Anda di halaman 1dari 7

Najis menurut Madzhab Syafi’i

by Miftahur on May 21, 2010

Najis adalah kotoran yang wajib dibersihkan atau mencuci bagian yang terkena oleh najis itu.

Allah Swt berfirman: “Dan bersihkanlah pakaianmu” (QS. Al-Muddatsir : 4)


Di ayat lainnya Allah Swt menyatakan: “Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-
orang yang mensucikan diri” (QS. Al-Baqarah : 222)

Rasulullah Shollallohu’alaihi Wa Sallam pernah bersabda :


“Kesucian itu sebagian dari iman” (HR. Muslim)

Pembagian Najis

Najis terbagi menjadi tiga yaitu:

 Najis Mukhoffafah (Najis Ringan)


Najis mukhoffafah atau najis ringan ialah kencing bayi yang umurnya belum dua tahun dan belum
makan sesuatu selain dari susu ibunya (susu yang dicampur gula atau tepung itu hukumnya seperti
selain susu).
 Najis Mugholladzoh (Najis Berat)
Najis mugholladhoh atau najis berat ialah anjing dan babi dan keturunan dari keduanya atau salah
satu dari keduanya.
 Najis Mutawassitah (Najis Sedang)
Najis mutawasitah adalah najis selain dari najis mukhoffafah dan najis mugholladzoh.

Najis Mutawassithah dibagi menjadi dua:

 Najis ‘Ainiyah (Tampak)


Yaitu najis yang berwujud/terlihat.
 Najis Hukmiyah (Tidak tampak)
Yaitu najis yang tidak kelihatan bendanya, seperti bekas kencing, atau arak yang sudah kering dan
sebagainya.

Segala Sesuatu Asalnya Hukumnya Suci

Terdapat suatu kaedah penting yang harus kita perhatikan yaitu segala sesuatu hukum asalnya adalah
mubah dan suci. Barangsiapa mengklaim bahwa sesuatu itu najis maka dia harus mendatangkan dalil.
Namun, apabila dia tidak mampu mendatangkan dalil atau mendatangkan dalil namun kurang tepat, maka
wajib bagi kita berpegang dengan hukum asal yaitu segala sesuatu itu pada asalnya suci. Menyatakan sesuatu
itu najis berarti menjadi beban taklif, sehingga hal ini membutuhkan butuh dalil.

Beberapa Macam Najis Berdasarkan Klasifikasinya:

Anjing

Anjing adalah hewan yang dianggap najis menurut pandangan  Imam Syafi’i, Abu Hanifah dan Ahmad bin
Hanbal. Sesuatu atau benda yang terjilat olehnya harus dicuci sebanyak tujuh kali, yang salah satunya adalah
dengan menggunakan (dicampur) tanah.
Berdasarkan sebuah hadist: “Apabila ada anjing menjilati bejana (tempat makan minum) salah seorang
diantara kalian, maka hendaknya membuang isinya dan mencuci bejana itu sebanyak tujuh kali yang
pertama dengan (campuran) tanah. “(HR. Muslim)

Babi

Semua tubuh Babi najis meskipun disembelih menurut syariat Islam.

Allah Swt berfirman:  “Diharamkan bagi kalian (makanan) bangkai, darah dan daging babi” (Al-Maidah :
3)

Kotoran Manusia dan Kencing Manusia

Adapun najisnya kotoran manusia, berdasarkan sabda Rasulullah Saw :


“Jika salah seorang di antara kalian menginjak najis dengan sandalnya, maka tanah adalah pensucinya.”
( HR. Abu Daud. Hadist Sahih)

Sedangkan keterangan yang menunjukan air kencing manusia itu najis dari riwayat Anas ra, bahwa seorang
Arab badui kencing di masjid, lalu para sahabat berdiri (marah) kepadanya, kemudian Rasulullah saw
bersabda : “Biarkan ia, jangan kalian menghentikannya!” (Anas ra berkata, “Setelah selesai beliau
memerintahkan mengambil an satu ember air, lalu disiramkan di atasnya. “(HR. Bukhari Muslim)

Bangkai

Bangkai adalah hewan yang matitanpa disembelih secara syari’at. Bangkai tersebut najis berdasarkan ijma.
Nabi saw bersabda : “Jika kulit bangkai telah dimasak, maka ia menjadi suci.”

