Anda di halaman 1dari 29

BAB III

ANALISIS DAN HASIL PERBANDINGAN SATURASI AIR FORMASI

Saturasi air adalah salah satu parameter yang diperlukan dalam

menentukan besarnya cadangan hidrokarbon. Terdapat beberapa metode dalam

menentukan saturasi air, seperti analisis sampel batuan formasi dan analisis data

wireline logging. Dalam menentukan zona yang kemungkinan mengandung

hidrokarbon atau produktif, sumur yang diteliti pada tulisan ini berjumlah lima

sumur, yaitu sumur X-05, X-06, X-07, X-17, dan X-25 di lapangan X.

Untuk melakukan interpretasi hasil rekaman log, terdapat beberapa

tahapan yang harus di lakukan dengan parameter-parameter pendukung yang

dibutuhkan dalam menentukan nilai saturasi air. Adapun tahapannya sebagai

berikut adalah menentukan ketebalan lapisan permeable, menentukan water

resistivity (Rw), menentukan porositas efektif yang sudah dikoreksi terhadap

Volume Shale yang terdapat pada formasi. Parameter tesebut dapat ditentukan

dengan melalui data-data dari Gamma Ray Log (GR Log), Resistivity Log,

Porosity Log (Density Log dan Neutron Log).

3.1 Workflow

Pada tugas akhir kali ini, dalam proses analisis dan pengolahan data,

diperlukan alur kerja yang tersusun sehingga tujuan yang diharapkan dari

pengerjaan tugas akhir ini dapat tercapai.

41
42

Adapun dibawah ini akan ditampilkan Workflow dari analisis dan

pengolahan data pada Lapangan X.

CHECK DATA AVAILABILITY

GR, CALIPER, SP, Shallow Resistivity, Deep Resistivity,


Neutron, Density, Sonic

IDENTIFIKASI ZONA ANOMALI

ANALISIS KUALITATIF LOG

(GR LOG, SP LOG, RESISTIVITY, DENSITY-NEUTRON)

VALIDASI PARAMETER SATURASI


GR log−GR min
Vshale ( )
GR max−GR min

∅Ncorr+∅Dcorr
Porosity ( )
2

Rw (SP Log Method & Rwa Method)

RE-KALKULASI NILAI SW
1
Rt
Vsh
Vsh 1 − 2 ∅m/2
+
Rsh a. Rw

Gambar 3.1

Workflow Analisis Data Lapangan X


43

3.2 Persiapan Data

Untuk melakukan analisis saturasi ini, data yang tersedia berupa data LAS

(Log ASCII Standard) yang nantiinya akan digunakan dalam melakukan

perbandingan saturasi air (Sw) pada zona yang akan diidentifikasi.

Ketersediaan data lapangan X yang akan digunakan dalam analisis ini

akan ditampilkan dalam tabel dibawah ini.

Tabel 3.1

Ketersediaan Data Lapangan X

DATA X-05 X-06 X-07 X-17 X-25


GR V
TRACK 1 SP V
CALIPER V
SHALLOW RESISTIVITY V
TRACK 2
DEEP RESISTIVITY V
NEUTRON LOG V X X X X
TRACK 3 DENSITY LOG V
SONIC LOG X V X X X
CORE X

3.2.1 Data LAS

Data LAS (Log ASCII Standard) merupakan data hasil proses operasi

logging yang dilakukan pada setiap sumur yang digunakan untuk input data

kedalam software Petrofisik.


44

3.2.2 Triple Combo Log

Triple Combo Log merupakan hasil rekaman log yang terdiri dari 3 kolom

track yang berbeda. Pada track pertama, yang disebut juga dengan Lithology Log,

merupakan track yang berisi Gamma Ray Log dan SP Log, yang berguna untuk

menentukan ada atau tidaknya zona permeabel berdasarkan prinsip dari masing-

masing alat tersebut.

Selain itu, pada track 1 juga biasanya ditampilkan hasil rekaman dari Caliper Log

dan Bit Size, dimana Caliper Log biasanya digunakan untuk mengetahui kondisi

lubang sumur apakah mengalami damage atau tidak, dan jika dikombinasikan

dengan Bit Size, maka kita dapat menghitung Mud Cake Thickness, yang jga

berguna untuk memperkirakan invasi yang terjadi pada suatu zona permeabel

yang ada.

Kemudian pada track 2 yang disebut juga Resistivity Log yang berisi

pembacaan berbagai tool resistivitas yang ada seperti 6FF40, N16, SN, dan lain

sebagainya. Yang berguna untuk identifikasi ada atau tidaknya hidrokarbon

berdasarkan besaran nilai resistivitas yang ditampilkan.

Dan yang terakhir pada track 3 yang disebut juga track Porosity Log,

adalah track yang berisi hasil pembacaan seperti Neutron Porosity Hydrocarbon

Index (NPHI), Bulk Density (RHOB), Transit Time (DT), dan lain sebagainya.

Yang berguna untuk menentukan Fluid Content pada suatu zona lapisan tertentu,

mengukur porositas dan juga bisa menentukan jenis batuan yang terkandung
45

dalam formasi tersebut. Untuk menentukan jenis batuan, biasanya digunakan alat

log yang disebut Photo Electric Effect (PEF).

Data LAS yang sudah ada nantinya akan diinput kedalam software

Petrofisik untuk ditampilkan pada software tersebut dalam bentuk Triple Combo

Log untuk selanjutnya dilakukan analisis secara kualitatif dan sebagai awal untuk

identifikasi zona yang terdampak anomali resistivitas.Berikut merupakan contoh

hasil Triple Combo Log dari sumur X-05. Yang menunjukkan setiap alat logging

yang digunakan pada setiap tracknya.

Gambar 3.2

Triple Combo Log Sumur X-05


46

Untuk hasil plot Triple Combo Log pada sumur X-06, X-07, X-17 dan X-

25 dapat dilihat pada lampiran A.

3.3 Analisis Data

Pada penulisan ini, analisis data menggunakan bantuan dari software

Petrofisik, hal ini dikarenakan analisis data menjadi lebih akurat dibandingkan

dengan menggunakan perhitungan manual, analisis ini dibagi menjadi dua bagian,

yaitu analisis secara kualitatif dan secara kuantitatif.

3.3.1 Analisis Log Kualitatif

Analisis log yang dilakukan dengan metode ini bertujuan untuk

menentukan zona prospek hidrokarbon, batas-batas zona tersebut, litologi, dan

lain sebagainya. Analisis ini dapat dilakukan dengan cara Quick Look yaitu

dengan cara melihat langsung pada kurva log yang sudah ditunjukkan dalam

bentuk plot Triple Combo Log yang telah dibuat sebelumnya.

3.3.1.1 Penentuan Litologi Formasi

Penentuan litologi formasi pada lapangan X ini dilakukan dengan cara

melakukan Cross Plot antara Neutron dan Density dari setiap sumur, dan juga

dengan melihat dari sejarah pengendapan dan stratigrafi lapangan X.

3.3.1.2 Penentuan Zona Hidrokarbon

Penentuan zona hidrokarbon pada sumur X-05, X-06, X-07, X-17, dan X-

25 di Lapangan X ini dilakukan dengan melakukan analisis Quick Look pada

setiap track log yang ada, pada track 1, analisis dilakukan dengan melihat kurva
47

Gamma Ray Log dan Spontaneous Potential Log, pada Gamma Ray Log, zona

permeabel diindikasikan dengan nilai pembacaan Gamma Ray Log yang kecil atau

mengarah ke sebelah kiri daripada track, sementara untuk pembacaan Gamma Ray

Log yang besar atau mengarah ke sebelah kanan log akan menunjukkan jika zona

tersebut impermeable atau zona Shale, sedangkan untuk kurva Spontaneous

Potential Log, zona shale akan menunjukkan hasil pembacaan yang lurus tanpa

defleksi, sedangkan zona permeabel akan menghasilkan defleksi pada kurva

Spontaneous Potential Log, dimana defleksi dari pembacaan ini bergantung

kepada perbandingan antara resistivitas Mud Filtrate dengan resistivitas dari air

formasi tersebut.

Pada track 2, terdapat Resistivity log untuk menentukan resistivitas batuan

di Uninvaded Zone (Rt) dan Invaded Zone (Rxo). Jika nilai Rt rendan dan

berhimpit dengan nilai Rxo, maka mengindikasikan bahwa batuan tersebut berisi

air. Sedangkan jika nilai Rt tinggi, mengindikasikan bahwa batuan tersebut

mengandung hidrokarbon.

Pada track 3, terdapat Density log dan Neutron log untuk mendeteksi

lapisan gas dan minyak. Nilai densitas rendah dan nilai Neutron rendah, akan

menghasilkan cross-over antara kedua log tersebut. Pada lapisan yang

mengandung gas, nilai Neutron log akan lebih kecil dibandingkan dengan lapisan

yang mengandung minyak. Jika nilai densitas dan Neutron saling berhimpit, maka

lapisan tersebut dapat diindikasikan mengandung air.


48

Setelah melakukan analisis log secara kualitatif untuk menentukan zona-

zona hidrokarbon yang akan dianalisa secara quick look, kemudian dilakukan

analisis log secara kuantitatif.

3.3.1.3 Low-Resistivity Contrast14

Low-Resistivity Contrast Formation adalah suatu kondisi dimana formasi

pada kedalaman tertentu memiliki hasil pembacaan yang tidak berbeda jauh antara

Deep Resistivity dan Shalow Resistivity. Hal ini terjadi umumnya pada formasi

sandstone dengan kontras antara nilai Rt dengan Rm yang tidak melebihi 200.

Hal ini bisa disebabkan oleh banyak faktor, salah satunya adalah terjadinya

invasi yang terlalu dangkal, sehingga menyebabkan pembacaan Shallow

Resistivity membaca pada zona uninvaded, akibatnya adalah pembacaan dari

Shallow Resistivity menjadi tinggi, hamper sama dengan pembacaan Deep

Resistivity. Pada tugas akhir ini, semua sumur di lapangan X mengalami hal

tersebut, dan terjadi karena invasi yang terlalu dangkal pada zona tersebut.

3.3.2 Analisis Log Kuantitatif

Setelah melakukan analisis log secara kualitatif, maka akan dilakukan

analisis log secara kuantitatif, dimana analisis ini mencakup perhitungan dari

Volume Shale (Vsh), temperatur formasi, perhitungan nilai resistivitas air formasi

(Rw), perhitungan porositas efektif, dan juga perhitungan saturasi air formasi

(Sw). dimana data yang digunakan adalah data yang telah ditentukan dari analisis

kualitatif sebelumnya.
49

3.3.2.1 Volume Shale (Vsh)

Untuk perhitungan Volume Shale pada setiap sumur, perhitungan

didasarkan pada kurva Gamma Ray Log. Berikut adalah contoh gambar kurva dari

Gamma Ray Log yang digunakan untuk menghitung Volume Shale pada sumur X-

05.

Gambar 3.3

Plot Volume Shale dari Gamma Ray Log sumur X-05.


50

Dalam melakukan perhitungan Volume Shale berdasarkan Gamma Ray

Log, yang pertama dilakukan adalah menentukan Shale Base Line yang berarti

garis dasar yang menunjukkan nilai maksimum dari pembacaan Gamma Ray Log

di zona Shale, dan Sand Base Line yang menunjukkan nilai minimum dari

pembacaan Gamma Ray Log di zona Clean atau zona Sand. Kedua garis ini

ditarik berdasarkan pada titik yang mewakili keseluruhan kurva hasil pembacaan

tersebut. Setelah nilai Sand Base Line dan Shale Base Line ditentukan, maka

perhitungan untuk nilai Volume Shale dapat dilakukan.

Untuk perhitungan Volume Shale berdasarkan Gamma Ray Log, maka

digunakan rumus sebagai berikut. Dibawah ini merupakan contoh perhitungan

Volume Shale pada kedalaman 1350 feet.

𝐺𝑅𝑙𝑜𝑔 − 𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛
𝑉𝑠ℎ =
𝐺𝑅𝑚𝑎𝑥 − 𝐺𝑅𝑚𝑖𝑛

48 − 26
𝑉𝑠ℎ = 102−26

𝑉𝑠ℎ = 0.2894

Selanjutnya hasil perhitungan Volume Shale dari tiap titik di setiap zona

pada sumur X-05 akan dirata – ratakan menggunakan perata – rataan

menggunakan rumus 3.1.

∑(𝑉𝑠ℎ ×ℎ)
̅̅̅̅̅
𝑉𝑠ℎ = ………………………………………………………............. (3.1)
∑ℎ

Untuk formasi yang dikategorikan sebagai formasi Clean Sand, biasanya

nilai Volume Shale Rata-rata yang dihasilkan memiliki range nilai sekitar 0 - 10

persen, sedangkan untuk nilai Volume Shale diatas 10 persen biasanya


51

dikategorikan sebagai formasi dengan jenis Shaly Sand. Dimana hal ini nantinya

akan mempengaruhi rumus yang digunakan dalam perhitungan saturasi air

formasi.

Berikut akan ditampilkan hasil perhitungan rata-rata Volume Shale pada

setiap sumur di Lapangan X. dimana setelah dilakukan perhitungan, Lapangan X

memiliki jenis formasi Shaly Sand.

Dengan melakukan perata – rataan maka didapatkan nilai Volume Shale

(Vsh) rata – rata. Hasil nilai Vsh rata – rata pada Lapangan X dapat dilihat pada

tabel 3.2.

Tabel 3.2

Volume Shale Rata-Rata Pada Lapangan X

KEDALAMAN AVG VSH


WELL ZONE
(Feet) (%)
HYDROCARBON 1263-1312 21.75
X-05 WATER BEARING
1323-1381 20.99
(Fresh Water)
HYDROCARBON 1244.5-1284 21.29
X-06 WATER BEARING
1284.5-1320 21.78
(Fresh Water)
HYDROCARBON 1248-1289 16.58
X-07 WATER BEARING
1290-1362 40.16
(Fresh Water)
1166-1233 43.43
HYDROCARBON
X-17 1286-1330 34.45
WATER BEARING
1233-1286 48.56
(Fresh Water)
HYDROCARBON 1175-1273 17.82
X-25 WATER BEARING
1281-1360 37.31
(Fresh Water)

3.3.2.2 Perhitungan Temperatur Rata-Rata Formasi (Tf)


52

Dalam menentukan temperatur formasi, parameter-parameter yang

diperlukan adalah temperatur permukaan (TS), kedalaman formasi (MD),

kedalaman total (TD) dan Bottom Hole Temperature atau temperatur di dasar

lubang sumur (BHT).

Dalam analisis kuantitatif, biasanya temperatur terkait dengan

hubungannya terhadap resistivitas, dimana antara temperatur dan resistivitas

memiliki hubungan yang berbanding terbalik, dimana hal ini berarti nilai

resistivitas akan semakin mengecil pada keadaan temperatur yang tinggi,

sebaliknya nilai resistivitas akan membesar pada kondisi temperatur yang rendah.

Contoh perhitungan temperatur formasi pada sumur X-05 di lapangan X

pada kedalaman 1330 feet. Diketahui bahwa BHT = 121 °F, Ts = 80 °F, TD =

1392 feet, MD = 1330 feet, maka temperatur formasi dapat dicari dengan.
𝐵𝐻𝑇−𝑇𝑆
Tf =Ts + [( ) 𝑋 𝑀𝐷]
𝑇𝐷

121−80
Tf = 80 + [( ) 𝑋 1330]
1392

Tf = 119.24 ᴼ𝐹

Untuk mementukan rata-rata temperatur formasi dapat menggunakan

rumus sebagai berikut

∑(𝑇𝑓𝑥ℎ)
Tfavg = .................................................................................................(3.2)
∑ℎ
53

Pada Tabel 3.3 merupakan contoh perhitungan rata-rata temperatur pada

sumur X-05.

Tabel 3.3

Temperatur Rata-Rata pada Sumur X-05

Depth H Tf
h x Tf
(Feet) (Feet) ᴼf
1323 0.5 119.07 59.53
1323.5 0.5 119.08 59.54
1324 0.5 119.09 59.55
1324.5 0.5 119.10 59.55
1325 0.5 119.12 59.56
1325.5 0.5 119.13 59.56
1326 0.5 119.14 59.57
1326.5 0.5 119.15 59.58
1327 0.5 119.17 59.58
1327.5 0.5 119.18 59.59
1328 0.5 119.19 59.60
1328.5 0.5 119.20 59.60
1329 0.5 119.22 59.61
1329.5 0.5 119.23 59.61
1330 0.5 119.24 59.62
∑h= 7.5 ∑ (h x Tf) = 893.66
Tf average = 119.15

3.3.2.3 Perhitungan Porositas Efektif (Øe)

Berikutnya akan dilakukan perhitungan porositas efektif pada sumur X-05,

X-06, X-07, X-17 dan X-25. Porositas merupakan salah satu Parameter penting

yang akan digunakan untuk perhitungan saturasi air formasi, dimana nilai
54

porositas yang akan digunakan untuk tugas akhir ini adalah nilai porositas efektif

yang telah dikoreksi terhadap Volume Shale yang sebelumnya telah dihitung

dengan mengacu kepada perhitungan Gamma Ray Log.

Gambar 3.4

Log Porositas Efektif Sumur X-05

Dalam tugas akhir ini, porositas yang dihasilkan bermacam-macam untuk

setiap sumur, dimana pada sumur X-05 menggunakan Density-Neutron Crossplot,

sedangkan untuk smur X-06, X-07, X-17 dan X-25 hanya menggunakan Density

Log saja dalam perhitungan porositas.


