Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN

SEJARAH DAN LATAR BELAKANG


Studi tentang keluarga, khususnya keluarga perkotan (urban family) mulai menarik
perhatian para sosiolog sejak pertengangan abad ke-19. Ada beberapa sebab yang mendorong
perkembangan tersebut. Dorongan utama terletak pada perkembangan kehidupan sosial, baik
di Eropa maupun di Amerika yang sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan besar
akibat pertumbuhan industri modern. Pada saat itu proses industrialisasi dan urbanisasi
berlangsung cepat. Sistem kelas sosial masih berperan, sementara struktur sosial yang baru
mulai berkembang. Hubungan-hubungan keluarga sangat berpengaruh pada keadaan ini. Hak,
kewajiban dan tanggung jawab individu terhadap keluarga dan masyarakat, terutama
masyarakat yang mendasarkan ikatannya pada hubungan-hubungan primer mulai
dipertanyakan dan tertantang, demikian pula sebaliknya (Ihromi, 1999).
Pada pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20, studi tentang keluarga mulai
menaruh perhatian pada masalah-masalah sosial dikaitkan dengan perubahan-perubahan
keluarga. Ada 2 (dua) orang tokoh yang dianggap sebagai pelopor dalam analisis perubahan
keluarga,yaitu Frederic Le Play (1806-1882) dan Frederich Engles (1820-1895).
Le Play dengan tulisannya yang berjudul Les Ouvier Europeens (The European
Workers, 1885), dianggap mewakili pandangan konservatif, yaitu pandangan yang menentang
ide-ide yang terkandung dalam dua revolusi besar, yaitu industrialisme dan revolusi Prancis,
seperti demokrasi, teknologi dan sekularisasi, serta sebaliknya mempertahankan etos tradisi,
khususnya tradisi abad pertengahan. Konsep Le Play tentang perubahan keluarga dirumuskan
dalam 3(tiga) tipe keluarga yang dominan, yaitu the patriarchal, the unstable or nuclear
family dan the stem family.
Tokoh yang kedua adalah Engels dengan tulisannya yang berjudul The Origin of the
Family, Private Property and The State, mewakili pandangan radikal. Konsepnya yang
terkenal dalam studi keluarga adalah privatization of the family, memperlihatkan adanya
persamaan dengan pandangan konservatisme.
Pada abad ke-20 muncul tokoh-tokoh baru antara lain Carla C. Zimmerman
pendukung pandangan konservatif dari Le Play. Dalam bukunya The Family of Tomorrow:
The Cultural Crisis and The Way Out, Zimmerman mengemukakan pandangannya mengenai
perubahan keluarga secara siklus melalui tipe keluarga yang penting, yaitu keluarga

1
perwalian (trustee family), keluarga rumah tangga (domestic family) dan keluarga terpisah
(atomistic family).
Perhatian utama gerakan perubahan sosial tertuju pada studi tentang keluarga dalam
konteks pertumbuhan arus urbanisasi dan industrialisasi. Tekanan bergeser dari
perkembangan teori-teori tentang sistem keluarga kepada studi tentang keluarga itu sendiri
dan para anggotanya dengan berbagai masalah yang dipandang ada kaitannya, baik langsung
maupun tidak langsung dengan pranata perkotaan dan industrial.
Muncul kekhawatiran bahwa fungsi keluarga akan hilang sebagai akibat dari arus
urbanisasi sebagai dampak dari industrualisasi. Salah satu tokoh yang terkenal mengangkat
tema ini adalah William F.Ogburn (1886-1959). Ogburn berpendapat bahwa sistem keluarga
berubah sebagai akibat perubahan teknologi. Keluarga, adalah bagian dari kebudayaan
adaptif, yaitu bahwa terjadi semacam proses perubahan sosial, yang terutama timbul karena
hubungan-hubungan antara keluarga dengan pranata-pranata lain.

DEFINISI
William J. Godge menyatakan perubahan ke arah industrialisasi dan perubahan
keluarga merupakan proses pararel, keduanya dipengaruhi oleh perubahan sosial dan adicita-
adicita perorangan (personal ideologis). Ada 3 (tiga) adicita yang merupakan sumber utama
perubahan, yaitu adicita kemajuan ekonomi, adicita keluarga konjugal, adicita persamaan
derajat (Ihromi, 1999).
Duvall (1967) menyebutkan bahwa teori perkembangan keluarga adalah daur atau
siklus kehidupan keluarga yang terdiri dari beberapa tahap yang mempunyai tugas dan risiko-
risiko tertentu pada tiap-tiap perkembangannya. Perkembangan keluarga adalah sebuah
proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga. Meliputi perubahan pola interaksi dan
hubungan antar anggota keluarga. Perkembangan keluarga didasarkan pada lamanya
perkawinan dan tahap-tahap membesarkan anak (Christensen, 1996).
Teori perkembangan keluarga menjelaskan perkembangan keluarga secara dinamis,
perubahan-perubahan pada keluarga dan sistem sosialnya, serta mengantisipasi potensi
terjadinya stres dalam setiap tahap perkembangannya dan mengklasifikasikannya ke dalam
satu rangkaian tahapan yang jelas (Supartini, 2002).

2
ASUMSI DASAR
Keluarga berkembang dan berubah sepanjang waktu dengan cara yang serupa dan
konsisten. Keluarga dan anggotanya harus melaksanakan tugas khusus pada waktu tertentu
yang disusun oleh diri sendiri dan oleh orang lain dalam masyarakat yang lebih luas.
Penampilan peran keluarga pada satu tahap siklus hidup keluarga, mempengaruhi perilaku
keluarga pada tahap berikutnya. Keluarga cenderung berada pada tahap disekuilibrium,
dengan memasuki satu tahap siklus hidup yang baru, dan berusaha menuju homeostatis dalam
setiap tahap (Wong, 2002).
Konsep tentang tahap siklus kehidupan bergantung pada asumsi bahwa dalam
keluarga terdapat saling ketergantungan yang tinggi antar anggota keluarga, dan keluarga
“dipaksa” untuk kembali setiap kali ada penambahan atau pengurangan anggota keluarga atau
setiap kali anak sulung mengalami perubahan tahap perkembangan. Perubahan tersebut
umumnya terjadi dalam peran, penyesuaian terhadap perkawinan, pengasuhan anak dan
disiplin yang selalu berubah dari satu tahap ke tahap yang lain.
Perkembangan keluarga menurut Aldous (dalam Ali, 2006) berdasarkan pada 4
asumsi dasar, yaitu:
1. Keluarga berkembang dan dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara-cara yang sama
dan dapat dikaji
2. Karena manusia menjadi matang dan berinteraksi dengan orang lain, mereka memulai
tindakan dan juga bereaksi terhadap tuntunan lingkungan
3. Keluarga dan anggotanya melakukan tugas tertentu yang ditetapkan oleh mereka sendiri
atau oleh konteks budaya dan masyarakat
4. Terdapat kecenderungan pada keluarga untuk memulai sesuatu dengan sebuah awal dan
akhir yang kelihatan jelas

Menyangkut perkembangan anak, sebagai bagian dari keluarga, ada 3(tiga) asumsi
yang diajukan dalam memahami suatu teori perkembangan. Pertama, perkembangan
menyangkut perubahan-perubahan dasar dalam struktur, yaitu bentuk, pola dan organisasi
dari suatu respon. Perkembangan adalah perubahan dari struktur dasar ke struktur yang lebih
kuat. Kedua, perkembangan merupakan hasil dari proses interaksi antara struktur, organisme
dan lingkungan. Ketiga, perkembangan mengarah kepada terciptanya equilibrium yang
semakin besar dalam interaksi antara organisme dengan lingkungan (Ali, 2007).

