2. Najis mukhaffafah yang merupakan air kencingnya bayi laki-laki yang belum makan dan
minum selain ASI dan belum berumur dua tahun, dapat disucikan dengan cara
memercikkan air ke tempat yang terkena najis. Cara memercikkann air ini harus dengan
percikan yang kuat dan air mengenai seluruh tempat yang terkena najis. Air yang
dipercikkan juga mesti lebih banyak dari air kencing yang mengenai tempat tersebut.
Setelah itu barulah diperas atau dikeringkan. Dalam hal ini tidak disyaratkan air yang
dipakai untuk menyucikan harus mengalir.
3. Najis mutawassithah dapat disucikan dengan cara menghilangkan lebih dahulu najis
‘ainiyah-nya. Setelah tidak ada lagi warna, bau, dan rasan najis tersebut baru kemudian
menyiram tempatnya dengan air yang suci dan menyucikan. Sebagai contoh kasus, bila
seorang anak buang air besar di lantai ruang tamu, umpamanya, maka langkah pertama
untuk menyucikannya adalah dengan membuang lebih dahulu kotoran yang ada di lantai.
Ini berarti najis ‘ainiyahnya sudah tidak ada dan yang tersisa adalah najis hukmiyah.
Setelah yakin bahwa wujud kotoran itu sudah tidak ada (dengan tidak adanya warna, bau
dan rasa dan lantai juga terlihat kering) baru kemudian menyiramkan air ke lantai yang
terkena najis tersebut. Tindakan menyiramkan air ini bisa juga diganti dengan
mengelapnya dengan menggunakan kain yang bersih dan basah dengan air yang cukup.
(Yazid Muttaqin) Sumber: https://islam.nu.or.id/post/read/82513/tiga-macam-najis-dan-
cara-menyucikannya
Mengenal Barang-barang Najis Menurut Fiqh
Sebagaimana telah jamak diketahui bahwa dalam fiqih Islam najis terbagi dalam 3 (tiga)
bagian; mukhaffafah (ringan), mutawassithah (sedang), dan mughalladhah (berat).
Klasifikasi ini berdasarkan tingkat kesulitan cara menyucikannya, yang bakal diulas secara
rinci dalam pembahasan selanjutnya. Barang yang masuk pada kategori najis
mughalladhah jelas, yakni anjing dan babi berikut anakan yang dihasil dari keduanya. Tak
ada yang lainnya. Yang termasuk dalam kategori najis mukhaffafah juga telah jelas, yakni
air kencing seorang bayi laki-laki yang belum berumur dua tahun dan belum makan selain
air susu ibu. Selainnya tidak ada (lihat Salim bin Sumair Al-Hadlrami, Safiinatun Najaa,
[Jedah: Darul Minhaj, 2009], hal. 27 – 28.).
Seperti dituturkan Salim bin Sumair Al-Hadlrami dalam kitabnya Safinatun Naja:
المغلظة نجاسة الكلب والخنزير وفرع احدهما والمخففة بول الصبي الذي لم يطعم غير اللبن ولم يبلغ الحولين
Lalu apa saja barang yang masuk pada kategori najis mutawassithah? Air hujan yang
menggenang di halaman depan rumah, air keringat, air ludah dan ingus, air bekas cucian
piring kotor, lempung basah yang ada di sawah, kotoran yang ada di dalam hidung dan
telinga, apakah itu semua termasuk kategori barang najis?
Syekh Muhammad Nawawi Banten dalam kitab Kayifatus Saja menyebutkan ada 20 barang
yang termasuk najis mutawassithah dan juga mughalladhah yaitu: 1. Air kencing.
Termasuk dalam air kencing adalah batu yang keluar dari saluran kencing bila diyakini
bahwa batu itu terbentuk dari air kencing yang mengkristal. Bila batu itu tidak terbentuk
dari air kencing maka statusnya bukan najis tapi mutanajis; barang suci yang terkena
najis. 2. Air madzi. Yakni air yang berwarna kekuningan dan kental yang keluar pada saat
bergeraknya syahwat tanpa adanya rasa nikmat, meskipun tanpa syahwat yang kuat atau
keluar setelah melemahnya syahwat. Ini hanya terjadi pada orang yang sudah baligh. Pada
seorang perempuan lebih sering terjadi pada saat dirangsang dan bangkit syahwatnya.
Terkadang juga madzi keluar tanpa dirasakan oleh orang yang bersangkutan. 3. Air wadzi.
Yakni air putih, keruh dan kental yang keluar setelah guang air kecil atau ketika membawa
barang yang berat. Keluarnya air wadi tidak hanya terjadi pada orang yang sudah baligh
saja. 4. Kotoran (tahi). Termasuk najis juga kotorannya ikan atau belalang. Namun
diperbolehkan menggoreng atau menelan ikan kecil yang masih hidup dan dimaafkan
kotoran yang masih ada di perutnya.
5. Anjing. Segala macam jenis anjing adalah najis mughalladhah, baik anjing yang dilatih
untuk memburu ataupun anjing yang difungsikan untuk menjaga rumah. 6. Babi. Babi
juga termasuk binatang yang najis mughalladhah sebagaimana anjing. 7. Anakan silangan
anjing atau babi dengan selainnya. 8. Sperma dari anjing, babi dan anakan silangan anjing
dan ababi dengan selainnya. 9. Air luka atau air bisul yang telah berubah rasa, warna atau
baunya. Air ini najis karena merupakan darah yang telah berubah. Bila tidak ada
perubahan pada air ini maka statusnya tetap suci. 10. Nanah yang bercampur dengan
darah. 11. Nanah. Nanah najis karena merupakan darah yang telah berubah. 12. Air
empedu. Sedangkan kantong atau kulit empedunya berstatus mutanajis yang bisa
disucikan dan boleh dimakan bila berasal dari hewan yang halal dimakan. Termasuk najis
juga bisa atau racunnya ular, kalajengking dan hewan melata lainnya. 13. Barang cair yang
memabukkan seperti khamr, arak dan lainnya. Barang-barang yang memabukkan namun
tidak berbentuk cair, seperti daun ganja, meskipun haram mengkonsumsinya namun tidak
najis barangnya. 14. Apapun yang keluar dari lambung,seperti muntahan meskipun belum
berubah. Adapun yang keluar dari dada seperti riyak atau turun dari otak seperti ingus
tidaklah najis, demikian juga air ludah. 15. Air susu binatang yang tidak boleh dimakan
seperti air susu harimau, kucing, anjing dan lainnya. Sedangkan air susu binatang yang
boleh dimakan berstatus suci. 16. Bangkai selain manusia, ikan dan belalang. Termasuk
dalam kategori ikan di sini adalah segala binatang air yang tidak bisa hidup di darat
meskipun tidak dinamai “ikan”. Termasuk dalam kategori bangkai yang najis adalah bagian
anggota badan yang terpotong dari hewan yang masih hidup. Kecuali bulu binatang yang
boleh dimakan bila terpotong dari badannya tidak berstatus najis (lihat Abdullah Al-
Hadlrami, Muqaddimah Hadlramiyah [Jedah: Darul Minhaj, 2011], hal. 64 –65).
Berdasarkan hadis Nabi:
ٌَما قُ ِط َع ِمنَ ْالبَ ِهي َم ِة َو ِه َي َحيَّةٌ فَ ِه َي َم ْيتَة
“Apapun yang dipotong dari binatang yang masih hidup maka potongan itu adalah
bangkai.” (HR. Abu Dawud) 17. Darah selain hati dan limpa. Hati dan limpa meskipun
termasuk kategori darah namun statusnya suci tidak najis. 18. Air yang keluar dari mulut
binatang seperti kerbau, kambing dan selainnya pada saat memamahbiak makanan.
Sedangkan air yang keluar dari pinggiran mulutnya pada saat kehausan tidak najis karena
itu berasal dari mulut. 19. Air kulit yang melepuh atau menggelembung yang berbau. Bila
tidak berbau maka tidak najis. 20. Asap dan uap dari barang najis yang dibakar, seperti
asap dari kayu yang dikencingi dan kotoran kerbau yang dibakar (Muhammad Nawawi Al-
Jawi, Kaasyifatus Sajaa, [Jakarta: Darul Kutub Islamiyah, 2008] hal. 72 – 75). (Yazid
Muttaqin).