Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN GINJAL KRONIK

Dosen Pembimbing: Dr.Sri Handayani, S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun Oleh :

Rika Febriyanti, S.Kep


(20310186)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA

2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dengan dan asuhan keperawatan pada Tn.S dengan diagnosa medis
“Gangguan Ginjal Kronik”

Telah diterima dan di sahkan oleh pembimbing akademik institusi Program Study Profesi
Ners STIKes Yogyakarta :
Nama : RIKA FEBRIYANTI
NIM : 20310186
Hari :
Tanggal :

Mengetahui

Yogyakarta, Februari 2021

Pembimbing Akademik Mahasiswa

Dr. Sri Handayani,S.Kep.,Ns., M.Kes Rika Febriyanti S. Kep


A. Pengertian
Ginjal adalah organ utama sistem perkemihan yang memroses plasma darah dan
mengeluarkan buangan dalam bentuk urin melalui organ perkemihan yang meliputi ureter,
kandung kemih, dan uretra (Chang, Daly, dan Elliot, 2010).
Ginjal adalah organ tubuh yang berfungsi untuk mengeluarkan urin, sisa hasil metabolism
tubuh adalam bentuk cairan. Ginjal terletak pada dinding bagian luar rongga perut, rongga
terbesar dalam tubuh manusia, tepatnya di sebelah kanan dan kiri tulang belakang
(Lubis,2006).
Fungsi ginjal adalah mengatur keseimbangan air, konsentrasi garam dalam darah,
keseimbangan asam-basa darah, serta ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam
(Pearce,2011).
Gagal ginjal kronis disebut juga sebagai ”Chronic Kidney Disease (CKD)” adalah
penurunan fungsi ginjal kronis yang bersifat progresif dan ireversibel yang ditandai dengan
penurunan atau keruksakan struktur serta fungsi ginjal selama lebih dari 3 bulan
(Pernefri,2011).
Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak
dapat pulih kembali, dimana tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal
memelihara keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum
(Desfrimadona, 2016).
Sedangkan Gagal Ginjal Kronik (GGK) sebagai suatu proses patofisiologi yang
menyebabkan kerusakan struktural dan fungsional ginjal ini masih menjadi permasalahan
serius di dunia kesehatan (Mayuda dkk, 2017).
Gagal ginjal kronik merupakan suatu perubahan fungsi ginjal yang progresif dan
ireversibel. Ditandai oleh penurunan laju filtrasi glomerulus secara medadak dan cepat
(hitungan jam – minggu). Penyakit gagal ginjal tahap akhir tidak mampu untuk
mengkonsentrasikan atau mengencerkan urin secara normal, ginjal tidak dapat merespon
sesuai dengan perubahan masukan cairan dan elektrolit sehari-hari. Retensi natrium dan air
dapat meningkatkan beban sirkulasi berlebihan, terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan
hipertensi (Isroin, 2016).
B. Etiologi
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi penyakit lainnya, sehingga
merupakan penyakit sekunder (Secondary illness). Penyebab yang sering adalah diabetes
melitus dan hipertensi. Selain itu, menurut Robinson, (2013) ada beberapa penyebab lainnya
dari gagal ginjal kronis, yaitu :
a. Glomerulonefritis;
Glomerulonefritis adalah penyakit inflamasi atau non inflamasi pada glomerulus
yang menyebabkan perubahan permeabilitas, perubahan stuktur, dan fungsi
glomerulus. (Sudoyono, 2014)
b. Polikistik ginjal;
Penyakit ginjal polikistik adalah gangguan turun temurun dimana kristik seperti
anggur berisi cairan serosa, darah, atau rine menggantikan jaringan ginjal normal.
(Black 2014)
c. Nefropati diabetik
Nefropati diabetik adalah kadar gula darah yang tidak terkontrol pada pasien
diabetes bisa memicu kerusakan glomerulus (pembuluh darah halus yang
merusakan tempat penyaringan darah di ginjal). Kondisi ini jika dibiarkan terus
bisa menyebabkan ginjal kehilangan kemampuan menyaring darah sehingga
terjadi gagal ginjal. Selain menyebabkan fungsinya terganggu, kerusakan tersebut
juga membuat protein yang disebut albumin terbuang ke urine dan tidak diserap
kembali.
Selain kadar gula darah yang tinggi (hiperglikemia) dan tekanan darah tinggi
(hipertensi) yang tidak terkontrol, faktor lain yang dapat meningkatkan risiko
nefropati diabetik adalah:
1. Merokok.
2. Menderita diabetes tipe 1 sebelum usia 20 tahun.
3. Menderita kolesterol tinggi.
4. Memiliki berat badan berlebih.
5. Memiliki riwayat diabetes dan penyakit ginjal dalam keluarga.
6. Menderita komplikasi diabetes lain, seperti neuropati diabetik.
d. Hipertensi
Hipertensi didefiniikan sebagai tekanan darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau
tekanan diastolik 90 mmHg atau lebih,berdasarkan rata-rata 3 kali pengukuran
atau lebih yang diukur secara terpisah. (Priscilla LeMone, 2015).
e. Obstuksi oleh karena batu
Batu ginjal merupakan keadaan tidak normal didalam ginjal, dan mengandung
komponen kristal serta matriks organik. (Sudoyono, 2014).