3
Asumsi-asumsi perkembangan diatas menjelaskan bahwa perkembangan tidak terjadi
secara otomatis. Mutu lingkungan sosial mempunyai pengaruh yang signifikan kepada
cepatnya perkembangan dan tingkat perkembangan yang dicapai oleh seseorang.
Asumsi lain terkait konsep perkembangan pada diri individu mencakup: (1) konsep
dirinya bergerak dari pribadi yang bergantung ke arah pribadi yang mandiri, (2)
mengakumulasi pengalaman-pengalaman yang diperolehnya sehingga menjadi satu sumber
belajar yang berkembang; (3) kegiatan belajarnya secara meningkat diorientasikan kepada
tugas perkembangan peranan sosialnya; (4) perspektif waktunya berubah dari menimba
pengetahuan menjadi menerapkan pengetahuan yang dipelajarinya (Kartakusumah, 2006).

KONSEP TEORI
Teori perkembangan adalah perluasan beberapa teori perkembangan. Diantara
pengembang yang terkemuka adalah Robert Duvall pada tahun 1977, ia menggambarkan
delapan tugas perkembangan keluarga selama rentang masa kehidupan. Keluarga
digambarkan sebagai suatu kelompok kecil, suatu sistem kepribadian semi tertutup yang
berinteraksi dengan sistem sosial budaya yang lebih besar. Sebagai suatu sistem yang saling
terkait, perubahan tidak akan terjadi pada satu bagian tanpa serangkaian perubahan di bagian
lain.
Teori perkembangan berbicara mengenai perubahan keluarga dari waktu ke waktu
dengan menggunakan tahap siklus kehidupan keluarga menurut Duvall, yang didasarkan pada
perubahan struktur, fungsi dan peran keluarga, dengan usia si anak sulung sebagai penanda
tahapan transisi. Dengan demikian, kehadiran anak pertama menandai transisi dari tahap 1 ke
tahap 2. Bila anak pertama tumbuh dan berkembang, keluarga memasuki tahap selanjutnya.
Dalam setiap tahap, keluarga menghadapi tugas perkembangan tertentu. Pada waktu yang
sama, setiap anggota keluarga harus mencapai tugas perkembangan individual sebagai bagian
dari tahap siklus kehidupan masing-masing keluarga (Wong, 2002).
Konsep siklus kehidupan keluarga menyatakan bahwa isu-isu keluarga itu berbeda
pada beragam tahapan dalam sebuah cara yang analogis bagi siklus kehidupan individu.
Model ini menggambarkan serangkaian tahapan dan tugas-tugas keluarga yang sesuai. Ada
beberapa konsep model yang ditawarkan oleh beberapa tokoh teori perkembangan keluarga.
Diantaranya oleh Carter dan McGoldbrick (1980) dan Zilbach (1989) menggambarkan
tahapan-tahapan coupling (pasangan), menjadi tiga dengan kehadiran anak pertama, dan
kemudian sebuah keluarga dengan anak kecil. Tahapan-tahapan ini diikuti dengan sebuah
pemisahan yang parsial atau lebih lengkap dari anggota keluarga remaja dari keluarga

4
tersebut, berganti dengan kematian salah satu pasangan atau partner, dan berakhir dengan
kematian partner lain (Latipun,, 2003).
Kebanyakan ahli teori perkembangan mengidentifikasi tugas dan tahapan yang lebih
sedikit daripada konsep Duvall. Pada model lain (dalam Christensen, 1996), diidentifikasi
tiga area utama; area-area ini lebih jauh dapat dibagi lagi dengan mengacu pada ahli teori
perkembangan lainnya.Tahapan, mengacu pada lamanya perkawinan dan usia anak yang
terbesar. Keluarga bergerak ke arah transisi yang normal dalam membesarkan anak,
meskipun dengan tambahan anak beberapa tahapan menjadi tumpang tindih. Perbedaan etnik
dan kultural juga harus menjadi pertimbangan.
Tugas, dapat dipertimbangkan baik tipe tanggung jawab pemeliharaan yang umum,
seperti pekerjaan, pembelanjaan, kesehatan, pendidikan dan sosialisasi (yang mungkin
didefinisikan dengan cara umum), atau yang ditentukan secara spesifik, yang bergantung
pada tahap perkembangan keluarga.
Kelekatan, adalah ikatan yang unik dan secara relatif bersifat emosional yang
menguatkan antara dua anggota keluarga. Ikatan ini mungkin antara ibu dan anak
perempuannya, cucu dengan nenek dan kakeknya, atau antara saudara perempuan dan laki-
laki. Sifat timbal balik dari ikatan ini dan kualitas dari hubungan tersebut penting untuk
dipertimbangkan.
Kerangka perkembangan keluarga bersifat elektif karena memerlukan konsep dan
pendekatan yang berbeda terhadap studi keluarga, pada konsep pendekatan menurut
Mattesich dan Hill (dalam Ali, 2006) perkembangan keluarga berasal dari interaksionisme
simbolik, fungsionalisme struktural, sosiologi kerja dan profesi, teori sistem, teori stres dan
krisis kehidupan keluarga.

APLIKASI DALAM KELUARGA


Institusi keluarga memiliki tahap perkembangan dengan berbagai tugas perkembangan yang
harus diselesaikan pada tahapnya. Tahap perkembangan keluarga menurut Duvall (Wong,
2002):
1. Tahap perkawinan dan tempat tinggal pribadi: penggabungan keluarga
 Membangun kembali identitas pasangan
 Membina hubungan dengan keluarga besar
 Membuat keputusan mengenai masa menjadi orangtua

5
2. Tahap keluarga dengan bayi
 Mengintegrasikan bayi kedalam unit keluarga
 Mengakomodasi peran baru menjadi orangtua dan kakek-nenek
 Memelihara ikatan perkawinan
3. Tahap keluarga dengan anak prasekolah
 Mensosialisasikan anak
 Orangtua dan anak menyesuaikan diri terhadap perpisahan
4. Tahap keluarga dengan anak sekolah
 Anak mengembangkan hubungan dengan teman sebaya
 Orangtua melakukan penyesuaian dengan teman sebaya anak mereka dan pengaruh
sekolah
5. Tahap keluarga dengan remaja
 Remaja terus mengembangkan autonomi
 Orangtua memfokuskan ulang pada masa pertengahan perkawinan dan masalah karier
 Orangtua menggeser perhatian ke arah generasi yang lebih tua
6. Tahap keluarga sebagai pusat landasan
 Orangtua dan dewasa muda menetapkan identitas mandiri
 Melakukan kesepakatan ulang mengenai hubungan perkawinan
7. Tahap keluarga usia paruh baya
 Melakukan penyesuaian ulang terhadap identitas pasangan hidup disertai
pengembangan minat pribadi
 Membina kembali hubungan yang melibatkan menantu dan cucu
 Menyesuaikan diri dengan ketidakmampuan dan kematian generasi yang lebih tua
8. Tahap keluarga lansia
 Menggeser peran bekerja menjadi masa senggang dan persiapan pensiun atau pensiun
penuh
 Memelihara fungsi pasangan dan fungsi individu sambil beradaptasi dengan proses
penuaan
 Mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian dan kehilangan pasangan hidup
dan/atau saudara kandung serta teman sebaya

6
Selain tahap perkembangan keluarga menurut Duvall yang mengambil perspektif
sosial, ada teori lain mengenai tahap perkembangan siklus hidup keluarga ditinjau dari
perspektif terapi keluarga yang dicetuskan oleh Carter dan McGoldrick, yaitu (Hermawan,
1996):
1. Keluarga antara: dewasa muda yang belum kawin
2. Penyatuan keluarga melalui perkawinan pasangan yang baru menikah
3. Keluarga dengan anak kecil (masa bayi hingga usia sekolah)
4. Keluarga dengan anak remaja
5. Keluarga melepaskan anak dan pindah
6. Keluarga dalam kehidupan terakhir

Paradigma Carter dan McGoldrick merumuskan tahap siklus kehidupan keluarga yang
berfokus pada hal-hal penting dimana anggota keluarga masuk/keluar dari keluarga, sehingga
dapat mengganggu keseimbangan keluarga (mengakibatkan perubahan atau perkembangan
dalam keluarga), sementara pada paradigma Duvall, ia menggunakan tingkat umur dan
tingkat sekolah anak yang paling tua sebagai tonggak untuk interval siklus kehidupan, kecuali
2 (dua) tahap terakhir saat anak sudah tidak ada lagi di rumah.
Sekarang ini, banyak tahap-tahap siklus hidup keluarga yang tidak sesuai dengan teori
Duvall maupun teori Carter dan McGoldrick. Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi
perubahan paradigma orang terhadap kehidupan keluarga atau rumah tangga. Pergesaran dari
masyarakat tradisional ke masyarakat modern turut memberi pengaruh terhadap institusi
rumah tangga. Contohnya kini ada keluarga dengan pasangan suami-istri yang tidak menikah
(cohabitated), perkawinan homo seksual (sejenis), orangtua tunggal (sigle parent) dan
orangtua tiri (Hermawan, 1996).
Berubahnya tahap perkembangan keluarga diikuti dengan perubahan tugas
perkembangan keluarga dengan berpedoman pada fungsi yang dimiliki keluarga. Gambaran
tugas perkembangan keluarga dapat dilihat sesuai tahap perkembangannya (Suprajitno,
2003):
1. Keluarga baru menikah, tugas perkembangan utama:
 Membina hubungan intim yang memuaskan
 Membina hubungan dengan keluarga lain, teman dan kelompok sosial
 Mendiskusikan rencana memiliki anak

7
2. Keluarga dengan anak baru lahir, tugas perkembangan utama:
 Mempersiapkan menjadi orangtua
 Adaptasi dengan perubahan adanya anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan
seksual dan kegiatan
 Mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan pasangannya
3. Keluarga dengan anak usia prasekolah, tugas perkembangan utama:
 Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat tinggal, privasi dan
rasa aman
 Membantu anak untuk bersosialisasi
 Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain (tua)
juga harus terpenuhi
 Mempertahankan hubungan yang sehat, baik di dalam atau luar keluarga (keluarga
lain dan lingkungan sekitar)
 Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (biasanya tipe keluarga ini
mempunyai tingkat kerepotan yang tinggi)
 Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
 Merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi pertumbuhan dan
perkembangan anak
4. Keluarga dengan anak usia sekolah, tugas perkembangan utama:
 Membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan lingkungan
yang lebih luas (yang tidak/kurang diperoleh dari sekolah atau masyarakat)
 Mempertahankan keintiman pasangan
 Memenuhi kebutuhan yang meningkat, termasuk biaya kehidupan dan kesehatan
anggota keluarga
5. Keluarga dengan anak remaja, tugas perkembangan utama:
 Memberikan kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab, mengingat remaja
adalah seorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi
 Mempertahankan hubungan intim dalam keluarga
 Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan orangtua. Hindarkan terjadinya
perdebatan, kecurigaan dan permusuhan
 Mempersiapkan perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk
memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga
6. Keluarga mulai melepas anak sebagai dewasa, tugas perkembangan utama:

8
 Memperluas jaringan keluarga dari keluarga inti menjadi keluarga besar
 Mempertahankan keintiman pasangan
 Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru di masyarakat
 Penataan kembali peran orangtua dan kegiatan di rumah
7. Keluarga usia pertengahan, tugas perkembangan utama:
 Mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan
 Mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan anak-anaknya dan
sebaya
 Meningkatkan keakraban pasangan
8. Keluarga usia tua, tugas perkembangan utama:
 Mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling menyenangkan
pasangannya
 Adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi: kehilangan pasangan, kekuatan fisik,
dan penghasilan keluarga
 Mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat
 Melakukan life review masa lalu

9
BAB II
ANALISA JURNAL INTERNASIONAL

ARTIKEL KE-1
Effects of Family Income and Life Cycle Stages
On Financial Asset Ownership
Jiang J. Xiao

ABSTRAKSI
Artikel ini membahas tentang pengaruh pemasukan keluarga dan siklus tahap
kehidupan terhadap kepemilikan 11 (sebelas) aset keuangan keluarga, dengan menggunakan
Survei Keuangan Konsumen tahun 1989. Hasil survei mengindikasikan bahwa variabel siklus
hidup, seperti usia kepala rumah tangga, status perkawinan, status pekerjaan dan kehadiran
anak, mempengaruhi kepemilikan aset keuangan keluarga.
Selama siklus kehidupan, sebuah keluarga akan menghadapi berbagai macam tugas,
masalah dan tantangan dalam bidang keuangan. Keluarga menggunakan beberapa jenis aset
keuangan untuk beberapa tujuan. Aset keuangan dan tabungan adalah dua konsep yang
berbeda. Tabungan adalah sebagian pendapatan yang disimpan atau disisihkan untuk
kepentingan masa mendatang atau kepentingan sekarang, sedangkan aset keuangan adalah
aset berharga yang tidak berwujud. Nilai dari aset ini tergantung dari nilai arus kas/uang yang
akan kita terima dimasa yang akan datang, semakin besar nilai arus kas yang akan kita terima
di masa yang akan datang maka semakin tinggi nilai dari aset keuangan tersebut.

PENDAHULUAN
Beberapa studi telah meneliti beberapa faktor yang berhubungan dengan kepemilikan
beberapa aset keuangan, ditemukan bahwa pendapatan, pendidikan, dan variabel siklus hidup,
mempengaruhi beberapa kepemilikan aset keuangan. Studi lain menunjukkan bahwa faktor
pemasukan adalah faktor utama, kemudian usia, pendidikan, status pekerjaan, ukuran
keluarga, status perkawinan, dan beberapa variabel lain turut mempengaruhi kepemilikan aset
keuangan.
Siklus hidup keluarga di artikel ini dispesifikasi ke dalam empat variabel, yaitu usia
kepala rumah tangga, status perkawinan, status pekerjaan, dan kehadiran anak. Usia kepala
keluarga dibagi menjadi 3(tiga) grup yaitu (1)< 35 tahun, young, (2) 35-64 tahun, mature, (3)
>64 tahun, older adult. Status perkawinan dibagi menjadi dua tahap yaitu, (1) menikah, (2)

10
tidak menikah. Status pekerjaan dibagi menjadi dua kategori yaitu, (1) bekerja, (2) tidak
bekerja. Terakhir, variabel kehadiran anak dibagi menjadi 5( lima ) variabel yaitu, (1) tidak
ada anak di rumah (termasuk tidak memiliki anak atau tidak ada anak dibawah usia 18 tahun
di rumah), (2) dengan anak usia 0-2 tahun, (3) dengan anak usia 3-5 tahun, (4) dengan anak
usia 6-11 tahun, (5) dengan anak usia 12-17 tahun.

