Anda di halaman 1dari 18

Bahan Kuliah Matematika Diskrit

Subbab 6.1 dan 6.2


Dosen Pengampu: Ganesha Lapenangga Putra
May 8, 2020

1 Dasar-dasar dalam Berhitung


Definisi 1.1 (Aturan Perkalian). Misalkan terdapat suatu prosedur yang
dapat dibagi dalam dua pekerjaan. Pekerjaan pertama dapat diselesaikan
dengan n1 cara dan pekerjaan kedua dapat diselesaikan dalam n2 cara, maka
pterdapat n1 × n2 cara untuk menyelesaikan prosedur tersebut.

Berikut diberikan beberapa contoh.

Contoh 1.2. Misalkan pada suatu lab komputer terdapat 32 unit komputer.
Masing-masing komputer memiliki 2 slot penyimpanan RAM, maka terdapat
total 32 × 2 slot penyimpanan RAM yang ada pada semua komputer di lab
komputer tersebut.

Contoh 1.3. Misalkan A merupakan himpunan dengan 5 anggota. Berapa


banyak fungsi bijektif f : A → A?
Misalkan B = {f : A → A | f fungsi bijektif} Tanpa mengurangi keumuman,
misalkan A = {1, 2, 3, 4, 5}. Misalkan f ∈ B. Karena f fungsi bijektif, maka
f (i) 6= f (j) untuk setiap i 6= j, i, j ∈ A. Berikut dijelaskan kemungkinan
fungsi bijektif yang muncul dari himpunan A. Dimulai dengan menentukan
f (1).

• f (1) merupakan anggota di A. Artinya f (1) dapat memilih satu dari


lima anggota yang ada.

• Untuk f (2), perhatikan bahwa karena f (1) sudah dipasangkan dengan


salah satu anggota di A, maka f (2) hanya dapat memilih satu dari empat
anggota yang ada di A.

• f (3) dapat memilih satu dari tiga anggota di A karena f (1) dan f (2)
telah dipasangkan dengan anggota A.

• f (4) dapat memilih satu dari dua anggota di A.

• f (5) dapat memilih satu dari satu anggota tersisa di A

Berdasarkan penjelasan di atas, maka fungsi bijektif yang mungkin ada se-
banyak 5 × 4 × 3 × 2 × 1 = 5! = 120 kemungkinan fungsi bijektif f : A → A.
Diperoleh |B| = 120.

Contoh 1.4. Untuk Contoh 1.3, jika A himpunan dengan n unsur, maka
fungsi bijektif f : A → A yang mungkin ada sebanyak n!

1
Definisi 1.5 (Aturan Penjumlahan). Misalkan suatu pekerjaan dapat dis-
elesaikan dengan salah satu dari n1 cara penyelesaian atau salah satu dari
n2 cara penyelesaian dimana setiap cara pada n1 cara penyelesaian berbeda
dengan setiap cara pada n2 cara penyelesaian, maka tugas tersebut dapat dise-
lesaikan dengan n1 +n2 cara penyelesaian. Secara umum jika A1 , A2 merupakan
himpunan cara penyelesaian dimana A1 ∩ A2 = ∅, maka |A1 ∪ A2 | = |A1 | + |A2 |
Berikut diberikan contoh.
Contoh 1.6. Mahasiwa kelas B diberikan sebuah tugas kuliah pengantar kom-
puter. Terdapat tiga daftar tugas yang diberikan. Daftar pertama memuat
12 tugas, daftar kedua memuat 32 tugas, dan daftar ketiga memuat 29 tugas,
dimana setiap tugas pada masing-masing daftar berbeda-beda. Hal ini be-
rarti setiap mahasiswa dapat memilih satu dari 12 + 32 + 29 = 73 tugas yang
tersedia.
Definisi 1.7 (Aturan Pengurangan). Jika suatu pekerjaan dapat disele-
saikan dengan n1 atau n2 cara penyelesian, maka banyaknya cara penyelesaian
dari pekerjaan tersebut adalah n1 + n2 dikurang jumlah cara yang sama pada
n1 dan n2 cara penyelesaian. Secara umum jika A1 , A2 merupakan himpunan
cara penyelesaian, maka |A1 ∪ A2 | = |A1 | + |A2 | − |A1 ∩ A2 |
Berikut diberikan contoh.
Contoh 1.8. Peserta kuliah Matematika Diskrit sebanyak 67 orang. 40 orang
diantaranya suka main basket, 30 orang diantaranya suka main voli dan 20
orang lainnya suka keduanya. Berapa banyak siswa yang tidak suka keduanya?
Misalkan
• A1 := himpunan siswa yang suka basket

• A2 := himpunan siswa yang suka voli


|A1 ∪ A2 | = |A1 | + |A2 | − |A1 ∩ A2 |
= 40 + 30 − 20
= 50
Diperoleh yang tidak suka keduanya adalah 67 − 50 = 17 orang.
Definisi 1.9 (Aturan Pembagian). Terdapat nd cara untuk melakukan su-
atu pekerjaan jika pekerjaan itu dapat diselesaikan dalam n cara penyelesaian
dimana untuk setiap cara penyelesaian-w, terdapat d dari n cara (Namakan
cara penyelesaian-u1 , u2 , . . . , ud dan salah satunya adalah cara penyelesaian-w)
yang serupa Sdengan cara penyelesaian w. Dengan kata lain, jika A himpunan
dengan A = ni=1 Ai dengan
• Ai ∩ Aj = ∅

