MASYARAKAT INDONESIA
(Bhineka Tunggal Ika)
CHRISTIAN PRATAMA ELIZA PUTRA
392019502
Apa yang dimaksud dengan masyarakat majemuk? Istilah ini diperkenalkan oleh Furnifal
(1967) dalam Sulasmono dan Suroso (2000) yang awalnya untuk menggambarkan kenyataan
masyarakat pada jaman kolonial Belanda yang terdirir dari bermacam-macam ras dan etnik.
Definisi masyarakat majemuk me-nurutnya adalah masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih
komunitas atau yang secara kultural dan ekonomi terpisah-pisah serta memiliki kultur
kelembagaan yang berda satu sama lain, yang hidup sendiri-sendiri tanpa adanya pembauran satu
sama lain didalam kesatuan politik. Didalam masyarakat majemuk terdapat perbedaan-perbedaan
suku bangsa, bahasa, ras, kasta, agama, tradisi budaya dan adat istiadat. Smith (1998) dalam
Sulamono & Suroso (2000) mengemukakan bahwa masyarakat majemuk adalah masyarak yang
masing-masing komunitas atau kelompok yang dimaksud memiliki struktur kelembagaan yang
berbeda satu sama lain. Sedangkan Rabuhska dan Shepsle (1972) dalam Sulasmono & Suroso
(2000) mengatakan bahwa masyarakat majemuk adalah masyarakat yang memiliki keragama
kultural namun terorganisasi (dipersatukan) secara politik, yang mengatasi satuan-satuan etnik
yang ada.
Geertz (1963) dalam Sulasmono & Suroso (2000) mengemukakan pandangannya dengan
latar belakang Indonesia bahwa masyarakat majemuk terbagi atas sub-subsistem yang berdiri
sendiri dan setiap subsistem terikat oleh ikatan-ikatan yang bersifat promordial. Pierce L. Van
den Berghe dalam Sulasmono & Suroso (2000) mengemukakan karaktristik-karetistik yang
dimiliki masyarakat majemuk itu:
Semua masyarakat majemuk menurut Sulasmono dan Suroso (2000) mempunyai tiga
kecenderungan yaitu:
Sejak lama seluruh bangsa Indonesia selalu diingatkan agar selalu hidup berdampingan
secara damai dalam masyarakat yang beraneka suku bangsa, agama, ras, dan antar golongan.
Untuk itu perlu adanya cara pandang yang tepat sebagai strategi untuk kelangsungan hidup
bangsa, karena tanpa strategi maka kelangsungan hidup sebagai bangsa selalu akan diganggu
oleh potensi konflik yang bersumber dari cara pandang yang mementingkan diri sendiri. melihat
realitas yang berbeda-beda dan hidup dengan perbedaan itu maka dalam kehidupan sebagai
bangsa perlu disertai dengan semangat hidup bersama sebagai bangsa yang satu yang disertai
rasa cinta bangsa dan tanah air.
Faktor lain yang mempersatukan diantaranya yaitu nilai-nilai yang sama yang hidup di
seluruh masyarakat Indonesia. Salah satu contoh ialah gotong royong yaitu nila-nilai sosial-
kemasyarakatan yang artinya bahwa hidup ini harus dihadapi dalam kebersamaan.
Selain nilai-nilai sosial kemasyarakatan, hal lain yang mempersatukan ialah bahasa.
Dalam hal ini bahasa Indonesia juga merupakan identitas suatu bangsa. Dengan bahasa Indonesia
mempunyai saran komunikasi yang efektif karena jika tidak ada bahasa nasional maka
integritasi/kesatuan bangsa yang sulit terwujud.
Sejarah kehidupan bangsa dan masyarakat Indonesia menunjukkan intensitas naik turun
dalam hal penghayata Bhineka Tunggal Ika. Pada sisi tertentu masyarakat Indonesia memiliki
semangat persatuan yang tinggi dengan tingkat toleransi dan kerukunan yanh harmonis. Pada sisi
lain penghayatan hidup Bhineka Tunggal Ika memperlihatkan intensitasnya yang menurut yang
ditandai oleh adanya perpecahan dalam masyarakat dan konflik yang dapat menghancurka sendi-
sendi kehidupan bermasyarakat, berbangsa.
Secara teoritis ada dua sudut pendekatan dalam memandang masyarakat, pertama yaitu
yang memnganggap bahwa masyarakat, pada dasarnya terintegrasi di atas dasar kata sepakat
akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu oleh para anggotanya yaitu suatu general agreements
yang memiliki daya mengatasi perbedaan-perbedaan pendapat dan kepentingan di antara para
anggota masyarakat. Pendekatan ini memandang masyarakat sebagai suatu sisten yang secara
funsional terintegrasi ke dalam suatu bentuk equilibrium. Oleh karena itu sifatnya yang
demikian, maka aliran pemikiran tesebut disebut sebagai integration approach atau yang populer
disebut sebagai struktural-functional approach (pendekatan funsional struktural) atau jika
dikaitkan dengan teori seperti apa, maka sering disebut integration theories. (Nasikun, 2007)
Tokoh penting dari pendekatan funsionalisme struktural adalah Talcot Parsons yang
bersama pengikutnya telah merumuskan sebagai berikut: (Nasikun, 2007)
Masyarakat haruslah dilihat sebagai suatu sistem daripada bagian-bagian yang saling
berhubungan satu sama lain
Dengan demikian hubungan penngaruh mempengaruhi di antara bagian-bagian tersebut
adalah bersifat ganda dan tidak balik.
Sekalipun integrasi sosial tidak pernah dapat dicapai dengan sempurna, namun secara
fundamental sistem sosial selalu cenderung bergerak ke arah equalibrium yang bersifat
dinamis: menanggapi perubahan-perubahan yang datang dari luar dengan kecenderungan
memelihara agar perubahan-perubahan yang terjadi di dalam sistem sebagai akibatnya
hanya akan mencapai derajat yang minimal.
Sekalipun disfungsi, ketegangan-ketengangan dan penyimpangan-penyimpangan
senantiasa terjadi juga, akan tetapi didalam jangka panjang keadaan tersebut pada
akhirnya akan teratasi dengan sendirinya melalui penyesuaian-penyesuaian dan proses
intitusionalisasi. Dengan perkataan lain, sekalipun integrasi sosial pada tingkatnya yang
sempurnaha tidak akan pernah tercapai, akan tetapi setiap sistem sosial akan berproses
kearah itu.
Perubahan-perubahan di dalam sistem sosial pada umumnya terjadi secara gradual,
melalui penyesuaian-penyesuaian, dan tidak secara revolusioner. Perubahan-perubahan
yang terjadi secara drastis pada umumnya hanya mengenai bentuk luarnya saja,
sedangkan unsur-unsur sosial yang menjadi bangunan dasarnya tidak seberapa
mengalami perubahan.
Pada dasarnya, perubahan-perubahan sosial timbul atau terjadi melalui tiga macam
kemungkinan: penyesuaian-penyesuaian yang dilakukan oleh sistem sosial tersebut
terhadap perubahan-perubahan yang datang dari luar (extra systemic change);
pertumbuhan melalui deferensial struktural dan fungsional; serta penemuan-penemuan
baru oleh anggota-anggota masyarakat.
Faktor paling penting yang memiliki daya mengintegrasikan suatu sitem sosial adalah
konsensus diantara para anggota masyarakat mengenai nilai-nilai kemasyarakatan
tertentu.
Kedua, adalah teori atau pendekatan konflik yang pendekatannya berbeda sama sekalli
jika dibanding dengan pendekatan funsional struktural. Pendekatan konflik berpangkal pada
anggapan dasar berikut:
Dua teori patut untuk diperhatikan dalam memandang masyarakat karena memang
masing-masing ada benarnya walaupun masing-masing juga memiliki kelemahan. Tetapi
kelemahan yang satu ditutup dengan kelebihan yang lain. Disatu pihak masyarakat bergerak ke
arah kesatuan/ atau terintegrasi karena terjadinya konsensus nilai dan tertib sosial yang bersifat
normatif, tetapi dilain pihak masyarakat juga ditandai oleh konflik yang sumbernya ada di dalam
masyarakat sendiri seperti adanya kontradiksi internal.
Paradigma juga bisa dipahami sebagai asumsi-asumsi dasar dan asumsi-asumsi teoritis
yang umum sehingga menjadi sumber nilai yang biasanya menjadi sumber hukum, metode serta
penerapan dalam ilmu sehingga menentukan ciri-ciri dan sifat ilmu (Kaelan, 2010: 226). Dalam
kaitannya dengan Pancasila, maka pemaknaannya yaitu sumber nilai, kerangka pikir, orientasi
dasar, sumber azas, serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan dan perubahan serta proses
dalam satu bidang tertentu termasuk bangunan, reformasi maupun pendidikan (Kaelan, 2010:
226-227).
Apabila Pancasila sebagai paradikma maka Pancasila tetap menjadi sumber acuan,
sumber nilai, pegangan untuk mencapai tujuan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Secara praktis Pancasila yang berkedudukan sebagai paradigma tersebut adalah sebagai
paradigma dalam pembangunan, paradigma pengembangan IPTEK, paradigma kehidupan
politik, pembangunan di badang ekonomi, pembangunan di bidang sosial dan budaya, paradigma
pengembangan kehidupan di bidang hankam, paradigma di kehidupan beragama dan paradigma
dalam era reformasi. Pancasila menjadi paradigma karena di dalam pancasila berisi nilai-nilai
yang universal yang berakar pada hakikat manusia sehingga berlakunya umum tidak hanya
terbatas oleh ruang dan waktu. Pancasila juga sudah menjadi komitmen bangsa yaitu perjanjian
luhur untuk berkehidupan kebangsaan yang dicita-citakan yaitu bangsa yang merdeka berdaulat,
bersatu adil dan makmur.