HASIL PENELITIAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola yang paling umum dari pengaruh usia,
adalah terdapat hubungan yang positif antara usia dan kesempatan untuk memiliki aset
keuangan. Pada kelompok middle age group, keluarga yang lebih muda kurang memiliki aset
keuangan yang bersifat investasi. Sementara keluarga yang lebih tua, lebih mungkin untuk
memiliki beberapa aset keuangan yang bersifat investasi. Perkawinan secara signifikan
meningkatkan kesempatan untuk memiliki delapan dari sebelas aset keuangan.
Efek dari status pekerjaan beragam. Keluarga dengan status ayah dan ibu bekerja,
lebih mungkin memiliki beberapa aset, sementara keluarga dengan status ayah atau ibu tidak
bekerja, maka berkurang kesempatan untuk memiliki aset keuangan. Jumlah dan usia anak
turut mempengaruhi kemungkinan kepemilikan aset keuangan tersebut.
ANALISA (KAITAN DENGAN TEORI PERKEMBANGAN)
Siklus hidup keluarga memiliki pola tertentu yang dapat diramalkan, meski tentu
perbedaan situasi dan kondisi dari masing-masing keluarga mungkin akan melahirkan tahap
siklus kehidupan keluarga yang berbeda pula. Siklus hidup membantu seseorang dalam hal
ini keluarga, pasangan suami istri untuk membuat perencanaan keuangan, sehingga ritme
ekonomi dalam keluarga dapat berjalan stabil.
Perencanaan keuangan keluarga berdasarkan siklus hidup. Perencanaan keuangan
keluarga haruslah dimulai sejak awal pernikahan bahkan alangkah baiknya jika dilakukan
sebelum pernikahan sehingga ketika sudah menghadapi masa pensiun, sumber keuangan
tetap terjamin. Dengan demikian, perencanaan keuangan dapat dirancang sebagai berikut
(Surbakti, 2008):
1. Usia 18-23 tahun
 Tahap awal pengembangan diri
 Tahap akhir pendidikan perguruan tinggi
 Mungkin baru atau sudah lama bekerja
 Merencanakan tabungan

11
2. Usia 24-35 tahun
 Sudah menikah dan meniti karir
 Merencanakan pemilikan rumah sendiri
 Mempunyai beberapa orang anak
 Menyekolahkan anak-anak
 Mengikuti program asuransi
 Meningkatkan sumber-sumber keuangan
 Sedang menuju pemantapan karir
3. Usia 36-45 tahun
 Sedang berada pada puncak karir
 Memiliki tabungan
 Melakukan investasi untuk hari tua
 Meningkatkan penghasilan dengan usaha sampingan
 Meningkatkan ketrampilan diri dengan mengikuti beberapa pelatihan atau pendidikan
tambahan
4. Usia 46-55 tahun
 Mempersiapkan diri untuk menghadapi masa pensiun
 Memaksimalkan investasi
 Memikirkan keuangan setelah pensiun
 Mengevaluasi kebutuhan keuangan setelah pension
 Menganalisa beban keuangan setelah pensiun
5. Usia 56-65 tahun
 Konsolidasi kekuatan keuangan
 Bekerja secara purna-waktu
 Bekerja sebagai volunteer
 Merencanakan tinggal di luar kota
 Memulai profesi baru sebagai pekerja sosial
6. Usia 66-ke atas
 Menyesuaikan diri dengan kemampuan keuangan yang ada
 Menikmati masa pension
 Tinggal di panti wreda
 Mempersiapkan diri menghadapi kematian

12
Artikel diatas mengaitkan antara siklus hidup keluarga dengan kesempatan memiliki
aset keuangan bernilai investasi. Beberapa variabel digunakan untuk mengaitkan siklus
kehidupan dengan kepemilikan aset keuangan. Jika dicermati berdasarkan perencanaan
keuangan dalam keluarga berdasarkan siklus kehidupan, dengan variabel usia, maka tampak
pada level usia 24-35 tahun (dalam artikel dikategorikan sebagai keluarga muda), belum
tampak kemampuan untuk berivestasi, namun ada anjuran untuk mengikuti program asuransi.
Belum adanya kemampuan untuk berinvestasi karena pada usia ini adalah masa dimana
masih meniti karir, sehingga pemasukan mungkin belum terlalu besar. Sementara di sisi lain,
anak-anak butuh untuk dipenuhi kebutuhan ekonomi, seperti makanan yang layak, pakaian,
sekolah dan termasuk tempat tinggal atau rumah yang mulai direncakanan kepemilikannya.
Banyaknya kebutuhan dana untuk rumah tangga, meminimalisir kesempatan dan kemampuan
untuk berinvestasi.
Lebih lanjut pada level 36-45 tahun adalah masa dimana keluarga dapat mulai
melakukan investasi dengan pembelian beberapa aset berharga. Pada usia 36-45 tahun
diasumsikan anak-anak telah memasuki masa remaja, dimana orangtua memiliki waktu yang
lebih luang sehingga memungkinkan untuk melalukan usaha sampingan atau pekerjaan
tambahan. Hasil dari pekerjaan tambahan tersebut dapat dialokasikan untuk investasi sebagai
persiapan memasuki tahap level usia yang berikutnya.
Pada usia 46-55 tahun, dijelaskan bahwa ada baiknya untuk memaksimalkan investasi
sebagai persiapan menuju masa pensiun. Masa pensiun berarti masa dimana produktivitas dan
vitalitas fisik mulai berkurang, sehingga harus ada pengurangan beban dan beban kerja. Hal
ini tentu berimbas pada menurunnya jumlah pendapatan keluarga dari upah/gaji bulanan.
Berangkat dari pemikiran inilah, maka perlu usaha untuk memaksimalkan investasi, agar
ketika pemasukan yang bersumber dari upah/gaji bulanan berkurang, masih ada sumber
pemasukan lain dari investasi aset berharga tersebut.
Saat memasuki masa pensiun, terjadilah proses konsolidasi kekuatan keuangan, jika
pada level usia sebelumnya telah tercapai kebutuhan untuk investasi, maka di usia ini perlu
dilakukan pengecekan kembali atas kepemilikan aset berharga yang telah diinvestasikan
sebelumnya.
Dengan adanya penyesuaian antara siklus hidup keluarga, maka diharapkan dapat
membantu keluarga untuk menyusun program keuangan, lebih khususnya lagi perencanaan
untuk investasi pembelian aset berharga sebagai jaminan keuangan di masa tua/pensiun.
Sehingga walaupun pada usia pensiun, orangtua sudah tidak atau kurang produktif, mereka

