Referat Gangguan Bicara Pada Anak Yunita
Referat Gangguan Bicara Pada Anak Yunita
Pembimbing:
Dr. Deddy Ria Saputra, Sp.A
Penyusun:
Yunita Nugrahani
030.01.285
Bab I
PENDAHULUAN
Bab II
PEMBAHASAN
2.1 Perkembangan bahasa normal
2.2 Prevalensi
2.3 Etiologi
2.4 Patofisiologi
2.5 Manifestasi Klinik
2.6 Diagnosis
2.7 Penatalaksanaan
2.8 Prognosis
2.9 Pencegahan
Bab III
PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Bahasa merupakan simbolisasi dari pikiran berupa kode yang telah kita pelajari;
atau suatu sistem yang telah disepakati yang memungkinkan kita untuk
mengomunikasikan ide-ide serta mengekspresikan keinginan dan kebutuhan kita.
Membaca, menulis, gerakan tubuh, dan berbicara adalah semua bentuk dari bahasa.
Bahasa terbagi menjadi dua bagian besar, yaitu bahasa reseptif: memahami apa yang
tertulis atau apa yang dikatakan, dan bahasa ekspresif: kemampuan untuk berbicara dan
menulis.1
Kemampuan bahasa membedakan manusia dengan hewan. Orang tua dengan
antusias menunggu awal perkembangan bicara anak mereka. Bila anak tidak dapat bicara
normal, maka mereka mengira bahwa anak mereka bodoh atau mengalami retardasi.
Sering orang tua memperkirakan bahwa perkembangan bicara anak di luar normal
merupakan suatu hal yang mengkhawatirkan, sehingga orang tua membawa anak ke
dokter.2,3
Kemampuan berbahasa merupakan indikator seluruh perkembangan anak. Karena
kemampuan berbahasa sensitif terhadap keterlambatan atau kerusakan pada sistem
lainnya, sebab melibatkan kemapuan kognitif, sensori motor, psikologis, emosi, dan
lingkungan di sekitar anak. Seorang anak tidak akan mampu berbicara tanpa dukungan
dari lingkungannya. Mereka harus mendengar pembicaran yang berkaitan dengan
kehidupannya sehari-hari maupun pengetahuan tentang dunia. Mereka harus belajar
mengekspresikan dirinya, membagi pengalamannya dengan orang lain dan
mengemukakan kinginannya.2,3
Pada umumnya bila seorang anak pada umur 2 tahun belum dapat mengucapkan
kata-kata harus dicari penyebabnya. Anak disebut slow talker bila perkembangan lainnya
normal, kecuali terlambat dalam bicara dan pada anamnesis didapatkan di dalam keluarga
juga terdapat anggota keluarga lain yang terlambat bicaranya. Seorang anak rata-rata
mulai mengeluarkan kata-kata tunggal antara umur 10-12 bulan, mulai mengucapkan
kalimat pendek pada umur 18 bulan dan kalimat sempurna kira-kira pada umur 30 bulan.4
BAB II
PEMBAHASAN
Di bawah 12 bulan
Penting pada anak-anak usia ini untuk diobservasi bahwa mereka menggunakan bahasa
untuk berkomunikasi dengan lingkungan mereka. Tertawa dan mengoceh adalah fase
awal dari perkembangan berbicara. Seiring dengan pertambahan usia bayi (sekitar usia 9
bulan), mereka mulai merangkai suara-suara, menggabungkan kata-kata dengan nada
yang berbeda, dan mengucapka kata-kata seperti “mama” dan “dada” (tanpa mengetahui
makna dari kata-kata tersebut). Sebelum usia 12 bulan, anak-anak seharusnya sudah peka
terhadap suara. Bayi yang pandangannya fokus sekali tetapi tidak bereaksi terhadap
suara mungkun memiliki gangguan pada pendengarannya.
