Anda di halaman 1dari 85

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan taufik serta rahmat-
Nya sehingga Buku Hasil Analisis Sumber Daya Industri 2019: Kebutuhan Energi pada Industri Pulp dan
Kertas ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya. Buku ini disusun dalam melaksanakan amanat
dari PP Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pembangunan Sarana dan Prasarana Industri dalam hal
penyelenggaraan Sistem Informasi Industri Nasional (SIINas) diperlukan data dan/atau informasi yang
akurat, lengkap, dan tepat waktu, diantaranya adalah informasi sumber daya industri, salah satunya
energi. Indonesia memiliki peran penting dalam industri pulp dan kertas dunia (IPK) sebagai produsen
kertas ke-6 dan produsen pulp ke-9 di dunia. Salah satu faktor penghambat perkembangan industri
di Indonesia adalah kurang tersedianya akses terhadap energi yang efisien. Untuk itu, kajian ini
diharapkan dapat menyajikan kebutuhan energi pada sektor industri, khususnya industri pulp dan
kertas Indonesia sehingga lebih mudah bagi semua pihak untuk melakukan perencanaan energinya.
Ketidaktepatan kebijakan ini dapat mempengaruhi daya saing industri Indonesia.

Terselenggaranya penulisan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, untuk itu
kami sampaikan terima kasih kepada:

1. Bapak Sekretaris Jenderal Kementerian Perindustrian, Bpk. Ir. Achmad Sigit Dwiwahjono,
M.PP;
2. Para narasumber yang telah membantu yang tidak dapat kami sebutkan satu persatu.

Kami menyadari bahwa Buku ini masih jauh dari sempurna, untuk itu saran dan kritik dari berbagai
pihak kami harapkan guna menyempurnakan penulisan dan penyajian buku ini di masa mendatang.

Kepala Pusat Data dan Informasi

Ni Nyoman Ambareny

i
RINGKASAN EKSEKUTIF

Sektor industri di Indonesia, baik migas maupun nonmigas menjadi sektor dengan konsumsi energi
terbesar kedua di Indonesia. Energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian,
baik sebagai bahan bakar, bahan baku, maupun sebagai komoditas ekspor. Konsumsi energi terus
meningkat sejalan dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Untuk memenuhi
permintaan energi tersebut perlu dikembangan sumber daya energi, baik energi fosil maupun energi
terbarukan.

Dalam sektor industri pengolahan nonmigas itu sendiri, terdapat beberapa industri yang dinilai paling
lahap menggunakan energi, baik yang digunakan sebagai bahan bakar ataupun yang digunakan
sebagai bahan baku. Sekitar 70 persen energi pada sektor industri digunakan oleh delapan industri
lahap energi, yaitu industri baja, industri semen, industri pupuk, industri keramik dan kaca, industri
pulp dan kertas, industri tekstil, industri kimia, serta industri makanan dan minuman. Dibandingkan
dengan faktor input yang lain, biaya energi pada industri tersebut bahkan lebih besar dari biaya tenaga
kerja, serta menempati peringkat kedua setelah biaya bahan baku.

Maksud dilaksanakannya kegiatan ini adalah untuk melakukan analisis kebutuhan energi sektor
industri, terutama pada 8 sub sektor industri lahap energi serta memberikan informasi mengenai
energi alternatif yang ada. Untuk tahap pertama ini, karena dibatasi oleh waktu dan biaya, maka
analisis kebutuhan energi di mulai dengan industri pulp dan kertas, pupuk, semen dan baja. Karena
keterbatasan waktu dan biaya juga, maka kunjungan industri hanya dibatasi ke pabrik pulp dan kertas
saja, sedangkan kajian perhitungan energi untuk industri semen, baja dan pupuk menggunakan data-
data sekunder yang diperoleh dari kajian gas rumah kaca yang dilakukan setahun sebelumnya oleh
Kementerian Perindustrian bersama PMR-UNDP serta Kemenko. Bidang Pereknomian.

Pada studi ini digunakan dua pendekatan untuk menghitung kebutuhan energi yaitu mengggunakan
data historis untuk menentukan intensitas energi atau Konsumsi energi spesifik, dan menggunakan
metode regresi dengan menerapkan kausalitas antara konsumsi energi sebagai variabel terikat
(dependent variable) dengan variabel-variabel lain yang bebas (independent variable).

Penggunaan Intesitas Konsumsi Energi (IKE) atau yang lebih dikenal dengan istilah SEC (Specific Energy
Consumption) untuk kepentingan program efesiensi energi dan juga untuk keperluan benchmarking
di industri sudah dikenal lama di seluruh dunia. Analisa regresi adalah suatu teknik statistik untuk
mengestimasi ketergantungan dari suatu variabel (misalnya konsumsi energi) pada satu atau lebih
dari variabel independen yang relevan.

Hasil perhitungan kebutuhan energi untuk ke empat sektor industri adalah sebagai berikut ;

1. Industri Pulp dan Kertas


Pada industri pulp dan kertas reintegrasi jumlah energi yang dibutuhkan jika mengacu kepada
kapasitas terpasang adalah sekitar 465.080.000 GJ pertahun. Energi ini dalam bentuk energi
termal, karena energi listrik yang digunakan di pabrik pulp dan kertas terintegrasi
dibangkitkan sendiri menggunakan bahan bakar termal. Kebutuhan energi termal disediakan
dari bahan bakar fossil sekitar 172.079.600 GJ (37 %). Energi fosil didominasi oleh batubara
sebesar 76,5 % atau sekitar 6.577.804 ton pertahun (untuk batubara low rank) dan gas alam

ii
sekitar 20 % atau sebesar 32.619.994 MMBtu. Sisa kebutuhan energi thermal sebesar 63%
(293.00.400 GJ), berbentuk bersumber dari biomass. Tetapi perlu diketahui bahwa sekitar
82,5 % energi biomass dalam bentuk black liquor yang merupakan waste recovery dari proses
pemasakan kayu di digester. Dengan demikian maka kebutuhan biomass dari luar proses
sebetulnya hanya sekitar 17,5 % saja yang datang dari bark (kulit kayu), tandan kosong,
cangkang sawit, fiber sawit, dan sebagainya.
Sementara konsumsi energi pada industri tisu didominasi oleh listrik yang dibeli dari PLN.
Diperkirakan kebutuhan listrik pada tahun 2022 sekitar 685.105.304 kWh pertahun jika
mengacu ke kapasitas terpasang dan sekitar 520.680.031 kWh jika mengacu ke kapasitas
produksi tahun berjalan. Sedangkan untuk kebutuhan energi termal pada tahun 2022 sekitar
28.458.300 GJ per tahun jika mengacu kekapasitas terpasang dan sekitar 21.628.308 GJ jika
mengacu ke kapasitas produksi tahun berjalan. Energi termal yang dikonsumsi di industri tisu
sekitar 42 % dalam bentuk gas alam dan 57 % dalam bentuk batubara.
Sedangkan konsumsi energi termal atau bahan bakar di industri kertas lebih dari 90 persen
dari kebutuhan energi total. Kebutuhan energi termal pada tahun 2022 sekitar 121.027.170
GJ jika mengacu ke kapasitas terpasang dan sekitar 102.873.093 GJ jika mengacu ke kapasitas
produksi. sekitar 65 % bahan bakar atau energi termal berasal dari batubara. Dan 14 % dalam
bentuk gas alam.

2. Industri Pupuk
Karena keterbatasan data primer, proyeksi konsumsi energi akan difokuskan ke industri besar
yang menguasai lebih dari 80 % pasar produk pupuk di Indonesia. Pengguna energi terbesar
(lebih dari 80%) didominasi untuk produksi Amoniak dan Urea, itulah sebabnya proyeksi
konsumsi energi dihitung hanya untuk pabrik amoniak dan urea di 6 pabrik besar. Kebutuhan
bahan bakar gas pada tahun 2022 sekitar 294.836.925 GJ pertahun dan batubara sebesar
123.274.134 GJ per tahun. Kebutuhan energi listrik yang dibeli dari PLN sekitar 752.100 MWh.

3. Industri Semen
Kebutuhan total energi di pabrik semen pada tahun 2022 sekitar 240.128.145,5 GJ untuk
produksi semen dan 235.176.554,9 GJ untuk produksi klinker. Jenis energi bahan bakar yang
dikonsumsi di pabrik semen sangat beragam dari bahan bakar fosil hingga sampah yang sudah
diolah atau Refused Derive Fuel (RDF), ban bekas, dan lain-lain. Sedangkan kebutuhan energi
listrik PLN pada industri semen sekitar 8,6 juta MWh pertahun.

4. Industri Besi dan Baja


Proyeksi kebutuhan energi di sektor besi dan baja terbagi dalam beberapa sub sektor
pengguna energi utama. Pada industri Hot Rolled Coil (HRC), kebutuhan energi listriknya
sekitar 1.046,78 GWh pertahun. Produksi baja di lini produksi EAF (Electric Arch Furnace),
konsumsi listrik dari proses ini sekitar 5.473,51 GWh pertahun. Sedangkan kebutuhan energi
bahan bakar (fuel) di industri besi dan baja terintegrasi sekitar 23 juta GJ pertahun.

iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................................................................. i
RINGKASAN EKSEKUTIF ...................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................................................. vi
DAFTAR TABEL................................................................................................................................. viii
BAB 1. PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
1.1. Latar Belakang.................................................................................................................... 1
1.2. Maksud dan Tujuan ............................................................................................................ 2
1.3. Manfaat Analisis................................................................................................................. 2
BAB 2. SEKTOR INDUSTRI PULP DAN KERTAS ..................................................................................... 4
BAB 3. DESKRIPSI PROSES INDUSTRI PULP DAN KERTAS .................................................................... 8
3.1. Proses Pembuatan Pulp dan Kertas .................................................................................... 8
3.1.1. Persiapan Kayu (wood preparation) ................................................................................ 8
3.1.2. Pulping ........................................................................................................................... 9
3.1.3. Bleaching ....................................................................................................................... 9
3.1.4. Pengeringan Pulp (Pulp Drying) .................................................................................... 10
3.1.5. Proses Pembuatan Kertas (Papermaking) ..................................................................... 10
BAB 4. POLA KONSUMSI ENERGI ..................................................................................................... 12
BAB 5. METODE PERHITUNGAN KEBUTUHAN ENERGI ..................................................................... 13
5.1. Metodologi Perhitungan kebutuhan energi ...................................................................... 14
5.1.1. Intensitas Energi ........................................................................................................... 15
5.1.2. Basis Normalisasi Regresi ............................................................................................. 20
5.1.3. Proses Regresi .............................................................................................................. 20
Bab 6 Jenis-jenis Energi di pabrik Pulp dan Kertas ...................................................................... 22
6.1. Pabrik Pulp dan Kertas Terintegrasi .................................................................................. 23
6.1.1. PT Riau Andalan Pulp dan Kertas (RAPP/APRIL GROUP) ................................................ 23
6.1.2. IKPP Perawang ............................................................................................................. 24
6.1.3. Pulp dan Kertas 1 ......................................................................................................... 27
6.1.4. Pulp dan kertas 2 .......................................................................................................... 27
6.1.5. Pulp dan kertas 3 .......................................................................................................... 27
6.2. Pabrik Tissue .................................................................................................................... 28
6.2.1. Pabrik Tissue 1 ............................................................................................................. 28
6.2.2. Pabrik Tissue 2 ............................................................................................................. 29
6.2.3. Pabrik Tissue 3 ............................................................................................................. 29

iv
6.3. Pabrik kertas .................................................................................................................... 30
6.3.1. Pabrik kertas tulis, cetak dan berita 1 ........................................................................... 31
Bab 7. KAPASITAS PRODUKSI DAN LAJU PRODUKSI PABRIK PULP DAN KERTAS ................................ 32
7.1. Pabrik Tissue .................................................................................................................... 32
7.2. Pabrik Kertas .................................................................................................................... 33
7.3. Pabrik Pulp dan kertas...................................................................................................... 35
BAB 8. PERHITUNGAN PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI ................................................................ 36
8.1. Metode perhitungan ........................................................................................................ 36
8.2. Penentuan Laju Produksi Pulp Dan Kertas ........................................................................ 37
8.3. Proyeksi produksi Pulp dan Kertas ................................................................................... 37
8.4. Potensi Pertumbuhan ...................................................................................................... 37
8.5. Hambatan industri ........................................................................................................... 40
BAB 9. HASIL PERHITUNGAN KEBUTUHAN ENERGI DI SEKTOR PULP DAN KERTAS ........................ 41
9.1. Energi Untuk Industri Pulp dan Kertas Terintegrasi ........................................................... 41
9.2. Energi Untuk Industri Kertas Tisu...................................................................................... 44
9.3. Energi Untuk industri kertas ............................................................................................. 46
BAB 10. ........................................................................................................................................... 49
KEBUTUHAN ENERGI PADA SEKTOR INDUSTRI SEMEN, PUPUK, DAN BAJA ....................................... 49
10.1. Penggunaan Energi di Industri Semen, Pupuk, dan Baja ................................................ 49
10.1.1. Pola Konsumsi Energi di Pabrik Pupuk....................................................................... 49
10.2. Pola Konsumsi Energi di Pabrik Semen.......................................................................... 51
10.3. Pola Konsumsi Energi di Pabrik Baja ............................................................................. 52
10.2. Kebutuhan Energi di Industri Pupuk, Semen, dan Baja .................................................. 58
10.2.1. Industri Pupuk .......................................................................................................... 58
10.2.2. Industri Semen ......................................................................................................... 62
10.2.3. Industri Baja ............................................................................................................. 64
BAB 11. KESIMPULAN ................................................................................................................ 69
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................................. x

v
DAFTAR GAMBAR
GAMBAR 1. SEBARAN LOKASI PABRIK PULP DAN KERTAS DI INDONESIA............................................................5
GAMBAR 2. TREN PRODUKSI PULP DAN KERTAS 2010-2017 ..............................................................................5
GAMBAR 3. TREN PRODUKSI PULP DAN KERTAS DARI APP, RAPP DAN PABRIK LAIN ..........................................7
GAMBAR 4. PROSES INDUSTRI PULP DAN KERTAS .............................................................................................8
GAMBAR 5. PROSES PERSIAPAN KAYU ..............................................................................................................9
GAMBAR 6. PROSES PEMBUATAN KERTAS ...................................................................................................... 11
GAMBAR 7. DISTRIBUSI PENGGUNAAN ENERGI DI PABRIK PULP DAN KERTAS ................................................. 12
GAMBAR 8. DISTRIBUSI ENERGI DI PABRIK KERTAS ......................................................................................... 13
GAMBAR 9. DISTRIBUSI ENERGI DI PABRIK TISSUE .......................................................................................... 13
GAMBAR 10. ALUR PEKERJAAN PERHITUNGAN KEBUTUHAN ENERGI .............................................................. 14
GAMBAR 11. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KONSUMSI ENERGI SPESIFIK (SEC) ............................. 16
GAMBAR 12 KONSUMSI BAHAN BAKAR FOSIL ................................................................................................. 23
GAMBAR 13. KONSUMSI BAHAN BAKAR NON FOSIL ....................................................................................... 24
GAMBAR 14. KOMPOSISI PENGGUNAAN ENERGI DI IKPP ............................................................................... 24
GAMBAR 15. SEBARAN KONSUMSI BAHAN BAKAR FOSSIL............................................................................... 25
GAMBAR 16. SEBARAN KONSUMSI BAHAN BAKAR NON FOSSIL ...................................................................... 25
GAMBAR 17. RESIDU DARI INDUSTRI PENGOLAHAN KELAPA SAWIT. ............................................................... 26
GAMBAR 18. DISTRIBUSI PENGGUNAAN ENERGI DI PABRIK PULP DAN KERTAS TERINTEGRASI ....................... 26
GAMBAR 19. DISTRIBUSI PENGGUNAAN ENERGI DI PABRIK PULP DAN KERTAS 1............................................. 27
GAMBAR 20 DISTRIBUSI PENGGUNAAN ENERGI DI PABRIK PULP DAN KERTAS 2 ............................................. 27
GAMBAR 21 DISTRIBUSI PENGGUNAAN ENERGI DI PABRIK PULP DAN KERTAS 3 ............................................. 28
GAMBAR 22. DISTRIBUSI PENGGUNAAN ENERGI DI PABRIK TISSUE 1 .............................................................. 28
GAMBAR 23. DISTRIBUSI PENGGUNAAN ENERGI DI PABRIK TISSUE 2 .............................................................. 29
GAMBAR 24. DISTRIBUSI PENGGUNAAN ENERGI DI PABRIK TISSUE 3 .............................................................. 29
GAMBAR 25. DISTRIBUSI KONSUMSI ENERGI DI PT.FAJAR SURYA WISESA ....................................................... 30
GAMBAR 26. POLA DISTRIBUSI ENERGI DI PT.FAJAR SURYA WISESA ................................................................ 30
GAMBAR 27. DISTRIBUSI PENGGUNAAN ENERGI DI PABRIK KERTAS TULIS 1.................................................... 31
GAMBAR 28 KAPASITAS TERPASANG PABRIK TISSUE ....................................................................................... 32
GAMBAR 29. PRODUKSI TISSUE ...................................................................................................................... 33
GAMBAR 30. KAPASITAS TERPASANG PABRIK KERTAS ..................................................................................... 34
GAMBAR 31. PRODUKSI KERTAS ..................................................................................................................... 34
GAMBAR 32. PRODUKSI DARI PABRIK PULP DAN KERTAS TERINTEGRASI ......................................................... 35
GAMBAR 33. LAJU EKSPOR DARI 5 PRODUK-PRODUK UNGGULAN INDONESIA ................................................ 38
GAMBAR 34. PERTUMBUHAN INDUSTRI KERTAS DUNIA................................................................................. 39
GAMBAR 35. PERTUMBUHAN INDUSTRI PULP DAN KERTAS DI BEBERAPA KAWASAN ...................................... 39
GAMBAR 36. KEBUTUHAN ENERGI TOTAL PABRIK PULP DAN KERTAS TERINTEGRASI ...................................... 41
GAMBAR 37. KOMPOSISI ENERGI TERMAL ...................................................................................................... 41
GAMBAR 38. KEBUTUHAN ENERGI TERMAL DI IPK TERINTEGRASI ................................................................... 42
GAMBAR 39. KEBUTUHAN BATUBARA DI IPK TERINTEGRASI ........................................................................... 42
GAMBAR 40. KEBUTUHAN GAS ALAM DI IPK TERINTEGRASI ............................................................................ 43
GAMBAR 41. KEBUTUHAN BIOMAS DI IPK TERINTEGRASI................................................................................ 43
GAMBAR 42. KEBUTUHAN BIOMAS DARI LUAR PABRIK (IMPOR) ..................................................................... 44
GAMBAR 43. KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK PERTAHUN DI INDUSTRI TISSUE..................................................... 44

vi
GAMBAR 44. KEBUTUHAN ENERGI THERMAL.................................................................................................. 45
GAMBAR 45. KEBUTUHAN BATUBARA DALAM TON PERTAHUN ...................................................................... 45
GAMBAR 46. KEBUTUHAN GAS ALAM MMBTU PERTAHUN ............................................................................. 46
GAMBAR 47. KEBUTUHAN ENERGI TERMAL INDUSTRI KERTAS ........................................................................ 46
GAMBAR 48. KEBUTUHAN BATUBARA DALAM TON PERTAHUN ..................................................................... 47
GAMBAR 49. KEBUTUHAN GAS ALAM DALAM MMBTU................................................................................... 47
GAMBAR 50. KEBUTUHAN ENERGI LISTRIK...................................................................................................... 48
GAMBAR 51. CONTOH SKEMA KONSUMSI ENERGI PABRIK PUPUK .................................................................. 49
GAMBAR 52. WASTE HEAT RECOVERY PADA NH3 PLANT ................................................................................ 50
GAMBAR 53. POLA KONSUMSI ENERGI PABRIK PUPUK ................................................................................... 51
GAMBAR 54. POLA KONSUMSI ENERGI DI PABRIK SEMEN ............................................................................... 52
GAMBAR 55. CONTOH KONSUMI LISTRIK DI PABRIK SEMEN............................................................................ 52
GAMBAR 56. TIPIKAL PENGGUNAAN ENERGI LISTRIK ...................................................................................... 53
GAMBAR 57. TIPIKAL DISTRIBUSI PENGGUNAAN BAHAN BAKAR ..................................................................... 53
GAMBAR 58. KONSUMSI ENERGI PADA PT KRAKATAU STEEL........................................................................... 54
GAMBAR 59. TOTAL KONSUMSI ENERGI DI SISTEM UTILITAS DI 6 PABRIK PUPUK ............................................ 59
GAMBAR 60. KONSUMSI GAS ALAM TOTAL..................................................................................................... 60
GAMBAR 61. KONSUMSI GAS ALAM UNTUK BAHAN BAKAR DI UTILITAS......................................................... 60
GAMBAR 62. KONSUMSI BATUBARA............................................................................................................... 61
GAMBAR 63. KONSUMSI LISTRIK DARI PLN ..................................................................................................... 61
GAMBAR 64. KONSUMSI BAHAN BAKAR ......................................................................................................... 62
GAMBAR 65. KONSUMSI LISTRIK DARI PLN ..................................................................................................... 64
GAMBAR 66. ALIRAN ENERGI DAN MATERIAL DI INDUSTRI BESI DAN BAJA...................................................... 66
GAMBAR 67. KEBUTUHAN LISTRIK DI PRODUKSI HRC ...................................................................................... 67
GAMBAR 68. PRODUKSI LISTRIK DI PROSES EAF .............................................................................................. 67
GAMBAR 69. KEBUTUHAN BAHAN BAKAR....................................................................................................... 68