13
bisa tetap mendapat pemasukan rutin dari investasi aset yang telah mereka lakukan sebelum
pensiun.
Untuk dapat memiliki investasi yang bijak, harus diawali dengan strategi pengaturan
keuangan rumah tangga. Pola membelanjakan uang antara individu yang berusia 20 tahun
dengan yang berusia 50 tahun, tentu berbeda. Faktor-faktor pribadi seperti umur, besar
pendapatan, jumlah tanggungan dalam keluarga, dan gaya hidup mempengaruhi cara
seseorang menghabiskan uang atau berinvestasi.
Nilai hidup yang diterapkan dalam setiap keluarga berbeda-beda, hal ini berpengaruh
terhadap cara merencanakan keuangan. Dengan kata lain, prinsip dalam hidup dapat
dijadikan pegangan dalam berinvestasi. Rencana-rencana keuangan akan berubah tergantung
umur dan kondisi. Beberapa taraf atau tingkatan dalam siklus hidup untuk membantu
perencanaan keuangan pribadi, adalah sebagai berikut (Manurung, 2010):
1. Dewasa belum menikah, perencanaan terfokus pada memiliki asuransi yang sesuai,
akumulasi tabungan dan kekayaan, pendidikan untuk pengembangan karir
2. Pasangan muda yang baru menikah, perencanaannya meliputi perhitungan mengenai
apabila pasangan ingin mempunyai anak. Untuk keluarga yang lebih besar, lebih
membutuhkan rumah tentu yang tentu saja memerlukan persyaratan tertentu untuk bisa
mendapatkan KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Kebutuhan untuk asuransi kesehatan dan
asuransi jiwa akan meningkat. Sebuah surat wasiat dan perencanaan warisan menjadi
penting dan harus dimiliki
3. Orangtua baru, perencanaannya akan lebih cenderung untuk mempersiapkan kebutuhan
anak dan menyediakan dana pendidikan anak
4. Orangtua yang baru bercerai, salah satu dari mantan pasangan ini (biasanya ayah)
memiliki kewajiban membayar tunjangan hidup kepada mantan istri (alimony) dan
anaknya (child support). Kebutuhan keuangan akan meningkat karena (di sisi sang ayah)
harus mencukupi kebutuhan dua keluarga (keluarga baru bila ada dan kewajiban kepada
yang diceraikan). Meskipun suami dan istri di keluarga baru keduanya bekerja, biaya-
biaya hidup akan tetap meningkat
5. Orangtua dengan anak-anak yang sudah lebih dewasa, perencanaan warisan akan
mendapatkan perhatian yang lebih penting. Program asuransi yang lebih baik dan cukup
mungkin dibutuhkan. Kelebihan dana lebih baik diinvestasikan. Taraf awal perencanaan
pensiun akan dimulai

14
6. Anak telah pindah keluar dari rumah, orangtua biasanya mempertimbangkan untuk
pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil atau tempat yang lebih dekat dengan anak.
Perencanaan pensiunan harus direncanakan menjadi lebih serius
7. Memasuki masa pensiunan, sangat penting untuk meninjau ulang (review) asuransi dan
program tunjangan hidup. Pensiunan akan membutuhkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan kebutuhan pribadi lainnya semasa pensiun, seperti bepergian atau
jalan-jalan

Perencanaan keuangan adalah salah satu strategi untuk mengatur pola keuangan
seorang individu. Perencanaan yang efektif harus disesuaikan dengan beberapa hal terkait,
seperti besaran penghasilan, siklus hidup keluarga dan disesuaikan dengan usia, gambarannya
sebagai berikut:
1. Usia 20 tahun
a. Cobalah menabung 5 sampai 10 persen dari pendapatan kotor
b. Miliki sebuah dana darurat (emergency fund) sebesar enam bulan dari biaya bulanan
c. Memulai track record atau sejarah kredit/ pinjaman, bisa dimulai dari kartu kredit.
Sejarah kredit sangat penting dilakukan terutama di Negara-negara maju seperti
Amerika Serikat
d. Membeli atau memperbaiki rumah. Melakukan investasi untuk pertumbuhan jangka
panjang
e. Membuat dana pensiun
f. Miliki asuransi yang cukup
g. Membuat surat wasiat
2. Usia 30 tahun
a. Anggaran belanja dan biaya-biaya harus diteliti dengan lebih hati-hati
b. Mengikutsertakan perencanaan pajak yang lebih luas
c. Menambah dana untuk tabungan/investasi pensiun
d. Menabung untuk dana pendidikan anak
e. Memulai perencanaan pensiun
f. Mengevaluasi kembali kebutuhan asuransi
g. Mengubah wasiat sesuai dengan perubahan status keluarga
3. Usia 40 tahun
a. Melanjutkan penyediaan dana untuk pendidikan anak, bisa jadi sampai selesai kuliah
b. Menambah tabungan pribadi

15
c. Melanjutkan menambah dana investasi untuk pensiun
d. Memonitor konsekuensi-konsekuensi pajak atas investasi
e. Investasi untuk jangka panjang
f. Mengkaji kembali kebutuhan asuransi, karena anak-anak sudah keluar dari rumah
g. Meninjau kembali asuransi kepemilikan rumah
h. Melakukan perencanaan warisan lebih serius dengan menggunakan wasiat,
memindahkan kepemilikan harta dengan cara pemberian hadiah, hibah atau malah
mulai membuat trust

Siklus hidup dikaitkan dengan perencanaan keuangan, disebut sebagai siklus hidup
finansial. Siklus hidup finansial secara sederhana menyatakan dimana sebaiknya posisi
seseorang berada secara finansial berdasarkan fase-fase tahap hidupnya mulai dari masa
anak-anak, remaja, dewasa, menikah, paruh baya sampai masa pensiunnya. Dengan
mengetahui siklus finansial, seseorang akan lebih mudah dalam mengambil keputusan
finansial. Dia akan paham, apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang sebaiknya tidak
dilakukan, terkait kebijakan keuangan pribadinya. Pendekatan perencanaan keuangan
berdasarkan siklus hidup hidup finansial dapat memberi panduan kemana sebuah keluarga
harus melangkah (Rini, 2010).

16
ARTIKEL KE-2

The Relationship Between Physical Inactivity


and Family Life Course Stage
Margo J. Hilbrecht, Suzy L. Wong, Judith D. Toms, Mary E. Thompson

ABSTRAKSI
Kemalasan dalam beraktivitas fisik selama ini ditengarai menjadi salah satu penyebab
timbulnya beberapa penyakit kronis dan salah satu masalah kesehatan terbesar di Kanada.
Teori ekologi sosial telah menunjukkan bahwa perilaku seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan sosial dan kondisi fisik. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi
hubungan antara kemalasan beraktivitas fisik, status perkawinan dan tahap siklus keluarga
pada pria dan wanita di Kanada

PENDAHULUAN
Kemalasan beraktivitas fisik adalah masalah kesehatan yang utama di Kanada. Hal ini
menjadi faktor pemicu timbulnya penyakit-penyakit berbahaya pada individu tersebut.
Konsep ekologi sosial memandang perilaku ini dipengaruhi oleh masing-masing individu,
lingkungan fisik dan lingkungan sosial. Perspektif ini lebih menyoroti faktor eksternal yang
mempengaruhi kemalasan seseorang dalam melakukan aktivitas fisik. Pendekatan konsep
ekologi sosial adalah untuk meneliti faktor pengaruh lingkungan sekitar dan memperkirakan
intervensi eksternal pada level tersebut.
Kemalasan beraktivitas fisik adalah salah satu masalah yang dapat dipahami lebih
baik melalui teori pendekatan ekologi-sosial. Ada anggapan bahwa keaktifan fisik dan
kesehatan seseorang dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk usia, gender, struktur
rumah tangga, dukungan jaringan sosial, status sosial ekonomi dan personal leisure
preferences. Pemasukan, sebagaimana struktur keluarga, diidentifikasi sebagai salah satu alat
ukur dari partisipasi aktivitas fisik.
Struktur rumah tangga termasuk kondisi rumah tangga, apakah individu tinggal
bersama seorang partner atau single, dan apakah ada anak dalam rumah tangga tersebut.
Untuk orangtua yang memiliki anak di dalam rumah, salah satu alasan yang sering muncul
terkait kemalasan dalam beraktivitas fisik, adalahnya kurang atau terbatasnya waktu, akibat
kesibukan anak di sekolah, serta kesibukan orangtua bekerja dalam rangka memenuhi
kebutuhan rumah tangga.

17
Para pakar menyebutkan bahwa siklus hidup keluarga dapat dibedakan menjadi
beberapa tahapan, sesuai dengan permintaan dan kebutuhan dari masing-masing anggota
keluarga. Setiap tahap dari karir keluarga menghasilkan tantangan-tantangan yang berbeda
bagi orangtua terkait dengan jumlah dan usia anak di rumah. Teori ini berguna untuk
mengenali bahwa jumlah dan usia anak dalam suatu keluarga dapat mempengaruhi aturan dan
perilaku orangtua.
Memiliki anak adalah salah satu tahap dari siklus hidup keluarga yang merubah
prioritas dan perilaku orang dewasa/orang tua sebagaimana mereka berubah status menjadi
orangtua. Telah disadari bahwa orang dewasa yang tidak memiliki anak lebih sering
beraktivitas fisik dibandingkan dengan mereka yang sudah memiliki anak. Bagi orangtua,
usia anak dapat menjadi salah satu pengaruh utama dari aktivitas mereka.

HASIL PENELITIAN
Karena implikasi kesehatan dari kemalasan beraktivitas fisik, fokus dari penelitian ini
adalah untuk mengukur apakah ada hubungan antara struktur rumah tangga, gender dan
kemalasan beraktivitas fisik pada kalangan dewasa di Kanada.
Hasil penelitian mengindikasian bahwa faktor gender tidaklah penting dalam
mempengaruhi partisipasi dalam aktivitas fisik. Konsep siklus hidup keluarga menawarkan
pemahaman yang lebih baik mengenai kemalasan beraktivitas fisik pada orangtua daripada
konsep gender. Orangtua yang memiliki anak dengan usia dibawah 6 tahun memiliki aktivitas
fisik yang tinggi dan orangtua dengan anak berusia diatas 6 tahun (6-11) tahun mengalami
penurunan aktivitas fisik. Dengan adanya anak , maka kesempatan orangtua untuk
beraktivitas fisik akan semakin berkurang, karena mereka terfokus pada pekerjaan dan usaha
untuk menambah pemasukan keluarga.
Efek dari level pemasukan terhadap tingkat aktivitas fisik adalah bahwa individu
dengan pemasukan yang tinggi, memiliki tingkat kemalasan beraktivitas yang lebih tinggi
pula jika dibandingkan dengan individu yang memiliki pemasukan rendah. Asumsinya adalah
bahwa individu dengan pemasukan yang tinggi, memiliki ritme pekerjaan yang lebih pada
dan sibuk, sehingga waktu untuk memiliki aktivitas fisik semakin terbatas. Mereka juga
cenderung merasa lelah jika harus menambah lagi aktivitas fisik di waktu luang mereka dan
lebih memanfaatkannya untuk beristirahat atau relaksasi.

18
ANALISA (KAITAN DENGAN TEORI PERKEMBANGAN)
Kesehatan adalah proses yang berlangsung mengarah kepada kreatifitas, konstruktif
dan produktif. Pemeliharaan diri sendiri secara umum adalah dasar untuk berfungsi secara
optimal. Kesehatan adalah keadaan yang dinamis dalam siklus hidup dan memperoleh
adapatasi terus menerus terhadap stres.
Hendric L. Blum (dalam Effendy, 1997) mengatakan bahwa ada 4(empat) faktor
utama yang mempengaruhi kesehatan, yaitu lingkungan, perilaku, pelayanan kesehatan, dan
keturunan. Lingkungan merupakan faktor paling dominan dalam mempengaruhi kesehatan,
karena di lingkunganlah manusia mengadakan interaksi dan interelasi dalam proses
kehidupannya, baik dalam lingkungan fisik, psikologis, sosial budaya, ekonomi dimana
kondisi tersebut sangat dipengaruhi oleh perilaku individu, keluarga, kelompok maupun
masyarakat, yang erat kaitannya dengan kebiasaan, norma,adat istiadat yang berlaku di
masyarakat. Kemudian baru ditunjang oleh tersedianya fasilitas kesehatan yang terjangkau
oleh masyarakat, dan yang terakhir adalah faktor keturunan yang dibawa dari sejak lahir yang
erat kaitannya dengan gen yang diturunkan oleh orangtua
Jurnal ini membahas tentang urgensi aktivitas fisik terkait tahapan dalam siklus hidup.
Aktivitas fisik lebih merupakan bentuk multidimensional yang kompleks dari perilaku
manusia ketimbang kelas perilaku dan secara teoritis, meliputi semua gerak tubuh mulai dari
gerakan kecil hingga turut serta dalam lari marathon. Meskipun bersifat perilaku, aktivitas
fisik mempunyai konsekuensi biologis. Biasanya aktivitas fisik mengacu kepada gerakan
beberapa oto besar, seperti terjadi ketika menggerakkan lengan dan tungkai. Aktivitas fisik
umumnya diartikan sebagai gerak tubuh yang ditimbulkan oleh otot-otot skeletal dan
mengakibatkan pengeluaran energi.
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang meningkatkan pengeluran tenaga dan
energi (pembakaran kalori). Manfaat aktivitas fisik salah satunya untuk fisik/tubuh antara
lain: menjaga tekanan darah tetap stabil dalam batas normal, meningkatkan daya tahan tubuh
terhadap penyakit, menjaga berat badan ideal, menguatkan tulang dan otot, meningkatkan
kelenturan tubuh, meningkatkan kebugaran tubuh. (Pratiwi et al, 2012).
Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat berdampak positif bagi kesehatan.
Keteraturan beraktivitas fisik dapat meningkatkan kebugaran, mencegah kelebihan berat
badan, meningkatkan fungsi jantung, paru-paru dan otot, serta menunda penuaan. Orang yang
sehat dapat melakukan aktivitas fisik setiap hari tanpa kelelahan yang berarti. Aktivitas fisik
dapat dibagi dalam empat golongan, yaitu sangat ringan, ringan, sedang dan berat. Aktifitas
fisik, terdiri dari aktivitas sehari-hari yang kita kerjakan dan olahraga (Almatsier, 2004).

19
Karakterisasi aktivitas fisik yang merupakan kebiasaan (habitual physical activity)
seringkali menjadi pokok pembahasan karena hal ini mencerminkan pola aktivitas fisik
jangka panjang, sebagian besar manfaat kesehatan yang berasal dari aktivitas fisik merupakan
hasil aktivitas fisik yang teratur dan dilaksanakan dalam waktu yang lama (beberapa bulan
dan tahun).
Kesehatan keluarga mempunyai banyak dimensi yang berbeda dan dapat didefinisikan
dalam berbagai konteks baik dari teori keluarga maupun dari model-model teoritis
keperawatan. Ada beberapa definisi tentang kesehatan keluarga dalam cara berikut: kesehatan
keluarga ditandai oleh stabilitas, fungsi yang adaptif ketimbang maladaptif, dan penguasaan
tugas-tugas perkembangan yang mengarah pada diferensiasi dan transformasi progresif untuk
memenuhi kebutuhan yang terus berubah demi kelangsungan sistem.
Kemalasan dalam beraktivitas fisik dapat menimbulkan beberapa masalah kesehatan,
seperti yang disebutkan dalam jurnal ini. Keluarga, dalam hal ini orangtua, memiliki
kewajiban untuk memelihara kesehatan setiap anggota keluarga. Terkait siklus hidup
keluarga, ada beberapa masalah kesehatan yang mungkin dihadapi oleh setiap keluarga dalam
setiap tahap siklus hidup keluarga (Ali, 2006):
1. Tahap 1, keluarga pemula. Masalah kesehatan pada tahap ini adalah: (1) penyesuaian
seksual dan peran pernikahan, (2) penyuluhan dan konseling Keluarga Berencana, (3)
penyuluan dan konseling prenatal, (4) komunikasi dan informasi. Kurangnya informasi
dapat mengakibatkan masalah seksual, emosional, ketakutan, rasa bersalah, kehamilan
yang tidak direncanakan, penyakit kelamin (sebelum dan sesudah pernikahan).
2. Tahap 2, keluarga yang sedang mengasuh anak. Tahap ini dimulai dengan kelahiran
anak pertama hingga bayi berusia 30 bulan. Masalah kesehatan utama keluarga pada
tahap ini adalah: (1) pendidikan maternitas yang berpusat pada keluarga, (2) perawatan
bayi yang baik, (3) pengenalan dan penanganan masalah kesehatan fisik secara dini, (4)
imunisasi, (4) konseling perkembangan anak, (5) keluarga berencana, (6) interaksi
keluarga, (7) peningkatan kesehatan(gaya hidup). Masalah utama tersebut dipengaruhi
oleh ketidakmampuan dan ketidakuatan fasilitas perawatan anak untuk ibu yang bekerja;
hubungan antar orangtua, masalah pengasuhan anak, termasuk penyalahgunaan dan
kelalaian terhadap anak, masalah transisi peran orangtua.
3. Tahap 3, keluarga dengan anak usia prasekolah. Masalah kesehatan fisik utama pada
tahap ini adalah penyakit menular yang lazim pada anak-anak, anak jatuh, terluka, luka
bakar, keracunan, dan kecelakaan-kecelakaan lain.

20
4. Tahap 4, keluarga dengan anak usia sekolah. Masalah kesehatan pada tahap ini adalah:
(1) orangtua akan mulai berpisah dengan anak, karena anak sudah mulai memiliki banyak
teman sebaya; hati-hati dengan pengaruh lingkungan anak, (2) orangtua mengalami
banyak tekanan dari luar, misalnya dari sekolah dan komunitas, untuk menyesuaikan anak
dengan sekolah dan komunitas, (3) kecacatan/ kelemahan anak akan tampak pada periode
ini, misal gangguan penglihatan, gangguan pendengaran, gangguan bicara, kesulitan
belajar, gangguan tingkah laku, dll.
5. Tahap 5, keluarga dengan anak remaja. Masalah kesehatan pada tahap ini adalah: (1)
pada orangtua yang berusia 35 tahun, risiko penyakit jantung koroner meningkat di
kalangan pria, dan perubahan perkembangan dari biasanya mulai tampak, (2)
penyalahgunaan obat dan alkohol, keluarga berencana, kehamilan yang tidak
dikehendaki, (3) hubungan keluarga (suami-istri dan hubungan orangtua dengan anak)
perlu mendapat perhatian lebih serius karena periode ini adalah periode rawan.
6. Tahap 6, keluarga yang melepaskan anak usia dewasa muda. Masalah kesehatan pada
tahap ini adalah: (1) komunikasi kaum dewasa muda dengan orangtua mereka perlu
ditingkatkan, (2) masalah dalam hal transisi peran bagi suami-istri, (3) masalah perawatan
orangtua lanjut usia, (4) munculnya masalah kesehatan yang bersifat kronis dan
perubahan situasi fisik (kolesterol tinggi, obesitas/ kegemukan, tekanan darah tinggi, (5)
masalah gaya hidup perlu mendapat perhatian antara lain, kebiasaan minum alkohol,
merokok, makan junk food dan lain-lain.
7. Tahap 7, orangtua usia pertengahan. Masalah kesehatan pada tahap ini adalah: (1)
masalah yang berhubungan dengan pemahaman mengenai kebutuhan, misalnya promosi
kesehatan, istirahat yang cukup, kegiatan pada waktu luang, tidur, nutrisi yang baik,
program olahraga yang teratur, pengurangan berat badan optimal, berhenti merokok,
berhenti/pengurangan minum alkohol, pemeriksaan kesehatan, pencegahan penyakit, (2)
masalah yang berhubungan dengan keharmonisan pernikahan, (3) masalah yang berkaitan
dengan keharmonisan hubungan dengan anggota keluarga (anak, cucu, kakek-nenek), (4)
masalah yang berhubungan dengan perawatan keluarga, antara lain perawatan orangtua
lanjut usia yang tidak mampu mengurus dirinya sendiri.
8. Tahap 8, keluarga dalam masa pensiun dan lanjut usia (lansia). Masalah kesehatan
pada tahap ini adalah: (1) masalah kesehatan lanjut usia karena menurunnya kekuatan
fisik, sumber finansial yang tidak memadai, isolasi sosial, kesepian dan banyak
kehilangan lain yang mengakibatkan lansia rentan secara psikologis, (2) isolasi sosial,
depresi, gangguan kongitif, masalah psikologis merupakan masalah kesehatan yang

21
serius, (3) kemampuan saling menolong suami-istri lansia dalam merawat pasangannya
perlu ditingkatkan, (4) defiensi nutrisi yang dapat mengganggu kesehatan, misalnya
lemah, bingung dan depresi, (5) masalah yang berkaitan dengan perumahan, penghasilan
yang kurang cocok, kurang rekreasi dan fasilitas perawatan yang kurang memadai banyak
merugikan kesehatan lansia.

