Vira 1
Vira 1
WRAP UP
KELOMPOK B-8
Anggota :
FK – Universitas YARSI
2012-2013
SKENARIO 2
1
SASARAN BELAJAR
2
LO.1. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler (HCC)
3
1.3 Etiologi Karsinoma Hepatoseluler
4
Faktor resiko
Sirosis hati, merupakan faktor risiko utama HCC dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus. Otopsi pada pasien
sirosis didapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC.
Prediktor utama hepatoma pada sirosis adalah jenis kelamin laki-
laki, peningkatan kadar AFP serum, beratnya penyakit dan
tingginya aktifitas proliferasi sel hati.
Obesitas, merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty
liver disease (NAFLD),khususnya nonalcoholicsteatohepatitis (NASH) yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat
berlanjut menjadi HCC.
Diabetes Melitus, merupakan faktor risiko baik untuk penyakit
hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan
hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu,
diabetes mellitus dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin
dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif
potensial untuk kanker.
Alkohol, peminum berat alkohol (>50-70 g/hari dan
berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis
hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-
dependent,sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan
risiko terjadinya HCC.
Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain
yang merupakan faktor risiko HCC namun lebih jarang
dibicarakan/ditemukan, antara lain : penyakit hati autoimun
(hepatitis autoimun, sirosis bilier primer), penyakit hati metabolik
(hemokromatosis genetik, defisiensi antitripsin-alfa 1, penyakit
Wilson), kontrasepsi oral, senyawa kimia (thorotrast, vinilklorida,
nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.
5
1.4 Klasifikasi Karsinoma Hepatoseluler
Beberapa sistem staging HCC telah diajukan dan dipakai, antara lain
klasifikasi TNM, klasifikasi menurut Okuda, BCLC (Barcelona Clinic Liver
Cancer), CLIP (Cancer ofLiver Italian Program), GRETCH (Group d’Etute et de
Traitement du CarcinomeHepatocellulaire), CUPI (Chinese University
Prognostic Index) serta JIS (JapaneseIntegrated Staging).
6
Klasifikasi menurut TNM disusun oleh The International Cooperative
Study Group on Hepatocellular Carcinoma berdasarkan evaluasi survival dari 557
pasien HCC (lihatTabel 1).Sistem klasifikasi CLIP, GRETCH dan CUPI masing-
masing merupakan hasilanalisis multivariat berbagai faktor survival pasien HCC
dalam suatu penelitian kohort.
7
Sistem JIS menggunakan skoring klasifikasi klinis Child-Turcotte-Pugh
(lihat Tabel 3) bagi pengukuran fungsi hepar, dan sistem staging TNM untuk
penilaian besar tumor (seperti tergambar pada Tabel 4).
8
Sistem BCLC (Tabel 5) selain memakai klasifikasi Child-Turcotte-Pugh
untuk menilai fungsi hepar, juga menggunakan kriteria ukuran tumor yang lebih
akurat serta memasukkan kriteria penilaian akan adanya trombosis vena porta.
Sistem terakhir ini dinilai banyak kalangan peneliti sebagai sistem yang cukup
lengkap dalam stratifikasi dan penentuan prognosis pasien HCC. Saat ini
American Association for the Study of LiverDiseases (AASLD) dan European
Association for the Study of the Liver (EASL) telah menyepakati pemakaian sistem
BCLC sebagai sistem staging bersama.
9
Gambar: patofisiologi HCC
Patogenesis
10
1.6 Manifestasi Klinis Karsinoma Hepatoseluler
11
d. Letih, ↓ berat badan: dapat disebabkan metabolit dari
tumor ganasdan berkurangnya masukan makanan pada
tubuh.
e. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi,
metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam
kanker,umumnya tidak disertai menggigil.
f. Ikterus: kuningnya sclera dan kulit, umumnyakarena
gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut,
dapat menyumbat kanker di saluran empedu atau
tumormendesak saluran empedu hingga timbul ikterus
obstruktif.
g. Asites: perut membuncit dan pekak bergeser, sering
disertaiudem kedua tungkai.
h. Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan,
diare,nyeri bahu belakangkanan, udem kedua tungkai
bawah, kulit gatal dan lainnya, jugamanifestasi sirosishati
seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik,
spidernevi, venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium
akhir hepatoma sering timbulmetastasis paru,tulang dan
banyak organ lain.
a. Pemeriksaan Fisik
12
b. Pemeriksaan Laboratorium
1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus,
terdapat dalam serum darah janin.Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali
muncul.AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma
hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/L bertahan 2
bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker
embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis
ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma.
AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma,
kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca
operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun
hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau
rekurensi tumor.
c. Pemeriksaan Pencitraan
1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam
diagnosis hepatoma. Kegunaan dari USG adalahmemastikan ada
tidaknya lesi penempat ruang dalam hati;dapat dilakukan
penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagaimetode
diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikansifat
lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan dari yang
padat; membantu memahami hubungan kanker dengan
pembuluhdarah penting dalam hati, berguna dalam
mengarahkan proseduroperasi; membantu memahami
penyebaran dan infiltrasi hepatomadalam hati dan jaringan
organ sekitarnya, memperlihatkan adatidaknya trombus tumor
dalam percabangan vena porta intrahepatik;di bawah panduan
USG dapat dilakukan biopsi.
13
USG karsinoma hepatoseluler, nodul hipoetic USG HCC: nodul gema bulat
2. CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk
diagnosis lokasi dan sifat karsinoma hepatoseluler. CT dapat
membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat,
jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan
pembuluh darah, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah
penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT
rutin dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA),
atau ke dalam arteri hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3
minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT lipiodol
dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm. CT scan sudah dapat
membuat gambar karsinoma dalam 3 dimensi dan 4 dimensi dengan sangat jelas
serta memperlihatkan hubungan karsinoma ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.
14
kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil
kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%.
Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada
gambaran CT scan yang meragukan atau pada pasien yang mempunyai
kontraindikasi pemberian zat. MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak
Magnetic Resonance Angiography (MRA).
15
5. PET (Positron Emission Tomography)
Positron Emission Tomography (PET) merupakan alat diagnosis karsinoma
menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa karsinoma dengan cepat
dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk
mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan
bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang
terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium HCC sehingga
tindakan lanjut penanganan karsinoma ini serta pengobatannya menjadi lebih
mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase dari karsinoma itu sendiri.
d. Pemeriksaan Lainnya
Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk
pemeriksaanpatologi, biopsi kelenjar limfe supraklavikular, biopsi
nodul sub-kutis,mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi
dll.juga mempunyainilai tertentu pada diagnosis hepatoma
primer.
Standar diagnosis
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor telah menetapkan
standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer.
16
lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh
hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan >5 cm, di kedua belahan hati
kiri dan kanan, tanpa emboli tumor,tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal
ataupun jauh; Child A.Terdapat emboli tumor di percabangan vena portal, vena
hepatic atau saluran empedu dan/atau Child B.
Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluhutama vena
porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfeperitoneal atau jauh, salah
satu daripadanya; Child A atau B.
Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis;Child C.
17
Tabel.1. Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP)
Points
Variables 0 1 2
i. Jumlah Tumor Single Multipl —
e
Ukuran tumor pada Hepar yang <50 <50 >50
a
menggantikan hepar normal (%)
ii. Nilai Child-Pugh A B C
iii. α-Fetoprotein level (ng/mL) <400 400 —
iv. Trombosis Vena Porta (CT) No Yes —
a = Luas tumor pada hati
Stadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3
points.
Terapi Bedah
a. Metode hepatektomi
Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasaini. Survival 5
tahun pasca operasi sekitar 30-40%, padamikrokarsinoma hati (<5 cm) dapat
mencapai 50-60%.
18
*Hepatektomi beraturan adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi, memutus
aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen) terkait,kemudian menurut lingkup
anatomis lobus hati (segmen, subsegmen)tersebut dilakukan reseksi jaringan hati.
*Hepatektomi tak beraturantidak perlu mengikuti secara ketat distribusi anatomis
pembuluh dalamhati, tapi hanya perlu berjarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi
jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju
lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan jaringanhati sekitarnya.
Keberhasilan dari hepatektomi adalah mengontrol perdarahan. Pada waktu reseksi
hati, metode mengurangi perdarahan meliputi obstruksialiran darah porta pertama
hati, koagulasi gelombang mikro potonganhati, klem hati, obstruksi temporer satu
sisi cabang vena porta dancabang arteri hepatika, dll. Pada kasus dengan sirosis
hati, obstruksiporta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila
perludapat diobstruksi berulang kali.
Komplikasi utama pasca hepatektomi adalah: Gagal fungsi hati; timbul beberapa
hari hingga beberapa minggu pasca operasi, seringkali berkaitan dengan pasien
dengan penyakit hati aktif kronis, sirosissedang atau lebih, volume hepatektomi
terlalu besar, perdarahanselama operasi berlebih, waktu obstruksi porta hati terlalu
lama danobat-obatan perioperatif (termasuk obat anestetik) bersifathepatotoksik.
Perdarahan pasca operasi, kebanyakan karenahemostasis selama operasi kurang
tuntas, sutura ligasi vascular terlepas, gangguan koagulasi, nekrosis permukaan
irisan hati.Dapat juga terjadi infeksi subdiafragma, karena pasca operasi
terjadiakumulasi darah dan cairan di bawah diafragma, maka timbul
absessubfrenik; fistel cairan empedu: perdarahan saluran cerna atas.
Pada hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukaneksplorasi bedah
ternyata tumor tidak dapat direseksi. Sesudahdiberikan terapi gabungan. tumor
mengecil, dilakukan laparotomi lagidan dapat dilakukan reseksi.
b. Transplantasi hati
Seiring perkembangan zaman, teknik transplantasi hati sudah sangat matang,
namunbiayanya tinggi,donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat
imunosupresan anti rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebihcepat dan
bermetastasis. hasil terapi kurang baik untuk hepatomastadium sedang dan lanjut.
Umumnya berpendapat mikrohepatomastadium dini dengan sirosis berat
merupakan indikasi lebih baik untuktransplantasi hati.
c. Terapi operatif nonreseksi
Pascalaparotomi, karena tumor menyebar atautidak dapat dilakukan reseksi,
sehingga dipertimbangkan terapioperatif nonreseksi, mencakup: injeksi obat
melalui kateter transarteri hepatic/kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi
melaluikateter vena porta saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumorhati
dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengannitrogen cair,
evaporisasi dengan laser energi tinggi saat operasi;injeksi alkohol absolut
intratumor saat operasi.
Terapi Lokal
a. Injeksi Etanol Perkutan (PEI - Percutaneous Ethanol Injection)
PEI digunakan untuk terapi HCC yang kecil dan terlokalisir.HCC berukuran <3
cm dan berjumlah kurang dari 3 nodul. PadaPEI, etanol steril disuntikkan ke
nodul tumor dengan panduan USG atau CT. Destruksi seltumor oleh alkohol
absolut steril yang diinjeksikan diperkirakan dihasilkan oleh kombinasidari
19
dehidrasi sel, nekrosis koagulasi, serta trombosis vaskuler yang diikuti iskemia
jaringan.
Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang
dapatterjadi akibat kebocoran etanol ke dalam rongga peritoneal.Kontraindikasi
PEI meliputiadanya asites yang masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang
dapatmeningkatkan risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca tindakan.Angka
survival 3 tahun bagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang ditangani
dengan PEI dilaporkan sebesar70%.
b. Ablasi Radiofrekuensi (RFA – Radiofrequency Ablation)
Merupakan metode ablasi lokal yang paling sering dipakai danefektif.Elektroda
RFA ditusukkan ke dalam tumormelepaskan energi radiofrekuensi, hingga
jaringan tumormengalami nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara
selektif membunuh jaringan tumor.Satu kali RFA menghasilkan nekrosisseukuran
bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi tuntasmikrohepatoma,
dengan hasil kuratif.RFA perkutan memilikikeunggulan mikroinvasif, aman,
efektif, sedikit komplikasi.mudah diulangi.
Pemanasan karenatahanan terjadi sebagai akibat dariagitasi ionik di sekitar
elektrodamenjadi energi RF yang berosilasiselama usaha untuk mencapaiground.
