net/publication/329208609
CITATION READS
1 377
3 authors, including:
SEE PROFILE
Some of the authors of this publication are also working on these related projects:
Representasi Gaya Busana dalam Iklan Komersial Televisi sebagai Identitas Muslimat Indonesia View project
Ekspresi Pos-Kolonialisme dalam Kartun Indonesia: Studi Kasus Tokoh Oom Pasikom pada Harian Kompas View project
All content following this page was uploaded by Ahmad Faiz Muntazori on 27 November 2018.
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
DESAIN DAN MEDIA
“Peran Desain dan Media dalam Perkembangan Teknologi Komunikasi serta
Perubahan Sosial Budaya Masyarakat”
Diterbitkan oleh:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Indraprasta PGRI
2017
ii
Seminar Nasional Desain dan Media ISBN : 978-602-50181-1-4
PROSIDING
SEMINAR NASIONAL
DESAIN DAN MEDIA
“Peran Desain dan Media dalam Perkembangan Teknologi Komunikasi serta
Perubahan Sosial Budaya Masyarakat”
Penanggung jawab
Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Pimpinan Redaksi
Muhammad Iqbal Qeis
Penyunting
Agung Zainal Muttakin Raden
Ahmad Faiz Muntazori
Copyright © 2017
Hak cipta dilindungi undang-undang
All rights reserved
Jakarta :
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Indraprasta PGRI
1 jil. 21 x 29,7 cm, 254 hal
Cetakan Pertama, Oktober 2017
ISBN : 978-602-50181-1-4
Diterbitkan oleh:
Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat
Universitas Indraprasta PGRI
Jl. Nangka No. 58 C Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan, 12530
Telp. (021) 78835283 – 7818718
Website : lppm.unindra.ac.id, email : lp2m@lppmunindra.ac.id
iii
Seminar Nasional Desain dan Media ISBN : 978-602-50181-1-4
KATA PENGANTAR
Bismillahirahmannirahim
Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat dan
hidayah yang telah diberikan kepada kita semua, sehingga buku Prosiding Seminar
Nasional Desain dan Media dengan tema “Peran Desain dan Media dalam
Perkembangan Teknologi Komunikasi serta Perubahan Sosial Budaya
Masyarakat” dapat terwujud. Buku prosiding tersebut memuat sejumlah artikel hasil
penelitian yang telah dilakukan oleh Bapak/Ibu dosen Desain Komunikasi Visual
Universitas Indraprasta PGRI dan perguruan tinggi lain, serta mahasiswa yang
dikumpulkan dan ditata oleh tim dalam kepanitiaan seminar nasional.
Oleh karena itu, dalam kesempatan ini perkenankan kami mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Prof. Dr. Sumaryoto, selaku Rektor Universitas Indraprasta PGRI yang telah
memfasilitasi semua kegiatan seminar
2. H. Achmad Sjamsuri, selaku Kepala Lembaga Penelitian dan Pengabdian
Masyarakat Universitas Indraprasta PGRI yang telah membantu dan memfasilitasi
kegiatan seminar ini hingga berjalan dengan lancar,
3. Dendi Pratama, S.Sn., M.M., M.Ds., selaku Wakil Dekan FBS Universitas
Indraprasta PGRI atas bantuan dan sarannya hingga seminar ini berjalan dengan
lancar.
4. Santi Sidhartani, S.T., M.Ds., selaku Ketua Program Studi Desain Komunikasi
Visual.
5. Bapak/Ibu dosen dan mahasiswa penyumbang artikel hasil penelitian dalam
kegiatan ini.
Semoga buku prosiding ini dapat memberi kemanfaatan bagi kita semua, untuk
kepentingan pengembangan ilmu, desain, media, teknologi, seni, dan budaya. Di
samping itu, diharapkan juga dapat menjadi referensi bagi upaya pembangunan bangsa
dan negara.
Terakhir, tiada gading yang tak retak. Mohon maaf jika ada hal-hal yang kurang
berkenan. Saran dan kritik yang membangun tetap kami tunggu demi kesempurnaan
buku prosiding ini.
iv
Seminar Nasional Desain dan Media ISBN : 978-602-50181-1-4
DAFTAR ISI
Makalah Utama :
1. DESAIN DAN MEDIA SEBAGAI INSTRUMENT NATION BRANDING
Agung Eko Budiwaspada ...................................................................................... 1-8
Makalah Paralel :
1. SEMIOTIKA KOMUNIKASI VISUAL PADA KAMPANYE MEDIA
DARING ORGANISASI DIFABEL AKAR TULI
Angga Kusuma Dawami ................................................................................... 18-24
v
6. POSTER IKLAN ROKOK “A MILD, CLAS MILD, U MILD” SEBAGAI
MEDIA PENGAJARAN BAGI MAHASISWA DKV UNINDRA PADA
MATA KULIAH BAHASA INGGRIS
Fenti Mariska Yohana ....................................................................................... 65-72
vi
16. ANALISA DAN PERANCANGAN MULTIMEDIA INTERAKTIF
KAWASAN MUSEUM ADITYAWARMAN SUMATERA BARAT
Robby Usman, Aggy Pramana Gusman, Devia Kartika ............................... 153-160
vii
Seminar Nasional Desain dan Media ISBN No. 978-602-50181-1-4 | 237
Abstrak
Karakter Visual Oom Pasikom dan Wacana Nasionalisme Sekular di Indonesia. Pasca keruntuhan
Khilafah Islam pada 1924, gagasan nasionalisme seperti menjadi pilihan terbaik bagi bangsa-bangsa
mayoritas Muslim, termasuk Indonesia, untuk melawan kolonialisme Barat. Padahal, sebagai gagasan Barat,
nasionalisme tetap menguntungkan Barat sebagai katalisator hegemoni atas negeri-negeri bekas koloninya.
Dalam praktiknya, nasionalisme ada yang bercorak religius dan ada yang sekular. Media massa menjadi
komponen masyarakat yang ikut menentukan corak nasionalisme sebuah bangsa. Tokoh kartun editorial Oom
Pasikom menjadi representasi Harian Kompas dalam membangun masyarakat nasionalis sekular di
Indonesia. Penelitian ini berniat mengungkapkan tanda-tanda ideologi nasionalisme sekular dalam karakter
visual Oom Pasikom, dengan dibatasi pada dua objek: (1) tanda peminggiran agama dari ruang publik ke
ruang privat, dan (2) tanda liberal atau bebas nilai. Penelitian tergolong kualitatif deskriptif, sedangkan
paradigmanya adalah konstruktivis. Dimensi semiotika C.W. Morris dijadikan sebagai alat analisis dengan
pendekatan teori nasionalisme sekular. Penelitian menemukan, bahwa terdapat tanda-tanda ideologi
nasionalisme sekular dalam karakter visual Oom Pasikom, yakni ketiadaan unsur identitas agama, dan
sintagma busana yang chaos.
poskolonial seperti Nehru di India dan Pasikom yang menjadi representasi atau
Nasser di Mesir, nasionalisme sekular ikon harian Kompas. Kartun editorial
adalah jalan menuju masyarakat modern memiliki fungsi estetik dan simbolik
seperti halnya Eropa. yang sangat kuat pada identitas sebuah
Dalam catatannya, Edward Said surat kabar. Pandangan dan sikap politik
(2010: 507-508) mengatakan bahwa redaksi yang serius seringkali
konsumerisme di dunia Timur telah direpresentasikan melalui kartun
menjadi katalisator bagi Barat untuk sehingga tampak ringan. Itulah sebabnya,
menancapkan hegemoni mereka. Said karakter kartun Oom Pasikom karya GM.
menjelaskan fenomena tersebut sebagai Sudarta bisa dijadikan objek penelitian
salah satu faktor keberhasilan proyek terkait keselarasan paradigma berpikir
orientalisme di dunia Timur. Jika Barat redaksi dengan ide nasioalisme sekular
hanya mengambil dari Timur sumber yang berkembang di Indonesia.
daya ekonomis material, Timur justru
mengambil seluruh materi dan ideologi
dari Barat. Implikasinya adalah
perubahan cara pandang dan selera
masyarakat Timur terhadap segala
sesuatu yang terkait modernisasi. Terjadi
pembakuan cita rasa besar-besaran di
dunia Timur, bahkan terhadap citra ke-
Timuran itu sendiri yang disuplai oleh
media masa Barat. Di sisi lain, kelompok
akademis Timur yang sudah ter-Baratkan
kerap mendukung dan melegitimasi Gambar 1. Oom Pasikom dalam kartun editorial
gagasan-gagasan modernisasi serta Harian Kompas
(Sumber: Kompas, Rabu, 20 Mei 1998)
kemajuan yang role modelnya adalah
Amerika Serikat (Sukarwo, 2017: 322). Penelitian ini mencoba
Salah satu instrumen yang paling menganalisis karakter visual Oom
kuat dalam menyebarkan ide nasionalis Pasikom yang dihubungkan dengan
sekular di Indonesia adalah kekuatan wacana nasionalisme sekular di
media. Peran media seperti surat kabar Indonesia. Pertanyaan penelitian adalah
dan televisi sangat vital dalam memberi adakah tanda-tanda nasionalisme sekular
imaji mengenai ke-Indonesiaan pada dalam karakter visual Oom Pasikom?
masyarakat yang plural. Pada konteks Penelitian ini tergolong kualitatif
inilah surat kabar beroplah nasional deksriptif. Subjek penelitian adalah
seperti Kompas memiliki paham yang karakter visual Oom Pasikom. Objek
selaras dengan kelompok nasionalis penelitian adalah tanda-tanda ideologi
sekular di Indonesia. Sejak awal berdiri, nasionalisme sekular dalam karakter
Kompas tidak memosisikan diri sebagai visual Oom Pasikom, khususnya pada
representasi kelompok agama tertentu, aspek busana yang digambarkan, dengan
termasuk Islam sebagai agama mayoritas. dibatasi pada dua tanda, yakni: (1) tanda
Sampai hari ini, Kompas konsisten peminggiran (eliminasi) agama dari ruang
dengan sikap redaksinya yang publik ke ruang privat, dan (2) tanda
menerjemahkan teks-teks nasionalisme liberal atau bebas nilai. Analisis terhadap
sebagai teks yang sekular dan tidak bias objek penelitian beranjak dari subjek
kepentingan kelompok agama mayoritas. penelitian, sehingga subjek penelitian
Sikap redaksi yang mendukung adalah sumber data yang utama dan
gagasan nasionalisme sekular ini bisa pertama. Metode analisis akan
dilihat pada kartun editorial Oom menggunakan analisis semiotika dari
240 | Seminar Nasional Desain dan Media ISBN No. 978-602-50181-1-4
C.W. Morris dengan pendekatan teori kekayaan milik gereja (Madung, 2017:
nasionalisme sekular. 32).
Unit analisis penelitian ini hanya Jika merujuk ke etimologi, kata
satu, ialah karakter visual Oom Pasikom sekular berasal dari bahasa Latin
pada analisis tanda ideologi nasionalisme saeculum yang artinya zaman atau masa
sekular. Karakter visual tersebut didapat yang tertentu. Dahulu, kata ini digunakan
dalam kartun editorial karya GM Sudarta. untuk mendeskripsikan rentang waktu
Penelitian dengan demikian tergolong antara masa kini dan akhir zaman yang
kualitatif deskriptif. Adapun paradigma membawa ciri kehidupan harmonis antara
penelitian adalah konstruktivis, sebab umat Kristen dan kaum non-Kristiani
mengaitkan ilmu pengetahuan—termasuk untuk mengatasi persoalan-persoalan
dalam menentukan konsep dan teori— publik (Madung, 2017: 31). Jose
dengan konteks, sejarah, ideologi dan Casanova yang dikutip oleh Madung
hegemoni secara terintegrasi. Peneliti (2017: 34) membagi sekularisasi dalam
berada pada wilayah bebas dalam tiga bentuk pemahaman yang berkaitan
memandang objek penelitian maupun dengan relasi kehidupan dengan agama.
dalam menggunakan teori dan metode Salah satu bentuk pemahaman yang
yang bersifat dialektis dan subjektif, menjadi ciri dominan hingga hari ini
dengan dikonstruk melalui penafsiran adalah anggapan bahwa hidup tanpa
terhadap objek, teori dan metode, juga agama merupakan ciri khas kematangan
nilai. Rumusan masalah penelitian dan kedewasaan manusia.
adalah: bagaimana tanda-tanda Di sisi lain, literatur kunci konsep
nasionalisme sekular pada karakter visal sekularisme modern bisa disusuri dari
Oom Pasikom? buku berjudul Secular City karya Harvey
Cox yang terbit pertama kali di Amerika
Nasionalisme Sekular Serikat tahun 1965. Dalam bukunya
Untuk memahami frase tersebut, sekularisasi diartikan oleh Cox
nasionalisme sekular, maka perlu kiranya sebagai pembebasan manusia dari asuhan
dipahami terlebih dahulu termin agama dan perkara metafisika. Selain itu,
sekularisme. Sekularisme dimaknai Cox juga menganggap sekularisasi
secara sederhana sebagai bentuk sebagai bentuk pengalihan perhatian
peminggiran agama di ruang publik manusia dari dunia lain (yang bersifat
menuju ruang privat. Agama dimaknai metafisik) menuju dunia kini (Cox, 1967:
sebagai instrumen kepercayaan 15). Meskipun gagasan Cox tersebut
tradisional yang kontra produktif berkembang di kalangan Barat Kristen
terhadap proses demokrasi dan dan menarik kesimpulan dari teks
liberalisasi ekonomi. Konsep sekularisme biblikal, akan tetapi pengaruhnya sampai
yang hari ini dipahami berasal dari juga pada para pemikir sekular di
sejarah yang cukup panjang. Titik tolak Indonesia bahkan kelompok cendikiawan
awalnya berada pada dinamika hubungan muslim.
gereja Katolik dengan penguasa di Eropa. Kontekstualisasi ide sekularisasi
Dalam tradisi gereja Katolik Roma abad dari Cox mendapatkan momentum
pertengahan, sekularisasi diartikan aktualisasi ketika Indonesia memasuki
sebagai proses seorang rahib yang fase reformasi yang menjamin kebebasan
meninggalkan biara dan kembali ke berekspresi warga negara. Kelahiran
tengah masyarakat. Bahkan, setelah organisasi semacam Jaringan Islam
perang panjang antara kelompok Katolik Liberal (JIL) menjadi katalisator
dan Protestan berakhir di abad pemantapan ide sekularisasi agama
pertengahan, sekularisasi menjadi istilah seperti yang terjadi pada Kristen di Barat.
untuk proses pengambilalihan harta Jauh sebelum kelahiran JIL, Nurcholis
Seminar Nasional Desain dan Media ISBN No. 978-602-50181-1-4 | 241
dan posisi penerbitan atau pers yang klasifikasi penerbitan pers, yaitu dalam
memuatnya. kategori opini. Yang dimaksud dengan
Dari beragam definisi spesifik opini itu adalah sikap subjektif dari
terkait kartun dan editorial, Fauzie (2010: redaksi surat kabar yang memuat kartun
4) menyimpulkan, bahwa kartun editorial tersebut. Editorial atau tajuk rencana
adalah gambar humor yang sendiri biasanya ditampilkan secara
menyampaikan opini sebagai pesan kritik naratif dengan gaya bahasa yang serius.
atau pendapat pribadi pembuatnya dan Kartun editorial, dengan demikian
lembaga penerbitan pers yang memiliki kedudukan yang sama dengan
memuatnya. Kartun editorial ini memuat artikel tajuk rencana.
isu aktual yang berhubungan dengan Sejak harian Kompas pertama kali
kepentingan umum dan diproduksi dalam terbit di tahun 1965, posisi netral agama
tenggat waktu yang ketat menjelang (sekular) sudah menjadi gaya
media massa naik cetak. pemberitaan mereka. Restu yang
Dari definisi di atas, kartun diberikan oleh Presiden Soekarno untuk
editorial tidak bisa dikatakan sebagai membentuk penerbitan surat kabar
produk seni yang otonom. Ia tidak berdiri dimanfaatkan seara efektif oleh para
sendiri sebagai bentuk kreativitas artistik pendiri Kompas untuk mengalirkan ide-
sang kartunis, melainkan sebuah produk ide nasionalis sekular di Indonesia. Corak
dari sistem kerja penerbitan/pers yang sekular itu juga tampak dalam visi misi
memuat kartun tersebut. Dalam kaitannya surat kabar ini seperti yang dikutip oleh
dengan ketidakotonoman kartun editorial, Hamidi (2011: 52). Meski demikian, pada
ideologi yang diusung oleh surat kabar masa perseteruan dengan kelompok
akan menentukan pesan dalam karakter komunis, Kompas sering disebut sebagai
visual kartun editorial yang dihasilkan. singkatan dari Komando Pastor. Hal ini
Ideologi ini seringkali sudah selaras karena sejak pertama kali berdiri,
antara lembaga penerbitan surat kabar memang banyak tokoh-tokoh Katolik
dengan sang kartunis sehingga proses yang mendukung secara langsung surat
penerbitannya hanya menyisakan perkara kabar ini.
teknis. Adapun seorang kartunis yang Sekularisme yang diusung oleh
mencoba idealis dengan otonomi Kompas bisa juga ditelusuri dari
artistiknya akan menemui kesulitan kerja hubungan para pendiri surat kabar ini
pada titik tertentu. dengan Barat. Seperti yang sudah dibahas
Pendapat di atas dibenarkan oleh sebelumnya, imperialisme Barat terhadap
Rossem, seorang kartunis senior dari bangsa-bangsa eks-kolonial dipimpin
Malaysia. Dalam wawancara yang oleh Amerika Serikat yang menggantikan
dilakukan tim peneliti, Rossem peran Inggris dan Perancis. Ada
mengatakan kalau tidak ada kartunis kepentingan yang sangat kuat agar
editorial yang menjadi penentu keputusan dominasi ekonomi Barat (kapitalisme)
akhir dalam sistem kerja di sebuah surat tidak mendapatkan penghalang di negara-
kabar. Secara struktural, seorang kartunis, negara bekas jajahan Eropa. Dengan
betapapun seniornya akan tetap berada demikian corak pemerintahan dan sistem
dalam supervisi redaksi penerbitan. ekonomi Indonesia haruslah bebas dari
Sekalipun sang kartunis adalah bagian paham sosialis-komunis yang menjadi
langsung dari redaksi, tetapi keputusan kompetitor ideologi Barat.
akhir dan penanggungjawab pemuatanya Dalam disertasi yang telah
ada pada pemimpin redaksi. dibukukan, Wijaya Herlambang (2013)
Menurut Subagyo yang dikutip oleh memaparkan data keterlibatan tokoh-
Fauzie (2012: 3), kartun editorial tokoh seperti PK.Ojong dengan badan
menempati posisi penting dalam intelijen Amerika Serikat (CIA). PK
Seminar Nasional Desain dan Media ISBN No. 978-602-50181-1-4 | 243
Ojong sendiri adalah salah satu tokoh menyatakan kalau sebuah tanda terdiri
utama pendiri harian Kompas. Dalam dari penanda (signifier) dan petanda
bukunya itu, Herlambang menunjukkan (signified) (Piliang, 2012: 300).
bukti korespondensi yang dilakukan Penanda adalah gambaran fisik
antara Goenawan Muhammad dengan nyata dari tanda ketika kita menerimanya
seorang agen CIA bernama Ivan Kats. seperti coretan pada kertas atau suara di
Seluruh dukungan moral-material serta udara. Sedangkan petanda adalah konsep
pembinaan yang dilakukan terhadap para mental yang merujuk pada gambaran
budayawan dan jurnalis di Indonesia itu fisik nyata dari tanda. Konsep mental
berada dalam kerangka kepentingan dikenali secara luas oleh anggota dari
Barat. Pancasila yang menjadi falsafah suatu budaya yang memiliki bahasa yang
bernegara di Indonesia kerap sama. Bahasa itu sendiri merupakan kode
diperebutkan dalam konteks persaingan pembacaan tanda yang hanya bermakna
wacana nasionalisme sekular dan ketika aksara dan gramatikanya
nasionalisme religius. Dua kelompok dikonsensuskan dan disepakati secara
tersebut seringkali mendasari sikap dan kolektif.
gagasan mereka pada Pancasila sebagai Orientasi dan objek semiotika pada
landasan ideologi bangsa dan negara. Sila awalnya adalah produk linguistik, tapi
pertama Pancasila yang berbunyi dalam perkembangan kemudian,
Ketuhanan Yang Maha Esa dimaknai semiotika disunting dan diadaptasi untuk
oleh kelompok nasionalis religius sebagai diterapkan ke dalam berbagai disiplin
wujud konkret formalisasi kehidupan ilmu, termasuk seni rupa dengan berbagai
beragama di Indonesia. Dengan kata lain, produk desain di dalamnya (Sachari,
agama mendapatkan jaminan penuh 2005: 61). C.W. Morris merumuskan tiga
untuk diaktualisasikan sebagai dimensi dalam analisis semiotika, yakni:
perwujudan nilai-nilai Pancasila. dimensi sintaktik, semantik dan
pragmatik, yang ketiganya saling
berkaitan satu sama lain. Klasifikasi
Analisis dengan Dimensi Semiotika
Morris menjadi sangat penting dalam
C.W. Morris.
konteks penelitian visual oleh karena ia
Untuk menganalisis aspek busana
mengidentifikasi tingkat sebuah
karakter visual Oom Pasikom, digunakan
penelitian, apakah tingkat sintaktik
taksonomi semiotika milik C.W. Morris.
(struktur dan kombinasi tanda), tingkat
Semiotika pada awalnya adalah gagasan
semantik (makna sebuah tanda) atau
utama strukturalisme, yaitu gerakan
tingkat pragmatik (penerimaan dan efek
intelektual yang berkaitan dengan
tanda pada masyarakat) (Piliang, 2012:
penyingkapan struktur berbagai aspek
300-301).
pemikiran dan tingkah laku manusia
Dijelaskan Yasraf Amir Piliang
(Sachari, 2005: 63). Strukturalisme
(2012: 300-305), sintaktik berkaitan
beranggapan, bahwa satu totalitas yang
dengan studi tentang tanda itu sendiri
kompleks hanya bisa dipahami sebagai
secara individual maupun kombinasinya,
satu perangkat unsur-unsur yang saling
khususnya analisis yang bersifat
berkaitan (Piliang, 2011: 27). Ferdinand
deskriptif mengenai tanda dan
de Saussure mendefinisikan semiotika
kombinasinya. Semantik adalah studi
sebagai “ilmu yang mengkaji tentang
mengenai relasi antara tanda dan
tanda sebagai bagian dari kehidupan
signifikasi atau maknanya. Sedangkan
sosial”. Semiotika sangat menyandarkan
pragmatik adalah studi mengenai relasi
pada aturan main atau kode sosial yang
antara tanda dan penggunanya
berlaku di dalam masyarakat, sehingga
(interpreter), khususnya yang berkaitan
tanda dapat dipahami maknanya secara
dengan penggunaan tanda secara konkret
kolektif. Lebih jauh, Saussure
244 | Seminar Nasional Desain dan Media ISBN No. 978-602-50181-1-4
dalam berbagai wacana (discourse) serta kombinasi busana Barat, antara unsur
efek atau dampaknya terhadap pengguna. setelan busana formal dan informal.
Ia berkaitan dengan nilai, maksud, dan Kombinasi busana juga tidak
tujuan dari sebuah tanda, yang menjawab menunjukkan identitas agama tertentu.
pertanyaan: untuk apa dan kenapa, serta Makna konotatifnya adalah menganggap
pertanyaan mengenai pertukaran dan nilai agama tidak penting untuk diekpresikan,
utilitas tanda bagi pengguna. Diletakkan bebas nilai, seenaknya, dan main-main.
dalam konteks analisis terhadap karakter Dianalisis pada tingkat pragmatik
visual Oom Pasikom, instrumen analisis dengan pendekatan teori nasionalisme
Semiotika C.W. Morris adalah seperti sekular, setelan busana Oom Pasikom
pada bagan 1. secara umum adalah setelan busana Barat
secara campur aduk dan tidak satupun
Bagan 1. Dimensi Semiotika C.W. Morris mengandung unsur (metonimi) yang
(Piliang, 2012: 300-305) mengacu pada identitas agama tertentu.
Level Sintaktik Semantik Pragmatik
Kombinasi yang campur aduk ini
Sifat struktur tanda makna tanda efek tanda
mengandung petanda: chaos; bebas nilai.
Penanda/ Struktural, Nasionalisme
petanda Kontekstual, Sekular Singkatnya: liberal. Sedangkan ketiadaan
Elemen
Sintagma/ Denotasi, sebagai identitas agama merupakan sebuah
system Konotasi wacana untuk
Konotasi/ Ideologi/ memaknai penanda, sebagaimana ketiadaan (baca:
denotasi mitos objek jeda) dalam musik adalah penanda yang
Metafora/
metonimi ikut membangun suasana. Adapun
petandanya adalah agama bukan sesuatu
yang penting untuk diekpresikan ke ruang
Pada tingkat sintaktik, Oom publik; ruang publik adalah ruang dan
Pasikom digambarkan memakai topi pet, waktu jeda dari ekspresi agama. Maka
baju dalam putih, jas abu-abu, dasi secara umum, sintagma busana yang
bermotif tiga garis, celana panjang hitam, centang perenang dan tidak
dan sepatu pantofel. Topi pet berasal dari mencerminkan identitas agama tertentu
Barat; unsur setelan busana untuk ini menandakan, bahwa karakter visual
suasana informal, dan; penanda stereotip oom pasikom mangekspresikan ideologi
(metonimi visual) pencopet, mafioso, nasionalisme sekular.
seniman dan penggemar vespa. Jas adalah
unsur setelan busana Barat untuk suasana
formal, demikian juga dasi. Celana
panjang hitam yang longgar, adalah unsur
setelan busana yang bisa formal maupun
informal. Tetapi warnanya yang hitam,
tidak sama dengan warna jas, sehingga
melemahkan kesan formal. Demikian
pula berbeda dari warna sepatu yang
putih. Secara keseluruhan, sintagma atau
kombinasi busana ini merujuk pada
busana Barat, tetapi tidak mengacu pada
setelan busana untuk satu suasana,
melainkan campuran antara unsur setelan
busana untuk suasana formal dan
informal.
Pada tingkat semantik, secara
keseluruhan, sintagma atau struktur
busana Oom Pasikom mendenotasikan Gambar 2. Grafis Analisis
(Sumber: Dokumentasi Tim Peneliti)
Seminar Nasional Desain dan Media ISBN No. 978-602-50181-1-4 | 245
Ali, Bachtiar. 1986. Mencari Perspektif Piliang, Yasraf Amir. 2011. Dunia yang
Baru Isi Surat Kabar Indonesia: Dilipat. Bandung: Matahari
Persuratkabaran Indonesia dalam _________________. 2012. Semiotika
Era Reformasi. Jakarta: Sinar dan Hipersemiotika. Bandung:
Harapan. Matahari
An-Na`im, Abdullahi Ahmed. 2007. Sachari, Agus. 2005. Metodologi
Islam dan Negara Sekular: Penelitian Budaya Rupa. Bandung:
Menegosiasikan Masa Depan Penerbit Erlangga.
Syariah. Bandung: Mizan.
Sukarwo, Wirawan. 2017. ―Krisis
Assyaukanie, Luthfi (ed). 2002. Wajah Identitas Budaya: Studi Poskolonial
Liberal Islam Indonesia. Jakarta: Pada Produk Desain Kontemporer‖.
Jaringan Islam Liberal. Jurnal Desain, Vol.3 No.4.
Cox, Harvey. 1967. The Secular City: Zarkasy, Hamid Fahmy. 2012. Misykat:
Secularization and Urbanization in Refleksi tentang Westernisasi,
Theological Perspective. New Liberalisasi, dan Islam. Jakarta:
York: The Macmillan Company. Insists dan MIUMI.
Gladney, Dru. 1991. Muslim Chinese:
Ethnic Nationalism in the People`s Dokumen Daring
Republic. Universitas Harvard:
Cambridge. Fauzie, Mochamad. ―Membuat Kartun
Hamidi, Fathan Nur. 2011. Peran Harian Opini, Siapa Takut?: Terminologi,
Kompas dalam Memelihara Sejarah, Kriteria Keberhasilan dan
246 | Seminar Nasional Desain dan Media ISBN No. 978-602-50181-1-4