• |Ai | = d
|A|
untuk setiap i, j ∈ {1, 2, . . . , n} dan i 6= j , maka n = d

2
Berikut diberikan contoh.

Contoh 1.10. Misalkan terdapat empat orang yang akan duduk di meja bun-
dar dengan empat kursi. Berapa banyak cara duduk yang mungkin dimana
dua cara duduk dikatakan sama jika setiap orang memiliki tetangga kiri dan
kanan yang sama?
Misalkan keempat kursi diberi label 1 sampai 4. Perhatikan bahwa banyaknya
cara duduk yang mungkin adalah tedapat empat cara untuk memilih orang
duduk di kursi 1, tiga cara untuk memilih orang yang duduk di kursi 2, dua
cara untuk memilih orang yang duduk di kursi 3, dan satu cara untuk memilih
orang yang duduk di kursi 4. Diperoleh terdapat 4! = 4 × 3 × 2 × 1 = 24 cara.
Namun, perhatikan bahwa untuk setiap empat cara memilih orang duduk di
kursi 1 akan menghasilkan urutan yang sama sebab syarat yang diberikan
adalah dua cara duduk dikatakan sama jika setiap orang memiliki tetangga
kiri dan kanan yang sama. (Contoh cara duduk 1 − 2 − 3 − 4, 2 − 3 − 4 − 1,
3 − 4 − 1 − 2 dan 4 − 1 − 2 − 3 merupakan cara yang sama sebab tetangga
kiri dan kanan setiap orang sama). Diperoleh cara duduk berdasarkan aturan
yang diberikan adalah 4!4 = 6.

Perhatikan bahwa Contoh 1.10 merupakan pengenalan pada permutasi


siklik.
Perhatikan bahwa teknik perhitungan dapat diselesaikan dengan menggunakan
metode Diagram Pohon.

Definisi 1.11 (Diagram Pohon). Diagram pohon merupakan bagan yang


terdiri dari akar, kemudian cabang dari akar, dan kemungkinan tambahan
cabang dari setiap ujung cabang dari akar.

Berikut diberikan contoh.

Contoh 1.12. Tiga orang dikirim untuk mengikut seleksi pemilihan calon
ketua dan wakil ketua BEM Universitas X. Tentukan banyaknya pasangan
yang mungkin jika masng-masing orang hanya boleh memegang satu jabatan
saja. Gunakan Diagram Pohon.

Gambar 1: Diagram Pohon

Berdasarkan diagram pohon di atas, diperoleh terdapat enam cara memilih


ketua dan wakil ketua BEM Universitas X

3
2 Prinsip Sarang Burung Merpati
Teorema 2.1 (Prinsip Sarang Burung Merpati). Misalkan k suatu bi-
langan bulat positif. Jika terdapat k + 1 atau lebih objek hendak ditempatkan
pada k buah kotak, maka minimal terdapat satu kotak yang berisi dua objek
atau lebih.

Bukti. Bukti pernyataan ini dengan metode kontradiksi. Andaikan tidak,


yakni setiap kotak berisi paling banyak satu objek. Akibatnya, paling banyak
terdapat k buah objek. Hal ini kontradiksi dengan premis bahwa terdapat
k + 1 objek atau lebih.
Berikut diberikan akibat dari Teorema 2.

Akibat 2.1.1. Suatu fungsi f : A → B dengan |A| ≥ k + 1 dan |B| = k bukan


merupakan fungsi satu-satu.

Bukti. Bukti diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.


Berikut diberikan contoh terkait prinsip sarang burung merpati.

Contoh 2.2. Jika pada suatu kelas terdapat 32 siswa, maka minimal terdapat
dua orang memiliki tanggal lahir yang sama.

Teorema 2.3 (Perumuman Prinsip Sarang Burung Merpati). Jika N objek


ditempatkan pada k kotak, maka minimal terdapat satu kotak yang memuat
paling sedikit d Nk e objek.

Bukti. Bukti dengan kontradiksi. Andaikan setiap kotak menampung maksi-


mal d Nk e − 1, maka total objeknya paling banyak

N N
k(d e − 1) = (k(d e) − k)
k k
N
< k( + 1) − k
k
=N

Hal ini kontradiksi dengan premis yang menyatakan bahwa terdapat tepat N
objek. Pengandaian salah, maka terbukti bahwa paling sedikit terdapat satu
kotak yang memuat minimal d Nk e
Berikut diberikan teorema yang berkaitan dengan prinsip sarang burung
merpati.

Teorema 2.4. Setiap barisan bilangan yang terdiri dari n2 + 1 bilangan yang
berbeda memuat subbarisan dengan panjang n + 1 yang merupakan subbarisan
tepat naik atau tepat turun.

Sebelum diberikan bukti, berikut diberikan contoh.

4
Contoh 2.5. Perhatikan bahwa barisan 2, 4, 12, 8, 5, 9, 11, 15, 3, 19 merupakan
barisan dengan 10 = 32 + 1 unsur berbeda. Perhatikan bahwa terdapat sub-
barisan yang tepat naik dengan panjang 3 + 1 = 4, yakni barisan 2, 4, 5, 9,
barisan 2, 5, 15, 19, dan lainnya. Kebetulan barisan ini juga memiliki sub-
barisan tepat turun dengan panjang 4, yakni 12, 8, 5, 3.

Berikut diberikan bukti dari Teorema 1.10.


Bukti. Misalkan a1 , a2 , . . . , an2 +1 merupakan barisan dengan n2 +1 suku berbeda.
Bentuk pasangan terurut (ik , dk ) dimana ik menyatakan panjang dari sub-
barisan tepat naik terpanjang dengan suku awal dimulai dari ak dan dk meru-
pakan panjang dari subbarisan tepat turun terpanjang dengan suku awal dim-
ulai dari ak , k ∈ {1, 2, . . . , n2 + 1}. Bukti teorema dengan metode kontradiksi.
Andaikan panjang dari subbarisan tepat naik dan tepat turun terpanjang
pada barisan a1 , a2 . . . , an2 +1 kurang dari n + 1. Akibatnya, 1 ≤ ik ≤ n
dan 1 ≤ dk ≤ n. (paling kecil satu karena subbarisan dimulai dari ak ).
Berdasarkan aturan perkalian, maka terdapat n2 pasangan terurut dari (ik , dk ).
Nah, berdasarkan premis terdapat n2 +1 pasangan terurut (ik , dk ). Akibatnya,
terdapat dua pasangan terurut (ik , dk ) yang sama. Misalkan (is , ds ) = (it , dt )
untuk suatu 1 ≤ t ≤ n2 +1 dan 1 ≤ s ≤ n2 +1. Pandang as dan at . Tanpa men-
gurangi keumuman, misalkan as < at (Untuk kasus as > at caranya serupa).
is = it Perhatikan bahwa terdapat subbarisan tepat naik lain dengan panjang
is + 1 dimulai dari as , kemudian suku ke-2 sampai is + 1 dari at dan seterus-
nya (suku ke-2 sampai is + 1 diperoleh dari subbarisan tepat naik yang suku
ke-1 dimulai dari at dengan panjang it = is ). Hal ini kontradiksi dengan fakta
bahwa panjang barisan tepat naik terpanjang dengan suku awal as adalah is .
Akibatnya, pengandaian salah, teorema terbukti.
Berikut diberikan definisi terkait bilangan Ramsey.

Definisi 2.6. Bilangan Ramsey, dinotasikan dengan R(m, n) dimana m, n


bilangan bulat positif, m ≥ 2, n ≥ 2, merupakan minimum banyaknya orang
pada suatu pesta yang dibutuhkan agar terdapat m orang yang saling berte-
man atau n orang yang saling bermusuhan.

TUGAS:

• Tentukan nilai dari R(3, 2)

• Latihan Soal subbab 6.1 no 4, 10, 20, 23.

• Latihan soal subbab 6.2 no. 5, 16, 20

5
3 Permutasi dan Kombinasi
Definisi 3.1. Permutasi dari suatu himpunan dengan objek yang berbeda
merupakan pengaturan suatu objek dengan memperhatikan urutan. Pengat-
uran r-unsur dari suatu himpunan dengan memperhatikan urutan dinamakan
permutasi-r.. Jika himpunan tersebut (namakan S) memiliki n unsur, maka
permutasi-r dinotasikan dengan P (n, r).

Contoh 3.2. Dalam berapa cara kita dapat memilih tiga dari lima orang siswa
untuk berdiri berjajar dan difoto?
Jawab: Misalkan tiga orang yang dipilig untuk berfoto terdiri dari satu oranng
di posisi kiri, satu orang di posisi tengah dan yang satu lagi di posisi kanan.
Nah, Misalkan kita menentukan orang pada posisi kiri terlebih dulu.

• Posisi Kiri. Perhatikan bahwa terdapat lima orang yang dapat dipilih
untuk menempati posisi tersebut.

• Posisi tengah. Karena satu orang sudah menempati posisi kiri, maka
kemungkinan terdapat empat orang yang dapat dipilih untuk menempati
posisi tersebut.

• Posisi kanan. Karena satu orang telah menempati posisi kiri dan satu
orang telah menempati posisi tengah, maka terdapat tiga orang yang
mungkin dapat dipilih untuk menempati posisi kanan

Perhatikan bahwa posisi yang penting disini sebab jika A, B dan C yang ter-
pilih, posisi berdiri A · · · B · · · C dan C · · · B · · · A berbeda. Diperoleh 5 × 4 ×
3 = 60 cara.

Contoh 3.3. Misalkan S = {1, 2, 3}, maka P (3, 2) ada sebanyak (1, 2), (1, 3),
(2, 3), (2, 1), (3, 1), (3, 2). Diperoleh P (3, 2) = 6

Teorema 3.4. Misalkan S suatu himpunan dengan |S| = n dan r suatu bi-
langan bulat dengan 1 ≤ r ≤ n, maka terdapat

P (n, r) = n × (n − 1) × (n − 2) × . . . × (n − r + 1)

permutasi-r dari unsur-unsur pada himpunan S

Bukti. Bukti dapat menggunakan aturan perkalian.

• Untuk unsur pertama, kita dapat memilih satu dari n unsur yang ada.

• untuk unsur kedua, kita dapat memilih satu dari n − 1 unsur yang ada
karena satu unsur sudah menempati posisi pertama.

• jika metode ini berlanjut, maka untuk memilih unsur ke-r, kita dapat
memilih satu dari n − (r − 1) = n − r + 1 unsur yang tersedia

Dengan menggunakan aturan perkalian diperoleh P (n, r) = n × (n − 1) × (n −


2) × . . . × (n − r + 1).

6
Berdasarkan teorema di atas, diperoleh akibat berikut.

Akibat 3.4.1. Untuk n, r suatu bilangan bulat dengan 0 ≤ r ≤ n, maka


n!
P (n, r) = (n−r)!

Bukti. Berdasarkan Teorema 3.4, diperoleh bahwa untuk 1 ≤ r ≤ n,


n!
P (n, r) = n × (n − 1) × . . . × (n − r + 1) =
(n − r)!
n! n!
Karena (n−0)! = n! = 1 untuk sebarang bilangan bulat non-negatif n, diperoleh
n!
P (n, r) = (n−r)! juga berlaku untuk r = 0.

Contoh 3.5. Berapa banyak kemungkinan permutasi huruf ABCDEF GH


yang memuat ABC?
Jawab: Karena ABC selalu muncul sebagai satu blok, maka kita pandang
ABC sebagai satu kesatuan (bisa dikatakan sebagai satu huruf). Akibat-
nya, terdapat jumlah huruf yang dipermutasi menjadi 6. Diperoleh P (6, 6) =
6! 6!
(6−6)!
= 0! = 720.

Definisi 3.6. Suatu r-kombinasi dari unsur-unsur pada suatu himpunan


merupakan suatu pemilihan r unsur dari suatu himpunan tanpa memper-
hatikan urutan. Jika himpunan tersebut memiliki n unsur, maka r-kombinasi
dari suatu himpunan dengann unsur, dinotasikan dengan C(n, r). C(n, r) juga
biasa dinotasikan dengan nr . Notasi ini dinamakan koefisien binomial.

Contoh 3.7. Berapa banyak cara memilih pengurus beranggotakan tiga orang
dari empat orang yang tersedia?
Jawab: Perhatikan bahwa pemilihan pengurus beranggotakan tiga orang tidak
memperhatikan urutan. Oleh karena itu, digunakan kombinasi. Karena him-
punan yang ada berkaitan dengan orang-orang yang berpartisipasi dalam pemil-
ihan pengurus, maka kardinalitas himpunannya berjumlah 4 orang. Misalkan
himpunannya adalah Z = {a, b, c, d}. Kemungkinan pemilihan pengurus be-
ranggotakan tiga orang adalah {a, b, c}, {a, b, d}, {a, c, d}, {b, c, d}. Diperoleh
C(4, 3) = 4.

Pertanyaannya, jika anggotanya sebanyak 1000 dan yang dipilih sebanyak


21 orang sebagai pengurus, perlukah di tulis setiap kemungkinannya satu per-
satu? Berdasarkan masalah ini, diberikan teorema berikut.

Teorema 3.8. Banyaknya r-kombinasi dari suatu himpunan dengan n anggota,


dimana n suatu bilangan bulat tak negatif dan r suatu bilangan bulat dengan
0 ≤ r ≤ n adalah
n!
C(n, r) =
r!(n − r)!
Bukti. Perhatikan bahwa permutasi-r dapat diperoleh dari kombinasi-r dan
kemudian kenakan urutan pada masing-masing unsur pada kombinasi-r. Aki-

7
batnya, dengan aturan perkalian diperoleh

P (n, r) = C(n, r) × P (r, r)


n! r!
= C(n, r) ×
(n − r)! (r − r)!
n!
= C(n, r) × r!
(n − r)!
n!
C(n, r) =
r!(n − r)!

Berdasarkan Teorema 3.8 diperoleh akibat berikut.


Akibat 3.8.1. Misalkan r, n bilangan bulat tak negatif dengan r ≤ n, maka
C(n, r) = C(n, n − r)
Bukti. Bukti diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Perhatikan bahwa pembuktian-pembuktian pada subbab ini menggunakan
perhitungan. Oleh karena itu, berikut diberikan definisi terkait pembuktian
secara kombinatorik.
Definisi 3.9. Pembuktian kombinatorik dari sebuah persamaan meru-
pakan suatu pembuktian dengan menggunakan argumen perhitungan untuk
membuktikan bahwa kedua sisi dari suatu persamaan menghitung objek yang
sama dengan cara yang berbeda.
Contoh 3.10. Berapa banyak cara untuk memilih lima dari sepuluh pemain
tenis untuk mengikuti suatu turnamen?
Jawab: Karena pemilihannya tidak memperhatikan urutan, maka metode
10!
yang digunakan adalah kombinasi. n = 10, r = 5, diperoleh C(10, 5) = 5!5! =
252.

4 Koefisien Binomial
Sebelum masuk pada teorema yang berkaitan dengan koefisien binomial, diberikan
contoh berikut.
Contoh 4.1. Berikan koefisien-koefisien dari (x + y)3 .
Jawab: Ekspansi dari (x + y)3 adalah

(x + y)3 = (x2 + 2xy + y 2 )(x + y) = x3 + 3x2 y + 3xy 2 + y 3

Diperoleh koefisien-koefisiennya secara berturut-turut adalah 1, 3, 3, 1 untuk


x3 , x2 y, xy 2 , y 3 .
Berdasarkan contoh di atas, timbul pertanyaan baru. Bagaimana dengan
koefisien dari (x + y)79 ? Berikut diberikan teorema yang terkait dengan koe-
fisien binomial.

8
Teorema 4.2. Misalkan x dan y suatu variabel dan misalkan n suatu bilangan
bulat tak negatif, maka
n          
n
X n n−i i n n n n−1 n n−1 n n
(x+y) = x y = x + x y+. . .+ xy + y
i=0
i 0 1 n−1 n
Bukti. Bukti dari teorema ini menggunakan mentode induksi.
• Untuk n = 1, perhatikan bahwa (x + y)1 = x + y = 10 x + 11 y, sehingga
 

terbukti untuk n = 1.
• Asumsikan berlaku untuk n = k, bahwa
k  
k
X k k−i i
(x + y) = x y
i=0
i

• Selanjutnya dibuktikan untuk n = k + 1, bahwa


k+1  
k+1
X k + 1 k+1−i i
(x + y) = x y
i=0
i
Perhatikan bahwa:
(x + y)k+1 = (x + y)k (x + y)
k  
!
X k k−i i
= x y (x + y)
i=0
i
k   k  
X k k+1−i i X k k−i i+1
= x y + x y
i=0
i i=0
i
  k   k−1  
!  
k k+1 X k k+1−i i X k k−i i+1 k k+1
= x + x y + x y + y
0 i=1
i i=0
i k
k   k   !
X k X k
= xk+1 + xk+1−i y i + xk+1−i y i + y k+1
i=1
i i=1
i−1
k    
k+1
X k k
=x + + xk+1−i y i + y k+1
i=1
i i−1
      
k k k+1
Perhatikan bahwa + =
i i−1 i
(bukti diserahkan kepada pembaca)
    
k+1 k+1
Perhatikan juga bahwa 1 = =
0 k+1
  k    
k + 1 k+1 X k + 1 k+1−i i k + 1 k+1
= x + x y + y
0 i=1
i k+1
k+1  
X k + 1 k+1−i i
= x y
i=0
i

9
Pn n

Berdasarkan hasil di atas, terbukti bahwa (x + y)n = i=0 i xn−i y i
Contoh 4.3. Tentukan koefisien dari x12 y 13 dari (x + y)25 .
Jawab: Koefisiennya adalah 25
13
= 5.200.300
Contoh 4.4. Tentukan koefisien dari x14 y 11 dari ekspansi (2x − 3y)25
Jawab: Berdasarkan Teorema 4.2, maka
25  
25
X 25
(2x − 3y) = (2x)25−i (−3y)i
i=0
i
25
14 11
 14
ketika
 x y , maka i = 11, diperoleh koefisiennya adalah 11
2 (−3)11 =
25 14 11
− 11 2 3
Berikut diberikan akibat dari Teorema 4.2.
Akibat 4.4.1. Misalkan n suatu bilangan bulat tak negatif, maka
n  
X n
= 2n
i=0
i

Bukti. Bukti diserahkan kepada pembaca sebagai latihan. Petunjuk: substi-


tusi nilai x = y = 1 untuk persamaan pada Teorema 4.2.
Akibat 4.4.2. Misalkan n suatu bilangan bulat tak negatis, maka
n  
X n
(−1)i = 0
i=0
i

Bukti. Bukti diserahkan kepada pembaca sebagai latihan. Petunjuk: substi-


tusi nilai x = 1, y = −1 untuk persamaan pada Teorema 4.2.
Akibat 4.4.3. Misalkan n suatu bilangan bulat tak negatis, maka
n  
X n
(2)i = 3n
i=0
i

Bukti. Bukti diserahkan kepada pembaca sebagai latihan. Petunjuk: substi-


tusi nilai x = 1, y = 2 untuk persamaan pada Teorema 4.2.
Berikut diberikan teorema terkait identitas Paskal.
Teorema 4.5 (Kesamaan Paskal). Misalkan n, k merupakan suatu bilangan
bulat positif dengan n ≥ k, maka
     
n+1 n n
= +
k k k−1
Bukti. Bukti diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Petunjuk: nyatakan bentuk disebalah kanan tanda sama dengan dalam ben-
tuk faktorial, kemudian samakan penyebut antar koefisien binomial. Anda
akan memperoleh bentuk pada sebelah kiri tanda sama dengan.

10
Teorema 4.6 (Kesamaan Vandermonde). Misalkan m, n, dan r bilangan bulat
tak negatif dengan r ≤ m, r ≤ n, maka
  X r   
m+n m n
=
r k=0
r−k k

Bukti. Bukti teorema ini menggunakan metode pembuktian kombinatorik.

• Perhatikan sisi kiri tanda sama dengan. m+n



r
menyatakan banyaknya
cara mengambil r objek dari m + n objek. Misalkan terdapat m bola
berwarna merah dan n bola berwarna biru.

• Perhatikan bahwa terdapat r + 1 kemungkinan hasil, yakni (0, r), (1, r −


1), (2, r − 2), . . . , (r, 0) untuk jumlah bola merah dan bola biru yang ter-
ambil secara berturut-turut. ((0, r) menyatakan bahwa yang terambil
adalah 0 bolah merah dan n bola biru, begitu juga dengan yang lain)

• Cara mengambil r objek (dalam hal ini bola) dari m + n bola juga dapat
dilakukan dengan cara berbeda, yakni dengan meletakkan m bola merah
di kotak 1 dan n bola biru di kotak 2.

• Untuk mengambil r bola dari m bola pada kotak 1 dan n bola pada
kotak 2, dapat dilakukan dengan cara mengambil (r − k, k) untuk k =
0, 1, 2, . . . , r

• Berdasarkan keterangan di atas, dapat dihitung bahwa banyaknya cara


yang mungkin adalah
          X r   
m n m n m n m n
+ + ... + + =
r 0 r−1 1 0 r k=0
r−k k

• Karena kedua cara merujuk pada hal yang sama, diperoleh


  X r   
m+n m n
=
r k=0
r−k k

Berikut diberikan beberapa akibat dari Teorema 4.6.

Akibat 4.6.1. Jika n suatu bilangan bulat tak negatif, maka


  X n  2
2n n
=
n k=0
k

Bukti. Bukti diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.


Petunjuk: Gunakan Teorema 4.6 untuk m = n dan r = n dan Akibat 3.8.1.

11
Berikut diberikan teorema terakhir pada subbab ini.
Teorema 4.7. Misalkan r, n bilangan bulat tak negatif dengan r ≤ n, maka
  X n  
n+1 j
=
r+1 j=r
r

Bukti. Pandang n+1



r+1
. berdasarkan Teorema 4.5, diperoleh
     
n+1 n n
= +
r+1 r r+1
     
n n−1 n−1
= + +
r r r+1
       
n n−1 n−2 n−2
= + + +
r r r r+1
..
.
..
.
       
n n−1 r+1 r+1
= + + ... + +
r r r r+1
     
n n−1 r+1
= + + ... + +1
r r r
       
n n−1 r+1 r
= + + ... + +
r r r r
n
X j  
=
j=r
r

Tugas:
• Selesaikan pembuktian yang diberikan kepada pembaca.
• Kerjakan soal no. 10 dan 26 subbab 6.4
• Kerjakan soal no. 14 dan 35 subbab 6.3

5 Relasi dan Sifat-sifat Relasi


Definisi 5.1. Misalkan A dan B himpunan. A × B = {(a, b) | a ∈ A, b ∈ B}
Contoh 5.2. Jika A = {1, 2, 3} dan B = {a, b},
maka A × B = {(1, a), (1, b), (2, a), (2, b), (3, a), (3, b)}
Definisi 5.3. Misalkan A dan B himpunan. Relasi biner dari himpunan
A ke himpunan B, dinotasikan dengan R, merupakan suatu subhimpunan
dari A × B. Jika (a, b) ∈ R, biasanya ditulis aRb dan jika (a, b) ∈
/ R, biasanya
ditulis aRb

12
Contoh 5.4. Misalkan A = {INA, USA, GER, JPN, CHN }, B = {idr, usd, euro, ringgit, rupe
dan R merupakan relasi yang memuat (a, b) dengan a merupakan negara den-
gan mata uang b, maka (INA, idr) ∈ R, tetapi (USA, euro) ∈
/ R.
Perhatikan bahwa fungsi dari himpunan A ke himpunan B juga merupakan
suatu relasi ”khusus”. Dikatakan khusus karena dan persyaratan tambahan.
Definisi 5.5. Suatu relasi pada himpunan A merupakan subhimpunan dari
A × A.
Selanjutnya diberikan beberapa sifat-sifat relasi.
Definisi 5.6. Suatu relasi R pada himpunan A dikatakan refleksif jika (a, a) ∈
R untuk setiap a ∈ A.
Definisi 5.7. Suatu relasi R pada himpunan A yang mengakibatkan (b, a) ∈ R
bilamana (a, b) ∈ R dinamakan simetri. Suatu relasi R pada himpunan A
sehingga jika (a, b) ∈ R dan (b, a) ∈ R maka a = b, dinamakan antisimetri.
Definisi 5.8. Suatu relasi R pada himpunan A dikatakan transitif jika (a, b)
dan (b, c) anggota R, maka (a, c) juga anggota R untuk setiap a, b, c ∈ A.
Berikut diberikan definisi terkait mengkombinasikan dua relasi.
Definisi 5.9. Misalkan R suatu relasi dari himpunan A ke himpunan B dan
S suatu relasi dari himpunan B ke C. Komposisi dari relasi R dan S,
dinotasikan dengan S ◦ R, merupakan suatu himpunan pasangan terurut (a, c)
dengan a ∈ A, c ∈ C jika (a, b) ∈ R dan (b, c) ∈ S.
Contoh 5.10. Misalkan R suatu relasi dari {1, 2, 3} ke {1, 2, 3, 4} dengan
R = {(1, 1), (1, 4), (2, 3), (3, 1), (3, 4)} dan S suatu relasi dari {1, 2, 3, 4} ke
{0, 1, 2} dengan S = {(1, 0), (2, 0), (3, 1), (3, 2), (4, 1)}, maka komposisi dari R
ke S, dinotasikan dengan S ◦ R merupakan relasi dari A ke C dengan S ◦ R =
{(1, 0), (1, 1), (2, 1), (2, 2), (3, 0), (3, 1)}
Definisi 5.11. Misalkan R suatu relasi pada himpunan A. Rn , untuk n =
1, 2, 3, . . . didefinisikan sebagai berikut.

R1 = R dan Rn+1 = Rn ◦ R

Contoh 5.12. Misalkan R = {(1, 1), (2, 1), (3, 2), (4, 3)}, tentukan R2 , R3 , dan
R4 .
Jawab:
• karena R2 = R ◦ R, maka R2 = {(1, 1), (2, 1), (3, 1), (4, 2)}

• R3 = R2 ◦ R, maka R3 = {(1, 1), (2, 1), (3, 1), (4, 1)}

• HATI-HATI: R3 = R2 ◦ R, BUKAN R ◦ R2 . Begitu juga dengan R4 =


R3 ◦ R dan seterusnya. BACA DEFINISI DENGAN SAKSAMA

• R4 = R3 ◦ R, maka R4 = {(1, 1), (2, 1), (3, 1), (4, 1)}

13
Berikut diberikan teorema terkait komposii antar relasi.

Teorema 5.13. Misalkan R suatu relasi pada himpunan A. R merupakan


suatu relasi transitif jika dan hanya jika Rn ⊆ R untuk setiap n = 1, 2, 3, . . .

Bukti. Pertama, dibuktikan bahwa jika Rn ⊆ R untuk setiap n = 1, 2, 3 . . .,


maka R suatu relasi transitif.
Ambil sebarang (a, b) dan (b, c) ∈ R. Karena Rn ⊆ R maka R2 ⊆ R. Berdasarkan
definisi komposisi, maka (a, c) ∈ R2 . Namun, karena R2 ⊆ R, maka (a, c) ∈ R.
Diperoleh R suatu relasi bersifat transitif.

Kedua, dibuktikan bahwa jika R suatu relasi transitif, maka Rn ⊆ R un-


tuk setiap n = 1, 2, 3 . . ..
Bukti kedua ini diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.

6 Relasi Ekuivalen
Definisi 6.1. Misalkan R suatu relasi pada himpunan A. R dikatakan relasi
ekuivalen jika R bersifat refleksif, simetri, dan transitif.

Definisi 6.2. Misalkan a dan b unsur di A dan R suatu relasi ekuivalen di


A. jika aRb, maka a dan b dikatakan ekuivalen. Biasa dinotasikan dengan
a ∼R b

Contoh 6.3. Misalkan R suatu relasi pada bilangan riil sehingga aRb jika dan
hanya jika a − b ∈ Z. Buktikan bahwa R merupakan suatu relasi ekuivalen.
Jawab:

• Ambil sebarang a suatu bilangan riil. Perhatikan bahwa a − a = 0 ∈ Z,


diperoleh aRa atau dengan kata lain R suatu relasi yang refleksif.

• Ambil sebarang a, b suatu bilangan riil dengan aRb atau dengan kata
lain a − b ∈ Z. Misalkan a − b = n ∈ Z. Perhatikan bahwa b − a =
−(a − b) = −n ∈ Z. Diperoleh bRa atau dengan kata lain R suatu relasi
yang simetri.

• Ambil sebarang a, b, c bilangan riil dengan aRb dan bRc atau dengan
kata lain a − b ∈ Z dan b − c ∈ Z. Misalkan a − b = n dan b − c = m
dengan m, n ∈ Z. a − c = (a − b) + (b − c) = n + m ∈ Z. Diperoleh aRc
atau dengan kata lain R merupakan suatu relasi yang transitif.

Karena R relasi yang refleksif, simetri dan transitif, maka R merupakan suatu
relasi ekuivalen

Definisi 6.4. Misalkan R suatu relasi ekuivalen pada himpunan A dan a ∈


A. Himpunan semua unsur di A yang berelasi dengan a, dinamakan kelas
ekuivalen dari a, dinotasikan dengan [a]R . Secara matematis, [a]R = {b ∈
A | (a, b) ∈ R}

14
Teorema 6.5. Misalkan R suatu relasi ekuivalen pada himpunan A. Peny-
ataan berikut bersifat ekuivalen.
(i) aRb (ii) [a]R = [b]R (iii) [a]R ∩ [b]R 6= ∅
Bukti. Untuk membuktikan pernyataan diatas bersifat ekuivalen, maka yang
perlu dibuktikan adalah
• Jika (i) maka (ii)
Berikut dibuktikan pernyataan jika aRb maka [a]R = [b]R .
[a]R dan [b]R merupakan suatu himpunan, maka untuk menunjukkan
kesamaan, cukup ditunjukkan [a]r j [b]R dan [b]R j [a]R .
– [a]R ⊆ [b]R .
Ambil sebarang x ∈ [a]R , maka (a, x) ∈ R atau aRx. diketahui
aRb. karena R relasi simetri, maka xRa. Diketahui xRa dan aRb,
maka xRb dengan memanfaatkan sifat transitif. Diperoleh x ∈ [b]R .
Karena ini berlaku untuk sebarang x ∈ [a]R , diperoleh [a]R ⊆ [b]R .
– [b]R ⊆ [a]R
Ambil sebarang y ∈ [b]R , maka (b, y) ∈ R atau bRy. Diketahui
aRb. Karena R relasi yang simetri, maka bRa dan yRb. yRb dan
bRa, maka dengan menggunakan sifat transitif dari R, maka yRa.
Dipeorleh y ∈ [a]R . Karena ini berlaku untuk sebarang y ∈ [b]R ,
maka [b]R ⊆ [a]R .
Berdasarkan fakta nii, diperoleh [a]R = [b]R
• Jika (ii) maka (iii)
Berikut dibuktikan pernyataan jika [a]R = [b]R , maka [a]R ∩ [b]R 6= ∅
Untuk pernyataan ini sangat jelas karena [a]R 6= ∅ karena a ∈ [a]R .
• Jika (iii) maka (i)
Berikut dibuktikan bahwa jika [a]R ∩ [b]R 6= ∅, maka aRb.
Misalkan c ∈ [a]R ∩ [b]r , maka c ∈ [a]R dan c ∈ [b]R . Akibatnya, aRc
dan bRc. Karena R relasi simetri, maka cRb. Diketahui aRc dan cRb.
Dengan sifat transitif pada R, diperoleh aRb

Teorema 6.6. Misalkan R suatu relasi ekuivalen pada himpunan S, maka


kelas-kelas
S ekuivalen dari R membentuk suatu partisi pada S. Dengan kata
lain S = a∈S [a]R dan untuk setiap a, b ∈ R dengan aRb, maka [a]R ∩[b]R = ∅.

Selanjutnya misalkan {Ai | i ∈ I} suatu partisi dari S (maksud dari partisi


adalah Ai ∩ Aj = ∅ untuk setiap i 6= j, i, j ∈ I), maka terdapat R suatu relasi
ekuivalen di S dengan kelas-kelas ekuivalennya Ai , i ∈ I
Proof. Berikut dibuktikan kedua pernyataan pada teorema di atas.
• Berikut
S dibuktikan bahwa jika R suatu relasi ekuivalen, maka S =
a∈S [a]R .

15
S
– S ⊆ a∈S [a]R
Ambil sebarang x ∈ S. Karena R suatu relasi ekuivalen, maka
S x) ∈ R atau xRx danSx ∈ [x]R . Karena x ∈ [x]R , maka x ∈
(x,
a∈S [a]R . Diperoleh S ⊆ a∈S [a]R
S
– a∈S [a]R ⊆ S S
Ambil sebarang x ∈ a∈S [a]R , maka x ∈ [x]R . Karena
S [x]R ⊆ S,
maka
S x ∈ S. karena ini berlaku untuk sebarang x ∈ a∈S [a]R , maka
a∈S [a]R

• Untuk pernyataan kedua, bahwa ”jika {Ai | i ∈ I} suatu partisi dari S ,


maka terdapat R suatu relasi ekuivalen di S dengan kelas-kelas ekuivalen-
nya Ai , i ∈ I”, bukti diserahkan kepada pembaca sebagai latihan.
Cara membuktikannya dapat dilihat dari Contoh 13 pada buku hala-
man 613 − 614.

7 Pelabelan Total Sisi Ajaib Super


Pada Tahun 1970, Kotzig dan Roza mendefinisikan penilaian ajaib pada
suatu graf sederhana G sebagai suatu fungsi bijektif

f : V ∪ E → {1, 2, . . . , |V | + |E|}

sehingga untuk setiap xy ∈ E


(x dan y titik pada graf G karena sisi pada graf sederhana dibentuk dari dua titik)
berlaku f (x) + f (y) + f (xy) = k (k ini dinamakan bilangan konstan ajaib
dan k merupakan bilangan bulat). Kemudian, pada tahun 1996, Ringel dan
Llado mendefinisikan ulang sebagai pelabelan sisi ajaib. Untuk membedakan
dengan pelabelan yang lain, Wallis menambahkan namanya menjadi pela-
belan total sisi ajaib. Pelabelan total sisi ajaib dikatakan super atau pela-
belan total sisi aiaib super jika himpunan titik pada graf dipetakan pada
himpunan bilangan dari satu sampai banyak titik, atau secara matematis,
f (V ) = {1, 2, 3, . . . , |V |}. Berikut diberikan contoh pelabelan total sisi ajaib
super pada graf siklus C5 . Perhatikan pada Gambar 2. Jika dijumlahakan label
sisi dan label titik yang membentuk sisi pada graf C5 , maka diperoleh nilai 14
sebagai bilangan ajaibnya. Perhatikan juga label titik pada graf C5 . Diperoleh
bahwa Label titik pada graf C5 dimulai dari 1 sampai 5 dan banyaknya titik
pada graf C5 juga sebanyak 5, sehingga benar dikatakan bahwa pelabelan total
sisi ajaib pada Gambar 2 merupakan pelabelan total sisi ajaib super. Terny-
ata, terdapat juga pelabelan total sisi ajaib pada graf C5 . Berikut diberikan
pada Gambar 3 dengan bilangan ajaib 19. Pertanyaan selanjutnya adalah
”apakah selalu ada pelabelan total sisi ajaib super pada setiap graf ? ”. Jawa-
bannya tidak. Ada beberapa kelas graf yang tidak memiliki pelabelan total
sisi ajaib super. Salah satunya adalah graf C6 .

Klaim 1. Graf C6 tak memiliki pelabelan total sisi ajaib super.

16
Gambar 2: Pelabelan Total Sisi Ajaib Super pada Graf C5

Gambar 3: Pelabelan Total Sisi Ajaib pada Graf C5

Bukti. Bukti pada bagian ini menggunakan metode kontradiksi. Misalkan f


merupakan suatu fungsi pelabelan total sisi ajaib super pada graf C6 dengan k
sebagai bilangan ajaib. Berdasarkan definisi, f (V (C6 )) = {1, 2, 3, 4, 5, 6} dan
f (E(C6 )) = {7, 8, 9, 10, 11, 12}. Berdasarkan definisi pelabelan total sisi ajaib
super, diperoleh

f (v1 ) + f (v2 ) + f (v1 v2 ) = f (v2 ) + f (v3 ) + f (v2 v3 )


= f (v3 ) + f (v4 ) + f (v3 v4 )
= f (v4 ) + f (v5 ) + f (v4 v5 ) (1)
= f (v5 ) + f (v6 ) + f (v5 v6 )
=k

17
Gambar 4: Graf C6

Berdasarkan persamaan di atas, maka

[f (v1 ) + f (v2 ) + f (v1 v2 )] + [f (v2 ) + f (v3 ) + f (v2 v3 )]


[f (v3 ) + f (v4 ) + f (v3 v4 )] + [f (v4 ) + f (v5 ) + f (v4 v5 )]
+ [f (v5 ) + f (v6 ) + f (v5 v6 )] = 6k

Diperoleh

2(f (v1 ) + f (v2 ) + f (v3 ) + f (v4 ) + f (v5 ) + f (v6 ))


+ f (v1 v2 ) + f (v2 v3 ) + f (v3 v4 ) + f (v4 v5 ) + f (v5 v6 ) + f (v6 v1 ) = 6k
2(1 + 2 + 3 + 4 + 5 + 6) + (7 + 8 + 9 + 10 + 11 + 12) = 6k
2(21) + (57) = 6k
42 + 57 = 6k
99 = 6k
k = 99/6

Berdasarkan hasi di atas, diperoleh bahwa nilangan ajaib k bukan merupakan


bilangan bulat. Hal ini kontradiksi dengan fakta bahwa bilangan ajaib meru-
pakan bilangan bulat. Diperoleh C6 tidak memiliki pelabelan total sisi ajaib
super.

18

Anda mungkin juga menyukai