DOSEN PEMBIMBING:
Disusun Oleh:
2. Bahwa pada acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Propinsi Riau tanggal 9
Agustus 2014, Terdakwa menerima kunjungan ZULKIFLI HASAN (Menteri
Kehutanan) yang memberikan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan
Nomor: SK.673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 tentang Perubahan
Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas ±1.638.249
ha (satu juta enam ratus tiga puluh delapan ribu dua ratus empat puluh sembilan
hektar), Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ±717.543 ha (tujuh ratus
tujuh belas ribu lima ratus empat puluh tiga hektar) dan Penunjukkan Bukan
Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas ±11.552 ha (sebelas ribu lima
ratus lima puluh dua hektar) di Propinsi Riau. Pada pidatonya dalam acara HUT
Propinsi Riau, ZULKIFLI HASAN memberikan kesempatan kepada masyarakat
melalui Pemerintah Daerah Propinsi Riauuntuk mengajukan permohonan revisi
jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut.
13. Tidak lama setelah itu datang petugas KPK melakukan penangkapan terhadap
Terdakwa dan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG kemudian menemukan
uang sejumlahSGD156,000 (seratus lima puluh enam ribu dollar Singapura) dan
Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) di rumah Terdakwa. Selain itu juga
ditemukan uang sebesar Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dari dalam
tas GULAT MEDALI EMAS MANURUNG. s) Bahwa Terdakwa mengetahui atau
patut menduga perbuatannya menerima hadiah uang sebesar USD166,100
(seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat) dari GULAT
MEDALI EMAS MANURUNG disebabkan karena Terdakwa selaku Gubernur
Riau telah memasukkan permintaan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dan
EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAANagar areal kebun sawit di
Kabupaten Kuantan Sengingi seluas kurang lebih ±1.188 ha(seribu seratus
delapan puluh delapan hektar) dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir
seluas ±1.214 ha (seribu dua ratus empat belas hektar)serta kebun sawit di
daerah Duri Kabupaten Bengkalis seluas ±120 ha (seratus dua puluh hektar) ke
dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di Propinsi Riau
yang ditandatangani oleh Terdakwa walaupun lokasi tersebut tidak termasuk
dalam lokasi yang direkomendasikan oleh Tim Terpadu, perbuatan tersebut
bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Gubernur Riau sekaligus
Penyelenggara Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yakni Pasal 5 angka 4 yang berbunyi“Setiap
Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi,
kolusi, dan nepotisme” dan Pasal 5 angka 6 yang berbunyi “Setiap
Penyelenggara Negara berkewajiban untukmelaksanakan tugas dengan penuh
rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik
untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak
mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” serta bertentangan
dengan kewajiban Terdakwa selaku Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, yakni Pasal 28 huruf d yang berbunyi “Kepala Daerah dilarang
melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang atau jasa
dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukannya”.
Hendry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an intent to give
some advantage inconsistent with official duty and the rigths of others”, (terjemahan
bebasnya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu
keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak lain).
Menurut black adalah perbuatan seseorang pejabat yang secara melanggar hukum
menggunakan jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan
dengan kewajibannya.
Menurut Barley, pekataan “korupsi” dikaitkan dengan perbuatan yang berhubungan
dengan penyalahgunaan wewenang atas kekuasaan sebagai akibat adanya
pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi.
Menurut analisa penulis dari kasus korupsi H. Annas Maamun, bahwa kasus korupsi
suatu perbuatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan jabatan demi kepentingan
pribadi maupun korporasi, bagi mereka yang memegang jabatan atau kekuasaan
senatiasa menyalahgunakan kekuasaaan mereka itu. Tindakan korupsi oleh H. Annas
Maamun ini merupakan tindakan yang berdampak bukan hanya pada lingkungan, tetapi
memicu persoalan sosial (konflik), bencana lingkungan menahun, pemiskinan dan lain-
lain.
Against the rule corruption, artinya korupsi yang dilakukan sepenuhnya bertentangan
dengan hukum, misalnya penyuapan, penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau korporasi. Dan korupsi ini termasuk jenis korupsi dibidang
materiil dimana korupsi yang menyangkut masalah penyuapan yang berhubungan
dengan manipulasi dibidang ekonomi dan menyangkut bidang kepentingan umum.
Menurut analisa penulis tindakan korupsi oleh H. Annas Maamun ini termasuk tindakan
yang sepenuhnya melanggar hukum dan berhubungan dengan materi atau keuangan.
Menurut analisa penulis pada kasus korupsi H. Annas Maamun, kasus ini merupakan
tingkatan teratas yang disebut dengan Material benefit (mendapatkan keuntungan
material yang bukan haknya melalui kekuasaaan), mengapa? Karna H. Annas Maamun
melakukan penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik
bagi dirinyas sendiri maupun orang lain. Kasus korupsi pada tingkat ini sangat
membahayakan dikarenakan melibatkan kekuasaan dan keuntungan material.
Sedangkan tipe korupsi yang menyangkut korupsi H. Annas Maamun ini adalah
Mercenery corruption yakni, jenis tindak pidana korupsi yang bermaksud untuk
memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.
Menurut analisa penulis faktor organisasi termasuk kedalam faktor penyebab terjadinya
tindak pidana korupsi karena H. Annas Maamun termasuk politisi partai Golkar
(golongan karya) yang dimana ia juga merupakan gubernur RIAU ditambah lagi dengan
kewewenang yang begitu besar tanpa adanya pertanggungjawaban sehingga para
pelaku korupsi ini senantiasa melakukan korupsi dengan mengandalkan partai ataupun
jabatannya diorganisasi.
Faktor ekonomi
Faktor ekonomi merupakan faktor terpenting dalam tindak pidana korupsi ini, penulis
menganalisa bahwa tindak pidana korupsi ini sangat jelas kaitannya dengan faktor
ekonomi dimana pelaku merasa bahwa keiinganannya yang begitu besar dan juga gaji
yang tidak mencukupi kebutuhan mendorong terjadinya korupsi ini. Selain rendahnya
gaji dan keinginan, banyak aspek yang ekonomi lainnya yang menjadi penyebab
terjadinya korupsi, diantaranya adalah kekuasaan pemerintahan yang dibarengi dengan
faktor kesempatan untuk memenuhi kekayaan pelaku.
Faktor hukum
Lemahnya penegakkan hukum merupakan faktor terjadinya korupsi. Sanksi yang tidak
tepat dengan perbuatan yang dilarang sehingga terasa begitu ringan atau tidak
fungsional membuat para pelaku menganggap bahwa hukum itu tidak ada apa-apanya.
Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor intenal (NIAT) dan faktor eksternal
(KESEMPATAN). Niat lebih terkait dengan faktor individu yang meliputi perilaku dan
nilai-nilai yang dianut, sedangkan kesempatan terkait dengan sistem yang berlaku.
Upaya pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi
pada semua individu. Setidaknya ada 9 nilai anti korupsi yang penting untuk
ditanamkan pada semua individu, yaitu: kejujuran, kepedulian, kemandirian,
kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, kebernian, dan keadilan.
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahawa kasus korupsi yang melibatkan Gubernur
Riau H. Annas Maamun ini sangat berdampak pada birokrasi pemerintahannya, terlebih
lagi bapak H. Annas Maamun ini merupakan gubernur terpilih, setelah dilakukan
penangkapan posisi gubernur untuk sementara waktu kosong dan pada 25 mei 2016 plt
gubernur yaitu Arsyadjuliandi Rachman dilantik secara resmi menjadi gubernur setelah
20 bulan menjabat menjadi plt. Kasus korupsi ini juga berdampak pada lingkungan fisik
yakni penyimpangan terhadap anggaran pembangunan dan pelaksanaan infrastruktur
dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dan berdampak pada kemiskinan
rakyat.
Kasus korupsi dalam perspektif budaya sudah menjadi sesautu yang dianggap biasa
karena telah dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar.
Agama menentang korupsi karna agama mengajarkan penganutnya untuk hidup jujur,
lurus, dan benar. Iman yang lemah juga menjadi pendorong terjadinya korupsi.
Dalam hukum tindak pidana korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa, dan ada
beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah yang erat kaitannya untuk
mencegah dan memberantas korupsi, yaitu:
Dinegara kita persoalan pebinaan hukum nasional bertambah kompleks karena sistim
hukum yang berlaku di indonesia paling tidak dibidang perdata bersifat pluralistis yaitu
mengenal golongan dan penduduk, yang masing-masing tunduk pada hukum yang
berlainan.
Contoh Kasus Tahun 2016