1
ISSN 2685-3620 (Online)
ISSN 2086-1966 (Printed)
Abstrak: Kecemasan dan depresi rentan dialami oleh remaja. Adverse childhood
experiences (ACE) ditemukan berpotensi menimbulkan kecemasan dan depresi. Pendekatan
kuantitatif dengan desain korelasional digunakan dalam penelitian ini guna mengetahui
hubungan antara sepuluh kategori ACE dengan kecemasan dan depresi. Terdapat 62
mahasiswa yang bersedia terlibat dan mengisi kuesioner The Generalized Anxiety Disorder
(GAD-7), The Patient Health Questionnaire (PHQ-9), dan Adverse Childhood Experience
Questionnaire Sebagian besar dari partisipan (87,1%) melaporkan mengalami sedikitnya
satu ACE, dengan kategori pengalaman yang paling banyak dialami oleh partisipan adalah
kekerasan emosional, pengabaian emosional, dan kekerasan fisik. Sebanyak 27,4%
melaporkan mengalami empat atau lebih kategori ACE. Pengalaman kekerasan emosional
berkorelasi positif dan signifikan terhadap kecemasan dan depresi. Lebih lanjut, kekerasan
seksual berhubungan dengan depresi sedangkan pengalaman perpisahan orang tua
berhubungan dengan kecemasan. Temuan dari penelitian ini memperkuat penjelasan bahwa
adverse childhood experience berkaitan erat dengan kesehatan mental pada masa dewasa.
Melakukan deteksi dini terhadap pengalaman tidak menguntungkan pada masa kecil dapat
berguna untuk mengidentifikasi mahasiswa yang berisiko mengalami penurunan pada
kondisi kesehatan mentalnya.
Kata Kunci: adverse childhood experiences, kecemasan, depresi, mahasiswa
Abstract: Adolescents are one group that is prone to experience anxiety and depression.
Adverse childhood experiences had the potential to cause anxiety and depression. A
quantitative approach using a correlational design was used to explore the association
between adverse childhood experiences, anxiety, and depression. There were 62 college
students willing to be involved and fill out The Generalized Anxiety Disorder (GAD-7), The
Patient Health Questionnaire (PHQ-9), dan Adverse Childhood Experience Questionnaire.
Majority of the participants (87,1%) reported experiencing at least one ACE, with the most
experienced adversities by the participants were emotional abuse, emotional neglect, and
physical abuse. As much as27,4% of the participantsreported experiencing four or more
ACEs categories. The experience of emotional abuse was positively and significantly
correlated with anxiety and depression. Furthermore, sexual abuse was associated with
depression while separation of parents or divorce was related to anxiety. The findings of this
study strengthen the link between adverse childhood experiences with mental health in
adulthood. Early detection of these adversities might be useful to identify students who are at
risk of deterioration in their mental health.
Keywords: adverse childhood experiences, anxiety, depression, college students
56 Mind Set Vol. 11, No. 1
anggota keluarga yang mengalami gangguan dapat berkontribusi pada konsekuensi jangka
mental, pernah dipenjara, atau mengkonsumsi panjang dari ACE lainnya, seperti munculnya
obat-obatan terlarang, melihat ibu diperlakukan masalah kesehatan fisik di usia di atas 24 tahun
kasar oleh orang lain, serta mengalami (Mersky, Topitzes, & Reynolds, 2013).
perpisahan atau perceraian orang tua. Di Indonesia sendiri studi mengenai ACE
Berdasarkan penelitian yang dilakukan yang dikaitkan dengan kecemasan dan depresi
oleh Hovens, Wiersma, Giltay, Oppen, belum banyak terdokumentasikan sehingga
Spinhoven, Pennix, dan Zitman (2010), riwayat peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan
mengalami trauma masa kecil berhubungan antara skor kumulatif dari ACE dan masing-
dengan risiko yang lebih tinggi mengalami masing ACE dengan kecemasan dan depresi.
gangguan kecemasan dan depresi ketika dewasa.
METODE
Angka pengalaman pengabaian emosional,
kekerasan psikologis, dan kekerasan fisik lebih Responden penelitian. Responden dalam
tinggi pada orang-orang yang mengalami penelitian ini adalah 62 mahasiswa (laki-laki
gangguan kecemasan dan depresi dibandingkan 22,6% dan perempuan 77,4%) dengan rentang
dengan yang tidak mengalami cemas dan usia 18-22 tahun. Pengambilan sampel
depresi. Mersky, Topitzes, dan Reynolds (2013) dilakukan dengan teknik convenience sampling
menemukan bahwa dibandingkan dengan atau berdasarkan ketersediaan partisipan pada
partisipan yang tidak pernah mengalami ACE, pada saat penelitian dilakukan. Seluruh
partisipan yang terpapar pada dua atau lebih partisipan telah menyatakan kesediaannya untuk
ACE mengalami gejala depresi dan kecemasan terlibat dalam penelitian ini.
yang lebih sering. Merrick, Ports, Ford, Afifi, Desain penelitian. Tujuan dari penelitian ini
Gershoff dan Grogan-Kaylor (2017) juga adalah untuk melihat hubungan antara variabel
menemukan bahwa semua bentuk ACE kecuali yang diteliti sehingga desain penelitian yang
pernah tinggal bersama dengan mantan digunakan adalah korelasional.
narapidana berhubungan secara signifikan Instrumen penelitian. Dalam penelitian ini,
dengan depresi pada masa dewasa, dengan peneliti menggunakan tiga alat ukur. Adverse
prediktor terbesarnya adalah tinggal bersama childhood experience diukur menggunakan
dengan penderita gangguan jiwa, mengalami kuesioner Adverse Childhood Experience (ACE)
kekerasan emosional serta diabaikan secara yang dimodifikasi dari studi Kaiser Permanente
emosional. Ketika muncul permasalahan dari CDC (Felitti dkk., 1998). Pengukuran ini
kesehatan mental seperti kecemasan dan depresi terdiri dari 10 pertanyaan dengan skor
ini dan tidak ada upaya untuk mengantisipasi reliabilitas sebesar 0,6 dan dapat mengungkap
maupun menanganinya, maka kondisi tersebut ada atau tidaknya pengalaman masa kecil yang
58 Mind Set Vol. 11, No. 1
tidak menyenangkan yang terjadi sebelum usia waktu yang dimaksud (skor “2”), dan hampir
18 tahun, yang terdiri dari (a)pengalaman setiap hari (skor “3”). Untuk mengetahui tingkat
kekerasan emosional, (b)fisik, dan (c)seksual, kecemasan yang dialami, total skor GAD-7
(d)pengabaian emosional dan (e)fisik, dijumlahkan.
(f)kehilangan, perpisahan atau perceraian orang Alat ukur ketiga yang digunakan dalam
tua, (g)perlakuan kejam terhadap ibu atau penelitian ini adalah The Patient Health
anggota keluarga lainnya, (h)tinggal bersama Questionnaire (PHQ-9). PHQ-9 bagian dari
anggota keluarga yang menggunakan narkoba versi lengkap PHQ yang hanya fokus mengukur
atau pemabuk, atau (i)bersama orang dengan gejala depresi yang muncul dalam dua minggu
gangguan jiwa, depresi, atau pernah melakukan terakhir (Kroenke & Spitzer, 2002). Skala ini
upaya bunuh diri, atau (j)pernah tinggal bersama dianggap reliabel dengan angka 0,85 dan terdiri
mantan narapidana. Untuk mengevaluasinya, dari 9 aitem yang disusun berdasarkan kriteria
total skor ACE dijumlahkan sehingga diagnosis gangguan depresi mayor dalam DSM-
kemungkinan skor yang diperoleh adalah dari 0 IV. Masing-masing gejala yang ditanyakan
(tidak terpapar pada ACE) hingga 10 (terpapar menyediakan empat pilihan jawaban yaitu tidak
pada semua kategori ACE). Semakin tinggi skor muncul sama sekali (skor “0”), beberapa hari
ACE, maka semakin tinggi pula tingkat (skor “1”), lebih dari separuh waktu yang
keterpaparan seseorang terhadap pengalaman dimaksud (skor “2”), dan hampir setiap hari
tidak menguntungkan (adverse)semasa kecilnya. (skor “3”). Untuk mengetahui tingkat kecemasan
Alat ukur kedua yang digunakan adalah yang dialami, total skor PHQ-9 dijumlahkan.
The Generalized Anxiety Disorder (GAD-7) Prosedur penelitian. Peneliti melakukan
yang merupakan kuesioner lapor-diri yang pengambilan data pada mahasiswa melalui
bertujuan untuk mengukur sejauh mana gejala internet karena berdasarkan penelitian
dari gangguan kecemasan muncul dan sebelumnya, partisipan usia muda lebih memilih
mengganggu bagi partisipan (Spitzer, Kroenke, survey yang berbasis web dibandingkan dengan
Williams, & Lowe, 2006). Skala ini memiliki survey paper-and-pencil terutama ketika
nilai reliabilitas 0,792 dan terdiri dari 7 aitem membahas topik-topik yang sensitif (Barrat,
yang disusun berdasarkan bagian dari kriteria 2012 dalam Kim, 2017). Peneliti membuat satu
diagnosis untuk GAD dari DSM-IV dan set kuesioner menggunakan Google Forms yang
memerlukan sekitar 1-2 menit untuk berisi pertanyaan-pertanyaan mengenai adverse
mengisinya. Masing-masing gejala yang childhood experience, kecemasan, dan depresi.
ditanyakan menyediakan empat pilihan jawaban Tautan dari kuesioner tersebut disebarkan
yaitu tidak muncul sama sekali (skor “0”), kepada mahasiswa melalui media jejaring sosial.
beberapa hari (skor “1”), lebih dari separuh Seluruh keterlibatan dalam penelitian ini
Mind Set PARAMITA DAN FARADIBA 59
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengalaman kekerasan fisik. Hal ini sejalan
Experiences dengan kecemasan dan depresi pada sebelumnya yang juga dilakukan di daerah Asia
mahasiswa. Temuan-temuan dari penelitian ini bahwa pengalaman adverse yang dilaporkan
dapat dirangkum sebagai berikut: (1) ACE paling banyak dialami oleh mahasiswanya
cukup umum terjadi pada populasi ini; (2) adalah kekerasan emosional, seperti di Jepang
tersebut berhubungan dengan kecemasan dan Munemoto, & Tei, 2007) dan di Vietnam (Tran,
depresi; (3) pengalaman tidak Dunne, Vo, & Luu, 2015). Di Vietnam,
dengan kecemasan dan depresi adalah pengalaman yang dilaporkan paling banyak
pengalaman kehilangan, perpisahan atau kekerasan emosional, sama seperti temuan pada
yang memiliki gangguan mental atau pernah Data menunjukkan bahwa remaja yang
melakukan percobaan bunuh diri berkaitan terpapar lebih banyak kejadian adverse
dengan kecemasan; serta (5) pengalaman cenderung memiliki skor kecemasan dan skor
kekerasan seksual dan pengabaian emosional depresi yang lebih tinggi. Hal ini sejalan dengan
Sekitar 87% dari sampel melaporkan (2010), Mersky, Topitzes, dan Reynolds, (2013),
pernah mengalami sedikitnya satu kategori dan Merrick dkk. (2017) yang menemukan
pengalaman tidak menguntungkan pada masa bahwa semakin tinggi skor ACE, peluang untuk
kecil, dan 27,4% di antaranya mengaku pernah mengalami masalah-masalah kesehatan mental
mengalami empat atau lebih pengalaman tidak seperti depresi dan kecemasan juga meningkat.
Prevalensi ACE yang dilaporkan pada kesehatan mental yang berkaitan dengan suasana
mahasiswa di Jakarta ini lebih tinggi hati dan kecemasan mulai terjadi selama masa
termasuk juga Arab Saudi, Filipina, dan Inggris Dari kesepuluh kategori pengalaman
(Kim, 2017). Data dalam penelitian ini adverse yang diukur, hanya ada satu pengalaman
menunjukkan kategori pengalaman adverse yang yang berhubungan secara signifikan dengan
dilaporkan paling banyak dialami adalah kecemasan dan depresi yaitu pengalaman
pengalaman kekerasan emosional dan kekerasan emosional. Pole, Dobson, dan Pusch
62 Mind Set Vol. 11, No. 1
(2017) menjelaskan bahwa keterpaparan dari orang tua memiliki efek biologis dan
berulang pada kekerasan emosional memberikan psikologis jangka panjang sangat besar. Dengan
kesempatan bagi pelaku kekerasan untuk adanya kehilangan orang tua dalam bentuk
mentransfer secara langsung pemikiran- apapun, orang tua mungkin tidak akan mampu
pemikiran mengenai korban (seperti “kamu tidak menunjukkan kasih sayangnya kepada anak-
berguna”) yang berkontribusi pada pembentukan anaknya secara memadai, juga tidak mampu
keyakinan diri yang juga negatif dan memiliki memberikan dukungan-dukungan sosial dan
tema-tema yang depresif (seperti “saya tidak emosional yang sesuai dengan kebutuhan
berguna”). Ketika seorang anak terus-menerus anaknya. Hal ini kemudian dapat memicu
dipermalukan, direndahkan, atau ditolak, ia munculnya kekhawatiran yang cukup besar tidak
merasa tidak cukup (lower sense of self- hanya terkait isu-isu keluarga dan pernikahan
adequacy), tidak stabil secara emosional, dan tetapi juga ke berbagai area dalam kehidupan.
memiliki pandangan terhadap dunia yang negatif Selain itu, tinggal bersama orang dengan
(Merrick dkk., 2017). Selain itu, anak-anak yang gangguan mental atau pernah melakukan
semasa kecilnya yang secara emosional percobaan bunuh diri juga ditemukan
mengalami kekerasan menjadi tidak berhubungan signifikan dengan kecemasan.
mendapatkan pengasuhan dan perhatian yang Trondsen (2012) menemukan bahwa para remaja
memadai dari orang tua maupun keluarganya yang memiliki orang tua dengan gangguan jiwa
dan menunjukkan penurunan tingkat self-esteem merasa bahwa kehidupan sehari-harinya sangat
sehingga pengalaman ini dapat menjadi salah dipengaruhi oleh kondisi gangguan jiwa orang
satu faktor risiko berkembangnya gangguan tuanya. Para remaja tersebut juga
psikologis seperti depresi dan yang berkaitan mengkomunikasikan sejumlah tantangan
dengan kecemasan, termasuk gangguan emosional dan praktis yang harus mereka hadapi
psikosomatis (Masuda dkk., 2007). sehari-harinya, yaitu kurangnya keterbukaan dan
Dalam penelitian ini, pengalaman informasi mengenai kondisi mental orang tuanya
kehilangan, perpisahan, atau perceraian orang baik di dalam maupun di luar keluarga sehingga
tua dan tinggal di rumah bersama orang yang merasa sangat kesulitan dan ketakutan;
mengalami gangguan mental atau pernah ketidakstabilan dan tidak terprediksinya kondisi
melakukan percobaan bunuh diri ditemukan sehari-hari yang berkaitan erat dengan
berhubungan signifikan dengan kecemasan. perubahan suasana hati, perilaku, maupun gejala
Menurut Masuda dkk. (2007), orang tua lainnya; dilanda rasa takut, baik takut terhadap
merupakan sumber dukungan sosial yang paling sosok orang tuanya dengan berbagai gejala yang
bermakna dalam masa awal kehidupan, dan dimiliki, takut akan kemunculan gejala yang
persepsi mengenai kasih sayang dan perhatian besar dan membahayakan, ketakutan yang
Mind Set PARAMITA DAN FARADIBA 63
berkaitan dengan percobaan bunuh diri seperti berhubungan dengan lingkungan sekitar mereka.
apakah akan dilakukan percobaan bunuh diri Padahal Nevid, Rathus, dan Greene, (2018)
kembali, hingga ketakutan akan kemungkinan memaparkan bahwa salah satu faktor protektif
dirinya juga memiliki gangguan serupa; muncul yang dapat mencegah seseorang mengalami
perasaan kesepian karena merasa harus berusaha depresi ketika menghadapi situasi yang sulit
dan bertahan sendirian dalam menghadapi adalah adanya dukungan sosial dari lingkungan
situasi sulit; serta ada rasa kehilangan dan – salah satunya adalah keluarga.
menderita karena ada pemikiran bahwa mereka Selain pengabaian emosional, pengalaman
tidak bisa hidup “normal” sebagaimana keluarga kekerasan seksual pada masa kanak-kanak juga
yang lain. Tema-tema ketakutan dan ditemukan berhubungan signifikan dengan
ketidakpastian yang dialami membuat mereka depresi pada masa dewasa awal. Kekerasan
menjadi memiliki kekhawatiran yang besar seksual merupakan pengalaman hidup yang
tentang kehidupannya, yang berpotensi kompleks dan merupakan stressor yang besar
berkembang menjadi gangguan kecemasan. bagi seseorang. Menurut Weiss, Longhurst, dan
Pengalaman adverse yang menunjukkan Mazure (1999), kekerasan seksual yang terjadi
keterkaitan dengan depresi adalah pengalaman pada masa kanak-kanak memiliki efek yang
pengabaian emosional dan kekerasan seksual. lebih buruk dan dapat menjadi prediktor
Hal ini sejalan dengan temuan Soffer, Gilboa- permasalahan psikis yang lebih parah
Schechtman, dan Shahar (2008) ketiadaan dibandingkan pengalaman kekerasan seksual
interaksi positif antara orang tua dan anak yang terjadi pada masa dewasa. Hal ini terjadi
sebagai bentuk pengabaian emosional dapat karena pengalaman menekan yang begitu besar
mengakibatkan anak mengembangkan atribusi pada masa kecil akan mengakibatkan perubahan
negatif mengenai dirinya hingga terbentuk permanen secara biologis pada regulasi
skema diri yang juga negatif. Hal ini akan hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) axis yang
menyulitkan anak untuk membentuk keyakinan dapat meningkatkan kerentanan mengalami
terhadap dirinya yang positif sehingga lebih sulit depresi ketika mengalami permasalahan atau
untuk mengembangkan ketahanan dirinya. berhadapan pada tekanan ketika dewasa.
Masuda dkk. (2017) menambahkan bahwa anak- Temuan lain yang juga menarik untuk
anak yang merasa ditolak oleh anggota dibahas adalah tidak semua pengalaman adverse
keluarganya biasanya menunjukkan evaluasi diri pada masa kecil ditemukan berhubungan dengan
yang kurang baik atau cenderung buruk, kecemasan dan depresi. Hal ini tidak sejalan
perasaan tidak berdaya, dan menjadi sulit untuk dengan beberapa penelitian sebelumnya yang
percaya pada orang lain yang dapat menemukan bahwa hampir seluruh pengalaman
mengakibatkan mereka kesulitan untuk adverse pada masa kecil berhubungan dengan
64 Mind Set Vol. 11, No. 1
depresi dan kecemasan (Merrick dkk., 2017, Costello, E. J., & Angold, A. (1995).
Kim, 2017, dan Choi dkk., 2017). Epidemiology. In J. S. March (Ed.),
Beberapa temuan dalam penelitian ini Anxiety disorders in children and
memberikan kontribusi terhadap keterkaitan adolescents (pp. 109–124). New York:
ACE, depresi, dan kecemasan. Walaupun Guilford.
demikian, jumlah partisipan yang terlibat dalam
Felitti, V. D., Anda, R. F., Nordenberg, D.,
penelitian ini terbatas sehingga kemampuan
Williamson, D. F., Spitz, A. M.,
generalisasi hasil penelitian ini menjadi rendah.
Edwards, V., . . . Marks, J. S. (1998).
Oleh karena itu, penelitian selanjutnya
Relationship of Childhood Abuse and
diharapkan dapat menggunakan partisipan
Household Dysfunction to Many of the
dengan jumlah yang lebih besar dan batasan
Leading Causes of Death in Adults: The
karakteristik yang lebih jelas. Dalam hal
Adverse Childhood Experiences (ACE)
analisis, perbandingan depresi dan kecemasan
Study. American Journal of Preventive
berdasarkan jumlah perolehan ACE, prediktor
Medicine, 14(4), 245-258.
depresi dan kecemasan yang paling kuat dari
sudut pandang ACE, serta kaitan ACE dengan Hovens, J. G., Wiersma, J. E., Giltay, E. J., Van
depresi dan kecemasan di tahap perkembangan Oppen, P., Van Spinhoven, P., Pennix,
selain remaja menjadi kajian penelitian yang B. W., & Zitman, F. G. (2010).
perlu dikembangkan pada penelitian berikutnya. Childhood Life Events and Childhood
Trauma in Adult Patients with
DAFTAR PUSTAKA
Depressive, Anxiety and Comorbid
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Disorders vs Controls. Acta Psychiatrica
(2018). Hasil Utama Riskesdas 2018. Scandinavica, 122(1), 66-74.
Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia. Retrieved from Kalmakis, K. A., & Chandler, G. E. (2013).
https://www.kemkes.go.id/resources/do Adverse childhood experiences: towards
wnload/info-terkini/hasil-riskesdas- a clear conceptual meaning. Journal of
2018.pdf Advanced Nursing, 70(7), 1489-1501.
doi:10.1111/jan.12329
Chapman, D. P., Dube, S. R., & Anda, R. F.
(2007, May). Adverse Childhood Events Kim, Y. H. (2017). Associations of adverse
as Risk Factors for Negative Mental childhood experiences with depression
Health Outcomes. Psychiatric Annals, and alcohol abuse among Korean
37(5), 359-364. college students. Child Abuse & Neglect,
Mind Set PARAMITA DAN FARADIBA 65
Merrick, M. T., Ports, K. A., Ford, D. C., Afifi, Soffer, N., Gilboa-Schechtman, E., & Shahar, G.
T. O., Gershoff, E. T., & Grogan- (2008). The relationship of childhood
Kaylor, A. (2017). Unpacking the emotional abuse and neglect to
impact of adverse childhood experiences depressive vulnerability and low self-
on adult mental health. Child Abuse & efficacy. International Journal of
Neglect, 69, 10-19. Cognitive Therapy, 1(2), 151-162.
doi:http://dx.doi.org/10.1016/j.chiabu.20
Spitzer, R. L., Kroenke, K., Williams, J. B., &
17.03.016
Lowe, B. (2006). A Brief Measure for
66 Mind Set Vol. 11, No. 1