Anda di halaman 1dari 16

CONTOH DAN ANALISIS KASUS KORUPSI

DOSEN PEMBIMBING:

Ns. Ragil Supriyono, M.Kep

Disusun Oleh:

1. Andi Widya Astuti (18004)


2. Annisa Safa Stephanie (18007)
3. Miftakhul Jannah (18034)
4. Rusbi Sari Fitria (18055)
5. Waode Nur Salsabila Rahmanda (18062)
6. Yuni Wulan Sari (18064)

AKADEMI KEPERAWATAN HARUM JAKARTA

Jl. Cumi No.37, Tanjung Priok Jakarta Utara

Komplek RS. Sukmul Sisma Medika


Contoh Kasus Tahun 2014

Kronologi Kasus Korupsi H. Annas Maamun


Berhubung karena kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan ole H. Annas Maamun
ada 3, maka penulis hanya mengambil salah satu dari kasus tersebut yaitu mengenai
penerimaan uang sebesar Rp 2 miliar dalam bentuk dolar Amerika Serikat (USD)dari
Gulat Manurung. Karenanya Annas dijerat dengan pasal 12 b Undang-Undang
Pemberantasan Korupsi.
 Bahwa Terdakwa H. ANNAS MAAMUN Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara
yaitu Selaku Gubernur Riau periode tahun 2014-2019 yang diangkat berdasarkan
Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 10/P Tahun 2014 tanggal 14 Pebruari
2014, pada hari Rabu tanggal 24 September 2014 atau setidak-tidaknya pada suatu
waktu dalam tahun 2014, bertempatdi Perumahan Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2
Cibubur, Bekasi, Jawa Barat, atau setidak-tidaknya di tempat lain yang berdasarkan
Pasal 5 jo Pasal 35 ayat (3) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2009
tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi termasuk dalam daerah hukum Pengadilan
Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Bandung, menerima hadiah yaitu
hadiah uang sebesar USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar
Amerika Serikat) atau setidak-tidaknya sekitar jumlah itu dari GULAT MEDALI EMAS
MANURUNG dan EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN padahal diketahui
atau patut diduga bahwa hadiah tersebut diberikan sebagai akibat atau disebabkan
karena telah melakukan atau tidak melakukan sesuatu dalam jabatannya atau tidak
melakukan sesuatu dalam jabatannya yaitu Terdakwa mengetahui atau patut menduga
bahwa hadiah uang sebesar USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar
Amerika Serikat) tersebut diberikan karena Terdakwa selaku Gubernur Riau telah
memasukkan areal kebun kelapa sawit yang dikelola oleh GULAT MEDALI EMAS
MANURUNG yang terletak di Kabupaten Kuantan Sengingi seluas kurang lebih 1.188
ha (seribu seratus delapan puluh delapan hektar) dan di Bagan Sinembah Kabupaten
Rokan Hilir seluas kurang lebih 1.214 ha (seribu dua ratus empat belas hektar) serta
kebun kelapa sawit milik EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN yang terletak di
daerah Duri Kabupaten Bengkalis seluas 120 ha (seratus dua puluh hektar)ke dalam
usulan revisi surat perubahan luas bukan kawasan hutan di Propinsi Riau, yang
bertentangan dengan kewajibannya, yaitu kewajiban a Terdakwa selaku Penyelenggara
Negara sebagaimana diatur dalam Pasal 5 angka 4 dan angka 6 Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, serta bertentangan dengan kewajiban Terdakwa
selaku Kepala Daerah sebagaimana ketentuan Pasal 28 huruf d Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, yang dilakukan Terdakwa
dengan cara sebagai berikut :
1. Bahwa Terdakwa selaku Gubernur Riau berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 10 Tahun 2010 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah
nomor 60 Tahun 2012 tentang Perubahan atas Peraturan pemerintah Nomor 10
Tahun 2010 tentang Tata cara Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan
Hutan mempunyai kewenangan untuk mengajukan usulan perubahan
peruntukan kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan kepada Menteri
Kehutanan.

2. Bahwa pada acara peringatan Hari Ulang Tahun (HUT) Propinsi Riau tanggal 9
Agustus 2014, Terdakwa menerima kunjungan ZULKIFLI HASAN (Menteri
Kehutanan) yang memberikan Surat Keputusan (SK) Menteri Kehutanan
Nomor: SK.673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 tentang Perubahan
Peruntukan Kawasan Hutan Menjadi Bukan Kawasan Hutan Seluas ±1.638.249
ha (satu juta enam ratus tiga puluh delapan ribu dua ratus empat puluh sembilan
hektar), Perubahan Fungsi Kawasan Hutan Seluas ±717.543 ha (tujuh ratus
tujuh belas ribu lima ratus empat puluh tiga hektar) dan Penunjukkan Bukan
Kawasan Hutan Menjadi Kawasan Hutan Seluas ±11.552 ha (sebelas ribu lima
ratus lima puluh dua hektar) di Propinsi Riau. Pada pidatonya dalam acara HUT
Propinsi Riau, ZULKIFLI HASAN memberikan kesempatan kepada masyarakat
melalui Pemerintah Daerah Propinsi Riauuntuk mengajukan permohonan revisi
jika terdapat daerah atau kawasan yang belum terakomodir dalam SK tersebut.

3. Sehubungan dengan adanya kesempatan melakukan revisi atas SK.673/Menhut-


II/2014,kemudian Terdakwa memerintahkan M. YAFIZ (Kepala Bappeda Propinsi
Riau) dan IRWAN EFFENDI (Kepala Dinas Kehutanan Propinsi Riau) untuk
melakukan penelaahan terkait keberadaan kawasan yang direncanakan dalam
program pembangunan daerah Propinsi Riau yang masih masuk sebagai
kawasan hutan untuk diusulkan revisi menjadi bukan kawasan hutan/Area
Penggunaan Lainnya (APL). Selanjutnya dilakukan penelaahan oleh M. YAFIZ
dan IRWAN EFFENDI bersama-sama dengan CECEP ISKANDAR (Kabid
Planologi Dinas Kehutanan Propinsi Riau), SUPRIADI (Kasi Tata Ruang
Bappeda Propinsi Riau), ARDESIANTO (Kasi Perpetaan Dinas Kehutanan
Propinsi Riau), dan ARIEF DESPENSARY (Kasi Penatagunaan Dinas
Kehutanan Propinsi Riau).

4. Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2014 Terdakwa menerima laporan hasil


telaahan atas SK.673/Menhut-II/2014dari CECEP ISKANDAR dan setelah
Terdakwa melakukan koreksi maka pada tanggal 12 Agustus 2014 terdakwa
menandatangani Surat Gubernur Riau Nomor 050/ BAPPEDA/58.13 tanggal 12
Agustus 2014 perihal Mohon Pertimbangan Perubahan Luas Kawasan Bukan
Hutan di Propinsi Riau dalam Keputusan Penunjukan Kawasan Hutan Sesuai
Hasil Rekomendasi Tim Terpadu yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan.

5. Selanjutnya Surat Gubernur Riau tersebut dibawa ke kantor Kementerian


Kehutanan oleh ARSYAD JULIANDI RACHMAN (Wakil Gubernur Riau), M.
YAFIZ, IRWAN EFFENDY dan CECEP ISKANDAR yang bertemu dengan
ZULKIFLI HASAN pada tanggal 14 Agustus 2014. Pada pertemuan itu ZULKIFLI
HASAN memberi tanda centang persetujuan terhadap sebagian kawasan yang
diajukan dalam surat tersebut, yang peruntukannya antara lain untuk jalan tol,
jalan propinsi, kawasan Candi Muara Takus dan perkebunan untuk rakyat miskin
seluas 1.700 ha (seribu tujuh ratus hektar)di Kabupaten Rokan Hilir. Selain itu
ZULKIFLI HASAN secara lisan memberikan tambahan perluasan kawasan hutan
menjadi bukan hutan Propinsi Riau maksimal 30.000 ha (tiga puluh ribu hektar).

6. Atas pengajuan revisi SK Menteri


Kehutanan NomorSK.673/MenhutII/2014 tersebut, pada bulan Agustus 2014
terdakwa ditemui oleh GULAT MEDALI EMAS MANURUNG di rumah dinas
Gubernur Riau untuk meminta bantuan agar areal kebun sawit yang
dikelolaGULAT MEDALI EMAS MANURUNG dapat dimasukkan ke dalam usulan
revisi dari kawasan hutan menjadi bukan kawasan hutan. Terdakwa lalu meminta
GULAT MEDALI EMAS MANURUNG berkoordinasi dengan CECEP ISKANDAR
yang pada saat itu sedang berada di rumah dinas Terdakwa terkait pelaporan
hasil kunjungan ke Jakarta menemui Menteri Kehutanan. Menindaklanjuti arahan
terdakwa kemudian GULAT MEDALI EMAS MANURUNG membicarakan hal
tersebut dengan CECEP ISKANDAR, yang pada intinya meminta agar areal
kebun sawit yang dikelola GULAT MEDALI EMAS MANURUNG di Kabupaten
Kuantan Sengingi seluas kurang lebih 1.188 ha (seribu seratus delapan puluh
delapan hektar) dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir seluas kurang
lebih 1.214 ha (seribu dua ratus empat belas hektar) dapat dimasukkan ke dalam
usulan revisi SK Menteri Kehutanan NomorSK.673/Menhut-II/2014padahal lokasi
tersebut diluar lokasi yang direkomendasikan oleh Tim Terpadu Kehutanan Riau.

7. Atas permintaan tersebut, CECEP ISKANDAR meminta GULAT MEDALI EMAS


MANURUNG memberikan gambar peta lokasi areal yang akan direvisi.
Selanjutnya GULAT MEDALI EMAS MANURUNG memerintahkan RIYADI
MUSTOFA alias BOWO memberikan gambar peta (shape file) kepada CECEP
ISKANDAR untuk dilakukan penelahaan bersama ARDESIANTO, yang hasilnya
terdapat beberapa kawasan yang tidak bisa dimasukan ke dalam usulan revisi
karena merupakan kawasan hutan lindung, namun GULAT MEDALI EMAS
MANURUNG meminta agar tetap dimasukkan ke dalam usulan.