Kesehatan keluarga mempunyai banyak dimensi yang berbeda dan dapat didefinisikan
dalam berbagai konteks baik dari teori keluarga maupun dari model-model teoritis
keperawatan. Ada beberapa definisi tentang kesehatan keluarga dalam cara berikut: kesehatan
keluarga ditandai oleh stabilitas, fungsi yang adaptif ketimbang maladaptif, dan penguasaan
tugas-tugas perkembangan yang mengarah pada diferensiasi dan transformasi progresif untuk
memenuhi kebutuhan yang terus berubah demi kelangsungan sistem.
Pencegahan masalah kesehatan pada anggota keluarga, salah satunya adalah dengan
rutin melakukan aktivitas fisik dan olahraga. Olahraga pada dasarnya adalah aktivitas fisik
yang menggerakkan anggota tubuh. Kemampuan gerak, kekuatan otot, serta kelenturan tubuh
yang didapat dari latihan olahraga yang teratur terbukti membawa manfaat yang besar bagi
kesehatan dan ketahanan fisik. Dengan rajin berolahraga, otot-otot badan akan terlatih dan
tidak kaku dalam bergerak.
Olahraga yang cukup akan meningkatkan stamina dan membantu pertumbuhan anak.
Orangtua berperan penting dalam menumbuhkan kecintaan berolahraga pada anak. Agar anak
senang berolahraga, sebaiknya ajaklah anak untuk berolahraga bersama orangtua, jangan
memaksanya. Kebiasaan orangtua melakukan olahraga secara teratur akan merangsang anak
untuk meniru kebiasaan orangtuanya. Dengan berolahraga secara teratur, orangtua dapat
menunjukkan kepada anak bahwa olahraga adalah kegiatan yang menyenangkan dan
bermanfaat bagi tubuh dan menjaga kesehatan (Graha, 2007).
Berpartisipasi dalam olahraga penting untuk perkembangan normal karena
berolahraga memelihara kebugaran fisik dan kesehatan menyeluruh, memberikan kesempatan
untuk perkembangan psikososial (kerja tim, hubungan dengan teman sebaya), memperbaiki
kemampuan membuat keputusan dan meningkatkan rasa percaya diri. Aktivitas olahraga juga
memberikan pengalaman yang menyenangkan bagi anak, juga kesempatan belajar beberapa
kemampuan yang dapat dilanjutkan seumur hidup (Arvin, 1996).

22
BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Teori perkembangan adalah salah satu teori keluarga yang menjelaskan bagaimana
dinamika perubahan dalam keluarga. Ada tahapan-tahapan terkait karakteristik
perkembangan keluarga tersebut yang harus dilalui umumnya pada sebuah keluarga, dimana
pada setiap tahapannya terdapat tugas-tugas perkembangan yang diharapkan dapat dilakukn
atau dilalui oleh keluarga.
Ada 2 (dua) artikel yang dibahas dalam makalah ini terkait dengan teori
perkembangan. Artikel pertama berjudul “Effects of Family Income and Life Cycle Stages
On Financial Asset Ownership oleh Jiang J. Xiao. Artikel ini membahas tentang pengaruh
pemasukan keluarga dan tahap siklus kehidupan terhadap kepemilikan aset-aset keuangan.
Dikaji bahwa terdapat hubungan antara siklus hidup keluarga dengan kesempatan mereka
untuk memiliki beberapa aset keuangan. Disimpulkan bahwa perencanaan keuangan dapat
diatur sedemikian rupa dengan menggunakan tahap-tahap siklus hidup keluarga, sehingga
perencanaan keuangan dapat berjalan maksimal.
Artikel kedua dalam makalah ini berjudul The Relationship Between Physical
Inactivity and Family Life Course Stage oleh Margo J. Hilbrecht, Suzy L. Wong, Judith D.
Toms, Mary E. Thompson. Isi artikel ini adalah mengenai hubungan antara kemalasan dalam
beraktivitas fisik kaitannya dengan tahap siklus hidup suatu keluarga. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa, salah satu indikator siklus hidup keluarga yakni jumlah dan usia anak,
mempengaruhi kemalasan orangtua dalam melakukan aktivitas fisik. Terkait dengan
kurangnya waktu sebagai dampak dari kesibukan dalam bekerja dan mengasuh anak usia bayi
(bagi keluarga dengan anak usia bayi). Disarankan bahwa keluarga harus memahami bahwa
setiap keluarga pada setiap tahap memiliki masalah kesehatan tertentu, sehingga menjadi
tugas dan peran orangtua untuk menjaga kesehatan setiap anggota keluarga, termasuk
kesehatan ayah dan ibu sebagai penanggung jawab utama sebuah keluarga.

23
SARAN
Setiap keluarga selayaknya memahami siklus tahap hidup keluarga, bagaimana
karakteristik pada setiap tahap, tugas perkembangan apa yang harus dilewati, dan bagaimana
peran orangtua dalam melewati setiap tahap tersebut. Pemahaman mengenai hal ini akan
menjadi bekal yang bermanfaat bagi orangtua dalam menganalisa dan merencanakan
perjalanan hidup keluarga.
Setiap aspek dalam kehidupan suatu keluarga, dapat direncakan dan disesuaikan
dengan tahap siklus hidup keluarga. Aspek keuangan dan aspek kesehatan merupakan
beberapa aspek yang dapat direncakan sedemikian rupa dengan menggunakan acuan tahap
siklus hidup keluarga. perencanaan keuangan dapat dilakukan dengan lebih efektif, jika
menggunakan acuan siklus tahap hidup keluarga, sehingga hasil maksimal dapat diraih.
Kesehatan suatu keluarga juga dapat dijaga, jika keluarga dalam hal ini orangtua memahami
dengan baik urgensi menjaga kesehatan dan apa saja masalah kesehatan yang mungkin
dihadapi suatu keluarga dalam setiap tahap siklus hidup keluarga, dan bagaiman cara
menanggulanginya.

24
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 2007. Ilmu dan Apilkasi Pendidikan. Jakarta: PT Imperial Bhakti Utama

Ali, Zaidin. 2006. Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Arvin, Behrman, Kliegman. 1996. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15 Volume 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Christensen, Paula J. 1996. Proses Keperawatan: Aplikasi Model Konseptual, Edisi


IV. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Effendy, Nasrul. 1997. Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Gibney, Michael J (et al). 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Graha, Chairinniza. 2007. Keberhasilan Anak di Tangan Orangtua. Panduan bagi


Orangtua untuk Memahami Perannya dalam Membantu Keberhasilan Pendidikan Anak.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Kartakusumah, Berliana. 2006. Pemimpin Adiluhung, Genealogi Kepemimpinan


Kontemporer. Jakarta: PT Mizan Publika

Kertajaya, Hermawan. 1996. Marketing Plus 2000. Siasat Memenangkan Persaingan


Global. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Latipun. 2003. Psikologi Konseling. Malang: UMM Press

Manurung, Adler H. 2010. Successful Financial Planner. A Complete Guide. Jakarta:


PT Grasindo

Pratiwi, Septina Dwi Ayu. Dharminto. Purnami, Cahya Tri. 2012. Hubungan
Aktiivitas Fisik dan Upaya Pengobatan dengan Tingkat Keluhan Klimakterium pada Wanita
Usia 40-65 tahun di Kelurahan Toyosari Kulon Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 1 Nomor 2, Tahun 2012. Halaman 196-205

Rini, Mike. 2010. Smart Money Game, 35 Tips Menjadi Keluarga Sejahtera-Bahagia.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Supartini, Yupi. 2002. Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC

25
Suprajitno. 2003. Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi dalam Praktik. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Wong, Donna L. 2002. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Edisi 6. Volume 1.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

26

Anda mungkin juga menyukai