Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik (Silvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, 1995). Misalnya fraktur
ramus pubis karena kecelakaan lalu lintas. Hal ini yang penulis temukan
dalam Praktek Kerja Lapanngan I di RS Mardi Rahayu Kudus, dan
pemeriksaannya dijadikan sebagai laporan kasus.
Untuk menentukan adanya fraktur dapat dilakukan pemeriksaan sinar-x
yang diambil dari beberapa bidang pandangan, biasanya dari bidang
anteroposterior (AP) dan lateral (Bloch, Bernard, 1986). Tetapi dalam
pemeriksaan pelvis hanya dilakukan dengan proyeksi AP dan belum pernah
dilakukan proyeksi tambahan, misalkan dalam buku Bontrager, 2001 untuk
proyeksi tambahan disebutkan proyeksi AP Axial “Outlet” dan AP axial
“Inlet”. Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik untuk membuat laporan
dengan judul “Teknik Pemeriksaan Pelvis pada Kasus Fraktur Ramus Pubis di
RS. Mardi Rahayu Kudus”.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan Masalah laporan ini adalah:
1. Bagaimana mengetahuoi teknik pemeruksaan pelvis pada kasus fraktur
ramus pubis di Instalsi Radiologi RS. Mardi Rahayu Kudus ?
2. Apakah radiograf yang dihasilkan telah cukup memberikan informasi
yang diharapkan ?
3. Apakah alasan tidak dilakukannya proyeksi tambahan, dan diantara
proyeksi AP Axial “Outlet” dan “Inlet”, proyeksi apakah yang akan
mendukung dalam pembacaan radiograf ?

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan laporan ini adalah :
1. Untuk mengetahui anatomi dan fisiologi dari pelvis.
2. Untuk mengetahui teknik pemeriksaan pelvis pada kasus fraktur ramus
pubis di Instalasi Radiologi RS. Mardi Rahayu Kudus.
3. Mengetahui proyeksi tambahan yang mendukung dalam menegakkan
diagnosa.
4. Memenuhi tugas Praktek Kerja Lapangan I.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Menambah Pengetahuan dan wawasan bagi penulis, pembaca, serta
civitas akademika tentang pemeriksaan pelvis.
2. Memberikan masukan kepada pihak rumah sakit khususnya pada bagian
Instalasi Radiologi dalam meningkatkan mutu, pelayanan, dan hasil
radiograf khususnya pada pemeriksaan pelvis.

1.5 Metode Penulisan


Sumber data yang digunakan adalah :
1. Pengamatan langsung terhadap jalannya pemeriksaan.
2. Wawancara dengan radiographer.
3. Studi pustaka.

1.6 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan laporan adalah sebagai berikut :
BAB I PENDAHULUAN
Berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan,
manfaat penulisan, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN TEORI


Berisi tentang anatomi dan fisiologi, jenis fraktur, persiapan alat
dan bahan dan teknik pemeriksaan.
BAB III PAPARAN KASUS DAN PEMBAHASAN
Berisi tentang ilustrasi kasus, produser pemeriksaan, hasil
radiograf dan pembahasan.
BAB IV PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1. Anatomi dan Fisiologi


2.1.1. Pelvis
Tulang-tulang pelvis merupakan tulang-tulang besar yang tidak
beraturan menyatu dengan tulang sacrum dan tulang koksigis, dibentuk
oleh empat tulang, yaitu; dua tulang kokse (tulang innominata) tulang
sacrum dan tulang koksigis. Pelvis berfungsi sebagai dasar (base) dari
rangka batang tubuh dan menghubungkan kolumna vertabralis dengan
ekstremitas bawah. Tulang kokse merupakan anggota ekstremitas
bawah, sedangkan tulang sacrum dan kokigis merupakan anggota
tulang vertebra (Bontrager, 2001).

