Anda di halaman 1dari 25

ASUHAN KEPERAWATAN PADA NY.

W DENGAN DIABETES MELLITUS


(ULKUS) DI BANGSAL RUHAMA RSIY PDHI KALASAN DAN ANALISIS
JURNAL MODERN WOUND CARE APPLICATION DIABETIC WOUND
MANAGEMENT

Disusun Oleh:

1. Lismawati
2. Putri Puspita Devi
3. Veti Constantia
4. Ramli Wabula

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

DIABETES MELLITUS DENGAN ULKUS

A. Pengertian Diabetes Mellitus


Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau
tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya
insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada metabolisme
karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak dan protein
(Price, 2010).
Diabetes Mellitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh
ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin (Lewis, 2011).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan
ulkus adalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit.
Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum
juga merupakan salah satu gejala klinik dan perjalanan penyakit DM dengan
neuropati perifer (Price, 2011).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus
sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes.
Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus
Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak
atherosklerosis pada dinding pembuluh darah (Umami,2010).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan
morbiditas akibat Diabetes Mellitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi
serius akibat Diabetes (Noer, 2012).
B. Klasifikasi
1. Klasifikasi Diabetes Mellitus dari National Diabetus Data Group:
Classification and Diagnosis of Diabetes Melitus and Other Categories of
Glucosa Intolerance:
a. Klasifikasi Klinis
1) Diabetes Melitus
a) Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
b) Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak
mengalami obesitas , dan DMTTI dengan obesitas
2) Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
3) Diabetes Kehamilan (GDM)
b. Klasifikasi risiko statistik
1) Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
2) Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa
2. Klasifikasi Ulkus
Wagner membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
C. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2012), penyebab dari diabetes melitus adalah :
1. Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a. Faktor genetic
Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi
mewarisi suatu presdisposisi atau kecenderungan genetic kearah
terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan pada
individu yang memililiki tipe antigen HLA (Human Leucocyte Antigen)
tertentu. HLA merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas
antigen tranplantasi dan proses imun lainnya.
b. Faktor imunologi
Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini
merupakan respon abnormal dimana antibody terarah pada jaringan
normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan tersebut yang
dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c. Faktor lingkungan
Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai
contoh hasil penyelidikan menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu
dapat memicu proses autuimun yang dapat menimbulkan destuksi sel β
pankreas.
2. Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic
diperkirakan memegang peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin.
Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI) penyakitnya mempunyai
pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam sekresi
insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi
dari sel-sel sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat
dirinya kepada reseptor-reseptor permukaan sel tertentu, kemudian terjadi
reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa menembus
membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam
pengikatan insulin dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh
berkurangnya jumlah tempat reseptor yang responsif insulin pada membran
sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek reseptor
insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat
dipertahankan dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi
insulin, tetapi pada akhirnya sekresi insulin yang beredar tidak lagi memadai
untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes Melitus tipe II
disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non
Insulin Dependent Diabetes Melitus (NIDDM) yang merupakan suatu
kelompok heterogen bentuk-bentuk Diabetes yang lebih ringan, terutama
dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul pada masa kanak-
kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
a. Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
b. Obesitas
c. Riwayat keluarga
d. Kelompok etnik
3. Diabetes dengan Ulkus
a. Faktor endogen:
1) Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan
penurunan sensori nyeri, panas, tak terasa, sehingga mudah terjadi
trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya
tonus vaskuler.
2) Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko
lain.
3) Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh
darah) pada pembuluh darah besar tungkai (makroangiopati)
menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat
thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor :
- Adanya hormone aterogenik
- Merokok
- Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia :
- Kaki dingin
- Nyeri nocturnal
- Tidak terabanya denyut nadi
- Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
- Kulit mengkilap
- Hilangnya rambut dari jari kaki
- Penebalan kuku
- Gangrene kecil atau luas.
b. Faktor eksogen
1) Trauma
2) Infeksi
D. Manifestasi Klinis
1. Diabetes Tipe I
a. Hiperglikemia berpuasa
b. Glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. Keletihan dan kelemahan
d. Ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. Lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. Gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. Komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh)
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola
dari fontaine :
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus)
Smeltzer dan Bare (2012).

E. Patofisiologi
Ibarat suatu mesin, tubuh memerlukan bahan untuk membentuk sel baru dan
mengganti sel yang rusak. Disamping itu tubuh juga memerlukan energi supaya
sel tubuh dapat berfungsi dengan baik. Energi yang dibutuhkan oleh tubuh berasal
dari bahan makanan yang kita makan setiap hari. Bahan makanan tersebut terdiri
dari unsur karbohidrat, lemak dan protein (Suyono,2010).  
Pada keadaan normal kurang lebih 50% glukosa yang dimakan mengalami
metabolisme sempurna menjadi CO2 dan air, 10% menjadi glikogen dan 20%
sampai 40% diubah menjadi lemak. Pada Diabetes Mellitus semua proses tersebut
terganggu karena terdapat defisiensi insulin. Penyerapan glukosa kedalam sel
macet dan metabolismenya terganggu. Keadaan ini menyebabkan sebagian besar
glukosa tetap berada dalam sirkulasi darah sehingga terjadi hiperglikemia.
Penyakit Diabetes Mellitus disebabkan oleh karena gagalnya hormon insulin.
Akibat kekurangan insulin maka glukosa tidak dapat diubah menjadi glikogen
sehingga kadar gula darah meningkat dan terjadi hiperglikemi. Ginjal tidak dapat
menahan hiperglikemi ini, karena ambang batas untuk gula darah adalah 180 mg
% sehingga apabila terjadi hiperglikemi maka ginjal tidak bisa menyaring dan
mengabsorbsi sejumlah glukosa dalam darah. Sehubungan dengan sifat gula yang
menyerap air maka semua kelebihan dikeluarkan bersama urine yang disebut
glukosuria. Bersamaan keadaan glukosuria maka sejumlah air hilang dalam urine
yang disebut poliuria. Poliuria mengakibatkan dehidrasi intra selluler, hal ini akan
merangsang pusat haus sehingga pasien akan merasakan haus terus menerus
sehingga pasien akan minum terus yang disebut polidipsi.
Produksi insulin yang kurang akan menyebabkan menurunnya transport
glukosa ke sel-sel sehingga sel-sel kekurangan makanan dan simpanan
karbohidrat, lemak dan protein menjadi menipis. Karena digunakan untuk
melakukan pembakaran dalam tubuh, maka klien akan merasa lapar sehingga
menyebabkan banyak makan yang disebut poliphagia. Terlalu banyak lemak yang
dibakar maka akan terjadi penumpukan asetat dalam darah yang menyebabkan
keasaman darah meningkat atau asidosis. Zat ini akan meracuni tubuh bila terlalu
banyak hingga tubuh berusaha mengeluarkan melalui urine dan pernapasan,
akibatnya bau urine dan napas penderita berbau aseton atau bau buah-buahan.
Keadaan asidosis ini apabila tidak segera diobati akan terjadi koma yang disebut
koma diabetik (Price,2011).
F. Pathway
Makanan (glukosa)
Ginjal tak dapat
mengabsorbsi glukosa
Defisiensi Insulin Metabolisme tidak sempurna

Transport glukosa kesel Sebagian besar glukosa


menurun Glukosa dikeluarkan Glukosuria
berada di sirkulasi darah lewat urin

Sel kekuranga makanan dan


Glukosa tidak dapat diubah menjadi Poliuria
simpanan karbohidrat, Kekurangan volume
glikogen
lemak dan protein cairan
Dehidrasi intraseluler
Klien merasa lapar Kadar gula darah
meningkat
Polidipsi
Polifagia
Hiperglikemi

Ketidakseimbangan nutrisi Nyeri


kurang dari kebutuhan Suplay makanan dan O2
Ketidakstabilan kadar glukosa darah Akut
keperifer menurun

Merangsang reseptor
Resiko infeksi Luka sulit sembuh Infeksi Ulkus/gangren
nyeri pada jaringan

Kerusakan integritas
jaringan Hambatan mobilitas
fisik
G. Komplikasi
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut
dan kronik :
1. Komplikasi Akut
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka
pendek dari glukosa darah.
a. Hipoglikemia.
b. Ketoasidosis diabetic (DKA)
c. sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2. Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi
koroner, vaskular perifer dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk
memperlambat atau menunda awitan baik komplikasi mikrovaskular
maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta
menunjang masalah seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangren
Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:
1) Grade 0 : tidak ada luka
2) Grade I : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3) Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4) Grade III : terjadi abses
5) Grade IV : Gangren pada kaki bagian distal
6) Grade V : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
3. Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/ Jaringan Yang Terjadi Komplikasi


yang terkena
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk Sirkulasi yang jelek
dan menyumbat arteri menyebabkan
berukuran besar atau sedang di penyembuhan luka yg jelek
jantung, otak, tungkai dan dan bisa menyebabkan
penis.Dinding pembuluh darah penyakit jantung, stroke,
kecil mengalami kerusakan gangren kaki dan tangan,
sehingga pembuluh tidak impoten dan infeksi
dapat mentransfer oksigen
secara normal dan mengalami
kebocoran
Mata Sirkulasi yang jelek Gangguan penglihatan dan
menyebabkan penyembuhan pada akhirnya bisa terjadi
luka yang jelek dan bisa kebutaan
menyebabkan penyakit
jantung, stroke, gangren kaki
dan tangan, impoten dan
infeksi
Ginjal 1. Penebalan pembuluh darah Fungsi Ginjal yang buruk
ginjal Gagal Ginjal
2. Protein bocor ke dalam air
kemih
3. Darah tidak disaring secara
normal

Saraf Kerusakan saraf karena 1. Kelemahan tungkai


glukosa tidak dimetabolisir yang terjadi secara tiba-
secara normal dan karena tiba atau secara
aliran darah berkurang perlahan
2. Berkurangnya rasa,
kesemutan & nyeri di
tangan dan kaki
3. Kerusakan saraf
menahun
Sistem saraf Kerusakan pada saraf yang 1. Tekanan darah yg naik-
Otonom mengendalikan tekanan darah turun
dan saluran pencernaan 2. Kesulitan menelan dan
perubahan fungsi
pencernaan disertai
serangan diare

Kulit Berkurangnya aliran darah ke 1. Luka, infeksi dalam


kulit dan hilangnya rasa yang (ulkus diabetikum)
menyebabkan cedera berulang 2. Penyembuhan luka yg
jelek

Darah Gangguan fungsi sel darah Mudah terkena infeksi,


putih terutama infeksi saluran
kemih dan kulit

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM adalah mencoba menormalkan aktivitas insulin dan
kadar glukosa darah dalam upaya mengurangi terjadinya komplikasi vaskuler
serta neuropatik. Tujuan terapeutik pada setiap tipe DM adalah mencapai kadar
glukosa darah normal (euglikemia) tanpa terjadi hipoglikemia dan gangguan
series pada pola aktivitas pasien.
Ada lima konponen dalam penatalaksanaan DM, yaitu:
1. Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan
semua unsur makanan esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar
glukosa darah yang tinggi dan menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1) Jumlah sesuai kebutuhan
2) Jadwal diet ketat
3) Jenis : boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan
kandungan kalorinya.
1 Diit DM I : 1100 kalori

2 Diit DM II : 1300 kalori

3 Diit DM III : 1500 kalori

4 Diit DM IV : 1700 kalori

5 Diit DM V : 1900 kalori

6 Diit DM VI : 2100 kalori

7 Diit DM VII : 2300 kalori

8 Diit DM VIII : 2500 kalori

9 Diit I s/d III : Diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk

1 Diit IV s/d V : Diberikan kepada penderita dengan berat badan normal


0
1 Diit VI s/d : Diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau
1 VIII diabetes komplikasi.

Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Mellitus harus disesuaikan oleh


status gizi penderita, penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung
Percentage of relative body weight (BBR= berat badan normal) dengan
rumus:
BB (Kg)
BBR = X 100 %
TB (cm) – 100

1) Kurus (underweight) : BBR < 90 %


2) Normal (ideal) : BBR 90 – 110 %
3) Gemuk (overweight) : BBR > 110 %
4) Obesitas, apabila : BBR > 120 %
- Obesitas ringan : BBR 120 – 130 %
- Obesitas sedang : BBR 130 – 140 %
- Obesitas berat : BBR 140 – 200 %
- Morbid : BBR > 200 %
Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk
penderita DM yang bekerja biasa adalah:
1) Kurus : BB X 40 – 60 kalori sehari
2) Normal : BB X 30 kalori sehari
3) Gemuk : BB X 20 kalori sehari
4) Obesitas : BB X 10-15 kalori sehari
2. Obat
a. Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
1) Mekanisme kerja sulfanilurea
 kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
 kerja OAD tingkat reseptor
2) Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai
efek lain yang dapat meningkatkan efektivitas insulin, yaitu:
 Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
a) Menghambat absorpsi karbohidrat
b) Menghambat glukoneogenesis di hati
c) Meningkatkan afinitas pada reseptor
insulin
d) Biguanida pada tingkat reseptor :
meningkatkan jumlah reseptor insulin
e) Biguanida pada tingkat pascareseptor :
mempunyai efek intraseluler
b. Insulin
1) Indikasi penggunaan insulin
a) DM tipe I
b) DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan
OAD
c) DM kehamilan
d) DM dan gangguan faal hati yang berat
e) DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f) DM dan TBC paru akut
g) DM dan koma lain pada DM
h) DM operasi
2) Insulin diperlukan pada keadaan :
a) Penurunan berat badan yang cepat.
b) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c) Ketoasidosis diabetik.
d) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
3. Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga yang teratur akan
menurunkan kadar glukosa darah dengan meningkatkan pengambilan
glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian kadar insulin
4. Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri
diharapkan pada penderita diabetes dapat mengatur terapinya secara
optimal.
5. Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk
mengendalikan kenaikan kadar glukosa darah sesudah makan dan pada
malam hari.

I. Pemeriksaan Penunjang
1. Glukosa darah: gula darah puasa > 130 ml/dl, tes toleransi glukosa > 200
mg/dl, 2 jam setelah pemberian glukosa.
2. Aseton plasma (keton) positif secara mencolok.
3. Asam lemak bebas: kadar lipid dan kolesterol meningkat
4. Elektrolit: Na mungkin normal, meningkat atau menurun, K normal atau
peningkatan semu selanjutnya akan menurun, fosfor sering menurun.
5. Gas darah arteri: menunjukkan Ph rendah dan penurunan HCO3
6. Trombosit darah: Ht meningkat (dehidrasi), leukositosis dan hemokonsentrasi
merupakan respon terhadap stress atau infeksi.
7. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat atau normal
8. Urine: gula dan aseton positif
9. Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena,
serum/plasma 10-15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5%
lebih tinggi daripada metode tanpa deproteinisasi.
10. Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-
180% maka sekresi dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam
urin:  + nilai ambang ini akan naik pada orang tua. Metode yang  populer:
carik celup memakai GOD.
11. Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat
didekrboksilasi menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-
hidroksibutirat tidak terdeteksi.
12. Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah:
(Kholesterol, HDL, LDL, Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula
langerhans ( islet cellantibody)
13. Postprandial
Dilakukan 2 jam setelah makan atau setelah minum. Angka diatas 130 mg/dl
mengindikasikan diabetes.
14. Hemoglobin glikosilat
Hb1C adalah sebuah pengukuran untuk menilai kadar gula darah selama 140
hari terakhir. Angka Hb1C yang melebihi 6,1% menunjukkan diabetes.

15. Tes toleransi glukosa oral


Setelah berpuasa semalaman kemudian pasien diberi air dengan 75 gr gula,
dan akan diuji selama periode 24 jam. Angka gula darah yang normal dua jam
setelah meminum cairan tersebut harus < dari 140 mg/dl.
16. Tes glukosa darah dengan finger stick, yaitu jari ditusuk dengan sebuah
jarum, sample darah diletakkan pada sebuah strip yang dimasukkan kedalam
celah pada mesin glukometer, pemeriksaan ini digunakan hanya untuk
memantau kadar glukosa yang dapat dilakukan dirumah.
17. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan dilakukan
dengan cara Benedict ( reduksi ). Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna
pada urine : hijau ( + ), kuning ( ++ ), merah ( +++ ), dan merah bata ( ++++ )
18. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotik yang sesuai
dengan jenis kuman.

J. Konsep Asuhan Keperawatan


a) Fokus Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes mellitus
dilakukan mulai dari pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat
kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat kesehatan masa lalu,
pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji pada klien
dengan diabetes mellitus :
1. Anamnese
a. Identitas penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.

b. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki / tungkai bawah, rasa raba yang
menurun, adanya luka yang tidak sembuh – sembuh dan berbau,
adanya nyeri pada luka.
c. Riwayat Kesehatan
Sekarang
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan utama gatal-gatal pada
kulit yang disertai bisul/lalu tidak sembuh-sembuh, kesemutan/rasa
berat, mata kabur, kelemahan tubuh. Disamping itu klien juga
mengeluh poli urea, polidipsi, anorexia, mual dan muntah, BB
menurun, diare kadang-kadang disertai nyeri perut, kramotot,
gangguan tidur/istirahat, haus-haus, pusing-pusing/sakit kepala,
kesulitan orgasme pada wanita dan masalah impoten pada pria.
d. Riwayat Kesehatan
Dahulu
o Riwayat hipertensi/infark miocard akut dan diabetes gestasional
o Riwayat ISK berulang
o Penggunaan obat-obat seperti steroid, dimetik (tiazid), dilantin dan
penoborbital.
o Riwayat mengkonsumsi glukosa/karbohidrat berlebihan
e. Riwayat Kesehatan
Keluarga  Adanya riwayat anggota keluarga yang menderita DM.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Neuro sensori 
Disorientasi, mengantuk, stupor/koma, gangguan memori, kekacauan
mental, reflek tendon menurun, aktifitas kejang.
b. Kardiovaskuler  Takikardia / nadi menurun atau tidak ada,
perubahan TD postural, hipertensi dysritmia, krekel, DVJ (GJK)
c. Pernafasan
Takipnoe pada keadaan istirahat/dengan aktifitas, sesak nafas, batuk
dengan tanpa sputum purulent dan tergantung ada/tidaknya infeksi,
panastesia/paralise otot pernafasan (jika kadar kalium menurun tajam),
RR > 24 x/menit, nafas berbau aseton.
d. Gastro intestinal  Muntah, penurunan BB, kekakuan/distensi
abdomen, aseitas, wajah meringis pada palpitasi, bising usus
lemah/menurun.
e. Eliminasi
Urine encer, pucat, kuning, poliuria, urine berkabut, bau busuk, diare
(bising usus hiper aktif).
f. Reproduksi/sexualitas
Rabbas vagina (jika terjadi infeksi), keputihan, impotensi pada pria,
dan sulit orgasme pada wanita
g. Muskulo skeletal  Tonus otot menurun, penurunan kekuatan otot,
ulkus pada kaki, reflek tendon menurun kesemuatan/rasa berat pada
tungkai.
h. Integumen
Kulit panas, kering dan kemerahan, bola mata cekung, turgor jelek,
pembesaran tiroid, demam, diaforesis (keringat banyak), kulit rusak,
lesi/ulserasi/ulkus.
3. Aspek psikososial
a. Stress, anxientas, depresi
b. Peka rangsangan
c. Tergantung pada orang lain
4. Pemeriksaan diagnostic
a. Gula darah meningkat > 200 mg/dl
b. Aseton plasma (aseton) : positif secara mencolok
c. Osmolaritas serum : meningkat tapi < 330 m osm/lt
d. Gas darah arteri pH rendah dan penurunan HCO3 (asidosis metabolik)
e. Alkalosis respiratorik
f. Trombosit darah:  mungkin meningkat (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi, menunjukkan respon terhadap stress/infeksi.
g. Ureum/kreatinin: mungkin meningkat/normal lochidrasi/penurunan
fungsi ginjal.
h. Amilase darah: mungkin meningkat > pankacatitis akut.
i. Insulin darah: mungkin menurun sampai tidak ada (pada tipe I),
normal sampai meningkat pada tipe II yang mengindikasikan
insufisiensi insulin.
j. Pemeriksaan fungsi tiroid: peningkatan aktivitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
k. Urine: gula dan aseton positif, BJ dan osmolaritas mungkin
meningkat.
l. Kultur dan sensitivitas: kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pada luka.

b) Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik
2) Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan gangguan
toleransi glukosa darah
3) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
4) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri

c) Fokus Intervensi
DIAGNOSA
N TUJUAN DAN KRITERIA
KEPERAWATA INTERVENSI
o HASIL
N
1. Nyeri akut b/d Setelah dilakukan tindakan Pain Management-1400
agen pencedera selama 3x24 jam nyeri klien 1. Lakukan pengkajian
fisik berkurang dengan kriteria nyeri secara
hasil : komprehensif termasuk
Pain Control lokasi, karakteristik,
1. Mampu mengontrol nyeri durasi, frekuensi,
(tahu penyebab nyeri, kualitas dan faktor
mampu menggunakan presipitasi
tehnik nonfarmakologi 2. Observasi reaksi
untuk mengurangi nyeri, nonverbal dari
mencari bantuan) ketidaknyamanan
2. Melaporkan bahwa nyeri 3. Gunakan teknik
berkurang dengan komunikasi terapeutik
menggunakan manajemen untuk mengetahui
nyeri pengalaman nyeri pasien
3. Skala nyeri turun jadi 2 4. Pilih dan lakukan
penanganan nyeri
(farmakologi, non
farmakologi dan inter
personal)
5. Berikan analgetik
mengurangi nyeri kalau
perlu
6. Tingkatkan istirahat
total klien (bedrest)
7. Kolaborasikan dengan
dokter terhadap
pemberian analgetik
2. Ketidakstabilan Setelah dilakukan tindakan Glucose Monitoring
kadar glukosa keperawatan selama 3 x 24 jam 1. Monitor keadaan umum
darah diharapkan ketidakstabilan pasien
b/d gangguan kadar glukosa darah dapat 2. Moniror GDS darah 4
toleransi glukosa teratasi dengan kriteria hasil : jam sekali
darah 1. Glukosa pasien dalam 3. Monitor tanda dan gejala
rentang normal (70 – 115 hiperglikemi (kadar gula
mg/dl) darah lebih dari 115
2. Tidak ada tanda dan gejala mg/dl, kulit dingin,
hiperglikemi pada pasien. lembab dan pucat,
3. Tidak terjadi syok takikardi,peka terhadap
rangsang, tidak sadar,
tidak terkoordinasi,
bingung, mudah
mengantuk).
4. Kolaborasi pemberian
Human Insulin 10 unit
dalam infus D5%.
3. Kerusakan NOC : Tissue Integrity : Skin Wound Care
integritas jaringan and Mucous Membranes 1. Monitor karakteristik
b/d neuropati
Kriteria Hasil : luka, termasuk
perifer
1. Integritas kulit drainase, warna,
yang baik bisa ukuran, dan bau
dipertahankan 2. Lakukan perawatan
2. Melaporkan luka untuk mengganti
adanya gangguan sensasi balutan luka dengan
atau nyeri pada daerah teknik aseptik
kulit yang mengalami 3. Bersihkan luka dengan
gangguan normal saline atau
cairan yang tidak
berbahaya lainnya
sesuai protap
4. Posisikan pasien
dengan tepat untuk
menghindari tekanan
di area luka
5. Tingkatkan konsumsi
cairan
6. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi pada
keluarga agar dapat
mengenali sejak dini
komplikasi dari luka
7. Anjurkan kepada klien
dan keluarga untuk
menjaga kebersihan
area luka
4 Hambatan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji dan identifikasi
mobilitas fisik b/d keperawatan selama 3 x 24 jam
tingkat kekuatan otot
nyeri
diharapkan hambatan mobilitas pada kaki klien.
fisik dapat teratasi dengan
2. Anjurkan klien untuk
kriteria hasil :
menggerakkan
1. Pergerakan klien tidak
/mengangkat
terbatas.
ekstrimitas sesuai
2. Klien dapat
kemampuan.
melaksanakan aktivitas
3. Bantu klien dalam
sesuai dengan
memenuhi
kemampuan (duduk,
kebutuhannya.
berdiri, berjalan ).
4. Kolaborasi dengan
3. Klien dapat memenuhi
kebutuhan sendiri secara tenaga fisioterapi
bertahap sesuai dengan (terapi fisik).
kemampuan.

DAFTAR PUSTAKA

 Brunner & Suddarth. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, alih
bahasa: Waluyo Agung., Yasmin Asih., Juli., Kuncara., I.made karyasa,
EGC, Jakarta.
 Dochterman, Joanne Mc.Closkey. 2004. Nursing Interventions Classification
(NIC) fourth edition. USA: Mosby,Inc.
 Dochterman, Joanne Mc.Closkey. 2004. Nursing Outcomes
Classification(NOC) fourth edition. USA: Mosby,Inc.
 Nanda International. 2012. NURSING DIAGNOSES : Defenitions &
Classifications. United States of America: NANDA International
Philadelphia.
Lewis, Sharon Martik, 2000. Medical Surgical Nursing, Missouri: Mosby.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2011. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik,
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit
FKUI.Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga.
Jakarta : Penerbit Erlangga
 Price, et al. 2010. Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses penyakit. Edisi
4. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai