Anda di halaman 1dari 3

Alelopati

Alelopati berasal dari bahasa Yunani, allelon yang berarti "satu sama lain" dan pathos yang


berarti "menderita".[1] Alelopati didefinisikan sebagai suatu fenomena alam dimana suatu
organisme memproduksi dan mengeluarkan suatu senyawa biomolekul (disebut alelokimia)
ke lingkungan dan senyawa tersebut memengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan organisme lain di sekitarnya.[1] Sebagian alelopati terjadi pada tumbuhan dan
dapat mengakibatkan tumbuhan di sekitar penghasil alelopati tidak dapat tumbuh atau mati,
contoh tanaman alelopati adalah Ekaliptus (Eucalyptus spp.). Hal ini dilakukan untuk
memenangkan kompetisi nutrisi dengan tanaman lain yang berbeda jenis/spesies.[1] Oleh
karen itu, alelopati dapat diaplikasikan sebagai pembasmi gulma sehingga mengurangi
penggunaan herbisida sintetik yang berbahaya bagi lingkungan. Contoh alelopati di
dalam ekosistem perairan adalah beberapa dinoflagelata dapat menghasilkan
senyawa alelokimia yang merugikan fitoplankton, ikan, dan binatang laut lainnya.

Sejarah
Reaksi alelopati telah dikemukakan oleh Bapak Botani, Theophrastus, sejak tahun 300
SM. Dia menuliskan tentang buncis yang dapat membunuh populasi gulma di sekitarnya.
[4]
 Pada tahun 1 setelah Masehi, seorang cendikiawan dan naturalis Roma bernama Gaius
Plinius Secundus menuliskan tentang bagaiman buncis dan jelai dapat berefek
"menghanguskan" ladang.[4] Selain itu, dia juga mengemukakan bahwa pohon Walnut bersifat
toksik (beracun) terhadapat tumbuhan lain.[4] Pada tahun 1832, Augustin Pyramus De
Candolle, seorang ahli botani dan naturalis mengemukakan bahwa tanah dapat menderita
"sakit" kemungkinan diakibatkan oleh senyawa kimia yang dikeluarkan oleh tanaman.
[4]
 Penemuan mengenai alelopati semakin jelas ketika pada tahun 1907-1909, dua orang
ilmuwan bernama Schreiner dan Reed berhasil mengisolasi senyawa fitotoksik kimia dari
tanaman dan tanah.[4] Konsep mengenai alelopati dikemukakan pada tahun 1937 oleh Hans
Molisch, seorang ahli fisiologi tanaman asal Austria.
Alelopati pada tanaman == Tumbuhan dapat menghasilkan senyawa alelokimia yang
merupakan metabolit sekunder di bagian akar, rizoma, daun, serbuk sari, bunga, batang, dan
biji.[7] Fungsi dari senyawa alelokimia tersebut belum diketahui secara pasti, namun beberapa
senyawa tersebut dapat berfungsi sebagai pertahanan terhadap herbivora dan patogen
tanaman.[7] Tanaman yang rentan terhadap senyawa alelokimia dari tanaman lainnya dapat
mengalami gangguan pada proses perkecambahan, pertumbuhan, serta perkembangannya.
[7]
 Perubahan morfologis yang sering terjadi akibat paparan senyawa alelokimia adalah
perlambatan atau penghambatan perkecambahan biji, perpanjangan koleoptil, radikula, tunas,
dan akar.[7]
Indikasi terjadinya fenomena alelopati dapat terlihat melalui beberapa bentuk, di antaranya
adalah autotoksisitas, efek residu, dan penghambatan gulma.[7] Autotoksisitas terjadi bila
alelopati terjadi di antara individu dalam satu spesies yang sama, contohnya
spesies Medicago sativa (alfalfa), Trifolium spp. (semanggi), dan Asparagus
officinalis (asparagus). Hal ini diperkirakan menjadi salah satu penyebab pertumbuhan
tanaman yang tidak sama pada tahun-tahun berikutnya dalam pertanian.[7] Salah satu bentuk
alelopati tanaman lainnya adalah residu dari beberapa tanaman diketahui dapat mengurangi
perkecambahan gulma. Beberapa tanaman yang dapat menghambat pertumbuhan gulma
melalui proses alelopati adalah Avena fatua (haver), E. repens (semacam rumput), Cirsium
arvense, dan Stellaria media.[7] Beberapa contoh dari tanaman yang dapat melakukan
alelopati adalah:
Jenis tanaman Dampak Foto

Mimba
(Azadirachta Menghambat tanaman yang tumbuh dalam jarak 5
indica) dan meter.[8]
eukaliptus

Bubuk daun mangga kering dapat menghambat


Mangga
pertumbuhan teki ladang sepenuhnya.[8]

Residu brokoli dapat mencegah
fungi Verticillium penyebab penyakit layu pada
Brokoli
beberapa tanaman sayur, contohnya kembang kol dan
brokoli sendiri.[9]

Penekanan pertumbuhan gulma


Gandum dan
apabila gandum tersebut digunakan sebagai tanaman
gandum hitam
pelindung atau mulsa.[8]

Lantana Akar dan tunas tanaman ini dapat mengurangi


atau Saliara perkecambahan gulma anggur dan gulma lainnya.[8]

Golongan Tanaman Leucaena yang ditanam secara bersilangan


Leucaena, dengan tanaman pangan di dalam sistem tumpang sari
contohnya dapat mengurangi hasil panen gandum dan kunir,
lamtoro namun meningkatkan hasil panen jagung dan padi.[8]

Alelopati pada hewan[sunting | sunting sumber]


Istilah alelopati memang lebih banyak digunakan untuk fenomena yang mengacu pada
tanaman, namun beberapa penulis juga menggunakan istilah tersebut pada hewan. Penelitian
mengenai alelopati pada hewan dipelopori oleh Porter dan Targett (1988) yang meneliti
tentang alelopati pada spons atau hewan porifera. Mereka mempelajari bahwa kontak
spons Plakortis halichondroides dapat menyebabkan nekrosis pada koral Agaricia lamarcki.
[10]
 Salah satu contoh lainnya adalah spons dari golongan Dysidea sp. dapat memengaruhi
pertumbuhan spons Cacospongia sp. yang berlebihan dan menyebabkan nekrosis.[11]
Alelopati pada makhluk hidup lainnya
Fitoplankton di lingkungan perairan merupakan salah satu golongan makhluk hidup yang
diketahui dapat mengakibatkan alelopati. Spesies yang sebagian besar memproduksinya
adalah dinofalgelata, flagellata, atau sianobakteri.[10] Jumlah senyawa alelokimia yang
diproduksi di bawah lingkungan yang kekurangan unsur nitrogen (N) dan fosfor (P), relatif
lebih tinggi dibandingkan lingkungan yang memiliki unsur N dan P yang cukup. [10] Hal ini
menunjukkan bahwa selain sebagai mekanisme pertahanan diri, alelopati merupakan cara
untuk berkompetisi memperioleh nutrisi atau makanan.[10]

Anda mungkin juga menyukai