C. Manifestasi Klinis (Tanda & Gejala)


Penderita CKD akan menunjukkan beberapa tanda dan gejala sesuai dengan tingkat
kerusakan ginjal, kondisi lain yang mendasari dan usia penderita. Penyakit ini akan
menimbulkan gangguan pada berbagai organ tubuh anatara lain :
a. Efek cairan dan elektrolit
Hilangnya jaringan ginjal fungsional merusak kemampuannya untuk mengatur
keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam basa. Pada tahap awal CKD, kerusakan
filtrasi dan reabsopsi menyebabkan proteinuria, hematuria, penurunan
kemampuan memekatkan urine.
b. Efek kardiovaskular
Penyakit kadriovaskular adalah penyebab umum kematian pada ESRD dan terjadi
akibat percepatan aterosklerosis. Hipertensi hiperlipidemia, dan intoleransi
glukosa semuanya berperan pada proses tersebut. hipertensi sistemik adalah
manifestasi umum CKD, hipertensi terjadi akibat kelebihan volume cairan,
peningkatan aktivitas renin angiotensin, peningkatan resistensi vaskular, dan
penurunan prostaglandin.
c. Efek hematologi
Anemia bisa muncul pada CKD, disebabkan oleh banyak faktor. Ginjal
memproduksi eritropoetin, hormon yang mengontrol produksi SDM. Pada gagal
ginjal, produksi eritropoietin turun. Toksin metabolik yang tertahan lebih lanjut
menekan produksi SDM dan menyebabkan pemendekan masa hidup SDM.
Kekurangan nutrisi (besi dan folat) dan peningkatan risiko kehilangan darah
saluran GI juga menyebabkan anemia.
d. Efek sistem imun
Uremia meningkatkan risiko infeksi. Kadar tinggi urea dan sisa metabolik
tertahan merusak semuua aspek inflamasi dan fungsi imun
e. Efek Gastrointestinal
Anoreksia, mual, muntah, adalah gejala awal uremia. Ulserasi juga
mempengaruhi tiap level saluran GI dan menyebabkan peningkatan risiko
pendarahaan GI.
f. Efek neurologis
Uremia mengubah fungsi sistem saraf pusat dan perifer Manifestasi SSP terjadi
lebih awal dan mencakup perubahan mental, kesulitan berkonsentrasi, keletihan,
dan insomnia.
g. Efek musculoskeletal
Hiperfosfasfatemia dan hipokalsemia yang terkait dengan uremia menstimulasi
sekresi hormon paratiroid. Hormon paratiroid menyebabkan peningkatan resorpsi
kalsium dari tulang. Selain itu, aktivitas sel osteoblas (pembentuk tulang) dan
osteoklas (penghancur tulang) terkena. Resorpsi dan remodeling tulang ini,
bersamaan dengan penurunan sintesis vitamin D dan penurunan absorpsi kalsium
dari saluran GI, menyebabkan osteodistrofi ginjal, disebut juga riketsia ginjal.
Osteodistrofi ditandai dengan osteomalasia pelunakan tulang, dan osteoporosis,
penurunan massa tulang. Kista pada tulangg dapat terjadi. Manifestasi
osteodistrofi mencakup nyeri, dan kelemahan otot. Pasien berisiko tinggi
mengalami fraktur spontan.
h. Efek endokrin
Akumulasi produk sisa metabolisme protein adalah faktor utama yang terlibat
pada efek dan manifestasi uremia. Kadar kreatinin serum dan BUN naik secara
signifikan. Kadar asam urat meningkat, menyebabkan peningkatan risiko gout.
Menurut Smelzer dan Bare (2002), manifestasi gagal ginjal kronik terbagi menjadi
berbagai sistem yaitu:

Sistem Manifestasi Klinis


Kardiovaskuler Hipertensi, friction rub perikardial,
pembesaran vena leher
Integumen edema periorbotal, pitting edema (kaki,
tangan, sacrum).Warna kulit abu-abu
mengkilat, kulit kering bersisik,
pruritus, ekimosis, kuku tipis dan
rapuh, rambut tipis dan kasar,
Pulmoner Crackels, sputum kental dan kiat, nafas
dangkal
Gastrointestinal Nafas berbau amonia, ulserasi dan
perdarahan lewat mulut, anoreksia,
mual dan muntah, konstipasi dan diare,
perdarahan dari saluran GI
Neuro Kelemahan dan keletihan, konfusi
disorientasi, kejang, kelemahan pada
tungkai
Muskoloskeletal Kram otot dan kekuatan otot hilang,
fraktur tulang, edema pada ekstremitas
Reproduksi Amenore
Perkemihan Oliguri, anuria, dan proteinuria.
D. Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab pada akhirnya akan terjadi
kerusakan nefron. Bila nefron rusak maka akan terjadi penurunan laju filtrasi glomerolus dan
terjadilah penyakit gagal ginjal kronik yang mana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi
eksresi dan dan fungsi non-eksresi. Gangguan fungsi non-eksresi diantaranya adalah
gangguan metabolism vitamin D yaitu tubuh mengalami defisiensi vitamin D yang mana
vitamin D bergunan untuk menstimulasi usus dalam mengabsorpsi kalsium, maka absorbs
kalsium di usus menjadi berkurang akibatnya terjadi hipokalsemia dan menimbulkan
demineralisasi ulang yang akhirnya tulang menjadi rusak. Penurunan sekresi eritropoetin
sebagai factor penting dalam stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang
menyebabkan produk hemoglobin berkurang dan terjadi anemia sehingga peningkatan
oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin) berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan
lemas dan tidak bertenaga.
Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang
berfungsi.penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa clerence kretinin
urine tamping 24 jam yang menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan peningkatan kadar
kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan edema, CHF dan hipertensi.
Hipotensi dapat terjadi karena aktivitasbaksis rennin angiostenin dan kerjasama keduanya
meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan resiko hipotensi dan
hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status
uremik memburuk. Asidosis metabolic akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam (H +) yang
berlebihan. Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia
(NH3-) dan megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO 3). Penurunan eksresi fosfat dan asam
organic yang terjadi.
Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel
darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status
uremik pasien terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang dipreduksi oleh ginjal
menstimulasi sumsum tulang untuk menghasilkan sel darah merah dan produksi eritropoitein
menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai dengan keletihan, angina dan
sesak nafas.
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolism. Kadar kalsium
dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat maka fungsi
yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui glomerulus ginjal maka
meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan
kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parahhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal
ginjal tubuh tidak dapat merspons normal terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga
kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang.
(Nurlasam, 2007)
E. Pathway
F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smeltzer dan
Bare (2001) yaitu :
1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi
a. Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet), Propanolol
(Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses),Beta Blocker, Prazonin
(Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).
b. Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid (Lasix),
Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone (Zaroxolon), Chlorothiazide
(Diuril).
c. Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.
d. Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren Sulfanat.
e. Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.

f. Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium hidroksida.


g. Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium
asetat, alumunium hidroksida.
h. Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen
i. Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.
2. Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan C, diet
tinggi lemak dan karbohirat
3. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
4. Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium), fenitonin
(dilantin).
5. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau SC 3x
seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan dekarnoat/deca
durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-testoteron) untuk pria, transfuse
Packet Red Cell/PRC.
6. Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal dialisa.
7. Transplantasi ginjal.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Doenges dalam Waluy (2018) pemeriksaan penunjang digunakan baik untuk
mengidentifikasi CKD maupun memonitor fungsi ginjal. Sejumlah pemeriksaaan dapat
dilakukan untuk menentukan penyebab gangguan ginjal adalah :
1. Pemeriksaan darah
1) Blood urea nitrogen (BUN) :
Mengukur produk akhir metabolisme protein di hati, difiltrasi oleh ginjal dan
diekresi dalam urine.
2) Kreatinin (Cr) :
Produk akhir metabolisme protein dan otor yang difiltrasi oleh ginjal dan
diekresi dalam urine.
3) Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) :
Dihitung dari kadar Cr serum dan dilakukan untuk tujuan area permukaan
tubuh normal. GFR memiliki nilai sekitar 90 mL/menit pada orang dewasa
sehat.
4) Hitung darah lenglap (CBC) :
Rangkaian pemeriksaan skrining, yang biasanya berupa pemeriksaan
hemoglobin (Hb); Hematokrit (Ht); hitung morfologi, indeks, dan indeks
luasnya distribusi sel darah merah (SDM); hitung dan ukuran trombosit; hitung
sel darah putih dan hitunng jenisnya.
5) Gas darah Arteri (ABG) :
Menentukan pH dan persentase oksigen, karbon dioksida, dan bikarbonat pada
darah arteri.
6) Elektrolit (renalit)
Mineral bermuatan listrik yang ditemukan dalam jaringan tubuh dan darah
dalam bentuk garam berlarut yang membantu memindahkan nutrien ke dalam
dan keluar sel tubuh, mempertahankan keseimbangan air, dan menstabilkan
kadar pH tubuh.
a) Natrium :
Membantu mengevaluasi status hidrasi dan perkembangan gagal
ginjal.
b) Kalium :
Fluktuasii kadar kalium dapat menciptakan situasi yang
mengancam jiwa, mempengaruhi pilihan terapeutik.
c) Fosfor :
Memiliki dampak langsung pada fungsi paratiroid dan kesehatan
sekarang.
d) Kalsium :
Penting dalam mekanisme umpan balik untuk menghambat sintesis
PTH dan pergantian tulang skeletal.
e) Protein (khsusnya albumin) :
Mengevaluasi status nutrisi dan memprediksi mortalitas pada klien
yang menerima dialisis
2. Pemeriksaan urine
1) Volume :
Menggambarkan penurunan fungsi ginjal, kemungkinan terjadinya AKI
bersamaan dengan GGK.

2) Warna :

Perubahan warna atau kejernihan mengindikasikan terjadinya komplikasi.


3) Berat jenis urine :
Mengukur densitas urine dibandingkan dengan air, dengan rentang normal
sebesar 1,005 hingga 1,030.
3. Pemeriksaan diagnostik lain
1) Ultrasonografi ginjal :

Tehnik pencitraan yang menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi dan


komputer untuk menciptakan gambaran pembuluh darah, jaringan, dan organ.

2) Comuted tomographic (Ct) scan :

Prosedur sinar X yang menggunakan komputer untuk menghasilkan gambaran


potongan melintang tubuh secara terperinci.
3) Sinar X ginjal, ureter, kandung kemih :
Sinar X abdomen yang menunjukkan ginjal, ureter, dan kandung kemih.
4) Angiografi aortorenal :
Pemeriksaan fluroskopik, yang menggunakan kontras untuk memeriksa
pembuluh darah ginjal guna mengetahui adanya tanda penyumbatan atauu
abnormalitas.

H. Komplikasi
Komplikasi yang dapat ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronis adalah (Baughman,
2010):
1. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis)
dan jika berlangsung lama akan menyebabkan fraktur pathologis.
2. Penyakit kardiovaskular
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara sistemik berupa
hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan kelainan hemodinamik (sering
terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
3. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritroportin yang mengalami defisiensi di ginjal
akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
4. Disfungsi seksual
Dengan gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami
penurunan dan terjadi impotensi pada pria. Pada wanita dapat terjadi
hiperprolaktinemia

I. Diagnose keperawatan
Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Doeges (1999),
Carpenito (2000) dan Smeltzer dan Bare (2001) adalah :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet
berlebihan dan retensi cairan dan natrium.

2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake


inadekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan
membrane mukosa mulut.
3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru sekunder terhadap adanya edema pulmoner dan asites.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan.
5. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi toksik,
kalsifikasi jaringan lunak.
6. Perubahan proses fikir berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti
akumulasi toksin (urea, amonia)
7. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik
dalam kulit dan gangguan turgor kulit, gangguan status metabolik.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.
9. Kurang pengetahuan tentang pencegahan dan perawatan penyakit gagal
ginjal kronik berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah interpretasi
informasi dan kurangnya informasi
16
J. Perencanaan keperawatan (Diagnosa, tujuan, dan kriteria hasil & rencana tindakan disertai rasional sesuai teori)

Intervensi keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Doenges (1999), Carpenito (2000) dan Smeltzer dan Bare

(2001) adalah

Dignosa
No Tujuan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan Rasional
1. Kelebihan volume Kelebihan  Pembatasan diet 1) kaji status cairan Pengkajian merupakan dasar
cairan cairan/edema dan cairan.  Timbang berat badan harian berkelanjutan untuk memantau
 Keseimbangan masukan dan haluaran.
berhubungan tidak terjadi.  Turgor kulit perubahan dan mengevaluasi
 Turgor kulit dan adanya edema.
dengan penurunan normal tanpa  Tekanan darah, denyut dan irama nadi. intervensi.
haluaran urine dan edema. 2) batasi masukan cairan

retensi cairan dan  Tanda-tanda vital


Pembatasan cairan akan
natrium. normal.
menentukan berat tubuh
3) identifikasi sumber potensial cairan,
ideal, haluaran urine dan
medikasi dan cairan yang digunakan untuk
respons terhadap terapi.
pengobatan, oral dan intravena
Sumber kelebihan cairan yang tidak
4) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang
diketahui dapat diidentifikasi
pembatasan cairan.

Pemahaman meningkatkan kerjasama


5) Bantu pasien dalam menghadapi
ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan. pasien dan keluarga dalam
pembatasan cairan.
Kenyamanan pasien meningkatkan
kepatuhan terhadap pembatasan diet.
2. Perubahan nutrisi Mempertahan  Pengukuran 1) Kaji status nutrisi Menyediakan data dasar untuk
kurang dari kan masukan antropometri  perubahan berat badan memantau perubahan dan
kebutuhan tubuh nutrisi yang  pengukuran antropometrik mengevaluasi intervensi.
dalam batas
 nilai laboratorium (elektrolit serum,
berhubungan adekuat normal.
BUN, kreatinin, protein, transferin dan
dengan intake  Perlambatan atau
kadar besi).
inadekuat, mual, penurunan berat
2) Kaji pola diet dan nutrisi pasien
muntah, badan yang cepat  riwayat diet Pola diet sekarang dan dahulu dapat
anoreksia. tidak terjadi.  makanan kesukaan dipertimbangkan dalam menyusun
 hitung kalori.
 Pengukuran 3) Kaji faktor-faktor yang dapat merubah menu.
biokomis dalam masukan nutrisi:
batas normal Menyediakan informasi mengenai
 Anoreksia, mual dan muntah
(albumin, kadar  Diet yang tidak menyenangkan bagi faktor lain yang dapat diubah atau
elektrolit). pasien dihilangkan untuk meningkatkan
 Peneriksaan  Kurang memahami diet. masukan diet.
laboratorium
4) Menyediakan makanan kesukaan pasien
klinis dalam batas
normal.
 pematuhan Mendorong peningkatan masukan
makanan dalam
pembatasan diet dalam batas-batas diet. diet.
dan medikasi 5) Anjurkan camilan tinggi kalori, rendah Mengurangi makanan dan protein
sesuai jadwal protein, rendah natrium, diantara waktu yang dibatasi dan menyediakan kalori
untuk mengatasi makan. untuk energi, membagi protein untuk
anoreksia. pertumbuhan dan penyembuhan
jaringan.
6) Jelaskan rasional pembatasan diet dan Meningkatkan pemahaman pasien
hubungannya dengan penyakit ginjal dan tentang hubungan antara diet, urea,
peningkatan urea dan kadar kreatinin. kadar kreatinin dengan penyakit
renal.
7) Sediakan jadwal makanan yang dianjurkan Daftar yang dibuat menyediakan
secara tertulis dan anjurkan untuk pendekatan positif terhadap
memperbaiki rasa tanpa menggunakan pembatasan diet dan merupakan
natrium atau kalium. referensi untuk pasien dan keluarga
yang dapat digunakan dirumah.
8) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan Faktor yang tidak menyenagkan yang
selama waktu makan. berperan dalam menimbulkan
anoreksia dihilangkan.

