Anda di halaman 1dari 55

FOTOGRAFI SEBAGAI MEDIA SELF REPRESENTATION PADA

MEDIA SOSIAL INSTAGRAM


(Analisis Semiotika Ferdinand De Saussure Pada Masyarakat RW. 7
Jl. Panglima Polim Jakarta Selatan)

PROPOSAL
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk tugas akhir
SKRIPSI
PROGRAM STUDI ILMU KOMUNIKASI

Disusun oleh :
ADITYA NUR AKBAR
051603503125013

UNIVERSITAS SATYA NEGARA INDONESIA


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
JAKARTA
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah

SWT atas berkar dan rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesikan penyusunan Proposal Skripsi ini dengan baik dan lancar, penulis

mengucapkan banyak terimakasih kepada orang tua, Jati Akbari (Ayah) dan Nur

Janah (Ibu) serta keluarga besar dan teman-teman terdekat saya yang selalu

memberikan dukungan penuh setiap saat.

Tidak lupa juga penulis ucapkan banyak terima kasih kepada Bpk. Drs.

Solten Rajagukguk, MM selaku pembimbing I dan Ibu Helen Olivia, M. Ikom

selaku pembimbing II yang telah memberikan motivasi, arahan dan membimbing

penulis dari awal hingga selesai Proposal Skripsi ini.

Penulis juga berterimakasih kepada masyarakat RW. 7 Jl. Panglima Polim

Jakarta Selatan yang telah bersedia untuk dijadikan informan sebagai bahan

penelitian ini

Akhir kata penulis dengan kerendahan hati, mohon maaf sedalam-dalamnya

dengan kekurangan pada penulisan proposal skripsi ini, baik dari segi penyajiannya,

ataupun isi kontennya. Semoga penelitian ini memberikan manfaat bagi pembaca,

khususnya rekan-rekan Mahasiswa/I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Satya Negara Indonesia

Jakarta, April 2021

Aditya Nur Akbar

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................i


DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii
DAFTAR BAGAN ................................................................................................iv
DAFTAR TABEL .................................................................................................. v
BAB I....................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ....................................................................... 1

1.2 Pertanyaan Penelitian .............................................................................. 6

1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................... 6

1.4 Manfaat Penelitian................................................................................... 6

1.4.1 Manfaat Teoritis............................................................................. 6

1.4.2 Manfaat Praktis .............................................................................. 7

BAB II ..................................................................................................................... 8
TINJAUAN PUSTAKA......................................................................................... 8
2.1 Landasan Teoritis .................................................................................... 8

2.1.1 Teori Representasi ......................................................................... 8

2.1.2 Self Representation ...................................................................... 10

2.1.3 Self Disclosure ............................................................................. 12

2.2 Landasan Konseptual ............................................................................ 14

2.2.1 Fotografi ...................................................................................... 14

2.2.2 Estetika Fotografi......................................................................... 15

2.2.3 Media Sosial ................................................................................ 15

2.2.4 Instagram ..................................................................................... 17

2.2.5 Komunikasi .................................................................................. 21

ii
2.2.6 Komunikasi Antar Pribadi ........................................................... 22

2.2.7 Semiotika ..................................................................................... 24

2.3 Kerangka Pemikiran ........................................................................... 28

BAB III ................................................................................................................. 29


METODOLOGI PENELITIAN ......................................................................... 29
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................... 29

3.2 Desain Penelitian ................................................................................... 29

3.2.1 Paradigma Penelitian ................................................................... 29

3.2.2 Pendekatan Penelitian .................................................................. 31

3.2.3 Metode Penelitian ........................................................................ 33

3.2.4 Sifat Penelitian ............................................................................. 35

3.3 Subyek dan Objek Penelitian ................................................................ 35

3.4 Oprasionalisasi Konsep ......................................................................... 43

3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Alat/Instrumen Pengumpulan Data .... 45

3.6 Teknik Analisis Data ............................................................................. 46

3.7 Teknik Keabsahan Data ........................................................................ 47

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 49

iii
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.3 Kerangka Pemikiran...........................................................................28

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Data Informan ........................................................................................ 43

v
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Fotografi saat ini sudah sangat berkembang dan beralih fungsi. Dari mulai

era kamera lubang jarum (Obscura), kamera film (Analog), Hingga kini kamera

digital. Pada awalnya awalnya fotografi hanya sebagai alat bantu dalam dunia seni

lukis, namun seiring berjalannya waktu dan berkembangnya teknologi sedikit

banyak berpengaruh dalam dunia fotografi, hal ini membawa banyak perubahan

atau revolusi. Revolusi menjadikan sebuah fenomena baru pada fotografi yang

tadinya hanya sebagai alat dokumentasi biasa kini salah satunya berganti menjadi

sebuah media penyampaian pesan antarpersona dan media untuk merepresentasikan

diri sebagai pembentukan identitas.

Pada masa-masa perkembangannya dahulu fotografi sangat sulit di lakukan

karena membutuhkan alat khusus yang mahal dan juga cukup sulit penggunaannya,

namun kini fotografi lebih mudah dan efisien karena kini fotografi dapat dihasilkan

hanya dengan sebuah telepon genggam (smartphone). Hal itulah yang kini

memudahkan masyarakat dalam membuat sebuah foto dan menjadikan kamera

pada telepon genggam sebagai alat media rekam untuk menyampaikan sebuah

informasi atau karya antar masyarakat, terlepas dari bagus tidaknya foto yang di

hasilkan oleh masyarakat tersebut.

Kini kehidupan pada manusia modern dapat tercermin dalam foto-foto di

media sosial terutama di Instagram. Setiap hari peristiwa atau moment diabadikan

1
2

dan dibagikan kepada khalayak mengenai kehidupan pribadinya baik suka maupun

duka dengan tujuan tertentu. Berbanding terbalik dengan fotografi di era terdahulu,

dahulu seseorang membuat foto hanya untuk disimpan dikoleksi album pribadinya

dan dibagikan hanya kepada orang orang terdekat saja. Namun teknologi sekarang

berkembang sangat pesat. Sekarang setiap individu dapat memperlihatkan foto-foto

yang mereka punya lewat berbagai macam media sosial yang ada, salah satunya

Instagram. Peranan media sosial Insatgram kini menjadi sarana seseorang untuk

berkomunikasi atau berbagi aktifitasnya lewat foto-foto yang di bagikannya.

Fenomena narsisme, egoisme, pamer, dan individualisme kini menajadi hal

yang sangat melekat pada kehidupan sosial bermasyarakat modern. Individu kini

sangat mengkhawatirkan terhadap citranya yang tebentuk di masyarakat. Sekarang

ini segalanya terasa sangat penting untuk dilihat di sosial media. Tidak hanya untuk

diingat tetapi juga untuk dikomentari. Hal-hal yang pada awalnya hanya

didokumentasikan untuk keperluan pribadi kini justru banyak di bagikan kepada

khalayak umum. Serangkaian postingan dibuat untuk memberi tahu dan

menunjukan secara terperinci segala sesuatu yang sedang terjadi atau sengaja hanya

dibuat-dibuat di jejaring media sosial dengan tujuan membangun citra yang baik

pada pengikutnya.

Memikirkan tentang konfigurasi baru di kehidupan manusia, tampaknya

segala kegiatan kini selalu dilakukan dengan bantuan media komputer atau telepon

seluler, menarik bagi kita untuk berfikir tentang pembangunan identitas individu

yang dibuat melalui sebuah representasi diri di kehidupan sehari-hari pada sebuah

foto yang dipublikasikan di dalam media sosial khususnya (dalam lingkup


3

penelitian ini) pada aplikasi media sosial Instagram. Jejaring media sosial

Instagram ini nampaknya sangat efisien untuk mempelajari gambar dalam

kontemporeritas yang dimaksudkan untuk menyelidiki representasi orang-orang

ketika mereka menggunakan Instagram untuk membuat sebuah profile dan

memposting foto yang berisi kehidupan sehari-hari dari diri mereka secara spontan.

Sebagian besar gambar yang diposting memiliki akses untuk publik atau tanpa

batasan. Aplikasi ini kini telah menjadi sebuah cara berkomunikasi yang baru, yang

berkaitan dengan pengguna lainnya, dan menjadi ruang baru untuk membangun

identitas dalam sebuah fotografi sebagai objek yang memicu seseorang untuk

berkomunikasi atau membangun identitas diri yang baik.

Sosial media dijadikan ajang untuk seseorang mengungkapkan dirinya

karena dinilai lebih nyaman dan lengkap daripada berkomunikasi secara langsung.

Ajang mencurahkan isi hati dalam sosial media ini merupakan salah satu fungsi

pengungkapan diri menurut Derlega dan Grzelak (1979) dalam konteks ekspresi,

bahwa kadang-kadang kita mengatakan segala perasaan kita untuk “membuang

semua itu dari dada kita”. Dengan pengungkapan diri semacam ini, kita

mendapatkan kesempatan untuk mengekspresikan diri. Melihat pernyataan dan

fenomena tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa, seseorang menggunakan sosial

media, rata-rata untuk mengekspresikan diri dan mencurahkan emosi mereka.

Kebanyakan studi tentang manusia dan kehidupannya selalu berhubungan

dengan komunikasi. Komunikasi sudah ada sejak awal peradaban manusia, hanya

saja caranya berbeda beda. Komunikasi selalu berkaitan dengan informasi yang
4

terkandung didalamnya. Sebab setitik pesan komunikasi yang digagaskan pasti

berisi informasi didalamnya, termasuk komunikasi pada media sosial Instagram.