Darah dan Nanah

Semua jenis darah termasuk nanah adalah najis. Dikecualikan:

 Sisa darah dalam daging, urat-urat dan tulang hewan yang telah disembelih, atau darah ikan. Atapun
darah yang tampak ketika memasak daging, maka hal itu tidak mengapa (ma’fu anhu).Aisyah ra
berkata: “Kami pernah makan daging, sedang padanya masih terdapat darah yang menempel pada
kuali.” Darah atau nanah sedikit yang berasal dari bisul atau luka sendiri (bukan luka orang lain).
 Dalilnya seperti dalam kitab Sahih Bukhari disebutkan:“Bahwa orang-orang muslim pada permulaan
datangnya Islam, mereka mengerjakan shalat dalam keadaan luka. Seperti Umar bin Khaththab yang
mengerjakan shalat, sedang darah lukanya mengalir.”Darah nyamuk, kutu kepala atau binatang kecil
lainnya yang darahnya tidak mengalir.

Benda Cair Yang Memabukkan

Ketika membicarakan permasalahan ini banyak ulama yang merujuk kepada hukum khamar (arak). Jumhur
Madzhab empat (Madzhab Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hambali sepakat terhadap kenajisan khamar. Pendapat
yang demikian ini dibenarkan penisbatanya kepada mereka oleh Imam Ibnu Taimiyah. Karena khamar itu
nasji ainnya (dzatnya), maka mereka berpendapat haram menjadikanya sebagai komoditas jual beli. Karena
adanya hadits yang menyebutkan : “Sesungguhnya Allah yang mengaharmkan meminumnya, juga
mengharamkannya menjualnya”.
Muntah

Muntah manusian najis baik orang dewasa atau anak ila hanya sedikit maka hal itu dimaafkan (tidak najis).

Dalam Fiqh Sunnah oleh Sayyid Sabiq maupun dalam Al-Majmu karya Imam Nawawi, atau kitab fikih
lainnya menyebutkan bahwa muntah itu najis dan menjadi kesepakatan para ulama (Ittifaq Ulama). Namun
tidak disebutkan dalil yang menunjukan dalil najisnya muntah. Sehingga sebagisn ahli fikih kontemporer
semisal Syeikh Albany, Syaikh Kamil Uwaidah bahwa muntah itu suci karena tidak ada dalil yang
menunjukan najis.

Wadi

Wadi adalah sesuatu yang keluar sesudah kencing pada umumnya, berwarna putih, tebal mirip mani, namun
berbeda kekeruhannya dengan mani. Wadi tidak memiliki bau yang khas.

Hukum wadi juga najis. Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma mengatakan, “Mengenai mani, madzi dan wadi;
adapun mani, maka diharuskan untuk mandi. Sedangkan wadi dan madzi, Ibnu ‘Abbas mengatakan,
“Cucilah kemaluanmu, lantas berwudhulah sebagaimana wudhumu untuk shalat.”

Madzi

Sedangkan madzi adalah cairan berwarna putih, tipis, lengket, keluar ketika bercumbu rayu atau ketika
membayangkan jima’ (bersetubuh) atau ketika berkeinginan untuk jima’. Madzi tidak menyebabkan lemas
dan terkadang keluar tanpa terasa yaitu keluar ketika muqoddimah syahwat. Laki-laki dan perempuan sama-
sama bisa memiliki madzi.

Hukum madzi adalah najis sebagaimana terdapat perintah untuk membersihkan kemaluan ketika madzi
tersebut keluar.

