Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PNEUMONIA

Dosen Pembimbing: Dr.Sri Handayani, S.Kep., Ns., M.Kes

Disusun Oleh :

Rika Febriyanti, S.Kep


(20310186)
1

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN YOGYAKARTA

2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dengan dan asuhan keperawatan pada Ny.M dengan diagnosa
medis “Pneumonia”

Telah diterima dan di sahkan oleh pembimbing akademik institusi Program Study Profesi
Ners STIKes Yogyakarta :
Nama : RIKA FEBRIYANTI
NIM : 20310186
Hari :
Tanggal :

Mengetahui

Yogyakarta, Februari 2021

Pembimbing Akademik Mahasiswa

Dr. Sri Handayani,S.Kep.,Ns., M.Kes Rika Febriyanti S. Kep


A. Pengertian
Pneumonia adalah infeksi jaringan paru-paru (alveoli) yang bersifat akut. Penyebabnya adalah
bakteri, virus, jamur, pajanan bahan kimia atau kerusakan fisik dari paru-paru, maupun pengaruh
tidak langsung dari penyakit lain. Bakteri yang biasa menyebabkan pneumonia adalah
Streptococcus dan Mycoplasma pneumonia, sedangkan virus yang menyebabkan pneumonia
adalah Adenoviruses, Rhinovirus, influenza virus, Respiratory syncytial virus (RSV) dan Para
influenza virus (Athena & Ika 2014).
Pneumonia adalah inflamasi paru yang ditandai dengan konsulidasi karena eksudat yang
mengisi alveoli dan bronkiolus (Terry & Sharon, 2013).
Pneumonia adalah keadaan akut pada paru yang disebabkan oleh karena infeksi atau iritasi
bahan kimia sehingga alveoli terisi oleh eksudat peradangan (Mutaqin, 2008).
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti
bakteri, virus, jamur dan benda asing (Ngastiyah, 2015).
Pneumonia adalah peradangan pada baru yang tidak saja mengenai jaringan paru tapi dapat
juga mengenai jaringan paru tapi dapat juga mengenai bronkioli (Nugroho, 2011).
Sedangkan menurut pendapat (Mardjanis, 2013), pneumonia adalah penyakit infeksi akut paru
yang disebabkan terutama oleh bakteri yang merupakan penyakit infeksi saluran pernafasan akut
yang paling sering menyebabkan kematian pada bayi dan anak balita. Bakteri penyebab
pneumonia paling sering adalah Streptococcus pneumonia (pneumokokus), Hemophilus influenza
tipe b (Hib) dan Staphylococcus aureus.

B. Etiologi
Radang paru mungkin berkaitan dengan berbagai mikroorganisme dan dapat menular dari 3
komunitas atau dari rumah sakit (nosokomial). Pasien dapat menghisap bakteri, virus,
parasite, dan agen iritan (Mary & Donna, 2014).
Menurut (Padila, 2013) penyebab dari pneumonia yaitu;
a. Bakteri
Bakteri biasanya didapatkan pada usia lanjut. Organisme gram positif seperti:
streptococcus pneumonia, S.aerous, dan streptococcus pyogenesis.
b. Virus
Virus influenza yang menyebar melalui transmisi droplet citomegalo, virus ini
dikenal sebagai penyebab utama kejadian pneumonia virus.
c. Jamur
Jamur disebabkan oleh infeksi yang menyebar melalui penghirupan udara
mengandung spora biasanya ditemukan pada kotoran burung.
d. Protozoa
Menimbulkan terjadinya pneumocystis carini pneumoni (PCP) biasanya menjangkiti
pasien yang mengalami immunosupresi

C. Manifestasi Klinis (Tanda & Gejala)


Klasifikasi pneumonia dapat dibedakan menjadi: anatominya, etiologinya, gejala
kliniknya ataupun menurut lingkungannya. Berdasarkan lokasi anatominya, pneumonia dapat
pada segmen, lobus, atau menyebar (diffuse). Jika hanya melibatkan lobulus, pneumonia
sering mengenai bronkus dan bronkiolus jadi sering disebut sebagai bronkopneumonia.
Kuman komensal saluran pernapasan bagian atas kadang dapat menyebabkan pneumonia jadi
sifatnya sudah berubah menjadi patogen (Djojodibroto, 2014).
Pada pasien yang penyakitnya sangat parah, sering ditemukan penyebabnya adalah
bakteri bersama dengan virus. Berdasarkan gejala kliniknya, pneumonia dibedakan menjadi
pneumonia klasik dan pneumonia atipik. Adanya batuk yang produktif adalah ciri pneumonia
klasik, sedangkan pneumonia atipik mempunyai ciri berupa batuk nonproduktif. Peradangan
paru pneumonia atipik terjadi pada jaringan interstisial sehingga tidak menimbulkan eksudat.
Pneumonia dapat digolongkan (Djojodibroto, 2014) menjadi;
a. Pneumonia bacterial
Mikroorganisme masuk ke dalam paru melalui inhalasi udara dari atmosfer, juga 4
dapat memalui aspirasi dari nosofering atau orofering.

Pneumonia bakterial terdiri dari tiga jenis yaitu:


1. Community – Acquired Pneumonia (CAP)
Penyakit ini sering diderita oleh anggota masyarakat umumnya disebabkan oleh
streptococcus pneumonia dan biasanya menimbulkan pneumonia lobar.
Pneumonia yang disebabkan oleh pneumokokus yang menyebabkan penderita
mengalami gejala menggigil dan diiukuti demam yang tinggi.
2. Hospital – Acquired Pneumonia (HAP)
Pneumonia nosocomial yaitu pneumonia yang kejadiannya bermula dirumah
sakit. Penyakit ini adalah penyebab kematian yang terbanyak pada pasien dirumah
sakit. Mikroorganisme penyebabnya biasanya bakteri gram negatif dan
stafilokokus.
3. Pneumonia aspirasi (aspiration pneumonia)
Pneumonia aspirasi dapat menyebabkan: obstruksi atau tersumbatnya saluran
pernapasan, pneumonitis oleh bahan kimiawi (asam lambung, enzim, dan
pencernaan) dan, pneumonitis oleh infeksi.
4. Pneumonia pneumositis
Pneumonia pneumositis merupakan penyakit akut yang opertunistik yang
disebabkan oleh suatu protozoa bernama pneumocystis jirovecii sebleumnya
dinamai pneumovystis carinii. Protozoa ini dikenal sekjak 1909 dan mulai decade
1980-an menempatkan diri kembali sebagai pathogen terutama pada penderita
AIDS.
b. Pneumonia atipik (pneumonia non bacterial)
Yang termasuk grup ini adalah pneumonia yang disebabkan oleh mycoplasma
pneumoniae, chlamydea psittaci, legionella pneumophila, dan coxiella burneti.
Klasifikasi pneumonia menurut (Padila, 2013) yaitu;
1. Community acquired merupakan penyakit pernapasan umum dan bisa
berkembang menjadi pneumonia. Pneumonia streptococal merupakan organisme
penyebab umum.
2. Hospital acquired pneumonia dikenal sebagai pneumonia nosocomial. 5
Organisme seperti ini aeruginisa pseudomonas. Klibseilla atau aureus
stapilococcus, merupakan bakteri umum penyebab hospitas acquired pneumonia.
3. Lobar dan bronkopneumonia tidak hanya dikategorikan menurut lokasi tetapi
sekarang ini pneumonia di klasifikasikan menurut organisme
D. Patofisiologi
Menurut pendapat (Sujono & Sukarmin 2009), Kuman masuk kedalam jaringan paru-
paru melalui saluran pernafasan dari atas untuk mencapai brokhiolus dan kemudian alveolus
sekitarnya. Kelainan yang timbul berupa bercak konsolidasi yang tersebar pada kedua paru-
paru, lebih banyak pada bagian basal. Pneumonia dapat terjadi sebagai akibat inhalasi
mikroba yang ada diudara, aspirasi organisme dari nasofarinks atau penyebaran hematogen
dari fokus infeksi yang jauh. Bakteri yang masuk ke paru melalui saluran nafas masuk ke
bronkhioli dan alveoli, menimbulkan reaksi peradangan hebat dan menghasilkan cairan edema
yang kaya protein dalam alveoli dan jaringan interstitial.
Kuman pneumokokus dapat meluas dari alveoli ke seluruh segmen atau lobus. Eritrosit
mengalami pembesaran dan beberapa leukosit dari kapiler paru-paru. Alveoli dan septa
menjadi penuh dengan cairan edema yang berisi eritrosit dan fibrin serta relatif sedikit
leukosit sehingga kapiler alveoli menjadi melebar. Paru menjadi tidak berisi udara lagi,
kenyal dan berwarna merah. Pada tingkat lebih lanjut, aliran darah menurun, alveoli penuh
dengan leukosit dan relatif sedikit eritrosit. Kuman pneumokokus di fagositosis oleh leukosit
dan sewaktu rseolusi berlangsung, makrofag masuk kedalam alveoli dan menelan leukosit
bersama kuman pnumokokus didalamnya.
Paru masuk dalam tahap hepatisasi abu-abu dan tampak berwarna abu-abu kekuningan.
Secara perlahan sel darah merah yang mati dan eksudat fibrin dibuang dari alevoli. Terjadi
resolusi sempurna, paru menjadi normal kembali tanpa kehilangan kemampuan dalam
pertukaran gas. Akan tetapi apabila proses konsolidasi tidak dapat berlangsung dengan baik
maka setelah edema dan terdapatnya eksudat pada alveolus maka membran dari alveolus akan
mengalami kerusakan yang dapat mengakibatkan gangguan proses difusi osmosis oksigen 6
pada alveolus. Perubahan tersebut akan berdampak pada penurunan jumlah oksigen yang
dibawa oleh darah.
Penurunan itu yang secara klinis penderita mengalami pucat sampai sianosis.
Terdapatnya cairan purulent pada alveolus juga dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
pada paru, selain dapat berakibat penurunan kemampuan mengambil oksigen dari luar juga
mengakibatkan berkurangnya kapasitas paru. Penderita akan berusaha melawan tingginya
tekanan tersebut dengan menggunakan otot bantu pernafasan yang dapat menimbulkan
retraksi dada.
Secara hematogen maupun langsung (lewat penyebaran sel) mikroorganisme yang
terdapat didalam paru dapat menyebar ke bronkhus. Setelah terjadi fase peradangan lumen
bronkus. Terdapatnya peradangan pada bronkus dan paru juga akan mengakibatkan
peningkatan produksi mukosa dan peningkatan gerakan silia pada lumen bronkus sehingga
timbul reflek batuk.

7
E. Pathway

Sistem Pertahanan
Organisme
tubuh terganggu

Virus Pneumokokus Stapilokokus


Masuk ke Saluran napas bagian bawah

Kuman patgen Trombus


mencapai bronkili Eksudat masuk ke Alveooli
terminalis
merusak sel epitel Permukaan lapisan
bersilia dan sel Sel darah merah dan leukosit pleura tertutup
goblet pneumokokus mengisis alveoli tebal eksudat
trombus di vena
Cairan pulmonalis
edema+leukosit Leuokosit dan Fibrin
ke alveoli menyebabkan konsolidasi

Nekrosis Hemoragik
Konsilidasi Paru Suhu tubuh

Kapasitas Hipertermi
Kompliance vital

Resiko Kekurangan
Volume Cairan
Intoleransi

8
Produksi sputum Abses Pneumotocale

Ketidakefektifan Bersihan Jalan Ketidakefektifan Pola Nafas


F. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kasus pneumonia menurut Mutaqin (2008) antara lain:
1. Manajemen Umum
a. Humidifikasi: humidifier atau nebulizer jika sekret yang kental dan
berlebihan.
b. Oksigenasi: jika pasien memiliki PaO2 <60 mmHg.
c. Fisioterapi: berperan dalam mempercepat resolusi pneumonenia pasti; pasien
harus didorong setidaknya untuk batuk dan bernafas dalam untuk
memaksimalkan kemampuan ventilator.
d. Hidrasi: Pemantauan asupan dan keluaran; cairan tambahan untuk
mempertahankan hidrasi dan mencairkan sekresi.

2. Operasi
Thoracentesis dengan tabung penyisipan dada: mungkin diperlukan jika masalah
sekunder seperti empiema terjadi.

3. Terapi Obat

Pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi tapi karena hal itu
perlu waktu dan pasien pneumonia diberikan terapi secepatnya: Penicillin G
untuk infeksi pneumonia staphylococcus, amantadine, rimantadine untuk infeksi
pneumonia virus. Eritromisin, tetrasiklin, derivat tetrasiklin untuk infeksi
pneumonia

G. Pemeriksaan Penunjang 9
Menurut pendapat (Muttaqin, 2014):
1. Pemeriksaan laboratorium
Biasanya didapatkan jumlah leukosit 15.000-40.000/mm3. Dalam keadaan
leukopenia, laju endap darah biasanya meningkat hingga 100mm/jam. Saat dilakukan
biakan sputum, darah,atau jika dimungkinkan caira efusi pleura,untuk biakan aerobik
dan anaerobik, untuk selanjutnya dibuat pewarnaan gram sebagai pegangan dalam
pemberian antibiotik. Sebaiknya diusahakan agar biakan dibuat dari sputum aluran
nafas bagian bawah. Selain contoh sputum yang diperoleh dari batuk, bahan dapat
diperoleh swap tenggorok atau laring, pengisapan lewat trakhea, brokhoskopi, atau
penghisapan lewat dada tergantung indikasinya. Pemeriksaan analisa gas darah
menunjukkan hipoksemia sebab terdapat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
didaerah pneumonia.
2. Pemeriksaan radiologis
a. Bercak konsolidasi merata pada bronkopneumonia
b. Bercak konsolidasi satu lobus pada pneumonia lobaris
3. Gambaran bronkopneumonia difus atau infiltrat pada pneumonia stafilokok.
4. Pemeriksaan mikrobiologik
Pemeriksaan ini dapat dibiak dari spesimen usap tenggorok, sekresi nasofaring,
bilasan bronkus atau sputum, trakhea, fungsi pleura atau aspirasi paru

H. Komplikasi
Komplikasi Pneumonia menurut Nurarif & Kusuma (2013) yaitu :
1. Hipotensi dan syok
2. Gagal pernafasan
3. Atelektasis
4. Efusi pleura
5. Delirium

I. Diagnose Keperawatan
Diagnosis keperawatan adalah penilaian klinis tentang respons manusia terhadap
gangguan kesehatan atau proses kehidupan, atau kerentangan respons dari seorang individu , 10
keluarga, kelompok, atau komunitas. Diagnosis keperawatan biasanya berisi dua bagian yaitu
deskription atau pengubah, fokus diagnosis, atau konsep kunci dari diagnosis ( Hermand dkk
2015 ).
Menurut (Muttaqin, 2014) diagnosa yang muncul pada kasus pneumonia adalah :
1. Ketidakefekifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan sekresi yang tertahan.
2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-kapiler.
3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot pernafasan.
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen.

J. Perencanaan keperawatan (Diagnosa, tujuan, dan kriteria hasil & rencana tindakan
disertai rasional sesuai teori)

Menurut pendapat (Bullechek dkk 2015) intervensi yang muncul pada kasus
pneumonia adalah :

1. Ketidakefekifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan skresi yang


tertahan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi bersihan jalan nafas
kembali efektif.
NOC:
a. Status pernafasan: ventilasi
b. Status pernafasan: kepatenan jalan nafas

Kriteria hasil :
- Klien mampu melakukan batuk efektif
- Pasien mampu membuang sekret secara efektif
- Bunyi nafas normal
- Menunjukkan jalan nafas yang paten

11
Rencana keperawatan:
Manajemen jalan nafas :
- Monitor status pernafasan dan oksigenasi.
- Auskultasi suara nafas, catat area yang ventilasinya menurun atau tidak ada dan
adanya suara nafas tambahan.
- Lakukan penyedotan atau suction melalui endotrakeal atau nasotrakeal sebagaimana
mestinya.
- Intruksikan bagaimana agar bisa melakukan batuk efektif.
- Motivasi pasien untuk bernafas pelan, dalam, berputar dan batuk.
- Gunakan tehnik yang menyenangkan untuk memotifasi bernafas dalam kepada anak-
anak : meniup balon, meniup gelembung.
- Kelola pemberian bronkhodilator
Monitor pernafasan :
- Monitor sekresi pernafasan pasien.
- Monitor kemampuan batuk efektif
- Auskultasi suara nafas setelah diberikan tindakan.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran


alveolar-kapiler.
Tujuan :Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi gangguan pertukaran gas
tidak terjadi.
NOC:
a. Status pernafasan: ventilasi
b. Tanda-tanda vital

Kriteria hasil :
- Melaporkan tidak ada adanya dipsnea
- Klien menujukkan tidak ada gejala distres pernafasan
- Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigen jaringan adekuat dengan gas darah
arteri dalam rentang normal

Intervensi :
Monitor tanda-tanda vital : 12
- Monitor irama dan laju pernafasan.
- Catat adanya sianosis pada kuku dan perubahan warna kulit.
Manajemen jalan nafas :
- Atur posisi untuk memaksimalkan ventilasi
- Berikan oksigen sesuai indikasi
- Ajarkan dan dukung pernafsan bibir selama ekspirasi
Manajemen asam basa :
- Monitor kecenderungan pH, PaCO2, dan HCO3
- Monitor adanya gejala kegagalan nafas ( misalnya, rendahnya PaO2 dan
meningkatnya level PaCO2, dan kelelalah otot pernafasan.

3. Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan keletihan otot


pernafasan.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi pola nafas
menjadi lebih efektif.
NOC:
a. Status pernafasan: kepatenan jalan nafas

Kriteria hasil:
- Frekuensi pernafasan dalam batas normal.
- Tidak menggunakan otot bantu pernafasan.
- Irama pernafasan teratur.

Intervensi :
Manajemen jalan nafas :
- Monitor status pernafasan dan oksigenasi.
- Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi.
Monitor pernafasan :
- Monitor kecepatan,irama,kedalaman dan kesulitan bernafas.
- Monitor pola nafas.
- Catat pergerakan dada, catat ketidaksimetrian, penggunaan otot batu nafas dan
13
retraksi pada intercosta.
Pengaturan posisi :
- Monitor status oksigenasi sebeleum dan setelah perubahan posisi.
Terapi oksigen :
- Monitor efektifitas terapi oksigen
4. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara

suplay dan kebutuhan oksigen.

Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam setelah diberikan intervensi aktifitas

pasien kembali normal atau dapat melakukan aktifitas secara minimum.

NOC:
a. Konservasi energy
b. Tingkat kelelahan
c. Perawatan diri : ADL

Kriteria hasil:
Pasien mampu melakukan aktifitas secara bertahap

Intervensi:
Toleransi aktifitas :
- Kolaborasikan dengan ahli terapi, terapi fisik dan rencana rekreasi
dan progam pengawasan.
- Berikan kegiatan pergerakan yang lebih besar untuk pasien
hiperaktif.
- Berikan waktu jeda untuk setiap kegiatan
Manajemen energi :
- Kaji status fisiologi pasien berhubungan dengan status kelelahan
berkaitan dengan usia dan perkembangan.
- Batasi jumlah pengunjung
- Rencakan periode aktifitas ketika pasien lagi berenergi.
14
- Evaluasi program peningkatan aktifitas.
DAFTAR PUSTAKA

Berty dkk. 2013. Pengaruh Tindakan Penghisapan Lendir ETT


Terhadap Kadar Saturasi Oksigen Pada Pasien Diruang PICU. Jurnal
Keperawatan. H. 5- 6.

Bulecheck, et al. Nursing Interventions Classification (NIC). Edisi 6. 2016 .


Singapore : Elsevier.

Dharma, Kelana Kusuma. 2013. Metode Penelitian Keperawatan.


Jakarta: Trans Info Media.

Fauzi dkk. 2015. ISO Indonesia Volume 49. Jakarta: PT. ISFI.

Gordon, M. 2007. Manual Of Nursing Diagnosis (11th ed).Sudbury,


MA: Jones & Bartlett.

Hendra & Emil Huriani. 2012. Pengaruh Mobilisasi Dan Fisioterapi


Dada Terhadap Kejadian Ventilator Associated Pneumonia Di Unit
Perawatan Intensif. Jurnal Keperawatan. Vol. 7. No. 2. H. 129.

Herdman, Heather T. Diagnosis keperawatan Definisi dan Klasifikasi Edisi 10.


2015. Jakarta : EGC.

Hidayat, Aziz Alimul. 2014. Metode Penelitian Kebidanan Dan


Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.

Maggiore et al. 2013. Decreasing The Adverse Effect Of Endotrakeal


Suctioning During Mechanicak Ventilation By Changing Practice.

Manurung, Nixson. 2016. Aplikasi Asuhan Keperawatan Sistem Respiratory.


Jakarta: Trans Info Media.

Misnadiarly. 2008. Penyakit Infeksi Saluran Nafas Pneumonia.


Jakarta: Buku Pop.
Moorhead et al. Nursing Outcomes Classification (NOC) Edisi 5. 2016.
Singapore: Elsevier.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2010. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta.

Nurarif, Amin & Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan


Berdasarkan Nanda NIC-NOC Jilid 1. Yogyakarta : Media Action.

Nursalam. 2013. Metode Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta: Salemba

Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatn Medikal Bedah. Jakarata:


EGC Alfabeta.

Superdana & Retno Sumara. 2015. Efektifitas Hiperoksigenasi Pada


Proses Suction Terhadap Saturasi Oksigen. Jurnal the Sun. Vol.2 No.4.
H. 20- 21.

Anda mungkin juga menyukai