Anda di halaman 1dari 15

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Saat ini bunuh diri merupakan masalah kesehatan masyarakat di banyak
negara, baik negara maju maupun negara berpendapatan menengah dan rendah.
Bunuh diri merupakan kedaruratan psikiatri karena klien berada dalam keadaan
stres yang tinggi dan menggunakan koping yang maladaptif. Situasi gawat pada
bunuh diri adalah saat ide bunuh diri timbul secara berulang tanpa rencana yang
spesipik untuk bunuh diri (Yosep, 2015).
Berdasarkan laporan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2015, di
banyak negara, bunuh diri merupakan penyebab kematian nomor dua pada
penduduk berusia 15-29 tahun. Setiap tahun terdapat 800.000 orang mati karena
bunuh diri. WHO juga mencatat, setiap 40 detik satu orang di dunia meninggal
karena bunuh diri dengan rasio 11,4 per 100.000 populasi (Kompas, 2015).
Di Indonesia tahun 2012, angka bunuh diri mencapai 4,3 per 100.000
populasi. Pada tahun 2012, Kepolisian Negara Republik Indonesia mencatat ada
981 kasus meninggal karena bunuh diri. Jumlah ini sedikit menurun jadi 921
kasus di tahun 2013 dengan rasio 0,4-0,5 kasus per 100.000 populasi (Kompas,
2015).
Adapun kejadian bunuh diri tertinggi berada pada kelompok usia remaja
dan dewasa muda (15–24 tahun), untuk jenis kelamin, perempuan melakukan
percobaan bunuh diri (attemp suicide) empat kali lebih banyak dari laki laki. Cara
yang populer untuk mencoba bunuh diri pada kalangan perempuan adalah
menelan pil, biasanya obat tidur, sedangkan kaum lelaki lebih letal atau
mematikan seperti menggantung diri (Dalami, 2016).
Kelompok yang beresiko tinggi untuk melakukan percobaan bunuh diri adalah
mahasiswa, penderita depresi, para lansia, pecandu alkohol, orang-orang yang
berpisah atau bercerai dengan pasangan hidupnya, orang-orang yang hidup

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 1


sebatang kara, kaum pendatang, para penghuni daerah kumuh dan miskin,
kelompok professional tertentu, seperti dokter, pengacara, dan psikolog (Sujono
dan Teguh, 2015).

1.2 Tujuan
- Tujuan Umum
Mengerti tentang asuhan keperawatan pada pasien resiko bunuh diri.
- Tujuan Khusus pengertian bunuh diri
1. Untuk mengetahui tentang respon resiko bunuh diri
2. Untuk mengetahui faktor predisposisi dan faktor presipasi bunuh diri
3. Untuk mengetahui tanda dan gejela dengan resiko bunuh diri
4. Untuk mengetahui psikopatologi resiko bunuh diri
5. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan dan medis klien resiko bunuh
diri
6. Untuk mengetahui penatalaksanaan resiko bunuh diri.
1.3 Manfaat
1. Mengetahui tentang respon resiko bunuh diri
2. Mengetahui faktor predisposisi dan faktor presipasi bunuh diri
3. Mengetahui tanda dan gejela dengan resiko bunuh diri
4. Mengetahui psikopatologi resiko bunuh diri
5. Mengetahui diagnosa keperawatan dan medis klien resiko bunuh diri
6. Mengetahui penatalaksanaan resiko bunuh diri.