vii
DAFTAR TABEL
TABEL 1. JUMLAH IPK YANG BEROPERASI DAN TIDAK........................................................................................6
TABEL 2. JUMLAH IPK DIDASARKAN KEPADA JENIS PRODUKNYA .......................................................................6
TABEL 3. HAMBATAN-HAMBATAN MENETAPKAN SEC .................................................................................... 17
TABEL 4. SEC HASIL STUDI DIBEBERAPA NEGARA ........................................................................................... 18
TABEL 5. INTENSITAS ENERGI DI PABRIK PULP DAN KERTAS INDONESIA .......................................................... 18
TABEL 6. HASIL STUDI INTESITAS ENERGI TAHUN 2011 ................................................................................... 19
TABEL 7. JENIS-JENIS ENERGI DI PABRIK PULP DAN KERTAS TERINTEGRASI ...................................................... 23
TABEL 8. JENIS-JENIS ENERGI NON-FOSIL DI PT RAPP...................................................................................... 23
TABEL 9. PRODUKSI PT RAPP........................................................................................................................... 24
TABEL 10 KAPASITAS TERPASANG DAN PRODUKSI PABRIK TISSUE (SUMBER APKI) .......................................... 32
TABEL 11. KAPASITAS TERPASANG DAN PRODUKSI PABRIK KERTAS (SUMBER APKI) ........................................ 33
TABEL 12 KAPASITAS TERPASANG PABRIK IPK ................................................................................................. 35
TABEL 13. PEMANFAATAN POTENSI HUTAN INDONESIA ................................................................................. 37
TABEL 14. NILAI CAGR PRODUK PULP DAN KERTAS ......................................................................................... 40
TABEL 15. KAPASITAS TERPASANG PABRIK BESI DAN BAJA .............................................................................. 54
TABEL 16. PROYEKSI KONSUMSI ENERGI ......................................................................................................... 59
TABEL 17. INTENSITAS ENERGI DI PABRIK SEMEN............................................................................................ 62
TABEL 18. BAURAN KONSUMSI ENERGI PADA INDUSTRI SEMEN ..................................................................... 63

viii
ix
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sesuai yang tertuang pada PP Nomor 41 Tahun 2015 tentang Pembangunan Sumber Daya Industri
Bab I Ketentuan Umum Pasal 1 bahwa yang dimaksud dengan Sumber Daya Alam adalah suatu
bahan yang bersumber dari alam berasal dari hayati maupun nonhayati. Pemanfaatan Sumber
Daya Alam adalah pendayagunaan Sumber Daya Alam secara efisien dan ramah lingkungan
sebagai bahan baku, bahan penolong, dan sumber energi untuk peningkatan nilai tambah
Industri. Penyediaan Sumber Daya Alam adalah pemenuhan Sumber Daya Alam dalam jumlah
yang cukup, berdasarkan jenis dan spesifikasi tertentu yang siap diolah, yang bersumber dari
dalam negeri maupun luar negeri untuk peningkatan nilai tambah Industri.

Sektor industri merupakan sektor penting pada perekonomian nasional, khususnya industri
pengolahan nonmigas yang berkontribusi sebesar 19 persen pada 2018. Pertumbuhan sektor
industri akan mempengaruhi pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan. Sementara
pertumbuhan sektor industri membutuhkan pemenuhan energi. Oleh karena itu, sangat penting
untuk menjaga pasokan energi sektor industri, baik untuk bahan bakar maupun bahan baku.
Kebutuhan energi pada sektor industri diyakini akan terus bertambah seiring dengan target
peranan sektor industri yang dipatok 30 persen terhadap Produk Domestik Bruto nasional pada
tahun 2025.

Sektor industri di Indonesia, baik migas maupun nonmigas menjadi sektor yang mengkonsumsi
energi terbesar kedua di Indonesia. Pada tahun 2017, konsumsi energi final sektor industri
sebesar 425,045 Ribu BOE atau 29,86 persen (Kementerian ESDM, 2018). Peningkatan
penggunaan energi di sektor industri dalam 10 tahun terakhir terjadi karena proses transformasi
struktural yang cepat dari sektor pertanian ke sektor industri. Selain peningkatan jumlah industri
baik perluasan pabrik maupun pendirian industri-industri baru juga diperkirakan menjadi
penyebabnya.

Energi mempunyai peranan yang sangat penting dalam perekonomian, baik sebagai bahan bakar,
bahan baku, maupun sebagai komoditas ekspor. Konsumsi energi terus meningkat sejalan
dengan laju pertumbuhan ekonomi dan pertambahan penduduk. Untuk memenuhi permintaan
energi tersebut perlu dikembangan sumber daya energi, baik energi fosil maupun energi
terbarukan. Mengingat sumber daya energi fosil khususnya minyak bumi jumlahnya terbatas
maka perlu dioptimalkan penggunaannya serta meningkatkan penggunaan energi alternatif
dalam kegiatan industri pengolahan.

Peranan energi sangat penting bagi sektor industri, utamanya sebagai bahan bakar untuk proses
produksi. Mesin produksi hanya dapat bekerja optimal jika energi yang tersedia mencukupi dan
sesuai dengan karakteristik mesin. Selain sebagai bahan bakar, komoditi energi juga dapat dipakai
sebagai bahan baku produksi. Urgensi ini membuat upaya peningkatan pertumbuhan sektor
industri tidak dapat lepas dari analisis penyediaan energi sektor industri. Kebutuhan energi akan
terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi nasional yang dicirikan antara lain dengan
perkembangan sektor industri dan peningkatan jumlah penduduk. Namun pemerintah
mengalami kesulitan untuk mengimbangi kenaikan permintaan tersebut dengan penyediaan
energi yang cukup dan tepat sasaran serta energi yang ekonomis.

Dalam sektor industri pengolahan nonmigas itu sendiri, terdapat beberapa industri yang dinilai
paling lahap menggunakan energi, baik yang digunakan sebagai bahan bakar ataupun yang
digunakan sebagai bahan baku. Sekitar 70 persen energi pada sektor industri digunakan oleh

1
delapan industri lahap energi, yaitu industri baja, industri semen, industri pupuk, industri keramik
dan kaca, industri pulp dan kertas, industri tekstil, industri kimia, serta industri makanan dan
minuman. Oleh karena itu, industri-industri tersebut dapat dijadikan sebagai suatu dasar
perhitungan atau signal dalam analisis penyediaan energi sektor industri.

Dibandingkan dengan faktor input yang lain, biaya energi pada industri tersebut bahkan lebih
besar dari biaya tenaga kerja, serta menempati peringkat kedua setelah biaya bahan baku. Oleh
karena itu, dalam mengalisis kebutuhan energi pada sektor industri, selain kebutuhan energi sub
sektor industri, juga penting dilakukan analisis mengenai ketersediaan energi alternatif guna
menekan biaya produksi serta meningkatkan daya saing industri nasional. Disamping persoalan
efisiensi penggunaan energi, besarnya energi yang diperlukan untuk keberlangsungan sektor
industri penting menjadi penting untuk dikaji, utamanya terkait dengan peluang investasi di suatu
industri tertentu. Perencanaan pembangunan dan pengembangan industri selalu terkait dengan
besarnya energi yang dibutuhkan. Oleh karena itu analisis tentang kebutuhan energi di sektor
industri penting untuk dilakukan, agar upaya percepatan pencapaian target-target pada sektor
industri dapat diiringi dengan penyediaan energi yang memadai.

Indonesia memiliki peran penting dalam industri pulp dan kertas dunia (IPK) sebagai produsen
kertas ke-6 dan produsen pulp ke-9 di dunia. IPK juga memiliki peran penting dalam
perekonomian nasional. Hal itu bisa dilihat dari kontribusi CPI dalam pembentukan PDB, yang
mencapai Rp. 87,7 triliun (6,7 persen dari PDB industri atau 4,18 persen dari PDB nasional) pada
tahun 2015.

1.2. Maksud dan Tujuan


Analisis tentang kebutuhan energi pada sektor industri dimaksudkan untuk melakukan analisis
kebutuhan energi sektor industri secara general dalam proses produksinya. Sedangkan analisa
penggunaan dan kebutuhan energi yang mendalam dilakukan pada industri pulp dan kertas
Indonesia. Dengan demikian penelitian ini akan menganalisis secara lebih mendalam mengenai
besarnya tingkat kebutuhan energi pada industri di Indonesia yang tergolong paling banyak
menggunakan sumber energi atau industri padat energi. Selain itu, analisis ini juga menghasilkan
informasi terkait energi sektor industri yang sistematis dan komprehensif kepada pimpinan
maupun stakeholder lainnya, terkait dengan salah satu tugas dan fungsi yang diberikan kepada
pusdatin untuk dapat menyusun dan menyajikan 8 jenis informasi industri sebagaimana
diamanatkan oleh PP No. 2 Tahun 2017.

Secara lebih rinci, tujuan analisis ini adalah menganalisis tingkat kebutuhan energi pada sektor
industri di Indonesia yang relatif padat energi, mengidentifikasi permasalahan energi pada sektor
industri, mengembangkan model matrik dan baseline konsumsi energi, serta memproyeksi
kebutuhan energi pada beberapa sektor industri dengan beberapa skenario. Sektor industri yang
dianalisis secara lebih mendalam pada kajian ini adalah industri pulp dan kertas.

1.3. Manfaat Analisis


Pemerintah seringkali menghadapi permasalahan terkait kurangnya persediaan energi untuk
industri yang sangat strategis. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya perencanaan energi
yang matang. Yang terjadi di lapangan adalah energi yang murah malah diekspor, sedangkan
industri dalam negeri justru harus terpaksa menggunakan energi mahal yang ada. Ketidaktepatan
kebijakan ini dapat menurunkan daya saing industri Indonesia di pasar internasional. Salah satu
faktor penghambat adalah kurang tersedianya prasarana distribusi energi sehingga industri

2
kesulitan mengakses energi murah tersebut. Untuk itu, kajian ini diharapkan dapat menyajikan
kebutuhan energi pada sektor industri, sehingga lebih mudah bagi semua pihak untuk melakukan
perencanaan energinya. Selain itu analisis ini juga dapat digunakan sebagai dasar bagi sektor
industri dalam membuat strategi penggunaan energi ke depan khususnya yang berkaitan dengan
jenis energi yang dibutuhkan, baik sebagai bahan bakar maupun sebagai bahan baku produksi.

3
BAB 2. SEKTOR INDUSTRI PULP DAN KERTAS

Indonesia memiliki peran penting dalam industri pulp dan kertas dunia (IPK) sebagai produsen kertas
ke-6 dan produsen pulp ke-9 di dunia. IPK juga memiliki peran penting dalam perekonomian nasional.
Hal itu bisa dilihat dari kontribusi CPI dalam pembentukan PDB, yang mencapai Rp. 87,7 triliun (6,7
persen dari PDB industri atau 4,18 persen dari PDB nasional) pada tahun 2015. Perlu dicatat bahwa
sektor industri menyumbang 40 persen - 46 persen dari PDB nasional, dengan kontributor utama
untuk industri pertambangan dan manufaktur. Industri pulp dan kertas juga menyerap 260.000 tenaga
kerja langsung dan 1,1 juta pekerja tidak langsung. Selain itu, industri ini berada di peringkat ke-7
sebagai kontributor devisa non-minyak nasional (US $ 3,79 miliar) di mana 60 persen dari produksi
pulp dan kertas nasional diekspor ke pasar global (APKI, 2016). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
bahwa ekspor kertas nasional pada 2016 berjumlah US $ 3,4 miliar dan nilai ekspor pulp pada periode
yang sama mencapai US $ 1,5 miliar. Pada 2017, kedua industri tersebut menyumbang ke devisa
negara sebesar US$ 5,8 miliar dan meningkat hingga US$ miliar pada 2018. Yang berasal dari kegiatan
ekspor pulp sebesar US$ 2,2 miliar ke beberapa negara tujuan utama yaitu China, Korea,India,
Bangladesh dan Jepang serta ekspor kertas sebesar US$ 3,6 miliar ke negara Jepang, Amerika Serikat,
Malaysia, Vietnam dan China. Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI) menargetkan ekspor
komoditas pulp dan kertas bisa tembus ke angka US$ 9 milliar atau sekitar Rp. 128,9 triliun tahun 2019
ini.

Keberhasilan ini tidak lepas dari meningkatnya permintaan kertas di pasar dunia (2 persen-3 persen
per tahun, CAGR) yang menjadi pasar utama IPK Indonesia mengingat potensi pasar juga ada di dalam
negeri karena konsumsi kertas lokal masih rendah, yaitu sekitar 32,6 kg per kapita sedangkan Malaysia
100, Jepang 242, dan rata-rata negara ASEAN 55 kg per kapita. Meskipun pertumbuhan IPK Indonesia
telah mengalami pasang surut terkait dengan tantangan yang dihadapi baik di dalam negeri maupun
di luar negeri. Industri ini telah menurun sekitar 2,89 persen pada 2012 dan hanya 0,53 persen pada
2013. Secara nasional, ada 85 IPK yang tersebar terutama di Sumatra dan Jawa (lihat Gambar 1),
dimana 15 di antaranya tidak dioperasikan lagi dan total perusahaan hanya diizinkan beroperasi 70
(lihat Tabel 5). Perusahaan-perusahaan IPK ini diklasifikasikan ke dalam industri pulp, pulp dan kertas
terintegrasi, HTI pulp dan kertas terintegrasi, dan industri kertas. Perusahaan-perusahaan ini
memproduksi bubur kertas dan berbagai jenis kertas.

4
1 Integrated non HTI
(Stop operation)
1 pulp industry
6 paper industries
1 Pulp industry
(Stop Operation)

2 Integrated HTI
2 pulp & paper industries

1 integrated
HTI I 6 paper industries
Mix : 1,
Recovered Paper : 4
Stop operation : 1 2 Integrated non HTI Industries :
1 Recycle Paper, Stop Operation: 1,
22 paper industries
1 pulp industry Pulp : 1, Mix : 8, Recycle Paper : 12,
1 Integrated HTI Stop Operation : 2
1 paper industry 1 Integrated non HTI Industries
(Recycle Paper) 19 pulp paper industries
4 Pulp, 1 integrated pulp & paper,
12 Recycle Paper, 2 Stop Operation

1 paper industry
(Recycle Paper )
17 paper industries
pulp : 2
Mix : 1
Recycle Paper : 9
Stop operation : 5

Gambar 1. Sebaran lokasi pabrik pulp dan kertas di Indonesia

14
Others
12 RAPP
APP
Millions Ton

10

-
Pulp Paper Pulp Paper Pulp Paper Pulp Paper Pulp Paper Pulp Paper Pulp Paper Pulp Paper
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 2. Tren produksi pulp dan kertas 2010-2017

Berdasarkan jenis produk, ada sekitar 101 perusahaan yang dapat digolongkan sebagai industri bubur
kertas, industri bubur kertas dan kertas terintegrasi, industri bubur kertas dan jaringan terintegrasi,
industri kertas Tulis & Pencetakan, Surat Kabar, Kertas Khusus & Kertas Keamanan, Kertas Karung,
Kertas Tisu, Kertas Rokok, Kertas Joss, Dupleks/Manila, Kraft Fluting/Liner. Jumlah industri yang
beroperasi dan tidak beroperasi ditunjukkan pada Tabel 1. Sedangkan Tabel 2 menunjukkan jumlah
industri per jenis produk.

5
Tabel 1. Jumlah IPK yang beroperasi dan tidak

Jenis Industri Pulp dan Kertas Aktif Tidak Aktif


Pulp 2 1
Integrated pulp and paper 2 2
Integrated pulp and paper HTI 4 -
Paper Production 62 12
Total Companies are permitted to operate 70 15
Sumber: APKI Database, 2017

Tabel 2. Jumlah IPK didasarkan kepada jenis produknya

Jenis Produk 2017


Pulp 2
Integrated Pulp and Paper 4
Integrated Pulp and Tissue 2
Writing & Printing paper, Newsprint 14
Specialty Paper + Security Paper 10
Sack Paper 2
Tissue Paper 10
Cigarette Paper 5
Joss Paper 4
Duplex/Manila 14
Kraft Fluting/Liner 34
Total 101
Sumber: APKI Database, 2017

Ada dua perusahaan penting yang berkontribusi pada produksi IPK Indonesia, yaitu Riau Andalan Pulp
and Paper (RAPP) dan Asia Pulp and Paper (APP). Pada tahun 2017, APP berkontribusi 63 persen dari
total produksi pulp domestik sementara RAPP berkontribusi 21 persen, dengan total produksi pulp
dari kedua perusahaan mencapai 10,25 juta ton pada tahun 2017 (lihat gambar 3)

RAPP adalah salah satu produsen besar pulp dan kertas (penulisan dan pencetakan) terintegrasi di
Indonesia. RAPP dioperasikan di bawah manajemen APRIL Group. Selain RAPP, ada juga produsen pulp
dan kertas besar lainnya, yaitu APP. APP adalah grup perusahaan Sinar Mas, yang memproduksi pulp
dan berbagai jenis produk kertas (tisu, papan dupleks, dan berbagai jenis kertas (pengemasan,
penulisan, percetakan, kraft liner). APP terdiri dari beberapa perusahaan, yaitu IKPP Perawang, LPPI
(Lontar Papirus Pulp dan Industri Kertas) dan OKI Pulp and Paper sebagai produsen jaringan pulp
terintegrasi, Pindodeli (Perawang, Pindodeli 1 hingga 3) sebagai produsen jaringan dari virgin pulp,
IKPP Serang, IKPP Tangerang, Tjiwi Kimia, Eka Mas, dan The Univenus (TU) Perawang, yang
menghasilkan berbagai produk kertas (dari pulp mentah atau kertas daur ulang).

6
14
Paper
Millions Ton

12
Pulp
10

Others
Others
APP

Others
APP

Others

Others

Others

Others

Others
APP

APP

APP

APP

APP

APP
RAPP

RAPP

RAPP

RAPP

RAPP

RAPP

RAPP

RAPP
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Gambar 3. Tren produksi Pulp dan kertas dari APP, RAPP dan pabrik lain

7
BAB 3. DESKRIPSI PROSES INDUSTRI PULP DAN KERTAS

3.1. Proses Pembuatan Pulp dan Kertas


Secara umum industri pulp dan kertas dibedakan menurut jenis produknya. Namun secara
umum prosesnya bisa dijelaskan pada Gambar 4. Beberapa pabrik seperti pabrik pulp dan kertas
terintegrasi memiliki semua mesin dan peralatan secara lengkap, sementara beberapa pabrik
produsen kertas atau tisu hanya akan memiliki paper/tissue machine dimana pulp sebagai
bahan bakunya didatangkan dari luar pabrik. Sedangkan pabrik pulp hanya akan memiliki mesin
dan peralatan dalam memproduksi pulp.

Gambar 4. Proses Industri Pulp dan Kertas

Secara umum rincian dari setiap tahap pada Gambar 4 adalah sebagai berikut:

3.1.1. Persiapan Kayu (wood preparation)


Kayu merupakan bahan baku utama untuk pembuatan pulp. Persiapan bahan baku bisa
didapat dari hutan berupa batang kayu (log) atau berupa serpihan kayu yang diperoleh dari
pengerjaan dari industri kayu yang berbeda. Kayu biasanya dipersiapkan dalam bentuk serih
kayu.