Beragam komunikasi banyak terjadi di Instagram terutama komunikasi

antarpersona dengan beragam cara dan bentuk informasi yang banyak mewarnai

proses komunikasi yang terjadi di sosial media Instagram yang banyak

menyebabkan dampak baik dan buruk pada kehidupan sehari hari individu.

Contohnya belakangan ini di Indonesia banyak masalah yang timbul dan berawal

dari media sosial. Banyak kejadian yang terjadi bahkan sampai dapat memecah

belah kehidupan bermasyarakat, banyak pula kejadian yang terjadi justru dapat

mempererat kehidupan masyarakat. Hal itu tergantung dari bagaimana komunikasi

yang di sampaikan dan bagimana setiap individu memfilter dirinya dari pengaruh

sosial media instagram.

Di dalam aplikasi Instagram terdapat banyak sekali keanekaragaman

aktifitas individu yang membagikan aktifitasnya kepada khalayak luas melalui foto,

baik itu aktifitas umum seperti belajar, berkumpul, bermain, maupun aktifitas

pribadi yang kurang etis untuk diperlihatkan seperti kekerasan, pornografi, hal-hal

yang mengandung sara, dan sindiran-sindiran yang dapat mengabitkan dampak

negatif bagi individu yang tidak dapat memfilter hal tersebut, terlebih anak di

bawah umur.

Tanpa kita sadari, memperlihatkan aktifitas sehari hari di Instagram sudah

menjadi kebiasaan umum yang sangat populer bagi sebagian besar masyarakat.

Bahkan bagi sebagian orang melakukan kegiatan tanpa membagikannya di

Instagram kepada khalayak akan terasa kurang lengkap. Hal inilah yang
5

menjadikan Instagram sebagai media berbagi informasi terlepas dari niatan masing-

masing individu yang membagikan foto tersebut untuk kepentingan dokumentasi

pribadi, berkarya, atau sekedar hanya sebagai ajang pamer/eksistensi diri dan ingin

mendapatkan pujian dari orang lain.

Pergeseran fungsi fotografi seperti ini menjadi populer dikarenakan

fotografi kini sudah menjadi hal yang sangat dekat dengan masyarkat apalagi kini

setiap telepon genggam pasti memiliki kamera sehingga masyarakat dapat dengan

mudah melakukan kegiatan fotografi tanpa harus kesulitan mempelajarinya dahulu

karena penggunaannya yang sangat praktis. Karena tingginya minat masyarakat

terhadap fotografi, menimbulkan pertanyaan bagaimana Masyarakat Jl. Panglima

Polim RW. 7 memahami fotografi dan fungsinya sebagai salah satu media

komunikasi antarpersona atau komunikasi antar individu di media sosial Instagram

sebagai sebuah media untuk merepresentasikan diri, karena fotografi pada dasarnya

bukan hanya sekedar teknik tetapi lebih dari itu fotografi juga mengandung nilai-

nilai di dalamnya seperti unsur estetika dan etika yang membuat fotografi menjadi

lebih baik untuk di terima oleh khalayak umum.

Di penelitian ini penulis ingin mengetahui bagimana masyarakat pengguna

aktif Instagram di Jl. Panglima Polim RW. 7 memahami fotografi sebagai media

komunikasi untuk merepresentasikan diri dan membangun sebuah identitas diri.


6

1.2 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dari permasalahan yang telah di paparkan

tersebut, penulis telah merumuskan masalah yaitu, Bagaimana masyarakat Jl.

Panglima Polim RW. 7 melakukan representasi diri melalui fotografi di Instagram?

1.3 Tujuan Penelitian

Dengan mengacu pada konteks penelitian dan fokus penelitian yang telah

dijabarkan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran representasi diri masyarakat Jl. Panglima Polim

RW. 7 melalui fotografi di Instagram

2. Untuk mengetahui tujuan dari representasi diri masyarakat Jl. Panglima Polim

RW. 7 melalui fotografi di Instagram

3. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari representasi diri masyarakat

Jl. Panglima Polim RW. 7 melalui fotografi di Instagram

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Adapun manfaat teoritis dalam penelitian ini adalah :

1. Memberikan edukasi kepada pembaca tentang bagaimana pemanfaatan fotografi

sebagai media representasi diri pada masyarakat Jl. Panglima Polim RW. 7

pengguna media sosial Instagram.

2. Diharapkan dapat melengkapi kepustakaan Universitas Satya Negara Indonesia

khususnya fotografi sebagai media komunikasi di media sosial.


7

1.4.2 Manfaat Praktis

Adapun manfaat praktis dalam penelitian ini adalah :

1. Dapat menambah wawasan pembaca dalam pemanfaatan fotografi sebagai

media komunikasi antarpersona pada pengguna instagram.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan pengembangan masukan bagi

penelitian serupa lainnya.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teoritis

2.1.1 Teori Representasi

Representasi berasal dari kata “Represent” yang bermakna stand for artinya

“berarti” atau juga “act as delegate for” yang bertindak sebagai perlambang atas

sesuatu (kerbs, 2001, p.456).”Representasi juga dapat berarti sebagai suatu

tindakan yang menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang di

luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol” (Piliang, 2003, p.21).

Representasi adalah sesuatu yang merujuk pada proses yang dengannya

realitas disampaikan dalam komunikasi, via kata-kata, bunyi, citra, atau

kombinasinya (Fiske, 2004, p.282). Secara ringkas, representasi adalah produksi

makna melalui bahasa. Lewat bahasa (simbol-simbol dan tanda tertulis, lisan, atau

gambar) tersebut itulah seseorang yang dapat mengungkapkan pikiran, konsep, dan

ide-ide tentang sesuatu (Juliastuti, 2000).

Konsep representasi bisa berubah-ubah, selalu ada pemaknaan baru dan

pandangan baru dalam konsep representasi yang sudah pernah ada. Karena makna

sendiri juga tidak pernah tetap, ia selalu berada dalam proses negosiasi dan

disesuaikan dengan situasi yang baru, intinya adalah makna tidak inheren dalam

sesuatu di dunia ini, ia selalu dikonstruksikan, diproduksi, lewat proses

representasi. Ia adalah hasil dari praktek penandaan, praktek yang membuat sesuatu

hal bermakna sesuatu (Juliastuti, 2000, p.1).

8
9

“Representasi adalah produksi makna melalui bahasa” (Hall, 1997,p.16).

Representasi adalah proses bagaimana kita member makna pada sesuatu melalui

bahasa. Untuk mempresentasikan sesuatu adalah untuk menggambarkan atau

melukisnya, untuk “memanggilnya” ke dalam pikiran kita dengan cara

mendeskripsikan atau menggambarkan atau membayangkan; untuk terlebih dahulu

menempatkan persamaan ke dalam pikiran kita atau perasaan kita. Untuk

mempresentasikan juga berarti menyimbolkan, untuk mewakili, menjadi contoh,

atau menjadi pengganti dari sesuatu (Hall, 1997).

Menunjuk pada tulisan Stuart Hall, Juliastuti tahun 2000 (p.24-25)

menyebutkan tiga jenis pendekatan dalam representasi antara lain (Juliastuti,

Representasi, Kunci) :

1. Pendekatan Reflektif: bahasa berfungsi sebagai cermin, yang merefleksikan

makna yang sebenarnya dari segala sesuatu yang ada di dunia. Dalam

pendekatan reflektif, sebuah makna bergantung kepada sebuah objek, orang, ide,

atau peristiwa di dalam dunia nyata, dan bahasa berfungsi seperti cermin, untuk

memantulkan arti sebenarnya seperti yang telah ada di dunia.

2. Pendekatan Intensional: kita menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan

sesuatu sesuai dengan cara pandang kita terhadap sesuatu. Pendekatan makna

yang kedua dalam representasi mendebat kasus sebaliknya. Pendekatan ini

mengatakan bahwa sang pembicara, penulis siapapun yang mengungkapkan

pengertiannya yang unik ke dalam dunia melalui bahasa.Sekali lagi, ada

beberapa poin untuk argumentasi ini semenjak kita semua sebagai individu, juga
10

menggunakan bahasa untuk mengkomunikasikan hal-hal yang special atau unik

bagi kita, dengan cara pandang kita terhadap dunia.

3. Pendekatan Konstruktivis: kita percaya bahwa kita mengkonstruksi makna lewat

bahasa yang kita pakai. Ini adalah pendekatan ketiga untuk mengenali public,

karakter social dari bahasa. Hal ini membenarkan bahwa tidak ada sesuatu yang

didalam diri mereka sendiri termasuk pengguna bahasa secara individu dapat

memastikan makna dalam bahasa. Sesuatu ini tidak berarti: kita mengkonstruksi

makna, menggunakan system representasional-konsep dan tanda

Berdasarkan definisi Teori Representasi penulis menyimpulkan bahwa teori

representasi adalah proses penyampaian informasi mengenai diri melalui simbol

atau tanda yang dibuat.

2.1.2 Self Representation

Representasi berasal dari kata “Represent” yang bermakna stand for artinya

“berarti” atau juga “act as delegate for” yang bertindak sebagai perlambang atas

sesuatu (kerbs, 2001, p.456).”Representasi juga dapat berarti sebagai suatu

tindakan yang menghadirkan atau mempresentasikan sesuatu lewat sesuatu yang di

luar dirinya, biasanya berupa tanda atau simbol” (Piliang, 2003, p.21).

Representasi merupakan bagian penting dari proses dimana makna

diproduksi dan dipertukarkan antara individu ke individu lainnya. Ini melibatkan

penggunaan bahasa, tanda-tanda, dan gambar yang berdiri untuk mewakili sesuatu.