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 2


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi
Bunuh diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiri dandapat
mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan keputusan terakhir dariindividu
untuk memecahkan masalah yang dihadapi (Captain, 2018).
Menciderai diri adalah tindakan agresif yang merusak diri sendiridan
dapat mengakhiri kehidupan. Bunuh diri mungkin merupakan
keputusanterakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi
(Captain,2018).
2.2 Etiologi
Banyak penyebab tentang alasan seseorang melakukan bunuh diri :
1. Kegagalan beradaptasi, sehingga tidak dapat menghadapi stres.
2. Perasaan terisolasi, dapat terjadi karena kehilangan hubungan
3. Interpersonal/ gagal melakukan hubungan yang berarti.
4. Perasaan marah/ bermusuhan, bunuh diri dapat merupakan hukuman
pada diri sendiri.
5. Cara untuk mengakhiri keputusasaan.
2.3 Tanda dan Gejala
Pengkajian orang yang bunuh diri juga mencakup apakah orang
tersebut tidak membuat rencana yang spesifik dan apakah tersedia alat untuk
melakukan rencana bunuh diri tersebut adalah: keputusasaan, celaan terhadap
diri sendiri, perasaan gagal dan tidak berguna, alam perasaan depresi, agitasi
dan gelisah, insomnia yang menetap, penurunan BB, berbicara lamban,
keletihan, menarik diri dari lingkungan sosial. Adapun petunjuk psikiatrik
anatara lain: upaya bunuh diri sebelumnya, kelainan afektif, alkoholisme dan
penyalahgunaan obat, kelaianan tindakan dan depresi mental pada remaja,
dimensia dini/ status kekacauan mental pada lansia. Sedangkan riwayat

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 3


psikososial adalah: baru berpisah, bercerai/kehilangan, hidup sendiri, tidak
bekerja, perubahan/ kehilangan pekerjaan baru dialami, faktor-faktor
kepribadian: implisit, agresif, rasa bermusuhan, kegiatan kognitif dan negatif,
keputusasaan, harga diri rendah, batasan/gangguan kepribadian antisosial
2.4 Rentang Respon
Menurut Shives (2018) mengemukakan rentang harapan putus harapan
merupakan rentang adaptif maladaptif.

Adaptif Maladaptif

Peningkatan pengambilan resiko perilaku destruktif pencederaan


Bunuh diri yang meningkatkan diri langsung diri

Respon adaptif merupakan respon yang dapat diterima oleh norma


norma sosial dan kebudayaan yang secara umum berlaku, sedangkan respon
maladaptif merupakan respon yang dilakukan individu dalam menyelesaikan
masalah yang kurang dapat diterima oleh norma-norma sosial dan budaya
setempat. Respon maladaptif antara lain :

1. Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis.


Individu yang tidak berhasil memecahkan masalah akan
meninggalkan masalah, karena merasa tidak mampu mengembangkan
koping yang bermanfaat sudah tidak berguna lagi, tidak mampu
mengembangkan koping yang baru serta yakin tidak ada yang
membantu.
2. Kehilangan, ragu-ragu
Individu yang mempunyai cita-cita terlalu tinggi dan tidak realistis
akan merasa gagal dan kecewa jika cita-citanya tidak tercapai.
Misalnya : kehilangan pekerjaan dan kesehatan, perceraian, perpisahan

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 4


individu akan merasa gagal dan kecewa, rendah diri yang semuanya
dapat berakhir dengan bunuh diri :
a. Depresi
Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan
yang ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Biasanya
bunuh diri terjadi pada saat individu ke luar dari keadaan
depresi berat.
b. Bunuh diri
Adalah tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengkahiri kehidupan. Bunuh diri
merupakan koping terakhirindividu untuk memecahkan
masalah yang dihadapi (Laraia, 2015).

2.5 Pohon Masalah


Harga diri rendah

RESIKO BUNUH DIRI Core problem

Koping tak efektif


( Stuart , 2016)

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 5


2.6 Diagnosa Keperawatan

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 6


BAB III
PEMBAHASAN

3.1 Artikel I (Jurnal Internasional)

Mental disorders and risk of suicide attempt: a national


prospective study

Associations of mental disorders with future suicide attempt


The prevalence rates of suicide attempt during the 3-year followup
period were 0.5% in men (s.e. = 0.01, N = 75) and 0.9% in women
(s.e. = 0.01, N = 178) in the full sample, and 2.1% in men (s. e. = 0.5,
N = 37) and 3.3% in women (s.e. = 0.4, N = 106) in the subpopulation
of individuals with a lifetime history of suicidal ideation.
A majority of male (75.3%) and female (66.9%) participants in
the full sample who attempted suicide between Waves 1 and 2 had a
past-year DSM-IV Axis I disorder or a lifetime Axis II disorder at
Wave 1. These rates were even higher among subjects with a history
of suicidal ideation at Wave 1 (90.4% in men and 85.6% in women,
respectively). In the full sample, PAFs of mental disorders in
predicting suicide attempt were significant for 16 disorders in women
and 9 disorders in men, with PAFs ranging from 12.8% (avoidant
personality disorder) to 30% (nicotine dependence) in men and from
5.8% (dependent personality disorder) to 35.2% (major depressive
episode) in women. In the subpopulation of individuals with a history
of suicidal ideation, PAFs were significant for 10 disorders in women
and 3 disorders in men, and ranged from 26.5% (panic disorder) to
38% (alcohol use disorder) in men and from 8.2% (drug use disorder)
to 41.7% (major depressive episode) in women (Table 1)

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 7


3.2 Artikel II (Jurnal Internasional)

Empirical and Ethical Considerations for Addressing Spirituality


Among Veterans and Other Military Populations at Risk for
Suicide
Suicide has emerged as a leading cause of death for active duty
military and veterans in the U.S. For instance, suicide deaths were
more common than combat-related deaths among military personnel in
2012 and 2013, account- ing for more than 25% of all deaths that oc-
curred among individuals with a military ser- vice background over
this period (Armed Forces Health Surveillance Center, 2014). When
considering these statistics alongside ex-panding conceptual models of
military trauma and a growing appreciation for existential/spiritual
concerns in general in this population (e.g., moral injury,
posttraumatic growth), it is not surprising that questions regarding the
prac- tical significance of addressing spirituality in suicide prevention
efforts have also increased. However, there has been a paucity of
empirical research on this topic and little discussion of ethical
challenges involved in integrating spiri-tuality into suicide prevention
efforts among military veterans and service members.

3.3 Artikel III (Jurnal Nasional)


HUBUNGAN PERAN PERAWAT SEBAGAI
PELAKSANA DALAM MENCEGAH IDE BUNUH DIRI
PADA PENDERITA GANGGUAN JIWA
Berdasarkan hasil penelitian ini, ada hubugan peran perawat
sebagai pelaksana dalam mencegah ide bunuh diri pada penderita
gangguan jiwa. . Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara peran perawat sebagai pelaksana dengan ide bunuh

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 8


diri pada penderita gangguan jiwa di RSJD Atma Husada Mahakam
Samarinda. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan
oleh Setiyani (2004) untuk mengetahui antara peran perawat sebagai
pelaksana dalam mencegah perilaku bunuh diri di RSJ Dr. Soerojo
Magelang menunjukkan bahawa terdapat hubungan antara peran
perawat dengan bunuh diri responden, sehingga disimpulkan peran
perawat untuk mencegah perilaku bunuh diri,tidak hanya cukup
dengan pendekatan kepada pasien saja tetapi melalui peran perawat
sebagai pelaksana yang aktif sangat dibiuhkan pasien ganguan jiwa.

3.4 Artikel IV (Jurnal Nasional)


ANALISA PRAKTIK KLINIK KEPERAWATAN JIWA PADA
KLIEN RESIKO BUNUH DIRI DENGAN INTERVENSI
INOVASI GUIDED IMAGERYTERHADAP GEJALA
RESIKO BUNUH DIRI DI RUANG PUNAI RSJD
ATMAHUSADA SAMARINDA TAHUN 2017

Resiko bunuh diri adalah resiko untuk mencederai diri sendiri


yang dapat mengancam kehidupan. Bunuh diri merupakan
kedaruratan psikiatri karena merupakan perilaku untuk mengakhiri
kehidupannya. Perilaku bunuh diri disebabkan karena stress yang
tinggi dan berkepanjangan dimana individu gagal dalam melakukan
mekanisme koping yang digunakan dalam mengatasi masalah (Stuart,
2006).
Salah satu penatalaksanaan utama penurunan keinginan bunuh
diri pada klien resiko bunuh diri selain farmakologi adalah
pendekatan dengan Guided Imagery. Hal ini sejalan dengan analisis
kasusJou Luis Alves dan Katharine Kolcaba (2009). Yang
mengatakan bahwaguided imagery terbukti efektif dalam

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 9


meningkatkan kenyamanan pasien dan mengurangi gejala ketika
mereka memiliki gangguan depresi. Guided Imagery sangat
berpengaruh untuk membangun rasa penerimaan diri (self
acceptance) sehingga klien tidak merasa depresi lagi dan menyesali
nasibnya. Bahkan sebaliknya klien akan mampu mengekspresikan
perasaannya kepada kehidupan dan kesehatan mental yang lebih baik.
Tingkat keinginan bunuh diri menurun setelah dilakukan pendekatan
guided imagery

3.5 Artikel V (Jurnal Nasional)


KETIDAKBERDAYAANDANPERILAKU BUNUH DIRI :
META-ANALISIS
Studi meta-analisis ini memberikan informasi bahwa
ketidakberdayaan memberikan kontribusi terhadap perilaku bunuh
diri dengan nilai korelasi yang diperoleh tergolong kategori medium.
Keterbatasan penelitian ini dapat dilihat dari variasi sampelnya yaitu
dari kelompok pasien klinis dan non-klinis sehingga disarankan
untuk melakukan pengelompokan berdasarkan karakteristik sampel
yang setara untuk mengetahui lebih mendalam karakteristik
kelompok yang memberikan kontribusi paling kuat terhadap korelasi
ketidakberdayaan dan perilaku bunuh diri. Selain itu juga, dengan
keluasan spektrum perilaku bunuh diri, disarankan untuk dapat
dibuat pengelompokan dengan melihat korelasi antara
ketidakberdayaan dengan ide-ide bunuh diri, ketidakberdayaan
dengan percobaan bunuh diri, dan ketidakberdayaan dengan tindakan
bunuh diri. Pengelompokan ini akan semakin memperjelas kontribusi
ketidakberdayaan terhadap masing-masing konstruk perilaku bunuh
diri.

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 10


Berdasarkan data empiris terlihat bahwa nilai r bergerak antara
0,2-0,67. Selain itu terdapat dua data yang menunjukkan korelasi
negatif. Namun demikian, secara umum terdapat lebih dari 80% data
yang menunjukkan korelasi 0.3 dan di atasnya. Kondisi ini
mendukung hasil analisis yang menunjukkan korelasi pada tingkat
medium atau sedang, artinya menurut Cohen (dalam Ellis, 2010)
bahwa efek ketidakberdayaan terhadap perilaku bunuh diri tidak
terlalu kuat. Meski demikian, variabel ketidakberdayaan dapat
berperan sebagai variabel mediator pada penelitian selanjutnya ketika
mengukur tentang perilaku bunuh diri. Penelitian mengenai korelasi
antara ketidakberdayaan dan bunuh diri telah dilakukan oleh Beck,
Kovacs dan Weissman (1975) dan hasilnya juga sejalan dengan
temuan dari Minkoff, Bergman, Beck dan Beck (1973) bahwa
ketidakberdayaan erat kaitannya dengan keinginan bunuh diri.
Meskipun dijelaskan bahwa ketidakberdayaan bukanlah sebagai
penyebab bunuh diri, namun ditegaskan bahwa ketidakberdayaan
adalah indikasi yang berbahaya bahkan lebih sensitif daripada depresi
sebagai tanda yang menunjukkan keseriusan dari keinginan bunuh
diri. Riset kualitatif yang dilakukan oleh Keyvanara & Hagshenas
(2011) juga menemukan bahwa ketidakberdayaan ditemukan pada
remaja yang melakukan percobaan bunuh diri. Lebih lanjut dikatakan
oleh Wenzel dan Beck (2008) menegaskan bahwa ide bunuh diri
muncul dari kombinasi kondisi ketidakberdayaan saat ini dengan bias
dalam memproses tanda-tanda yang mengacu pada bunuh diri, dan
tindakan bunuh diri muncul ketika seseorang tidak mampu lagi
mentoleransi ketidakberdayaan yang muncul dari kondisi kognitif
emosional. Studi meta-analisis ini sesungguhnya meneguhkan
temuan penelitian terdahulu, ketidakberdayaan sesungguhnya
menjadi prediktor terhadap perilaku bunuh diri. Studi ini juga telah

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 11


melihat hubungan ketidakberdayaan dengan perilaku bunuh diri
dengan variasi subjek klinis maupun non-klinis, dengan melibatkan
sampel dari studi di Negara-negara Barat dan di Negara-negara
Timur. Meskipun korelasi yang diperoleh tergolong medium, namun
sulit untuk mengabaikan variabel ketidakberdayaan ketika membahas
tentang perilaku bunuh diri.

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 12


BAB IV
PENUTUP
4.1 Simpulan
Bunuh diri adalah suatu tindakan agresif yang langsung terhadap diri
sendiri untuk mengakhiri kehidupan. Bunuh diri merupakan koping
terakhir dari individu untuk memecahkan masalah yang dihadapi.
Menurut WHO membagi bunuh diri menjadi 4 kategori sosial, yaitu :
Bunuh diri egoistic, Bunuh diri altruistic, Bunuh diri anomik , Bunuh diri
fatalistic.
Faktor Penyebab terjadinya Bunuh diri,yaitu :
1. Etiologi bunuh diri yang digolongkan atas berbagai unsur :
2.  Faktor determinan, meliputi : Kebudayaan, Jenis kelamin,Umur,
Status sosial.
3. Asuhan keperawatan pasien dengan resiko perilaku bunuh diri
Pengkajian,Diagnosa keperawatan, Perencanaan, Tindakan
keperawatan, Evaluasi.
4.2 Saran
Semoga Askep ini dapat dimanfaatkan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan jiwa resiko bunuh diri dan penulis berharap makalah ini
mendapatkan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan Askep
ini.

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 13


DAFTAR PUSTAKA

Yosep, Iyus. (2016). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika


Aditama.

Kompas. 2015. Data Statistik Kebakaran di Jakarta.


http://properti.kompas.com/read/2015/03/11/080000921/Hingga.Maret.Terja
di.177.Kasus.Kebakaran.di.Jakarta diakses tanggal 11 July 2017 jam 14.35 WIB. [

Yosep, I. (2015). Keperawatan Jiwa Edisi Refisi. Bandung: PT.Refika


Aditama.

Riyadi, Sujono dan Purwanto Teguh. 2013. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Graha Ilmu

Anonim. 2016. Pelatihan Praktik Keperawatan Jiwa Terkini

Dermawan Deden dan Rusdi. 2015. Keperawatan jiwa; Konsep dan Kerangka
Kerja Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Gosyen Publising.

Direja. 2016. Asuhan Keperawatan Jiwa. Yogyakarta: Nuha Medika

Keliat, Budi Anna. Dkk. 2015. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta:
EGC

Keliat, Budi Anna. dkk. 2016. Keperawatan kesehatan jiwa komunitas.


Jakarta: EGC

Kusumawati, farida dan Hartono Yudi. 2017. Buku Ajar Keperawatan Jiwa.
Jakarta: Salemba Medika

Ngadiran Antonius. 2017. Studi Fenomena Pengalaman Keluarga Tentang


Beban Dan Sumber Dukungan Keluarga Dengan Merawat Klien Dengan Gangguan
Halusinasi. Tesis, FIK UI. www.prouestm.com. Diakses tanggal 1 Mei 2014

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 14


Nita Fitria. 2016. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulis Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan. Jakarta: Salembara Medika

Riskesdas. 2016, Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian Kesehatan


Nasional.

Riyadi, Sujono dan Purwanto Teguh. 2017. Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Graha Ilmu

Suliswati. 2017. Konsep Dasar Keperawatan Jiwa. Jakarta: EGC

Undang-Undang Nomer 39 Tahun 2009 tentang Kesehatan


Wakhid, Abdul. 2015. Penerapan Terapi Latihan Ketrampilan Sosial Pada
Klien Isolasi Sosial dan Harga Diri Rendah, Jurnal Keperawatan Jiwa Vol 1 No 1.
Mei 2013: 34-48

Keperawatan Kesehatan Jiwa II Page 15

Anda mungkin juga menyukai