Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) merupakan salah satu pemberontakan yang terjadi di Indonesia pada tahun 1948-1963. Salah satunya terjadi di Kalimantan Selatan, tepatnya pada bulan Oktober 1950. Pemberontakan DI/TII Kalimantan Selatan dipimpin oleh Ibnu Hajar yang hendak mendirikan negara dengan dasar syariat Islam di Indonesia, yang disebut dengan Negara Islam Indonesia.
Pemberontakan DI/TII di Kalimantan Selatan dipicu oleh kegagalan para
mantan pejuang kemerdekaan asal Kalimantan Selatan untuk diterima di tentara Indonesia saat itu, yaitu APRIS (Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat). Kebanyakan bekas pejuang ini tidak bisa masuk tentara karena tidak bisa baca tulis, termasuk Ibnu Hadjar sendiri. Mereka juga kecewa dengan adanya bekas tentara KNIL (Tentara Hindia Belanda) di APRIS. Akhir tahun 1950, Ibnu Hajar memilih untuk bergabung dengan pemerintahan DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat, yang menawarkan padanya jabatan dalam pemerintahan DI/TII sekaligus Panglima TII di Kalimantan.
Pada bulan Oktober 1950 Ibnu Hajar memberontak dan menyatakan bahwa
gerakannya merupakan bagian dari DI/TII Kartosuwiryo. Ia memimpin pasukan yang diberi nama "Kesatuan Rakyat Yang Tertindas." Mereka menyerang pos-pos kesatuan TNI di Kalimantan Selatan dan melakukan tindakan-tindakan pengacauan.
Mula-mula, pemerintah memberi kesempatan kepada Ibnu Hajar untuk
menyerah dan akan diterima kembali menjadi anggota TNI melalui jalur damai. Ia pun menyerah dan diterima menjadi anggota TNI lagi. Tetapi setelah mendapat perlengkapan senjata, Ibnu Hajar melarikan diri dan melanjutkan pemberontakan.
Akhirnya, pemerintah mengerahkan Pasukan TNI untuk menyerang
gerombolan Ibnu Hajar. Seluruh anggota gerombolan berhasil dikalahkan pada 1963 dan Ibnu Hadjar menyerah pada Maret 1965, serta kemudian dijatuhi Hukuman Mati.