Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PRAKTIKUM

OPERASI TEKNIK KIMIA 2


(STK5228)

PERCOBAAN I
CONTINUOUS STIRRED TANK REACTOR (CSTR)
DOSEN PEMBIMBING: Dr. DONI RAHMAT WICAKSO, S.T., M.Eng.

OLEH :
KELOMPOK XIII

ARIF TIRTANA 1810814210012


DINA AMRYNA CHAIRUL PUTRI 1810814320006
IANDRA RETNO PRATIWI 1810814320009

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARBARU

2020
ABSTRAK

Reaktor merupakan sebuah alat industri kimia, dimana dalam alat ini terjadi reaksi yang
mengubah bahan mentah menjadi produk yang lebih berharga. Tujuan dari percobaan ini adalah untuk
menentukan konstanta kecepatan reaksi pada reaktor CSTR. Pada percobaan hal yang dilakukan yaitu
mengkalibrasi pompa dan melakukan pengamatan konduktivitas. Kalibrasi dilakukan agar kecepatan
alir yang dihasilkan kedua pompa samadan dari hasil percobaan didapat besar speed pada pompa
tangki I sebesar 6,1 dan speedtangki II sebesar 7. Kemudian melakukan pengambilan data
konduktivitas pada waktu 0 detik, pada saat reagen mulai menyentuh sensor konduktimeter dan tiap
10 detik sampai konstan. Dari hasil percobaan diperoleh nilai konduktivitas konstan yaitu sebesar
0,00763 S/cm pada waktu 1180 s hingga 1230 s. Dari perhitungan diperoleh besarnya konversi NaOH
(Xa) dan derajat konversi CH3COONa (Xc) pada keadaan kesetimbangan tersebut yaitu 0,6895 dan
0,6895. Sedangkan reaksi merupakan orde dua dengan nilai konstanta kecepatan reaksinya pada
keadaan konstan adalah sebesar 0,1314.

Kata Kunci : konversi, konstanta kecepatan reaksi, konduktivitas, CSTR.

I-ii
PERCOBAAN 1

CONTINUOUS STIRRED TANK REACTOR (CSTR)

1.1. PENDAHULUAN

1.1.1. Tujuan Percobaan


Tujuan dari percobaan ini adalah untuk menentukan konstanta kecepatan
reaksi pada Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR).

1.1.2. Latar Belakang


Reaktor kimia adalah fitur terpenting dari proses kimia. Reaktor adalah
peralatan dimana bahan baku dikonversi ke produk yang diinginkan. Secara umum,
reaktor dipilih yang akan memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh mekanisme
reaksi, laju reaksi dan kapasitas produksi (Cooker, 2001)
Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR) bisa berbentuk dalam tangki satu
atau lebih dari satu dalam bentuk seri. Reaktor ini digunakan untuk reaksi fase cair
dan biasaynga digunakan untuk reaksi kimia organik. Karakteristik dari reaktir ini
adalah beroperasi pada kondisi steady state dengan aliran reaktan dan produk secara
kontinyu (Coulson and Richardson, 1989).
Aplikasi reaktor ini dalam industri digunakan untuk reaksi fasa cair biasanya
pada industri kimia organik seperti pabrik pembuatan etil asetat. Selain itu, CSTR
juga digunakan untuk memproduksi polimer seperti polimerisasi tyrene. Keuntungan
dari CSTR adalah kualitas produk yang bagus, seperti kontrol yang otomatis dan
tidak membutuhkan banyak tenaga operator. Pada indusri, CSTR ini lazim digunakan
karena beroperasi dalam skala besar (Zulmayeti, 2018).

I-1
1.2 DASAR TEORI

Reaktor kimia adalah fitur terpenting dari proses kimia. Reaktor adalah
peralatan dimana bahan baku dikonversi ke produk yang diinginkan. Berbagai faktor
dipertimbangkan dalam memilih reaktor kimia untuk tugas tertentu. Selain biaya
ekonomi, insunyur kimia diharuskan memilih reaktor yang tepat yang akan
memberikan hasil dan kemurnian tertinggi, meminimalkan polusi dan
memaksimalkan keuntungan. Secara umum, reaktor dipilih yang akan memenuhi
persyaratan yang ditentukan oleh mekanisme reaksi, laju reaksi dan kapasitas
produksi. Parameter terkait lainnya yang harus ditentukan untuk memilih jenis reaktor
yang tepat adalah panas reaksi, konstanta laju reaksi, koefisien perpindahan panas dan
ukuran reaktor. Reaktor optimal yang paling memenuhi persyaratan proses
memerlukan tinjauan apakah prosesnya kontinyu (continuous) atau batch dan apakah
kombinasi tipe reaktor atau beberapa reaktor secara seri atau parallel akan paling
memadai (Cooker, 2001).
Reaktor alir tangki berpengaduk (CSTR) dalam bentuknya ada yang satu
tangki tunggal (single tank) atau lebih sering serangkaian tangki (series of tanks),
sangat cocok untuk reaksi fase cair dan banyak digunakan dalam industri kimia
organik untuk skala produksi menengah dan besar ini dapat membentuk unit dalam
proses berkelanjutan (Continuous), memberikan kualitas produk yang konsisten,
kemudahan kontrol otomatis dan persyaratan tenaga kerja rendah. Dalam reaktor
tangki berpengaduk (Stirred tank reactor), reaktan segera diencerkan saat memasuki
tangki dalam banyak kasus ini mendukung reaksi yang diinginkan dan menekan
pembentukan produk sampingan. Karena reaktan sefar dicampur dengan cepat ke
volume yang besar, suhu tangki mudah dikontrol dan bintik-bintik panas lebih kecil
kemungkinannya terjadi daripada reaktor tubular. Selain itu, jika serangkaian tangki
diaduk digunakan relatif mudah untuk menahan setiap tangki pada suhu yang berbeda
sehingga optimal urutan suhu dapat tercapai. Contoh gambar tipe reaktor kimia
tunggal dan seri dapat dilihat pada Gambar 1.1 (Coulson and Richardson, 1989).

I-2
I-3

Reactant Reactant
A A
B B

Product

Product
(A) (B)

Gambar 1.1 Tipe Reaktor Kimia (A) Continuous Stirred Tank Reactor (CSTR); (B)
CSTR S in series

Persamaan dari CSTR yang memiliki komposisi seragam secara keseluruhan,


sehingga perhitungan reaktor dapat dibagi secara pula. Contoh bentuk persamaan
dengan memilih reaktan A untuk pertimbangan, maka persamaan neraca massanya
dapat dilihat pada persamaan (1.1) :

Input = output + massa hilang dalam reaksi + akumulasi (=0) ...(1.1)

Jika FAo = VoCAo adalah kecepatan umpan molar dari komponen A ke reaktor, maka
mempertimbangkan reaktor secara keseluruhan pada persamaan (1.2) dan (1.3):

Input A moles/waktu = FAo (1-XAo) = FAo ...(1.2)

Output A moles/waktu = FA = FAo (1-XA) ...(1.3)

Kehilangan massa A oleh reaksi moles/waktu menjadi persaaan (1.4):

MolAbereaksi
(-rA)v = ( )(volume reaktor) ...(1.4)
(waktu)(volumefluida)
I-4

Memasukan persamaan (1.2), (1.3) dan (1.4) menjadi persamaan (1.5):

FAoXA = (-rA)v ...(1.5)

Persamaan diatas dapat disusun kembali menjadi persamaan (1.6):

∆ Xa . Fao
V=
−rA
...(1.6)

Dimana :
V = volume reaktor
XA = konversi komponen A setelah keluar reaktor
FAo = laju alir molar komponen A
FA = laju alir molar komponen A keluar reaktor

Dimana XA dan rA diukur pada kondisi aliran keluar yang sama dengan kondisi
didalam reaktor. Selanjutnya dapat dilihat pada persamaan (1.7):

V VXa Xaf − Xai


= = ...(1.7)
Fao (−rA ) f (−rA ) f

Untuk harus dengan asumsi densitas campuran tidak berubah X A = 1 – CA/CAo, dalam
kasus ini persamaan untuk mixed reactor juga bisa ditulis dalam persamaan
konsentrasi atau sebagai berikut (Sukarya and Sanusi, 2017).
Countinous Stirred Tank Reactor (CSTR) adalah reaktor yang dirancang
untuk dapat mempelajari proses-proses penting dalam teknik kimia. Reaktor jenis ini
adalah salah satu dari tiga tipe reaktor yang bersifat inter changeable. Reaksi
dimonitor oleh Probe konduktivitas sebagai konduktivitas dari larutan yang berubah
I-5

dengan konversi dari reaktan menjadi produk. Artinya ini merupakan proses titrasi
reaksi yang tidak begitu penting. Countinous Stirred Tank Reactor adalah reaktor
yang dirancang untuk satu atau lebih dari satu dalam unit seri di dalam vessel yang
terpisah atau satu compartment shell. Kesetimbangan energi dan material berdararkan
pada hukum konservasi. Didalam suatu operasi cairan pada reaksi steady state. Laju
alir discharge adalah pada batas cairan didalam laju pada tangki (pada saat
pengukuran), ketia pencampuran cukup teratur dan konsentrasi yang sama (Perry,
1997).
Jenis-jenis reaktor berdasarkan bentuknya yaitu proses batch, proses kontinyu
dan semi batch. Proses batch merupakan sebuah proses dimana semua reaktan
bersama-sama pada awal proses dan produk dikeluarkan pada akhir proses. Proses
kontinyu merupakan sebuah proses dimana reaktan yang diumpankan ke dalam
reaktor dan produk samping dikeluarkan ketika proses untuk pembuatan masih
berlangsung secara berkelanjutan. Proses semi batch merupakan proses yang berbeda
dengan proses batch. Proses ini input dan output dioperasikan dengan baik dan
berkelanjutan (Fogler, 2006).
Sifat fisis dan kimia reagen (NaOH dan etil asetat) sebagai berikut
(Maulana et al., 2014) :
a. NaOH
Sifat Fisis
- Berat molekul : 40 gr/mol
- Titik didih : 134oC
- Titik lebur : 318,4oC
- Berat jenis : 2,130 gr/mol
- Kelarutan dalam 100 bagian air dingin 10oC : 42
- Kelarutan dalam 100 bagian air panas 100oC : 32
Sifat Kimia
Dengan Pb (NO3)2 membentuk endapan Pb(OH)2 yang larut dengan reagen excess
merupakan basa kuat, mudah larut dalam air.
b. Etil Asetat
I-6

Sifat Fisis
- Titik didih : 85oC
- Berat molekul : 88 g/mol
- Titik lebur : - 111
Sifat Kimia
Bereaksi dengan Hg+ membentuk endapan Hg2Cl2 putih yang tidak larut dalam air
panas dan asam encer tetapi larut dalam ammonia encer dan KCN tiosulfat bereaksi
dengan Pb2+ membentuk PbCl2 putih.
Faktor yang mempengaruhi nilai k (konstanta kecepatan reaksi) adalah
(Levenspiel, 1999)  :
1. Frekuensi tumbukan
Pengadukan akan mempengaruhi tumbukan sehingga akan menurunkan energi
aktivasi, jika energi aktivasi turun maka kecepatan reaksi juga naik.
2. Energi Aktivasi
Energi aktivasi merupakan energi maksimum yang diperlukan bagi reaksi untuk
berlangsung semakin rendah energi aktivasi, maka reaksi akan berjalan
semakin cepat.
3. Suhu
Semakin tinggi suhu, maka reaksi akan berjalan semakin cepat.
4. Katalis
Katalis dapat mempercepat reaksi karena kemampuannya mengadakan reaksi
dengan paling sedikit satu molekul reaktan untuk menghasilkan senyawa yang
lebih aktif. Interaksi ini akan meningkatkan laju reaksi.
Tujuan dari pengadukan antara lain (Mc Cabe et al., 1999) :
1. Untuk membuat suspensi partikel zat padat
2. Untuk meramu zat cair yang mampu tercampur
3. Untuk menyebar dispense gas didalam zat cair dalam bentuk gelembung-
gelembung kecil
4. Untuk menyebar zat cair yang lain, sehingga membentuk emulsi atau suspensi
butiran-butiran halus
I-7

5. Untuk mempercepat perpindahan kalor zat cair yang lain, sehingga membentuk
emulsi atau suspensi butiran-butiran halus.
6. Untuk mempercepat perpindahan kalor zat cair dengan kumparan atau mantel
kalor.
Kadang-kadang pengadukan agitator digunakan untuk beberapa tujuan sekaligus,
missal dalam hidrogenasi, gas hidrogen di dispersikan melalui zat cair, dimana
terdapat partikel katalis padat dalam keadaan suspensi, sementara kalor reaksi
diangkat keluar melalui kumparan atau mantel.
Reaksi ini terjadi berdasarkan persamaan molar dari reaksi orde pertama yang
tergantung pada natrium hidroksida dan etil asetat. Konsentrasi yang digunakan
berkisar 0,1 m dengan temperatur berkisar 20-40OC. Reaksi ini berlangsung dalam
reaktor, CSTR atau reaktor turbular yang bisa mencapai keadaan steady state akan
bervariasi berdasarkan konsentrasi, dalam reagen, flowrate dan volume reaktor serta
temperatur reakasi. Kecepatan reaksi dihitung dengan mengkonversikan reaktan
menjadi produk dalam waktu tertentu. Agar reaksi dapa terjadi pertikel dari reaktan
tersebut harus berkontak agar menghasilkan suatu interaksi. Kecepatan reaksi
tergantung pada reaksi tumbukan partikel dari dalam larutan yang bereaksi. Faktor-
faktor ini didukung dengan pengadukan reaktan dengan menggunakan stirred
(Pengaduk) dan baffle didalam reaktor. Pengadukan yang tidak sempurna kan
menghasilkan kecepatan reaksi yang kurang pula. Berdasarkan reaksi antar NaOH
dengan etil asetat, jika konsentrasi awal dan kedua larutan tesebut sama (Ao) dan
(Xa) konversi, maka konsentrasi dari masing-masing larutan adalah dapat diketahui
dengan menggunakan persamaan (1.8) (Perry, 1997) :

NaOH + CH3CO2C2H5 → CH3COONa + C2H5OH …(1.8)


(A0-X1) (A0-X2) (Xa) (Xa)

Untuk menghitung konsentrasi NaOH (A1) dan konsentrasi natrium asetat (C1)
dan derajat dan derajat konversi (Xa) dan (Xc) untuk masing-masing sampel
conductivity dapat dihitung menggunakan persamaan (1.9), (1.10), (1.11) dan (1.12):
I-8

A o − A1

a1 = (a∞ - ao)
[ A o− A ∞ ] + ao
, dimana a∞ = ao - bo … (1.9)

A o − A1

C1 = C ∞
[ A o− A ∞ ] , Co = 0 dan C∞ = 0 … (1.10)

ao −a 1 C1
Xa = ao dan Xc = C∞ … (1.11)
C1
Xc = , Untuk Co = 0 …(1.12)
C∞

Keterangan :
A0 : konsentrasi awal yang bereaksi (mol/L)
A1 : konsentrasi akhir yang bereaksi (mol/L)
C1 : konsentrasi Campuran
ao : konsentrasi mula-mula (mol/L)
a1 : konsentrasi mula-mula (mol/L)
Xa : derajat konversi NaOH
Xc : derajat konversi Natrum Asetat

Untuk reaktor kontinu pada kondisi steady state volume bisa diasumsikan konstan,
maka persamaannya dapat dilihat pada persamaan (1.13) :

F a o −a1 ( Fa + Fb) a o −a1


. = .
V a2 V a 2
K = 1 1 mol/dm3 .sec …(1.13)

Konsentrasi NaOH dalam reaktor pada kondisi steady state (A1) bisa digunakan untuk
menghitung konstanta kecepatan reaksi (K).
I-9
1.3 METODOLOGI PERCOBAAN

1.3.1 Alat dan Deskripsi Alat


Alat utama yang digunakan dalam percobaan ini adalah seperangkat alat CEX
MK II Armfield. Sedangkan alat-alat pendukung yang digunakan adalah gelas beker
1000 mL, sudip, pengaduk kaca, pipet volume 10 mL, gelas arloji, propipet,
stopwatch, gelas ukur 10 mL, 25 mL dan 1000 mL, labu ukur 500 mL, piknometer,
corong dan neraca analitik.

Deskripsi Alat

Gambar 1.2 Gambar Rangkaian alat CEX MK II Armfield

Keterangan gambar:
1. Tangki I untuk NaOH 10. Sensor suhu
2. Tangki II untuk etil asetat 11. Konduktimeter
3. Control speed pompa tangki I 12. Tutup reaktor
4. Control speed pompa tangki II 13. Baffle
5. Reaktor 14. Agitator
6. Control speed agitator 15. Coil
7. Tombol on/off 16. Overflow
8. Pembacaan suhu 17. Saluran pengeluaran produk
9. Pembacaan konduktivitas 18. Saluran masuk reagen

I-10
I-11

1.3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam percobaan ini adalah NaOH 0,11 M, etil asetat
0,10 M dan akuades.

1.3.3 Prosedur Percobaan


1.3.3.1 Kalibrasi Pompa
Tangki I dan II pada Gambar 1.2 diisi dengan akuades masing-masing
sebanyak 1000 mL. Kecepatan kedua pompa ditentukan yaitu 2; 4; 6; 8; 10 dan 12.
Air yang keluar dari outlet pada pompa ditampung pada gelas ukur selama 13 detik
dan diukur volumenya serta diulangi sebanyak 3 kali. Pengambilan data dirata-rata
dan dihitung flowrate. Dibuat grafik hubungan antara kecepatan pompa dan flowrate
dibuat sehingga diperoleh speed untuk kedua tangki.

1.3.3.2 Pembuatan Larutan NaOH 0,11 M


NaOH ditimbang sebanyak 8,8 gram dan NaOH padat dimasukkan kedalam
gelas beker 1000 mL. Kemudian ditambahkan akuades sebanyak 1000 mL dan
diaduk hingga homogen. Larutan NaOH dimasukkan ke dalam tangki dan
ditambahkan akuades sebanyak 1000 mL.

1.3.3.3 Pembuatan Larutan Etil Asetat 0,10 M


Etil asetat diambil sebanyak 19,66 mL menggunakan pipet volume 10 mL dan
dimasukkan ke dalam labu ukur 500 mL. Akuades ditambahkan hingga tanda tera lalu
dikocok hingga homogen. Etil asetat dimasukkan ke dalam tangki II dan ditambahkan
akuades sebanyak 1000 mL.

1.3.3.4 Pengukuran Konduktivitas Reaksi


Reagen NaOH 0,11 M dan etil asetat 0,10 M disiapkan masing-masing
sebanyak 2000 mL dan dimasukkan masing-masing reagen ke dalam tangki.
Kecepatan pompa diatur dengan skala 6,1 untuk pompa I dan skala 7 untuk pompa II
I-12

yang diperoleh dari grafik kalibrasi. Agitator speed controller diatur dengan skala 7
dan dinyalakan. Nilai konduktivitas dan temperatur dicatat pada saat reagen
menyentuk konduktimeter. Pengambilan data konduktivitas diulangi setiap 10 detik
hingga nilainya konstan sebanyak 6 kali dan operasi dihentikan. Volume reagen pada
reaktor diukur dengn gelas ukur 1000 mL dan dihitung densitasnya. Tangki I dan
tangki II dibilas dengan cara menambahkan akuades masing-masing sebanyak 1500
mL ke dalam tangki. Pompa I dan pompa II serta agitator dinyalakan dengan
kecepatan maksimal hingga overflow. Pompa dimatikan dan volume larutan pada
reaktor diukur dengan gelas ukur 1000 mL serta densitasnya dihitung.
1.4 PEMBAHASAN

Continuous stirred tank reactor (CSTR) beroperasi pada kondisi steady state
denga aliran, reaktan dan produk secara kontinyu. Percobaan ini dilakukan untuk
menentukan konstanta kecepatan reaksi pada reaktor CSTR menggunakan larutan
NaOH dan CH3COOC2H5 sebagai umpan yang selanjutnya nilai konduktivitasnya
diukur. Kalibrasi pompa berfungsi untuk pengendalian nilai flowrate agar sama pada
kedua pompa. Pompa I dan pompa II memiliki perbedaan karakteristik kecepatan
karena saat dioperasikan putaran impeller pompa I lebih cepat daripada putaran
pompa II. Karena karakteristik pompa I dan pompa II berbeda walaupun dijalankan
pada kecepatan yang sama, maka flowrate yang dihasilkan akan berbeda. Kalibrasi
diperlukan untuk memperkecil kesalahan nilai flowrate umpan oleh kedua pompa.
Berdasarkan data kalibrasi yang diperoleh dapat di buat grafik hubungan antara speed
pompa terhadap flowrate sebagai berikut

2
1.8
1.6
1.4
Flowrate (mL/s)

1.2
1
Tangki 1
0.8
Tangki 2
0.6
0.4
0.2
0
2 4 6 8 10 12
Speed

Gambar 1.3 Hubungan antara Speed terhadap Flowrate

I-13
I-14

Gambar 1.3 menunjukkan bahwa speed pada pompa berbanding lurus terhadap
flowrate yang dihasilkan. Semakin cepat speed pada pompa maka flowrate yang
dihasilkan juga semakin besar. Grafik tersebut menunjukkan besarnya speed pompa
yang dihasilkan pompa I dan II dengan flowrate 0,9 mL/s, yaitu 6,1 pada pompa I dan
7 pada pompa II.
Percobaan ini menggunakan reagen natrium hidroksida 0,11 M dan etil asetat
0,10 M. Larutan NaOH 0,11 M dialirkan melalui tangki I dan CH 3COOC2H5 0,10 M
dialirkan melalui tangki II. Reaksi yang terjadi dengan reaktor yaitu :

NaOH + CH3COOC2H5 CH3COONa + C2H5OH


(Natrium Hidroksida) (Etil Asetat) (Natrium Asetat) (Etanol)

Reaksi yang terjadi merupakan reaksi antara etil asetat (CH 3COOC2H5) dan basa
(NaOH) untuk membentuk alcohol (etanol) dan garam dari asam (CH 3COONa).
Reaksi ini bisa disebut dengan reaksi penyabunan.
Reaktor pada percobaan ini dilengkapi dengan pengaduk yaitu agitator.
Pengadukan bertujuan untuk mempercepat proses pencampuran dari masing-masing
reagen. Semakin tinggi kecepatan pengadukan, maka pencampuran akan semakin
cepat. Sehingga partikel menjadi terdispersi dan permukaan kontak meluas. Hal
tersebut menyebabkan pencampuran reagen menjadi homogen serta produk yang
dihasilkan sempurna, maka proses dianggap telah mencapai kondisi steady state.
Percobaan ini menggunakan kecepatan agitator dengan skala 7.
Pembacaan konduktivitas dilakukan saat campuran reagen NaOH dan etil
asetat mulai menyentuk konduktimeter. Pencatatan nilai kondutivitas terus dilakukan
hingga di dapatkan nilai konduktivitas yang konstan. Pengambilan data konduktivitas
diamati setiap 10 detik hingga konstan. Berdasarkan data yang diperoleh berikut
adalah garfik hubungan antara waktu terhadap konduktivitas.
I-15

0.01
0.01
Conductivity (S/cm)

0.01
0.01
0.01
0
0
0
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000
1050
1100
1150
1200
Waktu (s)

Gambar 1.4 Hubungan antara Waktu (s) dan Konduktivitas (s/cm)

Gambar 1.4 menunjukkan nilai konduktivitas yang didapat pada awal aliran umpan
ke reaktor mengalami peningkatan hingga detik 90. Hal ini diakibatkan oleh natrium
asetat yang mulai terbentuk dan menyebabkan nilai konduktivitasnya naik. Reaksi
yang terjadi antara NaOH dan etil asetat ialah reaksi eksotermik (menghasilkan
panas) yang bersifat reversible sehingga akan terus menerus menurunkan nilai
konduktivitas hingga tercapai kondisi steady state (Fogler, 1992). Nilai konduktivitas
yang didapatkan pada t = 0 sebesar 0,00035 s/cm dan mencapai konstan pada saat t =
1190 s sebesar 0,00763 s/cm. Semakin lama berjalannya waktu reaksi maka nilai
konduktivitas akan semakin menurun kemudian konstan. Hal ini terjadi karena
semakin lama reaksi berlangsung, maka pertukaran ion Na+ dan NaOH yang bereaksi
dengan CH3COOC2H5 semakin berkurang hingga konstan atau tidak terjadi
pertukaran ion lagi karena umpan telah bereaksi dan produk berupa natrium asetat
(CH3COONa) terbentuk secara sempurna.
Berdasarkan perhitungan diperoleh grafik hubungan antara waktu terhadap
konversi NaOH (Xa) sebagai berikut
I-16

1.8000
1.6000
1.4000
1.2000
1.0000
0.8000
Xa

0.6000
0.4000
0.2000
0.0000
50
0

100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950
1000

1100
1150
1050

1200
Waktu (s)

Gambar 1.5 Hubungan antara Waktu (s) dengan Konversi NaOH (Xa)

Gambar 1.5 menunjukkan bahwa konversi NaOH (Xa) saat awal proses terjadi
penurunan nilai konversi dikarenakan reaktor masih belum dalam keadaan steady,
sehingga NaOH belum terkonversi secara sempurna. Setelah itu nilai Xa meningkat
seiring bertambahnya waktu. Konversi NaOH (Xa) merupakan jumlah NaOH yang
bereaksi dinyatakan sebagai persentase dari jumlah mula-mula. Nilai Xa
menunjukkan jumlah NaOH yang terkonversi menjadi natrium asetat. Pada t =1190 s
nilai Xa mulai konstan yaitu sebesar 0,6895. Kondisi konstan menunjukkan NaOH
dan CH3COOC2H5 sudah habis bereaksi sehingga CH3COONa terbentuk secara
sempurna.
Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh grafik hubungan antara waktu
terhadap derajat konversi CH3COONa (Xc) sebagai berikut
I-17

1.8000
1.6000
1.4000
1.2000
1.0000
0.8000
Xc

0.6000
0.4000
0.2000
0.0000
50

1000

1100
1150
0

100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950

1050

1200
Waktu (s)

Gambar 1.6 Hubungan antara Waktu (s) dengan Konversi Natrium Asetat
(Xc)

Gambar 1.6 menunjukkan bahwa konversi CH3COONa (Xc) disaat awal proses
terjadi penurunan nilai konversi yang disebabkan reaktor masih belum dalam keadaan
steady sehingga CH3COONa belum sempurna terkonversi. Setelah itu, konversi
natrium asetat berbanding lurus dengan waktu. Konversi natrium asetat (Xc) adalah
jumlah natrium asetat yang dihasilkan dan merupakan total persentase jumlah natrium
asetat yang terbentuk. Berdasarkan nilai konversi yang terjadi menunjukkan semakin
banyak jumlah natrium asetat yang terbentuk. Kondisi steady state dicapai apabila
nilai konversi natrium asetat konstan saat ion-ionnya terbentuk sempurna. Artinya
bahwa reagen telah habis bereaksi dan pada saat keadaan steady membentuk produk.
Nilai konversi natrium asetat (Xc) sebesar 0,6895 pada t = 1190 s.
Konstanta kecepatan reaksi (k) merupakan fungsi dari konversi yang
dipengaruhi oleh suhu. Konstanta laju spesifik (k) dapat dihitung dari konversi NaOH
pada saat steady state. Laju perubahan dalam reaktor adalah mold an volume dapat
diasumsikan konstan sehingga rumus untuk perhitungan k didasarkan pada volume
reaktor konstan. Grafik hubungan antara waktu terhadap konstanta kecepatan reaksi
(k) dapat dilihat sebagai berikut
I-18

1.8000
1.6000
1.4000
1.2000
1.0000
0.8000
K

0.6000
0.4000
0.2000
0.0000
50

1000

1100
1150
0

100
150
200
250
300
350
400
450
500
550
600
650
700
750
800
850
900
950

1050

1200
Waktu (s)

Gambar 1.7 Hubungan antara Waktu (s) dengan Konstanta Keckepatan Reaksi
(k) (mol/dm3s)

Gambar 1.7 menunjukkan bahwa pada awal operasi pada detik ke-40 konstanta
kecepatan reaksi mengalami kenaikkan yang signifikan yaitu sebesar 1,5727
mol/dm3s. Hal ini dikarenakan pada saat awal percobaan reaktor masih dalam
keadaan unsteady state yang berarti suatu system masih mengalami perubahan
terhadap waktu. Sehingga terjadi kenaikkan nilai k dan setelah beberapa saat nilai k
menjadi konstan yang berarti reaktor mencapai kondisi steady state. Nilai konstanta
kecepatan reaksi mencapai titik konstan pada waktu t = 1190 s dengan nilai k sebesar
0,1314 mol/dm3s. Nilai k yang konstan menunjukkan bahwa reaksi pembentukan
NaOH dan etil asetat telah berhenti atau bereaksi sempurna. Dapat disimpulkan
bahwa konstanta kecepatan reaksi berbanding lurus terhadapap waktu dan derajat
konversi.
Pengukuran volume bertujuan untuk mengetahui volume reaktor berisi air dan
CH3COONa. Berdasarkan hasil pengukuran volume fluida dalam reaktor diperoleh
volume air sebesar 1984 mL dan CH 3COONa sebesar 1984 mL. Berdasarkan teori,
densitas air adalah 0,9980 g/mL dan densitas asam asetat adalah 1,52087 g/mL
(Perry, 1997). Densitas air dan CH3COONa yang didapat pada percobaan ini berturut-
turut adalah 0,96132 g/mL dan 0,9618 g/mL. Hal ini tidak sesuai dengan teori,
I-19

ketidaksesuaian ini disebabkan adanya perbandingan volume yang kecil sehingga


menyebabkan densitas air dan natrium asetat tidak sesuai teori. Densitas dan volume
berbanding terbalik, dimana semakin besar volume maka densitas akan semakin
kecil. Natrium asetat memiliki sifat mudah menguap jika terkena udara sehingga
volumenya berkurang. Pada natrium asetat gaya kohesi lebih besar daripada gaya
adhesi sedangkan air memiliki gaya adhesi yang lebih besar dibandingkan gaya
kohesi, sehingga air membentuk miniskus cembung yang menyebkan overflow lebih
banyak daripada natrium asetat.
Faktor-faktor yang mempenagruhi kecepatan reaksi yaitu frekuensi tumbukan,
energi aktivasi, suhu dan katalis. Pengadukan akan memperbesar tumbukan partikel
sehingga akan menurunkan energi aktivasi. Jika energi aktivasi turun, maka
kecepatan reaksi akan naik. Energi aktivasi merupakan energi minimum yang
diperlukan bagi reaksi untuk berlangsung. Semakin rendah energi aktivasi, maka
reaksi akan berjalan semakin cepat. Semakin tinggi suhu makan reaksi akan berjalan
semakin cepat. Katalis dapat mempercepat reaksi (Levenspiel, 1999).
1.5 PENUTUP

1.5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang didapat dari percobaan ini adalah:
1. Nilai speed pompa untuk mencapai flowrate 0,9 mL/s adalah 6,1 pada pompa 1
dan 7 pada pompa II.
2. Nilai konduktivitas semakin menurun seiring berjalannya waktu operasi dan nilai
konstan pada t = 1190 detik dengan nilai konduktivitas sebesar 0,00763 s/cm.
3. Nilai konversi NaOH (Xa) steady state diperoleh pada t = 1190 detik dengan nilai
0,6895. Sedangkan nilai konversi CH3COONa (Xc) steady state diperoleh pada
saat t = 1190 detik dengan nilai 0,6895.
4. Nilai konstanta kecepatan reaksi semakin meningkat seiring bertambahnya waktu
operasi dan konstan pada waktu t = 1190 detik dengan nilai k = 0,1314 mol/dm3s.

1.5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan pada percobaan ini adalah dengan menambahkan
variasi waktu. Misalkan divariasikan dengan 10 detik dan 15 detik. Hal ini dilakukan
agar praktikan dapat mengertahui pengaruh waktu terhadap konstanta kecepatan
reaksi.

I-20
DAFTAR PUSTAKA

Cooker, A. K. 2001. Modeling Of Chemical Kinetics And Reaction Design, Usa, Gulf
Publishing Company.

Coulson, J. M. & Richardson, J. F. 1989. Chemical Engineering Volume 2 Fifth


Edition, Oxford, Eleevier Butterworth-Heinemann.

Fogler, H. S. 2006. Element Of Chemical Reaction Engineering Fourth Edition, Usa,


Prentice Hall.

Levenspiel, O. 1999. Chemical Reaction Engineering, New York, John Wiley And
Sons.

Maulana, Z. S., Munfarida, S. & Purnawan, D. 2014. Pengaruh Pengadukan Terhadap


Konstanta Reaksi Penyabunan Etil Asetat Dengan Naoh Pada Reaktor Ideal
Aliran Kontinyu, Semarang, Universitas Diponegoro.

Mc Cabe, W. L., Smith, J. C. & Harriot, P. 1999. Unit Operation Of Chemical


Engineering, New York, Mcgraw Hill Book Company.

Perry, R. H. 1997. Perry’s Chemical Engineering Handbook Seventh Edition, New


York, Mcgraw Hill Book Company.

Sukarya, A. & Sanusi, M. R. E. 2017. Revitalisasi Simulator Continuous Stirred Tank


Reactor (Cstr) Dan Plug Flow Reactor (Pfr). , Bandung, Politeknik Negeri
Bandung.

DP.I-1
LAMPIRAN

A. Hasil Pengamatan

Tabel 1 Hasil Pengamatan Kalibrasi Pompa 1

No Kecepatan Volume (mL) Rata-rata (mL) Flowrate (mL/s)

1 3,80

2 2 4,00 4,00 0,40

3 4,20

4 7,20

5 4 7,20 7,20 0,72

6 7,20

7 11,00

8 6 10,00 9,83 0,98

9 8,50

10 13,00

11 8 13,50 13,16 1,31

12 13,00

13 16,00

14 10 16,50 16,33 1,63

15 16,50

16 16,00

17 12 17,50 16,67 1,66

18 16,50

LP.I-1
Tabel 2 Hasil Pengamatan Kalibrasi Pompa 2

No Kecepatan Volume (mL) Rata-rata (mL) Flowrate (mL/s)

1 2,00

2 2 2,00 2,00 0,20

3 2,00

4 4,80

5 4 5,00 4,93 0,49

6 5,00

7 8,20

8 6 8,20 8,13 0,81

9 8,00

10 11,00

11 8 11,50 11,33 1,13

12 11,50

13 14,00

14 10 15,00 14,66 1,46

15 15,00

16 15,00

17 12 15,00 15,00 1,50

18 15,00

LP.I-2
Tabel 3 Hasil Pengamatan Volume Reaktor
Bahan Volume Reaktor (mL)
Akuades 1984
Natrium Asetat 1984

B. Perhitungan
1. Menghitung reagen yang diperlukan
A. Etil Asetat (CH3COOC2H5)
Diketahui : C = 0,10 M
BM = 88.11 gr/m
ρ = 0,901 gr/mL
Ditanya : V CH3COOC2H5 yang diambil dalam 1,9 L akuades ?
Jawab :
C . BM .V akuades
V=
ρ .% CH 3 COOC 2 H 5
mol g
0,10 . 88,11 .2L
L mol
=
g
0,901 . 96 %
mL
= 19,66 mL
B. Natrium Hidroksida (NaOH)
Diketahui : C = 0,11 M
BM = 40 gr/mol
V =2L
Ditanya : VNaOH = …?
Jawab :
MNaOH = C . BM . V
= 0,11 mol/L . 40 gr/mol . 2L
= 9,88 gr
2. Menghitung a1,c1,x1,xc dan k
Diketahui : Fa = 0,9 mL/detik = 0,0009 dm3/ detik
Fb = 0,9 mL/detik = 0,0009 dm3/ detik
aµ = 0,11 mol/dm3
bµ = 0,10 mol/dm3

T = 30,3 oC = 304 K
V = 1984 mL
Ditanya : a1, c1, xa, xc, dan k = ?

LP.I-3
Jawab :
Fa
a0 = aμ
Fa+ Fb

dm 3
0,0009
detik mol
= 3
0,11
dm dm3
(0,0009+ 0,0009)
detik
= 0,058 mol/dm3
Fa
b0 = bμ
Fa+ Fb
dm3
0,0009
detik mol
= 3
0,10
dm dm3
(0,0009+ 0,0009)
detik
= 0,048 mol/dm3

Syarat bo < ao
Coo = b0 = 0,048 mol/dm3
Λc∞ = 0,07 ( 1+ 0,0284 ( 304 – 294 ) ) x 0,048
= 0,0051 mol/L
Λao = 0,195 ( 1+ 0,0184 ( 304 – 294 ) ) x 0,048
= 0,0131 mol/L

Asumsi Co = 0
Λo = Λ∞ = 0,0131 mol/L
Untuk ao > bo
a∞ = ao – bo
= (0,058 – 0,048) mol/dm3
= 0,01 mol/L
Λa∞ = 0,195 (1+(0,0184(304 – 294))) 0,01
= 0,023 mol/L
Λ∞ = Λc∞ + Λa∞

LP.I-4
= (0,0051 + 0,0023) mol/L
= 0,0074 mol/L
pada t = 0 , Λ1 = 0,00035
Λ 0 − Λ1

a1 = (a∞ - ao)
[ Λ 0− Λ ∞
+ ao
]
0.0131−0,00035
=(0,01 – 0,058) [ ¿+0,058
0,0131−0,0074
= - 0,0365
Λ 0 − Λ1

C1 = C ∞
[
Λ 0− Λ ∞ ]
, Untuk Co = 0
0,0131−0,00035
= 0,048
0,0131−0,0074
= 0,0941

a0 −a1
Xa = a0
0,058−(−0,0365)
=
0,58
= 1,6340

C1
Xc = C ∞
0,0941
=
0,048
= 1,6340

F ( a0 −a 1 )
V a2
=
( Fa+ Fb )
V ( )( a a−a )
0

2
1

k= 1 1

( 0,0009+0,0009 ) .(0,058−0,0365)
=
1984 .¿ ¿

LP.I-5
= 0,0838 s-1

Hasil perhitungan selanjutnya dapat dilihat pada tabel perhitungan konduktivitas


berikut.

LP.I-6

Anda mungkin juga menyukai