Dari ‘Ali bin Abi Thalib, beliau radhiyallahu ‘anhu berkata,“Aku termausk orang yang sering keluar madzi.
Namun aku malu menanyakan hal ini kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallm dikarenakan kedudukan
anaknya (Fatimah) di sisiku. Lalu aku pun memerintahkan pada Al Miqdad bin Al Aswad untuk bertanya
pada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Lantas beliau memberikan jawaban pada Al Miqdad, “Perintahkan
dia untuk mencuci kemaluannya kemudian suruh dia berwudhu”.”

Apabila ada sesuatu yang diragukan najis atau suci nya, maka hendaklah kita cari dalil tentang kenajisannya.
Apabila tidak ada dalil yang menyebutkaan bahwa sesuatu itu najis, maka kita kembalikan pada hukum
asalnya bahwa segala sesuatu itu hukum asalnya suci.
 

Pengertian Najis dan Cara Menghilangkan Najis - Agama Islam


Mon, 08/05/2006 - 12:24am — godam64

Najis adalah sesuatu yang menjadi penghalang beribadah kepada Allah SWT yang berbentuk kotoran yang
menempel pada zat, tubuh, pakaian atau benda lainnya.

Macam-macam najis :
- Binatang anjing
- Binatang babi
- minuman keras / miras yang memabukkan
- darah
- air kencing
- bangkai selain bangkai manusia, ikan dan belalang
Cara menghilangkan najis yang menempel :
1. Najis Ringan
Cukup dibasuh dengan air hingga bersih baik zat, warna, maupun baunya. Najis akibat air seni/kencing anak
dibawah 2 tahun yang masih minum susu membersihkannya cukup dengan memercikkan air saja.

2. Najis Berat
Jika terkena air liur/ludah anjing maka membersihkannya harus dengan membasuh dengan air hingga 7 kali
terus-menerus dengan salah satunya dengan medium tanah. Berarti 6 kali dibersihkan dengan air dan sekali
dengan tanah

Apakah Kencing Bayi Yang Masih Menyusui Najis?

Dari Ummi Qais binti Muhsan, sesungguhnya ia pernah datang menghadap Rasulullah shalallaahu ‘alaihi
wasallam dengan membawa seoang anak kecil yang belum makan (makanan), lalu ia kencing di pakaian
Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam, lalu Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam miminta air kemudian
memercikannya diatas pakaian itu dan tidak mencucinya. (HR Jama’ah, Nailur Authar hadist no. 30).Dari
‘Ali bin abi Thalib, bahwa Rasulullah shalallaahu ‘alaihi wasallam bersabda: kencing anak laki-laki yang
masih menyusui, cukup di perciki (air), dan kencing anak perempuan harus dicuci. Qatadah berkata : Dani ini
selama mereka belum makan (makanan) maka kalau mereka sudah makan, harus dicuci, baik laki-laki
maupun perempuan. (HR ahmad dan at-Tirmidzy, dan berkata at-Tirmidzy, hadist ini Hasan, Nailur Authar
hadist no. 31)

Dan dari ‘Aisyah, ia berkata : Telah dibawa kepada Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam seorang anak kecil
yang sedang diberinya makanan, lalu anak itu mengencingi Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam, lalu Nabi
shalallaahu ‘alaihi wasallam menyusulinya dengan air (HR Bukhari)

Dan demikian juga bagi Ahmad dan Ibnu Majah serta Ibnu Majah terdapat kata tambahan “dan Nabi
shalallaahu ‘alaihi wasallam tidak mencucinya”

Dan dalam Shahih Muslim dikatakan, Adalah Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam dibawa kepadanya anak-
anak lalu ia mendo’akan mereka, dan memberi makan kepada mereka. Lalu dibawanya seorang bayi
kemudian mengencinginya, lalu Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam meminta air, kemudian menuangkannya
pada tempat yang dikecinginya dan tidak mencucinya. (Nailur Authar hadist no. 32)

Dari Abu Samh, pelayan Rasul shalallaahu ‘alaihi wasallam, ia berkata : Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam
bersabda : Kencing anak perempuan harus di cuci dan kencing anak laki-laki cukup di perciki (air). (HR Abu
Dawud, Nasa’I, dan Ibnu Majah, Nailul Authar hadist no. 33)

Dari Ummi Kuzin al-Khuza’iyyah, ia berkata: Pernah dibawa kepada Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam
seorang anak-laki-laki lalu mengencinginya kemudian Nabi shalallaahu ‘alaihi wasallam memerintahkan
(mengambil air) lalu dipercikinya, dan pernah dibawa kepadanya seorang anak perempuan lalu
mengencinginya, kemdian ia memerintahkan (mengambil air) lalu dicucinya. (HR Ahmad, Nailur Authar
hadist no. 34)

Keterangan:

1. Yang di maksud dengan makanan adalah makanan diluar air susu Ibu, semisal kurma, madu dan susu
formula
2. Hadist-hadist dalam hal ini dijadikan dalil bahwa kencing anak laki-laki hanya cukup di percikan air
di tempat yang dikencingi dan bagi anak perempuan dengan menuangkan air dan mencucinya.
Kesimpulan:

Bahwa air kencing bayi adalah najis baik bayi perempuan maupun laki-laki, hanya saja berbeda dalam
membersihkannya dengan menggunakan air, sebagaimana keterangan diatas. Wallahu’alam bishowab.

Pengertian Hadats

Hadats secara etimologi (bahasa), artinya tidak suci atau keadaan badan tidak suci – jadi tidak boleh shalat.
Adapun menurut terminologi (istilah) Islam, hadats adalah keadaan badan yang tidak suci atau kotor dan
dapat dihilangkan dengan cara berwudhu, mandi wajib, dan tayamum. Dengan demikian, dalam kondisi
seperti ini dilarang (tidak sah) untuk mengerjakan ibadah yang menuntut keadaan badan bersih dari hadats
dan najis, seperti shalat, thawaf, ’itikaf.

Pengertian Kotoran dan Najis

Kotoran berasal dari kata kotor, artinya tidak bersih, seperti pakaian yang kena keringat. Adapun najis adalah
sesuatu yang keluar dari dalam tubuh manusia atau hewan seperti air kencing, kotoran manusia atau kotoran
hewan. Dengan demikian, kesimpulan sementara adalah kotor belum tentu najis, sedangkan barang yang
terkena najis pasti kotor. [Lihat Nor Hadi, Ayo Memahami Fiqih untuk MTs/SMP Islam Kelas VII, (Jakarta:
PT. Gelora Aksara Pratama, 2008), hal. 5]

Dengan demikian, jelaslah bahwa pakaian yang kotor karena terkena keringat dapat dipakai untuk shalat dan
sah shalatnya. Akan tetapi, baju yang bersih walaupun belum dipakai namun telah terkena najis, lalu dipakai
shalat, maka shalatnya tidak sah.

Hadats

 Hadats adalah sebuah hukum yang ditujukan pada tubuh seseorang dimana karena hukum tersebut dia tidak
boleh mengerjakan shalat.  Dia terbagi menjadi dua: Hadats akbar yaitu hadats yang hanya bisa diangkat
dengan mandi junub, dan hadats ashghar yaitu yang cukup diangkat dengan berwudhu atau yang biasa
dikenal dengan nama ‘pembatal wudhu’.

Adapun najis maka dia adalah semua perkara yang kotor dari kacamata syariat, karenanya tidak semua hal
yang kotor di mata manusia langsung dikatakan najis, karena najis hanyalah yang dianggap kotor oleh
syariat. Misalnya tanah atau lumpur itu kotor di mata manusia, akan tetapi dia bukan najis karena tidak
dianggap kotor oleh syariat, bahkan tanah merupakan salah satu alat bersuci.

Najis terbagi menjadi tiga:


1.    Najis maknawiah, misalnya kekafiran. Karenanya Allah berfirman, “Orang-orang musyrik itu adalah
najis,” yakni bukan tubuhnya yang najis akan tetapi kekafirannya.
2.    Najis ainiah, yaitu semua benda yang asalnya adalah najis. Misalnya: Kotoran dan kencing manusia dan
seterusnya.
3.    Najis hukmiah, yaitu benda yang asalnya suci tapi menjadi najis karena dia terkena najis. Misalnya:
Sandal yang terkena kotoran manusia, baju yang terkena haid atau kencing bayi, dan seterusnya.

Dari perbedaan di atas kita bisa melihat bahwa hadats adalah sebuah hukum atau keadaan, sementara najis
adalah benda atau zat. Misalnya: Buang air besar adalah hadats dan kotoran yang keluar adalah najis, buang
air kecil adalah hadats dan kencingnya adalah najis, keluar darah haid adalah hadats dan darah haidnya
adalah najis.

Kemudian yang penting untuk diketahui adalah bahwa tidak ada korelasi antara hadats dan najis, dalam artian
tidak semua hadats adalah najis demikian pula sebaliknya tidak semua najis adalah hadats.
Contoh hadats yang bukan najis adalah mani dan kentut. Keluarnya mani adalah hadats yang mengharuskan
seseorang mandi akan tetapi dia sendiri bukan najis karena Nabi -alaihishshalatu wassalam- pernah shalat
dengan memakai pakaian yang terkena mani, sebagaimana disebutkan dalam hadits Aisyah. Demikian pula
buang angin adalan hadats yang mengharuskan wudhu akan tetapi anginnya bukanlah najis, karena
seandainya dia najis maka tentunya seseorang harus mengganti pakaiannya setiap kali dia buang angin.

Contoh yang najis tapi bukan hadats adalah bangkai. Dia najis tapi tidak membatalkan wudhu ketika
menyentuhnya dan tidak pula membatalkan wudhu ketika memakannya, walaupun tentunya memakannya
adalah haram.
Jadi, yang membatalkan thaharah hanyalah hadats dan bukan najis.

Karenanya jika seseorang sudah berwudhu lalu dia buang air maka wudhunya batal, akan tetapi jika setelah
dia berwudhu lalu menginjak kencing maka tidak membatalkan wudhunya, dia hanya harus mencucinya lalu
pergi shalat tanpa perlu mengulangi wudhu, dan demikian seterusnya.

Kemudian di antara perbedaan antara hadats dan najis adalah bahwa hadats membatalkan shalat sementara
najis tidak membatalkannya. Hal itu karena bersih dari hadats adalah syarat syah shalat sementara bersih dari
najis adalah syarat wajib shalat. Dengan dalil hadits Abu Said Al-Khudri dimana tatkala Nabi
-alaihishshalatu wassalam- sedang mengimami shalat, Jibril memberitahu beliau bahwa di bawah sandal
beliau adalah najis. Maka beliau segera melepaskan kedua sandalnya -sementara beliau sedang shalat- lalu
meneruskan shalatnya. Seandainya najis membatalkan shalat tentunya beliau harus mengulangi dari awal
shalat karena rakaat sebelumnya batal. Tapi tatkala beliau melanjutkan shalatnya, itu menunjukkan rakaat
sebelumnya tidak batal karena najis yang ada di sandal beliau. Jadi orang yang shalat dengan membawa najis
maka shalatnya tidak batal, akan tetapi dia berdoa kalau dia sengaja dan tidak berdosa kalau tidak tahu atau
tidak sengaja.

 
Dari uraian di atas kita bisa memetik beberapa perbedaan antara hadats dan najis di kalangan fuqaha` yaitu:
1.    Hadats adalah hukum atau keadaan, sementara najis adalah zat atau benda.
2.    Hadats membatalkan wudhu sementara najis tidak.
3.    Hadats membatalkan shalat sementara najis tidak.
4.    Hadats diangkat dengan bersuci (wudhu, mandi, tayammum), sementara najis dihilangkan cukup dengan dicuci
sampai hilang zatnya.

A. Pengertian Hadats
Hadats menurut arti bahasa adalah sesuatu yang baru, sedangkan hadats menurut arti syara’ adalah nama
sesuatu yang berada pada anggota tubuh yang bisa mencegah keabsahan ibadah sholat sekiranya syara’ tidak
memberikan toleransi.

B. Pembagian Hadats
Hadats di bagi menjadi dua, yaitu hadats kecil dan hadats besar

C. Sebab-Sebab Hadats
1. Karena keluarnya sesuatu selain mani baik dari dubur atau qubul baik berupa hal-hal yang biasa keluar
atau tidak, seperti; air kencing, tahi, madzi, wadli, darah, batu kecil, ulat atau belatung.
”Atau (jika) salah satu di antara kalian keluar dari tempat buang air.”
2. Hilangnya akal disebabkan tidur dengan posisi duduk tanpa menetapkan pantat atau karena mabuk, gila,
epilepsi, pingsan dan lain-lain.
3. Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahrom dengan tanpa penghalang pada usia
yang pada umumnya bisa menimbulkan syahwat.
4. Menyentuh kemaluan dan lubang dubur baik milik sendiri atau orang lain dengan telapak tangan bagian
dalam tanpa penghalang. Baik menyentuh kemaluan orang hidup atau mati, besar atau kecil, laki-laki atau
perempuan.
D. Hal-hal yang Diharamkan Bagi Orang yang Hadats:
1. Sholat
2. Thowaf
3. Menyentuh mushaf
4. Membawa mushaf
5. Menyentuh sampul mushaf selama sambung dengan mushaf
6. Menyentuh tempat mushaf selama didalamnya
7. Menyentuh sesuatu di dalamnya terdapat tulisan Al-Qur’an yang tujuannya untuk dipelajari.5

Hadats di atas biasa disebut dengan hadats kecil dan hadats tersebut menyebabkan batalnya wudlu dan
menyebabkan wajibnya wudlu’
Iantara sebab-sebab hadats yang lain selain tersebut di atas, yang biasa disebut dengan hadats besar yang
mewajibkan mandi ialah:
1. Masuknya khasafah pada kelamin perempuan/ bertemunya dua alat kelamin laki-laki dan perempuan.
2. Keluarnya air mani walaupun hanya sedikit, karena bermimpi atau yang lainnya.
3. Keluarnya darah haid
4. Keluarnya darah nifas
5. Melahirkan
6. Mati.

Apabila seorang dalam keadaan salah satu hadats di atas, untuk mensucikan harus dengan mandi besar.
Hal-hal yang diharamkan bagi orang junub:
1. Sholat
2. Thowaf
3. Menyentuh mushaf
4. Membawa mushaf
5. Beriam diri di masjid
6. Membaca Qur’an

Adapun orang yang haid juga diharamkan:


1. Sholat
2. Thowaf
3. Menyentuh mushaf
4. Membaw mushaf
5. Beriam diri di masjid
6. Membaca Qur’an
7. Berpuasa
8. Thalaq
9. Melewati masji apabila takut darahnya menetes
10. Mengambil kenikmatan pada anggota antara pusat dan lutut.

Hadas menurut kamus Istilah Agama karya Drs. Shodiq SE adalah suatu keadaan tidak suci yang tidak dapat dilihat, tetapi wajib
disucikan untuk sahnya ibadah :

Hadas dibagi dua yaitu :

1. Hadas kecil. Penyebabnya antara lain keluar sesuatu dari dubur atau qubul, menyentuh lawan jenis yang bukan
muhrimnya dan tidur nyeyak dalam keadan tidak tetap. Cara membersihkan hadis ini ialah berwudhu.

2. Hadas besar/Jenabat/junub. Penyebanya antara lain : keluar air mani, bersetubuh, wanita habis melahirkan dan lain
sebagainya. Cara mensucikan hadas besar ini adalah mandi wajib.

Anda mungkin juga menyukai