaan alat
pelindung diri ini juga tergantung dengan pengetahuan dan sikap pestisida semprot pada
petani di Desa Angkatan Kidul Pati (Khamdani, 2009). Penelitian lain yang dilakukan pada
pekerja penyemprot gulma di perkebunan kelapa sawit Kabupaten Banyuasin menunjukkan
hubungan yang bermakna antara kadar Cholinesterase dengan penggunaan alat pelindung
diri (Sastri, 2013). Akibat penggunaan herbisida dapat menimbulkan gejala gangguan
pernapasan seperti : batuk. Hasil penelitian didapatkan bahwa ada 36,7% pekerja yang
mengalami batuk, hal ini disebabkan karena penggunaan alat pelindung diri yang tidak
lengkap dan tidak standard. Saat melakukan aktivitas pekerjaan mereka mengatakan jarang
menggunakan masker/pelindung muka. Selain itu Ames et al., 1993 melaporkan paparan
paraquat dapat menimbulkan efek kesehatan seperti batuk, gangguan mata, diare, iritasi,
sakit kepala, mual, rinitis, infeksi tenggorokan, gangguan pernapasan, wheezing, dan
kelelahan.Pekerja yang mengalami batuk ≤ 8,5% akibat penggunaan paraquat (Weinbauw et
al., 1995). Paraquat juga dapat menyebabkan gangguan faal paru sekitar 28% pada pekerja
formulasi pestisida (Hartina dan Malaka, 2009).
Pada Tabel 1 dapat dilihat bahwa hasil analisis awal sifatkimia tanah lokasi penelitian
memiliki kriteria pH tanah masam, kandungan unsur hara N-total sedang, unsur P-tersedia
sangat rendah dan unsur K-dd tinggi. Berdasarkan hasil analisis tersebut dapat disimpulkan
bahwa tanah di lokasi penelitian kurang baik untuk pertumbuhan dan produksi
tanamankedelai karena status kesuburan tanah tergolong dalam kretiria kurang subur.
Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa dosis tidak berpengaruh nyata terhadap pH
tanah dan N-total, namun memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kandungan unsur K-
dd, sedangkan herbisida tidak berpengaruh nyata terhadap pH tanah, N-total dan K-dd. Tidak
terdapat interaksi dari kedua faktor tersebut. Ratarata perubahan sifat kimia tanah akibat
perlakuan dosis dan herbisida pada sistem TOT dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 menunjukkan bahwa terjadi perubahan unsur hara pada tanah sesudah
perlakuan, hal ini menunjukkan aplikasi herbisida pada sistem TOT mempengaruhi sifat
kimia tanah. Penerapan herbisida pada sistem TOT tidak menunjukkan pengaruh yang nyata
terhadap pH Tanah dan N-total. Hal ini menunjukkan bahwa dosis dan jenis herbisida yang
diterapkan sama-sama memiliki kemampuan dalam meningkatkan sifat kimia tanah tersebut.
Teknologi OTK jangka panjang mempunyai residu hara cukup besar yang dapat
dimanfaatkan oleh tanaman musim berikutnya, pengembalian mulsa selama 8 tahun mampu
mensubsidi N dan P masingmasing sekitar 53 kg N ha-1 tahun-1 (Utomo 2002).
Tabel 2 menunjukkan bahwa K-dd tanah akan meningkat akibat aplikasi dosis.
Perlakuan dosis 1,50 kg b.a. ha-1 menghasilkan K-dd tanah tertinggi. Peningkatan K-dd tanah
tidak terlepas dari sumbangan sejumlah unsur hara khususnya kalium yang dihasilkan
darigulma gulma yang mati akibat penyem-protan herbisida dan pengolahan tanah yang telah
mengalami pelapukan dan mineralisasi menjadi unsur hara yang tersedia untuk diserap oleh
tanaman. Peningkatan kesuburan tanah pada OTK berkaitan erat dengan pendaur ulangan
internal hara melalui pemanfaatan mulsa tanaman/gulma in situ, rendahnya erosi tanah dan
rendahnya pencucian hara. Dekomposisi serasah akan meningkatkan bahan organik tanah dan
hara tanaman seperti N, P, K, Ca dan Mg (Utomo 2002).
Hasil sidik ragammenunjukkan bahwa terdapat interaksi yang nyata antara dosis dan
herbisida terhadap persentase pengendalian gulma pada 7, 14, 21 dan 28 HSA. Rata-rata
persentase pengendalian gulma akibat perlakuan dosis dan herbisida pada sistem TOT dapat
dilihat pada Tabel 3 dan 4.
Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa persentase pengendalian gulma tertinggi pada 7
dijumpai pada perlakuan herbisida paraquatdosis 1,50 kg b.a. ha-.1dan tidak berbeda dengan
perlakuan herbisida paraquat dosis 0,75 dan 2,25 kg b.a. ha-.1. Pada Tabel 4 menunjukkan
bahwa pada pengamatan 14 HSA perlakuan herbisida paraquat pada dosis 0,75, 1,50 dan 2,25
kg b.a. ha-.1 telah mampu mengendalikan gulma sebesar 100%. Lebih tingginya nilai
persentase pengendalian gulma herbisida paraquat pada 7 dan 14 HSA dibandingkan dengan
herbisida glifosat pada berbagai dosis disebabkan karena herbisida paraquat mempunyai daya
kerja yang cepat dan menyebabkan terhambatnya proses fotosintesis dan rusaknya membran
sel dan seluruh organ sehingga gulma mengalami klorosis dan kelihatan terbakar yang
akhirnya gulma mengalami kematian. Vencill et al. (2002) menjelaskan bahwa lipid
hidroperoksida yang merupakan cara kerja herbisida paraquat akan menghancurkan membran
sel yang menyebabkan pecahnya sitoplasma menjadi bagian-bagian interseluler sehingga
daun akan menjadi layu dan mengguning dengan cepat. Lebih lanjut Rao (2000) menjelaskan
paraquat merupakan herbisida kontak dan bila molekul herbisida ini terkena sinar matahari
setelah berpenetrasi ke dalam daun atau bagian lain yang hijau, maka molekul ini akan
bereaksi menghasilkan hydrogen peroksida yang merusak membran sel dan seluruh organ
tanaman. Selanjutnya Vencill et al. (2002) menyatakan bahwa herbisida paraquat diabsorbsi
oleh daun selama 30 menit setelah aplikasi, sehingga daun yang terkena akan cepat layu
dalam 2-3 jam disinar matahari yang terik, serta nekrosis pada daun terjadi secara
menyeluruh selama 1-3 hari.
KESIMPULAN
Penerapan herbisida pada sistem TOT tidak menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap pH
Tanah dan N-total. Hal ini menunjukkan bahwa dosis dan jenis herbisida yang diterapkan
sama-sama memiliki kemampuan dalam meningkatkan sifat kimia tanah tersebut. Teknologi
OTK jangka panjang mempunyai residu hara cukup besar yang dapat dimanfaatkan oleh
tanaman musim berikutnya, pengembalian mulsa selama 8 tahun mampu mensubsidi N dan P
masingmasing sekitar 53 kg N ha-1 tahun-1 . Peningkatan K-dd tanah tidak terlepas dari
sumbangan sejumlah unsur hara khususnya kalium yang dihasilkan darigulma gulma yang
mati akibat penyem-protan herbisida dan pengolahan tanah yang telah mengalami pelapukan
dan mineralisasi menjadi unsur hara yang tersedia untuk diserap oleh tanaman.
REFERENSI