12 sampai 15 bulan
Anak pada usia ini pada normalnya harus mengoceh lebih banyak lagi dan sedikitnya
mengeluarkan satu atau lebih kata yang bermakna (tidak termasuk “mama” dan “dada”).
Kata benda biasanya muncul lebih awal seperti “baby” dan “ball”. Anak seharusnya juga
mampu untuk memahami dan menuruti satu perintah (contoh, “tolong ambilkan
mainanmu.”).
18 sampai 24 bulan
Anak sudah memiliki sekitar 20 perbendaharaan kata pada usia 18 bulan dan 50 atau
lebih kata-kata yang belum sempurna saat usia mereka mencapai 2 tahun. Ketika usia 2
tahun, anak-anak sudah belajar untuk mengombinasikan dua kata, seperti “adik nangis”
atau “ayah besar.” Seorang anak yang berusia 2 tahun harus sudah mampu untuk
melaksanakan dua buah perintah (seperti "tolong ambilkan mainanmu dan ambil
gelasmu” ).
2 sampai 3 tahun
Pada usia ini anak akan mengalami perkembangan bahasa yang pesat dan perbendaharaan
kata yang amat meningkat. Mereka sudah bisa menggabungkan tiga atau lebih kata-kata
menjadi satu kalimat. Kemampuan anak dalam memahami bahasa juga meningkat pada
usia 3 tahun. Mereka mulai memahami apa maksud dari “taruh di meja itu” atau “taruh
itu di bawah tempat tidur.” Anak juga sudah harus mulai bisa menyebutkan warna dan
memahami konsep deskriptif (contonya membedakan besar dan kecil).
2.2 Prevalensi
Gangguan bicara merupakan salah satu masalah yang sering terdapat pada anak-
anak . Menurut NCHS, berdasarkan atas laporan orang tua (di luar gangguan
pendengaran serta celah pada palatum), maka angka kejadiannya adalah 0,9 % pada anak
di bawah umur 5 tahun dan 1,94 % pada anak yang berumur 5-14 tahun. Dari hasil
evaluasi langsung terhadap anak usia sekolah, angka kejadiannya 3,8 kali lebih tinggi dari
yang berdasarkan hasil wawancara. Berdasarkan hal ini, diperkirakan gangguan bicara
dan bahasa pada anak adalah sekitar 4-5 %.2
Di AS, rasio prevalensi untuk keterlambatan bicara dan bahasa telah dilaporkan
dalam batasan yang luas. Penelitian terbaru Cochrane melaporkan prevalensi untuk
keterlambatan bicara, keterlambatan bahasa, dan kombinasi keduanya pada umur pra
sekolah dan anak umur sekolah. Untuk anak umur pra sekolah, 2 sampai 4,5 tahun, studi
yang mengevaluasi kombinasi keterlambatan bicara dan bahasa melaporkan rasio
prevalensi antara 5 % sampai 8 %, dan studi tentang keterlambatan bahasa melaporkan
rasio prevalensi antara 2,3 % sampai 19 %. Anak dengan keterlambatan bicara dan
bahasa usia pra sekolah yang tidak diterapi menunjukkan rasio variabel yang persisten
(dari 0 % sampai 100 %), dengan laporan hasil studi tersering menyatakan 40 % sampai
60 %. 6
Rata-rata keseluruhan untuk gangguan bicara dan bahasa adalah sekitar 5 % pada
anak usia sekolah. Meliputi kelainan pada suara (3%) dan gagap (1%). Insiden pada
anak-anak sekolah dasar dengan gangguan perkembangan adalah 2 % sampai 3 % ,
walaupun persentasenya menurun seiring dengan pertambahan usia.