Persiapan kayu melibatkan proses pemotongan kayu di slasher untuk dipotong sesuai dengan
ukuran yang diinginkan untuk proses selanjutnya dalam pembuatan pulp. Proses utama dari
persiapan kayu adalah debarking (pelepasan kulit kayu) dan chipping. Konsumsi energi pada

8
kedua proses tersebut relatif kecil. Proses persiapan kayu secara lengkap diberikan pada di
bawah.

Gambar 5. Proses Persiapan kayu

3.1.2. Pulping
Selama proses pembuatan pulp, serpih kayu dipisahkan menjadi serat individu untuk
menghilangkan lignin. Ada lima jenis proses pembuatan pulp, yaitu kimia, mekanis, semi-
kimia, daur ulang dan lainnya (misalnya dissolving). Proses pembuatan pulp yang paling umum
adalah proses kimia (yaitu kraft, soda dan sulfit).

Proses pembuatan chemical pulp menggunakan bahan kimia white liquor berupa natrium
hidroksida (NaOH) dan sodium sulfida (Na2S) sebagai bahan kimia aktif. Proses memasak

dapat dilakukan baik dalam digester batch atau dalam digester continue. Pada proses
pemasakan dengan batch digester, serpihan kayu white liquor dan weak black liquor
dimasukkan ke dalam bioreactor batch dan dipanaskan hingga mencapai temperature
o
pemasakan (cooking) yaitu sekitar 55 -175 C . Pada proses pemasakan secara berlanjut,
serpihan kayu dan white liquor dipanaskan dan dimasak secara bertahap pada stage yang
berbeda dan dipanaskan hingga mencapai temperature tertentu. Selanjutnya, digester
dipanaskan dengan menggunakan injeksi steam langsung (direct steam injection) sehingga
dapat menghemat konsumsi fresh steam secara signifikan.

Kedua jenis metode pemasakan dengan batch digester dan continuous digester memiliki
keuntungan yang berbeda. Batch digester memiliki biaya kapital yang rendah dan fleksibilitas
produk yang lebih bervariasi sedangkan continuous digester lebih hemat tempat, lebih mudah
dikontrol, tidak memerlukan banyak operator dan lebih energy-efficient.

3.1.3. Bleaching
Bleaching merupakan proses meningkatkan tingkat kecerahan kertas untuk keperluan
menulis, printing atau kertas dekoratif. Proses ini memisahkan lignin yang melekat pada serat
kayu. Pemutihan pulp dari proses kimia dilakukan dengan menggunakan oxidizing agent dan
larutan alkali. Proses Kraft menghasilkan kertas dengan kualitas warna yang lebih gelap

9
sehingga memerlukan proses pemutihan (bleaching). Pulp yang dibuat dari proses mekanik
diputihkan dengan menggunakan hidrogen peroksida (H2O2) atau sodium hydrosulfite
(Na2S2O4) untuk mengurangi tingkat absorpsi lignin.

Pemulihan Bahan Kimia (Chemical Recovery) Sistem pemulihan bahan kimia di proses kraft
pulping memiliki tiga fungsi, yaitu:
1. Pemulihan bahan kimia anorganik 

2. Pemulihan energi dari black liquor yang dapat digunakan untuk
membangkitkan listrik
dan steam 

3. Pemulihan bahan organik (by-product) yang bernilai (misalnya tall oil) 

Nilai kalori atau energi yang terkandung dalam black liquor biasanya dapat memenuhi seluruh
kebutuhan energi listrik dan steam di industri pulp dan kertas. Proses utama di chemical
recovery adalah proses evaporasi black liquor, insinerasi black liquor di recovery boiler dan
kaustisasi.

3.1.4. Pengeringan Pulp (Pulp Drying)


Setelah proses pembuatan pulp dan pemutihan, pulp diolah menjadi stok yang dapat
digunakan untuk pembuatan kertas. Pada pabrik non-integrasi, pulp yang akan dijual
dikeringkan, dikemas dan kemudian dikirim ke pabrik kertas. Pada pabrik terintegrasi, pabrik
kertas langsung menggunakan pulp yang tanpa melalui proses pengeringan terlebih dahulu.

Proses pengeringan pulp termasuk salah satu proses dengan konsumsi energi thermal, yang
cukup besar. Dengan adanya proses pulp drying pada non-integrated pulp mill, maka
konsumsi atau intensitas energi untuk menghasilkan pulp akan lebih besar dari integrated pulp
and paper mills yang tidak perlu melewati proses pengeringan pulp.

3.1.5. Proses Pembuatan Kertas (Papermaking)


Kertas terbuat dari serat selulosa dengan tambahan substansi lainnya untuk meningkatkan
kualitas kertas yang diproduksi sesuai dengan grade yang diinginkan. Pulp untuk pembuatan
kertas dapat dibuat dari virgin fiber dengan proses mekanik atau kimia atau dengan
menggunakan kertas bekas (re-pulping of recovered paper). Pada proses pembuatan pulp,
material selulosa dipecah menjadi serat-serat. Kayu merupakan bahan baku pembuatan
kertas utama, tetapi bahan baku lain seperti jerami, rumput, kapas dan material lainnya yang
mengandung material selulosa dapat juga digunakan sebagai bahan baku pembuatan kertas.
Komposisi bahan baku akan sangat bergantung pada jenis dan spesies kayu atau material,
terutama untuk kandungan cellulose, ligin, dan hemicellulose.

Kertas yang diproduksi dengan menggunakan kertas bekas akan melibatkan proses
pembersihan kontaminan akibat pemakaian sebelumnya dan dapat melibatkan proses de-
inking yang bergantung pada kualitas material dan kualitas produk yang diinginkan. Produk

10
kertas biasanya terdiri dari hingga 45 persen dari beratnya terdiri dari filler, coating dan aditif
lainnya.

Setiap jenis kertas yang diproduksi membutuhkan spesifikasi dan properti tertentu, sehingga
untuk tiap jenis kertas dapat berbeda dalam hal proses manufakturnya.Dalam hal ini, jenis
produk yang dihasilkan juga sangat mempengaruhi penggunaan bahan baku dan konsumsi
energi yang diperlukan untuk memproduksi pulp dan kertas. Proses pembuatan pulp dan
kertas dapat dibedakan berdasarkan bahan baku dan metode yang digunakan pada
pengolahan bahan baku.

Papermaking terdiri dari proses persiapan (preparation), pembentukan (forming), penekanan


(pressing) dan pengeringan (drying). Proses yang paling banyak menggunakan energi adalah
tahapan persiapan dan pengeringan (drying). Selama proses persiapan, pulp dibuat menjadi
lebih fleksibel melalui proses beating, mechanical pounding dan squeezing. Penambahan
pigmen, warna dan material filler dilakukan pada tahap ini. Forming dilakukan dengan
menyebarkan pulp pada screen. Air dipisahkan melalui tahapan proses yang kontinu yaitu
melalui proses penekanan (pressing) dan pengeringan. Keseluruhan tahapan pembuatan
kertas diberikan di bawah.

Bahan Masuk Proses Alat Bahan Keluar

Air Limbah cair


Pulp/waste paper Hydra Pulper Limbah padat

Tapioca
Rosin Size, etc Stock Prep Limbah cair

Silinder Limbah cair

Limbah cair
Press
Limbah padat
(broke)

Emisi
Dryer 1
Limbah gas
(uap)
Air
Batu bara Steam
Boiler Dryer 2

Limbah padat
Pope Reel (broke)

Emisi
Limbah padat
Cutter
(broke)

Warehouse IPAL

Finishing Limbah padat


Kirim (in Roll)
(in Sheet) (broke)

Gambar 6. Proses Pembuatan Kertas

11
BAB 4. POLA KONSUMSI ENERGI
Industri pulp dan kertas merupakan salah satu sektor industri dengan intensitas energi yang tinggi.
Karakteristik teknologi yang digunakan pada industri pulp dan kertas bergantung dari jenis bahan
baku, proses pembuatan pulp dan jenis produk akhir yang dihasilkan. Setiap proses pada pembuatan
pulp dan kertas memerlukan energi yang berasal dari bahan bakar seperti batubara, gas, minyak,
listrik, black liquor, dan biomassa. Energi input tersebut digunakan untuk membangkitkan steam atau
listrik yang sebagian besar digunakan di proses pembuatan pulp dan kertas.

Gambar 7. Distribusi Penggunaan Energi di Pabrik Pulp dan Kertas

Sedangkan di industri kertas, mesin pengguna energi terbesar adalah Paper Machine. Mesin ini
mengonsumsi energi dalam bentuk listrik dan steam. Listrik yang dikonsumsi di industri ini disuplai
oleh PLN maupun dibangkitkan sendiri. Salah satu contoh pola penggunaan energi di suatu pabrik
kertas ditunjukkan pada Gambar 8.

Pabrik mendapatkan suplai energi dari luar dalam bentuk energi listrik PLN, dan bahan bakar seperti
batubara, gas alam dan plastik. Plastik diperoleh diantaranya dari bahan ikutan pada kertas bekas
impor yang menjadi bahan baku yang akan diolah menjadi kertas. Batubaradigunakan sebagai bahan
bakar Boiler. Di pabrik ini Boiler menghasilkan steam yang digunakan untuk penggerak steam turbine
generator untuk menghasilkan listrik dan sebagian steam dialirkan ke pabrik untuk keperluan proses
diantaranya untuk kebutuhan Paper Machine. Sedangkan gas alam digunakan sebagai bahan bakar
gas turbine generator.

12
Gambar 8. Distribusi Energi Di Pabrik Kertas

Sedangkan di pabrik tissue, mesin yang menggunakan energi terbesar adalah mesin yang mengolah
pulp menjadi tisu. Mesin ini membutuhkan energi listrik dan energi panas. Energi panas
dimanafaatkan dalam bentuk steam dan udara panas. Salah satu contoh pabrik tisu yang disurvei
untuk kegiatan analisis ini memiliki pola penggunaan energi seperti ditampilkan pada Gambar 9. Gas
alam digunakan sebagai bahan bakar Boiler dan Pemanas udara (Air Dryer), sedangkan batubara
digunakan untuk bahan bakar Boiler guna menghasilkan uap yang digunakan untuk kebutuhan proses.

Gambar 9. Distribusi Energi di Pabrik Tissue

BAB 5. METODE PERHITUNGAN KEBUTUHAN ENERGI


13
Untuk menghitung kebutuhan energi di industri kertas, maka dilakukan beberapa kegiatan seperti
Focus Group Disscussion, studi literatur, kunjungan ke pabrik, pengumpulan data, analisa data-data
sekunder, serta penyusunan laporan. Secara garis besar kegiatan ini di tampilkan pada Gambar 10.

Gambar 10. Alur Pekerjaan Perhitungan Kebutuhan Energi

5.1. Metodologi Perhitungan kebutuhan energi


Untuk menghitung kebutuhan energi dibutuhkan suatu metode peramalan. Sebagian besar
metode peramalan dapat dikategorikan ke dalam dua kategori utama yaitu metode kausal
dan data historis. Dalam metode kausal, hubungan sebab dan akibat dipertimbangkan antara
energi konsumsi sebagai output dan beberapa variabel input seperti faktor ekonomi, sosial,
dan iklim. Jaringan Saraf Tiruan (neural network) dan model Regresi adalah metode kausal
yang paling sering digunakan untuk memprediksi permintaan energi.

Di sisi lain, metode yang didasarkan pada data historis menggunakan nilai-nilai sebelumnya
dari suatu variabel untuk memperkirakan nilai masa depan dari variabel itu. Rangkaian waktu,
prediksi Gray dan model autoregresif adalah masuk ke dalam metode ini.

14
Ketika data konsumsi energi telah dikumpulkan untuk suatu rentang waktu, dapat diasumsikan
bahwa data konsumsi energi membentuk serangkaian waktu, dan nilai-nilai sebelumnya dapat
digunakan untuk memprediksi nilai masa depan. Selama peramalan dilakukan berdasarkan
horizon yang lebih pendek, input data harus lebih akurat dalam hal variasi.

Pada studi ini digunakan dua pendekatan untuk menghitung kebutuhan energi yaitu
mengggunakan data historis untuk menentukan intensitas energi atau Konsumsi energi spesifik,
dan menggunakan metode regresi dengan menerapkan kausalitas antara konsumsi energi
sebagai variabel terikat (dependent variable) dengan variabel-variabel lain yang bebas
(independent variable). Penjelasan keduanya adalah sebagai berikut;

5.1.1. Intensitas Energi


Penggunaan Intesitas Konsumsi Energi (IKE) atau yang lebih dikenal dengan istilah SEC
(Specific Energy Consumption) untuk kepentingan program efesiensi energi dan juga untuk
keperluan benchmarking di industri Pulp dan Kertas sudah dikenal lama di seluruh dunia.
Sebagai Cina menggunakan IKE untuk mengevaluasi perubahan efesiensi energi di industri
Pulp dan Kertas dari tahun 1984 hingga 2010. Program yang sama juga dilakukan di Swedia
dan German.

Intensitas Konsumsi Energi adalah rasio dari dua variable yang saling berkaitan yaitu energi
yang dikonsumsi dalam satuan termodinamika dan jumlah produk yang dihasilkan dalam
satuan fisik. IKE menggambarkan berapa energi yang dikonsumsi untuk setiap unit produk
yang dihasilkan. Penetapan IKE, tergantung tujuannya bisa dinyatakan dengan total energi
yang dikonsumsi per total produk yang dihasilkan. Bisa juga diekspresikan dengan jumlah
salah satu bentuk energi per jumlah produk yang dihasilkan, misalnya jumlah energi listrik
yang dikonsumsi saja atau jumlah energi panas yang dikonsumsi saja. Demikian pula jika
berbicara tentang produk; bisa diartikan sebagai produk total misalnya total seluruh jenis
kertas, atau jumlah perjenis kertas. Sehingga hasil perhitungan IKE akan beragam untuk satu
pabrik tertentu tergantung dari variable energi dan variable produk yang dipilih.

Perhitungan IKE pun bisa dilakukan untuk setiap tahapan proses di pabrik, misalnya di pabrik
Pulp dan Kertas yang terintegrasi, dimana secara umum aka nada dua lini produksi yaitu lini
produksi pulp dan lini produksi kertas. IKE bisa dihitung sebagai energi yang dikonsumsi per
jumlah Pulp yang diproduksi serta bisa juga sebagai energi yang dikonsumsi per kertas yang
dihasilkan, bahkan IKE pun bisa dihitung untuk sub sistem di pabrik tersebut, misalnya IKE
untuk pembangkit listrik yang dimiliki oleh pabrik diekspresikan sebagai jumlah energi yang
dihasilkan untuk setiap energi listrik yang diproduksi, misalnya dalam Kcal/kWh atau
BTU/kWh.

SEC atau IKE sering digunakan untuk kepentingan benchmarking diseluruh tingkat, yaitu pada
tingkat proses, lokasi, nasional maupun internasional. Perlu diiingat bahwa angka IKE atau SEC
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang mempengaruhi konsumsi energi dan penentuan
jumlah produk. Secara umum faktor-faktor tersebut dirangkum pada bagan dibawah berikut;

15
Gambar 11. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsumsi Energi Spesifik (SEC)

Angka IKE/SEC akan cenderung berkurang dengan naiknya beban produksi di industri, dan
sebaliknya. Sehingga penggunaan besaran ini untuk melihat keberhasilan dari program
efesiensi energi harus dilakukan dengan hati-hati. Artinya angka-angka ini harus dijelaskan
lebih detil, misalnya dikaitkan dengan faktor beban produksi dalam persen.
Penetapan IKE atau SEC inipun menghadapi beberapa kesulitan, diantaranya dijelaskan pada
tabel berikut ini;

16
Tabel 3. Hambatan-hambatan Menetapkan SEC

NO Jenis Kesulitan Penjelasan


Ketersediaan data untuk kapasitas produksi, energi yg
Keterbatasan digunakan, ljenis energi dan laju produkis sangat terbatas.
1
Informasi Ketersediaan data untuk proses industri dan jenis-jenis
produk akhir sangat terbatas
Proses di pabrik Pulp dan Kertas saling terkait dan
Kerumitan dari terintegrasi, sehingga sulit untuk menghitung energi yang
2 proses hanya untuk satu proses saja misalnya lini produksi kertas,
terintegrasi karena steam yang digunakan diproduksi oleh banyak
Boiler pabrik
Suatu yang juga mengirim
seringkali steam kesemua
memproduksi linitipe
banyak pabrik di
produk
seperti Pulp, kertas, tissue atau kertas dengan grade yang
berbeda beda, dan pengukuran energi menjadi rumit
3 Pemisahan produk karena produk produk ini melalui beberapa tahap proses
bersama-sama. Masalah juga muncul ketika satu jenis
energi input digunakan untuk proses beberapa jenis produk
Asumsi-asumsi, contohnya adalah apakah produk yang dijual atau produk
4
definisi produk yang diproses ?
Ketersediaan dan ketersediaan data terbatas dan akurasi dan relevansinya
5
kualitas data bervariasi dengan waktu.

Beberapa studi mengenai penetapa IKE atau SEC di bidang Pulp dan kertas telah banyak
dilakukan baik itu ditingkat nasional maupu internasional. Beberapa ditampilkan contoh
sebagai berikut:

17
Tabel 4. SEC Hasil Studi Dibeberapa Negara

Energi Total
Sektor Pengguna Energi Wilayah Tahun
(GWh/kt)
Pulp dan Kertas
Pulp dan Kertas 16.70 India 1987
Pulp dan Kertas (Proses) 9.33 USA 1994
Pulp dan Kertas 14.20 India 2002
Pulp dan Kertas 11.10 India 2009
teknologi terbaik
Pulp dan Kertas 6.40 2016
yang tersedia
Pulp dan Kertas (rata-rata) 3.86 Swedia 2006 - 2016
Pulp Mills
Pulp Mills 4.23 Swedia 2006 - 2015
Paper Mill
Industri kertas 6.23 USA 1981
Paper Mill 3.90 OECD 2001
Paper Mill (rata-rata) 4.39 Swedia 2006 - 2016
Integrated Mills
Integrated Mills 2.95 Swedia 2006 - 2017

Di Indonesia pernah dilakukan beberapa studi untuk menghitung angka IKE atau SEC dipabrik
pulp dan kertas, misalnya seperti kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian
bersama UNDP pada tahun 2017, dengan hasil diringkas pada tabel berikut ini:

Tabel 5. Intensitas Energi Di Pabrik Pulp Dan Kertas Indonesia

Pada tahun 2011, Kementerian Perindustrian bersama PT. EMI membuat studi mengenai
konservasi energi dan pengurangan emisi CO2, dan studi tersebut mengacu kepada data-data
hasil audit energi terhadap 15 industri Pulp dan Kertas. Dari studi tersebut ditampilkan angka-
angka perhitungan IKE sebagai berikut;

18
Tabel 6. Hasil Studi Intesitas Energi Tahun 2011

Dengan segala keterbatasannya, angka IKE atau SEC tidak terlalu akurat untuk menghitung
tingkat keberhasilan dari program efesiensi energi, karena angka nya yang banyak dipengaruhi
oleh faktor beban produksi, dimana pada saat pabrik beroperasi dengan beban rendah, maka
IKE akan naik dengan sendirinya karena pada saat jumlah produksi turun banyak sedangkan
konsumsi energi hanya turun sedikit, akan membuat angka IKE terkoreksi menjadi naik.
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya IKE merupakan rasion dari konsumsi energi per jumlah
produk, sehingga rumusnya menjadi sederhana yaitu;

19
jumlah energi dikonsumsi
𝐼𝐾𝐸 (𝑆𝐸𝐶) =
jumlah produksi

Hal ini bisa terjadi karena IKE tidak memperhitungkan faktor penting lain yaitu energy
baseload. Energy baseload adalah besarnya konsumsi energi di pabrik yang tidak terkait
dengan jumlah produksi, misalnya energi yang terkait dengan kebutuhan kantor, lampu-
lampu di jalanan dan di sekitar pabrik, serta mesin-mesin yang tetap beroperasi meskipun
pabrik tidak sedang berproduksi dan lain-lain. Berdasaran rumus IKE, jika jumlah produksi nol,
maka seharusnya secara matematis jumlah energi akan nol juga. Tetapi pada kenyataannya
tidak demikian, karena pabrik tetap mengkonsumsi energi yang dinamakan energy baseload.
Meskipun demikian IKE atau SEC bisa digunakan untuk menghitung kebutuhan energi di suatu
pabrik atau di suatu sektor industri, yaitu dengan mengalikan jumlah perkiraan produksi pada
satu kurun waktu tertentu dengan angka IKE (SEC) nya, yaitu dengan rumus sebagai berikut ;

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑒𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑏𝑢𝑡𝑢ℎ𝑘𝑎𝑛 = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑥 𝐼𝐾𝐸

5.1.2. Basis Normalisasi Regresi


Basis normalisasi adalah metode yang lebih canggih dibandingkan dengan IKE/SEC dan
memberikan kontek yang lebih luas terkait penghematan energi. Basis Normalisasi melibatkan
kegiatan identifikasi variable-variabel yang relevan dan mempengaruhi konsumsi energi dan
pembuatan sebuah model dari konsumsi energi untuk seuatu periode waktu tertentu sebagai
fungsi dari variable-variabel tadi.

Konsumsi energi ditentukan oleh macam-macam variable, beberapa variable tersebut sangat
menentukan atau dominan. Diantara variabel-variabel tersebut adalah seperti; laju produksi,
keadaan musim atau cuaca, jenis-jenis atau keberagaman produk, factor beban produksi, usia
mesin, tingkat kecanggihan teknologi dan lain-lain. Model yang disesuaikan secara umum
dibutuhkan untuk memenuhi syarat-syarat statistik ketika mencoba menghitung kekuatan
korelasi antara variabel variabel.

Basis normalisasi dibangun dengan menggunakan analisa regresi dengan beberapa model
penyesuaian sehingga bisa dibandingkan antara baseline dan pelaporan pada periode yang
berjalan, selama keseluruhan variabel masih sama pada kedua periode tersebut. Analisa
regresi adalah suatu teknik statistik untuk mengestimasi ketergantungan dari suatu variabel
(misalnya konsumsi energi) pada satu atau lebih dari variabel independen yang relevan.

Beberapa istilah di analisa regresi yang perlu dijelaskan adalah:

a. Dependent Variable: yaitu variabel hasil yang dicari, merupakan variabel yang dijelaskan
dengan suatu pemodelan, pada kasus ini adalah jumlah energi yang dikonsumsi.
b. Independent Variable; variabel yang menjelaskan, yaitu satu variabel yang nilainya
mempengaruhi besarnya angka dependent variable, dalam hal ini misalnya jumlah
produksi.
c. Simple regression; model regresi yang terdiri dari hanya satu independent variabel.
d. Multiple regression; model regresi yang terdiri dari lebih dari satu independent variabel.

5.1.3. Proses Regresi

20
Tahapan regresi dapat diringkas menjadi 6 (enam) tahap, sebagai berikut;
1. Indentifikasi semua variabel independen yang akan dimasukkan kedalam model regresi
2. Kumpulkan data
3. Sinkronisasi data ke dalam interval waktu yang memadai (jika dibutuhkan)
4. Buatlah grafik
5. Pilih dan buatlah model regresi
6. Validasi modelnya

Untuk menentukan variabel independen, kita harus memperhatikan Fasilitas pabrik dan
bagaimana faktor-faktor yang berbeda memainkan perannya terhadap konsumsi energi.
Beberapa variabel independen yang umumnya mempengaruhi konsumsi energi adalah
diantaranya;
1. Keluaran dari pabrik
2. Cooling degree days
3. Temperatur ruang
4. Jumlah okupansi gedung
Pada industri Pulp dan kertas, faktor yang paling dominan sebagai pengerak konsumsi energi
adalah jumlah produksi. Sebagai contoh di pabrik Pulp dan kertas yang terintegrasi, terdapat
tiga jenis produk keluaran dari industri yaitu pulp kering, kertas dan tisu. Maka ada tiga
variabel independen yang menentukan konsumsi energi sebagai “dependent variable” nya.
Sehinga dengan menggunaka metode regresi, bisa diperoleh suatu model persamaan yang
menghubungkan kaitan antara dependent variable dengan independent variablenya,
persamaannya akan menjadi sebagai berikut:

𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋1 + 𝑏𝑋2 + 𝑏𝑋3

Dimana:

Y = konsumsi energi (dalam satuan energi)


X1 = jumlah produksi Pulp (dalam satuan berat)
X2 = jumlah produksi kertas (dalam satuan berat)
X3 = jumlah produksi tissue (dalam satuan berat)
a = jumlah energi yang dikonsumsi pada kondisi produksi nol. Besaran energi ini
dinamakan baseload (beban dasar).
Persamaan ini juga dinamakan model baseline. Model ini bisa digunakan untuk menghitung
kinerja energi pada tahun berjalan yang akan dibandingkan dengan kinerja energi pada
baseline, serta juga bisa digunakan untuk memprediksi konsumsi energi pada tahun berjalan
atau tahun berikutnya.

Pada industri Pulp dan Kertas yang hanya memproduksi pulp kering dan kertas saja, dependent
variable-nya hanya dua dan persamaannya menjadi sebagai berikut;

𝑌 = 𝑎 + 𝑏𝑋1 + 𝑏𝑋2

Dimana:

21
Y = konsumsi energi
X1 = jumlah produksi Pulp
X2 = jumlah produksi kertas
a = baseload (beban energi dasar)
Jika persamaan baseline sudah terbentuk, maka perlu dilakukan langkah validasi dengan
melakukan uji statistic. Uji ini dilakukan untuk memastikan bahwa persamaan yang dibuat
merepresentasikan kondisi sebenarnya. Beberapa tes statistic yang umum adalah sebagai
berikut:

a. 𝑹𝟐 (Coeffecient Determination)

Coefficient determination (𝑅2 ) adalah ukuran bagaimana keluaran di masa yang akan
datang bisa diperkirakan dengan model persamaan base line. Angka 𝑅2 berkisar antara 0
dan 1. Angka 0 menunjukkan bahwa variasi apapun pada dependent variable tidak
berhubungan denga variasi atau perubahan pada independent variable. Dengan kata lain
pada kasus ini, berapapun jumlah produksi Pulp dan kertas sebagai contohnya, tidak
berkaitan dengan perubahan pada jumlah konsumsi energi. Sebaliknya jika angka 𝑅2
adalah 1, maka seluruh perubahan pada dependent variable berkaitan dengan seluruh
variasi perubahan yang terjadi pada independent variable. Pada kasus ini; produksi pulp
dan kertas berhubungan secara sempurna terhadap perubahan konsumsi energi.

b. Adjusted 𝑹𝟐

Pada model multiple Regression, penambahan pada independent variable akan


meningkatkan nilai 𝑅2 . Hal ini menunjukkan bahwa nilai 𝑅2 saja tidak cukup untuk
menunjukkan bahwa model ini pas. Oleh karena itu nilai 𝑅2 perlu disesuaikan (adjusted
𝑅2 ), yaitu dengan cara membagi 𝑅2 dengan suatu angka derajat kebebasan. Angka 𝑅2
hanya akan bertambah besar jika memang penambahan independent variable memang
betul-betul memperbaiki model, bukan hanya disebabkan oleh peluang acak saja.

c. Root Mean Squared Error (RMSE)

RMSE adalah indikator yang menunjukkan seberapa tersebarnya suatu data, atau variasi
keberagaman. Dengan demikian menunjukkan seberapa besar angka Y yang sebenarnya
dibandingkan dengan angka Y yang diprediksikan. Dengan kata lain angka ini merupakan
standar deviasi dari suatu kesalahan prediksi.

d. F- Statistika

F-statistik serupa dengan t-statistik, tetapi untuk keseluruhan model persamaan bukan
hanya satu individu variabel. Pada pengujan sebuah model, makin besar nilai F, hasilnya
makin baik.

Pada fungsi regresi di Microsoft Excel, Significance F adalah model equivalen dari nilai p
untuk sebuah variable individu. Dengan demikian nilai rendah dari Significance F lebih
diinginkan.

Bab 6 Jenis-jenis Energi di pabrik Pulp dan Kertas

22
6.1. Pabrik Pulp dan Kertas Terintegrasi
Berdasarkan hasil kunjungan lapangan ke pabrik Pulp dan Kertas PT RAPP dan juga dari data-data
yang diperoleh dari hasil studi sebelumnya yang mengambil sampel pabrik lain seperti IKPP
Perawang, maka bisa diketahui jenis-jenis energi yang dikonsumsi di pabrik Pulp dan Kertas
terintegrasi.

6.1.1. PT Riau Andalan Pulp dan Kertas (RAPP/APRIL GROUP)


Berdasarkan data yang diberikan oleh PT RAPP saat Pusdatin bersama tim tenaga ahli
melakukan kunjunan ke Riau, lebih dari 50 persen energi yang digunakan PT RAPP adalah
batubara.

Tabel 7. Jenis-Jenis energi di pabrik pulp dan kertas terintegrasi

Tahun COAL GAS MFO DO TOTAL


2016 12.355 7.011 432 177 19.975
61,852% 35,099% 2,163% 0,886%
2017 8.665 7.953 411 143 17.172
50,460% 46,314% 2,393% 0,833%
2018 8.570 7.585 722 137 17.014
50,370% 44,581% 4,244% 0,805%

Gambar 12 Konsumsi bahan bakar fosil

Tabel 8. Jenis-jenis energi non-fosil di PT RAPP

Tankos Serat buah


Tahun Black Liquor Bark kelapa Kelapa Palm Shell Methanol Brown Fiber Sludge TOTAL
sawit Sawit
2016 53461 5472 0 830 639 334 309 912 61957
86,287% 8,832% 1,340% 1,031% 0,539% 0,499% 1,472%
2017 55271 5830 284 1119 842 264 537 566 64713
85,409% 9,009% 0,439% 1,729% 1,301% 0,408% 0,830% 0,875%
2018 57560 5867 1523 737 1434 289 620 0 68030
84,610% 8,624% 2,239% 1,083% 2,108% 0,425% 0,911% 1,17%

23
Gambar 13. Konsumsi bahan bakar non fosil

Tabel 9. Produksi PT RAPP

TAHUN PRODUKSI (TON) TOTAL ENERGY (GJ) SEC (GJ/TON)


PULP PAPER TISSUE
2016 2.686.596 833.100 0 81.931 0,0233
2017 2.706.926 1.037.095 0 81.886 0,0219
2018 2.595.866 1.031.354 0 85.043 0,0234

6.1.2. IKPP Perawang


Indah Kiat Pulp dan Paper adalah salah satu pabrik milik Sinar Mas Grup yang mendominasi
industri pulp dan kertas di Indonesia. Data-data IKPP bukan diperoleh dari kunjungan
lapangan, melainkan dari hasil studi yang pernah dilakukan sebelumnya. Profil konsumsi
energi di IKPP Perawang adalah sebagai berikut:

Gambar 14. Komposisi penggunaan energi di IKPP

Seperti ditampilkan pada gambar, konsumsi energi bahan bakar non fossil lebih besar
dibandingkan konsumsi energi bahan bakar fossil.

24
Coal MFO DO NG
99,085% 0,094% 0,821% 0,000009%

Gambar 15. Sebaran Konsumsi Bahan Bakar Fossil

Konsumsi bahan bakar fosil didominasi oleh batubara (sekitar 99 persen). Sedangkan
konsumsi bahan bakar non fossil didominasi oleh black liquor (sekitar 79 persen).

Black Liquor Bark Palmshell Saw Dust Fibre Tankos


79,170% 19,417% 0,253% 0,277% 0,582% 0,300%

Gambar 16. Sebaran Konsumsi Bahan Bakar Non Fossil

Data yang didapatkan dari kedua pabrik ini menunjukkan besarnya konsumsi bahan bakar
non fosil yang semuanya merupakan biomass. Black liquor pada dasarnya adalah lignin
dari bahan bakar kayu yang dipisahkan dari campuran utama white liquor dan lignin hasil
proses di mesin digester.

Selain itu pemanfatan limbah dari industri sawit seperti cangkang kelapa sawit, fibre dan
tandan kosong cukup menjanjikan kedepan. Seperti diketahui industri pengolahan kelapa
sawit menghasilkan produk samping seperti Fiber, Effluent, Shell dan tandan kosong (lihat

25
Gambar 17) yang masih mengandung energi, sehingga bisa dimanfaatkan sebagai sumber
energi.

Persentase penggunaan energi biomass yang besar berkontribusi terhadap pengurangan


emisi gas rumah kaca, karena biomass dianggap sebagai carbon neutral.

Gambar 17. Residu dari industri pengolahan kelapa sawit.

Konsumsi energi tertinggi di industri pulp dan kertas terintegrasi adalah pada proses
pembuatan pulp lalu diikuti oleh mesin pembuat kertas (Paper Machine), seperti
ditampilkan pada grafik berikut ini:

Gambar 18. Distribusi penggunaan energi di pabrik Pulp dan Kertas terintegrasi

Dari hasil studi yang dilakukan oleh Kementerian Perindustrian sebelumnya, diperoleh
profil konsumsi energi yang kurang lebih hampir sama, beberapa contoh diantaranya
sebagai berikut:

26
6.1.3. Pulp dan Kertas 1
Pada pabrik Pulp dan Kertas 1, konsumsi energi didominasi oleh Biomass dan diikuti oleh
batubara serta gas alam. Intensitas konsumsi energinya sekitar 0,03 Tjoule/ton atau 0,03
Gj/kg.

Pulp & Paper 1 Pulp & Paper 1


100.000
3.500.000 0,060
80.000 Biomass 3.000.000 0,050

TJoule/Tproduct
Ton
LPG 2.500.000
60.000 0,040
Tjoule

Natural Gas 2.000.000


0,030
40.000 Waste Oil 1.500.000
0,020
MFO
1.000.000
20.000 500.000 0,010
IDO/Diesel
- -
- Coal

PRODUCTION (Pulp and Paper) Stationary Energy Intensity

Gambar 19. Distribusi penggunaan energi di pabrik Pulp dan kertas 1

6.1.4. Pulp dan kertas 2


Pada pabrik Pulp dan Kertas 2, konsumsi energi didominasi oleh Biomass dan diikuti oleh
batubara serta gas alam. Intensitas konsumsi energinya sekitar 0,04 Tjoule/ton atau 0,04
Gj/kg.

Pulp & Paper 2


3.500.000 0,060
3.000.000 0,050 TJoule/Tproduct
2.500.000
0,040
2.000.000
Ton

0,030
1.500.000
0,020
1.000.000
500.000 0,010

- -

PRODUCTION (Pulp and Paper) Stationary Energy Intensity

Gambar 20 Distribusi penggunaan energi di pabrik Pulp dan kertas 2

6.1.5. Pulp dan kertas 3


Pada pabrik Pulp dan Kertas 3, konsumsi energi didominasi oleh Biomass dan diikuti oleh
batubara serta gas alam. Intensitas konsumsi energinya sekitar 0, 0455 Tjoule/ton atau 0,
045 Gj/kg.

27
Pulp & Paper 3 Pulp & Paper 3
50.000 Biomass 1.500.000 0,060

LPG 0,050
40.000

TJoule/Tproduct
Natural Gas 1.000.000 0,040
30.000

Ton
Waste Oil
Tjoule

0,030
20.000 MFO 500.000 0,020
IDO/Diesel 0,010
10.000
Coal - -
-
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017 PRODUCTION (Pulp and Paper) Stationary Energy Intensity

Gambar 21 Distribusi penggunaan energi di pabrik Pulp dan kertas 3

6.2. Pabrik Tissue


Kunjungan lapangan dilakukan ke PT GBH yang berlokasi di Kabupaten Karawang. Sayang sekali
data yang diperoleh dari GBH kurang lengkap, karena konsumsi gas alamnya tidak diperoleh. Oleh
karena itu data-datanya tidak bisa diolah lebih lanjut pada studi kali ini. Dari studi lain yang
pernah dilakukan sebelumnya, pola konsumsi energi di beberapa pabrik tisu adalah sebagai
berikut:

6.2.1. Pabrik Tissue 1

Tissue 1 Tissue 1
6.000
500.000 0,020

TJoule/Tproduct
Tjoule

5.000 MOBILE COMBUSTION


400.000 0,015
Electricity
4.000 Biomass 300.000
Ton

LPG 0,010
3.000 200.000
Natural Gas
2.000 Waste Oil 100.000 0,005
MFO
1.000 - -
IDO/Diesel
Coal
-
2010
2011
2012
2013
2014
2015
2016
2017

PRODUCTION (Tissue) Ton Stationary Energy Intensity


Mobile Energy Intensity Electricity

Gambar 22. Distribusi penggunaan energi di pabrik Tissue 1

Pada pabrik tissue 1, konsumsi energi didominasi oleh Batubara dan diikuti oleh listrik PLN dan
serta gas alam. Intensitas konsumsi energinya sekitar 0,014 Tjoule/ton atau 0,014 Gj/kg.

28
6.2.2. Pabrik Tissue 2

Tjoule Tissue 2 Tissue 2


MOBILE COMBUSTION
12.000 Electricity 1.000.000 0,020

TJoule/Tproduct
10.000 Biomass
800.000
0,015
8.000 LPG
600.000

Ton
Natural Gas
6.000 0,010
Waste Oil 400.000
4.000 MFO 0,005
200.000
2.000 IDO/Diesel
Coal - -
-

PRODUCTION (Tissue) Ton Stationary Energy Intensity


Mobile Energy Intensity Electricity

Gambar 23. Distribusi penggunaan energi di pabrik Tissue 2

Pada pabrik tissue 2, konsumsi energi didominasi oleh gas alam dan diikuti oleh batubara.
Intensitas konsumsi energinya sekitar 0,011 Tjoule/ton atau 0,011 Gj/kg.

6.2.3. Pabrik Tissue 3

4.000
Tissue 3 Tissue 3
500.000 0,006
Ton

3.500
Tjoule

MOBILE COMBUSTION

TJoule/Tproduct
3.000 400.000
Electricity
Biomass 0,004
2.500 300.000
LPG
2.000
Natural Gas 200.000
1.500 0,002
Waste Oil
1.000 MFO 100.000
500 IDO/Diesel
- 0,000
Coal
0

PRODUCTION (Tissue) Stationary Energy Intensity


Electricity Mobile Energy Intensity

Gambar 24. Distribusi penggunaan energi di pabrik tissue 3

Pada pabrik tissue 3, konsumsi energi didominasi oleh gas alam dan diikuti oleh listrik PLN.
Intensitas konsumsi energinya sekitar 0,009 Tjoule/ton atau 0,009 Gj/kg.

Dari data-data konsumsi energi ketiga pabrik serta dari pengamatan selama kunjungan ke pabrik
Tissue GBH, sebagian energi termal digunakan untuk membangkitkan listrik, dan sisanya untuk
menghasilkan steam untuk proses. Beberapa pabrik tidak menghasikan energi listriknya sendiri.
Ini yang terlihat pada data-data dipabrik tissue no 3, dimana konsumsi energi listrik dri PLN jauh
lebih tinggi dibandingkan pabrik no 1 dan no 2. Demikian juga yang terjadi di PT GBH, keseluruhan
listrik yang dibutuhkan oleh pabrik, diperoleh dari PLN, karena GBH tidak memproduksi listrik
sendiri, dan bahan bakar (batu bara dan gas alam) digunakan untuk menghasilkan steam untuk
kebutuhan proses di pabrik dan proses pemanasan udara untuk kebutuhan drying pada Paper
Machine.

29
6.3. Pabrik kertas
Kunjungan ke pabrik kertas dilakukan hanya ke PT. Fajar Surya Wisesa yang memproduksi kertas
dari bahan baku kertas bekas. Pola konsumsi energi di pabrik ini adalah ditampilkan sebagai
berikut:

Gambar 25. Distribusi konsumsi energi di PT.Fajar Surya Wisesa

Konsumsi energi primer terbesar di PT Fajar Wisesa adalah batubara dan gas alam. Batu bara
digunakan sebagai bahan bakar Boiler untuk menghasilkan steam. Steam di pabrik ini digunakan
untuk proses dan sebagai pengerak steam turbine generator yang menghasilkan listrik.
Sedangkan gas alam digunakan sebagai bahan bakar PLTGU, dimana steam yang dihasilkan oleh
Heat Recovery steam generator (HRSG) digunakan sebagai penggerak steam generator untuk
menghasilkan listrik dan steam untuk kebutuhan proses di pabrik.

Gambar 26. Pola distribusi energi di PT.Fajar Surya Wisesa

30
Intensitas Energi atau SEC di PT. Fajar Wisesa adalah 0, 0117 TJ/ton atau 0,0117 GJ/kg. Dari hasil studi
tahun sebelumnya diperoleh data-data sebagai berikut:

6.3.1. Pabrik kertas tulis, cetak dan berita 1

Write,Print,News 1 Write,Print,News 1
25.000 1.500.000 0,025

TJoule/Tproduct
MOBILE COMBUSTION 0,020
20.000 Electricity
1.000.000
Biomass 0,015

Ton
15.000
Tjoule

LPG
Natural Gas 0,010
10.000 Waste Oil 500.000
MFO 0,005
5.000 IDO/Diesel
Coal - -
-
PRODUCTION (Paper) Stationary Energy Intensity
Mobile Energy Intensity Electricity Intensity

Gambar 27. Distribusi penggunaan energi di pabrik kertas tulis 1

Pada pabrik kertas tulis, cetak dan berita 1, konsumsi energi primer didominasi oleh batubara diikuti
oleh listrik PLN. Meskipun demikian sebagian besar energi batubara dikonversi menjadi energi listrik
yang digunakan di pabrik.

Intensitas energi di pabrik 1 adalah 0,018 TJ/ton produk atau 0,018 GJ/ton produk. Intensitas energi
Pabrik 1 lebih tinggi dibandingkan PT Fajar Surya Wisesa diantaranya disebabkan karena Pabrik 1
memproduksi hampir semua energi listrik yang dibutuhkan. Dan kita tahu bahwa efesiensi PLTU
hanya berkisar diangka 35 persen, yang berarti banyak sekali energi yang terbuang pada proses
konversi energi termal ke energi listrik di PLTU. Sedangkan PT. Fajar Wisesa memasang PLTGU yang
lebih efesien dibandingkan PLTU.

31
Bab 7. KAPASITAS PRODUKSI DAN LAJU PRODUKSI PABRIK PULP DAN KERTAS

Menghitung kebutuhan energi di industri pulp dan kertas memerlukan data historis yang cukup besar
terkait konsumsi energi di tahun-tahun yang lalu dan juga data-data tentang kapasitas terpasang dari
setiap pabrik. Data-data ini kami peroleh diantaranya dari APKI.

7.1. Pabrik Tissue

Tabel 10. Kapasitas Terpasang dan Produksi Pabrik Tissue

Sumber: Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, 2018

Kapasitas Terpasang (Ton)

1.897.220

1.350.120
1.170.708
943.177

2014 2015 2016 2017

Sumber: Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), 2018

Gambar 28. Kapasitas terpasang pabrik tissue

32
Produksi (Ton)
1200000 70,00%

1000000 60,00%
50,00%
800000
40,00%
600000
30,00%
400000
20,00%
200000 10,00%
0 0,00%
2014 2015 2016 2017

Produksi(Ton) % Kapasitas

Sumber: Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), 2018

Gambar 29. Produksi tissue

7.2. Pabrik Kertas

Tabel 11. Kapasitas Terpasang dan Produksi Pabrik Kertas

Sumber: Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia, 2018

33
Kapasitas Terpasang (Ton)

5.523.455 5.523.455 5.521.855 5.501.235

2014 2015 2016 2017

Sumber: Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), 2018

Gambar 30. kapasitas terpasang pabrik kertas

produksi (ton)
5000000 100,00%
4500000
4000000 80,00%
3500000
3000000 60,00%
2500000
2000000 40,00%
1500000
1000000 20,00%
500000
0 0,00%
2014 2015 2016 2017

Produksi (Ton) % Kapasitas

Sumber: Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), 2018

Gambar 31. Produksi kertas

34
7.3. Pabrik Pulp dan kertas

14
Paper
Millions Ton

12
Pulp
10

Others
Others
APP

Others
APP

Others

Others

Others

Others

Others
APP

APP

APP

APP

APP

APP
RAPP

RAPP

RAPP

RAPP

RAPP

RAPP

RAPP

RAPP
2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017

Sumber: Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), 2018

Gambar 32. Produksi dari pabrik Pulp dan kertas terintegrasi

Tabel 12 Kapasitas terpasang Pabrik IPK

Sumber: Asosiasi Pulp dan Kertas Indonesia (APKI), 2018

Berdasarkan data dari APKI, realisasi produksi industri pulp pada tahun 2017 hanya sekitar 76 persen,
atau 7.836.208 ton.

35
BAB 8. PERHITUNGAN PROYEKSI KEBUTUHAN ENERGI

8.1. Metode perhitungan


Perhitungan kebutuhan energi di industri pulp dan kertas menggunakan metode persamaan
normalisasi regresi dan Intensitas Energi. Berdasarkan data-data yang tersedia dari hasil survey
dan juga hasil-hasil studi sebelumnya maka metode perhitungan sebagai berikut:

1. Pembuatan model persamaan regresi linier untuk industri Pulp dan Kertas. Persamaan
yang digunakan dari hasil regresi linier adalah sebagai berikut:

Regression Statistics
Multiple R 0,97062657
R Square 0,94211594
Adjusted R Square 0,91730848

𝒀 = 𝟗𝟏𝟐𝟒𝟔𝟒, 𝟒𝟖𝟔 + 𝟏𝟖, 𝟑𝟖𝟗𝟔𝟓𝟎𝟓 𝑷𝒖𝒍𝒑 + 𝟑𝟓, 𝟒𝟎𝟑𝟒𝟑𝟏𝟔 𝑷𝒂𝒑𝒆𝒓 + 𝟔𝟐, 𝟕𝟕𝟕𝟏𝟕𝟗𝟗 𝑻𝒊𝒔𝒔𝒖𝒆

Sebagai contoh:

 Produksi Pulp : 2.942.180 ton


 Produksi kertas: 1.071.237 ton
 Energi = 912.464,486 + 18,39 (2.942.180) + 35,4(1.071.237) + 62,78(342.371)
= 114.434.969,8 GJ atau 114.434 TJ.

2. Perhitungan menggunakan energi intensitas. Angka intensitas energi diperoleh dari hasil-
hasil studi di industri Pulp dan Kertas. Dengan menggunakan intensitas energi di satu
sektor industri, kita bisa menghitung kebutuhan energi untuk satu periode waktu
tertentu yaitu; Intensitas dikalikan dengan proyeksi jumlah produksi perperiode waktu
tertentu.

Sebagai contoh:

• Diketahui intensitas energi pabrik Pulp dan Paper terintegrasi ; 0,044 TJ/Ton
• Jika produksi Pulp 3 juta ton, maka energi yang dikonsumsi adalah
3.000.000 Ton x 0,042 TJ/Ton = 126.000 TJ.

126.000 TJ merupakan energy total, yang bisa dirinci kembali menjadi konsumsi untuk setiap jenis
energinya , jika distribusi konsumsi energi untuk setiap katagori pabrik bisa didapatkan.

36
8.2. Penentuan Laju Produksi Pulp Dan Kertas

Untuk menentukan jumlah energi kedepan yang dibutuhkan oleh suatu sektor industri, maka
perlu dilakukan kajian mengenai potensi pertumbuhan industri itu sendiri kedepan, dalam studi
yaitu industri pulp dan kertas. Dengan demikian kita bisa meramalkan jumlah dan laju produksi
pulp dan kertas untuk beberapa tahun ke depan.

8.3. Proyeksi produksi Pulp dan Kertas

Untuk menghitung kebutuhan energi di industri Pulp dan Kertas, maka diperlukan proyeksi
produksi pulp dan kertas ditahun-tahun yang akan datang. Untuk itu kita perlu
mempertimbangkan beberapa factor yang mendorong pertumbuhan sekaligus juga factor-faktor
yang berpotensi menghambat pertumbuhan.

8.4. Potensi Pertumbuhan

Beberapa point yang berkorelasi positip terhadap pertumbuhan industri pulp dan kertas adalah
sebagai berikut:

a. Faktor Internal Indonesia


1. Hampir semua jenis kertas sudah dapat diproduksi di Indonesia, ini berarti dari sisi
penguasan teknologi proses tidak ada hambatan yang signifikan. Dari hasil survey
terhadap beberapa pabrik pulp dan kertas di Indonesia, terlihat mereka sudah memasang
teknologi terbaik yang ditawarkan oleh para produsen mesin terkemuka di dunia, dengan
demikian industri Pulp dan kertas di Indonesia sudah mecapai level yang tinggi dilihat dari
sisi kualitas dan keberagaman produk .
2. Konsumsi kertas per kapita di Indonesia masih sangat rendah yaitu sekitar 32.6 kg
dibandingkan negara maju antara lain : USA 324 kg , Belgia 295 kg , Denmark 270 , Kanada
250 kg , Jepang 242 kg , Singapura , 180 kg , Korea 160 kg , dan Malaysia 106 kg. 
dengan
melihat angka angka ini, adalah wajar jika kita berharap bahwa akan ada peningkatan yang
signifikan terhadap kebutuhan kertas di Indonesia, atau dengan kata lain pasar kertas di
Indonesia akan terus berkembang.
3. Industri hilir kertas juga sudah berkembang, antara lain industri Kertas Karton
Bergelombang (KKG), percetakan, buku tulis, industri converting, dll.
4. Potensi hutan di Indonesia masih sangat besar. Fakta ini diharapkan akan menjadi
keunggulan komparatif yang membantu pertumbuhan industri Pulp di Indonesia.

Tabel 13. Pemanfaatan Potensi Hutan Indonesia

Tujuan Penggunaan Luas (juta Ha) Produksi (Juta m3)


HTI Pulp 8,00 200,0
HTI 2,62 60,6
HTI energi 0,90 19,6

37
Saat ini alokasi kawasan HTI yang dialokasikan Pemerintah sampai dengan tahun 2020
yaitu sebesar 11, 52 juta Ha, dengan proporsi terbanyak diberikan pada HTI untuk pulp
sebesar 8 juta Ha. Realisasi pembangunan HTI saat ini mencapai 3,836 Juta Ha.

5. Produk Pulp dan kertas merupakan unggulan eksport Indonesia. Pulp dan kertas
merupakan salah satu dari 5 produk unggulan untuk eksport. Angka-angka ekspor ke lima
sektor ini cenderung stabil seperti ditampilkan pada grafik berikut:

Gambar 33. Laju ekspor dari 5 produk-produk unggulan Indonesia

Diantara kelima komoditas ekspor unggulan yang menyumbangkan volume ekspor


terbesar di dunia tersebut, komoditas pulp dan kertas memiliki struktur industri yang
sangat kuat dibandingkan dengan industri lainnya yang ada di Indonesia. Industri pulp dan
kertas tidak mengalami ketergantungan impor bahan baku, bahkan bahan baku dalam
bentuk Akasia dan Eucalyptus tersedia dalam jumlah yang banyak untuk jangka waktu yang
panjang. Dengan demikian membuat sektor industri pulp dan kertas di Indonesia memiliki
keunggulan komparatif, dibandingkan dengan industri pulp dan kertas dari negara pesaing
seperti Amerika Serikat (AS) maupun Eropa. Di Amerika atau Eropa untuk mengadakan
bahan baku produksi pulp dan kertas membutuhkan waktu 40 sampai 80 tahun, sedangkan
di Indonesia hanya membutuhkan waktu enam tahun. Kekuatan inilah yang membuat
penetrasi pasar industri kertas Indonesia ke pasar ekspor.

b. Faktor eksternal

Pasar produk kertas secara global terus bertumbuh, namun menujukkan tren yang berbeda-
beda pada masing masing produk seperti yang ditampilkan pada grafik berikut ini:

38
Sumber : McKinsey , 2019

Gambar 34. Pertumbuhan industri kertas dunia

Industri kertas terus bertumbuh meskipun ada sedikit penurunan pada jenis kertas grapis
(printing dan newsprint). Produk kertas yang paling tinggi laju pertumbuhannya adalah kertas
tisu (3,6 persen per tahun). Sedangkan industri kertas yang sudang menurun pertumbuhannya
adalah untuk produk newsprint dan Printing and writing.

Sumber : McKinsey , 2019

Gambar 35. Pertumbuhan Industri Pulp dan Kertas di Beberapa Kawasan

39
Hasil studi dari Mc Kinsey pada tahun 2019 menunjukkan bahwa angka-angka pertumbuhan
kebutuhan pasar di Asia Tenggara akan positip pada produk-produk sebagai berikut:
Tabel 14. Nilai CAGR produk Pulp dan Kertas

No Jenis Kertas CAGR (


1 Tissue persen)
>2
2 Wood free paper 0-2
3 Kraft paper and speciality 0-2
4 Cartonboard >2
5 Container board >2
6 Market bleached hardwood kraft >2
7 pulp
Market bleached softwood kraft pulp >2

8.5. Hambatan industri


Meskipun angka-angka diatas menjanjikan pertumbuhan positip ke depan, tetapi tetap saja ada
hal-hal yang dianggap akan berpotensi menghambat dan membuat pertumbuhan negative,
diantaranya adalah:
1. Aturan pemerintah terkait lingkungan yang dirasa menghambat misalnya adalah beberapa
point di Permen LHK no 17-2017, yang pada implementasinya berpotensi untuk menurunkan
ketersediaan bahan baku.
2. Isu-isu lingkungan terkait kertas bekas yang diimpor ke Indonesia sebagai bahan baku.
3. Kebakaran hutan membuat Indonesia menjadi target sentiment negatif di dunia, yang
berpotensi untuk lahirnya peraturan-peraturan baru terkait konservasi hutan sebagai respon
terhadap tekanan dunia internasional. Hal ini berpotensi kepada menurunnya ketersediaan
bahan baku kayu.
4. Komitmen pemerintah Indonesia untuk menurunkan emisi gas rumah kaca berpotensi
menurunkan ketersediaan bahan bakun kayu, karena target pemerintah untuk penurunan
GRK cukup tinggi yaitu 29 persen tanpa bantuan atau 41 persen dengan bantuan internasional
pada tahun 2030. Dengan adanya kebakaran lahan gambut pada beberapa tahun terakhir ini
akan meningkatkan upaya-upaya deforestrisasi sebagai kompensasi dari kebakaran lahan
gambut.
5. Posisi ekspor pulp Indonesia menepati urutan kelima di dunia, ditahun 2017 market share
ekspor produk pulp Indonesia sebesar 5,2 persen dari keseluruhan kebutuhan pulp dunia.
Pada market share sebesar 5,2 persen tersebut, Indonesia telah memaksimalkan
produktifitas hutan sebesar 83 persen dari potensi hutan tanam industri yang dimiliki oleh
Indonesia. Oleh karena itu dapat kita simpulkan bahwa keunggulan ekspor pulp diindonesia
telah sampai pada titik maksimal dan cenderung untuk stagnan pada titik market share
ekspor pulp dunia sebesar 5,2 persen.

Berdasarkan data hasil FGD dan studi literatur yang dilakukan, dapat disimpulkan bahwa
pertumbuhan industi pulp akan cenderung stagnan, sementara pertumbuhan industri tisu
cenderung meningkat. Pada industri kertas, pertumbuhan positif akan ditujukkan oleh produk
kertas kemasan, sedangkan kertas untuk print, newspaper akan cenderung menurun.

40
BAB 9. HASIL PERHITUNGAN KEBUTUHAN ENERGI DI SEKTOR PULP DAN KERTAS

Perhitungan energi di sektor Pulp dan Kertas membutuhkan data kapasitas produksi dan data
produksi. Data-data ini berfungsi sebagai variabel input untuk modeling yang sudah dibuat dengan
metode regresi pada industri Pulp dan kertas terintegrasi. Data-data inipun digunakan sebagai faktor
pengkali pada perhitungan energi menggunakan intensitas energi per sub sektor industri. Perhitungan
dibatasi oleh data-data yang tersedia. Untuk data-data kapasitas dan juga produksi per sub sektor
indutri Pulp dan kertas diperoleh dari APKI.

9.1. Energi Untuk Industri Pulp dan Kertas Terintegrasi

Dengan mengasumsi bahwa tingkat produksi ditahun 2020 sekitar 80 persen dari kapasitas
terpasang, dan meningkat 2,5 persen setiap tahun, maka kebutuhan energi di sektor Pulp dan
kertas terintegrasi ditampilkan pada grafik berikut:

energi demand
500000000
450000000
465.080.000 465.080.000 465.080.000
400000000
350000000 395.318.000
372.064.000 383.691.000
Giga Jpule

300000000
250000000
200000000
150000000
100000000
50000000
0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 36. Kebutuhan energi total pabrik pulp dan kertas terintegrasi

Jumlah energi yang dibutuhkan jika mengacu kepada kapasitas terpasang adalah sekitar
465.080.000 GJ pertahun. Energi ini dalam bentuk energi termal. Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, bahwa pabrik pulp dan kertas terintegrasi membangkitkan energi listriknya sendiri.
Dari hasil survei menunjukkan bahwa komposisi energi termal yang dibutuhkan oleh industri pulp
dan kertas secara garis besar sebagai berikut:

Gambar 37. Komposisi energi termal

41
Kebutuhan energi fosil sekitar 37 persen dari kebutuhan energi total. Artinya, kebutuhan energi
fosil per tahun untuk industri pulp dan kertas reintegrasi adalah sebagai berikut:

energy demand (fossil)


200000000
180000000
160000000 172.079.600 172.079.600 172.079.600
140000000
141.965.670 146.267.660
120000000 137.663.680
Giga Jpule

100000000
80000000
60000000
40000000
20000000
0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 38. Kebutuhan energi termal di IPK terintegrasi

Penggunaan bahan bakar fosil pada industri pulp dan kertas terintegrasi didominasi oleh
batubara yaitu sekitar 76,5 persen dari total konsumsi energi bahan bakar fosil. Dengan melihat
bahwa rata-rata jenis batubara yang digunakan adalah dari jenis low rank coal yang memiliki nilai
kalori 4780 kcal/kg, maka kebutuhan batubara dalam ton per tahun ditampilkan pada grafik
berikut:

Coal demand. (ton)


7000000

6000000 6.577.804 6.577.804 6.577.804

5000000 5.426.688 5.591.133


5.262.243

4000000
Ton

3000000

2000000

1000000

0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 39. Kebutuhan batubara di IPK terintegrasi

42
Sedangkan kebutuhan gas alam sekitar 20 persen dari kebutuhan total energi termal.

Natural Gas (MMBTU)


35000000

30000000 32.619.994 32.619.994 32.619.994

25000000 26.911.495 27.726.995


26.095.995
MMBTU

20000000

15000000

10000000

5000000

0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 40. Kebutuhan gas alam di IPK terintegrasi

Sedangkan kebutuhan energi biomass sekitar 63 persen, dengan demikian kebutuhan energi
biomass sebagai berikut:

energi biomas (GJ)


350.000.000

300.000.000
293.000.400 293.000.400 293.000.400
250.000.000
241.725.330 249.050.340
234.400.320
200.000.000
GJ

150.000.000

100.000.000

50.000.000

0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 41. Kebutuhan biomas di IPK terintegrasi

Tetapi perlu diketahui bahwa sekitar 82,5 persen energi biomass dalam bentuk black liquor yang
merupakan waste recovery dari proses pemasakan kayu di digester. Dengan demikian maka
kebutuhan biomasa dari luar proses sebetulnya hanya sekitar 17,5 persen saja yang datang dari
bark (kulit kayu), tandan kosong, cangkang sawit fiber sawit, dan sebagainya.

43
Dengan demikian kebutuhan biomasa dari luar proses produksi adalah:

biomas impor (GJ)


60000000

50000000
51.275.070 51.275.070 51.275.070

40000000 42.301.933 43.583.810


41.020.056
GJ

30000000

20000000

10000000

0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 42. Kebutuhan biomas dari luar pabrik (impor)

9.2. Energi Untuk Industri Kertas Tisu

Dengan mengasumsi bahwa tingkat produksi ditahun 2020 sekitar 70 persen dari kapasitas
terpasang, dan meningkat 3 persen setiap tahun, maka kebutuhan energi di pada industri kertas
tisu, mencapai:

energi listrik (kWh)


800000000

700000000
685.105.304 685.105.304 685.105.304
600000000

500000000
520.680.031
500.126.872
479.573.713
GJ

400000000

300000000

200000000

100000000

0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 43. Kebutuhan energi listrik pertahun di industri tissue

44
Sedangkan untuk kebutuhan energi termal, ditampilkan pada grafik berikut:

energi termal (GJ)


30000000

28.458.300 28.458.300 28.458.300


25000000

20000000 21.628.308
20.774.559
19.920.810
GJ

15000000

10000000

5000000

0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 44. Kebutuhan energi thermal

Energi termal yang dikonsumsi di industri kertas tisu sekitar 42 persen dalam bentuk gas alam
dan 57 persen dalam bentuk batubara. Sehingga diperkirakan kebutuhannya masing-masing
akan mencapai:

Batubara (ton)
900000

800000
810.539 810.539 810.539
700000

600000
616.010
591.693
500000 567.377
Ton

400000

300000

200000

100000

0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 45. Kebutuhan batubara dalam ton pertahun

45
Gas Alam (MMBTU)
12000000

11.328.769 11.328.769 11.328.769


10000000

8000000 8.609.865
8.270.002
7.930.139
MMBTU

6000000

4000000

2000000

0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 46. Kebutuhan gas alam MMBTU pertahun

9.3. Energi Untuk industri kertas

Konsumsi energi termal atau bahan bakar di industri kertas lebih dari 90 persen. Energi thermal
ini digunakan untuk bahan bakar boiler yang kemudian mengasilkan steam untuk kebutuhan
pembangkitan listrik dan juga steam untuk proses.

energi termal (GJ)


140.000.000

120.000.000
121.027.170 121.027.170 121.027.170

100.000.000
99.847.415 102.873.095
96.821.736
Giga Joule

80.000.000

60.000.000

40.000.000

20.000.000

0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 47. Kebutuhan energi termal industri kertas

Dari data-data yang diperoleh selama kunjungan maupun dari studi yang lalu, sekitar 65 persen

46
bahan bakar atau energi thermal berasal dari batubara. Jika mengacu kepada batubara yang
digunakan sekarang ini (low rank coal dengan nilai kalor 4780 kcal/kg), maka diperoleh hitungan
kebutuhan batubara dalam ton pertahun.

batubara (ton)
4500000

4000000
3.930.849 3.930.849 3.930.849
3500000

3000000 3.242.950 3.341.221


3.144.679
2500000
Ton

2000000

1500000

1000000

500000

0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 48. Kebutuhan batubara dalam ton pertahun

Kebutuhan akan gas alam mencapai 14 persen dari total energi termal. Berdasarkan angka ini
diperoleh proyeksi kebutuhan gas alam sebagai bahan bakar dalam MMBTU per tahun seperti
yang ditunjukkan pada grafik berikut ini:

Gas Alam
18000000

16000000
16.059.625 16.059.625 16.059.625
14000000
13.650.681
12000000 13.249.191
12.847.700
MMBTU

10000000

8000000

6000000

4000000

2000000

0
2020 2021 2022

mengacu produksi mengacu kapasitas

Gambar 49. Kebutuhan gas alam dalam MMBTU

47
Sedangkan proyeksi listrik yang akan dibeli dari PLN ditampilkan pada Gambar 50. Perlu diingat
bahwa pabrik kertas sebenarnya membutuhkan energi listrik lebih besar dari yang ditampilkan
pada Gambar 50. Hal ini dikarenakan mereka membangkitkan listrik sendiri di dalam pabrik.
Listrik yang dibangkitan oleh pabrik tidak disertakan dalam perhitungan ini karena akan ada
menimbulkan perhitungan ganda. Listrik yang dibangkitkan sendiri oleh industri telah dihitung
dalam perhitungan bahan bakar (input mesin pembangkit) yang dibutuhkan industri.

Gambar 50. Kebutuhan energi listrik

48
BAB 10.
KEBUTUHAN ENERGI PADA SEKTOR INDUSTRI SEMEN, PUPUK, DAN BAJA

Sebagai pengayaan hasil analisis, ditambahkan materi mengenai konsumsi dan kebutuhan energi
pada empat sektor industri lahap energi lainnya. Analisa terhadap keempat sektor ini pernah
dilakukan Kementerian Perindustrian bersama UNDP pada tahun 2018.
10.1. Penggunaan Energi di Industri Semen, Pupuk, dan Baja
10.1.1. Pola Konsumsi Energi di Pabrik Pupuk
Energi yang dikonsumi oleh pabrik pupuk secara umum dibagi dua:
Energi yang dibeli dari luar
Energi yang dibeli dari luar terdiri dari:
a) Gas alam yang disuplai oleh Pertamina/Pertagas. Selain sebagai sumber energi, gas alam
digunakan juga sebagai bahan baku. Sekitar 38 persen dari gas alam yang dibeli oleh PKC
digunakan sebagai energi pada sistem pembakaran. Sisanya sekitar 62 persen digunakan
sebagai bahan baku produksi Ammonia.
Penggunaan terbesar gas alam sebagai energi adalah
i. Bahan bakar untuk pamanas di Primary Reformer sekitar 63.15 persen
ii. Bahan bakar package Boiler (utility boiler) sekitar 34,2 persen
iii. Bahan bakar Turbine Gas Generator sekitar 2,63 persen
b) Listrik yang dibeli dari PLN
Listrik yang dibeli dari PLN hanya sekitar 0,4 persen dari kebutuhan total energi (thermal
dan listrik) di PKC.
c) Batubara untuk kebutuhan pembangkitan energi listrik sendiri.

Gambar 51. Contoh skema konsumsi energi pabrik pupuk

Energi yang dihasilkan dari proses eksoterm dan Pemanfaatan panas buang
Beberapa proses yang terjadi di pabrik Ammonia menghasilkan panas yang dihasilkan dari
reaksi exsotermis, pembakaran udara, dan kompresi gas tekanan tinggi. Beberapa proses yang

49
menghasilkan panas signifikan diantaranya adalah:
 Panas buang dari Primary Reformer (Stack)
 Panas buang dari Secondary Reformer
 Shift Converter yang terdiri dari ;
 High temperature Shift Converter
 Low temperature Shif Converter
 Kompresi gas Sintesis
 Proses sintesi Ammonia

Gambar 52. Waste Heat Recovery pada NH3 Plant

Pada gambar diatas terlihat bahwa beberapa sistem pemanfaat panas buang terpasang
diantaranya;
 Primary Reformer; pemanfaatan panas yang terbuang dari pembakaran gas alam.
 Setelah Secondary Reformer
 Setelah High Temperature Shift Convereter
 Setelah Low Temperature Shift Converter
 Pada unit ammonia sintesis; memanfaatkan panas dari syn gas yang mengalir dari Syn Gas
Comperessor

Energi sekunder yang dibangkitkan sendiri


Unit Utilitas dilengkapi juga dengan steam Boiler (Package Boiler) dan Gas Turbine Generator
(GTG) untuk memproduksi steam dan listrik. Secara desain pabrik ammonia tidak
membutuhkan Boiler dengan pembakaran energi, karena steam dibangkitkan dengan
memanfaatkan panas yang dihasilkan dari proses eksotermis serta memanfaatkan panas buang
lainnya. Akan tetapi pada kondisi beban oparasi rendah atau pada kondisi derating, sistem
memerlukan sedikit steam tambahan yang diproduksi oleh Boiler pembakaran (Fuel Fired

50
Boiler) di unit Utilitas

Gambar 53. Pola konsumsi energi pabrik pupuk

10.2. Pola Konsumsi Energi di Pabrik Semen


Secara umum energi yang dikonsumsi di pabrik semen adalah energi panas dan energi listrik. Jika
dilihat dari energi primernya maka yang dibutuhkan oleh pabrik semen adalah bahan bakar (batubara,
gas, solar dan bahan bakar alternatif) dan listrik dari PLN. Beberapa pabrik memproduksi seluruh atau
sebagian dari listriknya dengan cara memasang pembangkit listrik sendiri (misal PLTU) dan atau
membangkitkan listrik dari penggunaan panas buang (heat recovery).
Sedangkan distribusi konsumsi energi di pabrik semen digambarkan dibawah ini, yaitu sebagian proses
menggunakan energi listrik saja, dan beberapa proses membutuhkan sekaligus energi panas dan
energi listrik.

51
Gambar 54. Pola konsumsi energi di pabrik semen

Penggunaan bakar bakar yang dirubah menjadi energi panas terbanyak adalah di Kiln dan pembangkit
energi listrik (untuk pabrik yang membangkitkan energinya sendiri). Sedangkan distribusi energi listrik
terbagi sebagai berikut

SEU Energi Listrik

LV side

Aux Utility

Aux Water

Jetty

Dispatch

Finish Mill

Kiln

Raw Mill

Quarry

0 1000000 2000000 3000000 4000000 5000000

Gambar 55. Contoh konsumi listrik di pabrik semen

10.3. Pola Konsumsi Energi di Pabrik Baja


 Industri baja merupakan industri dengan kategori high intensive energy consumption yaitu
industri dengan konsumsi energi di atas 6000 TOE (setara ton minyak).

52
 Komponen biaya energi menempati urutan kedua dalam struktur biaya produksi di industri
baja, yaitu sekitar 15 – 20 persen;
 Pada industri baja terpadu berbasis gas, energi listrik menempati urutan pertama sebesar
60 persen dari total biaya energi disusul oleh gas alam dan BBM.
 Pada proses pembuatan baja menggunakan EAF, tipikal konsumsi spesifik listrik sekitar 600
– 800 kWh per ton slab/billet dan dipengaruhi oleh jenis bahan baku, kapasitas EAF serta
daya transformer.
 Pada proses hot rolling, tipikal konsumsi spesifik listrik sekitar 100 – 150 kWh/ton dan
dipengaruhi oleh ukuran produk (tebal, lebar, diameter) serta kapasitas motor.

0,06

0,18

0,76

IRON MAKING STEEL MAKING ROLLING MILL

Gambar 56. Tipikal penggunaan energi listrik

0,15
0,06

0,79

IRON MAKING STEEL MAKING ROLLING MILL

Gambar 57. Tipikal distribusi penggunaan bahan bakar

Contoh distribusi konsumsi energi di pabrik baja PT Krakatau Steel yang menggunakan teknologi
berbasis gas alam, ditampilkan pada Gambar 58.

53
Gambar 58. Konsumsi Energi pada PT Krakatau Steel

Konsumsi energi di pabrik besi dan baja tergantung kepada jenis produk yang dihasilkan, teknologi
produksinya, jenis bahan bakar yang digunakan, kapasitas produksi dan usia energi. Data kapasitas
terpasang pada industri baja serta kebutuhan energi disain ditampilkan pada tabel berikut ini:
Tabel 15. Kapasitas terpasang pabrik besi dan baja

Kebutuhan Energi Utilisasi


Propinsi Perusahaan Komoditi Kapasitas (Ton) Proses
GJ/ton Rata-2

Banten HENG TAI YUAN INDONESIA STEEL GROUP,Pig


PT iron 150.000 Blast furnace 16,9 75
Banten INDOFERRO, PT Pig iron 1.000.000 Blast furnace 16,9 75
Banten KRAKATAU POSCO, PT Steel Plate 3.000.000 Rolling 1 95
Banten KRAKATAU POSCO, PT Steel Slab 4.500.000 Blast furnace 16,9 95
Banten KRAKATAU STEEL, PT Batang Kawat 475.000 Rolling 1 50
Banten KRAKATAU STEEL, PT Billet Baja 700.000 Electric Furnace 4 55
Banten KRAKATAU STEEL, PT HRC 2.400.000 Rolling 1 75
Banten KRAKATAU STEEL, PT Slab 1.850.000 Direct Reduction 17,5 95
Banten KRAKATAU WAJATAMA,PT Besi Beton/Profile 150.000 Rolling 1 50
Banten KRNG INDONESIA, PT Fine HBI, Ladle Slag Flux -
Banten KRNG INDONESIA, PT MSB (Mill Scale Briquetting) 165.000 Blast furnace 16,9 75
Banten CENTRAL STEEL INDONESIA, PT Besi Plat, Besi Ulir 200.000 Rolling 1 50
Banten CENTRAL STEEL INDONESIA, PT Billet 300.000 Electric Furnace 4 55
Banten CENTURY METALINDO, PT Ferromangan 30.000 Electric Furnace 4 65
Banten CITRA BARU STEEL, PT Besi Beton 180.000 Rolling 1 50
Banten CITRA BARU STEEL, PT Besi Profile 90.000 Rolling 1 50
Banten CITRA BARU STEEL, PT Besi Ulir 90.000 Rolling 4 50
Banten CITRA BARU STEEL, PT Steel Billet 400.000 Electric Furnace 4 55
Banten DELCOPRIMA PACIFIC, PT Plain Bars 40.000 Rolling 1 50
Banten GORDA PRIMA STEELWORKS, PT Billet baja 480.000 Electric Furnace 4 55
Banten HWA HOK STEEL, PT Besi Beton 184.680 Rolling 1 50
Banten HWA HOK STEEL, PT Billet 90.000 Electric Furnace 4 55
Banten NUSANTARA STEELMILLS INDONESIA, PT Angle 50.000 Rolling 1 50
Banten NUSANTARA STEELMILLS INDONESIA, PT Bar 120.000 Rolling 1 50
Banten SHIVA SAKTI STEEL, PT Billet 144.000 Electric Furnace 4 55
Banten SHIVA SAKTI STEEL, PT TMT bar 144.000 Rolling 1 50
Banten VITA PRODANA MANDIRI, PT Steel Billet 180.000 Electric Furnace 4 55
Banten BANGUN SARANA BAJA, PT Besi Beton 15.000 Rolling 1 50
Banten BANGUN SARANA BAJA, PT Besi Siku 30.000 Rolling 1 50
Banten BANGUN SARANA BAJA, PT Billet 45.000 Electric Furnace 4 55
Banten BINTANG TIMUR STEEL, PT Billet 70.240 Electric Furnace 4 55
Banten BINTANG TIMUR STEEL, PT FE Silicon Mangan 54.000 Electric Furnace 4 65

54
Banten BINTANG TIMUR STEEL, PT FE Silicon Mangan 54.000 Electric Furnace 4 65
Banten HERINDO GRAHA TAMA, PT Baja Tulangan 21.800 Rolling 1 50
Banten HUA GUAN METAL INDUSTRY, PT Besi Beton 2.400 Rolling 1 50
Banten HUA GUAN METAL INDUSTRY, PT Besi/Baja Tuang 2.400 Electric Furnace 4 55
Banten HWA LIEN STEEL FACTORY, PT Besi Beton, Siku, Plat Dan Ulir 36.000 Rolling 1 50
Banten INDO PRIMA BAJA RAKSA, PT Besi Beton 360 Rolling 1 50
Banten INDO PRIMA BAJA RAKSA, PT Besi Siku 120 Rolling 1 50
Banten INTER WORLD STEEL MILLS INDONESIA, PTBesi Beton 610.000 Rolling 1 50
Banten INTER WORLD STEEL MILLS INDONESIA, PTBesi/Baja Profil 50.000 Electric Furnace 4 50
Banten INTER WORLD STEEL MILLS INDONESIA, PTBesi/Baja Profile 400.000 Electric Furnace 4 50
Banten INTER WORLD STEEL MILLS INDONESIA, PTBillet 275.000 Electric Furnace 4 55
Banten LAUTAN STEEL INDONESIA, PT Billet 240.000 Electric Furnace 4 55
Banten LAUTAN STEEL INDONESIA, PT Steel (besi beton dan besi siku) 200.000 Rolling 1 50
Banten MANDIRI UNION SEJATI, PT Besi Siku, Strip, Kanal, Beton, U, T 200.000 Rolling 1 50
Banten MANDIRI UNION SEJATI, PT Billet 30.000 Electric Furnace 4 55
Banten NIAGA KONSTRUKSI INDONESIA, PT Steel Hexagon Bar 6.000 Rolling 1 50
Banten NIAGA KONSTRUKSI INDONESIA, PT Steel Round Bar 12.000 Rolling 1 50
Banten NIAGA KONSTRUKSI INDONESIA, PT Steel Square Bar 6.000 Rolling 1 50
Banten POWER STEEL INDONESIA, PT Besi Beton 144.000 Rolling 1 50
Banten POWER STEEL INDONESIA, PT Besi Tuang/Billet 200.000 Electric Furnace 4 55
Banten POWER STEEL MANDIRI, PT Besi Tuang 300.000 Electric Furnace 4 55
Banten SMS STEEL, PT Besi beton tulangan, besi siku, besi nako dan
100.000
plat Rolling 1 50
Banten SMS STEEL, PT Besi kasar (billet) 60.000 Rolling 1 50
Banten SMS STEEL, PT Ingot (Billet) Baja 70.000 Electric Furnace 4 55
Banten SUN DOLY, PT Metal Alloy 3.600 Electric Furnace 4 65
Banten TAMSON METAL, PT Steel Rolling 12.500 Rolling 1 50
Banten UNION YASHINDO, PT Besi Beton 190.000 Rolling 1 50
Banten UNION YASHINDO, PT Billet 120.000 Electric Furnace 4 55
Banten UNION YASHINDO, PT Billet baja 70.000 Electric Furnace 4 55
Banten SOLID SUPER STEEL, PT Besi billet 30.000 Rolling 1 55
Banten SOLID SUPER STEEL, PT Besi profil (siku, kanal U) 18.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta BAJAINDO ERAPRIMA, PT Besi Beton 150.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta BAJAINDO ERAPRIMA, PT INP, UNP, HNP Profile 150.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta BAJAINDO ERAPRIMA, PT Wire Rod 75.000 Rolling 1 85
D.K.I. Jakarta HONG XIN STEEL, PT Besi baja tulangan 240.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta HONG XIN STEEL, PT Besi billet 60.000 Rolling 1 55
D.K.I. Jakarta HONG XIN STEEL, PT Besi billet 60.000 Rolling 1 55
D.K.I. Jakarta JAKARTA CAKRA TUNGGAL, PT Baja Tulangan 260.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta JAKARTA CAKRA TUNGGAL, PT Billet/Slab 420.000 Electric Furnace 4 55
D.K.I. Jakarta JAKARTA CAKRA TUNGGAL, PT Rebar (Besi Beton) 100.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta JAKARTA CENTRAL ASIA STEEL, PT Billet Baja 400.000 Electric Furnace 4 55
D.K.I. Jakarta JAKARTA CENTRAL ASIA STEEL, PT Rolled Steel Bars/Rods 360.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta JAKARTA KYOEI STEEL WORKS LTD, PT Concrete Round Bar 98.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta JAKARTA KYOEI STEEL WORKS LTD, PT Wire Rod 20.000 Rolling 1 85
D.K.I. Jakarta JAKARTA STEEL MEGAH UTAMA, PT Billet 300.000 Electric Furnace 4 55
D.K.I. Jakarta JAKARTA STEEL MEGAH UTAMA, PT Steel Bar 140.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta KESA INDOTAMA, PT Billet Baja 200.000 Electric Furnace 4 55
D.K.I. Jakarta PULOGADUNG STEEL MFG CO LTD, PT Besi Beton 50.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta PULOGADUNG STEEL MFG CO LTD, PT Billet Baja 60.000 Electric Furnace 4 55
D.K.I. Jakarta THE MASTER STEEL MFG CO, PT Besi Ulir 54.420 Electric Furnace 4 50
D.K.I. Jakarta THE MASTER STEEL MFG CO, PT Billet/Slab 220.000 Electric Furnace 4 55
D.K.I. Jakarta THE MASTER STEEL MFG CO, PT Reinforced Bars 360.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta TOBU INDONESIA STEEL & CO LTD, PT Reinforced Bars 120.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta BAJA MARGA KHARISMA UTAMA, PT Besi Beton 165.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta BAJA WUHAN, PT Round Bars & Flat Bars 6.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta BUKIT BAJA NUSANTARA, PT Besi Baja 6.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta INDOBAJA DAYATAMA, PT Besi Baja Batangan 150.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta INDOBAJA DAYATAMA, PT Billet 250.000 Electric Furnace 4 55
D.K.I. Jakarta INDOBAJA DAYATAMA, PT Ingot Besi Baja 100.000 Electric Furnace 4 65
D.K.I. Jakarta INDUSTRI ANTJOL IRON FACTORY, PT Baja Tulangan 10.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta INTER WORLD STEEL MILLS INDONESIA, PT Profil
(1) Ringan 30.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta PANGERAN KARANG MURNI, PT Baja Batangan 50.000 Rolling 1 50
D.K.I. Jakarta PANGERAN KARANG MURNI, PT Billet Baja/Bloom 803.200 Electric Furnace 4 55
D.K.I. Jakarta PANGERAN KARANG MURNI, PT Profile & Wire Rod 395.200 Rolling 1 50
Jawa Barat ERA BAJA PRIMA SUKSES, PT Besi Beton 30.000 Rolling 1 50
Jawa Barat ERA BAJA PRIMA SUKSES, PT Besi Kanal UNP 12.000 Rolling 1 50
Jawa Barat ERA BAJA PRIMA SUKSES, PT Besi Siku/Strip 17.000 Rolling 1 50
Jawa Barat GUNUNG GAHAPI BAHARA, PT Baja Batangan 100.000 Rolling 1 50
Jawa Barat GUNUNG GARUDA, PT Baja Batangan 480.000 Rolling 1 50
Jawa Barat GUNUNG GARUDA, PT Billet Baja 250.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Barat GUNUNG GARUDA, PT Billet Baja Karbon Rendah 25.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Barat GUNUNG GARUDA, PT Billet Baja Paduan 75.000 Electric Furnace 4 55

55
Jawa Barat GUNUNG GARUDA, PT Billet Baja Paduan 75.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Barat GUNUNG GARUDA, PT Bloom Baja 200.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Barat GUNUNG RAJA PAKSI, PT Baja Lembaran 450.000 Rolling 1 50
Jawa Barat GUNUNG RAJA PAKSI, PT HRC 350.000 Rolling 1 75
Jawa Barat HUA HING STEEL INDONESIA, PT Besi Beton, Plat, Siku, Besi Ulir 10.000 Rolling 1 50
Jawa Barat HUA HING STEEL INDONESIA, PT Billet 86.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Barat ISPAT BUKIT BAJA, PT Baja Profile 126.000 Rolling 1 50
Jawa Barat ISPAT BUKIT BAJA, PT Steel Bars & Sections 180.000 Rolling 1 50
Jawa Barat TOYOGIRI IRON & STEEL, PT Billet 120.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Barat TOYOGIRI IRON & STEEL, PT Reinforced Bars 120.000 Rolling 1 50
Jawa Barat ANEKA DJAKARTA IRON STEEL, PT Besi Siku 3.600 Rolling 1 50
Jawa Barat CENTRAL FORTUNA STEEL, PT Baja Ulir, Strip, Siku 12.000 Rolling 1 50
Jawa Barat CENTRAL FORTUNA STEEL, PT Billet 13.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Barat HUA XING INDUSTRI, PT Besi Beton, Kanal 240.000 Rolling 1 50
Jawa Barat INDO PRIMA BAJA MULTI GUNA, PT Besi Beton 1.800 Rolling 1 50
Jawa Barat INDO PRIMA BAJA MULTI GUNA, PT Besi Siku 3.600 Rolling 1 50
Jawa Barat INDOPRIMA BAJA MULTIGUNA, PT Besi Beton 2.520 Rolling 1 50
Jawa Barat INDOPRIMA BAJA MULTIGUNA, PT Besi Siku 3.600 Rolling 1 50
Jawa Barat BAJA BAHANA UTAMA, PT Profile Baja (Baja Tulangan, Strip, Rel). 8.400 Rolling 1 50
Jawa Barat KARAWANG PRIMA SEJAHTERA STEEL, PT Besi Plat, Profile 2.000 Rolling 1 50
Jawa Barat RADI LOGAM INDONESIA, PT Chrome alloy 7.000 Electric Furnace 4 65
Jawa Barat RADI LOGAM INDONESIA, PT Mangan alloy 5.000 Electric Furnace 4 65
Jawa Barat WAN BAO LONG STEEL, PT Besi beton, besi siku 35.000 Rolling 1 50
Jawa Barat WAN BAO LONG STEEL, PT Billet baja 40.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Barat INDOTAMA FERRO ALLOYS, PT Ferro Manganese, Ferro Silicone 100.000 Electric Furnace 4 65
Jawa Barat SUMBER BAJA PRIMA, PT Pellet besi (iron pellet) 300.000 Ore Preparation 4 80
Jawa Tengah ABADI JAYA MANUNGGAL, PT Besi Beton 36.000 Rolling 1 50
Jawa Tengah ABADI JAYA MANUNGGAL, PT Billet 36.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Tengah EMPEROR STEEL CORPORATION, PT Baja Batangan 120.000 Rolling 1 50
Jawa Tengah INTI GENERAL YAJA STEEL, PT Besi Beton 100.000 Rolling 1 50
Jawa Tengah INTI GENERAL YAJA STEEL, PT Billet 160.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Tengah RIA SARANA PUTRA JAYA, PT Besi Beton 10.000 Rolling 1 50
Jawa Timur BAHAGIA STEEL, PT Angle Bar (Besi Siku) 15.000 Rolling 1 50
Jawa Timur BAHAGIA STEEL, PT Billet 50.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur BAHAGIA STEEL, PT Deform Bar (Besi Beton Ulir) 25.000 Rolling 1 50
Jawa Timur BAHAGIA STEEL, PT Round Bar (Besi Beton Polos) 40.000 Rolling 1 50
Jawa Timur BAHAGIA STEEL, PT Round Bar (Besi Beton Polos) 40.000 Rolling 1 50
Jawa Timur BAHAGIA STEEL, PT Wire Rod 7.000 Rolling 1 85
Jawa Timur BETONJAYA MANUNGGAL, PT Round Bars 12.000 Rolling 1 50
Jawa Timur BROMO PANULUH STEEL, PT Besi Beton 30.000 Rolling 1 50
Jawa Timur BROMO PANULUH STEEL, PT Billet 125.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur GLORI ANUGERA BAJA MULIA, PT Besi Beton Neser 6.000 Rolling 1 50
Jawa Timur GRAMITRAMA JAYA STEEL, PT Besi Beton 40.000 Rolling 1 50
Jawa Timur GRAMITRAMA JAYA STEEL, PT Billet 81.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur INDOBAJA PRIAMURNI, PT Besi Baja : Plat, Bar, Besi Beton, Siku, H-Beam,
120.000
K Rolling 1 50
Jawa Timur INTI SURYA SENTOSA, PT Besi Beton 20.000 Rolling 1 50
Jawa Timur INTI SURYA SENTOSA, PT Besi Siku 4.000 Rolling 1 50
Jawa Timur ISPAT PANCA PUTRA, PT Besi Beton 360.000 Rolling 1 50
Jawa Timur PANGERAN KARANG MURNI, PT (GRESIK) Billet 252.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur SEMENANJUNG PANGERAN AGUNG, PT Deformed Bars 75.000 Rolling 1 50
Jawa Timur THE MASTER STEEL MFG CO, PT (GRESIK) Besi Beton 55.000 Rolling 1 50
Jawa Timur THE MASTER STEEL MFG CO, PT (GRESIK) Besi Beton Ulir 54.420 Rolling 1 50
Jawa Timur HIDUP KARYA ABADI, PT Besi Beton 4.500 Rolling 1 50
Jawa Timur HIDUP KARYA ABADI, PT Besi Billet 5.400 Rolling 1 55
Jawa Timur LIANG YING NUANSA INDONESIA, PT Besi Beton 23.750 Rolling 1 50
Jawa Timur MANNA JAYA MAKMUR, PT Besi Beton 30.000 Rolling 1 50
Jawa Timur MANNA JAYA MAKMUR, PT Besi Beton Ulir 10.000 Rolling 1 50
Jawa Timur MANNA JAYA MAKMUR, PT Besi Siku 10.000 Rolling 1 50
Jawa Timur MANNA JAYA MAKMUR, PT Billet 40.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur NASIONAL INTERINDO METAL, PT Besi siku 15.000 Rolling 1 50
Jawa Timur PERONI KARYA SENTRA, PT Besi Beton (Round Steel) 500 Rolling 1 50
Jawa Timur SINAR PEMBANGUNAN ABADI, PT Besi Beton (Polos & Ulir) 36.000 Rolling 1 50
Jawa Timur SINAR PEMBANGUNAN ABADI, PT Billet 36.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur HANIL JAYA STEEL, PT Batang baja (steel bar) 60.000 Rolling 1 50
Jawa Timur HANIL JAYA STEEL, PT Batang Kawat Baja 60.000 Rolling 1 50
Jawa Timur HANIL JAYA STEEL, PT Besi Beton/Profil 190.000 Rolling 1 50
Jawa Timur HANIL JAYA STEEL, PT Billet 360.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur HANIL JAYA STEEL, PT Billet logam dasar (steel billet) 200.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur HANIL JAYA STEEL, PT Steel bar 300.000 Rolling 1 50
Jawa Timur HANIL JAYA STEEL, PT Steel billet 160.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur HASIL KARYA, PT Angle bar 25.000 Rolling 1 50
Jawa Timur HASIL KARYA, PT Billet 34.000 Electric Furnace 4 55

56
Jawa Timur HASIL KARYA, PT Billet 34.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur HASIL KARYA, PT Deform Bar 37.500 Rolling 1 50
Jawa Timur HASIL KARYA, PT Round Bar 54.500 Rolling 1 50
Jawa Timur ISPATINDO, PT Billet 700.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur ISPATINDO, PT Wire Rod 650.000 Rolling 1 85
Jawa Timur JATIM TAMAN STEEL MFG., PT Besi Siku/Kanal, INP 155.200 Rolling 1 50
Jawa Timur JATIM TAMAN STEEL MFG., PT Billet 200.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur JATIM TAMAN STEEL MFG., PT Reinforcing Bars 100.000 Rolling 1 50
Jawa Timur TUNGGAL JAYA STEEL, PT Angle 60.000 Rolling 1 50
Jawa Timur TUNGGAL JAYA STEEL, PT Besi Beton 240.000 Rolling 1 50
Jawa Timur TUNGGAL JAYA STEEL, PT Billet 80.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur TUNGGAL JAYA STEEL, PT U-Channel 60.000 Rolling 1 50
Jawa Timur TUNGGAL JAYA STEEL, PT Wire Rod 120.000 Rolling 1 85
Jawa Timur WARU DJAJA ROLLING INDUSTRI, PT Besi Beton Neser 20.000 Rolling 1 50
Jawa Timur ASIAN PROFILE INDOSTEEL, PT Billet 20.000 Electric Furnace 4 55
Jawa Timur ASIAN PROFILE INDOSTEEL, PT Steel Round Bar & Profile 4.000 Rolling 1 50
Jawa Timur BAJA TEHNIK REKATAMA, PT Besi Beton 12.000 Rolling 1 50
Jawa Timur BHIRAWA STEEL, PT Baja batangan 302.000 Rolling 1 50
Jawa Timur BHIRAWA STEEL, PT Steel Round & Deformed Bars 286.000 Rolling 1 50
Jawa Timur GUNAWAN DIANJAYA STEEL, PT Hot Rolled Steel Plate 350.000 Rolling 1 75
Jawa Timur JAYA PARI STEEL Tbk., PT Besi Beton 25.000 Rolling 1 50
Jawa Timur JAYA PARI STEEL Tbk., PT HRC/Plate 100.000 Rolling 1 75
Jawa Timur SURYA STEEL, PT Besi beton 8.000 Rolling 1 50
Jawa Timur SURYA STEEL, PT Steel Round Bars 8.000 Rolling 1 50
Kalimantan Selatan MERATUS JAYA IRON & STEEL, PT Besi Spons (Sponge Iron) 630.000 Direct Reduction 17,5 75
Kalimantan Selatan DELTA PRIMA STEEL, PT Iron Pellte 150.000 Ore Preparation 4 80
Kalimantan Selatan DELTA PRIMA STEEL, PT Sponge Iron 100.000 Direct Reduction 17,5 75
Sulawesi Selatan BARAWAJA, PT Besi Beton 30.000 Rolling 1 50
Sulawesi Selatan BARAWAJA, PT Billet 40.000 Electric Furnace 4 55
Sulawesi Selatan SURYA JAYA SENTOSA ABADI, PT Baja Batangan 6.000 Rolling 1 50
Sumatera Barat GAINET INTERNATIONAL INDONESIA, PT Pellet Bijih Besi 300.000 Ore Preparation 4 80
Sumatera Utara ASIA RAYA FOUNDRY, PT Billet 2.400 Electric Furnace 4 55
Sumatera Utara CIPTASARANA BUANAJAYA, PT Besi Beton, Siku, Strip, Nako, UNP 176.000 Rolling 1 50
Sumatera Utara GROWTH SUMATERA, PT Baja Billet 78.700 Electric Furnace 4 55
Sumatera Utara GROWTH SUMATERA, PT Batang Kawat Baja Karbon Rendah 45.000 Rolling 1 50
Sumatera Utara GROWTH SUMATERA, PT Besi Beton/Strip/Siku 72.000 Rolling 1 50
Sumatera Utara GROWTH SUMATERA, PT Besi Siku 19.500 Rolling 1 50
Sumatera Utara GUNUNG GAHAPI SAKTI, PT Baja Tulangan Beton 100.000 Rolling 1 50
Sumatera Utara GUNUNG GAHAPI SAKTI, PT Batang Kawat Baja 100.000 Rolling 1 50
Sumatera Utara GUNUNG GAHAPI SAKTI, PT Besi Siku 10.000 Rolling 1 50
Sumatera Utara GUNUNG GAHAPI SAKTI, PT Billet 300.000 Electric Furnace 4 55
Sumatera Utara GUNUNG GAHAPI SAKTI, PT Plat Strip 10.000 Rolling 1 50
Sumatera Utara INDUSTRIES BADJA GARUDA, PT Besi Beton 75.000 Rolling 1 50
Sumatera Utara INDUSTRIES BADJA GARUDA, PT Wire Rod 75.000 Rolling 1 85
Sumatera Utara PUTRA BAJA DELI, PT Billet 70.000 Electric Furnace 4 55
Sumatera Utara PUTRA BAJA DELI, PT Chanel, Angle, Bar Beam, Flat Bar, Shafing150.000
Bar Electric Furnace 4 65
Sumatera Utara PUTRA BAJA DELI, PT Round/Deformed Bar 120.000 Rolling 1 50

57
Jawa Timur JATIM TAMAN STEEL MFG., PT Besi Siku/Kanal, INP 155.200 Rolling 50 0,5
Jawa Timur JATIM TAMAN STEEL MFG., PT Billet 200.000 Electric Furnace 55 2,2
Jawa Timur JATIM TAMAN STEEL MFG., PT Reinforcing Bars 100.000 Rolling 50 0,5
Jawa Timur TUNGGAL JAYA STEEL, PT Angle 60.000 Rolling 50 0,5
Jawa Timur TUNGGAL JAYA STEEL, PT Besi Beton 240.000 Rolling 50 0,5
Jawa Timur TUNGGAL JAYA STEEL, PT Billet 80.000 Electric Furnace 55 2,2
Jawa Timur TUNGGAL JAYA STEEL, PT U-Channel 60.000 Rolling 50 0,5
Jawa Timur TUNGGAL JAYA STEEL, PT Wire Rod 120.000 Rolling 85 0,9
Jawa Timur WARU DJAJA ROLLING INDUSTRI, PT Besi Beton Neser 20.000 Rolling 50 0,5
Jawa Timur ASIAN PROFILE INDOSTEEL, PT Billet 20.000 Electric Furnace 55 2,2
Jawa Timur ASIAN PROFILE INDOSTEEL, PT Steel Round Bar & Profile 4.000 Rolling 50 0,5
Jawa Timur BAJA TEHNIK REKATAMA, PT Besi Beton 12.000 Rolling 50 0,5
Jawa Timur BHIRAWA STEEL, PT Baja batangan 302.000 Rolling 50 0,5
Jawa Timur BHIRAWA STEEL, PT Steel Round & Deformed Bars 286.000 Rolling 50 0,5
Jawa Timur GUNAWAN DIANJAYA STEEL, PT Hot Rolled Steel Plate 350.000 Rolling 75 0,8
Jawa Timur JAYA PARI STEEL Tbk., PT Besi Beton 25.000 Rolling 50 0,5
Jawa Timur JAYA PARI STEEL Tbk., PT HRC/Plate 100.000 Rolling 75 0,8
Jawa Timur SURYA STEEL, PT Besi beton 8.000 Rolling 50 0,5
Jawa Timur SURYA STEEL, PT Steel Round Bars 8.000 Rolling 50 0,5
Kalimantan Selatan MERATUS JAYA IRON & STEEL, PT Besi Spons (Sponge Iron) 630.000 Direct Reduction 75 13,1
Kalimantan Selatan DELTA PRIMA STEEL, PT Iron Pellte 150.000 Ore Preparation 80 3,2
Kalimantan Selatan DELTA PRIMA STEEL, PT Sponge Iron 100.000 Direct Reduction 75 13,1
Sulawesi Selatan BARAWAJA, PT Besi Beton 30.000 Rolling 50 0,5
Sulawesi Selatan BARAWAJA, PT Billet 40.000 Electric Furnace 55 2,2
Sulawesi Selatan SURYA JAYA SENTOSA ABADI, PT Baja Batangan 6.000 Rolling 50 0,5
Sumatera Barat GAINET INTERNATIONAL INDONESIA, PT Pellet Bijih Besi 300.000 Ore Preparation 80 3,2
Sumatera Utara ASIA RAYA FOUNDRY, PT Billet 2.400 Electric Furnace 55 2,2
Sumatera Utara CIPTASARANA BUANAJAYA, PT Besi Beton, Siku, Strip, Nako, UNP 176.000 Rolling 50 0,5
Sumatera Utara GROWTH SUMATERA, PT Baja Billet 78.700 Electric Furnace 55 2,2
Sumatera Utara GROWTH SUMATERA, PT Batang Kawat Baja Karbon Rendah 45.000 Rolling 50 0,5
Sumatera Utara GROWTH SUMATERA, PT Besi Beton/Strip/Siku 72.000 Rolling 50 0,5
Sumatera Utara GROWTH SUMATERA, PT Batang Kawat Baja Karbon Rendah 45.000 Rolling 50 0,5
Sumatera Utara GROWTH SUMATERA, PT Besi Beton/Strip/Siku 72.000 Rolling 50 0,5
Sumatera Utara GROWTH SUMATERA, PT Besi Siku 19.500 Rolling 50 0,5
Sumatera Utara GUNUNG GAHAPI SAKTI, PT Baja Tulangan Beton 100.000 Rolling 50 0,5
Sumatera Utara GUNUNG GAHAPI SAKTI, PT Batang Kawat Baja 100.000 Rolling 50 0,5
Sumatera Utara GUNUNG GAHAPI SAKTI, PT Besi Siku 10.000 Rolling 50 0,5
Sumatera Utara GUNUNG GAHAPI SAKTI, PT Billet 300.000 Electric Furnace 55 2,2
Sumatera Utara GUNUNG GAHAPI SAKTI, PT Plat Strip 10.000 Rolling 50 0,5
Sumatera Utara INDUSTRIES BADJA GARUDA, PT Besi Beton 75.000 Rolling 50 0,5
Sumatera Utara INDUSTRIES BADJA GARUDA, PT Wire Rod 75.000 Rolling 85 0,9
Sumatera Utara PUTRA BAJA DELI, PT Billet 70.000 Electric Furnace 55 2,2
Sumatera Utara PUTRA BAJA DELI, PT Chanel, Angle, Bar Beam, Flat Bar, Shafing
150.000BarElectric Furnace 65 2,6
Sumatera Utara PUTRA BAJA DELI, PT Round/Deformed Bar 120.000 Rolling 50 0,5
TOTAL 39.633.810 330,1

10.2. Kebutuhan Energi di Industri Pupuk, Semen, dan Baja

10.2.1. Industri Pupuk

Karena keterbatasan data primer, proyeksi konsumsi energi akan difokuskan ke industry besar
yang menguasai lebih dari 80 % produk pupuk di Indonesia. Pengguna energi terbesar (lebih
dari 80%) didominasi untuk produksi Amoniak dan Urea, itulah sebabnya proyeksi konsumsi
energi dihitung hanya untuk pabrik amoniak dan urea di 6 pabrik besar.
Pada Tabel 16 ditampilkan gas alam digunakan untuk gas umpan untuk bahan pembuatan
amoniak dan gas sebagai bahan bakar (gas fuel). Gas sebagai bahan bakar digunakan sebagai
bakar di Reformer Primer dan untuk keperluan pembakaran di sistem utilitas yang terdiri dari
Boiler dan Turbin Gas. Total energi yang digunakan (energy use) pada tabel adalah jumlah total
energi (gas alam, batubara, IDO dan ADO) yang dikonsumsi untuk sistem utilitas.

58
Tabel 16. Proyeksi konsumsi energi
Energi untuk sistem utilitas
Coal for Utlity
Gas for Utlity
(Steam Boiler IDO for ADO (not Imported Imported Total Energy
Company Year Gas Feed Gas fuel (GTG, WHB,
Power Utility inlcuded) Steam Electricity Use
Boiler)
Generation)
GJ GJ GJ GJ GJ GJ GJ MWh GJ
KPI 2020 13.691.494,5 5.163.960,9 163.432,6 10.512,0 201.275,8
2021 13.691.494,5 5.163.960,9 163.432,6 10.512,0 201.275,8
2022 13.691.494,5 5.163.960,9 163.432,6 10.512,0 201.275,8
PIM 2020 8.996.525,1 3.750.678,5 6.601.728,0 10.000,0 4.458,9 3.168,0 6.627.591,7
2021 8.996.525,1 3.750.678,5 6.601.728,0 10.000,0 4.458,9 3.168,0 6.627.591,7
2022 8.996.525,1 3.750.678,5 6.601.728,0 10.000,0 4.458,9 3.168,0 6.627.591,7
PKC 2020 22.769.648,2 13.041.422,1 15.857.564,7 - - - 11.097,0 15.897.513,9
2021 22.769.648,2 13.041.422,1 15.857.564,7 - - - 11.097,0 15.897.513,9
2022 22.769.648,2 13.041.422,1 15.857.564,7 - - - 11.097,0 15.897.513,9
PKG 2020 26.751.968,5 9.129.450,9 7.595.820,5 23.559.195,6 144.822,9 31.676.378,5
2021 26.751.968,5 9.129.450,9 7.595.820,5 23.559.195,6 144.822,9 31.676.378,5
2022 26.751.968,5 9.129.450,9 7.595.820,5 23.559.195,6 144.822,9 31.676.378,5
PKT 2020 77.355.006,5 30.065.838,9 18.964.393,4 8.753.899,3 1.290.285,4 81.100,4 29.300.539,6
2021 81.864.922,2 31.255.315,3 18.964.393,4 10.789.365,3 1.290.285,4 81.100,4 31.336.005,6
2022 81.835.813,9 31.242.381,4 18.964.393,4 10.797.529,8 1.290.285,4 81.100,4 31.344.170,1
PUSRI 2020 51.810.123,6 36.338.951,0 17.741.182,4 7.418.584,6 25.159.766,9
2021 51.810.123,6 36.338.951,0 17.741.182,4 7.418.584,6 25.159.766,9
2022 51.810.123,6 36.338.951,0 17.741.182,4 7.418.584,6 25.159.766,9
TOTAL 613.115.022,5 294.836.925,2 200.772.364,6 123.274.134,9 30.000,0 13.376,8 3.870.856,2 752.100,9 330.668.295,7

Total Energi
35000000

30000000

25000000
Giga Joule

20000000

15000000

10000000

5000000

0
2020
2021
2022
2020
2021
2022
2020
2021
2022
2020
2021
2022
2020
2021
2022
2020
2021
2022

KPI PIM PKC PKG PKT PUSRI

Gambar 59. Total konsumsi energi di sistem utilitas di 6 Pabrik Pupuk

Gas alam dibutuhkan sebagai bahan pembuat amoniak (gas feed) dan juga sebagai bahan
bakar (gas fuel). Gas alam digunakan sebagai bahan bakar untuk pembakaran di Reformer
primer (Arch Burner, Tunneling Burner dan superheater burner), pembakaran di boiler dan
Turbin Gas untuk menghasilkan listrik. Secara umum penggunaan gas alam sebagai gas umpan
mencapai rata-rata 70 persen dari total konsumsi gas di pabrik pupuk.

59
Konsumsi gas alam
120000000

100000000
Gas Feed GJ Gas fuel GJ
80000000
Giga Joule

60000000

40000000

20000000

0
202020212022202020212022202020212022202020212022202020212022202020212022
KPI PIM PKC PKG PKT PUSRI

Gambar 60. Konsumsi gas alam total

Gas alam untuk Utility


20000000
18000000
16000000
14000000
12000000
Giga Joule

10000000
8000000
6000000
4000000
2000000
0
202020212022202020212022202020212022202020212022202020212022202020212022
KPI PIM PKC PKG PKT PUSRI

Gambar 61. Konsumsi gas alam untuk bahan bakar di utilitas

Batubara digunakan sebagai bahan bakar Boiler untuk menghasilkan uap (steam). Beberapa
industry seperti PKG, PKT dan Pusri mengkonsumsi batubara dalam jumlah besar sebagai
bahan bakar Boiler. Uap yang dihasilkan digunakan untuk Turbin penggerak dan juga Turbin
Daya untuk pembangkit listrik.

60
Batubara untuk Utility
25000000

Giga Joule 20000000

15000000

10000000

5000000

0
2020
2021
2022
2020
2021
2022
2020
2021
2022
2020
2021
2022
2020
2021
2022
2020
2021
2022
KPI PIM PKC PKG PKT PUSRI

Gambar 62. Konsumsi batubara

Secara umum meskipun beberapa pabrik pupuk menghasilkan listrik sendiri, tetapi sebagian
besar masih membeli listrik dari PLN. Hal ini disebabkan oleh paling tidak tiga alasan:
1. Kebutuhan energi listrik di pabrik lebih besar dari kapasitas pembangkit sendiri.
2. Pembangkit mengurangi pengoperasian Gas Turbin dikarenakan harga gas yang mahal
atau ketersediaan gas yang terbatas.
3. Pembangkit milik pabrik tidak beroperasi karena sedang mengalami pemeliharaan.

listrik diimpor
160.000,0
140.000,0

120.000,0
100.000,0
MWH

80.000,0

60.000,0
40.000,0

20.000,0

0,0
2020
2021
2022
2020
2021
2022
2020
2021
2022
2020
2021
2022
2020
2021
2022
2020
2021
2022

KPI PIM PKC PKG PKT PUSRI

Gambar 63. Konsumsi listrik dari PLN

61
10.2.2. Industri Semen
Tabel 17. Intensitas energi di pabrik semen

Cementitious Clinker SHC SHC Energy Cement Energy Clinker


Tahun
(Ton) (Ton) (MJ/Cement) (MJ/Clinker) (GJ) (GJ)
2020 79.957.159 62.065.888 2724 3461 217.803.301,1 214.810.037,5

2021 83.955.017 64.941.954 2724 3461 290.568.313,8 224.764.102,7

2022 88.152.770 67.950.464 2724 3461 240.128.145,5 235.176.554,9

748.499.760,4 674.750.695,2

konsumsi bahan bakar


350.000.000

300.000.000

250.000.000
Giga Joule

200.000.000

150.000.000

100.000.000

50.000.000

0
2020 2021 2022

Energy Cement GJ Energy Clinker GJ

Gambar 64. Konsumsi bahan bakar

Angka bauran konsumsi energi bahan bakar di pabrik semen ditampilkan pada Tabel 18
dimana batubara jenis anthracite dan waste coal mendominasi dengan angka sekitar 91
persen.

62
Tabel 18. Bauran Konsumsi Energi pada Industri Semen

Fraksi (%)
Fuel
coal + anthracite + waste coal 91,14%
petrol coke 0,00%
(ultra) heavy fuel 0,01%
diesel oil 0,59%
natural gas 0,04%
shale 0,00%
lignite 4,67%
0,00%
waste oil 0,02%
tyres 0,00%
RDF including plastics 0,20%
solvents 0,08%
impregnated saw dust 0,00%
mixed industrial waste 0,64%
0,97%
other fossil based wastes and mixed fuels
0,00%
dried sewage sludge 0,00%
wood, non impregnated saw dust 0,09%
paper, carton 0,00%
animal meal 0,00%
animal bone meal 0,00%
animal fat 0,00%
1,51%
agricultural, organic, diaper waste, charcoal
other biomass 0,04%
100%

Yang dimaksud dengan konsumsi energi listrik di pabrik semen pada laporan ini adalah listrik yang
dibeli dari PLN. Beberapa pabrik semen di Indonesia memproduksi listrik sendiri dari pembangkit
dengan sistem bahan bakar maupun dari pemanfaatan panas buang.

63
Gambar 65. Konsumsi listrik dari PLN

10.2.3. Industri Baja

Industri besi dan baja memiliki variasi produk akhir yang cukup luas, dimulai dari hulunya yaitu
produksi besi, produk antara slab baja dan HRC, serta produk akhir seperti baja profile, pipa
dan lain-lain. Karena keterbatasan data-data produksi, maka ruang lingkup perhitungan
proyeksi energi di industri besi dan baja focus ke Pengguna energi signifikan yang
mendominasi konsumsi energi di sektor ini yaitu, produksi besi, slab dan HRC. Perhitungan
konsumsi energi di industri besi memperhatikan teknologi yang terpasang seperti DRI, EAF
dan Blast Furnace, karena setiap tipe teknologi memiliki intensitas konsumsi energi yang
berbeda.

Secara umum konsumsi energi paling banyak ada pada proses pembuatan Coke (pada
integrated steel manufacturing) serta proses pembakaran pada Reheating Furnace pada
industri baja antara pembuat Hot Rolled Product, serta konsumsi energi listrik yang terbanyak
pada proses di antara dan hilir.

PT. Krakatau Posco memiliki pembangkit energi sendiri yang langsung dikelola oleh entitas
organisasi yang sama. Oleh karena itu konsumsi energi dari pembakaran gas pada Pembangkit
listriknya juga dihitung pada laporan ini. Sedangkan Krakatau Steel (KS) memiliki pembangkit
listrik juga, tetapi dikelola secara terpisah oleh PT. Krakatau Daya Listrik (KDL), sehingga
konsumsi energi yang dihasilkan oleh KDL tidak dihitung dalam laporan ini.

Rincian penjelasan dari definisi industri baja antara dan industri baja hilir, sebagai berikut:

Industri Baja Antara

Berdasarkan alur rantai nilainya, industri baja antara ini dapat dikelompokkan dalam dua
kelompok yaitu:

64
a. Kelompok Industri Antara 1: Pembuatan Baja Kasar (Crude Steel)
 Pig Iron atau Sponge Iron dari hasil industri baja hulu diproses lebih lanjut menjadi
produk baja kasar (crude steel) berupa bloom, billet, slab dan ingot. Bloom dan billet
merupakan bahan baku industri baja pengolahan long product, slab merupakan
bahan baku industri pengolahan flat product, dan ingot merupakan bahan baku
industri pembentukan baja lainnya.
 Slab adalah produk hulu baja lembaran yang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan baja lembaran canai panas (Hot Rolled Coil/Plate) dan baja lembaran
dingin (Cold Rolled Coil/Sheet). Slab baja merupakan hasil dari proses peleburan
Sponge iron (80%) dan Scrap besi baja (20%) dalam electric arc furnace (EAF) atau
dari proses peleburan pig iron pada BOF, yang menghasilkan baja dalam bentuk cair
(liquid Steel) yang kemudian dituang ke dalam continuos casting machine (CCM)
untuk menghasilkan baja kasar. Slab baja memiliki dimensi lebar 1.000 mm, tebal 200
mm, panjang 6.000 mm dan beratnya dapat mencapai 30 ton per buah.
 Billet adalah baja dalam bentuk batangan yang digunakan sebagai bahan baku untuk
pembuatan baja profil, baja tulang beton, dan baja kawat. Billet dihasilkan dari proses
yang sama dengan slab. Dimensi billet umumnya dengan ukuran penampang 100 x
100 mm, 110 x 110 mm, 120 x 120 mm, 130 x 130 mm dan standar panjang 6 m, 10
m, dan 12 m.

b. Kelompok Industri Antara 2:


Pembuatan Baja Semi Finished Product Kelompok ini adalah tahapan yang memproses
baja kasar menjadi produk semi finished. Billet dan bloom merupakan bahan baku untuk
pembuatan produk semi finished wire rod dan green pipe. Selanjutnya wire rod akan
menjadi bahan baku berbagai industri pengolahan long finished product seperti paku,
baut, mur, kawat las, PC wire. Sedangkan green pipe akan menjadi bahan baku industri
seamless pipe (OCTG dan Line Pipe) bagi industri migas.
Sementara semi finished product di jalur flat product adalah hot rolled coil (HRC), hot
rolled plate (HRP) dan cold rolled coil (CRC). HRC selain merupakan bahan baku terbesar
dari industri pengolahan flat product seperti untuk konstruksi, pipa las spiral dan kapal.
Sementara CRC digunakan sebagai bahan baku industri peralatan rumah tangga,
otomotif, pelapisan seng. Hot Rolled Coil (HRC), baja lembaran canai panas dalam
gulungan (hot rolled coil) dibuat dengan menggunakan bahan baku berupa slab baja.
Untuk mendapatkan ketebalan HRC yang diinginkan maka slab ditipiskan dalam proses
penipisan melalui hot strip mill (HSM).

65
Industri Baja Hilir

 Pembuatan baja finished flat product Kelompok ini merupakan konsumen terbesar industri
baja dunia. Berbagai industri pemakai diantaranya industri konstruksi, otomotif, pipa, profil
dan pelapisan. Sebagai media antara bahan baku HRC dan CRC dengan kebutuhan industri
pembuatan finished product, maka dimasukkan pula dalam kelompok ini industri jasa
pemotongan dan pembentukan baja lembaran (shearing/slitting lines).
 Pembuatan baja finished long product.

Untuk lebih memahami sumber-sumber pengguna energi yang ada di industri baja di Indonesia,
secara ringkas dirangkum dalam gambar dan tabel berikut:

Gambar 66. Aliran energi dan material di industri besi dan baja

Energi Listrik Untuk Industri HRC (Hot Rolled Coil)


Kapasitas terpasang produksi Hot Rolled Coil di Indonesia sekitar 4 juta ton. Proses produksi ini
membutuhkan energi panas (dari pembakaran gas alam) dan juga energi listrik. Kebutuhan energi
listriknya sekitar 1.046,78 GWh per tahun.

66
Gambar 67. Kebutuhan listrik di produksi HRC

Energi Untuk Produksi Baja di Lini Produksi EAF


Electric Arch Furnace (EAF) terpasang di beberapa pabrik baja seperti Krakatau Steel, Gunung
Garuda dan Ispatindo. EAF memrpoduksi baja dari besi bekas dengan menggunakan energi listrik
untuk mengasilkan temperatur tinggi. Konsumsi listrik dari proses ini sekitar 5.473,51 GWh per
tahun.

Gambar 68. Produksi listrik di proses EAF

67
Kebutuhan Energi Bahan Bakar
Energi bahan bakar dibutuhkan untuk proses pemanasan di banyak lini produksi besi dan baja.
Konsumsi bahan bakar yang dihitung disini termasuk energi panas dibutuhkan di pembangkit
listrik yang terpasang di PT. Krakatau Posco, karena keseluruhan energi listrik yang diproduksi
dimanfaatkan oleh proses di pabrik besi dan baja PT. Krakatau Posco. Sedangkan kebutuhan
energi untuk pembangkit listrik milik PT. Krakatau Steel tidak dimasukkan ke dalam laporan ini
karena, listrik dihasilkan oleh perusahaan yang berbeda yaitu Krakatau Daya Listrik (KDL) yang
masuk katagori perusahaan penyedia energi yang menghasilkan listrik bukan hanya untuk pabrik
baja KS, tetapi juga untuk pengguna yang lainnya termasuk dijual ke PLN.

kebutuhan bahan bakar


23500000

23000000

22500000
Giga Joule

22000000

21500000

21000000

20500000
2020 2021 2022

Gambar 69. Kebutuhan bahan bakar

68
BAB 11. KESIMPULAN
Analisa ini menggunakan dua pendekatan untuk menghitung kebutuhan energi yaitu mengggunakan
data historis untuk menentukan intensitas energi atau Konsumsi energi spesifik, dan menggunakan
metode regresi dengan menerapkan kausalitas antara konsumsi energi sebagai variabel terikat
(dependent variable) dengan variabel-variabel lain yang bebas (independent variable). Penggunaan
Intesitas Konsumsi Energi (IKE) atau yang lebih dikenal dengan istilah SEC (Specific Energy
Consumption) untuk kepentingan program efesiensi energi dan juga untuk keperluan benchmarking
di industri sudah dikenal lama di seluruh dunia. Sekitar 70 persen energi pada sektor industri
digunakan oleh delapan industri lahap energi, yaitu industri baja, industri semen, industri pupuk,
industri keramik dan kaca, industri pulp dan kertas, industri tekstil, industri kimia, serta industri
makanan dan minuman. Dibandingkan dengan faktor input yang lain, biaya energi pada industri
tersebut bahkan lebih besar dari biaya tenaga kerja, serta menempati peringkat kedua setelah biaya
bahan baku. Karena keterbatasan waktu dan biaya, maka pengumpulan dan validasi data melalui
kunjungan industri hanya dibatasi ke pabrik pulp dan kertas saja, sedangkan kajian perhitungan energi
untuk industri semen, baja dan pupuk menggunakan data-data sekunder yang diperoleh dari kajian
gas rumah kaca yang dilakukan setahun sebelumnya juga oleh Kementerian Perindustrian bersama
Partnership for Market Readiness - United Nations Development Programme Indonesia (PMR-UNDP)
serta Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.

Hasil perhitungan kebutuhan energi untuk ke empat sektor industri tersebut adalah sebagai berikut:

1. Industri Pulp dan Kertas

a. Industri Pulp dan Kertas Terintegrasi

Jumlah energi yang dibutuhkan jika mengacu kepada kapasitas terpasang adalah sekitar
465.080.000 GJ pertahun. Energi ini dalam bentuk energi termal, karena energi listrik yang
digunakan di pabrik pulp dan kertas terintegrasi dibangkitkan sendiri menggunakan bahan
bakar termal. Kebutuhan energi termal disediakan dari bahan bakar fossil sekitar
172.079.600 GJ (37 %). Energi fosil didominasi oleh batubara sebesar 76,5 % atau sekitar
6.577.804 ton pertahun (untuk batubara low rank) dan gas alam sekitar 20 % atau sebesar
32.619.994 MMBtu. Sisa kebutuhan energi termal sebesar 63% (293.00.400 GJ), berbentuk
bersumber dari biomass. Tetapi perlu diketahui bahwa sekitar 82,5 % energi biomass dalam
bentuk black liquor yang merupakan waste recovery dari proses pemasakan kayu di digester.
Dengan demikian maka kebutuhan biomass dari luar proses sebetulnya hanya sekitar 17,5
% saja yang datang dari bark (kulit kayu), tandan kosong, cangkang sawit, fiber sawit, dan
sebagainya.

b. Industri Tisu

Konsumsi energi di industri tisu didominasi oleh listrik yang dibeli dari PLN. Diperkirakan
kebutuhan listrik pada tahun 2022 sekitar 685.105.304 kWh pertahun jika mengacu ke
kapasitas terpasang dan sekitar 520.680.031 kWh jika mengacu ke kapasitas produksi tahun
berjalan. Sedangkan untuk kebutuhan energi thermal pada tahun 2022 sekitar 28.458.300
GJ per tahun jika mengacu kekapasitas terpasang dan sekitar 21.628.308 GJ jika mengacu ke
kapasitas produksi tahun berjalan. Energi thermal yang dikonsumsi di industri tissue sekitar
42 % dalam bentuk gas alam dan 57 % dalam bentuk batubara.

69
c. Industri Kertas

Konsumsi energi thermal atau bahan bakar di industri kertas lebih dari 90 persen dari
kebutuhan energi total. Kebutuhan energi termal pada tahun 2022 sekitar 121.027.170 GJ
jika mengacu ke kapasitas terpasang dan sekitar 102.873.093 GJ jika mengacu ke kapasitas
produksi. Sekitar 65 % bahan bakar atau energi termal berasal dari batubara dan 14 % dalam
bentuk gas alam.

2. Industri Pupuk

Karena keterbatasan data primer, proyeksi konsumsi energi akan difokuskan ke industri besar
yang menguasai lebih dari 80 % produk pupuk di Indonesia. Pengguna energi terbesar (lebih
dari 80%) didominasi untuk produksi Amoniak dan Urea, itulah sebabnya proyeksi konsumsi
energi dihitung hanya untuk pabrik amoniak dan urea di 6 pabrik besar. Kebutuhan bahan bakar
gas pada tahun 2022 sekitar 294.836.925 GJ pertahun dan batubara sebesar 123.274.134 GJ per
tahun. Kebutuhan energi listrik yang dibeli dari PLN sekitar 752.100 MWh.

3. Industri Semen

Kebutuhan total energi di pabrik semen pada tahun 2022 sekitar 240.128.145,5 GJ untuk
produksi semen dan 235.176.554,9 GJ untuk produksi klinker. Jenis energi bahan bakar yang
dikonsumsi di pabrik semen sangat beragam dari bahan bakar fosil hingga sampah yang sudah
diolah atau Refused Derive Fuel (RDF), ban bekas, dan lain-lain. Sedangkan kebutuhan energi
listrik PLN sekitar 8,6 juta MWh pertahun.

4. Industri Besi dan Baja

Proyeksi kebutuhan energi di sektor besi dan baja terbagi dalam beberapa sub sektor pengguna
energi utama yaitu:
a) Industri Hot Rolled Coil (HRC). Kebutuhan energi listriknya sekitar 1.046,78 GWh
pertahun.
b) Produksi baja di lini produksi EAF (Electric Arch Furnace). Konsumsi listrik dari proses ini
sekitar 5.473,51 GWh pertahun.
Sedangkan kebutuhan energi bahan bakar (fuel) di industri besi dan baja terintegrasi sekitar 23
juta GJ pertahun.

70
71
DAFTAR PUSTAKA
PMR-UNDP Indonesia. 2018. Development of Profile of GHG in Industrial Sector. Laporan
Penelitian. PMR-UNPD Indonesia. Jakarta

x
x

Anda mungkin juga menyukai