Makalah Agama Hubungan Aqidah Dan Syari
Makalah Agama Hubungan Aqidah Dan Syari
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Pengasih Lagi Maha Penyayang,
karena berkat Rahmat dan Hidayah-Nya kami bisa menyusun dan menyelesaikan makalah yang
berisi tentang “Hubungan Aqidah dengan Syariah” sebagai salah satu tugas mata pelajaran
“Pendidikan Agama Islam”. Kami juga mengucapkan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan informasi yang sebagian besar di ambil dari internet.
Kami juga menyadari bahwa dalam penyususnan makalah masih terdapat banyak kekurangan
dan jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kami mengharapkan kritik serta saran yang
membangun guna menyempurnakan makalah ini dan dapat menjadi acuan dalam menyusun
makalah-makalah atau tugas-tugas selanjutnya. Kami juga memohon maaf apabila dalam
penulisan makalah ini terdapat kesalahan pengetikan dan kekeliruan sehingga membingungkan
pembaca dalam memahami maksud penulis.
BAB I
PENDAHULUAN
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan aqidah ?
2. Bagaimana kedudukan aqidah dalam Islam ?
3. apa yang dimaksud dengan Syariah ?
4. Bagaimana Hubungan akidah dengan syariah ?
C. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN
Kedua pengertian tersebut menggambarkan bahwa ciri-ciri akidah dalam Islam adalah
sebagai berikut:
1. Akidah didasarkan pada keyakinan hati, tidak menuntut yang serba rasional, sebab
ada masalah tertentu yang tidak rasional dalam akidah;
2. Akidah Islam sesuai dengan fitrah manusia sehingga pelaksanaan akidah menimbulkan
ketentraman dan ketenangan;
3. Akidah Islam diasumsikan sebagai perjanjian yang kokoh, maka dalam pelaksanaan akidah
harus penuh keyakinan tanpa disertai kebimbangan dan keraguan;
4. Akidah dalam Islam tidak hanya diyakini, lebih lanjut perlu pengucapan kalimah “thayyibah”
dan diamalkan dengan perbuatan shaleh;
5. Keyakinan dalam akidah Islam merupakan masalah yang supraempiris, maka dalil yang
dipergunakan dalam pencarian kebenaran tidak hanya didasarkan atas indra dan kemampuan
manusia, melainkan membutuhkan wahyu yang dibawa oleh para Rosul Allah.
Menurut Mahmud Syaltout, akidah ialah sisi teoritis yang harus pertama kali diimani atau
diyakini dengan keyakinan yang mantap tanpa keraguan sedikitpun. Hal tersebut dibuktikan
dengan banyaknya nash-nash al-Qur’an maupun hadits mutawatiryang secara eksplisit
menjelaskan persoalan itu, disamping adanya konsensus para ulama sejak pertama kali ajaran
Islam didakwahkan oleh Rasulullah. Dan perkara itu pula yang menjadi inti ajaran Allah kepada
para Rasul sebelumnya.
Dalam ajaran Islam, aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting. Ibarat suatu
bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang lain, seperti ibadah dan
akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya. Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah
suatu bangunan yang sangat rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk
sekedar menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh dan hancur
berantakan.
Maka, aqidah yang benar merupakan landasan (asas) bagi tegak agama (din) dan
diterimanya suatu amal.
Mengingat pentingnya kedudukan aqidah di atas, maka para Nabi dan Rasul
mendahulukan dakwah dan pengajaran Islam dari aspek aqidah, sebelum aspek yang lainnya.
Rasulullah saw berdakwah dan mengajarkan Islam pertama kali di kota Makkah dengan
menanamkan nilai-nilai aqidah atau keimanan, dalam rentang waktu yang cukup panjang, yaitu
selama kurang lebih tiga belas tahun. Dalam rentang waktu tersebut, kaum muslimin yang
merupakan minoritas di Makkah mendapatkan ujian keimanan yang sangat berat. Ujian berat itu
kemudian terbukti menjadikan keimanan mereka sangat kuat, sehingga menjadi basis atau
landasan yang kokoh bagi perjalanan perjuangan Islam selanjutnya. Sedangkan pengajaran dan
penegakan hukum-hukum syariat dilakukan di Madinah, dalam rentang waktu yang lebih
singkat, yaitu kurang lebih selama sepuluh tahun. Hal ini menjadi pelajaran bagi kita mengenai
betapa penting dan teramat pokoknya aqidah atau keimanan dalam ajaran Islam.
C. Pengertian Syari’ah
Syariat Islam adalah hukum dan aturan Islam yang mengatur seluruh sendi kehidupan
umat Muslim. Selain berisi hukum dan aturan, syariat Islam juga berisi penyelesaian masalah
seluruh kehidupan ini.
Secara umum Sayariah dapat diartikan dalam arti luas dan dalam arti sempit.
Dalam arti ini, al-syariah identik dengan din, yang berarti meliputi seluruh cabang
pengetahuan keagamaan Islam, seperti kalam, tasawuf, tafsir, hadis, fikih, usul fikih, dan
seterusnya.
Ibn Jaza al-Maliki, seorang ulama dari mazhab Maliki mengelompokkan fikih menjadi
dua, yakni: (1) ‘ibadah, dan (2) mu’amalah. Adapun cakupan mu’amalah adalah: perkawinan dan
perceraian, pidana (uqubah), yang mencakup hudud, qisas dan ta‟zir, jual beli (buyu’), bagi
hasil (qirad), gadai (alrahn), perkongsian pepohonan (al-musaqah), perkongsian pertanian
(almuzara’ah), upah dan sewa (al-ijarah), pemindahan utang (al-hiwalah), hak prioritas pemilik
lama/tetangga (al-shuf’ah), perwakilan dalam melakukan akad (al-wakalah), pinjam meminjam
(al-‘ariyah), barang titipan (alwadi’ah), al-gasb, barang temuan (luqathah), jaminan (al-
kafalah), sayembara (al-ji’alah), perseroan (syirkah wa mudlorabah), peradilan (alqadla’), wakaf
(al-waqf atau al-habs), hibah, penahanan dan pemeliharaan (al-hajr), wasiat, pembagian harta
pusaka (fara’id).
Terkait dengan susunan tertib syariat, Al Qur'an dalam surat Al Ahzab ayat 36
mengajarkan bahwa sekiranya Allah dan Rasul-Nya sudah memutuskan suatu perkara, maka
umat Islam tidak diperkenankan mengambil ketentuan lain. Oleh sebab itu, secara implisit dapat
dipahami bahwa jika terdapat suatu perkara yang Allah dan Rasul-Nya belum menetapkan
ketentuannya, maka umat Islam dapat menentukan sendiri ketetapannya itu. Pemahaman makna
ini didukung oleh ayat Al Qur'an dalam Surat Al Maidah (QS 5:101) yang menyatakan bahwa
hal-hal yang tidak dijelaskan ketentuannya sudah dimaafkan Allah.
Dengan demikian, perkara yang dihadapi umat Islam dalam menjalani hidup beribadahnya
kepada Allah SWT itu dapat disederhanakan dalam dua kategori, yaitu apa yang disebut sebagai
perkara yang termasuk dalam kategori Asas Syara' dan perkara yang masuk dalam kategori Furu'
Syara'.
Asas Syara' Yaitu perkara yang sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Qur'an atau
Al Hadits. Kedudukannya sebagai Pokok Syari'at Islam dimana Al Qur'an itu asas pertama Syara'
dan Al Hadits itu asas kedua Syara'. Sifatnya, pada dasarnya mengikat umat Islam seluruh dunia
dimanapun berada, sejak kerasulan Nabi Muhammad SAW hingga akhir zaman, kecuali dalam
keadaan darurat.
Keadaan darurat dalam istilah agama Islam diartikan sebagai suatu keadaan yang memungkinkan
umat Islam tidak mentaati Syariat Islam, ialah keadaan yang terpaksa atau dalam keadaan yang
membahayakan diri secara lahir dan batin, dan keadaan tersebut tidak diduga sebelumnya atau
tidak diinginkan sebelumnya, demikian pula dalam memanfaatkan keadaan tersebut tidak
berlebihan. Jika keadaan darurat itu berakhir maka segera kembali kepada ketentuan syariat yang
berlaku.
Furu' Syara' Yaitu perkara yang tidak ada atau tidak jelas ketentuannya dalam Al'quran
dan Al Hadist. Kedudukannya sebagai cabang Syariat Islam. Sifatnya pada dasarnya tidak
mengikat seluruh umat Islam di dunia kecuali diterima Ulil Amri setempat menerima sebagai
peraturan / perundangan yang berlaku dalam wilayah kekuasaanya.
Menurut sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dari Abdullah bin Umar
diceritakan bahwa pernah datang seorang laki-laki kepada Rasulullah SAW, yang kemudian
ternyata orang itu adalah malaikat Jibril, menanyakan tetang arti Iman (Aqidah), Islam (Syariat),
dan Ihsan (Akhlak). Dan dalam dialog antara Rasulullah SAW dengan malaikat Jibril itu,
Rasulullah SAW memberikan pengertian tentang Iman, Islam, dan Ihsan tersebut sebagai berikut
:
Rasulullah bersabda:
اس ان22 ولكن وظنوا انفسكم ان حسن الن، ان احسن الناس احسنث وان اساءوا اسأث، انا مع الناس: اليكن احدكم أمعة يقول
)ثحسنوا وان اساءوا ان ثجثنبوا اساءثهم (رواه الترذي
Artinya : “Janganlah ada di antara kamu menjadi orang yang tidak mempunyai pendirian,
ia berkata: Saya ikut bersama orang-orang. Kalau orang berbuat baik, saya juga berbuat baik; dan
kalau orang berbuat jahat, saya juga berbuat jahat. Akan tetapi teguhlah pendirianmu. Apabila
orang berbuat baik, hendaklah kamu juga berbuat baik dan kalau mereka berbuat jahat,
hendaklah kamu jauhi perbuatan jahat itu.” (HR. Turmuzi)
Dari uraian di atas dapatlah disimpulkan bahwa iman itu merupakan satu hal yang sangat
fondamental dalam Islam dan dengan sendirinya dalam kehidupan. Untuk memantapkan uraian
ini, iman laksana mesin bagi sebuah mobil yang menggerakkan segala kekuatannya untuk
berjalan. Tanpa mesin, maka mobil itu tak ubahnya seperti benda-benda mati yang lain yang
tidak bisa bergerak dan berjalan.
Kemantapan iman dapat diperoleh dengan menanamkan kalimat tauhid La Illaha illa al-
Allah (Tiada tuhan selain Allah). Tiada yang dapat menolong, memberi nikmat kecuali Allah;
dan tiada yang dapat mendatangkan bencana, musibah kecuali Allah. Pendket kata, kebahagiaan
dan kesengsaraan hanyalah dari Allah. Al-Maududi mengemukakan beberapa pengaruh kalimat
tauhid ini dalam kehidupan manusia :
1. Manusia yang percaya dengan kalimat ini tidak mungkin orang yang berpandangan sempit dan
berakal pendek.
2. Keimanan mengangkat manusia ke derajat yang paling tinggi dalam harkatnya sebagai
manusia.
3. Bersamaan dengan rasa harga diri yang tinggi, keimanan juga mengalirkan ke dalam diri
manusia rasa kesederhanaan dan kesahajaan.
4. Keimanan membuat manusia menjadi suci dan benar.
5. Orang yang beriman tidak bakal putus asa atau patah hait pada keadaan yang bagaimanapun.
6. Orang yang beriman mempunyai kemauan keras, kesabaran yang tinggi dan percaya teguh
kepada Allah SWT.
7. Keimanan membuat keberanian dalam diri manusia.
8. Keimanan terhadap kalimat La Ilaha illa al-Allah dapat mengembangkan sikap cinta damai
dan keadilan menghalau rasa cemburu, iri hati dan dengki.
9. Pengaruuh yang terpenting adalah membuat manusia menjadi taat dan patuh kepada hukum-
hukum Allah.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Kaitan antara aqidah, syariah dan akhlak ialah bagaikan sebuah pohon, terdapat akar,
batang dan daun, yang saling menyatu bila satu hilang atau rusak maka akan terjadi kehancuran
untuk pohon tersebut.
Aqidah merupakan pilar utama untuk menumbuhkan syariat dan akhlak. Tanpa aqidah,
syariat dan akhlak yang baik tidak akan terbentuk, atau pun sebaliknya. Rasulullah pernah
menjelaskan tentang pegertian ketiganya ketika Jibril datang kepadanya sebagai seorang
manusia.
Rasulullah sangat menekankan hubungan antara ketiganya. Tidak boleh dilepas satu sama
lain. Rasulullah menegaskan barang siapa meninggalkan syariah dan akhlak akan kehilangan
keimanannya, ataupun sebaliknya. Dan Rasulullah menegaskan untuk memelihara ketiganya
dalam tubuh seorang mukmin dan muslim.
B. SARAN
Kami menyarankan bahwa dalam pembahasan telah banyak dijelaskan betapa pentingnya
aqidah, syariah, dan akhlak bagi seorang mukmin dan muslim. Tanpa ketiga hal tersebut maka
seorang mukmin atau muslim akan kehilangan keimanannya. Maka dari itu kita harus benar –
benar menjaga aqidah. Kaerena aqidah merupakan pilar utama untuk menumbuhkan syariah dan
akhlak yang baik.
DAFTAR PUSTAKA