ini saya dapatkan dari website yang menuangkan akan hadis atau hukum oral sex serta sex suami
istri karena Islam adalah agama fitrah yang sangat memperhatikan masalah seksualitas karena ini
adalah kebutuhan setiap manusia, sebagaimana
firman Allah SWT, ”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, Maka
datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah
(amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak
akan menemui-Nya. dan berilah kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqoroh :
223)
Ayat diatas menunjukkan betapa islam memandang seks sebagai sesuatu yang moderat
sebagaimana karakteristik dari islam itu sendiri. Ia tidaklah dilepas begitu saja sehingga manusia
bisa berbuat sebebas-bebasnya dan juga tidak diperketat sedemikian rupa sehingga menjadi suatu
pekerjaan yang membosankan.
Hubungan seks yang baik dan benar, yang tidak melanggar syariat selain merupakan puncak
keharmonisan suami istri serta penguat perasaan cinta dan kasih sayang diantara mereka berdua
maka ia juga termasuk suatu ibadah disisi Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”..dan
bersetubuh dengan istri juga sedekah. Mereka bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah jika diantara
kami menyalurkan hasrat biologisnya (bersetubuh) juga mendapat pahala?’ Beliau
menjawab,’Bukankah jika ia menyalurkan pada yang haram itu berdosa?, maka demikian pula
apabila ia menyalurkan pada yang halal, maka ia juga akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Diantara variasi seksual yang sering dibicarakan para seksolog adalah oral seks, yaitu adanya
kontak seksual antara kemaluan dan mulut (lidah) pasangannya. Tentunya ada bermacam-macam
oral seks ini, dari mulai menyentuh, mencium hingga menelan kemaluan pasangannya kedalam
mulutnya.
Hal yang tidak bisa dihindari ketika seorang ingin melakukan oral seks terhadap pasangannya
adalah melihat dan menyentuh kemaluan pasangannya. Dalam hal ini para ulama dari madzhab
yang empat bersepakat diperbolehkan bagi suami untuk melihat seluruh tubuh istrinya hingga
kemaluannya karena kemaluan adalah pusat kenikmatan. Akan tetapi setiap dari mereka berdua
dimakruhkan melihat kemaluan pasangannya terlebih lagi bagian dalamnya tanpa suatu
keperluan, sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah yang mengatakan,”Aku tidak pernah melihat
kemaluannya saw dan beliau saw tidak pernah memperlihatkannya kepadaku.” (al Fiqhul Islami
wa Adillatuhu juz IV hal 2650)
Seorang suami berhak menikmati istrinya, khususnya bagaimana dia menikmati berjima’
dengannya dan seluruh bagian tubuh istrinya dengan suatu kenikmatan atau menguasai tubuh dan
jiwanya yang menjadi haknya untuk dinikmati maka telah terjadi perbedaan pendapat diantara
para ulama kami, karena tujuan dari berjima’ tidaklah sampai kecuali dengan hal yang demikian.
(Bada’iush Shona’i juz VI hal 157 – 159, Maktabah Syamilah)
Setiap pasangan suami istri yang diikat dengan pernikahan yang sah didalam berjima’
diperbolehkan untuk saling melihat setiap bagian dari tubuh pasangannya hingga kemaluannya.
Adapun hadits yang menyebutkan bahwa siapa yang melihat kemaluan (istrinya) akan menjadi
buta adalah hadits munkar tidak ada landasannya. (asy Syarhul Kabir Lisy Syeikh ad Durdir juz
II hal 215, Maktabah Syamilah)
Dibolehkan bagi setiap pasangan suami istri untuk saling melihat seluruh tubuh dari pasangannya
serta menyentuhnya hingga kemaluannya sebagaimana diriwayatkan dari Bahz bin Hakim dari
ayahnya dari kakeknya berkata,” Aku bertanya,’Wahai Rasulullah aurat-aurat kami mana yang
tutup dan mana yang kami biarkan? Beliau bersabda,’Jagalah aurat kamu kecuali terhadap
istrimu dan budak perempuanmu.” (HR. tirmidzi, dia berkata,”Ini hadits Hasan Shohih.”) Karena
kemaluan boleh untuk dinikmati maka ia boleh pula dilihat dan disentuhnya seperti bagian tubuh
yang lainnya.
Dan dimakruhkan untuk melihat kemaluannya sebagaimana hadits yang diriwayatkan Aisyah
yang berkata,”Aku tidak pernah melihat kemaluan Rasulullah saw.” (HR. Ibnu Majah) dalam
lafazh yang lain, Aisyah menyebutkan : Aku tidak melihat kemaluan Rasulullah saw dan beliau
saw tidak memperlihatkannya kepadaku.”
Didalam riwayat Ja’far bin Muhammad tentang perempuan yang duduk dihadapan suaminya, di
dalam rumahnya dengan menampakkan auratnya yang hanya mengenakan pakaian tipis, Imam
Ahmad mengatakan,”Tidak mengapa.” (al Mughni juz XV hal 79, maktabah Syamilah)
Oral seks yang merupakan bagian dari suatu aktivitas seksual ini, menurut Prof DR Ali Al
Jumu’ah dan Dr Sabri Abdur Rauf (Ahli Fiqih Univ Al Azhar) boleh dilakukan oleh pasangan
suami istri selama hal itu memang dibutuhkan untuk menghadirkan kepuasan mereka berdua
dalam berhubungan. Terlebih lagi jika hanya dengan itu ia merasakan kepuasan ketimbang ia
terjatuh didalam perzinahan.
Meskipun banyak seksolog yang menempatkan oral seks ini kedalam kategori permainan seks
yang aman berbeda dengan anal seks selama betul-betul dijamin kebersihan dan kesehatannya,
baik mulut ataupun kemaluannya. Akan tetapi kemungkinan untuk terjangkitnya berbagai
penyakit manakala tidak ekstra hati-hati didalam menjaga kebersihannya sangatlah besar.
Hal itu dikarenakan yang keluar dari kemaluan adalah madzi dan mani. Madzi adalah cairan
berwarna putih dan halus yang keluar dari kemaluan ketika adanya ketegangan syahwat,
hukumnya najis. Sedangkan mani adalah cairan kental memancar yang keluar dari kemaluan
ketika syahwatnya memuncak, hukumnya menurut para ulama madzhab Hanafi dan Maliki
adalah najis sedangkan menurut para ulama Syafi’i dan Hambali adalah suci.
Mufti Saudi Arabia bagian Selatan, Asy-Syaikh Al`Allamah Ahmad bin Yahya An-Najmi
berpenapat bahwa isapan istri terhadap kemaluan suaminya (oral seks) adalah haram dikarenakan
kemaluannya itu bisa memancarkan cairan (madzi). Para ulama telah bersepakat bahwa madzi
adalah najis. Jika ia masuk kedalam mulutnya dan tertelan sampai ke perut maka akan dapat
menyebabkan penyakit.
Adapun Syeikh Yusuf al Qaradhawi memberikan fatwa bahwa oral seks selama tidak menelan
madzi yang keluar dari kemaluan pasangannya maka ia adalah makruh dikarenakan hal yang
demikian adalah salah satu bentuk kezhaliman (diluar kewajaran dalam berhubungan).
Dampak positif dari oral seks ini jika dilakukan dengan sukarela oleh pasangan
suami istri tentunya akan menambah kenikmatan dalam berhubungan intim dan
pada gilirannya dapat menjaga keharmonisan rumah tangga. Untuk itu pasangan
suami istri harus mengkomunikasikan masalah ini dengan baik, agar tidak ada
pihak yang merasa terpaksa.
Para seksolog mengkategorikan oral seks kedalam permainan seks yang aman,
selama betul-betul dijamin kebersihan dan kesehatannya, baik mulut ataupun
kemaluannya. Akan tetapi kemungkinan untuk terjangkitnya berbagai penyakit
manakala tidak ekstra hati-hati didalam menjaga kebersihannya sangatlah besar.
(dari berbagai sumber)
Wassalam.