(Ellis, 2004)
Sebuah studi yang membandingkan RFA
dengan PEI pada pasien-pasien dengan
HCCberukuran lesi hingga 4 cm
menunjukkan bahwa RFA unggul dalam hal
angka survival 3tahun pasien (74%
dibanding 51%). Penelitian yang lain
menunjukkan manfaat RFA samasaja
dengan PEI.Secara umum, hanya sedikit saja
penggunaan RFA yang mencapai
nekrosislengkap tumor, tanpa perbedaan
bermakna dalam morbiditas dan peningkatan
ketahananhidup pasien.
c. Kryoterapi/Kryoablasi (Cryotherapy/Cryoablation)
Kryoterapi merupakan metoda penggunaan sifat termal untuk mengablasi suatu
tumor. Menggunakanpendinginan/pembekuan yang cepat, biasanya menggunakan
gas nitrogen,penghangatan yang lambat, lalu pengulangan siklus pembekuan-
penghangatanhingga mencapai titik ablasi yang ditandai oleh terbentuknya kristal
es pada intra dan ekstrasel.
Efek kryoterapi meliputi kerusakan vaskuler, kerusakan organela dandinding sel,
dehidrasi sel, serta perubahan pH dan osmolaritas intrasel.Indikasi kryoterapi pada
HCC untuk pasien dengan tumor multiple yang bilobi yang tidak memungkinkan
bagi tindakan reseksi subsegmental yang multipel.
Terapi Sistemik
20
a. Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin,
5-fluorouracil, mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed).
b. Terapi hormonal
Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit,
dansecara in vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar.Obat antiestrogen,
tamoxifen dipakai karena bisa menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.
c. Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide). Somatostatin memiliki aktivitas
antimitosis terhadap berbagai tumor non-endokrin, dan sel-sel HCC memiliki
reseptor somatostatin.
d. Thalidomide, sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan epirubicin
atau dengan interferon menunjukkan aktivitas yang terbatas padapengobatan
HCC.
e. Terapi interferon, biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan
untuk pengobatan HCC. Mekanisme terapinya meliputi efek langsung anti
virus,efek imunomodulasi, serta efek antiproliferasi langsung maupun tak
langsung.
f. Molecularly targeted therapy, adalah inhibitor tirosin-kinase multi target
dengan kemampuan antiangio genesis pula.
Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang
relatif terlokalis radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu
sirosis hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi.
Radioterapi umumnya digunakan bersama metode terapi lain
seperti ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik,
kemoembolisasi arteri hepar.
Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut dengan metastasis
tulang, radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi tersering
dari radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul
ikterus, asites hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis
terapi, dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioti internal
terhadap hepatoma.Saat ini untuk memberikan terapi radiasi eksterna bagi
pasien HCC yang inoperabel,dikembangkan beberapa teknik,antara lain:
*Three dimensional conformal radiotherapy (3-D-CRT)
*Intensity-modulated radiotherapy (IMRT)
*Stereotactic body radiotherapy (SBRT)
*Proton beam dan heavy ion therapy
21
Bagan terapi HCC
Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadiummenengah-lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan
analisis, pada stadium ini hanyaTAE/TACE (transarterialembolization/chemo
embolization) saja yangmenunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta
dapatmeningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidakresektabel.
TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkanpada pasien yang
fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumormultinodular asimtomatik
tanpa invasi vaskular atau penyebaranekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi
secara radikal.
Sebaliknya, bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C),
serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yangberat.
22
1.10 Prognosis Karsinoma Hepatoseluler
Secara umum, angka mortalitas pasien HCC masih tinggi.Angka survival
jangka panjang HCC masih belum tinggi dikarenakan rekurensi tumor dan
metastasis.Saat ini dikerjakan beberapa penelitian molekuler tentang
hepatokarsinogenesis telah mengidentifikasi sejumlah biomarker yang memiliki
signifikansi dalam prediksi prognosis dan survival pasien HCC. Salah satu
contohnya adalah ditemukannya overekspresi protoonkogen c-met yang dikaitkan
dengan metastasis intrahepatik dan pendeknya angka survival 5 tahun, survivin
yang ditengarai berkaitan dengan survival bebas HCC dan angka rekurensi tumor
yang tinggi, dan beberapa biomarker lainnya. Saat ini masih sedikit saja yang
diketahui dalam usaha prediksi angka survival pasien HCC, sehingga penelitian
molekuler dalam pencarian penanda prognosis yang potensial masih sangat
diperlukan.
Kausa kematian pada karsinoma hepatoseluler akibat
kegagalan sistemik, perdarahan saluran cerna atas, koma
hepatik dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi prognosis
terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya
trombus kanker dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai,
metode terapi. Data 1465 kasus pasca reseksi radikal hepatoma
dari Institut Riset Hepatoma Univ. Fudan di Shanghai
menunjukkan survival 5 tahun 51,2%. Dari 1389 kasus hepatoma
di RS Kanker Universitas Zhongshan di Guangzhou, pasca
hepatektomi survival 5 tahun 37,6%, untuk hepatoma <5cm
survival 57,3%. Tidak sedikit kasus yang pasca reseksi bertahan
hidup lama. Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh:
*stadium tumor pada saat diagnosis
*status kesehatan pasien
*fungsi sintesis hati
*manfaat terapi
23
LO.2. Memahami dan Menjelaskan Transplantasi Organ Menurut
Pandangan Agama Islam
Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan
donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut,
yaitu :
c. Keadaan Darurat
*Donor anggota tubuh yang bisa pulih kembali
Disimpulkan bahwa darah, kulit hukumnya boleh selama hal itu sangat darurat
dan dibutuhkan. (Fatwa Kibar Ulama Ummah, hal. 939) Adapun dalil-dalilnya
adalah sebagai berikut :
Firman Allah swt :
24
”Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. " ( Qs Al Maidah : 32 )
Dalam ayat ini, Allah swt memuji setiap orang yang memelihara kehidupan
manusia, maka dalam hal ini, para pendonor darah dan dokter yang menangani
pasien adalah orang-orang yang mendapatkan pujian dari Allah swt, karena
memelihara kehidupan seorang pasien, atau menjadi sebab hidupnya pasien
dengan izin Allah swt.
*Donor anggota tubuh yang bisa menyebabkan kematian.
Dalam transplantasi organ ada beberapa organ yang akan menyebabkan kematian
seseorang, seperti: limpa, jantung, ginjal, otak. Maka mendonorkan organ-organ
tubuh tersebut kepada orang lain hukumnya haram karena termasuk dalam
kategori bunuh diri. Dan ini bertentangan dengan firman Allah swt :
"dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " (Qs Al
Baqarah : 195)
Juga dengan firman Allah swt : "Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ,
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ( Qs An Nisa : 29 )
**Donor anggota tubuh yang tunggal
Organ-organ tubuh manusia ada yang tunggal dan ada yang ganda
( berpasangan ). Adapun yang tunggal, diantaranya adalah : mulut, pankreas, buah
pelir dan lainnya. Ataupun yang aslinya ganda (berpasangan) karena salah satu
sudah rusak atau tidak berfungsi sehingga menjadi tunggal, seperti : mata yang
tinggal satu. Mendonorkan organ-organ seperti ini hukumnya haram, walaupun
hal itu kadang tidak menyebabkan kematian. Karena, kemaslahatan yang ingin
dicapai oleh pasien tidak kalah besarnya dengan kemaslahatan yang ingin dicapai
pendonor. Bedanya jika organ tubuh tadi tidak didonorkan, maka maslahatnya
akan lebih banyak, dibanding kalau dia mendonorkan kepada orang lain.
**Donor anggota tubuh yang ada pasangannya.
Sebagaimana yang telah diterangkan di atas, bahwa sebagian organ tubuh manusia
ada yang berpasangan, seperti : ginjal, mata, tangan, kaki, telinga. Jika donor
salah satu organ tubuh tersebut tidak membahayakan pendonor dan kemungkinan
besar donor tersebut bisa menyelamatkan pasien, maka hukumnya
boleh.Sebaliknya jika donor salah satu organ tubuh yang ada pasangannya
tersebut membahayakan atau paling tidak membuat kehidupan pendonor menjadi
sengsara, maka donor anggota tubuh tersebut tidak diperbolehkan, apalagi jika
tidak membawa banyak manfaat bagi pasien penerima donor.
25
DAFTAR PUSTAKA
26