Gambar tulang pelvis

1. Tulang kokse
masing-masing tulang kokse mempunyai tiga bagian, yaitu;
tulang ilium, tulang iskhium dan tulang pubis. Ketiga bagian tulang
ini pada orang dewasa manyatu di asetabulum, yang merupakan
suatu mangkok setengah bola yang dalam, bagianm luarnya
manghadap ke lateral dan sedikit ke arah inferior dan anterior.
Asetabulum merupakan mangkok sendi antara tulang kokse dan
kaput femur membentuk sendi hip (Bajpai, 1991).

Tulang ilium terletak paling superior dari tulang kokse,


terdiri dari korpus dan alae. Korpus ilium terletak inferior dekat
asetabulum dan membentuk 2/5 bagian asetabulum. Bagian alae tipis
dan melebar di bagian superior. Batas atas dari alae terdapat krista
iliaka yang memanjang dari spina iliaka anterior superior (SIAS)
sampai spina iliaka posterior superior (SIPS). Dibawah spina iliaka
anterior superior terdapat spina iliaka anterior inferior (SIAI), begitu
juga di bawah spina iliaka posterior superior terdapat spina iliaka
posterior inferior (SIPI) (Bontrager, 2001).
Tulang iskhium merupakan bagian inferior dan posterior
dari tulang kokse dan menyusun 2/5 bagian dari asetabulum,
mempunyai dua bagian yaitu korpus dan ramus. Korpus mempunyai
dua ujung atas dan bawah, ujung atas pada asetabulum bersatu
dengan tulang ilium dan sebelah anteriornya dengan tulang pubis.
Sedangkan ujung bawahnya menjadi ramus. Di posterior ramus dan
inferior korpus terdapat bagian tulang yang menonjol dinamakan
tuberositas iskhiadikus (Bajpai, 1991). Posterior dari asetabulum
terdapat tonjolan yang tajam disebut spina iskhiadikus. Tepat diatas
spina iskhiadikus terdapat lekukan tulang yang dalam disebut
insisura iskhiadika mayor dan bagian bawahnya terdapat lekukan
yang dangkal disebut insisura iskhiadika minor (Bontrager, 2001).
Tulang pubis merupakan bagian anterior dan inferior dari
tulang kokse, mempunyai tiga bagian; korpus, ramus superior dan
inferior (Bajpai, 1991). Korpus terletak di anterior dan inferior dari
asetabulum dam membentuk 1/5 bagian asetabulum. Ramus superior
terletak anterior dan medial dari korpus. Ramus superior dari kedua
tulang pubis bersendi di garis tengah dinamakan simpisis pubis.
Ramus inferior terletak inferior dan posterior dari simpisis pubis
untuk kemudian bersendi dengan ramus iskhium. Di pertengahan
tulang pubis dan tulang iskhium terdapat lubang yang dibentuk
ramus dan korpus dari tulang iskhium dan tulang pubis yang disebut
foramen obturatorium (Bontrager, 2001).
2. Tulang sacrum
dibentuk oleh persatuan lima buah vertebra sakralis,
merupakan tulang yang besar dan berbentuk segitiga serta terletak di
antara dua buah tulang kokse yang miring oblique ke belakang.
Pinggir yang menonjol ke anterior dari korpus dinamakan
promontorium sakralis. Alae dari sacrum bersendi dengan tulang
ilium menbentuk sendi sakroiliaka (Bajpai, 1991). Pada garis tengah
tulang sacrum terdapat tuberkulum sakralis yang berasal dari
prosesus spinosus dengan dihubungkan dengan suatu rigi (Bajpai,
1991). Di samping kanan kirinya terdapat lima buah lubang yang
kecil dinamakan foramen sakralis (Syaifuddin, 1996).
3. Tulang Koksigis
merupakan tulang yang dibentuk oleh persatuan tiga sampai
lima vertebra koksigis dan berbentuk segitiga. Terletak inferior dari
tulang sacrum dan bersendi dengan tulang sacrum melalui
perantaraan diskus intervertebralis yang tipis (Bajpai, 1991).

2.1.2. Femur Proksimal


Femur proksimal terdiri dari empat bagian penting; kaput,
kollum, trokanter mayor dan minor. Kaput femur berbentuk bulat dan
halus untuk membentuk persendian dengan tulang kokse di
asetabulum. Kollum femur menghubungkan kaput dengan korpus.
Trokanter mayor merupakan tonjolan tulang yang bulat dan terletak
superior dan lateral dari korpus femur. Sedangkan trokanter minor
tonjolannya lebih kecil dan terletak medial dan superior dari
pertemuan kollum dan korpus femur (Bontrager, 2001).

2.2. Fraktur pada Tulang Pubis


Fraktur adalah patah tulang yang biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik. Untuk menentukan jenis fraktur pada ramus pubis, penulis
menggunakan beberapa istilah fraktur menurut Silvia A. Price dan Lorraine
M. Wilson, 1995:
1. Sudut patah
Fraktur transversal adalah fraktur yang garis patahnya tegak
lurus terhadap sumbu panjang tulang.
Fraktur oblik adalah fraktur yang garis patahnya membentuk
sudut terhadap tulang.
2. Fraktur multiple pada satu tulang
Fraktur segmental adalah dua fraktur berdekatan pada satu
tulang yang menyebabkan terpisahnya segmen sentral dari suplai
darahnya.
Comminuted fraktur adalah serpihan-serpihan atau terputusnya
keutuhan jaringan dimana terdapat lebih dari duafragmen tulang.
3. Fraktur avulsi
Fraktur avulsi memisahkan suatu fragmen tulang pada tempat
insersi tendon ataupun ligamen.
Fraktur sendi merupakan fraktur yang terjadi di dekat sendi
dan menganggu persendian.
4. Fraktur sendi
Fraktur sendi merupakan fraktur yang terjadi di dekat sendi
dan menganggu persendian.
5. Fraktur terbuka dan tertutup
Fraktur terbuka (compound fracture) adalah fraktur dimana
kulit dari ekstremitas yang terlibat telah ditembus.
Fraktur tertutup (simple fracture) adalah fraktur dimana kulit
tidak ditembus oleh fragmen tulang.

2.3. Persiapan Alat dan Bahan


1. Pesawat sinar-X
2. Meja pemeriksaan
3. Kaset dan film
4. Marker
5. Alat fiksasi
6. ID Camera
7. Mesin pencuci otomatis

2.4. Teknik Pemeriksaan


2.4.1. Proyeksi AP
 Posisi Pasien
Posisi pasien tidur supine, tangan diletakkan disamping
tubuh.
 Posisi Obyek
Mid sagital plane (MSP) tubuh sejajar meja pemeriksaan,
pelvis diposisikan sehingga tidak ada rotasi, jarak antara garis
tengah meja dengan masing-masing spina iliaka anterior superior
(SIAS) adalah sama.
 Arah Sumbu Sinar
Arah sinar tegak lurus kaset dengan titik pusat pertengahan
pertemuan kedua spina iliaka anterior superior (SIAS) dengan
simpisis pubis, SID 100 cm, kollimasi meliputi seluruh pelvis.
Ekspose pada saat tahan nafas.
 Kriteria Radiografi
 Tampak seluruh pelvis, tulang sacrum, tulang koksigis, kaput
dan kollum femur serta trokanter mayor.
 Tidak ada rotasi ditandai dengan simetrisnya kedua alae
tulang ilium dan kedua foramen obturatorium.
 Eksposi yang optimal degan menampakkan batas kaput femur
dan asetabulum.
 Trabekular tulang dari femur proksimal dan tulang pelvis
menunjukkan tidak adanya gerakan.