Representasi ini penting untuk kehidupan sehari-hari. bagaimana kita memahami

lingkungan kita dan satu sama lain. Pemahaman dihasilkan melalui campuran
11

kompleks latar belakang, selera, kekhawatiran, pelatihan, kecenderungan, dan

pengalaman, semua dibuat nyata bagi kita melalui prinsip- prinsip dan proses

representasi bahwa frame mengatur apa yang akan kita fikirkan.

Representasi menghubungkan antara konsep (concept) dalam benak kita

dengan menggunakan bahasa yang memungkinkan kita untuk mengartikan benda,

orang atau kejadian yang nyata (real), dan dunia imajinasi dari obyek, orang, benda

dan kejadian.Yang tidak nyata (fictional).Berbagai istilah itu muncul dalam

bahasan selanjutnya yaitu sistem representasi (sistem of representation). Terdapat

dua proses dalam sistem representasi yaitu; pertama, representasi mental (mental

representation) dimana semua obyek, orang dan kejadian dikorelasikan dengan

seperangkat konsep yang dibawa kemana-mana di dalam kepala kita.

Tanpa konsep, kita sama sekali tidak bisa mengartikan apapun di dunia ini.

Disini, bisa dikatakan bahwa arti (meaning) tergantung pada semua sistem konsep

(the conceptual map) yang terbentuk dalam benak milik kita, yang bisa kita

gunakan untuk merepresentasikan dunia dan memungkinka kita untuk bisa

mengartikan benda baik dalam benak maupun di luar benak kita. Kedua, bahasa

(language) yang melibatkan semua proses dari konstruksi arti (meaning).

Representasi merujuk kepada konstruksi segala bentuk media terhadap

segala aspek realitas atas kenyataan, seperti masyarakat, objek, peristiwa, sampai

identitas budaya. Representasi adalah tindakan menghadirkan atau

menggambarkan sesuatu baik peristiwa, orang, maupun objek lewat sesuatu yang

lain di luar dirinya, biasanya berupa tanda atau symbol (Hall, 1997:28).
12

Berdasarkan definisi Self Representation penulis menyimpulkan bahwa Self

Represntation adalah proses pembentukan makna yang melibatkan individu ke

individu lainnya yang di hasilkan melalui sebuah tanda atau simbol yang di buat

oleh individu itu sendiri.

2.1.3 Self Disclosure

Menurut Wrighstman, “Pengungkapan diri atau self disclosure adalah

proses menghadirkan diri yang diwujudkan dalam kegiatan membagi perasaan dan

informasi dengan orang lain.”

Istilah self disclosure, biasanya digunakan untuk mengacu pada

pengungkapan informasi secara sadar. Sebenarnya, self disclosure adalah sebuah

informasi dimana sesuatu yang sebelumnya tidak diketahui oleh penerima.

Pengungkapan diri ini dapat berupa berbagai topik seperti informasi, perilaku,

sikap, perasaan, keinginan, motivasi dan ide yang sesuai dan terdapat di dalam diri

orang yang bersangkutan, dalam penelitian ini berarti masyarakat Jl. Panglima

Polim RW. 7 yang menunjukkan pengungkapan dirinya melalui instagram.

Self disclosure dapat bersifat deskriptif dan evaluatif. Maksud dari

deskriptif, yakni individu menceritakan berbagai fakta tentang dirinya sendiri yang

belum diketahui oleh pendengar, seperti jenis pekerjaan, alamat, dan usia.

Sedangkan, untuk evaluatif mengenai pendapat atau perasan pribadi seperti hal-hal

yang dibenci atau disukai.


13

Pada penelitian ini, self disclosure yang ditunjukkan lebih kepada bagimana

masyarakat menjadikan fotografi sebagai media komunikasi untuk

mengekspresikan diri di aplikasi Instagram.

Menurut DeVito, ada beberapa keuntungan yang akan diperoleh seseorang

jika mau mengungkap informasi diri kepada orang lain, antara lain:

1. Mengenal diri sendiri

Seseorang dapat lebih mengenal dirinya sendiri melalui self disclosure

karena dengan mengungkapkan dirinya, akan diperoleh gambaran baru tentang

dirinya dan mengerti lebih dalam perilakunya.

2. Adanya kemampuan menanggulangi masalah

Sesorang dapat mengatasi masalah, karena ada dukungan dan bukan

penolakan sehingga dapat menyelesaikan atau mengurangi bahkan

menghilangkan masalahnya.

3. Mengurangi beban

Jika individu menyimpan rahasia dan tidak mengungkapkannya kepada

orang lain, maka terasa berat sekali memikulnya. Dengan adanya keterbukaan

diri, individu akan merasakan beban masalah yang dialaminya dapat lebih

ringan.

Berdasarkan definisi Self Disclosure penulis menyimpulkan bahwa Self

Disclosure adalah proses membagi cerita atau perasaan yang mengandung

informasi mengenai dirinya (komunikator) yang sebelumnya belum diketahui oleh

komunikan.
14

2.2 Landasan Konseptual

2.2.1 Fotografi

Fotografi berasal dari kata photos yang berarti sinar atau cahaya dan

graphos yang berarti mencatat atau melukis. Secara harafiah fotografi berarti

mencatat atau melukis dengan sinar atau cahaya. Menurut Ansel Adam, fotografi

sebagai media berekspresi dan komunikasi yang kuat, menawarkan berbagai

persepsi, interpretasi dan eksekusi yang tak terbatas. Sehingga dapat di simpulkan

bahwa fotografi adalah salah satu media yang dapat di jadikan media untuk

berkspresi dan berkomunikasi melalui sebuah karya foto yang tak terbatas.

Penciptaan karya fotografi bisa didasarkan untuik berbagai kepentingan

dengan menyebutnya sebagai suatu medium “penyampaian pesan” bagi tujuan

tertentu. Karya fotografi juga dimanfaatkan bagi kepentingan si pemotret sebagai

cerminan ekspresi dirinya, dalam hal ini karya fotografi tersebut dimaknakan

sebagai suatu medium ekspresi yang menampilkan jati diri si pemotretnya dalam

proses berkesenian penciptaan karya fotografi seni.

Karya fotografi dapat bermakna dokumentatif karena sifatnya yang dapat

mengabadikan suatu objek atau peristiwa penting dengan kemampuan realitas dan

detail visual yang memadai. Hasil reproduksinya yang tak terbatas baik jumlah

maupun ukurannya memungkinkan sebuah karya fotografi dapat disebarluaskan

salah satunya lewat media sosial atau disimpan secara pribadi.

Beradasarkan definisi Fotografi penulis menyimpulkan bahwa Fotografi

adalah proses atau kegiatan untuk mengabadiakan sebuah moment atau kejadian

melalui sebuah media salah satunya kamera dengan tujuan tertentu.


15

2.2.2 Estetika Fotografi

Seni fotografi merupakan perpaduan antara teknologi dan seni. Berbagai

nilai estetika yang tidak tercakup dalam teknologi fotografi harus diselaraskan

dengan proses teknis untuk memberikan karakter dan keindahan dalam hasil

visualnya. Seni fotografi bukan sebuah rekaman yang apa adanya dari dunia nyata,

tetapi menjadi karya seni yang kompleks dan media gambar yang memberi makna

dan pesan. Ajidarma (2001:26) dalam teori yang digali dari Paul Messaris, gambar-

gambar yang dihasilkan manusia, termasuk fotografi, bisa dipandang sebagai suatu

keberakasaan visual. Dengan kata lain, gambar-gambar itu bisa dibaca, sehingga,

konsekuensi pendapat gambar-gambar ini pun merupakan bagian dari suatu cara

berbahasa. Jika berbahasa bisa diandaikan sebagai produk pikiran, dan pada

gilirannya menjadi produk kebudayaan, dan tercipta wahana pengetahuan, maka

demikian pula dengan penghadiran gambar-gambar.

Berdasarkan definisi Estetika Fotografi tersebut, peneliti menyimpulkan

bahwa Estetika fotografi adalah hasil karya dari fotografi yang memiliki nilai seni

atau estetika baik bersifat universal maupun lokal terbatas yang biasanya memiliki

nilai simpan yang relatif lama dan dihargai dengan nilai seni.

2.2.3 Media Sosial

Pengertian media sosial atau social media menurut tata bahasa, terdiri dari

kata social dan media. Arti dari social adalah kemasyarakatan atau sebuah interaksi,

sedangkan media adalah sebuah wadah. Sehingga pengertian dari social media
16

adalah laman atau aplikasi yang memungkinkan penggunanya dapat membuat dan

berbagi isi atau terlibat dalam jaringan sosial.

Istilah media sosial menurut Philip Kotler dan Kevin Keller adalah saran

bagi konsumen untuk berbagi informasi, teks, gambar, video, dan audio dengan satu

sama lain dan dengan perusahaan dan sebaliknya. McGraw Hill Dictionary juga

mengungkapkan bahwa media sosial adalah sarana yang digunakan oleh orang-

orang untuk berinteraksi satu sama lain dengan cara menciptakan, berbagi, serta

bertukar informasi dan gagasan dalam sebuah jaringan dan komunitas virtual.

Kemampuan media sosial menwarkan suatu interactive juga sering di sebut

sebagai sebuah konsep sentral dari pemahaman tentang new media. Sebutan media

baru atau new media ini merupakan pengistilahan untuk menggambarkan

karakteristik media yang berbeda dari yang telah ada selama ini. Media seperti

televisi, radio, majalah, koran kini digolongkan menjadi media lama atau old media,

dan media internet yang mengandung interaktif digolongkan sebagai media baru

atau new media. Sehingga pengistilahan ini bukan berarti media lama hilang dan di

gantikan oleh media baru, melainkan ini hanya sebuah istilah untuk

menggambarkan karakteristik yang muncul saja.