8. Setelah draft usulan revisi Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor


673/Menhut-II/2014 tanggal 8 Agustus 2014 selesai dibuat, selanjutnya CECEP
ISKANDAR melaporkan draft usulan revisi tersebut kepada Terdakwa dan
menyampaikan bahwa usulan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG masih
dalam kawasan hutan, selanjutnya Terdakwa memerintahkan CECEP
ISKANDAR agar tetap memasukkan usulan GULAT MEDALI EMAS
MANURUNG ke dalam surat usulan revisi tersebut. Kemudian pada tanggal 17
September 2014 Terdakwa menandatangani Surat Gubernur Riau Nomor
050/BAPPEDA/8516 tentang Revisi Usulan Perubahan Luas Kawasan Bukan
Hutan di Propinsi Riau yang ditujukan kepada Menteri Kehutanan yang
didalamnya terdapat area kebun sawit sebagaimana yang dimintakan oleh
GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dan EDISON MARUDUT MARSADAULI
SIAHAAN yaitu Kebun Rakyat Miskin di Rokan Hillir seluas 1.700 ha (seribu
tujuh ratus hektar), kebun kelapa sawit di Kuantan Sengingi seluas lebih dari
1.000 ha (seribu hektar) dan kebun kelapa sawit di Bagan Sinembah Kabupaten
Rokan Hillir serta kebun kelapa sawit seluas 120 ha (seratus dua puluh hektar) di
daerah Duri Kabupaten Bengkalis, yang mana lokasilokasi tersebut diluar
wilayah rekomendasi Tim TerpaduKehutanan Riau, selanjutnyatanggal 19
September 2014atas perintah Terdakwa, CECEP ISKANDAR menyerahkan
surat tersebutkepada MASHUD (Direktur Perencanaan Kawasan Hutan
Kementerian Kehutanan) di Jakarta untuk diproses permohonannya.

9. Pada tanggal 21 September 2014 Terdakwa berangkat ke Jakarta dalam rangka


urusan dinas sekaligus memantau perkembangan surat usulan revisi tersebut di
Kementerian Kehutanan. Keesokan harinya tanggal 22 September 2014
Terdakwa menghubungi GULAT MEDALI EMAS MANURUNG melalui telepon
dan meminta uang kepada GULAT MEDALI EMAS MANURUNG sebesar Rp.
2.900.000.000,00 (dua miliar sembilan ratus juta rupiah) dengan dalih bahwa
uang tersebut akan diberikan kepada anggota DPRRI Komisi IV sebanyak 60
(enam puluh) orang untuk mempercepat proses pengesahan RTRW Propinsi
Riau oleh DPR RI yang didalamnya terdapat revisi terkait perubahan kawasan
hutan dimana lahan sawit yang dikelola GULAT MEDALI EMAS MANURUNG
dan kebun kelapa sawit yang dimiliki EDISON MARUDUT MARSADAULI
SIAHAAN termasuk dalam usulan tersebut.

10. Pada tanggal 23 September 2014, Terdakwa menghubungi GULAT MEDALI


EMAS MANURUNG melalui telepon menanyakan apakah uang yang diminta
oleh Terdakwa sudah tersedia, dan dijawab oleh GULAT MEDALI EMAS
MANURUNG bahwa uang tersebut sudah tersedia, dengan mengatakan,” Bisa
pak, bisa sudah sudah sudah terkumpul kacang pukulnya pak, udah” atas
penyampaian tersebut selanjutnya Terdakwa meminta GULAT MEDALI EMAS
MANURUNG untuk segera membawa uang tersebut ke Jakarta dan
menyerahkan kepada Terdakwa.

11. Pada tanggal 24 September 2014 GULAT MEDALI EMAS MANURUNG


bersama dengan EDI AHMADalias EDI RM berangkat ke Jakarta dan pada
sekitar pukul 19.00 WIB tiba di rumah Terdakwa di Perumahan Citra Gran Blok
RC 3 Nomor 2 Cibubur, Bekasi Jawa Barat.Setibanya di rumah Terdakwa,
GULAT MEDALI EMAS MANURUNG berbincang-bincang dengan Terdakwa dan
kemudian makan malam bersama di Rumah Makan Hanamasa Cibubur.
Sepulang makanmalam saat berada didepan rumah Terdakwa, GULAT MEDALI
EMAS MANURUNG menyerahkan sebuah tas berwarna hitam yang berisi uang
sejumlah USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika
Serikat) kepada TRIYANTO (ajudan Terdakwa) dan berpesan agar tas tersebut
diserahkan kepada Terdakwa. Setelah menerima uang dari GULAT MEDALI
EMAS MANURUNG, selanjutnya TRIYANTO menyerahkan tas berisi uang
tersebut kepada Terdakwa, danTerdakwa memerintahkan kepada TRIYANTO
agar tas berisi uang tersebut diletakkan di atas meja kerja ruang belakang
samping taman. Selanjutnya Terdakwa membawa tas tersebut ke kamar
Terdakwa di lantai 2 (dua) dan membuka tas yang berisi uang dalam bentuk
dollar Amerika Serikat lalu menyimpannya di dalam lemari.
12. Terdakwa yang mengetahui uang yang diterima dari GULAT MEDALI EMAS
MANURUNG dalam bentuk pecahan mata uang dollar Amerika Serikat,
selanjutnya menghubungi GULAT MEDALI EMAS MANURUNG melalui telepon
dan meminta agar GULAT MEDALI EMAS MANURUNG menukar uang tersebut
menjadi pecahan mata uang Dollar Singapura. Keesokan harinya pada tanggal
25 September 2014, Terdakwa bersama TRIYANTOmenemuiGULAT MEDALI
EMAS MANURUNG di Restoran Hotel Le Meridien, Jakarta Pusat dan menyuruh
TRIYANTO menyerahkan kembali tas berwarna hitam yang berisi uang sebesar
USD166,100 (seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat)
kepada GULAT MEDALI EMAS MANURUNG untuk ditukarkandengan mata
uang dollar Singapura. Setelah itu GULAT MEDALI EMAS MANURUNG
bersama-sama dengan EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAAN pergi
menukarkan uang sejumlah USD166,100(seratus enam puluh enam ribu seratus
dollar Amerika Serikat)dengan mata uang dollar Singapura sejumlah SGD
156,000 (seratus lima puluh enam ribu dollar Singapura) dan mata uang rupiah
sejumlah Rp. 500.000.000,00(lima ratus juta rupiah)di money changer PT AYU
MASAGUNG di daerah Kwitang Jakarta Pusat. Setelah menukarkan uang
tersebut GULAT MEDALI EMAS MANURUNG diantarLILI SANUSI (Sopir Badan
Penghubung Propinsi Riau di Jakarta) menuju rumah Terdakwa di Perumahan
Citra Gran Blok RC 3 Nomor 2 Cibubur untuk menyerahkan uang tersebut.

13. Tidak lama setelah itu datang petugas KPK melakukan penangkapan terhadap
Terdakwa dan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG kemudian menemukan
uang sejumlahSGD156,000 (seratus lima puluh enam ribu dollar Singapura) dan
Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) di rumah Terdakwa. Selain itu juga
ditemukan uang sebesar Rp. 60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dari dalam
tas GULAT MEDALI EMAS MANURUNG. s) Bahwa Terdakwa mengetahui atau
patut menduga perbuatannya menerima hadiah uang sebesar USD166,100
(seratus enam puluh enam ribu seratus dollar Amerika Serikat) dari GULAT
MEDALI EMAS MANURUNG disebabkan karena Terdakwa selaku Gubernur
Riau telah memasukkan permintaan GULAT MEDALI EMAS MANURUNG dan
EDISON MARUDUT MARSADAULI SIAHAANagar areal kebun sawit di
Kabupaten Kuantan Sengingi seluas kurang lebih ±1.188 ha(seribu seratus
delapan puluh delapan hektar) dan Bagan Sinembah di Kabupaten Rokan Hilir
seluas ±1.214 ha (seribu dua ratus empat belas hektar)serta kebun sawit di
daerah Duri Kabupaten Bengkalis seluas ±120 ha (seratus dua puluh hektar) ke
dalam surat revisi usulan perubahan luas bukan kawasan hutan di Propinsi Riau
yang ditandatangani oleh Terdakwa walaupun lokasi tersebut tidak termasuk
dalam lokasi yang direkomendasikan oleh Tim Terpadu, perbuatan tersebut
bertentangan dengan kewajiban Terdakwa selaku Gubernur Riau sekaligus
Penyelenggara Negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 28
Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme, yakni Pasal 5 angka 4 yang berbunyi“Setiap
Penyelenggara Negara berkewajiban untuk tidak melakukan perbuatan korupsi,
kolusi, dan nepotisme” dan Pasal 5 angka 6 yang berbunyi “Setiap
Penyelenggara Negara berkewajiban untukmelaksanakan tugas dengan penuh
rasa tanggung jawab dan tidak melakukan perbuatan tercela, tanpa pamrih baik
untuk kepentingan pribadi, keluarga, kroni, maupun kelompok, dan tidak
mengharapkan imbalan dalam bentuk apapun yang bertentangan dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku” serta bertentangan
dengan kewajiban Terdakwa selaku Kepala Daerah sebagaimana diatur dalam
ketentuan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah, yakni Pasal 28 huruf d yang berbunyi “Kepala Daerah dilarang
melakukan korupsi, kolusi, nepotisme, dan menerima uang, barang atau jasa
dari pihak lain yang mempengaruhi keputusan atau tindakan yang akan
dilakukannya”.

Perbuatan Terdakwa diancam pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf b


Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi. Setelah membaca tuntutan hukum/requisitoir Penuntut Umum
tertanggal 20 Mei 2015 yang menuntut agar Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada
Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan putusan sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakwa H. ANNAS MAAMUN telah terbukti secara sah dan
meyakinkan menurut hukum bersalah melakukan tindak pidana korupsi
sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf b Undang
Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaima diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001, Pasal 11 Undang Undang Nomor 31 Tahun 1999
sebagaima diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 12
huruf a Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah
dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal 55 ayat (1) ke-1
KUHPdalam Dakwaan PERTAMA, Dakwaan Kedua dan Dakwaan KETIGA
Pertama.

2. Menjatuhkan pidana terhadap Terdakwa H. ANNAS MAAMUN berupa pidana


penjara selama 6(enam) tahun, dikurangi selama Terdakwa berada dalam
tahanan dengan perintah supaya Terdakwa tetap ditahan dan ditambah dengan
pidana denda sebesar Rp. 250.000.000,- (dua ratus lima puluh juta rupiah)
subsidiair selama 5(lima) bulan kurungan.
Analisis kasus korupsi H. Annas Maamun

1. Pengertian Korupsi berdasarkan kasus

Hendry Campbell Black, korupsi diartikan sebagai “an act done with an intent to give
some advantage inconsistent with official duty and the rigths of others”, (terjemahan
bebasnya: suatu perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan suatu
keuntungan yang tidak sesuai dengan kewajiban resmi dan hak-hak dari pihak lain).
Menurut black adalah perbuatan seseorang pejabat yang secara melanggar hukum
menggunakan jabatannya untuk mendapatkan suatu keuntungan yang berlawanan
dengan kewajibannya.
Menurut Barley, pekataan “korupsi” dikaitkan dengan perbuatan yang berhubungan
dengan penyalahgunaan wewenang atas kekuasaan sebagai akibat adanya
pertimbangan dari mereka yang memegang jabatan bagi keuntungan pribadi.
Menurut analisa penulis dari kasus korupsi H. Annas Maamun, bahwa kasus korupsi
suatu perbuatan yang berhubungan dengan penyalahgunaan jabatan demi kepentingan
pribadi maupun korporasi, bagi mereka yang memegang jabatan atau kekuasaan
senatiasa menyalahgunakan kekuasaaan mereka itu. Tindakan korupsi oleh H. Annas
Maamun ini merupakan tindakan yang berdampak bukan hanya pada lingkungan, tetapi
memicu persoalan sosial (konflik), bencana lingkungan menahun, pemiskinan dan lain-
lain.

2. Jenis-jenis perbuatan korupsi berdasarkan kasus

Against the rule corruption, artinya korupsi yang dilakukan sepenuhnya bertentangan
dengan hukum, misalnya penyuapan, penyalahgunaan jabatan untuk memperkaya diri
sendiri atau orang lain atau korporasi. Dan korupsi ini termasuk jenis korupsi dibidang
materiil dimana korupsi yang menyangkut masalah penyuapan yang berhubungan
dengan manipulasi dibidang ekonomi dan menyangkut bidang kepentingan umum.
Menurut analisa penulis tindakan korupsi oleh H. Annas Maamun ini termasuk tindakan
yang sepenuhnya melanggar hukum dan berhubungan dengan materi atau keuangan.

3. Bentuk dan tipe korupsi berdasarkan kasus

Menurut analisa penulis pada kasus korupsi H. Annas Maamun, kasus ini merupakan
tingkatan teratas yang disebut dengan Material benefit (mendapatkan keuntungan
material yang bukan haknya melalui kekuasaaan), mengapa? Karna H. Annas Maamun
melakukan penyimpangan kekuasaan untuk mendapatkan keuntungan material baik
bagi dirinyas sendiri maupun orang lain. Kasus korupsi pada tingkat ini sangat
membahayakan dikarenakan melibatkan kekuasaan dan keuntungan material.
Sedangkan tipe korupsi yang menyangkut korupsi H. Annas Maamun ini adalah
Mercenery corruption yakni, jenis tindak pidana korupsi yang bermaksud untuk
memperoleh keuntungan pribadi melalui penyalahgunaan wewenang dan kekuasaan.

4. Faktor-faktor penyebab terjadinya kasus korupsi ini


 Faktor organisasi

Menurut analisa penulis faktor organisasi termasuk kedalam faktor penyebab terjadinya
tindak pidana korupsi karena H. Annas Maamun termasuk politisi partai Golkar
(golongan karya) yang dimana ia juga merupakan gubernur RIAU ditambah lagi dengan
kewewenang yang begitu besar tanpa adanya pertanggungjawaban sehingga para
pelaku korupsi ini senantiasa melakukan korupsi dengan mengandalkan partai ataupun
jabatannya diorganisasi.

 Faktor ekonomi

Faktor ekonomi merupakan faktor terpenting dalam tindak pidana korupsi ini, penulis
menganalisa bahwa tindak pidana korupsi ini sangat jelas kaitannya dengan faktor
ekonomi dimana pelaku merasa bahwa keiinganannya yang begitu besar dan juga gaji
yang tidak mencukupi kebutuhan mendorong terjadinya korupsi ini. Selain rendahnya
gaji dan keinginan, banyak aspek yang ekonomi lainnya yang menjadi penyebab
terjadinya korupsi, diantaranya adalah kekuasaan pemerintahan yang dibarengi dengan
faktor kesempatan untuk memenuhi kekayaan pelaku.

 Faktor hukum

Lemahnya penegakkan hukum merupakan faktor terjadinya korupsi. Sanksi yang tidak
tepat dengan perbuatan yang dilarang sehingga terasa begitu ringan atau tidak
fungsional membuat para pelaku menganggap bahwa hukum itu tidak ada apa-apanya.
Pada dasarnya korupsi terjadi karena adanya faktor intenal (NIAT) dan faktor eksternal
(KESEMPATAN). Niat lebih terkait dengan faktor individu yang meliputi perilaku dan
nilai-nilai yang dianut, sedangkan kesempatan terkait dengan sistem yang berlaku.
Upaya pencegahan korupsi dapat dimulai dengan menanamkan nilai-nilai anti korupsi
pada semua individu. Setidaknya ada 9 nilai anti korupsi yang penting untuk
ditanamkan pada semua individu, yaitu: kejujuran, kepedulian, kemandirian,
kedisiplinan, tanggung jawab, kerja keras, sederhana, kebernian, dan keadilan.

5. Dampak masif berdasarkan kasus

Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahawa kasus korupsi yang melibatkan Gubernur
Riau H. Annas Maamun ini sangat berdampak pada birokrasi pemerintahannya, terlebih
lagi bapak H. Annas Maamun ini merupakan gubernur terpilih, setelah dilakukan
penangkapan posisi gubernur untuk sementara waktu kosong dan pada 25 mei 2016 plt
gubernur yaitu Arsyadjuliandi Rachman dilantik secara resmi menjadi gubernur setelah
20 bulan menjabat menjadi plt. Kasus korupsi ini juga berdampak pada lingkungan fisik
yakni penyimpangan terhadap anggaran pembangunan dan pelaksanaan infrastruktur
dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dan berdampak pada kemiskinan
rakyat.

6. Kasus H. Annas Maamun menurut perspektif


 Dalam perspektif budaya

Kasus korupsi dalam perspektif budaya sudah menjadi sesautu yang dianggap biasa
karena telah dilakukan baik secara sadar maupun tidak sadar.

 Dalam perspektif agama

Agama menentang korupsi karna agama mengajarkan penganutnya untuk hidup jujur,
lurus, dan benar. Iman yang lemah juga menjadi pendorong terjadinya korupsi.

 Dalam perspektif hukum

Dalam hukum tindak pidana korupsi dipandang sebagai kejahatan luar biasa, dan ada
beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah yang erat kaitannya untuk
mencegah dan memberantas korupsi, yaitu:

 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang kitab Undang-undang Hukum


acara pidana.
 Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang
bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan Nepotisme.
 Undang-undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan tindak pidana
korupsi.

Dinegara kita persoalan pebinaan hukum nasional bertambah kompleks karena sistim
hukum yang berlaku di indonesia paling tidak dibidang perdata bersifat pluralistis yaitu
mengenal golongan dan penduduk, yang masing-masing tunduk pada hukum yang
berlainan.
Contoh Kasus Tahun 2016

Deskripsi Kasus Abdullah Puteh


Gubernur NAD non aktif, Abdullah Puteh bersama Kepala Biro Hukum dan Humas
Setwil Prov. NAD, Hamid Zein ditetapkan oleh Kejaksaan Tinggi Provinsi NAD sebagai
tersangka kasus korupsi penyimpangan dana APBD NAD tahun 2004 senilai Rp.4,130
miliar.
Kedua tersangka tersebut dinyatakan bersalah oleh Andi Amar Achmad, Kepala Kejati
NAD, karena menggunakan dana perubahan APBD tahun 2004 untuk kegiatan bantuan
hukum Abdullah Puteh. Dana senilai Rp. 4,130 miliar tersebut diambil dari dana
bantuan hukum yang diposkan pada Biro Hukum dan Humas Setda Prov. NAD dalam
perubahan APBD 2004 yang total anggarannya Rp.4,8 miliar. Dana tersebut
seharusnya digunakan untuk membantu masyarakat yang tidak mampu membiayai
pengacara dalam pembelaan sesuatu kasus, dan kasus perdata yang melibatkan
lembaga pemerintah. “Oleh karena itu dana tersebut tidak bisa digunakan untuk
membayar pengacara Abdullah Puteh, karena ia terlibat kasus pidana’, kata Kepala
Kejati Prov. NAD.
Dengan ditetapkannya dua tersangka tersebut, maka kasus tersebut berubah dari
penyelidikan menjadi menyidikan, kata Andi Amir. Kasus tersebut terungkap setelah
dalam proses penyelidikan. Pihak intel Kajati NAD melakukan pemeriksaan terhadap
lima pejabat Setdaprov NAD. Intel tersebut menemukan terjadinya penyimpangan dana
APBD tahun 2004. Ada kemungkinan jumlah tersangka akan bertambah karena pihak
Kejati kini akan terus melakukan pengembangan terhadap kasus tersebut.
Disebutkan, bahwa dalam perkara itu, ada kemungkinan anggota DPRD NAD periode
1999-2004 terlibat, karena menyetujui anggaran belanja tambahan (ABT) bantuan
hukum senilai Rp.4,8 miliar. Sebelum ada perubahan, anggaran untuk bantuan hukum
tersebut dianggarkan hanya Rp.90 juta, tetapi setelah terjadi perubahan mencapai
Rp.4,8 miliar dan disetujui oleh DPRD. Kami akan menyelidiki semuanya, kata Kepala
Kejaksaan Tinggi Prov NAD.
Menurut Kajati, Andi Amir, penggunaan dana itu tidak tepat dan cacat hukum, apalagi
kasus Abdullah Puteh dalam kapasitas pribadi, bukan kapasitas sebagai gubernur. Oleh
karena itu biaya tersebut tidak bisa dibebankan ke dalam APBD NAD. Kejadian itu,
termasuk tindak pidana korupsi.
Kasus penyelewengan anggaran penyuluhan dan pelayanan bantuan hukum ini,
terungkap ketika Pokja V Panitia Anggaran DPRD NAD meminta keterangan Karo
Hukum dan Humas Setda NAD yang menggunakan anggaran tersebut sebesar Rp.4,8
miliar dari Rp.5,7 miliar untuk membiayai pembelaan Gubernur NAD non aktif Puteh.
Februari 2001. Abdullah Puteh menghadiri rapat kerja Gubernur se Sumatera di
Palembang, dan dalam salah satu acara Rapat Kerja tersebut adalah presentasi
pesawat terbang buatan Rusia yang disampaikan oleh Bram HD Manoppo, MBA
Presdir PT. Putra Poliagan Mandiri (PPM). Empat bulan kemudian, tepatnya pada 28
Juni 2001, Ia menandatangani Letter of Intent (LoI) yang dikirimkan kepada Presdir PT.
PPM. Isi LoI antara lain menyatakan bahwa Pemprov NAD bermaksud membeli 1 (satu)
unit pesawat helikopter type MI-2, VIP Cabin versi sipil buatan tahun 2000-2001 dari
pabrik Mil Moscow Helicopter Plant Rusia. Padahal, dana untuk pembelian helikopter
tersebut belum tersedia dalam APBD, dan parahnya lagi belum dibicarakan /
dimintakan persetujuan kepada DPRD NAD.
Juli 2001. Abdullah Puteh kemudian menyarankan kepada Presdir PPM untuk membuat
surat permintaan pembayaran uang muka pembelian helikopter kepada Pemprov NAD.
Dan atas saran itulah, Presdir PPM mengajukan surat penagihan pembayaran uang
muka sebesar Rp. 4 Miliar untuk ditransfer ke pabrik Mil Moscow Helicopter Plant
Rusia.
Agustus 2001. Abdullah Puteh kemudian menerbitkan surat yang ditujukan kepada para
Bupati/Walikota se Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang berisi mengenai
pemberitahuan tentang diterimanya tambahan alokasi Dana Bantuan Perlakuan Khusus
sesuai Keputusan Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.07/2001. Dalam surat tersebut,
juga memberitahukan bahwa dana sumbangan biaya pengadaan helikopter akan
diambilkan dari penerimaan Dana Bantuan Perlakuan Khusus bagian Kabupaten/Kota,
padahal dalam Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.07/2001 Dana
Bantuan Perlakuan Khusus hanya dapat dipergunakan untuk membiayai belanja
pegawai dan non pegawai.
Abdullah Puteh mengadakan pertemuan dengan para Bupati/Walikota beserta Ketua
DPRD masing-masing pada 7 Agustus 2001 di Pendopo Gubernur NAD di Banda Aceh,
dan dalam pertemuan itu ia meminta para Bupati / Walikota dan Ketua DPRD untuk
menandatangani surat pernyataan yang telah dipersiapkan, yang isinya agar mereka
dapat menyetujui Dana Bantuan Perlakuan Khusus tahun 2001 dialokasikan untuk
membiayai pengadaan helikopter masing-masing sebesar Rp. 700 Juta.
Tiga minggu kemudian, tepatnya 28 Agustus 2001, ia menerbitkan SK Gubernur nomor
45 tahun 2001 tentang penetapan rincian jumlah Dana Bantuan Perlakuan Khusus
untuk Pemprov dan Pemkab/Pemkot, dan SK Gubernur NAD nomor 255/R/2001
tanggal 24 September 2001 tentang Otorisasi Anggaran Belanja Rutin yang antara lain
memuat pemotongan secara langsung Dana Bantuan Perlakuan Khusus sebesar Rp.
700 Juta
Jumlah pemotongan dari Dana Bantuan Perlakuan Khusus bagian Kabupaten/Kota
terkumpul Rp. 9,1 Miliar, dan oleh Abdullah Puteh dana tersebut tidak dimasukkan ke
dalam Perubahan APBD Provinsi NAD tahun anggaran 2002, sehingga bertentangan
dengan mekanisme pengelolaan dan pertangungjawaban keuangan daerah. Ia
kemudian memerintahkan Kepala Kas Daerah untuk menempatkan dana APBD NAD
tahun 2001 sebesar Rp. 4 Miliar ke rekening pribadinya. Pada 24 Agustus
2001, Abdullah Puteh membayar uang muka pembelian helikopter MI-2 kepada Presdir
PPM dengan memberikan cek senilai Rp. 750 Juta, sedangkan pada waktu itu belum
ada kontrak perjanjian pembelian helikopter.
Oktober 2001. Abdullah Puteh mengirimkan surat kepada Pimpinan DPRD Provinsi
NAD untuk meminta persetujuan prinsip pengadaan helikopter sebesar Rp. 12,5 Miliar
dan disebutkan pula bahwa pembayaran akan dilakukan sebesar 30% dari total harga,
yang dibayar pada saat penandatanganan kontrak. DPRD tidak lantas memberi
persetujuan, hingga akhirnya enam bulan kemudian tepatnya pada 12 Juni 2002, DPRD
Provinsi NAD memberi persetujuan prinsip pengadaan helikopter.
Abdullah Puteh menandatangani kontrak perjanjian jual/beli helikopter dengan Presdir
PT. PPM pada 26 Juni 2002, dengan menerbitkan surat rekomendasi Penunjukan
Langsung. Asumsi yang dipakai kala itu, bahwa perusahaan tersebut merupakan satu-
satunya agen tunggal untuk pemasaran helikopter dari Mil Moscow Helicopter Plant
Rusia, padahal dalam kenyataannya PT. PPM bukanlah satu-satunya agen tunggal.
Dilakukan serah terima pesawat helikopter dari PT. PPM kepada Pemprov NAD, tanpa
dilakukan pengecekan spesifikasi fisik.
Analisis Kasus Abdullah Puteh
Berdasarkan deskripsi kasus dan isi dari putusan mengenai kasus perkara tindak
pidana korupsi yang terdakwa kasus tersebut adalah Ir. Abdullah Puteh.Msi. serta pada
saat kasusnya Ia sedang menjabat sebagai gubernur di Aceh, telah jelas bahwasanya
ini adalah kasus tindak pidana korupsi atas pengadaan barang dan jasa.
Pengadaan barang dan jasa yang dimaksud adalah bahwa Abdullah Puteh melakukan
pembelian 1 (satu) unit pesawat helikopter type MI-2, VIP Cabin versi sipil buatan tahun
2000-2001 dari pabrik Mil Moscow Helicopter Plant Rusia. Padahal, dana untuk
pembelian helikopter tersebut belum tersedia dalam APBD, dan parahnya lagi belum
dibicarakan / dimintakan persetujuan kepada DPRD NAD. Jadi belum adanya
permusyawarahan mengenai tentang bersetujungan DPRD dalam pengadaan
helikopter, Abdullah sudah dahulu menandatangani Letter of Intent (LoI) yang
dikirimkan kepada Presdir PT tepatnya pada 28 Juni 2011.
Abdullah Puteh mengalokasikan Dana Bantuan Perlakuan Khusus untuk pembelian
helikopter, ini telah menyimpang dari alokasi dana sesuai dengan Surat Keputusan
Menteri Keuangan Nomor 451/KMK.07/2001 Dana Bantuan Perlakuan Khusus hanya
dapat dipergunakan untuk membiayai belanja pegawai dan non pegawai, secara
lansung Abdullah Puteh selain merugikan negara juga telah merugikan pihak-pihak
tertentu serta merugikan pengembangan pembangunan di daerah Aceh.
Dalam hal ini, Aceh adalah daerah yang termasuk diistimewakan/dikhususkan di negara
Indonesia selain DIY, Papua, dan DKI Jakarta. Kekhususan/keistimewaan tersebut
diakui negara sesuai yang tertera dalam Undang-Undang Dasar pasal 18B ayat (1) 
Sehingga aceh mendapatkan Dana bantuan perlakuan khusus tersebut. Dengan dana
tersebut, dengan tanpa persetujuan dari DPRD, Abdullah Puteh mengalokasikan dana
untuk pembelian helikopter. Hal ini menyimpang dari ketentuan Undang-Undang Dasar
pasal 18A ayat (2). Dalam kasus ini melihat juga pada UU NO.31 TAHUN 1999 Jo UU
NO.20 TAHUN 2001 pasal 2 ayat (1) “setiap orang yang secara melawan hukum
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, …” dan pasal 3
“setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau
suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara, …”. Dalam penyalahgunaan jabatan diatur dalam Pasal 9 UU
PTPK dan Pasal 10 huruf a-c UU PTPK, pasal tersebut menunjukkan bahwa Abdullah
Puteh telah melakukan penyalahgunaan jabatan karena Ia telah melakukan
pemotongan dari Dana Bantuan Perlakuan Khusus bagian Kabupaten/Kota, dana
tersebut tidak dimasukkan ke dalam Perubahan APBD Provinsi NAD tahun anggaran
2002, sehingga bertentangan dengan mekanisme pengelolaan dan pertangungjawaban
keuangan daerah. Serta Ia telah menyimpangkan alokasi Dana Bantuan Perlakuan
Khusus untuk pembelian satu unit helikopter, padahal dalam Surat Keputusan Menteri
Keuangan Nomor 451/KMK.07/2001 Dana Bantuan Perlakuan Khusus hanya dapat
dipergunakan untuk membiayai belanja pegawai dan non pegawai. Serta juga Abdulah
puteh telah melakukan penyalahgunaan jabatan karena Ia bertindak tanpa adanya
pertimbangan dari DPRD, padahal sesuai dengan jabatannya sebagai gubernur, Ia
harus menjalankan apa yang DPRD putuskan, bukan berjalan sesuai kehendaknya
sendiri tanpa aturan. Selain itu Abdullah juga dapat dikenai pasal 12 huruf I UU PTPK
darena melakukan korupsi pengadaan barang dan jasa.
Dalam kasus posisi tersebut, dapat diidentifikasikan bahwa ini memang benar bahwa
pada umumnya negara Indonesia menganut pandangan negara neo patrimonial karena
Indonesia adalah negara bekas jajahan yang memproklamirkan kemerdekaan dan
menerapkan sistem pemerintahan modern (administrative modern) namun demikian
tetap mewarisi habitus yang menganggap jabatan publik sebagai “milik pribadi” dari
pejabat yang mendudukinya. Dapat dilihat bahwa Abdullah Puteh dengan terang-
terangan bertindak sesuai dengan kehendak diri pribadi karena merasa kekuasaan
jabatannya adalah milik pribadi sehingga tanpa adanya pertimbangan DPRD dalam
memutuskan keputusan, tidak ada check and balance dengan lembaga negara
diatasnya.
DAFTAR PUSTAKA

Wikipedia, 2016, https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi. Pengertian korupsi,


diakses 1 Januari 2018.
Otoritas semu law,  2016,  https://yuokisurinda.wordpress.com,  pengertian
dan rumusan korupsi menurut para ahli, diakses 1 Januari 2018. 
Evi Hartanti, 2008, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: sinar grafika. hlm.5.
Subekti dan Tjitrosoedibio, 1973, kamus hukum, Jakarta:
Pradnya Paramita.hlm. 24.
Wikipedia,2014, https://id.wikipedia.org/wiki/Annas_Maamun, Biografi ANNAS
MAAMUN, diakses 1 Januari 2018.
Tribun news.com, 11 februari 2015, gubernur riau nonaktif annas maamun,
diakses pada situs www.tribunnews.com .
Mongabay, 2015, www.mongabay.co.id, kasus suap Hutan RIAU , diakses 1
Januari 2018Nanang T. Puspito, 2011, Pendidikan Anti Korupsi Untuk
Perguruan Tinggi, cetakan 1, Jakarta: Kemendikbud. hlm.11.
http://blog.umy.ac.id/hukumpidanakorupsi/2016/10/20/4/

Anda mungkin juga menyukai