Gambar proyeksi AP
2.4.2. Proyelsi AP Axial “Outlet”
 Posisi Pasien
Posisi pasien tidur supine, tangan diletakkan disamping
tubuh.
 Posisi Obyek
Mid sagital plane (MSP) tubuh sejajar meja pemeriksaan,
pelvis diposisikan sehingga tidak ada rotasi dengan jarak antara
garis tengah meja dengan masing-masing spina iliaka anterior
superior (SIAS) antara sama.
 Arah Sumbu Sinar
Arah sinar menyudut kearah cephalad 200-350 untuk pria
dan 300-450 untuk wanita (hal ini sesuai dengan bentuk pelvis pria
dan wanita), titik tengah pada 3-5 cm distal simpisis pubis atau
setinggi trokanter mayor, SID 100 cm, kollimasi meliputi seluruh
pelvis. Eksposi pada saat pasien tahan nafas.
 Kriteria Radiografi
 Tampak superior dan inferior ramus pubis, korpus serta
ramus iskhium.
 Foramen obturatorium dan kedua iskhium sama bentuknya.
 Simpisis pubis tampak di pertengahan film.
 Trabekular tulang pubis dan iskhium terlihat jelas.

Gambar proyeksi AP Axial “Outlet”


2.4.3. Proyelsi AP Axial “Intlet”
 Posisi Pasien
Posisi pasien tidur supine, tangan diletakkan disamping
tubuh.
 Posisi Obyek
Mid sagital plane (MSP) tubuh sejajar meja pemeriksaan,
pelvis diposisikan sehingga tidak ada rotasi dengan jarak antara
garis tengah meja dengan masing-masing spina iliaka anterior
superior (SIAS) antara sama.
 Arah Sumbu Sinar
Sinar menyudut kearah caudal 400, titik tengah pada garis
tengah tubuh setinggi spina iliaka anterior superior (SIAS), SID
100 cm, kollimasi meliputi seluruh pelvis. Ekspose pada saat
pasien tahan nafas.
 Kriteria Radiografi
 Tampak pelvis bagian anterior, spina iskhiadikus tampak
jelas.
 Ramus superior tulang pubis superposisi dengan ramus
iskhium.
 Trabekular tulang pubis dan iskhial terlihat jelas.

Gambar proyeksi AP Axial “Inlet”


BAB III
PAPARAN KASUS DAN PEMBAHASAN

3.1. Ilustrasi Kasus


3.1.1. Identitas pasen
Nama : Ny. SH
Jenis Kelamin : Perempuan
Umur : 43 tahun
Alamat : Parakan
Tanggal Pemeriksaan : 4 Januari 2006
Nomor Foto : 34
Nomor RM : 142976
Pemeriksaan : WP
Diagnosa : Suspek batu ureter

3.1.2. Riwayat Pasien


Pasien merasa nyeri perut kanan atas sejak 1 minggu yang
lalu, nyeri tembus di pinggang, pasien demam, muntah dan pusing,
BAB/BAK lancar, tidak tampak kelainan. Pasien menginap di
ruang anggrek tanggal 2 Januari 2006 kemudian tanggal 3 Januari
mendaftar WP ke bagian radiologi.

3.2. Prosedur Pemeriksaan


3.2.1. Persiapan Pasien
Persiapan pasien supaya puasa, minum dulcokax 2 tablet
pada jam 7 jam, malamnya minum 2 tablet lagi. Pada pagi hari
sebelum pemeriksaan minum dulkolax supositoria pada jam 5.00
kemudian jam 8.00 dilakukan pemeriksaan.
Persiapan tersebut bertujuan untuk mengosongkan usus dari feses
agar tidak menganggu gambaran.
3.2.2. Persiapan Alat dan Bahan
1. Pesawat sinar-X
2. Kaset dan film
3. Meja pemeriksaan
4. Bucky R/L dan marker waktu (5 menit, 15 menit, 30 menit)
5. ID Camera
6. Iopanniro
7. Kain penutup
8. Tabung oksigen, apabila dipelukan
9. Kapas alkohol
10. Bengkok
11. Jarum ukuran 21 cc
12. Spuit 20 cc
13. Standart infus
14. Automatic prosesing

3.2.3. Teknik Pemeriksaan


Proyeksi AP
Sebelum pasien dipindahkan ke meja pemeriksaan untuk
mempermudah penggunaaan grid dengan bucky. Pasien tidur
supine diatas meja pemeriksaan, mid sagital plane tubuh lurus
sehingga tidak ada rotasi dari pelvis, arah sinar tegak lurus kaset ke
pertengahan pelvis, SID 100 cm dengan focus besar dan faktor
eksposi 58 kV 100 mAs, kemudian siekspose. Film dicuci manual,
sekitar 30 detik di developer dan 1 menit di fixer, kemudian
dikeringkan.

3.3. Hasil Radiograf


 Tampak seluruh pelvis, tulang sacrum, tulang koksigis, kaput dan
kollum femur serta trokanter mayor.
 Eksposi yang optimal dengan menampakkan batas kaput femur dan
asetabulum.
 Trabekular tulang dari femur proksimal dan tulang pelvis
menunjukan tidak adanya gerakan.
 Tampak fraktur ramus inferior tulang pubis kanan.

3.4. Pembahasan
Pada pemeriksaan pelvis di RS Mardi Rahayu sudah sesuai
dengan teori-teori yang ada, yaitu cukup dengan proyeksi AP sebagai
foto pendahuluan untuk melhat keseluruhan pelvis. Untuk proyeksi
tambahannya belum pernah penulis temui, menurut radiographer,
lalasannya selain untuk mengurangi radiasi terhadap pasien, juga aspek
ekonomi dengan menurunnya biaya pemeriksaan sinar-X. Selain itu
adalah sesuai permintaan foto dari dokter dan hasil radiograf sudah
menunjukkan kelainan, yaitu fraktur comminuted tertutup. Untuk
pencucian filmnya menggunakkan manual, karena mesin pencuciannya
sedang diperbaiki.
Setelah melihat kriteria radiografi pada proyeksi AP Axial
“Outlet” dan AP Axial “Inlet”, maka jelas terlihat proyeksi tambahan
yang bisa mendukung proyeksi AP adalah proyeksi AP Axial “Outlet”.
Alasannya karena radiograf yang dihasilkan dapat memperjelas dan
memperlebar gambaran ramus superior dan inferior dari tulang pelvis,
sehingga mendukung ketelitian dalam menentukan fraktur yang terjadi.
Sedangkan pada proyeksi AP Axial “Inlet” terdapat superposisi antara
ramus superior tulang pubis dengan ramus iskhium, sehingga dapat
mengaburkan adanya fraktur.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
1. Pemeriksaan pelvis pada kasus fraktur ramus pubis cukup dengan
proyeksi Ap dengan menggunakan bucky untuk menyerap radiasi hambur
yang tidak berguna.
2. Kondisi pasien mempengaruhi jalannya pemeriksaan dan hasil scanning.
3. Tidak ada proyeksi tambahan dikarenakan radiograf yang dihasilkan
telah memuaskan dan untuk mengurangi radiasi yang diterima oleh
pasien serta meringankan biaya pemeriksaan sinar-x.
4. Proyeksi tambahan yang dapat mendukung proyeksi AP adalah proyeksi
AP Axial “Outlet”.

4.2. Saran
1. Untuk proyeksi tambahan pada kasus fraktur tulang pubis dan tulang
iskhium, sebaiknya menggunakan proyeksi AP Axial “Outlet”.
2. Untuk mengurangi radiasi yang diterima oleh pasien dapat menggunakan
pencucian otomatis, karena faktor eksposi yang diperlukan lebih kecil
dibandingkan pencucian secara manual.
3. Pada saat ekspose pasien diperintahkan untuk menahan nafas, kollimasi
secukupnya dan selalu menggunakan grip karena faktor eksposi yang
digunakan relatif besar.
DAFTAR PUSTAKA

Bajpai, R.N. 1991. Osteologi Tubuh Manusia. Binarupa Aksara: Jakarta

Bontrager, K.L. MA.RT. LRJ, 2001. Tekt Book Of Radiographic Positioning and
Related Anatomy, Fifth Edition. Mosby Inc: Toronto.

Bloch, Bernard. 1986. Fraktur dan Dislokasi. Yayasan Essentia Medica:


Yogyakarta.

Sylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis


Proses-proses Penyakit. Buku II edisi 4, EGC: Jakarta.

Syaifudin, B. AC. 1996. Anatomi dan Fisiologi untuk Perawat. Buku Kedokteran
EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai