Anda di halaman 1dari 4

Keinginan dan Word of Mouth

Para konsumen membagikan word of mouth melalui pembicaraan tatap muka, melalui
media daring (online) atau melalui kanal yang bermacam-macam. Tetapi, apakah hal ini
berpengaruh tentang hal yang dibicarakan ? Jika iya, bagaimanakah caranya ? Didalam
beberapa pembicaraan melalui kanal yang berbeda seperti postingan online ataupun teks,
terdapat beberapa jeda yang sudah diperkirakan, sehingga orang-orang diberikan waktu untuk
memikirkan dan membuat apa yang mereka ceritakan. Seringnya, lebih banyak produk yang
menarik yang dibicarakan daripada yang kurang menarik. Dibeberapa kanal yang dianggap
pembicaraan akan berlangsung terus menerus, seperti pembicaraan tatap muka ataupun
melalui telepon, lebih sedikit jeda yang diberikan untuk memilih tentang apa yang
dibicarakan. Akibatnya, menariknya suatu produk yang dibicarakan memberikan dampak
yang lebih sedikit. Penemuan ini memberikan petunjuk tentang apa yang mendasari word of
mouth dan bagaimana perusahaan bisa menciptakan promosi word of mouth yang efektif.

Untuk mendapatkan petunjuk yang lebih akurat, kita akan menghapuskan


pembicaraan yang bersambung dan pembicaraan yang terputus. Orang-orang memberikan
informasi ketika mereka berbicara, tetapi hal ini diserap dengan banyaknya tingkah laku
pendengar, orang-orang juga memberikan informasi tentang dirinya. Jika seseorang
memberikan kata-kata dari Shakespeare, maka orang-orang akan menganggap bahwa dia
suka membaca. Jika seseorang sering bercerita tentang restoran yang baru saja dibuka, orang-
orang mungkin akan berfikir bahwa dia seorang yang mencintai makanan (foodie). Orang-
orang cenderung bercerita tentang hal yang memuaskan dan tidak memuaskan dari sebuah
pengalaman tergantung dari minatnya untuk menceritakan keahliannya dibidang tersebut.

Tetapi, orang tidak hanya berkomunikasi melalui apa yang mereka ceritakan, mereka
juga berkomunikasi melalui bagaimana dia bercerita, seperti intonasi, tempo, dan
penghindaran untuk jeda, semua itu memberikan informasi tentang si pembicara. Perpindahan
komunikasi antara satu kelompok dengan kelompok yang lain biasanya akan diikuti jeda
yang lama, sehingga bisa terlihat negatif.

Berlawanan dengan itu, percakapan di diskusi online, seperti blog ataupun facebook,
biasanya tidak berlanjut. Satu orang memberikan postingan atau komentar, tetapi tidak ada
harapan bahwa seseorang akan langsung memberikan balasan. Faktanya, meskipun seseorang
berniat untuk membalas, hal itu bisa saja terjadi berjam ataupun berhari-hari kemudian.
Muncul anggapan bahwasanya menarik atau tidak menariknya suatu produk akan
memberikan dampak jika itu dibicarakan di salah satu kanal, seperti online daripada offline,
dan ini dikarenakan perbedaan kelanjutan pembicaraan dari kanal tersebut.

Kemudian hal ini dipersempit menjadi dua hal. Pertama dan yang paling penting
adalah, produk tersebut haruslah menarik untuk dibicarakan. Di salah satu buku populer
tentang word of mouth, Sernovitz (2006) berpendapat bahwa cara untuk menciptakan word of
mouth adalah “menjadi menarik” dan akibatnya “tidak ada orang yang berbicara tentang
perusahaan yang membosankan, produk yang membosankan, iklan yang membosankan.”

Kedua, terdapat hubungan yang sulit untuk diredam antara keinginan dan word of
mouth. Meskipun teori menyatakan produk yang menarik harus nya lebih sering dibicarakan
daripada yang kurang menarik, beberapa penelitian menunjukkan bahwasanya produk yang
lebih menarik tidak mendapatkan word of mouth yang lebih.

Akhirnya timbul sebuah pertanyaan bagi perusahaan yang memiliki sebuah produk,
kanal word of mouth manakah yang harus difokuskan ? Ambil sebuah contoh perusahaan
yang menghasilkan shampoo dan sabun mandi. Perusahaan ini bisa saja mencoba word of
mouth daring (online), word of mouth secara offline, ataupun keduanya. Bagaimanakah cara
mereka menentukannya ? Bagian untuk memutuskan ini sepenuhnya tergantung seberapa
besar efektifitas jenis word of mouth tersebut menghasilkan penjualan. Word of Mouth online
mungkin lebih berguna untuk membuat orang-orang menuju ke website untuk membelinya
daripada pergi ke toko fisik karena yang mereka butuhkan hanyalah untuk mengklik item
yang di inginkan. Namun, ada nilai relatif yang tergantung dari seberapa mudahkah
perusahaan membuat orang-orang membicarakan hal tersebut dari kanal-kanal yang tersedia.
Karena shampoo dan sabun mandi kemungkinan bukanlah hal yang menarik dan
menakjubkan untuk dibahas, hasil tersebut menyarankan bahwa akan lebih mudah bagi
perusahaan untuk membuat diskusi offline daripada online.

Jika tujuannya adalah untuk mendapatkan word of mouth offline, bukan tidak
mungkin faktor lain yang dihasilkan lebih penting daripada memunculkan rasa ingin. Seperti
dalam konteks tatap muka, membuat produk lebih muda diterima di benak konsumen,
ataupun secara umum mudah didapatkan, mungkin saja lebih penting (Berger and Schwartz
2011). Tentu saja, meskipun hal yang dibicarakan bukanlah topik yang paling menarik,
pembicaraan dari word of mouth secara langsung sering kali tentang makanan dan tempat
makan, lebih dari media, hiburan, ataupun teknologi (Keller dan Libai 2009). Hal ini
membuktikan, word of mouth, melalui pertimbangannya tentang bagaimana bisa membuat
orang berifkir tentang sebuah produk atau merek bisa saja membantu dalam pendekatan
untuk menciptakan diskusi.

Dapat disimpulkan, ketika sebuah pekerjaan yang luar biasa telah terfokus kepada
akibat dari word of mouth kepada perilaku konsumsi, masih banyak hal yang perlu dipelajari
tentang apa yang memulai pembicaraan itu sehingga dapat berlangsung. Dengan
memerhatikan bagaimana hubungan antara karakteristik produk dan word of mouth di kanal
yang berbeda, semakin dalam pandangan kita terhadap proses perilaku didalam word of
mouth.

Kesimpulan

Word of mouth merupakan salah satu bentuk promosi yang tidak bisa dianggap
remeh. Cara promosi dalam bentuk ini bisa saja mendongkrak penjualan atau bahkan menjadi
bumerang terhadap perusahaan itu sendiri. Meskipun sudah banyak penelitian tentang word
of mouth, hampir tidak bisa dibuktikan bahwa word of mouth merupakan sebuah hal yang
sengaja di buat oleh perusahaan. Namun, karena zaman semakin maju dan banyaknya
pemahaman-pemahaman yang muncul, muncul beberapa hipotesa-hipotesa yang menjelaskan
fenomena word of mouth ini. Terdapat beberapa rangsangan yang bisa menciptakan
komunikasi word of mouth, salah satunya adalah rasa keinginan dan minat. Hal ini pun
menjadi bias karena word of mouth tidak sepenuhnya hanya berisi tentang hal yang baik saja.
Meskipun pada dasarnya word of mouth timbul karena keunggulan produk, pada zaman
dimana tidak ada ruang dan batasan dalam berkomunikasi ini, sering kali word of mouth juga
berisi tentang kelemahan ataupun pengalaman buruk.

Jika di kaji lebih dalam lagi, beberapa kanal komunikasi word of mouth juga memiliki
kecenderungan tersendiri. Seperti halnya diskusi online cenderung mengungkapkan tentang
kelemahan ataupun kekurangan suatu produk. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan
pencarian teratas di Google terhadap suatu produk cenderung tentang kelemahannya.
Terhitung pada tanggal 30 Oktober 2017, jika anda menulis Xiaomi (salah satu merek ponsel
pintar) di Google, maka pencarian ke lima adalah tentang “Xiaomi Rusak”. Tentu saja,
Google tidak sembarangan menaruh bagian ini di pencarian teratasnya, namun hal ini disusun
dengan sistem algoritma tertentu berdasarkan jumlah pencarian, banyaknya artikel terbaru,
dan sebagainya. Terdapat 604.000 hasil yang didapatkan hanya dengan satu keyword
“Xiaomi Rusak”. Hal tersebut mengindikasikan bahwa pengalaman negatif juga bisa menjadi
word of mouth yang kuat, dan jika hal tersebut tidak redam, maka dapat memberikan
kerugian yang tak terhingga bagi perusahaan.

Anda mungkin juga menyukai