Dari jumlah gangguan pada anak usia sekolah, 10 % sampai 20 % membutuhkan
beberapa tipe pendidikan khusus. Sekitar sepertiga murid yang tuli mengukuti sekolah
khusus. Dua pertiga mengikuti program di sekolah khusus anak-anak tuna rungu atau
mengikuti kelas di sekolah reguler. Sisanya mengikuti sekolah reguler.7
2.3 Etiologi2
2. Emosi
a. Ibu yang tertekan Terlambat pemerolehan bahasa
b. Gangguan serius pada orang tua Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
c. Gangguan serius pada anak Terlambat atau gangguan perkembangan bahasa
3. Masalah pendengaran
a. Kongenital Terlambat/gangguan bicara yang permanen
b. Didapat Terlambat/gangguan bicara yang permanen
4. Perkembangan terlambat
a. Perkembangan lambat Terlambat bicara
b. Perkembangan lambat, tetapi masih Terlambat bicara
dalam batas rata-rata
c. Retardasi mental Pasti terlambat bicara
5. Cacat bawaan
a. Palatoschizis Terlambat dan terganggu kemampuan bicaranya
b. Sindrom down Kemampuan bicaranya lebih rendah
6. Kerusakan otak
Mempengaruhi kemampuan mengisap,
a. Kelainan neuromuskular menelan,
mengunyah, dan akhirnya timbul gangguan
bicara
dan artikulasi seperti disartria
b. Kelainan sensorimotor Mempengaruhi kemampuan mengisap
dan menelan, akhirnya menimbulkan gangguan
artikulasi, seperti dispraksia
Berpengaruh pada pernafasan, makan dan
c. Palsi serebral timbul
juga masalah artikulasi yang dapat
mengakibatkan disartria dan dispraksia
d.Kelainan persepsi Kesulitan membedakan suara, mengerti bahasa,
simbolisasi, mengenal konsep, akhirnya
menimbulkan kesulitan belajar di sekolah
Perkembangan bahasa yang lambat dapat bersifat familial. Oleh karena itu harus
dicari dalam keluarga apakah ada yang mengalami keterlambatan bicara juga. Di samping
itu kelainan bicara juga lebih banyak pada anak laki-laki daripada perempuan. Hal ini
karena pada perempuan, maturasi dan perkembangan fungsi verbal hemisfer kiri lebih
baik. Sedangkan pada laki-laki perkembangan hemisfer kanan yang lebih baik, yaitu
untuk tugas yang abstrak dan memerlukan keterampilan.
Sedangkan Aram DM (1978), mengatakan bahwa gangguan bicara pada anak
dapat disebabkan oleh kelainan di bawah ini:
2. Sistem masukan/input
Adalah sistem pendengaran, penglihatan dan integritas taktil-kinestetik dari anak.
Pendengaran merupakan alat yang penting dalam perkembangan bicara. Anak dengan
otitis media kronis dengan penurunan daya pendengaran akan mengalami keterlambatan
kemampuan menerima ataupun mengungkapkan bahasa. Gangguan bicara juga terdapat
pada tuli oleh karena kelainan genetik dan metabolik (tuli primer), tuli neurosensorial
(infeksi intra uterin: sifilis, rubella, toksoplasmosis, sitomegalovirus), tuli konduksi
seperti akibat malformasi telinga luar, tuli sentral (sama sekali tidak dapat mendengar),
tuli persepsi/afasia sensorik (terjadi kegagalan integrasi arti bicara yang didengar menjadi
suatu pengertian yang menyeluruh), dan tuli psikis seperti pada skizofrenia, autisme
infantile, keadaan cemas dan reaksi psikologis lainnya.
Pola bahasa juga akan terpengaruh pada anak dengan gangguan penglihatan yang berat,
demikian pula dengan anak dengan defisit taktil-kinestetik akan terjadi gangguan
artikulasi.
4. Sistem produksi
Sistem produksi suara seperti laring, faring, hidung, struktur mulut, dan mekanisme
neuromuskular yang berpengaruh terhadap pengaturan nafas untuk berbicara, bunyi
laring, pembentukan bunyi untuk artikulasi bicara melalui aliran udara lewat laring,
faring, dan rongga mulut.
2.4 Patofisiologi8
Terdapat dua aspek untuk dapat berkomunikasi: pertama, aspek sensorik (input
bahasa), yang melibatkan telinga dan mata, dan kedua, aspek motorik (output bahasa),
yang melibatkan vokalisasi dan pengaturannya.
Urutan proses komunikasi-input bahasa dan output bahasa adalah sebagai berikut:
1. sinyal bunyi mula-mula diterima oleh area auditorik primer yang nantinya akan
menyandikan sinyal tadi dalam bentuk kata-kata
2. kata-kata lalu diinterpretasikan di area Wernicke
3. penentuan buah pikiran dan kata-kata yang akan diucapkan juga terjadi di dalam
area Wernicke
4. penjalaran sinyal-sinyal dari area Wernicke ke area Broca melalui fasikulus
arkuatus
5. aktivitas program keterampilan motorik yang terdapat di area Broca untuk
mengatur pembentukan kata
6. penjalaran sinyal yang sesuai ke korteks motorik untuk mengatur otot-otot bicara.
Apabila terjadi kelainan pada salah satu jalannya impuls ini, maka akan terjadi kelainan
bicara.
Bila ada kerusakan pada bagian area asosiasi auditorik dan area asosiasi visual
pada korteks, maka dapat menimbulkan ketidakmampuan untuk mengerti kata-kata yang
diucapkan dan kata-kata yang tertulis. Efek ini secara berturut-berturut disebut sebagai
afasia reseptif auditorik dan afasia reseptif visual atau lebih umum , tuli kata-kata dan
buta kata-kata (disebut juga disleksia).
Proses bicara melibatkan dua stadium utama aktivitas mental: (1) membentuk
buah pikiran untuk diekspresikan dan memilih kata-kata yang akan digunakan, kemudian
(2) mengatur motorik vokalisasi dan kerja yang nyata dari vokalisasi itu sendiri.
Pembentukan buah pikiran dan bahkan pemilihan kata-kata merupakan fungsi area
asosiasi sensorik otak. Sekali lagi, area Wernicke pada bagian posterior girus temporalis
superior merupakan hal yang paling penting untuk kemampuan ini. Oleh karena itu,
penderita yang mengalamai afasia Wernicke atau afasia global tak mampu
memformulasikan pikirannya untuk dikomunikasikan. Atau, bila lesinya tak begitu parah,
maka penderita masih mampu memformulasikan pikirannya namun tak mampu
menyusun kata-kata yang sesuai secara berurutan dan bersama-sama untuk
mengekspresikan pikirannya. Seringkali, penderita fasih berkata-kata namun kata-kata
yang dikeluarkan tidak beraturan.
Artikulasi
Kerja artikulasi berarti gerakan otot-otot mulut, lidah, laring, pita suara, dan sebagainya,
yang bertanggung jawab untuk intonasi, waktu, dan perubahan intensitas yang cepat dari
urutan suara. Regio fasial dan laringela korteks motorik mengaktifkan otot-otot ini, dan
serebelum, ganglia basalis, dan korteks sensorik semuanya membantu mengatur urutan
dan intensitas dari kontraksi otot, dengan mekanisme umpan balik sereberal dan fungsi
ganglia basalis. Kerusakan setiap regio ini dapat menyebabkan ketidakmampuan parsial
atau total untuk berbicara dengan jelas.
1. Anamnesis
2. Instrumen penyaring
3. Pemeriksaan fisik
Mengamati anak saat bermain dengan alat permainan yang sesuai dengan
umurnya, sangat membantu dalam mengidentifikasi gangguan tingkah laku. Idealnya
pemeriksa juga bermain dengan anak tersebut dan kemudian mengamati orang tuanya
saat bermain dengan anaknya. Tetapi ini tidak praktis dilakukan pada ruangan yang
ramai. Pengamatan anak saat bermain sendiri, selama pengambilan anamnesis dengan
orang tuanya, lebih mudah dilaksanakan. Anak yang memperlakukan mainannya sebagai
objek saja atau hanya sebagai titik pusat perhatian saja, dapat merupakan petunjuk
adanya kelainan tingkah laku.
5. Pemeriksaan laboratorium
Semua anak dengan gangguan bahasa harus dilakukan tes pendengaran. Jika anak
tidak kooperatif terhadap audiogram atau hasilnya mencurigakan, maka perlu dilakukan
pemeriksaan ”auditory brainstem responses”.
Pemeriksaaan laboratorium lainnya dimaksudkan untuk membuat diagnosis
banding. Bila terdapat gangguan pertumbuhan, mikrosefali, makrosefali, terdapat gejala-
gejala dari suatu sindrom perlu dilakukan CT-scan atau MRI, untuk mengetahui adanya
malformasi. Pada anak laki-laki dengan autisme dan perkembangan yang lambat, skrining
kromosom untuk fragil-X mungkin diperlukan. Skrining terhadap penyakit-penyakit
metabolik baru dilakukan kalau terdapat kecurigaan ke arah itu, karena pemeriksaan ini
sangat mahal.
6. Konsultasi
Pada halaman selanjutnya adalah diagram yang juga dapat digunakan untuk mendiagnosa
seorang anak dengan keterlambatan bicara.9
Pemahaman bahasa
Normal Terlambat
Tuli Gangguan
Immatur, Dispraksia dalam
perkembangan berbicara
yang tidak
sempurna,
gangguan Perkembangan
bahasa yang tidak Autisme
ekspresif sempurna,
retardasi mental
Immatur,
disartria
2.7 Penatalaksanaan
Deteksi dan penanganan dini pada problem bicara dan bahasa pada anak, akan
membantu anak dan orang tua untuk menghindari atau memperkecil kelainan pada masa
sekolah.2
Dalam diagnosa dan penanganannya diperlukan ahli yang beragam seperti dokter, ahli
terapi: ahli terapi bicara dan ahli fisioterapi, psikolog, perawat, dan pekerja sosial.9
2.8 Prognosis2
2.9 Pencegahan10
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dihindari untuk untuk mencegah
adanya masalah keterlambatan bicara pada anak - di luar adanya kelainan organik dan
bawaan pada anak.
Hal yang perlu diperhatikan:
Pengaruh televisi
Sejauh ini, terlalu banyak menonton televisi pada anak-anak usia batita
merupakan faktor yang membuat anak lebih menjadi pendengar pasif. Pada saat
menonton televisi, anak akan akan lebih sebagai pihak yang menerima tanpa harus
mencerna dan memproses informasi yang masuk. Belum lagi suguhan yang ditayangkan
berisi adegan-adegan yang seringkali tidak dimengerti oleh anak dan bahkan sebenarnya
traumatis (karena menyaksikan adegan perkelahian, kekerasan, seksual, atau pun acara
yang tidak disangka memberi kesan yang mendalam karena egosentrisme yang kuat pada
anak dan karena memampuan kognitif yang masih belum berkembang). Akibatnya,
dalam jangka waktu tertentu yang mana seharusnya otak mendapat banyak stimulasi dari
lingkungan/orang tua untuk kemudian memberikan feedback kembali, namun karena
yang lebih banyak memberikan stimulasi adalah televisi (yang tidak membutuhkan
respon apa-apa dari penontonnya), maka sel-sel otak yang mengurusi masalah bahasa dan
bicara akan terhambat perkembangannya.
Sedikitnya latihan dalam berinteraksi dengan orang lain
Pastikan bahwa anak tidak kurang mendapat kesempatan untuk berinteraksi dengan orang
lain guna melatih kemampuan komunikasi mereka.
Hal yang perlu dihindari: