Anda di halaman 1dari 11

EKSPERIMEN FAKTORIAL

Pendahuluan

Dalam eksperimen faktorial pengaruh dua faktor (perlakuan) atau lebih diuji secara
berbarengan. Bila kelakuan satu faktor ditengarai berubah seiring dengan perubahan
faktor yang lain, kelakuan ini dapat diuji dengan perlakuan faktorial dalam suatu
rancangan percobaan yang sesuai. Bila dua faktor atau lebih (masing-masing dua level
atau lebih) diuji dalam semua kombinasi, maka perlakuan yang dihasilkan merupakan
faktorial. Jadi struktur perlakuan faktorial merupakan suatu pengaturan perlakuan di
mana setiap level dari setiap faktor (perlakuan) dikombinasikan dengan semua level dari
setiap faktor (perlakuan) yang lain. Dengan kata lain jumlah kombinasi perlakuan
merupakan hasil perkalian antara jumlah level pada masing-masing perlakuan. Sebagai
contoh, faktor mungkin berupa perlakuan pemupukan dengan 2 level, dan faktor lain
berupa jenis tanah, juga dengan 2 level. Dengan demikian kombinasi perlakuan menjadi 2
x 2 = 4.

Contoh eksperimen faktorial yang lain:


 3 klon jati dengan 4 dosis pupuk P (12 kombinasi perlakuan)
 Kombinasi 3 dosis pupuk N (Urea) dengan 3 dosis pupuk P (9 kombinasi perlakuan)
 5 spesies Acacia dengan 4 jarak tanam (20 kombinasi perlakuan).

Istilah faktorial menjelaskan cara bagaimana perlakuan dibentuk dan sama sekali tidak
menunjukkan rancangan (desain) untuk menentukan tata letak (lay out) dari eksperimen.
Istilah level menunjukkan adanya beberapa perlakuan dalam suatu faktor. Pada contoh
eksperimen faktorial klon jati dengan dosis pemupukan di atas, klon jati memiliki 3 level
perlakuan (misal Klon A, Klon B dan Klon C, sedangkan dosis pupuk P memilili 4 level
(misal 0, 50, 100 and 150 P g/pohon)

Bila terdapat 5 spesies Acacia dan 3 jarak tanam, maka percobaan dinamakan 5 x 3
faktorial. Jumlah perlakuan meningkat tajam sejalan dengan meningkatnya jumlah faktor
dan jumlah level dari setiap faktor. Untuk suatu eksperimen faktorial yang melibatkan 5
klon, 4 jarak tanam, dan 3 cara pengendalian gulma, jumlah perlakuan total menjadi 5 x 4
x 3 = 60. Bila unit eksperimen (plot) berukuran 0,1 ha maka setiap ulangan akan
memerlukan areal seluas 6 ha, suatu ukuran yang sangat luas, untuk mendapatkan kondisi
lingkungan yang homogen pada lahan seluas 6 ha akan sangat sulit. Bila eksperimen
tersebut memiliki 4 ulangan, maka areal yang diperlukan seluas 24 ha.

Dengan demikian penggunaan eksperimen faktorial tanpa mempertimbangan masak-


masak harus dihindarkan karena ukuran eksperimen yang besar, rumit dan biaya yang
besar. Jadi, jumlah faktor dan level untuk suatu eksperimen dibatasi oleh masalah praktis,
seperti biaya, tersedianya material dan lahan dsb. Tetapi harus pula diingat bahwa
semakin banyak faktor yang terlibat, intepretasi hasil juga menjadi lebih sulit.

1
Interaksi

Manfaat terbesar dari eksperimen faktorial adalah mendapatkan informasi mengenai


interaksi di antara faktor (perlakuan). Kadang-kadang faktor (perlakuan) bertindak secara
independen (tak bergantung) satu sama lain. Yang dimaksudkan dengan independen
adalah bahwa perubahan level dari satu faktor menghasilkan efek yang sama pada semua
level dari faktor yang lain. Sebagai contoh, efek spesies adalah sama untuk semua dosis
pupuk N bila spesies dan dosis pupuk N independen satu sama lain. Tetapi, seringkali
efek dua atau lebih faktor tidak independen satu sama lain. Sebagai contoh pemupukan
mungkin lebih efektif pada perlakuan dengan aplikasi herbisida; efek pupuk tidak
independen terhadap efek herbisida. Contoh yang lain, efek pupuk P tergantung
(dependen) pada pemberian pupuk N. Efek diferensial dari satu faktor pada faktor yang
lain dinamakan interaksi. Adanya interaksi memperluas kesimpulan dari eksperimen.
Dengan demikian kisaran kesimpulan menjadi lebih luas, suatu karateristik yang
diinginkan dari eksperimen yang baik.

