Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

SEJARAH DAN LATAR BELAKANG


Studi tentang keluarga, khususnya keluarga perkotan ( urban family) mulai menarik 
 perhatian para sosiolog sejak pertengangan abad ke-19. Ada beberapa sebab yang mendorong
 perkembangan tersebut. Dorongan utama terletak pada perkembangan kehidupan sosial, baik di
Eropa maupun di Amerika yang sangat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan besar akibat
pertumbuhan industri modern. Pada saat itu proses industrialisasi dan urbanisasi
 berlangsung cepat. Sistem kelas sosial masih berperan, sementara struktur sosial yang baru
mulai berkembang. Hubungan-hubungan keluarga sangat berpengaruh pada keadaan ini. Hak,
kewajiban dan tanggung jawab individu terhadap keluarga dan masyarakat, terutama
masyarakat yang mendasarkan ikatannya pada hubungan-hubungan primer mulai
dipertanyakan dan tertantang, demikian pula sebaliknya (Ihromi, 1999).
Pada pertengahan abad ke-19 dan awal abad ke-20, studi tentang keluarga mulai
menaruh perhatian pada masalah-masalah sosial dikaitkan dengan perubahan-perubahan
keluarga. Ada 2 (dua) orang tokoh yang dianggap sebagai pelopor dalam analisis perubahan
keluarga,yaitu Frederic Le Play (1806-1882) dan Frederich Engles (1820-1895).
Le Play dengan tulisannya yang berjudul  Les Ouvier Europeens (The European
Workers, 1885), dianggap mewakili pandangan konservatif, yaitu pandangan yang menentang
ide-ide yang terkandung dalam dua revolusi besar, yaitu industrialisme dan revolusi Prancis,
seperti demokrasi, teknologi dan sekularisasi, serta sebaliknya mempertahankan etos tradisi,
khususnya tradisi abad pertengahan. Konsep Le Play tentang perubahan keluarga dirumuskan
dalam 3(tiga) tipe keluarga yang dominan, yaitu the patriarchal, the unstable or nuclear 
 family dan the stem family.
Tokoh yang kedua adalah Engels dengan tulisannya yang berjudul The Origin of the
 Family, Private Property and The State, mewakili pandangan radikal. Konsepnya yang
terkenal dalam studi keluarga adalah  privatization of the family, memperlihatkan adanya
 persamaan dengan pandangan konservatisme.
Pada abad ke-20 muncul tokoh-tokoh baru antara lain Carla C. Zimmerman
 pendukung pandangan konservatif dari Le Play. Dalam bukunya The Family of Tomorrow:
The Cultural Crisis and The Way Out , Zimmerman mengemukakan pandangannya
mengenai
 perubahan keluarga secara siklus melalui tipe keluarga yang penting, yaitu keluarga
 perwalian (trustee family), keluarga rumah tangga (domestic family) dan keluarga terpisah
(atomistic family).
Perhatian utama gerakan perubahan sosial tertuju pada studi tentang keluarga dalam
konteks pertumbuhan arus urbanisasi dan industrialisasi. Tekanan bergeser dari
 perkembangan teori-teori tentang sistem keluarga kepada studi tentang keluarga itu sendiri
dan para anggotanya dengan berbagai masalah yang dipandang ada kaitannya, baik langsung
maupun tidak langsung dengan pranata perkotaan dan industrial.
Muncul kekhawatiran bahwa fungsi keluarga akan hilang sebagai akibat dari arus
urbanisasi sebagai dampak dari industrualisasi. Salah satu tokoh yang terkenal mengangkat
tema ini adalah William F.Ogburn (1886-1959). Ogburn berpendapat bahwa sistem keluarga
 berubah sebagai akibat perubahan teknologi. Keluarga, adalah bagian dari kebudayaan
adaptif, yaitu bahwa terjadi semacam proses perubahan sosial, yang terutama timbul karena
hubungan-hubungan antara keluarga dengan pranata-pranata lain.

DEFINISI
William J. Godge menyatakan perubahan ke arah industrialisasi dan perubahan
keluarga merupakan proses pararel, keduanya dipengaruhi oleh perubahan sosial dan adicita-
adicita perorangan ( personal ideologis). Ada 3 (tiga) adicita yang merupakan sumber utama
 perubahan, yaitu adicita kemajuan ekonomi, adicita keluarga konjugal, adicita persamaan
derajat (Ihromi, 1999).
Duvall (1967) menyebutkan bahwa teori perkembangan keluarga adalah daur atau
siklus kehidupan keluarga yang terdiri dari beberapa tahap yang mempunyai tugas dan risiko-
risiko tertentu pada tiap-tiap perkembangannya. Perkembangan keluarga adalah sebuah
 proses perubahan yang terjadi pada sistem keluarga. Meliputi perubahan pola interaksi dan
hubungan antar anggota keluarga. Perkembangan keluarga didasarkan pada lamanya
 perkawinan dan tahap-tahap membesarkan anak (Christensen, 1996).
Teori perkembangan keluarga menjelaskan perkembangan keluarga secara dinamis,
 perubahan-perubahan pada keluarga dan sistem sosialnya, serta mengantisipasi potensi
terjadinya stres dalam setiap tahap perkembangannya dan mengklasifikasikannya ke dalam satu
rangkaian tahapan yang jelas (Supartini, 2002).
ASUMSI DASAR 
Keluarga berkembang dan berubah sepanjang waktu dengan cara yang serupa dan
konsisten. Keluarga dan anggotanya harus melaksanakan tugas khusus pada waktu tertentu
yang disusun oleh diri sendiri dan oleh orang lain dalam masyarakat yang lebih luas.
Penampilan peran keluarga pada satu tahap siklus hidup keluarga, mempengaruhi perilaku
keluarga pada tahap berikutnya. Keluarga cenderung berada pada tahap disekuilibrium,
dengan memasuki satu tahap siklus hidup yang baru, dan berusaha menuju homeostatis dalam
setiap tahap (Wong, 2002).
Konsep tentang tahap siklus kehidupan bergantung pada asumsi bahwa dalam
keluarga terdapat saling ketergantungan yang tinggi antar anggota keluarga, dan keluarga
“dipaksa” untuk kembali setiap kali ada penambahan atau pengurangan anggota keluarga atau
setiap kali anak sulung mengalami perubahan tahap perkembangan. Perubahan tersebut
umumnya terjadi dalam peran, penyesuaian terhadap perkawinan, pengasuhan anak dan
disiplin yang selalu berubah dari satu tahap ke tahap yang lain.
Perkembangan keluarga menurut Aldous (dalam Ali, 2006) berdasarkan pada 4
asumsi dasar, yaitu:
1. Keluarga berkembang dan dan berubah dari waktu ke waktu dengan cara-cara yang sama
dan dapat dikaji
2. Karena manusia menjadi matang dan berinteraksi dengan orang lain, mereka memulai
tindakan dan juga bereaksi terhadap tuntunan lingkungan
3. Keluarga dan anggotanya melakukan tugas tertentu yang ditetapkan oleh mereka sendiri
atau oleh konteks budaya dan masyarakat
4. Terdapat kecenderungan pada keluarga untuk memulai sesuatu dengan sebuah awal dan
akhir yang kelihatan jelas

Menyangkut perkembangan anak, sebagai bagian dari keluarga, ada 3(tiga) asumsi yang
diajukan dalam memahami suatu teori perkembangan.  Pertama, perkembangan menyangkut
perubahan-perubahan dasar dalam struktur, yaitu bentuk, pola dan organisasi dari suatu respon.
Perkembangan adalah perubahan dari struktur dasar ke struktur yang lebih
kuat. Kedua, perkembangan merupakan hasil dari proses interaksi antara struktur, organisme
dan lingkungan.  Ketiga, perkembangan mengarah kepada terciptanya equilibrium yang
semakin besar dalam interaksi antara organisme dengan lingkungan (Ali, 2007).
Asumsi-asumsi perkembangan diatas menjelaskan bahwa perkembangan tidak terjadi
secara otomatis. Mutu lingkungan sosial mempunyai pengaruh yang signifikan kepada
cepatnya perkembangan dan tingkat perkembangan yang dicapai oleh seseorang.
Asumsi lain terkait konsep perkembangan pada diri individu mencakup: (1) konsep
dirinya bergerak dari pribadi yang bergantung ke arah pribadi yang mandiri, (2) mengakumulasi
pengalaman-pengalaman yang diperolehnya sehingga menjadi satu sumber 
 belajar yang berkembang; (3) kegiatan belajarnya secara meningkat diorientasikan kepada
tugas perkembangan peranan sosialnya; (4) perspektif waktunya berubah dari menimba
 pengetahuan menjadi menerapkan pengetahuan yang dipelajarinya (Kartakusumah, 2006).

KONSEP TEORI
Teori perkembangan adalah perluasan beberapa teori perkembangan. Diantara
 pengembang yang terkemuka adalah Robert Duvall pada tahun 1977, ia menggambarkan
delapan tugas perkembangan keluarga selama rentang masa kehidupan. Keluarga
digambarkan sebagai suatu kelompok kecil, suatu sistem kepribadian semi tertutup yang
 berinteraksi dengan sistem sosial budaya yang lebih besar. Sebagai suatu sistem yang saling
terkait, perubahan tidak akan terjadi pada satu bagian tanpa serangkaian perubahan di bagian
lain.
Teori perkembangan berbicara mengenai perubahan keluarga dari waktu ke waktu
dengan menggunakan tahap siklus kehidupan keluarga menurut Duvall, yang didasarkan pada
 perubahan struktur, fungsi dan peran keluarga, dengan usia si anak sulung sebagai penanda
tahapan transisi. Dengan demikian, kehadiran anak pertama menandai transisi dari tahap 1 ke
tahap 2. Bila anak pertama tumbuh dan berkembang, keluarga memasuki tahap selanjutnya.
Dalam setiap tahap, keluarga menghadapi tugas perkembangan tertentu. Pada waktu yang
sama, setiap anggota keluarga harus mencapai tugas perkembangan individual sebagai bagian
dari tahap siklus kehidupan masing-masing keluarga (Wong, 2002).
Konsep siklus kehidupan keluarga menyatakan bahwa isu-isu keluarga itu berbeda
 pada beragam tahapan dalam sebuah cara yang analogis bagi siklus kehidupan individu.
Model ini menggambarkan serangkaian tahapan dan tugas-tugas keluarga yang sesuai. Ada
 beberapa konsep model yang ditawarkan oleh beberapa tokoh teori perkembangan keluarga.
Diantaranya oleh Carter dan McGoldbrick (1980) dan Zilbach (1989) menggambarkan
tahapan-tahapan coupling  (pasangan), menjadi tiga dengan kehadiran anak pertama, dan
kemudian sebuah keluarga dengan anak kecil. Tahapan-tahapan ini diikuti dengan sebuah
tersebut, berganti dengan kematian salah satu pasangan atau  partner , dan berakhir dengan
kematian partner lain (Latipun,, 2003).
Kebanyakan ahli teori perkembangan mengidentifikasi tugas dan tahapan yang lebih
sedikit daripada konsep Duvall. Pada model lain (dalam Christensen, 1996), diidentifikasi tiga
area utama; area-area ini lebih jauh dapat dibagi lagi dengan mengacu pada ahli teori
 perkembangan lainnya.Tahapan, mengacu pada lamanya perkawinan dan usia anak yang
terbesar. Keluarga bergerak ke arah transisi yang normal dalam membesarkan anak,
meskipun dengan tambahan anak beberapa tahapan menjadi tumpang tindih. Perbedaan etnik dan
kultural juga harus menjadi pertimbangan.
Tugas, dapat dipertimbangkan baik tipe tanggung jawab pemeliharaan yang umum,
seperti pekerjaan, pembelanjaan, kesehatan, pendidikan dan sosialisasi (yang mungkin
didefinisikan dengan cara umum), atau yang ditentukan secara spesifik, yang bergantung
 pada tahap perkembangan keluarga.
 Kelekatan, adalah ikatan yang unik dan secara relatif bersifat emosional yang
menguatkan antara dua anggota keluarga. Ikatan ini mungkin antara ibu dan anak 
 perempuannya, cucu dengan nenek dan kakeknya, atau antara saudara perempuan dan laki-
laki. Sifat timbal balik dari ikatan ini dan kualitas dari hubungan tersebut penting
untuk dipertimbangkan.
Kerangka perkembangan keluarga bersifat elektif karena memerlukan konsep dan
 pendekatan yang berbeda terhadap studi keluarga, pada konsep pendekatan menurut Mattesich
dan Hill (dalam Ali, 2006) perkembangan keluarga berasal dari interaksionisme simbolik,
fungsionalisme struktural, sosiologi kerja dan profesi, teori sistem, teori stres dan krisis
kehidupan keluarga.

APLIKASI DALAM KELUARGA


Institusi keluarga memiliki tahap perkembangan dengan berbagai tugas perkembangan yang
harus diselesaikan pada tahapnya. Tahap perkembangan keluarga menurut Duvall (Wong,
2002):
1. Tahap perkawinan dan tempat tinggal pribadi: penggabungan keluarga

• Membangun kembali identitas pasangan

• Membina hubungan dengan keluarga besar 

• Membuat keputusan mengenai masa menjadi orangtua


2. Tahap keluarga dengan bayi

• Mengintegrasikan bayi kedalam unit keluarga

• Mengakomodasi peran baru menjadi orangtua dan kakek-nenek 

• Memelihara ikatan perkawinan

3. Tahap keluarga dengan anak prasekolah

• Mensosialisasikan anak 

• Orangtua dan anak menyesuaikan diri terhadap perpisahan

4. Tahap keluarga dengan anak sekolah

• Anak mengembangkan hubungan dengan teman sebaya

• Orangtua melakukan penyesuaian dengan teman sebaya anak mereka dan pengaruh

sekolah
5. Tahap keluarga dengan remaja

• Remaja terus mengembangkan autonomi

• Orangtua memfokuskan ulang pada masa pertengahan perkawinan dan masalah karier 

• Orangtua menggeser perhatian ke arah generasi yang lebih tua

6. Tahap keluarga sebagai pusat landasan

• Orangtua dan dewasa muda menetapkan identitas mandiri

• Melakukan kesepakatan ulang mengenai hubungan perkawinan

7. Tahap keluarga usia paruh baya

• Melakukan penyesuaian ulang terhadap identitas pasangan hidup disertai

 pengembangan minat pribadi

• Membina kembali hubungan yang melibatkan menantu dan cucu

• Menyesuaikan diri dengan ketidakmampuan dan kematian generasi yang lebih tua

8. Tahap keluarga lansia

• Menggeser peran bekerja menjadi masa senggang dan persiapan pensiun atau pensiun

 penuh

• Memelihara fungsi pasangan dan fungsi individu sambil beradaptasi dengan proses

 penuaan

• Mempersiapkan diri untuk menghadapi kematian dan kehilangan pasangan hidup

dan/atau saudara kandung serta teman sebaya


Artikel diatas mengaitkan antara siklus hidup keluarga dengan kesempatan memiliki
aset keuangan bernilai investasi. Beberapa variabel digunakan untuk mengaitkan siklus
kehidupan dengan kepemilikan aset keuangan. Jika dicermati berdasarkan perencanaan
keuangan dalam keluarga berdasarkan siklus kehidupan, dengan variabel usia, maka tampak 
 pada level usia 24-35 tahun (dalam artikel dikategorikan sebagai keluarga muda), belum
tampak kemampuan untuk berivestasi, namun ada anjuran untuk mengikuti program asuransi.
Belum adanya kemampuan untuk berinvestasi karena pada usia ini adalah masa dimana
masih meniti karir, sehingga pemasukan mungkin belum terlalu besar. Sementara di sisi lain,
anak-anak butuh untuk dipenuhi kebutuhan ekonomi, seperti makanan yang layak, pakaian,
sekolah dan termasuk tempat tinggal atau rumah yang mulai direncakanan kepemilikannya.
Banyaknya kebutuhan dana untuk rumah tangga, meminimalisir kesempatan dan kemampuan
untuk berinvestasi.
Lebih lanjut pada level 36-45 tahun adalah masa dimana keluarga dapat mulai
melakukan investasi dengan pembelian beberapa aset berharga. Pada usia 36-45 tahun
diasumsikan anak-anak telah memasuki masa remaja, dimana orangtua memiliki waktu yang
lebih luang sehingga memungkinkan untuk melalukan usaha sampingan atau pekerjaan
tambahan. Hasil dari pekerjaan tambahan tersebut dapat dialokasikan untuk investasi sebagai
 persiapan memasuki tahap level usia yang berikutnya.
Pada usia 46-55 tahun, dijelaskan bahwa ada baiknya untuk memaksimalkan investasi
sebagai persiapan menuju masa pensiun. Masa pensiun berarti masa dimana produktivitas dan
vitalitas fisik mulai berkurang, sehingga harus ada pengurangan beban dan beban kerja. Hal
ini tentu berimbas pada menurunnya jumlah pendapatan keluarga dari upah/gaji bulanan.
Berangkat dari pemikiran inilah, maka perlu usaha untuk memaksimalkan investasi, agar ketika
pemasukan yang bersumber dari upah/gaji bulanan berkurang, masih ada sumber 
 pemasukan lain dari investasi aset berharga tersebut.
Saat memasuki masa pensiun, terjadilah proses konsolidasi kekuatan keuangan, jika
 pada level usia sebelumnya telah tercapai kebutuhan untuk investasi, maka di usia ini perlu
dilakukan pengecekan kembali atas kepemilikan aset berharga yang telah diinvestasikan
sebelumnya.
Dengan adanya penyesuaian antara siklus hidup keluarga, maka diharapkan dapat
membantu keluarga untuk menyusun program keuangan, lebih khususnya lagi perencanaan
untuk investasi pembelian aset berharga sebagai jaminan keuangan di masa tua/pensiun.
 bisa tetap mendapat pemasukan rutin dari investasi aset yang telah mereka lakukan sebelum
 pensiun.
Untuk dapat memiliki investasi yang bijak, harus diawali dengan strategi pengaturan
keuangan rumah tangga. Pola membelanjakan uang antara individu yang berusia 20 tahun
dengan yang berusia 50 tahun, tentu berbeda. Faktor-faktor pribadi seperti umur, besar 
 pendapatan, jumlah tanggungan dalam keluarga, dan gaya hidup mempengaruhi cara
seseorang menghabiskan uang atau berinvestasi.
 Nilai hidup yang diterapkan dalam setiap keluarga berbeda-beda, hal ini berpengaruh
terhadap cara merencanakan keuangan. Dengan kata lain, prinsip dalam hidup dapat
dijadikan pegangan dalam berinvestasi. Rencana-rencana keuangan akan berubah tergantung
umur dan kondisi. Beberapa taraf atau tingkatan dalam siklus hidup untuk membantu
 perencanaan keuangan pribadi, adalah sebagai berikut (Manurung, 2010):
1.  Dewasa belum menikah, perencanaan terfokus pada memiliki asuransi yang sesuai,
akumulasi tabungan dan kekayaan, pendidikan untuk pengembangan karir 
2.  Pasangan muda yang baru menikah, perencanaannya meliputi perhitungan mengenai
apabila pasangan ingin mempunyai anak. Untuk keluarga yang lebih besar, lebih
membutuhkan rumah tentu yang tentu saja memerlukan persyaratan tertentu untuk bisa
mendapatkan KPR (Kredit Pemilikan Rumah). Kebutuhan untuk asuransi kesehatan dan
asuransi jiwa akan meningkat. Sebuah surat wasiat dan perencanaan warisan menjadi
 penting dan harus dimiliki
3. Orangtua baru, perencanaannya akan lebih cenderung untuk mempersiapkan kebutuhan
anak dan menyediakan dana pendidikan anak 
4. Orangtua yang baru bercerai, salah satu dari mantan pasangan ini (biasanya ayah)
memiliki kewajiban membayar tunjangan hidup kepada mantan istri (alimony) dan
anaknya (child support ). Kebutuhan keuangan akan meningkat karena (di sisi sang ayah)
harus mencukupi kebutuhan dua keluarga (keluarga baru bila ada dan kewajiban kepada
yang diceraikan). Meskipun suami dan istri di keluarga baru keduanya bekerja, biaya-
 biaya hidup akan tetap meningkat
5. Orangtua dengan anak-anak yang sudah lebih dewasa, perencanaan warisan akan
mendapatkan perhatian yang lebih penting. Program asuransi yang lebih baik dan cukup
mungkin dibutuhkan. Kelebihan dana lebih baik diinvestasikan. Taraf awal perencanaan
 pensiun akan dimulai
6.  Anak telah pindah keluar dari rumah, orangtua biasanya mempertimbangkan untuk 
 pindah ke tempat tinggal yang lebih kecil atau tempat yang lebih dekat dengan anak.
Perencanaan pensiunan harus direncanakan menjadi lebih serius
7.  Memasuki masa pensiunan, sangat penting untuk meninjau ulang ( review) asuransi dan
 program tunjangan hidup. Pensiunan akan membutuhkan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan hidup dan kebutuhan pribadi lainnya semasa pensiun, seperti bepergian atau
 jalan-jalan

Perencanaan keuangan adalah salah satu strategi untuk mengatur pola keuangan
seorang individu. Perencanaan yang efektif harus disesuaikan dengan beberapa hal terkait,
seperti besaran penghasilan, siklus hidup keluarga dan disesuaikan dengan usia, gambarannya
sebagai berikut:
1. Usia 20 tahun
a. Cobalah menabung 5 sampai 10 persen dari pendapatan kotor 
b. Miliki sebuah dana darurat (emergency fund ) sebesar enam bulan dari biaya bulanan
c. Memulai track record  atau sejarah kredit/ pinjaman, bisa dimulai dari kartu kredit.
Sejarah kredit sangat penting dilakukan terutama di Negara-negara maju seperti
Amerika Serikat
d. Membeli atau memperbaiki rumah. Melakukan investasi untuk pertumbuhan jangka
 panjang
e. Membuat dana pensiun
f. Miliki asuransi yang cukup
g. Membuat surat wasiat
2. Usia 30 tahun
a. Anggaran belanja dan biaya-biaya harus diteliti dengan lebih hati-hati
 b. Mengikutsertakan perencanaan pajak yang lebih luas
c. Menambah dana untuk tabungan/investasi pensiun
d. Menabung untuk dana pendidikan anak 
e. Memulai perencanaan pensiun
f. Mengevaluasi kembali kebutuhan asuransi
g. Mengubah wasiat sesuai dengan perubahan status keluarga
3. Usia 40 tahun
a. Melanjutkan penyediaan dana untuk pendidikan anak, bisa jadi sampai selesai kuliah
c. Melanjutkan menambah dana investasi untuk pensiun
d. Memonitor konsekuensi-konsekuensi pajak atas investasi
e. Investasi untuk jangka panjang
f. Mengkaji kembali kebutuhan asuransi, karena anak-anak sudah keluar dari rumah
g. Meninjau kembali asuransi kepemilikan rumah
h. Melakukan perencanaan warisan lebih serius dengan menggunakan wasiat,
memindahkan kepemilikan harta dengan cara pemberian hadiah, hibah atau malah
mulai membuat trust 

Siklus hidup dikaitkan dengan perencanaan keuangan, disebut sebagai siklus hidup
finansial. Siklus hidup finansial secara sederhana menyatakan dimana sebaiknya posisi
seseorang berada secara finansial berdasarkan fase-fase tahap hidupnya mulai dari masa anak-
anak, remaja, dewasa, menikah, paruh baya sampai masa pensiunnya. Dengan mengetahui
siklus finansial, seseorang akan lebih mudah dalam mengambil keputusan finansial. Dia akan
paham, apa yang sebaiknya dilakukan dan apa yang sebaiknya tidak dilakukan, terkait
kebijakan keuangan pribadinya. Pendekatan perencanaan keuangan
 berdasarkan siklus hidup hidup finansial dapat memberi panduan kemana sebuah keluarga
harus melangkah (Rini, 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Muhammad. 2007. Ilmu dan Apilkasi Pendidikan. Jakarta: PT Imperial Bhakti Utama

Ali, Zaidin. 2006.  Pengantar Keperawatan Keluarga. Jakarta: Penerbit Buku


Kedokteran EGC

Almatsier, Sunita. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama

Arvin, Behrman, Kliegman. 1996.  Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15 Volume 3.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Christensen, Paula J. 1996.  Proses Keperawatan: Aplikasi Model Konseptual, Edisi


 IV. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Effendy, Nasrul. 1997.  Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat Edisi 2.


Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Gibney, Michael J (et al). 2005. Gizi Kesehatan Masyarakat . Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Graha, Chairinniza. 2007.  Keberhasilan Anak di Tangan Orangtua. Panduan bagi


Orangtua untuk Memahami Perannya dalam Membantu Keberhasilan Pendidikan Anak.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Ihromi, T.O. 1999. Bunga Rampai Sosiologi Keluarga. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Kartakusumah, Berliana. 2006.  Pemimpin Adiluhung, Genealogi Kepemimpinan


 Kontemporer . Jakarta: PT Mizan Publika

Kertajaya, Hermawan. 1996. Marketing Plus 2000. Siasat Memenangkan Persaingan


Global . Jakarta: Gramedia Pustaka Utama

Latipun. 2003. Psikologi Konseling . Malang: UMM Press

Manurung, Adler H. 2010. Successful Financial Planner. A Complete Guide . Jakarta:


PT Grasindo

Pratiwi, Septina Dwi Ayu. Dharminto. Purnami, Cahya Tri. 2012.  Hubungan
 Aktiivitas Fisik dan Upaya Pengobatan dengan Tingkat Keluhan Klimakterium pada Wanita
Usia 40-65 tahun di Kelurahan Toyosari Kulon Kecamatan Pedurungan Kota Semarang.
Jurnal Kesehatan Masyarakat. Volume 1 Nomor 2, Tahun 2012. Halaman 196-205

Rini, Mike. 2010. Smart Money Game, 35 Tips Menjadi Keluarga Sejahtera-Bahagia.
Jakarta: PT Elex Media Komputindo

Supartini, Yupi. 2002.  Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC
Suprajitno. 2003.  Asuhan Keperawatan Keluarga: Aplikasi dalam Praktik . Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC

Wong, Donna L. 2002.  Buku Ajar Keperawatan Pediatrik Wong, Edisi 6. Volume 1.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC

Anda mungkin juga menyukai