Anda di halaman 1dari 4

Garda Muhammad K.

XI IPA 3

TM SKS AGAMA

BIOGRAFI SUNAN DRAJAT

Nama Tokoh   : Raden Qasim (Raden Syarifudin)(Sunan Drajat)

Lahir                : Tahun 1470 Masehi

Nama Ayah     : Sayyid Ali Rahmatullah (Sunan Ampel)

Nama Ibu        : Nyi Ageng Manila (Dewi Candrawati)

Meninggal       : Tahun 1522 Masehi

Latar Belakang Sunan Drajat

Sunan Drajat merupakan putra dari Sunan Ampel yang terkenal sebagai anak yang
cerdas. Nama asli Sunan Drajat adalah Raden Qasim atau juga dikenal Raden Syarifudin. Raden
Qasim merupakan adik dari Sunan Bonang. Sejak kecil, Raden Qasim selalu menghabiskan
waktu bermainnya di daerah asalnya yaitu Ampeldenta. Saat menginjak dewasa, Raden Qasim
ingin seperti kakaknya yang telah dikirim ke Tuban untuk berdakwah. Raden selalu mempelajari
semua ajaran-ajaran Islam untuk dikuasai.

Setelah menguasai pelajaran Islam, Raden Qasim segera mencari tempat untuk
berdakwah. Tempat yang di ambil dan dijadikan pusat kegiatan dakwahnya adalah di desa
Drajat, Kabupaten Lamongan. Raden Qasim selain berdakwah juga menjadi pemegang kendali
otonom kerajaan Demak kurang lebih selama 36 tahun.

Raden Qasim dikenal sebagai Wali yang berjiwa sosial. Beliau selalu memperhatikan
masyarakat yang tidak mampu, mendahulukan kesejahteraan rakyat, memberikan motivasi
kepada masyarakat. Setelah mendahulukan kepentingan umum, beliau kemudian memberikan
ajaran-ajaran Islam. Karena kerberhasilannya menyebarkan agama Islam dan mampu
memakmurkan kehidupan masyarakat, Raden Qasim mendapatkan gelar Sunan Mayang Madu
dari Sunan Demak pada tahun 1520 Masehi.

Pada suatu ketika, ayah dari Raden Qasim menyuruh putranya untuk berdakwah seperti
kakaknya. Namun Raden Qasim tidak langsung menerima perintah ayahnya karena Qasim
hanya ingin membantu kakaknya. Kemudian ayah mencari cara agar putranya Qasim berani
berdakwah sendiri.
Ayah menyarankan Qasim untuk berdakwah di Jawa bagian timur. Tapi Qasim
menolaknya karena Qasim merasa berat jika ke daerah timur yang masih kental akan ajaran
Hindu. Kemudian ayah memberi Qasim hak untuk memilih tempat dimana dia ingin berdakwah
selain membantu kakaknya. Setelah berfikir panjang, Qasim memutuskan ingin berdakwah di
daerah Surabaya, khususnya di Tuban. Namun sekali lagi ayah menyarankan Qasim untuk
berdakwah di sekitar pesisir utara Gresik dan Tuban. Akhirnya Qasim menerima perintah
ayahnya untuk berdakwah di tempat yang telah disetujui.

Kemudian Raden Qasim bersama para santri menuju ke Gresik untuk melaksanakan
tugasnya. Sebelum sampai di Gresik, Sunan Drajat bersilahturahmi kepada Sunan Giri. Dia
memberitahu kepada Sunan Giri bahwa dia diutus ayahnya untuk berdakwah di daerah pesisir
utara. Sunan Giri sangat senang mendengar bahwa Raden Qasim diutus untuk berdakwah ke
pesisir utara. Kemudia Sunan Giri memberikan beberapa nasehat agar kedatangannya dapat
diterima dengan baik oleh masyarakat pesisir utara.

Sunan Drajat kemudian melanjutkan perjalanannya. Setelah beberapa hari akhirnya


Sunan Drajat sampai di pesisir pantai dan bertemu dengan nelayan yang sedang melaut. Sunan
Drajat menjelaskan berbagai macam jenis ikan yang bisa dimakan dan ikan yang berbahaya jika
dimakan. Setelah mendengar penjelasan dari Sunan Drajat, para nelayan akhirnya mengerti dan
percaya apa yang dikatakan oleh Sunan Drajat. Disinilah Sunan Drajat mulai percaya diri untuk
berdakwah di Gresik yang masih kental dengan agama Hindu.

Setelah melakukan perjalanan jauh, akhirnya Raden Qasim sampai di sebuah desa yang
bernama desa Drajat. Raden Qasim kemudian menjadikan pusat dakwahnya di daerah ini.

Di desa Drajat banyak kegiatan-kegiatan islami yang membuat masyarakat Hindu


penasaran dan ingin tahu apa yang dilakukan Sunan Drajat bersama santri-santrinya. Sehingga
dengan kecerdasan Sunan Drajat masyarakat Hindu mempu tertarik dengan metode dakwah
Sunan Drajat yang memakai tembang Pangkur sebagai andalannya.
Cara Sunan Drajat dalam berdakwah :

1. Menggunakan metode kesenian

Kesenian yang dipakai Raden Qasim adalah tembang Pangkur.

2. Menggunakan filosofi sendiri

Sunan Drajat dikenal memiliki kecerdasan yang tinggi sehingga mempu membuat makna
filosofi sendiri. Filosofi tersebut dikenal ke tujuh sap tangga.

3. Terjun langsung ke masyarakat untuk mengatasi berbagai macam masalah

Berikut ini adalah bunyi filosofinya :

1. Memangun resep tyasing Sasoma(selalu membuat hati orang lain senang)


2. Jroning suka kudu éling lan waspada(meski dalam suasana riang, kita harus tetap ingat
dan waspada)
3. Laksmitaning subrata tan nyipta marang pringgabayaning lampah(dalam perjalanan
untuk mencapai cita-cita luhur kita tidak peduli dengan segala bentuk rintangan)
4. Mèpèr Hardaning Pancadriya (kita harus selalu menekan nafsu-nafsu)
5.  Heneng – Hening – Henung (dalam keadaan diam kita akan memperoleh keheningan
dan dalam keadaan hening itulah kita akan mencapai cita-cita luhur).
6. Mulya guna Panca Waktu (suatu kebahagiaan lahir batin hanya bisa kita capai dengan
sholat lima waktu)
7. Mènèhana teken marang wong kang wuta, Mènèhana mangan marang wong kang luwé,
Mènèhana busana marang wong kang wuda, Mènèhana ngiyup marang wong kang
kodanan(Berilah ilmu agar orang menjadi pandai, Sejahterakanlah kehidupan
masyarakat yang miskin, Ajarilah kesusilaan pada orang yang tidak punya malu, serta
beri perlindungan orang yang menderita)
Dalam sejarahnya Sunan Drajat juga dikenal sebagai seorang Wali pencipta tembang
Mocopat yakni Pangkur. Sisa - sisa gamelan Singo mengkok-nya Sunan Drajat kini tersimpan di
Museum Daerah.

Untuk menghormati jasa - jasa Sunan Drajat sebagai seorang Wali penyebar agama Islam di
wilayah Lamongan dan untuk melestarikan budaya serta benda-benda bersejarah
peninggalannya Sunan Drajat, keluarga dan para sahabatnya yang berjasa pada penyiaran
agama Islam, Pemerintah Kabupaten Lamongan mendirikan Museum Daerah Sunan
Drajat disebelah timur Makam.Museum ini telah diresmikan oleh Gubernur Jawa
Timur tanggal 1 Maret 1992.

Upaya Bupati Lamongan R. Mohamad Faried, S.H. untuk menyelamatkan dan melestarikan
warisan sejarah bangsa ini mendapat dukungan penuh Gubernur Jawa Timurdengan alokasi
dana APBD I yaitu pada tahun1992 dengan pemugaran Cungkup dan pembangunan Gapura
Paduraksa senilai Rp.98 juta dan anggaran Rp.100 juta 202 ribu untuk pembangunan
kembali Mesjid Sunan Drajat yang diresmikan oleh Menteri Penerangan RI tanggal 27 Juni 1993.
Pada tahun 1993 sampai 1994 pembenahan dan pembangunan Situs Makam Sunan Drajat
dilanjutkan dengan pembangunan pagar kayu berukir, renovasi paséban, balé ranté serta
Cungkup Sitinggil dengan dana APBD I Jawa Timur sebesar RP. 131 juta yang diresmikan
Gubernur Jawa Timur M. Basofi Sudirmantanggal 14 Januari 1994.

Anda mungkin juga menyukai