Gambar 1 berikut memberikan ilustrasi apa yang dimaksud dengan interaksi:

12

10

8
Tinggi (m)

4 Spesies A
2 Spesies B

0
25 50
Dosis N (g/phn)

a) Tidak ada interaksi antara spesies dan dosis N

12
16 10
14
8
Tinggi (m)

12
Tinggi (m)

10 6
8
4 Spesies A
6
Spesies A
4 2 Spesies B
Spesies B
2
0
0
25 50 25 50
Dosis N (g/phn) Dosis N (g/phn)

b) Interaksi dalam besaran respons c) Interaksi dalam arah respons

2
Pada Gambar 1a, pemberian pupuk N dengan dosis 25 g/ph pada Spesies A menghasilkan
pertumbuhan tinggi 6 m, sedangkan pada Spesies B menghasilkan pertumbuhan tinggi 4
m; ada selisih pertumbuhan tinggi sebesar 2 m. Pemberian pupuk N dengan dosis 50 g/ph
pada Spesies A menghasilkan pertumbuhan tinggi 10 m, sedangkan pada Spesies B
menghasilkan pertumbuhan tinggi 8 m; selisih pertumbuhan tinggi antara Spesies A dan B
pada dosis 50 g/ph juga sebesar 2 m. Karena tidak ada efek diferensial dari spesies
terhadap perubahan dosis N, maka dikatakan efek spesies tidak tergantung pada dosis N;
jadi tidak ada interaksi antara spesies dan dosis N.

Pada Gambar 1 b, pemberian pupuk N dengan dosis 25 g/ph pada Spesies A


menghasilkan pertumbuhan tinggi 6 m, sedangkan pada Speises B menghasilkan
pertumbuhan tinggi 4 m; ada selisih pertumbuhan tinggi sebesar 2 m. Pemberian pupuk N
dengan dosis 50 g/ph pada Spesies A menghasilkan pertumbuhan tinggi 14 m, sedangkan
pada Speises B menghasilkan pertumbuhan tinggi 8 m; selisih pertumbuhan tinggi antara
Spesies A dan B pada dosis 50 g/ph juga sebesar 6 m. Terdapat efek diferensial (sebesar 4
m) dari spesies terhadap perubahan dosis N, maka dikatakan efek spesies bergantung pada
dosis N; jadi ada interaksi antara spesies dan dosis N.

Pada Gambar 1 c, pemberian pupuk N dengan dosis 25 g/ph pada Spesies A


menghasilkan pertumbuhan tinggi 10 m, sedangkan pada Speises B menghasilkan
pertumbuhan tinggi 4 m; ada selisih pertumbuhan tinggi sebesar 6 m. Pemberian pupuk N
dengan dosis 50 g/ph pada Spesies A menghasilkan pertumbuhan tinggi 6 m, sedangkan
pada Speises B menghasilkan pertumbuhan tinggi 8 m; selisih pertumbuhan tinggi antara
Spesies A dan B pada dosis 50 g/ph sebesar 2 m. Terdapat efek diferensial (sebesar 4 m)
dari spesies terhadap perubahan dosis N, maka dikatakan efek spesies bergantung pada
dosis N; jadi ada interaksi antara spesies dan dosis N. Tetapi, pada kasus ini interaksi juga
menyebabkan adanya perubahan ranking.

Sebelum menjelaskan mengenai strategi analisis faktorial, berikut akan diberikan ilustrasi
ide umum tentang strategi analisis menggunakan 2 x 2 faktorial, di mana pengaruh pupuk
nitrogen (N) pada pertumbuhan tinggi Eucalyptus dikaji pada dua cara penyiapan lahan
(manual dan mekanis). Pada eksperimen ini satu pertanyaan yang muncul adalah apakah
pemupukan akan menghasilkan pertumbuhan tinggi yang berbeda, tergantung pada
apakah lahan dipersiapkan secara manual atau mekanis.

Pembandingan tersebut di atas seperti telah dijelaskan di muka merupakan interaksi, atau
dapat pula dikemukakan sebagai berikut: Apakah perbedaan pertumbuhan tinggi antara
pohon-pohon yang dipupuk dan tidak dipupuk sama pada lahan yang dipersiapkan secara
manual dan mekanis? Bila pengaruh pemupukan tergantung pada persiapan lahan, maka
interaksi menjadi penting. Pembandingan yang menarik mungkin mencakup perbedaan
antara:
(1) dipupuk dan tidak dipupuk pada persiapan lahan manual;
(2) dipupuk dan tidak dipupuk pada persiapan lahan mekanis;
(3) persiapan lahan manual dan mekanis pada perlakuan pemupukan;
(4) persiapan lahan manual dan mekanis pada perlakuan tidak dipupuk.

Pembandingan di atas dinamakan efek sederhana (simple effect). Efek sederhana


pemupukan adalah perbedaan antara perlakuan dipupuk dan tidak dipupuk pada lahan
yang dipersiapkan secara manual atau mekanis, sedangkan efek sederhana penyiapan

3
lahan adalah perbedaan antara persiapaan lahan manual dan mekanis dengan perlakuan
dipupuk atau tidak dipupuk.

Secara umum, bila interaksi tidak ada, efek sederhana untuk suatu faktor perlakuan secara
statistik adalah sama (tidak berbeda nyata). Sebagai contoh, bila interaksi tidak penting,
perbedaan antara pertumbuhan pohon-pohon yang dipupuk dan tidak dipupuk adalah
sama, baik di persiapan lahan manual maupun mekanis. Perbedaan antara perlakuan
pemupukan kemudian direratakan pada kedua macam persiapan lahan. Pembandingan
perlakuan semacam ini dinamakan efek utama (main effect). Demikian juga efek utama
dari faktor persiapan lahan merupakan perbedaan pertumbuhan tinggi antara persiapan
lahan manual dan persiapan lahan mekanis yang direratakan pada kedua macam
pemupukan. Efek utama ini mengevaluasi apakah pertumbuhan pada persiapan lahan
manual berbeda dengan persiapan lahan mekanis. Perlu dicatat di sini efek utama ini
memberikan ringkasan yang berharga dari perlakuan persiapan lahan bila perbedaan
antara persiapan lahan setara, baik dipupuk maupun tidak dipupuk (tidak ada interaksi
antara persiapan lahan dan pemupukan).

Struktur perlakuan faktorial dapat digunakan dalam kombinasi dengan berbagai rancangan
percobaan, seperti rancangan acak lengkap, rancangan acak berblok, split plot dsb.

Keuntungan
Ada beberapa keuntungan eksperimen faktorial. Bila faktor independen satu sama lain
(tidak ada interaksi), maka ada dua keuntungan pokok:
 Semua efek sederhana dari suatu faktor adalah sama pada efek utama. Dengan
demikian hanya diperlukan efek utama untuk menjelaskan tindak (efek) dari suatu
faktor.
 Replikasi tersebunyi: Setiap efek utama ditaksir dengan presisi yang sama seperti bila
seluruh eksperimen diperuntukkan pada faktor itu secara tersendiri. Pada contoh
percobaan pemupukan, sebagai ilustrasi, separuh perlakuan diaplikasikan pada
persiapan lahan manual dan separuhnya lagi pada persiapan lahan mekanis. Untuk
4
eksperimen dua faktor tunggal bila masing-masing dilakukan percobaan secara
terpisah akan memerlukan dua kali lipat jumlah unit eksperimen (replikasi) untuk
mendapatkan presisi yang sama dengan fakorial.

Bila terdapat interaksi, eksperimen faktorial memberikan perangkat faktor kombinasi


yang sistematis untuk menaksir semua interaksi, masing-masing dengan presisi yang
sama.

Kelemahan
Eksperimen faktorial memiliki dua kelemahan:
 Bila jumlah faktor meningkat maka ukuran eksperimen menjadi sangat besar.
Misalnya, eksperimen dengan 8 faktor masing-masing memiliki 2 level, akan terdapat
256 kombinasi penuh. Ekseprimen semacam ini di samping sangat mahal, juga akan
sangat sulit mendapatkan keseragaman lingkungan (blok).
 Faktorial yang besar mungkin sulit untuk diintepretasi, terutama bila terdapat
interaksi.

Penggunaan
 Eksperimen faktorial terutama penting dalam penelitian yang bersifat eksploratori di
mana kita sangat sedikit mengetahui level optimum dari faktor yang akan diuji atau
faktor mana yang lebih penting.
 Mengetahui hubungan antara beberapa faktor, terutama untuk menentukan adanya dan
besarnya interaksi. Misalnya kita mendapatkan spesies, varietas, klon baru yang
menjanjikan, tetapi tidak banyak mengetahui tentang jarak tanam atau dosis pupuk
yang optimal. Bila satu faktor yang diuji hanya jarak tanam atau dosis pupuk saja,
maka jarak tanam atau dosis pupuk yang terbaik untuk suatu spesies belum tentu
terbaik pula untuk spesies yang lain. Bila informasi telah tersedia cukup, pendekatan
yang terbaik adalah hanya mebandingkan jumlah kombinasi yang terbatas, baik faktor
maupun levelnya

Strategi Untuk Analisis Eksperimen Faktorial

Langkah 1
Pentingnya interaksi pertama-tama dievaluasi. Evaluasi interaksi mungkin didasarkan
pada kontras satu derajad bebas. Untuk eksperimen dengan banyak faktor atau banyak
level dari beberapa faktor, maka alternatif praktis untuk mengetahui interaksi adalah
dengan Uji –F pada Analisis Varians. Efek utama tidak dievaluasi dalam langkah ini.

Langkah 2
1. Bila interaksi tidak ada (tak signifikan) maka hanya pembandingan efek utama yang
dipresentasikan karena kontras (perbedaan) antara level dari satu faktor perlakuan
adalah sama untuk semua level dari faktor perlakuan yang lain, yaitu semua efek
sederhana adalah sama.

5
2. Bila interkasi ada (signifikan) atau penting, maka analisis lebih lanjut diperlukan
dengan mengevaluasi efek sederhana.

Contoh Analisis
Suatu eksperimen dilakukan untuk mengetahui pengaruh dosis pupuk fospor (P) pada
klon jati yang berbeda. Diperkirakan klon akan memberikan respons yang berbeda
tergantung apakah tanaman dipupuk atau tidak. Level dari setiap faktor adalah sbb:

Klon (K) dengan 2 level :


K1
K2

Pupuk fospor (P) dengan 3 level:


P0 = 0 g P/pohon (kontrol)
P50 = 50 g P /pohon
P100 = 100 g P/pohon

Dengan demikian eksperimen ini memiliki 6 kombinasi sebagai berikut:

No. perlakuan Kombinasi


perlakuan
1 K1P0
2 K1P50
3 K1P150
4 K2P0
5 K2P50
6 K2P150

Tata letak plot dan rerata hasil pengukuran tinggi pohon (m) pada setiap plot adalah sbb.:
BLOK
I II III IV
K2P50 K1P0 K1P50 K1P100
(8,3) (13,6) (17,6) (18,9)
K2P0 K1P100 K1P0 K2P50
(11,0) (17,6) (14,3) (12,8)
K1P0 K2P100 K2P0 K2P100
(11,5) (16,7) (12,1) (17,5)
K2P100 K2P50 K1P100 K2P0
(15,7) (10,5) (18,2) (12,6)
K1P100 K1P50 K2P100 K1P50
(18,2) (17,6) (16,6) (18,2)
K1P50 K2P0 K2P50 K1P0
(17,1) (11,2) (9,1) (14,5)
Catatan: angka dalam kurung merupakan rerata tinggi pada masing-masing plot

6
Analisis varians pengaruh pupuk P pada tinggi klon Eucalyptus umur 2,5 tahun

Dependent Variable: tinggi

Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 8 236.0933333 29.5116667 51.56 <.0001


Error 15 8.5862500 0.5724167

Corrected Total 23 244.6795833

R-Square Coeff Var Root MSE tinggi Mean

0.964908 5.165853 0.756582 14.64583

Source DF Anova SS Mean Square F Value Pr > F

blok 3 13.52125000 4.50708333 7.87 0.0022


klon 1 78.12041667 78.12041667 136.47 <.0001
p 2 99.57583333 49.78791667 86.98 <.0001
klon*p 2 44.87583333 22.43791667 39.20 <.0001

Dari analisis varians tersebut terlihat bahwa interaksi antara klon dan pupuk fosfor sangat
signifikan, yang berarti klon yang berbeda memberikan respons pertumbuhan tinggi yang
berbeda pula, tergantung pada dosis pupuk fosfor. Secara ringkas efek ini dapat dilihat
pada tabel di bawah ini. Untuk lebih mudah memahaminya maka respons klon pada
beberapa dosis pupuk ini dipresentasikan dalam bentuk gambar (Gb.1).

Rerata tinggi (m) klon jati pada pemupukan P yang berbeda


Klon Dosis P (g P/pohon)
0 50 100
Klon 1 13,48 17,65 18,23
Klon 2 11,73 10,18 16,63

20
18
16
14
Tinggi (m)

12
10 Klon-1
8
Klon-2
6
4
2
0
0 50 100
Dosis P (g/pohon)

Gambar 1. Efek dosis P (g/pohon) pada pertumbuhan tinggi klon Eucalyptus

7
Dapat dilihat pada Gb. 1 bahwa Klon 1 tumbuh lebih baik dibandingkan dengan Klon 2
pada setiap level fosfor, tetapi respons terhadap peningkatan dosis fosfor berbeda dari
kedua klon tersebut. Klon 1 menunjukkan peningkatan pertumbuhan tinggi pada
penambahan dosis pupuk dari 0 ke 50 g/pohon, sementara itu Klon 2 menunjukkan tidak
adanya pertambahan tinggi pada peningkatan dosis sampai 50 g/pohon. Sebaliknya pada
peningkatan dosis fosfor dari 50 ke 100 g/pohon Klon 2 menunjukkan peningkatan
pertumbuhan tinggi, sedangkan Klon tidak menambah pertumbuhan tinggi.

Seandainya hasil dari analisis varians tersebut menunjukkan interaksi antara klon dan
pupuk P tidak signifikan, maka yang dipresentasikan adalah masing-masing efek
utamanya saja secara terpisah (tidak bersamaan seperti pada Gambar 1), yang dalam hal
ini adalah efek klon dan efek forfor sbb:.

 Rerata klon 1 adalah 16,4 m dan rerata klon 2 adalah 12,8 m.


 Efek fosfor dapat dilihat pada Gambar 2 berikut:

20
18
16
14
Tinggi (m)

12
10
8
6
4
2
0
0 50 100
Dosis P (g/pohon)

Gambar 2. Pengaruh dosis fosfor pada tinggi Eucalyptus

Eksperimen faktorial tanpa replikasi


Dalam kondisi tertentu eksperimen faktorial dilakukan tanpa adanya replikasi karena
suatu alasan, misalnya memerlukan biaya yang mahal, keterbatasan sumberdaya dsb. Data
dari eksperimen faktorial (paling tidak melibatkan 2 faktor) tanpa replikasi masih dapat
dianalisis meskipun tidak dapat mengestimasi eror eksperimen dengan baik. Sebagai
contoh suatu eksperimen melibatkan 2 faktor (perlakuan) A dan B, estimasi sumber
variasi adalah sbb:
a) Variasi total eksperimen (kombinasi efek faktor A, faktor B, AxB and eror)
b) Efek faktor A +eror
c) Efek faktor B +eror
Oleh karena hanya terdapat satu replikasi dalam setiap kombinasi perlakuan, maka tidak
ada cara untuk mengestimasi eror secara terpisah. Dengan demikian tidak seperti pada 2
faktor dengan replikasi, analisis variansnya tidak mungkin menghitung jumlah kuadrat
untuk efek interaksi (A x B), yang lazimnya dengan mengurangkan jumlah kuadrat untuk

8
faktor A, Faktor B dan eror dari jumlah kuadrat total. Namun demikian, dengan
mengurangkan jumlah kuadrat faktor A dan faktor B dari jumlah kuadrat total, akan
diperoleh jumlah kuadrat sisa dari eksperimen. Jumlah kuadrat sisa ini yang kemudian
dipergunakan untuk mengestimasi jumlah kuadrat eror, yang bila dibagi dengan derajad
bebas yang tersisa untuk mendapatkan estimasi kuadrat rerata eror. Bila terdapat interaksi,
kuadrat rerata eror akan mengalami inflasi (kebesaran), tetapi hal ini tak terhindarkan dan
tak terdeteksi pada analisis varians eksperimen faktorial tanpa replikasi.
Sebagai contoh analisis varians pada ekperimen faktorial dengan perlakuan klon dan
pupuk P di atas hanya dianalisis pada replikasi (blok) satu, yang berarti tanpa replikasi.
Hasilnya adalah sbb:

The GLM Procedure

Class Level Information


Class Levels Values
blok 1 1
klon 2 k1 k2
p 3 p1 p2 p3

Dependent Variable: tinggi


Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F

Model 5 77.07333333 15.41466667 . .


Error 0 0.00000000 .
Corrected Total 5 77.07333333
R-Square Coeff Var Root MSE tinggi Mean
1.000000 . . 13.63333
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

klon 1 23.20666667 23.20666667 . .


p 2 35.10333333 17.55166667 . .
klon*p 2 18.76333333 9.38166667 . .

Tests of Hypotheses Using the Type III MS for klon*p as an Error Term

Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F

klon 1 23.20666667 23.20666667 2.47 0.2564


p 2 35.10333333 17.55166667 1.87 0.3483

Eksperimen bersarang
Kadang pada suatu eksperimen suatu perlakuan (faktor) bersarang (nested) di dalam
perlakuan yang lain. Eksperimen seperti ini sering dijumpai pada penelitian yang
berkaitan dengan genetik, pemuliaan pohon dan pemantauan lingkungan. Misalnya suatu
eksperimen menguji beberapa provenans spesies baru, dan pada setiap perovenans
terdapat beberapa famili (pohon induk). Dalam hal ini famili bersarang pada provenans.

1 Provenans 2

Famili 1 2 3 4 5 6

9
Meskipun nampak seperti eksperimen faktorial dengan 2 faktor: provenans dan famili;
tiga famili di provenans 1 akan berbeda (secara fisik dan genetik) dengan 3 famili di
provenans 2. Dalam eksperimen ini efek interaksi antara provenans dan famili tidak
mungkin dapat dievaluasi karena famili di provenans 1 tidak akan sama dengan famili di
provenans 2. Berikut disampaikan contoh analisisnya.

Data diameter batang (cm) dari eksperimen bersarang (nested)


Rep Provenans 1 Provenans 2
Famili 1 Famili 2 Famili 3 Famili 4 Famili 5 Famili 6
1 5.03 4.64 5.10 5.05 5.46 4.90
2 5.10 4.73 5.15 4.96 5.15 4.95
3 5.25 4.82 5.20 5.12 5.18 4.86
4 4.98 4.95 5.08 5.12 5.18 4.86
5 5.05 5.06 5.14 5.05 5.11 5.07

The GLM Procedure


Class Level Information

Class Levels Values


rep 5 12345
prov 3 123
fam 6 123456
Number of observations 30
Dependent Variable: diameter
Sum of
Source DF Squares Mean Square F Value Pr > F
Model 10 0.51227600 0.05122760 3.89 0.0053
Error 19 0.25019067 0.01316793
Corrected Total 29 0.76246667
R-Square Coeff Var Root MSE diameter Mean
0.671867 2.275313 0.114752 5.043333
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
rep 4 0.01480433 0.00370108 0.28 0.8866
prov 2 0.01111705 0.00555853 0.42 0.6617
fam(prov) 4 0.46915378 0.11728844 8.91 0.0003
Tests of Hypotheses Using the Type III MS for fam(prov) as an Error Term
Source DF Type III SS Mean Square F Value Pr > F
prov 2 0.01111705 0.00555853 0.05 0.9542

Hasil analisis tersebut menujukkan bahwa perbedaan di antara provenans tidak signifikan
(p=0,954), sedangkan perbedaan di antara famili di dalam provenans signifikan
(p=0,0003).
Perhatikan terma eror (eror term) untuk provenans adalah fam(prov), sedangkan terma
eror untuk fam adalah error. Dengan demikian F-hitung untuk prov adalah Means Square
prov/Means Square fam(prov), sedangkan F-hitung untuk fam adalah Means Square
fam/Means Square Error.

10
Eksperimen lebih dari 2 faktor
Eksperimen mungkin memiliki perlakuan lebih dari 2 faktor, yang setiap faktornya
memiliki lebih dari 1 level. Misalnya, eksperimen mencoba untuk mengetahui kombinasi
dari metode persiapan lahan (mekanis dan khemis), klon (klon A, B dan C), serta dosis
pupuk P (0, 50 dan 100 g/pohon). Eksperimen ingin mengetahui efek dari setiap
perlakuan dan kombinasinya. Tabel analisis varians dari eksperimen ini adalah sebagai
berikut:

Anova
Sumver variasi db Juml. Kuadrat Rerata Kuadrat F-hitung
Blok
Persiapan lahan (PL)
Klon (K)
Dosis P (DP)
PL x K
PL x DP
K x DP
PL x K x DP
Eror

Interaksi tingkat tinggi (high order) yang melibatkan lebih dari 2 faktor seperti PL x K x
DP sering kali sulit untuk diintepretasi, terutama intepretasi yang secara biologis
bermakna (biologicaly meaningful).

11

Anda mungkin juga menyukai