9) Timbang berat badan harian.


Untuk memantau status cairan dan
nutrisi.

10) Kaji bukti adanya masukan protein yang


tidak adekuat Masukan protein yang tidak adekuat
 pembentukan edema dapat menyebabkan penurunan
 penyembuhan yang lambat albumin dan protein lain,
 penurunan kadar albumin pembentukan edema dan perlambatan
peyembuhan.
3. Gangguan perfusi Setelah  Membran mukosa 1) Awasi tanda-tanda vital, kaji pengisian Memberikan informasi tentang derajat
jaringan dilakukan warna merah kapiler, warna kulit dan dasar kuku. atau keadekuatan perfusi jaringan dan
berhubungan tindakan muda. membantu menentukan. kebutuhan
dengan keperawatan  Kesadaran intervensi.
penurunan suplai perfusi kompos mentis. 2) Tinggikan kepala tempat tidur sesuai Meningkatkan ekspansi paru dan
O2 dan nutrisi ke jaringan  Tidak ada keluhan toleransi. memaksimalkan oksigenasi untuk
jaringan sekunder adekuat sakit kepala. kebutuhan seluler, vasokonstrisi (ke
terhadap  Tidak ada tanda organ vital) menurunkan sirkulasi
penurunan COP. sianosis ataupun perifer.
hipoksia 3) Catat keluhan rasa dingin, pertahankan Kenyamanan klien atau kebutuhan
 Capillary refill suhu lingkungan dan tubuh hangat sesuai rasa hangat harus seimbang dengan
kurang dari 3 dengan indikasi. kebutuhan untuk menghindari panas
detik. berlebihan pencetus vasodilatasi
 Nilai laboratorium (penurunan perfusi organ).
dalam batas 4) Kolaborasi untuk pemberian O2 Memaksimalkan transport oksigen ke
normal (Hb 12-15 jaringan.
gr%). 5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium Mengetahui status transport O2
 Konjungtiva tidak (hemoglobin).
anemis.
 Tanda-tanda vital
stabil: TD: 120/80
mmHg, nadi: 60-
80x/menit.
4. Perubahan pola Setelah  analisa gas darah 1) Kaji fungsi pernapasan klien, catat Distress pernapasan dan perubahan
nafas dilakukan dalam rentang kecepatan, adanya gerak, dispnea, pada vital dapat terjadi sebagai akibat
berhubungan tindakan normal. sianosis, dan perubahan tanda vital. dari patofisiologi dan nyeri.
dengan keperawatan  tidak ada tanda 2) Catat pengembangan dada dan posisi Pengembangan dada atau ekspansi
hiperventilasi klien sianosis maupun trakea paru dapat menurunkan apabila terjadi
paru. menunjukkan dispnea. asietas atau udema pulmoner.
pola nafas  bunyi nafas tidak 3) Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk Sokongan terhadap dada dan otot
efektif mengalami atau nafas dalam. abdominal membuat batuk lebih
penurunan efektif dan dapat mengurangi trauma.
 TTV dalam batas
normal: RR 16-24 4) Pertahankan posisi nyaman misalnya Meningkatkan ekspansi paru.
x/menit posisi semi fowler
5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium Untuk mengetahui elektrolit sebagai
(elektrolit) indikator keadaan status cairan.

6) Kolaborasikan pemeriksaan analisa gas Mengkaji status pertukaran gas dan


darah dan foto thoraks ventilasi serta evaluasi dari
implementasi.
Menghilangkan distress respirasi dan
7) Kolaborasikan pemeriksaan oksigen sianosis
5. Resiko penurunan Setelah  Tanda-tanda vital 1) Auskultasi bunyi jantung dan paru, Mengkaji adanya takikardi, takipnea,
curah jantung dilakukan dalam batas evaluasi adanya edema perifer atau dispnea, gemerisik, mengi dan edema.
berhubungan tindakan normal: tekanan kongesti vaskuler dan keluhan dispnea,
dengan keperawatan darah: 120/80 awasi tekanan darah, perhatikan postural
ketidakseimbang curah jantung mmHg, nadi 60- misalnya: duduk, berbaring dan berdiri.
an cairan dapat 80 x/menit, kuat, 2) Selidiki keluhan nyeri dada, perhatikan Hipertensi ortostatik dapat terjadi
mempengaruhi dipertahankan teratur. lokasi dan beratnya. sehubungan dengan defisit cairan.
sirkulasi, kerja  Akral hangat
3) Evaluasi bunyi jantung akan terjadi Mengkaji adanya kedaruratan medik.
miokardial dan  Capillary refill
friction rub, tekanan darah, nadi perifer,
tahanan vaskuler kurang dari 3
pengisisan kapiler, kongesti vaskuler, suhu
sistemik, detik
tubuh dan mental,
gangguan  Nilai laboratorium
4) Kaji tingkat aktivitas dan respon terhadap Kelelahan dapat menyertai gagal
frekuensi, irama, dalam batas
aktivitas. jantung kongestif juga anemia.
konduksi jantung normal (kalium
(ketidakseimban 3,5-5,1 mmol/L, 5) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium Ketidakseimbangan dapat
gan elektrolit). urea 15-39 mg/dl) yaitu kalium. mengangu kondisi dan fungsi
6) Berikan obat anti hipertensi sesuai dengan jantung.
indikasi
Menurunkan tahanan vaskuler
sistemik.
6. Resiko kerusakan Setelah  Klien 1) Inspeksi kulit terhadap perubahan warna, Memandakan adanya sirkulasi atau
intregitas kulit dilakukan menunjukkan turgor dan perhatikan adanya kemerahan, kerusakan yang dapat menimbulkan
berhubungan tindakan perilaku atau ekimosis, purpura. pembentukan dekubitus atau infeksi.
dengan akumulasi keperawatan tehnik untuk 2) Pantau masukan cairan dan hidrasi kulit Mendeteksi adanya dehidrasi atau
toksik dalam kulit tidak terjadi mencegah dan membran mukosa. hidrasi berlebihan yang mempengaruhi
dan gangguan integritas kulit kerusakan atau sirkulasi dan integritas jaringan pada
turgor kulit cidera kulit. tingkat seluler.
(uremia)  Tidak terjadi 3) Inspeksi area tubuh terhadap edema. Jaringan edema lebih cenderung rusak
kerusakan atau robek.
integritas kulit. 4) Ubah posisi dengan sering menggerakkan Menurunkan tekanan pada edema,
 Tidak terjadi klien dengan perlahan, beri bantalan pada meningkatkan peninggian aliran balik
edema. tonjolan tulang. statis vena sebagai pembentukan
edema.
5) Pertahankan linen kering, dan selidiki Menurunkan iritasi dermal dan
keluhan gatal. resiko kerusakan kulit.
6) Pertahankan kuku pendek Menurunkan resiko cedera dermal

7. Intoleransi Berpartisipasi  Berpartisipasi 1) Kaji faktor yang menyebabkan keletihan Menyediakan informasi tentang
aktivitas dalam dalam  anemia indikasi tingkat keletihan
berhubungan aktivitas yang meningkatkan  ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
dengan keletihan, dapat tingkat aktivitas  retensi produk sampah
anemia, retensi ditoleransi dan latihan  depresi
2) Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas
produk sampah  Melaporkan Meningkatkan aktivitas ringan/sedang
perawatan diri yang dapat ditoleransi,
dan prosedur peningkatan rasa dan memperbaiki harga diri.
bantu jika keletihan terjadi.
dialisis. sejahtera
3) Anjurkan aktivitas alternatif sambil
 Melakukan Mendorong latihan dan
istirahat.
istirahat dan aktivitas dalambatas-batas
aktivitas secara yang dapat
bergantian ditoleransi dan istirahat yang
4) anjurkan untuk beristirahat setelah dislisis.
 Berpartisipasi adekuat.
dalam aktivitas
perawatan mandiri Dianjurkan setelah dialysis,
yang dipilih. yang bagi banyak pasien
sangat melelahkan.

8. Gangguan Setelah  analisa gas darah 1) Kaji fungsi pernapasan klien, catat Distress pernapasan dan
pertukaran gas dilakukan dalam rentang kecepatan, adanya gerak, dispnea, perubahan pada vital dapat
berhubungan tindakan normal sianosis, dan perubahan tanda vital. terjadi sebagai akibat dari
dengan penurunan keperawatan  tidak ada tanda 2) Auskultasi bunyi nafas patofisiologi dan nyeri.
ekspansi paru klien sianosis maupun 3) Catat pengembangan dada dan posisi Untuk mengetahui keadaan paru.
sekunder menunjukkan hipoksia trakea
Pengembangan dada atau ekspansi
pertukaran gas  taktil fremitus
paru dapat menurunkan apabila terjadi
asietas atau udema pulmoner.
terhadap adanya efektif. positif kanan dan Sokongan terhadap dada dan
4) Kaji taktil fremitus
edema pulmoner. kiri otot abdominal membuat batuk
 bunyi nafas tidak lebih efektif dan dapat
mengalami mengurangi trauma.
5) Kaji klien adanya keluhan nyeri bila batuk
penurunan
atau nafas dalam.
 auskultasi paru Meningkatkan ekspansi paru.
sonor. 6) Pertahankan posisi nyaman misalnya
 TTV dalam batas posisi semi fowler Untuk mengetahui elektrolit sebagai
normal: RR 16-24 7) Kolaborasikan pemeriksaan laboratorium indicator keadaan status cairan.
x/menit (elektrolit)
DAFTAR PUSTAKA

Aidillah mayuda, Shofa chasani, & Fanti saktini. (2017). Hubungan Antara Lama Hemodialisis
Dengan Kualitas Hidup Pasien Penyakit Ginjal Kronik ( Studi Di Rsup. Jurnal Kedokteran
Diponegoro, 6(2), 167–176.

Aru.W Sudoyo. (2014) . I lmu Penyakit Dalam. Jilid 1. Interna Publishing. Jakarta

Bare & Smeltzer.2002.Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddart (Alih bahasa
Agung Waluyo) Edisi 8 vol.3. Jakarta :EGC

Baughman, DC. (2010). Buku saku keperawatan medikal bedah Brunner & Suddarth. Jakarta:
EGC

Black,J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis untuk Hasil yang
Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta: Salemba Emban Patria.

Chang, E., Daly, J., dan Elliott, D., 2010, Patofisiologi Aplikasi Pada Praktik Keperawatan, 112-
113, Jakarta, EGC

Desfrimadona. 2016. Kualitas hidup penderita gagal ginjal kronik dengan hemodialisa di RSUP
Dr. M. Djamil Padang Tahun 2016. Skripsi. Universitas Andalas. Fakultas Keperawatan.

El Noor, Nasser Abu. 2013. Medical Surgical of Nursing Part III.

Isroin, Laily. (2016). Manajemen Cairan pada Pasien Hemodialisis untuk Meningkatkan
KualitasHidup. Ponorogo : Unmuh Ponorogo Press

LeMone, Priscilla dkk. 2015. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Respirasi.
Jakarta : EGC

Nursalam. (2007). Manajemen Keperawatan dan Aplikasinya.Penerbit Salemba Medika, Jakarta

Pearce, Evelyn C. Anatomi dan Fisiologis Untuk Para Medis,Cetakan kedua puluh Sembilan.
Jakarta:PT. Gramedia Pustaka Utama,2011

Robinson, J.M., & Saputra, L. (2014). Buku Ajar Visual Nursing Medikal Bedah (Jilid 1).
Jakarta : Binarupa Aksara

Anda mungkin juga menyukai