Anda di halaman 1dari 7

Muslimah peran dan tanggung jawab

Sumber : https://tarbawiyah.com/2018/08/29/peran-dan-tanggung-jawab-muslimah/

Empat Peran dan Tanggung Jawab Muslimah

Pertama, peran dan tanggung jawab sebagai ‘abidatun lillahi ta’ala (menghambakan diri kepada


Allah Ta’ala).

Menghambakan diri kepada Allah Ta’ala merupakan ciri dari wanita yang shalihah. Keshalihan inilah
yang menjadi asas utama kebahagiaan yang hakiki. Tanpa kehadiran wanita shalihah, pembentukan
keluarga islami akan sangat sulit diwujudkan.

Bagaimanakah sifat-sifat wanita yang menghambakan diri kepada Allah Ta’ala itu?

 Taat kepada Allah Ta’ala dan Rasul serta patuh kepada perintah-Nya. Sanggup menjaga kesucian
dirinya walaupun di tempat-tempat yang sunyi dari pandangan orang lain, juga sering berdzikir
kepada Allah Ta’ala serta takut kepada-Nya.

Allah Ta’ala  berfirman,

“Wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
oleh karena Allah telah memelihara (mereka).” (QS. An-Nisa’, 4: 34)

 Bersyukur terhadap nikmat yang diberikan oleh Allah Ta’ala kepada suaminya, karena ia


meyakini bahwa Allah Ta’ala telah menakdirkannya, sementara takdir Allah Ta’ala tidak pernah
mencelakan dirinya.
 Taat kepada suaminya serta memahami hak dan kewajiban terhadap suaminya. Seperti yang
pernah disabdakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam

“Kalau boleh aku menyuruh seseorang supaya sujud kepada orang yang lain niscaya aku
menyuruh wanita supaya sujud kepada suaminya”. (HR. Thabrani)

 Senantiasa menunjukkan himmah (semangat) yang tinggi, lemah lembut tidak suka memaki,


mengucapkan sumpah serapah, mengumpat-keji, berbantah bantahan dan lain-lain dari sikap
dan prilaku yang negatife dan tidak terpuji. Ia selalu menunjukkan sikap yang jernih dan lapang
dada serta segala hal yang dapat menyebabkan suaminya senang saat berada di rumah seperti
disabdakan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

“Sebaik-baik wanita ialah perempuan yang apabila engkau memandangnya ia menyukakan hati
dan mentaati apabila engkau memerintah, dan apabila engkau tidak ada ia menjaga harta
engkau dan memelihara dirinya.”

 Berpengetahuan, berakhlak mulia, tahu melayani suami serta mengasihi dan mendidik anak-
anak ke jalan hidup yang dikehendaki oleh Allah Ta’ala serta mentauladani sunnah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kedua, peran dan tanggung jawab dalam ra’iyyatun li abna-iha (mendidik /menjaga anak-anaknya).

Allah Ta’ala berfirman,
“Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan dibelakang mereka
anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu
hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang
benar.” (QS. An-Nisa, 4: 9)

Ayat ini hendaknya menumbuhkan kesadaran para orangtua akan mas’uliyah (tanggung jawab)


mereka dalam memperhatikan anak keturunannya. Hendaknya mereka takut dan khawatir jika
meninggalkan keturunan yang lemah; baik lemah finansial maupun lemah akal dan pendidikannya.
Sadarilah, lemahnya pendidikan harus lebih lebih diwaspadai daripada lemahnya harta atau finansial.

Tanggung jawab pendidikan adalah tanggung jawab bersama suami-istri; namun tidak dapat
dipungkiri bahwa peran dan tanggung jawab wanita dalam hal ini porsinya cukup besar. Karena dialah
yang memiliki porsi lebih besar dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Renungkanlah hadits berikut
ini,

 “Setiap kalian adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggung jawaban atas
yang dipimpinnya. Imam adalah pemimpin yang akan diminta pertanggung jawaban atas rakyatnya.
Seorang suami adalah pemimpin dan akan dimintai pertanggung jawaban atas keluarganya. Seorang
isteri adalah pemimpin di dalam urusan rumah tangga suaminya, dan akan dimintai pertanggung
jawaban atas urusan rumah tangga tersebut. Seorang pembantu adalah pemimpin dalam urusan harta
tuannya, dan akan dimintai pertanggung jawaban atas urusan tanggung jawabnya tersebut.” (HR.
Bukhari No. 844)

Maka, diantara peran dan tanggungjawab seorang muslimah adalah memberikan pendirikan
yang terbaik kepada anak-anaknya. Masa yang penting dalam pendidikan kepada mereka adalah apa
yang disebut golden-age, masa di mana anak sangat mudah menyerap segala informasi, belajar tentang
segala sesuatu. Dan ibu adalah orang yang terdekat dengan anak, yang lebih sering berinteraksi dengan
anak. Wahai muslimah, teruslah tempa diri  agar menjadi sumber ilmu dan pendidik pertama bagi anak-
anak, yang mampu menanamkan fondasi awal dan utama bagi generasi yang akan menjadi pemimpin
masa depan.

Ketika anak mulai memasuki dunia sekolah, tugas ibu tak lantas menjadi tergantikan oleh
sekolah. Bahkan sang ibu dituntut untuk dapat mengimbangi apa yang diajarkan di sekolah.

Peran yang demikian strategis ini, menuntut wanita muslimah untuk membekali dirinya dengan
ilmu yang memadai. Maka, mereka harus terus bergerak meningkatkan kualitas dirinya. Karena untuk
mencetak generasi yang berkualitas, dibutuhkan pendidik yang berkualitas pula. Hal itu berarti, seorang
wanitia tidak boleh berhenti belajar. Teladanilah para shahabiyah yang bahkan meminta kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk diberikan kesempatan di hari tertentu khusus untuk
mengajari mereka. Perhatikan hadits berikut ini,

“Seorang wanita menemui Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan menyampaikan uneg-unegnya,
‘Wahai Rasulullah, orang laki-laki sudah biasa datang kepadamu dan menimba hadits, maka tolong
berilah kami jatah harimu sehingga kami bisa menemuimu dan anda dapat mengajarkan kepada kami
ilmu yang telah Allah ajarkan kepada anda.’ Rasul mengiyakan dengan bersabda: ‘Boleh, berkumpullah
kalian pada hari ini dan ini, di tempat si fulan dan fulan, ‘ maka para wanita pun berkumpul dan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajari mereka ilmu yang telah Allah ajarkan kepada
beliau…’” (HR. Bukhari No. 6766)

Ketiga, peran dan tanggung jawab sebagai waziratun li zaujiha (pendamping suaminya).

Allah Ta’ala memberikan perumpamaan yang indah tentang ikatan suami-istri,

“Mereka adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui
bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi
ma’af kepadamu”. (QS. Al-Baqarah, 2:187)

Dalam kehidupan sehari-hari fungsi pakaian setidaknya ada tiga, yaitu: menutup aurat,
melindungi diri dari panas dan dingin, serta sebagai perhiasan. Begitupula kehidupan rumah tangga
seorang muslim dan muslimah; mereka hendaknya saling menutupi kekurangan masing-masing, saling
melindungi dan memberi manfaat, serta saling membantu dalam memancarkan kebaikan di tengah-
tengah masyarakat.

Ayat ini menyampaikan pesan bahwa suami-istri hendaknya saling melengkapi. Seorang laki-laki
biasanya lebih cenderung menggunakan akalnya di dalam mengatur urusan keluarga. Adapun seorang
wanita biasanya lebih cenderung menggunakan perasaannya di dalam mengatur semua
permasalahannya, termasuk mengatur urusan rumah tangga. Dua kecenderungan ini harus dipadukan
sehingga mewujudkan keseimbangan yang akan membawa kepada kebahagiaan.

Keempat, peran dan tanggung jawab sebagai ukhtan li mujtama’iha (saudara bagi masyarakatnya).

Muslimah hendaknya turut berkontribusi dalam melakukan perbaikan dan pembangunan di tengah-
tengah masyarakatnya, terutama dalam rangka mencetak individu yang baik yang kelak menjadi anggota
masyarakat yang baik.

Perbaikan masyarakat ada dua macam:

1. Perbaikan yang Zhahir (Nampak). Yaitu perbaikan yang dilakukan di tempat-tempat terbuka,
seperti: masjid, pasar, tempat kerja, dan sejenisnya. Jenis perbaikan seperti porsinya lebih besar
dilakukan oleh kaum laki-laki, karena merekalah yang lebih banyak beraktivitas di luar rumah.
2. Perbaikan di Balik Tabir.Yaitu perbaikan yang dilakukan di dalam rumah. Urusan ini biasanya
diperankan oleh kaum wanita, karena merekalah yang menjadi pengatur urusan-urusan internal
rumah tangga, sebagaimana difirmankan oleh Allah Ta’ala,
“Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku
seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (Al-Ahzab: 33)

Bagaimanakah cara yang seharusnya dilakukan oleh wanita muslimah dalam berkontribusi dalam
perbaikan masyarakat? Ada beberapa langkah yang harus diperhatikan, diantaranya:

1. Menjaga keshalihan, sebagaimana telah dibahas di awal.


2. Fasih di dalam berbicara, yakni mampu mengungkapkan perasaan, ide, dan gagasan dengan
penuh hikmah (berdasarkan ilmu dan kebijaksanaan).
3. Mampu mendidik anak-anaknya dengan baik. Dengan begitu ia telah berkontribusi dalam
memperbaiki masyarakat.
4. Giat dalam berdakwah di lingkungan luar yang memungkinkan baginya.
Tanggung Jawab Seorang Muslimah
Sumber: http://www.dakwatuna.com/2014/02/02/45714/tanggung-jawab-seorang muslimah/#ixzz65ISL7l89

Pada dasarnya tanggung jawab seorang wanita muslimah dan laki-laki muslim semuanya sama di
hadapan Allah yaitu beribadah kepada-Nya, menjalankan fungsi kekhalifahan di atas muka bumi,
menyeru pada yang haq dan berusaha menghindar pada yang munkar. Seperti yang telah dicantumkan
dalam QS. An-Nisa: 124 yang artinya: Barangsiapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki
maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka
tidak dianiaya walau sedikit pun.
Pada waktu tertentu, tanggung jawab wanita muslimah tidak kalah sedikit dibanding kaum laki-laki.
Bahkan adakalanya lebih besar, karena jika dirinci secara mendetail terdapat jauh lebih banyak tugas
wanita dibanding laki-laki, meski begitu keduanya memiliki porsinya masing-masing. Sebagai seorang
muslimah tentu kita patut merenungi hakikat sosok seorang wanita itu sendiri. Mengapa Allah
menciptakan hawa dengan segenap kekurangan dan kelebihannya? Mengapa wanita ditakdirkan
mempunyai rahim dan sifat kasih sayang? Mengapa pula Allah memerintah agar kaum hawa senantiasa
menjaga dirinya? Tentu semua itu karena wanita mempunyai peran yang cukup penting dalam sebuah
kehidupan. Hal ini dapat dilihat dalam pembagian periode kehidupan wanita muslimah beserta
tanggung jawab yang patut diikhtiarkan dalam memenuhinya.

Dua Periode Kehidupan Wanita Muslimah


Pertama, Sebelum Menikah
Saat seorang wanita muslimah belum menikah, maka ia mempunyai tanggung jawab untuk menunaikan
hak-hak kedua orang tuanya. Beberapa tanggung jawab wanita muslimah terhadap kedua orang tuanya
antara lain:
1. Birrul walidain (berbuat baik kepada orang tua)

Allah azza wa Jalla memberikan kedudukan tinggi dan mulia kepada orang tua. Allah meletakkan
kedudukan tersebut setelah kedudukan iman dan tunduk patuh pada-Nya. Seorang muslimah
yang menyadari akan petunjuk Illahinya itu tentu akan berusaha untuk selalu berbakti kepada
kedua orang tuanya. Tanggung jawab ini tidak akan berhenti sampai berumah tangga nanti, akan
tetapi terus berlanjut hingga akhir hayatnya. Meski setelah menikah sosok terpenting untuk
dihormati adalah suaminya sendiri.

Rasulullah Shallalahu ‘alaihi wassalam menempatkan birrul walidain di antara dua amalan terbesar
dalam Islam, yaitu shalat pada waktunya dan jihad di jalan Allah, karena shalat merupakan tiang agama,
sedangkan jihad di jalan Allah adalah puncak perjuangan tertinggi dalam Islam. Di sisi lain ada pula hal
penting yang perlu menjadi perhatian yaitu berusaha berbuat baik kepada kedua orang tua meski
keduanya bukan muslim. Seperti yang dikisahkan dalam hadits berikut ini:
Asma binti abu Bakar  RA  berkata: “Ibuku pernah mendatangiku, sedang dia seorang musyrik pada
masa Rasulullah, lalu aku meminta petunjuk kepada Rasul: “Ibuku telah datang kepadaku dengan penuh
harapan kepadaku, apakah aku harus menyambung hubungan dengan ibuku itu?” Beliau menjawab:
“Benar, sambunglah hubungan dengan ibumu!” (Muttafaq ‘alaih).
2. Menghormati dan menjalin hubungan yang baik terhadap kerabat-kerabatnya

Menghormati kerabat orang tua berarti menjalin silaturahim yang baik dan memelihara hubungan
kekeluargaan dengan kerabat mereka baik dari jalur ibu dan bapak seperti paman, tante, sepupu, dan
kerabat yang lainnya.

3. Mendoakan dan Memohonkan Ampun

Dalam sebuah hadits pernah diceritakan, bahwa ada orang tua yang bertanya-bertanya kepada Allah
pada hari pembalasan karena mendapatkan nikmat surga, lalu Allah menjawab bahwa itu karena doa
anaknya yang shalih (Muttafaq ‘alaih).
Dalam Al-Quran surah Al Israa: 24 juga difirmankan bahwasanya Allah memberikan tuntunan bagaimana
seharusnya seorang anak tidak melupakan orang tuanya dalam doa.
Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: “Wahai
Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil”. (Al
Israa: 24)
Mendoakan kedua orang tua berarti berbakti kepada mereka, bentuk amal kebajikan yang tidak akan
terhalang hingga di hari pembalasan. Dalam hadits shahih disebutkan bahwa salah satu di antara 3 amal
manusia yang tidak putus salah satunya adalah doa anak shalih yang mendoakan kedua orang tuanya.

Mendoakan juga merupakan bentuk ikhtiar untuk mempererat hubungan ruhiyah antara anak dan orang
tua kepada Allah. Bagi wanita muslimah ini sangat utama karena pada akhirnya ia juga akan menjadi
seorang ibu. Sehingga ia akan menghayati betapa berartinya sebuah doa dari anak-anaknya. Dalam
mendoakan tidak hanya meminta kebaikan bagi mereka saja tetapi memohonkan ampun atas dosa-
dosanya. Tentu kita ingat ketika kita masih kecil, kedua orang tua kita lah yang selalu merawat dan
mendoakan agar kita tumbuh besar, sehat, cerdas, dan beriman, bahkan hingga kita dewasa dan sering
berbuat kekhilafan, seringkali mereka memaafkan dan memohonkan ampunan bagi kita. Setiap doa dari
mereka bahkan senantiasa diucapkan dengan penuh ketulusan tanpa putus.

4. Menunaikan Janjinya

Meski seorang wanita kita juga mempunyai tanggung jawab untuk menunaikan janji kedua orang tua
kita meski keduanya telah meninggal. Pernah dikisahkan seorang wanita dari suku Juhainah datang
menghadap Nabi SAW, selanjutnya wanita itu bertutur:
“Ibuku pernah bernadzar untuk menunaikan ibadah haji tapi ia meninggal sebelum sempat
menunaikannya. Apakah aku harus berhaji untuknya?” Nabi menjawab, “Ya, berhajilah untuknya,
bukankah engkau mengetahui bahwa apabila ibumu mempunyai uang engkau akan membayarnya,
karena itu tunaikanlah haji, karena hak Allah itu lebih wajib untuk dipenuhi.” (HR. Bukhari).
Oleh karena itu penting bagi wanita muslimah mengetahui dan berusaha menunaikan janji termasuk
utang kedua orang tuanya. Sehingga dapat membebaskan kedua orang tuanya ketika ditanya tentang
utang-utangnya ketika akhirat nanti.

Kedua, setelah menikah


Periode berikutnya adalah periode baru dalam kehidupan seorang wanita muslimah, karena setelah
menikah berarti ia memasuki kehidupan berkeluarga untuk membentuk rumah tangga Islami. Pada
periode ini, ada beberapa tahap yang perlu dipelajari, karena ketiganya merupakan bagian tanggung
jawab yang besar:
1. Tanggung Jawab Terhadap Suami

Taat pada suami


Ketaatan seorang wanita muslimah pada suaminya adalah perintah dari Allah ‘Azza wa Jalla secara
langsung. Di balik perintah Allah ini terkandung berbagai keutamaan, antara lain:
Masuk pintu surga dari pintu surga mana saja yang dikehendaki. Rasulullah Sallalallahu ‘alaihi wassalam
pernah bersabda:
“Apabila seorang wanita shalat lima waktu, shaum di Bulan Ramadhan, dan taat kepada suaminya maka
ia berhak masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki” (HR Ahmad dan Thabrani).
Mendapat ampunan
“Burung-burung di udara, hewan di lautan, dan para Malaikat akan memohon ampunan kepada Allah
bagi seorang wanita yang taat pada suaminya dan suaminya ridha kepadanya” (Muttafaqun ‘alaih). Perlu
kita perhatikan bahwasanya ketaatan seorang istri kepada suaminya tentulah selama suaminya
mengajak kepada kebaikan dan tidak mengajak bermaksiat kepada Allah.
Menjaga kehormatan suami

Amanah yang sungguh berat, karena kehormatan suami juga merupakan kehormatan istrinya. Dalam
menjalankan tanggung jawab tersebut memang tidak mudah, sehingga pantaslah seorang suami
ditakdirkan menjadi imam dalam sebuah rumah tangga, karena seorang suami berhak membimbing
istrinya agar juga menjaga kehormatan suami dan keluarganya. Dalam hal ini keduanya mempunyai
peran untuk saling mengingatkan agar kehormatan keluarga tetap terjaga dan tidak terjerumus dalam
fitnah.

2. Tanggung jawab terhadap anak-anak


Selain menjaga kehormatan pada suami ada pula tanggung jawab seorang muslimah sebagai seorang
ibu. Dalam hal ini peran dan tanggung jawab seorang ibu untuk mendidik anak-anak mereka jauh lebih
utama dari pekerjaan kantornya sekalipun (bila mereka bekerja), karena pada hakikatnya yang
bertanggung jawab mencari nafkah adalah seorang suami, sedang wanita berkewajiban untuk taat
selama diperintah dalam kebaikan, ketaatan itu salah satunya dengan menjaga dan mendidik anak-
anaknya.

Pendidikan anak sangat disarankan untuk memulainya sejak dini, bahkan sedari dalam kandungan. Oleh
karena itu para muslimah harus mencari sosok imam yang baik bagi anak-anak mereka nanti, yaitu laki-
laki shalih yang berilmu dan cukup finansialnya, sehingga ia akan bertanggung jawab sepenuhnya
kepada istri dan generasi keturunannya di dunia dan insya  Allah di akhirat kelak. Hal ini juga tercantum
dalam QS. An-Nisa: 9 yang artinya: “Dan  hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya
meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertaqwa kepada Allah dan hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang benar.” 
3. Tanggung jawab terhadap masyarakat

Wanita muslimah yang sudah berumah tangga bukan berarti mereka hanya berdiam diri di dalam rumah
dan enggan bersosialisasi dengan masyarakat di sekitarnya. Baiknya mereka tetap beramar ma’ruf di
lingkungan masyarakat, bahkan berusaha menjadi teladan yang baik, seperti tidak tamak dan sombong.
Meski hal itu merupakan kewajiban, tentulah dalam prakteknya harus mendapat izin dari imam di
keluarga tersebut, karena sejatinya seorang istri adalah makmum dari suami yang sama-sama tinggal
dalam sebuah lingkup masyarakat dan masyarakat sendiri merupakan lahan dakwah yang utama bagi
mereka.

Anda mungkin juga menyukai