Dengan banyaknya bermunculan situs-situs media sosial, yang mana semua

penggunanya yang berbasis internet dapat berbagi, berpartisipasi, menciptakan

bermacam-macam konten, forum, jejaring sosial, dan ruang virtual yang didukung

dengan teknologi multimedia yang kini semakin canggih. Sehingga internet, media

sosial, dan teknologi multimedia menjadi satu kesatuan yang sulit dipisahkan.
17

Berdasarkan definisi Media Sosial tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa

Media Sosial adalah sebuah media yang menjadi wadah dari banyaknya aplikasi di

jejaring sosial yang dapat dimanfaatkan oleh para penggunanya untuk berbagi dan

membagikan segala sesuatu didalamnya.

2.2.4 Instagram

Instagram berasal dari dua kata yaitu “insta” dan “gram”. Kata “insta”

memiliki arti “instan” yang di kaitkan dengan kamera polaroid yang memiliki hasil

foto instan yang di aplikasikan ke dalam fitur instagram yang menampilkan foto-

foto secara instan dengan format yang pada awalnya hanya tersedia ukuran 1:1

sama seperti format pada hasil dari kamera instan polaroid, sebab itu pula mengapa

instagram menggunakan tampilan ikonnya seperti kamera polaroid. Sedangkan kata

“gram” berasal dari kata “telegram” yang memiliki cara kerja untuk mengirimkan

informasi kepada orang lain secara cepat. Kedua kata itu saling berkaitan dengan

Instagram yang dapat membagikan foto dengan menggunakan jaringan internet

sehingga foto yang di bagikan dapat disampaikan dan di bagikan secara cepat. Oleh

karena itulah instagram merupakan penggabungan dari kata instan dan telegram.

Untuk dapat mengakses instagram pengguna baru diharuskan untuk

membuat akun terlebih dahulu, setelah itu kita baru bisa berbagi dan menikmati

konten dari orang lain dengan mengikuti pengguna lainnya terlebih dahulu. Dengan

demikian komunikasi di instagram bisa terjalin lewat komentar-komentar, chat,

ataupun fitur menyukai.


18

Instagram pada awalnya didirikian oleh Kevin Systrom dan Mike Krieger.

Kevin Systrom tumbuh di daerah pinggiran asri Boston yang dikenal dengan nama

Holliston. Ia adalah lulusan dari Stanford University pada tahun 2006 dengan gelar

ganda di bidang teknik dan manajemen, lalu ia bergabung di Google selama dua

tahun dengan tugas mengurus Gmail dan kemudian bekerja di tim Pengembangan

Korporat. Dengan aktifitasnya yang banyak berkecimpung di dunia media sosial

membuat Systrom ingin mengerjakan sesuatu yang dibuatnya sendiri. Kemudian

Kevin Systrom meluncurkan startup teknologinya pertamanya, karena latar

belakangnya sebagai seorang progamer, dia mampu mengelola aplikasinya itu

dengan baik. Dia melihat potensi mobile dan ledakan besar App yang fokus pada

check-in berbasis lokasi. Setelah itu dia terjun ke dalam arus tersebut dengan sebuat

website bernama Burbn.com.

Pendiri instagram yang kedua adalah Mike Kriger, meskipun mike kurang

dikenal di publik sebagai salah satu pendiri instagram tetapi Mike memiliki peran

besar dalam terciptanya aplikasi instagram. Mike besar di Brasil, dan pindah ke

Amerika Serikat pada tahun 2004 untuk belajar teknik di Stanford University. Dia

terlahir menjadi insinyur yang konservatif, tetapi memiliki bakat desain dan

kreativitas yang kuat. Setelah lulus dari Stanford University, dia bergabung dengan

Startup Superhot Meeb, sebuah platfrom chat berbasis Serch Engine yang

popularitasnya meledak. Akan tetapi, apa yang benar benar mike inginkan adalah

berkembang dan melakukan sesuatu yang berbeda.

Dari keinginan yang sejalan tersebut, mereka bertemu. Berasal dari kampus

yang sama membuat keduanya tidak banyak mengalami kesulitan. Dimana Kevin
19

tahu bahwa dengan masuknya Mike ke dalam kapal, mereka akan merencanakan

sesuatu yang benar-benar berbeda. Awalnya Kevin tidak tahu persis apa yang akan

dia lakukan dengan Burbn.com, aplikasi yang telah dikembangkannya beberapa

waktu yang lalu tersebut. Lalu dengan bantuan pemikiran kekasihnya, Nicole.

Instagram diluncurkan pada 6 Oktober 2010. Pada hari pertamanya, ia menggaet

sekitar 25.000 pengguna. Dalam beberapa bulan, tepatnya Mei 2011 angkanya

menyentuh 3,75 juta.

Kevin Systrom dan Mike Kreiger meneruskan eksekusi dan fokus dengan

sangat bagus. mereka berkutat penuh pada satu platform tunggal, IPhone, dan

melakukan satu hal tunggal, yakni berbagi foto. Twitter dan Facebook mengikuti

pertumbuhan Instagram dengan penuh minat dan kecemasan. Pertumbuhan

semacam itu merupakan ancaman jika dibiarkan begitu saja. Pada April 2011,

keadaan mulai memanas bagi Instagram. Pada beberapa bulan sebelumnya, basis

penggunaannya berlipat ganda menjadi 30 juta dan versi Android siap-siap

diluncurkan.

Tepatnya hari Kamis, 5 April, Zuckerberg yang saat itu sebagai CEO dari

Facebook, mengirim pesan teks ke Kevin Systrom, mengatakan dia ingin berbicara

lebih jauh. Ketika bertemu, Zuckerberg bersikukuh bahwa Facebook adalah rumah

sempurna bagi Instagram. Kemudian ia membingkai ulang negosiasinya. Dengan

angka final yang disepakati sebesar $1 miliar yang merupakan kombinasi saham

Facebook dan uang tunai pemanis sebesar $500 juta. Salah satu alasan terbesar

perusahaanperusahaan mengakusisi adalah untuk mendorong pertumbuhan.

Facebook mengakusisi Instagram dengan harga $1 miliar untuk mengambil salah


20

satu App fotografi sosial yang paling cepat pertumbuhannya tersebut. Jelas bahwa

pengguna Instagram yang saat itu berjumlah 300 juta mengunggah banyak foto

sehingga melampaui volume foto yang diunggah pengguna Facebook sendiri.

Perkembangan Instagram sangatlah pesat dan dibuktikan dengan

kepopuleran Instagram yang sudah mencapai sebanyak 150 juta pengguna. Ini

merupakan pencapaian rekor yang fantastis.6 Trend Instagram merupakan sebuah

cara marketing yang memakai produk sebagai sarana komunikasinya. Kelebihan

Instagram adalah memakai partisipasi publik sebagai corong iklan. Sekitar 3 juta

pengguna Instagram memamerkan karya-karya fotonya melalui Twitter atau

Facebook. Artinya, partisipasi pengguna Instagram yang fanatik dengan gembira

dan sukarela menjadi sarana komunikasi bagi produk, tanpa terasa sebagai iklan.

Namun dengan semakin meningkatnya pengguna Instagram serta Instagram

yang dapat digunakan secara mobile di perangkat bergerak seperti telepon genggam

atau komputer tablet. Kelebihan ini menjadikan siapapun akan mudah mengakses

Instagram dimanapun dan kapanpun. Dengan semakin pesatnya pengguna

Instagram sehingga saat ini banyak pembisnis melirik aplikasi ini karena

kemudahan untuk mengupload banyak foto produk dan user juga dapat memberi

komentar mudah dan cepat.

Berdasarkan definisi Instagram tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa

Instagram adalah sebuah platform media sosial yang mana didalamnya para

penggunanya dapat berbagi foto, vidio, dan teks secara bebas kepada pengikutnya

dengan tujuan tertentu.


21

2.2.5 Komunikasi

Menurut (Effendy: 1993) komunikasi yang semula merupakan fenomena

sosial, kemudian menjadi ilmu yang secara akademik berdisiplin mandiri, sekarang

ini dianggap amat penting sehubungan dengan dampak sosial yang menjadi kendala

bagi kemaslahatan umat manusia akibat perkembangan teknologi. Ilmu komunikasi

apabila diaplikasikan dengan benar akan mampu mencegah dan menghilangkan

konflik antar pribadi, antar kelompok, antar suku, antar ras, antar bangsa, untuk

membina kesatuan umat manusia di muka bumi.

Pentingnya komunikasi karena permasalahan-permasalahan yang timbul

akibat komunikasi. Manusia tidak bisa hidup sendirian, ia butuh orang lain dalam

hidupnya. Baik untuk kelangsungan hidupnya, keamanan hidupnya, maupun demi

keturunannya. Jelasnya, manusia adalah makhluk sosial, sehingga harus hidup

bermasyarakat. Dalam pergaulan hidup manusia dimana masing-masing individu

satu sama lain terjadi interaksi atau komunikasi, saling empengaruhi demi

kepentingan dan keuntungan pribadi masing masing. Hakikatnya komunikasi

adalah proses pernyataan antar manusia, yang dinyatakan adalah pikiran atau

perasaan seseorang kepada orang lain dengan menggunakan bahasa sebagai alat

penyalurnya.

Dalam “bahasa” komunikasi dinamakan pesan. Orang yang menyampaikan

pesan disebut komunikator, sedangkan orang yang menerima pesan disebut

komunikan. Komunikasi berarti proses penyampaian pesan dari komunikator ke

komunikan. Pikiran dan perasaan sebagai isi pesan yang disampaikan komunikator

kepada komunikan, selalu menyatu secara terpadu. Secara teoritis tidak mungkin
22

hanya perasaan atau pikiran saja, pasti ada yang lebih dominan. Yang paling sering

adalah pikiran yang dominan, sebagai contoh pikiran yang mendominasi adalah

ketika seseorang sebagai komunikator marah, maka akan keluar kata-kata atau isi

pesan yang kurang mengenakan kepada komunikan.

Berdasarkan definisi Komunikasi tersebut, peneliti menyimpulkan bahwa

komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan

baik itu secara langsung atau melalui perantara media.

2.2.6 Komunikasi Antar Pribadi

Menurut Julia T. Wood, dalam terjemahan Rio Dwi Setiawan (2013 : 21-

22) mengatakan, “Komunikasi Interpersonal secara umum terjadi diantara dua

orang. Seluruh proses komunikasi terjadi diantara beberapa orang, namun banyak

interaksi tidak melibatkan seluruh orang didalamnya secara akrab. Dengan

demikian secara literal komunikasi interpersonal berarti “communication between

people”. Berdasarkan definisi tersebut, komunikasi antar pribadi juga bisa di

artikan sebagai komunikasi yang berlangsung dua arah dalam sebuah kelompok dan

adanya timbal balik antara komunikator dengan komunikan secara seketika.

Begitupun dalam media sosial, komunikasi tersebut juga bisa dikatakan komunikasi

antar pribadi karena sifat dari media sosial itu sendiri yang bersifat pribadi, yang

artinya satu akun media sosial hanya dapat di miliki oleh satu individu saja.

Sehingga apabila ada komunikasi yang terjadi di dalamnya adalah komunikasi

antarpersona/pribadi karena berlangsung hanya melalui masing-masing akun

pribadi media sosialya tersebut.


23

Sedangkan menurut (Effendy: 1993:61), komunikasi antar pribadi adalah

komunikasi antar dua orang, dimana terjadi kontak langsung dalam bentuk

percakapan, komunikasi jenis ini bisa langsung secara berhadapan antar muka.

(face to face) bisa juga melalui medium/media. Ciri khas komunikasi antar pribadi

adalah berlangsung dua arah dan adanya timbal balik.

Karena komunikasi yang baik berlangsung secara dua arah maka sangat

penting terjadinya situasi komunikasi antar pribadi karena prosesnya yang

memungkinkan berlangsung secara dialogis. Komunikasi yang berlangsung secara

dialogis selalu lebih baik daripada secara monologis. Monolog adalah komunikasi

suatu bentuk komunikasi dimana seseorang berbicara, sementara yang lainnya

mendengarkan sehingga tidak adanya interaksi yang berlangsung secara timbal

balik atau hanya satu arah saja. Setiap orang yang terlibat didalam komunikasi ini

memiliki peran ganda, yaitu berperan sebagai komunikator dan komunikan secara

bergantian. Darisitulah terjadi rasa saling menghormati anatar amasing masing

individu, bukan karena sosial ekonomi, melainkan di dasarkan oleh wajib, berhak,

dan pantasnya masing masing individu untuk saling menghormati dan memberikan

rasa hormat sebagai sesama makhluk sosial.

Berdasarkan definisi Komunikasi Antar Pribadi tersebut, peneliti

menyimpulkan bahawa Komunikasi Antar Pribadi adalah komunikasi yang

berlangsung dua arah atau adanya timbal balik antara komunikator dengan

komunikan.
24

2.2.7 Semiotika

Istilah semiotika itu sendiri berasal dari bahasa Yunani, semeion yang

berarti “tanda”. Tanda itu sendiri di definisikan sebagai suatu dasar konvensi sosial

yang terbangun sebelumnya. Dapat dianggap mewakili sesuatu yang lain dan dalam

batas tertentu. Sedangkan secara terminologis, semiotika dapat diartikan sebagai

ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa- peristiwa, seluruh

kebudayaan sebagai tanda. (Sobur, 2016: 95)

Semiotika adalah ilmu tentang tanda-tanda, studi tentang tanda dan segala

yang berhubungan dengannya, cara berfungsinya, hubungan dengan tanda-tanda

lain, pengirimnnya dan penerimannya oleh mereka yang menggunakanya. (Sobur

2016: 96)

Manusia dengan perantaraan tanda-tanda dapat melakukan komunikasi

dengan sesamanya. Banyak hal yang bias dikomunikasikan di dunia ini. Kajian

komunikasi saat ini telah membedakan dua jenis semiotika. Yang pertama adalah

semiotika komunikasi, pada semiotika komunikasi menentukan pada teori tentang

produksi tanda, yang salah satunya adanya enam factor dalam komunikasi:

pengirim, penerima kode (sistem tanda), pesan komunikasi, dan acuan yang di

bicarakan. Sedangkan yang kedua adalah semiotika signifikansi, pada semiotika

signifikasi memberi tekanan pada teori tanda dan pemahamannya dalam suatu

konteks tertentu. Pada jenis kedua ini tidak dipersoalkan adanya tujuan

berkomunikasi, sebaliknya yang diutamakan adalah segi pemahaman suatu tanda

sebagai proses kognisinya pada penerima tanda lebih di perhatikan dari pada proses

komunikasinya (Suprapto, 2011: 94-95)


25

Semiotik atau penyelidikan simbol-simbol membentuk tradisi pemikiran

yang penting dalam teori komunikasi. Tradisi semiotika sendiri dari sekumpulan

teori tentang bagaimana tanda-tanda merepresentasikan, benda, ide, keadaan,

situasi, perasaan, dan kondisi di luar tanda-tanda itu sendiri. Penyelidikan tanda-

tanda tidak hanya memberikan cara untuk melihat komunikasi, melainkan melihat

pengaruh yang kuat pada hamper semua perspektif yang sekarang diterapkan pada

teori komunikasi. (Litteljhon, 2011: 53)

Dalam ranahnya semiotika dibagi kedalam beberapa macam yaitu,

semiotika dari Charles Sanders Piers, Roland Barthes, dan juga De Saussure. Dalam

kajian mereka memiliki mode-model semiotika yang berbeda dimana Charles

Sanders Pierce lebih mengutamakan kepada sign, objek dan interpretant. Dimana

Pierce menggunakan segitiga makna atau triangle meaning dalam model

semiotikanya. Namun bagi Roland Barthes, semiotika meruapakan kajian ilmiah

mengenai bentuk, studi ini mengkaji signifikasi yang terpisah dari isinya, Roland

Barthes lebih memfokuskan semiotika pada teks, sedangkan Ferdinand De Saussure

lebih memfokuskan semiotika pada sifnifer dan signified. (Sobur, 2016: 17)

Berdasarkan ketiga sumber di atas, penulis memahami semiotika adalah

ilmu yang mempelajari tentang tanda, yang berisi informasi dan mempunyai makna

tertentu, baik tanda secara individu maupun tanda secara kelompok sebagai suatu

sistem tanda untuk merujuk kepada sesuatu hal. Semiotika dapat digunakan untuk

menganalisis suatu kejadian atau peristiwa melalui pemaknaan terhadap tanda-

tanda yang ada seperti simbol dan tanda bahasa mampu menjelaskan suatu

peristiwa yang terjadi.


26

Pada penelitian ini penulis akan menggunakan Teori Semiotika dari

Ferdinand De Saussure. Ferdinand De Saussure (1857-1913) memaparkan

semiotika didalam Course in General Linguistic sebagai ilmu yang mengkaji

tentang peran tanda sebagai bagian dari kehidupan sosial. Implisit dari definisi

tersebut adalah sebuah relasi, bahwa tanda merupakan bagian kehidupan sosial

yang berlaku. Ada sistem tanda (sign system) dan ada sistem sosial (Social System)

yang keduanya saling berkaitan. Dalam hal ini, Saussure berbicara mengenai

konvesi sosial (Social Konvenction) yang mengatur penggunaan tanda secara sosial,

yaitu pemilihan pengkombinasian dan penggunaan tanda tanda dengan cara tertentu

sehingga ia mempunyai makna dan nilai sosial (Alex Sobur, 2016:7).

Pembahasan pokok pada teori Saussure yang terpenting adalah prinsip yang

mengatakan bahwa bahasa adalah suatu sistem tanda, dan setiap tanda itu tersusun

dari dua bagian, yaitu signifier (penanda) dan signified (petanda). Tanda merupakan

kesatuan dari suatu bentuk penanda (signifier) dengan sebuah ide atau petanda

(signified). Dengan kata lain, penanda adalah aspek bunyi yang bermakna atau

coretan yang bermakna. Jadi penanda adalah aspek material dari bahasa : apa yang

dikatakan atau didengar dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan petanda adalah

dan apa yang ditulis atau dibaca. Sedangkan petanda adalah gambaran mental,

pikiran, atau konsep (Bertens, 2001:180, dalam Sobur 2013:46).

Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim

makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut.

Tanda terdiri dari dua elemen tanda (signifier, dan signified). Signifier (penanda)

adalah elemen fisik dari tanda dapat berupa tanda, kata, image, atau suara.
27

Sedangkan signified (petanda) adalah menunjukkan konsep mutlak yang mendekat

pada tanda fisik yang ada. Sementara proses signifikasi menunjukkan antara tanda

dengan realitas aksternal yang disebut referent. Saussure memaknai “objek”

sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses

penandaan. Contoh: Ketika subjek yang akan diteliti memposting foto dirinya

sedang tersenyum sumringah (signifier) maka hal tersebut merupakan tanda

kebahagiaan (signified).

Menurut Saussure tanda-tanda kebahasaan, setidak-tidaknya memiliki dua

buah karakteristik primordial, yaitu bersifat linier dan arbitrer (Budiman, 1999 :

38). Tanda dalam pendekatan Saussure merupakan manifestasi konkret dari citra

bunyi dan sering diidentifikasi dengan citra bunyi sebagai penanda. Jadi penanda

(signifier) dan petanda (signified) merupakan unsur mentalistik. Dengan kata lain,

di dalam tanda terungkap citra bunyi ataupun konsep sebagai dua komponen yang

tak terpisahkan. Hubungan antara penanda dan petanda bersifat bebas (arbiter),

baik secara kebetulan maupun ditetapkan. Arbiter dalam pengertian penanda tidak

memiliki hubungan alamiah dengan petanda.

Berdasarkan penjelasan Teori Semiotika dari Ferdinand De Saussure

tersebut peneliti berfikir bahwa teori ini sangat cocok digunakan dalam penelitian

ini karena dalam penelitian ini peneliti akan menterjemahkan arti-arti dari fotografi

di instagram yang dibuat oleh subyek penelitian menjadi sebuah konsep berfikir

yang lebih kongkrit.


28

2.3 Kerangka Pemikiran

Bagan 2.1
Kerangka Pemikiran

Individu

Fenomena fotografi
representasi diri di
Instagram

Bentuk Tujuan Dampak


Representasi representasi diri Represntasi diri

Teori self
Representation

Self Representation
masyarakat RW. 7

Dari bagan tersebut, dijabarkan jika peneliti ingin mengetahui bagaimana

Self Representation yang di lakukan warga RW. 7 Jl. Panglima Polim melalui

aplikasi media sosial Instagram. Peneliti harus mengidentifikasi warga RW.7

Panglima Polim dalam proses representasi diri. Peneliti mengamati individu

yang membuat postingan instagram kemudian dari aspek yang dibagikan

tersebutr peneliti menemukan adananya unsur representasi diri, kemudian

peneliti mengamati siapa saja yang kerap melakukan representasi diri di

instagram. Kemudian peneliti mencari apa tujuan dari self representation dan

dampak yang di hasilkan tersebut. Selanjutnya dianalisis menggunakan teori

Representasi diri dengan pendekatan semiotika Ferdinand De Saussure.


29

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan oleh penulis dengan melihat foto-foto yang

diposting di media sosial Instagram oleh beberapa masyarakat Jl. Panglima Polim

RW. 7 yang telah di pilih oleh peneliti untuk dijadikan sample penelitian. Tempat

penelitan dilakukan di lokasi penelitian langsung yang terletak di masyarakat Jl.

Panglima Polim RW. 7 Melawai, Kecamatan Kebayoran Baru, Kota Jakarta

Selatan.

3.2 Desain Penelitian

3.2.1 Paradigma Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan paradigma konstruktivis.

Paradigma konstruktivis merupakan paradigma yang hampir berlawanan dengan

paradigma yang mengutamakan pengamatan dan objektivitas dalam menemukan

sebuah ilmu pengetahuan atau realitas. Paradigma ini memangdang bahwa ilmu

sosial sebagai analisis sistematis terhadap social meaningful action melalui

pengamatan langsung dan terperinci terhadap pelaku sosial yang bersangkutan

menciptakan dan memelihara atau mengelola dunia sosialnya sendiri (Hidayat,

2003).

Paradigma ini menyatakan bahwa, pertama, dasar itu menjelaskan

kehidupan, peristiwa sosial, dan manusia bukan ilmu dalam rangka positivistik,
30

tetapi justru dalam istilah common sense. Menurut mereka, pengetahuan dan

pemikiran awam berisikan hasil atau makna yang diberikan individu terhadap

pengalaman dan kehidupannya sehari-hari, dan hal tersebutlah yang menjadi awal

penelitian ilmu-ilmu sosial. Kedua, pendekatan yang dilakukan adalah induktif,

berjalan dari suatu yang spesifik menuju umum, dari yang konkrit menuju abstrak.

Ketiga, ilmu bersifat idiografis bukan nomotetis, karena ilmu mengungkapkan

bahwa realitas tertampilkan dalam simbol-simbol melalui bentuk-bentuk deskriptif.

Keempat, pengetahuan diperoleh bukan hanya melalui indera, karena pemahaman

mengenai makna dan interpretasi adalah jauh lebih penting. Kelima, ilmu tidak

bebas nilai, kondisi bebas nilai tidak menjadi sesuatu yang dianggap penting dan

tidak pula mungkin dicapai (Poerwandari, 2007).

Menurut Patton, para peneliti konstruktivis mempelajari beragam realita

yang terkonstruksi oleh individu dan implikasi dari konstruksi tersebut bagi

kehidupan mereka dengan yang lain dalam konstruktivis, setiap individu memiliki

pengalaman yang unik. Dengan demikian,penelitian dengan strategi seperti ini

menyarankan bahwa setiap cara yang diambil individu dalam memandang dunia

dianggap valid. Dan perlu adanya rasa menghargai dalam pandangan tersebut

(Patton,2002).

Oleh karena itu, peneliti memilih menggunakan paradigma konstruktivis

karena peneliti ingin mengembangkan pemahaman yang membantu intrepretasi

sebuah peristiwa. Selain itu, informan yang dipilih merupakan orang yang aktif

menggunakan Instagram, sehingga mereka peneliti anggap memiliki pengalaman

dalam melakukan represntasi diri pada aplikasi Instagram.


31

3.2.2 Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan pendekatan penelitian kualitatif

dengan sifat deskriptif. Pendekatan kualitatif merupakan prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa data-data tertulis atau lisan dari orang dan

perilaku yang diamati. Pendekatan kualitatif ini memandang bahwa makna adalah

bagian yang tidak terpisahkan dari pengalaman seseorang dalam kehidupan

sosialnya bersama orang lain (Bungin, 2007). Kirk dan Miller mendefinisikan

penelitian kualitatif sebagai tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang

secara fundamental bergantung pada pengamatan terhadap manusia kawasannya

sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasanya dan dalam

peristilahannya. Tujuan penelitian kualitatif ini adalah untuk memahami apa yang

tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit

diketahui atau dipahami (Moleong, 2004).

Penelitian kualitatif itu berakar pada latar alamiah sebagai keutuhan,

mengandalkan manusia sebagai alat penelitian. Memanfaatkan metode kualitatif,

sama dengan mengandalkan analisis data secara induktif, mengarahkan sasaran

penelitiannya pada usaha menemukan teori dari dasar, bersifat deskriptif, lebih

mementingkan proses daripada hasil, membatasi studi dengan fokus, memiliki

seperangkat kriteria untuk memeriksa keabsahan data, rancangan penelitiannya

bersifat sementara, dan hasil penelitiannya disepakati oleh kedua belah pihak, yaitu

peneliti dan subjek penelitian (Moleong, 2004).

Pendekatan kualitatif ini selalu menekankan kepada makna, penalaran,

definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu). Pendekatan kualititatif, lebih
32

lanjut mementingkan proses dibandingkan dengan akhir hasil oleh karena itu urut-

urutan kegiatan dapat berubah sewaktu-waktu tergantung pada kondisi dan

banyaknya gejala-gejala yang ditemukan. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan

individu secara holistik (utuh).

Dalam penelitian kualitatif, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan,

pertama, penelitian kualitatif melakukan penelitian pada latar alamiah atau pada

konteks dari suatu keutuhan. Kedua, peneliti sendiri atau dengan bantuan orang

merupakan alat pengumpul data utama. Karenanya dalam penelitian ini peneliti

sendiri yang melakukan wawancara dengan informan. Pengetikan dan analisa data

pun peneliti lakukan sendiri karena penelitilah yang paling mengerti konteks

pengumpulan data saat wawancara berlangsung. Ketiga, analisis data dilakukan

secara induktif, yakni dengan mengumpulkan fakta-fakta yang ada dilapangan

untuk kemudian menarik suatu kesimpulan dari fakta-fakta yang ada. Analisis data

pun dilakukan secara induktif, seiring dengan perkembangan tahap penelitian.

Keempat, data yang dikumpulkan deskriptif berupa kata-kata, karenanya

laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan hasil wawancara untuk memberi

gambaran penyajian laporan. Data berasal dari hasil wawancara, catatan lapangan

dan buku harian yang ditulis oleh informan. Dalam pengumpulan data peneliti

selalu bertanya mengapa guna mempertajam jawaban wawancara yang diberikan

informan. Kelima, desain penelitian bersifat sementara yang dalam proses

penyusunannya terus menerus mengalami perubahan berkaitan dengan fakta-fakta

baru yang muncul di lapangan yang tidak diperkirakan sebelumnya sehingga

menuntut adanya perubahan dalam desain penelitian. Misalnya munculnya suatu


33

fakta baru di lapangan yang menuntut penambahan teori yang digunakan. Keenam,

penelitian ini menghendaki agar pengertian dan hasil interpretasi yang diperoleh

dirundingkan dan disepakati bersama. Karenanya peneliti selalu

mengkonfirmasikan hasil wawancara dengan informan. Hasil interpretasi

kemudian akan didiskusikan dengan informan agar pemahaman yang peneliti

peroleh memang sesuai dengan keadaan di lapangan.

Dalam penelitian ini, alasan peneliti memilih pendekatan kualitatif karena

fokus penelitian yang akan di teliti adalah Representasi Diri Pada Alikasi Instagram

khususnya masyarakat Jl. Panglima Polim RW. 7 yang telah penliti pilih sehingga

mereka bisa memanfaatkan aplikasi Instagram sebagai media untuk

merepresentasikan dirinya secara tepat.

3.2.3 Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode penelitian studi kasus.

Studi kasus adalah salah satu metode penelitian dalam ilmu sosial. Dalam riset yang

menggunakan metode ini, dilakukan pemeriksaan longitudinal yang mendalam

terhadap suatu keadaan atau kejadian yang disebut sebagai kasus dengan

menggunakan cara-cara yang sistematis dalam melakukan pengamatan,

pengumpulan data, analisis informasi, dan pelaporan hasilnya. Sebagai hasilnya,

akan diperoleh pemahaman yang mendalam tentang mengapa sesuatu terjadi dan

dapat menjadi dasar bagi riset selanjutnya. Studi kasus dapat digunakan untuk

menghasilkan dan menguji hipotesis (Bent, 2008).


34

Pendapat lain menyatakan bahwa studi kasus adalah suatu strategi riset,

penelaahan empiris yang menyelidiki suatu gejala dalam latar kehidupan nyata.

Strategi ini dapat menyertakan bukti kuantitatif yang bersandar pada berbagai

sumber dan perkembangan sebelumnya dari proposisi teoretis. Studi kasus dapat

menggunakan bukti baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif. Penelitian

dengan subjek tunggal memberikan kerangka kerja statistik untuk membuat

inferensi dari data studi kasus kuantitatif (Yin, 2002).

Seperti halnya pada tujuan penelitian lain pada umumnya, pada dasarnya

peneliti yang menggunakan metode penelitian studi kasus bertujuan untuk

memahami objek yang ditelitinya. Meskipun demikian, berbeda dengan penelitian

yang lain, penelitian studi kasus bertujuan secara khusus menjelaskan dan

memahami objek yang ditelitinya secara khusus sebagai suatu kasus. Berkaitan

dengan hal tersebut, Yin (2002) menyatakan bahwa tujuan penggunaan penelitian

studi kasus adalah tidak sekadar untuk menjelaskan seperti apa objek yang diteliti,

tetapi untuk menjelaskan bagaimana keberadaan dan mengapa kasus tersebut dapat

terjadi. Dengan kata lain, penelitian studi kasus bukan sekadar menjawab

pertanyaan penelitian tentang apa (what) objek yang diteliti, tetapi lebih

menyeluruh dan komprehensif lagi adalah tentang bagaimana (how) dan mengapa

(why) objek tersebut terjadi dan terbentuk sebagai dan dapat dipandang sebagai

suatu kasus. Sementara itu, strategi atau metode penelitian lain cenderung

menjawab pertanyaan siapa (who), apa (what), dimana (where), berapa (how many),

dan seberapa besar (how much).


35

3.2.4 Sifat Penelitian

Penelitian Fotografi Sebagai Media Interpretasi Diri Pada Aplikasi

Instagram ini bersifat deskriptif, yang artinya adalah penelitian yang bertujuan

untuk membuat deskriptif tentang suatu atau sejumlah fenomena secara terpisah.

Penelitian ini mendeskripsikan atau menggambarkan suatu keadaan (obyek) yang

didalamnya terdapat deskripsi dan analisis (Moleong, 2011:11)

Pendekatan deskriptif bermaksud memberikan gambaran sosial suatu gejala

tertentu, sudah ada informasi gejala sosial seperti yang sudah di maksudkan dalam

suatu permasalahan penelitian namun belum memadai. Penelitian deskriptif

menjawab pertanyaan apa dengan penjelasaan yang lebih terperinci mengenai

gejala sosial yang di maksudkan kedalam suatu permasalahan penelitian yang

bersangkutan (Moleong, 2011:11)

Alasan mengapa penulis menggunakan penelitian deskriptif adalah karena

penulis ingin mendeskripsikan pesan-pesan yang terkandung di dalam fotografi

yang dijadikan bahan untuk merepresentasikan diri dengan menggunakan analisis

semiotika Roland Barthes.

3.3 Subyek dan Objek Penelitian

Subyek penelitian adalah orang yang dijadikan sampel dalam sebuah

penelitian. Subyek dari penelitian ini adalah masyarakat Jl. Panglima Polim RW. 7.

Peneliti mengambil responden sebanyak 5 orang, masing masing dari subyek yang

diteliti memiliki latar belakang kehidupan yang berbeda, sehingga hal itu dirasa

menjadi sangat menarik untuk diteliti.


36

Dalam melakukan wawancara maka diperlukan informan yang dapat

menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait dengan penelitian, maka peneliti memilih

informan dengan kriteria dan berbagai pertimbangan, diantaranya:

1. Latar Belakang Informan yang Variatif

Peneliti memilih informan yang memiliki latar belakang yang berbeda-

beda. Latar belakang adalah faktor mengapa dan apa yang menyebabkan

informan melakukan keterbukaan melalui sosial media, diantaranya adalah pola

pikir dan tingkat ekonomi. Pola pikir yang dimiliki seseorang adalah penentu

seseorang dalam bertindak dan mengambil sebuah keputusan. Sedangkan,

tingkat ekonomi yang dimiliki oleh informan juga mempengaruhi keterbukaan

yang dilakukannya.

2. Karakteristik Informan yang Variatif

Setelah dilakukan pengamatan dan wawancara dengan para informan

diketahui bahwa keseluruhan dari responden memiliki karakteristik yang

berbeda, diantaranya ada yang bersifat tertutup dan ada pula yang terbuka, ada

pula yang bersifat individualis dan krtitis juga ada yang acuh, ada pula informan

yang nampaknya begitu aktif dan hidup dalam dunia maya, namun di dalam

kehidupannya sehari-hari ia merupakan sosok orang yang tertutup.

3. Tingkat Frekuensi dan bentuk postingan dalam instagram

Selain latar belakang dan karakeristiknya, peneliti juga memilih

informan berdasarkan seringnya informan mem-posting instagram story dan

jenis posting-an yang responden bagikan dalam instagram mereka. Berdasarkan

hal tersebut, peneliti berasumsi bahwa informan yang aktif membagikan segala
37

hal mengenai diri mereka dan informasi-informasi menarik dalam instagram,

akan menjawab rumusan masalah dari penelitian ini.

Dalam memperoleh data penelitian yang mencerminkan keadaan subyek

penelitian dan dapat menggambarkan apa yang menjadi tujuan serta permasalah

penelitian, maka peneliti memilih informan dalam penelitian ini dengan cara

mengamati terlebih dahulu mana-mana saja masyarakat yang dapat peneliti pilih

untuk menjadi informan. Dikarenakan topik yang dipilih dalam penelitian ini

adalah interpretasi diri, tentu semua masyarakat pengguna instagram dapat peneliti

pilih untuk diwawancara, karena ini merupakan persoalan yang umum. Namun

dengan adanya kriteria yang ditetapkan peneliti, maka tidak semua masyarakat

pengguna instagram dapat menjadi informan.

Untuk membuat penelitian ini menjadi lebih mengerucut/terarah peneliti

akan melakukan penelitian dengan mengamati postingan foto 9 teratas yang

dipublikasikan oleh informan di aplikasi instagram terhitung tanggal terakhir

memposting di tanggal 4 april 2021.

Untuk melakukan penelitian ini peneliti telah memperoleh beberapa

masyarakat yang peneliti gunakan sebagai informan, diantaranya:

1. Nama : Chelsea Pearl Weber

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 21 tahun

Akun Instagram : @chelseapearl


38

Chelsea Pearl Weber atau yang akrab disapa Chelsi merupakan

mahasiswi semester 2 di Universitas Multimedia Nusantara atau UMN jurusan

Film and Animation yang tinggal bersama orang tuanya di lingkungan

perumahan Jl. Panglima Polim RW. 7. Chelsi menggunakan sosial media

instagram setiap hari, bahkan sepanjang waktunya jika sedang tidak ada kegiatan

Chelsi akan menghabiskan waktunya untuk membuka instagram. Seringkali

Chelsi menampilkan foto selfie dalam postingan instagram pribadinya dan juga

membagikan kegiatan yang sedang ia jalani dalam instagram story. Dalam

membuat postingan Chelsi selalu berfikir untuk membuat kontennya terlihat

bagus dan estetik. Bahkan Chelsi sampai memiliki 2 akun, yang satu sebagai

akun untuk berkarya dan satu akunnya lagi ia pakai untuk keperluan konten

kehidupan pribadinya.
39

2. Nama : Raven Widjaja

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 21 tahun

Akun Instagram : @ravenwidjaja

Raven Widjaja atau yang akrab disapa Raven merupakan salah satu

warga lingkungan perumahan Jl. Panglima Polim RW. 7. Sehari-hari ia

beraktifitas sebagai mahasiswa semester 5 di Universitas Bina Nusantara atau

BINUS Alam Sutera. Raven merupakan pengguna aktif instagram dan juga

memiliki hobi fotografi. Dalam instagram pribadi miliknya Raven banyak

memposting foto liburan bersama keluarga dan teman-temanya. Raven

menjadikan instagram juga sebagai media untuk berkarya.


40

3. Nama : Didi Permadi

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 22 tahun

Akun Instagram : @oscolocca

Didi Permadi atau akrab dipanggil Didi adalah salah satu warga asli

lingkungan perumahan Jl. Panglima Polim RW. 7. Ia dan keluarganya sudah

tinggal di daerah ini sejak lingkungan ini masih belum banyak dibangun

perumahan. Sehari-hari Didi berkegiatan menjalankan usaha clothing pribadi

miliknya yang dijalankan bersama teman-temannya. Didi sering menjadikan

instagram sebagai tempat untuk mempromosikan usahanya yang mana

kebanyakan menggunakan teknis fotografi yang ia pelajari secara otodidak. Didi

juga seringkali memposting kegiatan hobi pribadinya yaitu Skateboard.


41

4. Nama : Andi Saskia

Jenis Kelamin : Perempuan

Usia : 25 tahun

Akun Instagram : @saseukeaa

Andi Saskia atau yang akrab disapa Sas merupakan salah satu warga

lingkungan perumahan di Jl. Panglima Polim RW. 7. Sas bekerja di salah satu

lab fotografi film di Jakarta dan juga sedang menyelesaikan perkuliahan

semester akhir di jurusan fotografi. Sas seringkali memposting kegiatan

pribadinya seperti saat berkumpul dengan teman temannya dan juga Sas

seringkali memposting foto dirinya yang terlihat sangat nyentrik di instagram.

Sas juga seringkali membagikan musik apa yang sedang ia dengarkan di

instagram.
42

5. Nama : Muhammad Rachmanda Enriko

Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 24 tahun

Akun Instagram : @rikorevians

Muhammad Rachmanda Enriko atau yang akrab disapa Riko merupakan

salah satu warga lingkungan Jl. Panglima Polim RW. 7. Riko saat ini sedang

menyelesaikan studi akhirnya secara online di Institut Teknologi Bandung ITB

fakultas Teknik Kimia. Riko adalah salah satu pengguna aktif instagram. Ia

seringkali membagikan konten liburannya dari setiap tempat yang ia kunjungi.

Ia sangat senang membagikannya dengan tujuan agar orang lain juga dapat

melihat apa yang ia lihat disetiap perjalanan liburannya.


43

Tabel 3.2
Data Informan
Jenis
Nama Usia Akun Instagram
Kelamin
Chelsea Pearl Weber P 21 @chelsepearl

Raven Widjaja L 21 @ravenwidjaja

Didi Permadi L 22 @oscolocca

Andi Saskia P 25 @saseukeaa


Muhammad Rachmanda
L 24 @rikorevians_
Enriko

Obyek dari penelitian ini adalah fotografi sebagai media Interpretasi Diri

(Self Representation) pada media sosial instagram. Fenomena yang peneliti angkat

adalah interpretasi diri yang banyak dilakukan oleh beberapa masyarakat Jl.

Panglima Polim RW. 7 khususnya pada usia usia 20-25 tahun yang mana memang

pada umumnya di masa-masa itu adalah masa dimana remaja memasuki fase

dewasa memulai untuk mencari jati dirinya dan membentuk sebuah identitas

dirinya. Representasi diri melalui sosial media ini dirasa telah menjadi hal yang

biasa atau umum di lakukan oleh sebagian masyarakat.

3.4 Oprasionalisasi Konsep

Untuk melakukan penelitian kualitatif, peneliti juga harus memahami tahap-

tahap penelitian. Tahap-tahap penelitian kualitatif memiliki ciri khas dimana

peneliti menjadi alat penelitian. Tahap-tahap penelitian yang akan dilakukan adalah

sebagai berikut:

1. Tahap Pra Lapangan


44

Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu harus

merumuskan beberapa hal. Tahap pra lapangan ini bertujuan untuk

memfokuskan apa yang akan diteliti dalam suatu penelitian. Berikut tahap-tahap

pra lapangan yang dilakukan oleh peneliti:

a. Menyusun Rancangan Penelitian

Dalam tahap ini peneliti merumuskan permasalah yang akan dikaji,

dalam penelitian ini, peneliti merumuskan permasalahan yang akan dikaji

adalah self disclosure pada sosial media instagram.

b. Memilih Lapangan Penelitian

Pada tahap ini, peneliti memilih ingkungan Jl. Panglima Polim RW. 7

sebagai lapangan penelitian proses penggalian data.

c. Menentukan Informan

Peneliti menentukan siapa saja yang akan dijadikan informan dalam

proses penggalian data. Pada penelitian ini, peneliti menentukan masyarakat

lingkungan Jl. Panglima Polim RW. 7 sebagai informan utama.

2. Tahap Pekerjaan Lapangan

Pada tahap ini, peneliti akan mulai memasuki lapangan penelitian yaitu

lingkungan Jl. Panglima Polim RW. 7 dalam upaya untuk pengambilan dan

penggalian data yang berkaitan dengan materi yang sudah di rancang untuk

penelitian ini.
45

3.5 Teknik Pengumpulan Data dan Alat/Instrumen Pengumpulan Data

Fase terpenting dari penelitian adalah pengumpulan data. Menurut Arikunto

(1995), instrumen pengumpulan data atau disebut saja sebagai instrumen riset

adalah alat bentu yang dipilih dan digunakan oleh periset dalam kegiatan

mengumpulkan data agar kegiatan ini menjadi sistematis dan dipermudah olehnya.

Alat bantu yang dipilih dan digunakan peneliti ini difungsikan agar

penelitian ini berjalan dengan akurat dan sesuai dengan keinginan peneliti. Bukan

hanya berfokus pada teori dari buku-buku, melainkan juga dibutuhkan informasi

lainnya sebagai bahan penelitian untuk dianalisis pada akhirnya. Adapun teknik

pengumpulan data yang dilakukan sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu observasi

partisipatif. Artinya, peneliti mengamati secara langsung proses self disclosure

mahasiswa UIN Sunan Ampel dengan melalui instagram story. Namun, disini

peneliti tergolong kedalam partisipatif pasif, karena peneliti hanya melihat serta

mengamati proses self disclosure yang dilakukan tanpa ikut terlibat di dalamnya.

2. Wawancara

Dalam penelitian ini, peneliti melakukan wawancara semiterstruktur

terhadap beberapa responden yang telah dipilih. Teknik wawancara ini dipilih

oleh peneliti, karena peneliti ingin mengetahui proses self disclosure secara

mendalam sehingga pertanyaan yang diberikan oleh peneliti cukup fleksibel,

peneliti bisa menggali lebih dalam mengenai self disclosure responden

tergantung kepada jawaban yang diberikan oleh responden tersebut.


46

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan pengumpulan data berupa bukti fisik yang

diambil dari berbagai informasi tertulis yang relevan dengan topik penelitian,

dapat berupa tulisan, foto, video dan lain-lain. Sumber dari dokumentasi ini

dapat berasal dari gambar screenshoot postingan instagram responden dari

sebuah handphone.

3.6 Teknik Analisis Data

Tahapan analisis dilakukan dengan menggunakan model Miles dan

Huberman. Dimana analisis data dilakukan secara interaktif dan terus menerus

hingga mencapai kejenuhan data. Adapun tahap-tahap analisis data dalam model

ini, yaitu:

1. Reduksi Data (Data Reduction)

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,

memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan

demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas

dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya,

dan mencarinya bila diperlukan.

2. Penyajian Data (Data Display)

Setelah direduksi, tahapan selanjutnya adalah mendisplaykan data.

Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian

singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.


47

3. Conclusion Drawing/Verification

Langkah ketiga dalam analisis data kualitatif menurut Miles dan

Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan dalam

penelitian kualitatif merupakan temuan baru yang sebelumnya belum pernah

ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu objek yang

sebelumnya masih belum jelas. Temuan dapat berupa hubungan kausal atau

interaktif, hipotesis atau teori.

3.7 Teknik Keabsahan Data

Dalam penelitian kualitatif, pemeriksaan keabsahan data sangat penting

untuk dilakukan. Temuan atau data dapat dinyatakan valid apabila data yang

ditemukan dan dilaporkan peneliti tidak berbeda dengan data yang sesungguhnya

di lapangan.

Pemeriksaan keabsahan data bertujuan untuk menyanggah apabila

penelitian kualitatif yang dilakukan dikatakan tidak ilmiah. Itulah mengapa peneliti

harus melakukan pemeriksaan keabsahan data dengan cermat sesuai dengan teknik

yang digunakan, agar hasil penelitian yang telah dilakukan dapat dipertanggung

jawabkan.

Teknik pemeriksaan keabsahan data pada penelitian ini menggunakan

teknik triangulasi. Triangulasi merupakan teknik pengecekan data dengan

memanfaatkan sumber lain sebagai pembanding pada data tersebut. Teknik

triangulasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dimana
48

untuk menguji kredibilitas data dilakukan dengan mengecek dan membandingkan

data yang telah diperoleh.

Objek dalam penelitian ini adalah Representasi Diri pada sosial media

instagram. Data yang diperoleh nantinya berasal dari subjek-subjek yang telah

dipilih secara purposif. Data-data yang diperoleh tersebut kemudian akan diteliti

kembali kebenarannya dengan menggunakan teknik triangulasi sumber. Dimana

data-data yang diperoleh dari hasil wawancara akan dibandingkan dengan data hasil

pengamata atau observasi dan data-data dari studi dokumen yang akan dilakukan

oleh peneliti.
DAFTAR PUSTAKA

DeVito, Joseph. 1996. Komunikasi Antar Manusia. Jakarta : Profesional Books.

Fisher, B Aubrey. 1978. Teori-teori Komunikasi. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Hidayat, Dasrun. 2012. Komunikasi Antarpribadi dan Medianya. Yogyakarta:


Graha Ilmu.

LittleJohn, Stephen W & Foss, Karen A. 2002. Teori Komunikasi (Theory of


Human Communication). Jakarta : Salemba Humanika

Maleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif edisi Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.

Severin, Werner J. & Tankard, dkk. 2011. Teori Komunikasi: Edisi Kelima. Jakarta:
Kencana Media Group.

Sihabudin, Ahmad & Rahmi Winangsih. 2012. Komunikasi Antar Manusia.


Serang: Pustaka Getoktular.

Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung:


Alfabeta.

Website:

Ambar. https://pakarkomunikasi.com/pengertian-media-sosial-menurut-para-ahli.
Diakses tanggal 18 Maret 2021

Artikelsiana. http://www.artikelsiana.com/2017/09/pengertian-media-sosial-fungs
i.html. Diakses pada 21 April 2018.

Wikipedia. https://id.wikipedia.org/wiki/Jendela_Johari. Diakses tanggal 18 Mei


2021

49

Anda mungkin juga menyukai