55

Pada gambar 3.4, terdapat garis hijau dan merah pada kurva Porosity Log

yang menunjukkan adanya nilai dari Wet Clay Density dan Wet Clay Neutron,

dimana Berikut ini akan ditampilkan gambar dari porositas efektif pada sumur X-

05, untuk sumur X-06, X-07, X-17 dan X-25 akan dilampirkan pada lampiran B.

Untuk menghitung porositas koreksi dari density log dapat menggunakan

rumus 2.8 dan rumus 2.9, sedangkan untuk menghitung porositas koreksi dari

neutron log dapat menggunakan rumus 2.10, selanjutnya untuk mendapatkan nilai

porositas effektif neutron-density log dengan rumus 2.11 jika tidak ada indikasi

gas dan rumus 2.12 jika terdapat indikasi gas.

Berikut ditampilkan hasil dari Density-Neutron Crossplot pada sumur X-

05.

Gambar 3.5

Density-Neutron Crossplot Sumur X-05


56

Selain itu, dalam menunjang perhitungan dari nilai porositas efektif ini,

diperlukan juga cross-plot antara nilai RHOB dan NPHI yang digunakan untuk

formasi dengan jenis batuan Shaly Sand dan juga digunakan untuk menentukan

litologi dari formasi tersebut. Dimana garis tersebut ditarik terhadap nilai dari

NPHI wet clay, RHOB wet clay dan RHOB dry clay, dimana nilai wet clay

tersebut berarti nilai yang didapat dari hasil crossplot antara nilai RHOB dengan

nilai NPHI. Sedangkan nilai dry clay sendiri didapat dari hasil analisis Core

Sample di laboratorium.

Dibawah ini adalah contoh perhitungan porositas koreksi dengan neutron

log pada titik kedalaman 1330 feet pada sumur X-05 dengan menggunakan rumus

2.10.

∅n = 0.2885

∅nsh = 0.335

Vsh = 0.0315

∅ncorr = ∅n – (∅nsh × Vsh)

∅ncorr = 0.2885– ( 0.335× 0.0315)

∅ncorr = 0.275

Selanjutnya contoh perhitungan porositas dengan menggunakan density

log pada kedalaman 1330 feet pada pada sumur X-05 dengan menggunakan rumus

2.8 dan 2.9.

𝜌ma = 2.65 gr/cc (lithologi formasi sandstone)


57

𝜌b = 2.176 gr/cc

𝜌f = 1.1 gr/cc (fluida lumpur pemboran air asin)

𝜌sh = 2.11 gr/cc

Vsh = 0.0315

Untuk porositas batuannya dapat dihitung seperti dibawah ini :

𝜌𝑚𝑎− 𝜌𝑏
∅𝑑 = 𝜌𝑚𝑎− 𝜌𝑓

2.65−2.176
∅𝑑 = 2.65−1.1

∅𝑑 = 0.287

Untuk porositas koreksinya dapat dihitung seperti di bawah ini :

∅𝑑𝑐𝑜𝑟𝑟 = ∅𝑑 − (∅𝑑𝑠ℎ × 𝑉𝑠ℎ)

∅𝑑𝑐𝑜𝑟𝑟 =0.287 – (0.327 × 0.0315)

∅𝑑𝑐𝑜𝑟𝑟 =0.277

Dikarenakan formasi pada lapangan X ini berjenis Shaly Sand, maka

dalam perhiutngan nilai porositas baik itu porositas dari Density Log maupun

Neutron Log harus dikoreksi terlebih dahulu terhadap Shale Content, dimana

dalam hal ini dikoreksi dengan menggunakan parameter Volume Shale dan Shale

Density dari masing-masing alat log.

Selanjutnya untuk mendapatkan porositas efektif dari porositas neutron-

density log dapat dihitung seperti di bawah ini :


58

∅𝑛𝑐𝑜𝑟𝑟+ ∅𝑑𝑐𝑜𝑟𝑟
∅𝑒𝑓𝑓 = 2

0.275+ 0.277
∅𝑒𝑓𝑓 = 2

∅𝑒𝑓𝑓 = 0.276

Rumus diatas digunakan karena lapangan X tidak mengalami Gas Effect,

dimana perhitungan porositas efektif yang mengalami Gas Effect memiliki rumus

perhitungan yang berbeda. Dimana rumus untuk perhitungan porositas efektif

dengan gas effect sudah dijelaskan pada rumus 2.12. Setelah mendapatkan hasil

perhitungan porositas efektif seperti pada contoh perhitungan diatas untuk tiap

titik kedalaman pada zona X-05 yang dianalisis barulah dilakukan perata–rataan

dengan menggunakan rumus:

∑(∅𝑒𝑓𝑓 ×ℎ)
̅̅̅̅̅̅̅
∅𝑒𝑓𝑓 = ……….……………..................……………………… (3.3)
∑ℎ

Pada tabel 3.4 akan diperlihatkan nilai porositas efektif rata – rata pada

Lapangan X.

Tabel 3.4

Porositas Efektif Rata-Rata Pada Lapangan X

AVG
WELL ZONE KEDALAMAN
POROSITY
(Feet) %
X-05 HYDROCARBON 1263-1312 18.73
WATER BEARING
1323-1381 23.28
(Fresh Water)
X-06 HYDROCARBON 1244.5-1284 21.02
WATER BEARING
1284.5-1320 24.14
(Fresh Water)
59

Tabel 3.4

Porositas Efektif Rata-Rata Pada Lapangan X


(lanjutan)

AVG
WELL ZONE KEDALAMAN
POROSITY
(Feet) (%)

HYDROCARBON 1248-1289 23.31


X-07
WATER BEARING
1290-1362 20.21
(Fresh Water)

1166-1233 16.85
HYDROCARBON
X-17
1286-1330 25.23
WATER BEARING
1233-1286 18.27
(Fresh Water)
X-25 HYDROCARBON 1175-1273 23.94
WATER BEARING
1281-1360 21.05
(Fresh Water)

3.4 Resistivitas Air Formasi (Rw)

Berikutnya adalah perhitungan resistivitas air formasi (Rw), dimana

parameter ini juga merupakan parameter penting yang digunakan dalam

perhitungan saturasi air (Sw). Banyak metode yang dapat digunakan untuk

menentukan nilai dari resistivitas air formasi ini, namun dalam tugas akhir ini

metode yang digunakan adalah metode SP Log dan metode Rwa (Resistivity

Water Apparent). Metode ini digunakan untuk menentukan nilai dari Rw pada

Water Bearing Zone dan zona hidrokarbon pada setiap sumur di lapangan X.
60

3.4.1 Metode SP Log

Metode yang digunakan berikut adalah metode SP Log, hal ini

dikarenakan dalam tugas akhir ini, nilai SP tidak mengalami anomali, sehingga

nilai Resistivitas Air Formasi yang dihasilkan bisa lebih akurat.

Gambar dibawah merupakan chart Sp-1 yang digunakan dalam

perhitungan resistivitas air formasi pada lapangan X.

Gambar 3.6

Chart Sp-118

Dalam penggunaan chart tersebut, penting untuuk diperhatikan bahwa

perhitungan nilai Rw ini sangat dipengaruhi oleh Resistivitas Mud Filtrate dan
61

juga Temperatur Formasi, dikarenakan adanya hubungan antara Temperatur

Formasi dan Resistivitas seperti yang sudah dibahas di bab sebelumnya.

Sedangkan Gambar dibawah ini merupakan chart SP-2 yang digunakan

untuk mengetahui nilai perbandingan antara Rmfe degan Rwe berdasarkan nilai

dari SSP yang terekam dalam SP Log.

Gambar 3.7

Chart SP-218

Berikut ini merupakan contoh perhitungan nilai Rw dengan menggunakan

metode SP Log pada sumur X-05, dengan menggunakan chart SP-1 & SP-2, dan

juga menggunakan chart Gen-9.


62

Rmf = 3.14 Ωm @120°F

Chart SP-1, Rmfe = 0.7 Ωm

SSP = 19 mV

Chart SP-2, Rmfe/Rwe = 0.63

Rwe = 1.11 Ωm

Chart SP-1, Rw = 4.1 Ωm

Chart Gen-9 Digunakan untuk mengetahui besar salinitas dari air formasi

yang akan diuji berdasarkan nilai Rw dan Temperatur Formasi.

Gambar 3.8

Chart Gen-99

Tabel berikut menunjukkan nilai Rw dan salinitas dari setiap sumur di

lapangan X dengan menggunakan metode SP Log.


63

Tabel 3.5

Nilai Resistivitas Air Formasi dengan Metode SP Log pada Lapangan X

Rw Rmf
WELL ZONE KEDALAMAN Salinitas
@120°F @120°F
(feet) (Ωm) (Ωm) (ppm)
X-05
1323-1381 4.1 3.14 800

X-06
1284.5-1320 3.76 3.63 900

X-07 WATER 1290-1362 3.11 2.6 1700


BEARING
X-17 (Fresh Water)
1233-1286 3.4 2.62 1000

X-25
1281-1360 3.48 3.24 1000

Berdasarkan tabel diatas, dapat dikatakan jika setiap kedalaman diatas

memiliki air formasi berjenis Fresh Water, dibuktikan dengan nilai terbesar dari

salinitas air formasi sebesar 1700 ppm.

3.4.2 Metode Rwa

Kemudian metode berikutnya yang digunakan adalah metode Rwa

(Resistivity Water Apparent). Metode ini digunakan berdasarkan dari penurunan

rumus Archie, seperti yang dapat dilihat pada Rumus 3.4 dibawah ini.

Ø𝑚 𝑥 𝑅𝑡
𝑅𝑤𝑎 = ……………………..………………………………………….(3.4)
𝑎

Berikut merupakan contoh perhitungan dengan metode Rwa pada Water

Bearing Zone sumur X-05.


64

∅ = 0.3057

Rt = 99.4 Ωm

m = 1.7

a =1

0.3057Ø1.7 𝑥 99.4
𝑅𝑤𝑎 =
1

𝑅𝑤𝑎 = 12.82 Ωm

Pada tabel berikut ini akan ditunjukkan hasil perhitungan nilai Resistivitas

Air Formasi dengan metode Rwa.

Tabel 3.6

Nilai Resistivitas Air Formasi dengan Metode Rwa pada Lapangan X

Rmf Rw
KEDALAMAN Salinitas
WELL ZONE @120°F @120°F
(feet) (Ωm) (Ωm) (ppm)
X-05
1323-1381 3.14 8.52 400

X-06
1284.5-1320 3.63 23.05 180

X-07 WATER 1290-1362 2.6 20.11 200


BEARING
(Fresh Water)
X-17
1233-1286 2.62 15.81 300

X-25
1281-1360 3.24 22.23 180
65

3.5 Perhitungan Saturasi Air Formasi dengan Metode Indonesia

Saturasi air yang digunakan pada kelima sumur yang dianalisis di lapangan

X menggunakan Metode Indonesia. Perhitungan nilai saturasi air formasi pada

tugas akhir ini dibantu menggunakan Software Petrofisik.

Setelah melakukan perhitungan saturasi air pada tiap kedalaman dilakukan

perata-rataan saturasi air untuk zona-zona pada kelima sumur . Untuk merata-

ratakan nilai saturasi air dari kelima sumur yang dianalisis dengan dilakukan

menggunakan rumus sebagai berikut

∑(∅𝑖 ×ℎ𝑖 ×𝑆𝑤𝑖)


𝑆𝑤𝑎𝑣𝑔 = ∑(∅𝑖 ×ℎ𝑖)
......................................................................................(3.5)

Formasi pada lapangan X ini memiliki jenis batuan Shaly Sand, yang

ditunjukkan dengan Volume Shale yang cukup besar, maka persamaan Archie

tidak digunakan dalam tugas akhir ini.

Berikut akan dilakukan perhitungan pada kedalaman 1334 feet pada sumur

X-05 dengan menggunakan parameter-parameter yang dibutuhkan seperti Volume

Shale, Resistivitas Shale, dan lan sebagainya. Dimana nilai Resistivitas Air

Formasi yang digunakan dalam contoh berikut merupakan nilai Resistivitas Air

Formasi dengan menggunakan Metode SP Log. Rumus yang digunakan dapat

dilihat pada rumus 2.14.

Rsh = 3.411 Ωm

Vsh = 0.0268

Rt = 99.4 Ωm

Rw@Tf = 4.1 Ωm
66

∅eff = 0.3057

1⁄
𝑛⁄ 𝑅𝑡
𝑆𝑤 2 =
1−𝑉𝑠ℎ⁄2 𝑚
𝑉𝑠ℎ ∅ ⁄2
[ + ]
𝑅𝑠ℎ 𝑎 𝑅𝑤

1⁄
1.8⁄ 99.4
𝑆𝑤 2 = 0.0268⁄ ) 1.7
0.0268(1− 2 0.3057 ⁄2
[ + ]
3.411 1 ×4.1

𝑆𝑤 = 0.4842 atau 48.42%

Sedangkan contoh dibawah ini merupakan perhitungan Saturasi Air

Formasi dengan menggunakan nilai Resistivitas Air Formasi yang didapat melalui

metode Rwa (Resistivity Water Apparent).

Rsh = 3.411 Ωm

Vsh = 0.0268

Rt = 99.4 Ωm

Rw@Tf = 12.82 Ωm

∅eff = 0.3057

1⁄
𝑛⁄ 𝑅𝑡
𝑆𝑤 2 =
1−𝑉𝑠ℎ⁄2 𝑚
𝑉𝑠ℎ ∅ ⁄2
[ + ]
𝑅𝑠ℎ 𝑎 𝑅𝑤

1⁄
1.8⁄ 99.4
𝑆𝑤 2 = 0.0268⁄ ) 1.7
0.0268(1− 2 0.3057 ⁄2
[ + ]
3.411 1 ×12.82

𝑆𝑤 = 0.8544 atau 85.44%

Berikut akan ditampilkan tabel hasl perhitungan saturasi air formasi rata-

rata pada lapangan X dengan menggunakan nilai Rw yang didapat dari metode SP

Log.
67

Tabel 3.7

Saturasi Air Formasi Rata-Rata Pada Lapangan X (Rw dari SP Log)

Rmf Rw
KEDALAMAN AVG Sw
WELL ZONE @120°F @120°F
(Feet) (ohmm) (ohmm) (%)
HYDROCARBON 1263-1312 2.9 1.3 46.6
X-05 WATER
BEARING 1323-1381 3.14 4.1 67.3
(Fresh Water)
HYDROCARBON 1244.5-1284 3.54 1.1 46.7
X-06 WATER
BEARING 1284.5-1320 3.63 3.76 47.9
(Fresh Water)
HYDROCARBON 1248-1289 2.47 0.9 30.71
X-07 WATER
BEARING 1290-1362 2.6 3.11 49.92
(Fresh Water)
1166-1233 2.33 1.4 34.82
HYDROCARBON
1286-1330 2.27 2 36.12
X-17 WATER
BEARING 1233-1286 2.62 3.4 50.4
(Fresh Water)
HYDROCARBON 1175-1273 3.52 2.5 35.64
X-25 WATER
BEARING 1281-1360 3.24 3.48 51.77
(Fresh Water)

Sedangkan Tabel dibawah ini merupakan hasil perhitungan Saturasi Air

Formasi Rata-rata dengan menggunakan nilai Rw yang didapat melalui metode

Rwa.
68

Tabel 3.8

Saturasi Air Formasi Rata-Rata Pada Lapangan X (Rw dari Metode Rwa)

Rmf Rw
KEDALAMAN AVG Sw
WELL ZONE @120°F @120°F
(Feet) (ohmm) (ohmm) (%)
HYDROCARBON 1263-1312 2.9 2.4 51.5
X-05 WATER BEARING
1323-1381 3.14 8.52 91.87
(Fresh Water)
HYDROCARBON 1244.5-1284 3.54 3.36 65.86
X-06 WATER BEARING
1284.5-1320 3.63 23.05 98.67
(Fresh Water)
HYDROCARBON 1248-1289 2.47 1.296 62
X-07 WATER BEARING
1290-1362 2.6 20.11 93.61
(Fresh Water)
1166-1233 2.33 1.408 40.3
HYDROCARBON
X-17 1286-1330 2.27 1.782 54.54
WATER BEARING
1233-1286 2.62 15.81 82.59
(Fresh Water)
HYDROCARBON 1175-1273 3.52 1.51 57.05
X-25 WATER BEARING
1281-1360 3.24 22.23 99.72
(Fresh Water)

Dari hasil perhitungan nilai saturasi dan Plot Log Hasil Analisis Saturasi

Air pada zona air pada sumur X-05, X-06, X-07, X-17dan X-25 yang dapat dilihat

pada Lampiran C.

Untuk selanjutnya akan diperlihatkan grafik log pada zona air dan zona

hidrokarbon pada sumur X-05 dari Software Petrofisik dalam melakukan

perhitungan nilai saturasi air dengan metode Indonesia pada gambar 3.9.
69

Untuk hasil plot pembacaan Software Petrofisik pada sumur X-06, X-07,

X-17 dan X-25 dapat di lihat pada lampiran D.

Low-
Resistivity
Contrast

High
Resistivity –
Low
Contrast

Gambar 3.9

Plot Log Hasil Analisis Saturasi Air Sumur X-05

Anda mungkin juga menyukai