Anda di halaman 1dari 27

BLOK NEOPLASIA

WRAP UP

KELOMPOK B-8

Ketua : Yudha Ferriansyah 1102010299

Sekretaris : Medya Septina T. 1102010160

Anggota :

1.Muhammad Ardly 1102010176

2.Muhammad Badar 1102009181

3.Muthia Ayu Aztari 1102010190

4. Pranindya Hadiwidjojo 1102010216

5. Rindayu Ambarsih 1102010242

6.Risti Amalia Nastiti 1102010247

7. Rujitra Tanaya N. 1102010259

8. Wuri Prewita Dewi 1102010294

FK – Universitas YARSI

2012-2013
SKENARIO 2

NYERI PERUT KANAN ATAS

Seorang karyawan berumur 54 tahun, berobat ke poli penyakit dalam. Pasien


mengeluhkan nyeri pada perut kanan atas yang dialami sejak 6 bulan yang lalu,
hilang timbul namun dua bulan terakhir nyeri semakin sering. Merasa mual dan
selera makan berkurang sejak 4 bulan yang lalu sehingga berat badan berkurang
15 kg. Dari anamnesis diketahui pasien pernah terkena hepatitis 15 tahun yang
lalu dan sering mengkonsumsi alkohol.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan BB 45 kg dengan TB 165 cm. Tekanan
darah dan tanda vital lainnya normal. Pemeriksaan abdomen hepatomegali,
dengan permukaan hati bernodul, tepi tumpul dan nyeri tekan (+). Pada
pemeriksaan laboratorium didapatkan peningkatan serum transaminase SGPT dan
SGOT dengan bilirubin normal, Alpha Feto-Protein (AFP) 1000 U/L (normal:
<10 U/L), anti-HCV positif. Setelah diberikan analgetik dan hepatoprotektor nyeri
mereda. Setelah dilakukan pemeriksaan USG dan biopsi hati pasien didiagnosis
karsinoma hepatoseluler. Pasien dianjurkan untuk menjalani transplantasi hati.
Pasien meminta waktu untuk berkonsultasi dengan seorang ulama.

1
SASARAN BELAJAR

LO.1. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler (HCC)


1.1 Menjelaskan definisi
1.2 Menjelaskan epidemiologi
1.3 Menjelaskan etiologi dan faktor resiko
1.4 Menjelaskan klasifikasi
1.5 Menjelaskan patofisiologi dan patogenesis
1.6 Menjelaskan manifestasi klinis
1.7 Menjelaskan diagnosis
1.7.1 Pemeriksaan utama
1.7.2 Pemeriksaan penunjang
1.7.3 Diagnosis banding
1.8 Menjelaskan penatalaksanaan
1.9 Menjelaskan komplikasi
1.10 Menjelaskan prognosis
1.11 Menjelaskan pencegahan

LO.2. Memahami dan Menjelaskan Transplantasi Organ Menurut


Pandangan Agama Islam

2
LO.1. Memahami dan Menjelaskan Karsinoma Hepatoseluler (HCC)

1.1 Definisi Karsinoma Hepatoseluler


Kanker hati (hepatocellular carcinoma) adalah suatu kanker yang timbul
dari hati. Ia juga dikenal sebagai kanker hati primer atau hepatoma. Hati terbentuk
dari tipe-tipe sel yang berbeda (contohnya, pembuluh-pembuluh empedu,
pembuluh-pembuluh darah, dan sel-sel penyimpan lemak). Bagaimanapun, sel-sel
hati (hepatocytes) membentuk sampai 80% dari jaringan hati. Jadi, mayoritas dari
kanker-kanker hati primer (lebih dari 90 sampai 95%) timbul dari sel-sel hati dan
disebut kanker hepatoselular atau Karsinoma.
Karsinoma hepatoseluler (hepatoma) merupakan kanker hati primer yang
paling sering ditemukan.Tumor ini merupakan tumor ganas primer pada hati yang
berasal dari sel parenkim atau epitel saluran empedu atau metastase dari tumor
jaringan lainnya. (Unggul, 2009)

1.2 Epidemiologi Karsinoma Hepatoseluler

Karsinoma hepatoselular (hepatocellular carcinoma = HCC) jarang


didapati di dunia barat, namun sering terjadi di daerah Sahara di Afrika serta di
Asia Timur (kecuali Jepang). Keganasan primer pada hati ini menduduki tempat
keenam dari keganasan yang tersering di dunia, dan tempat ketiga pembawa
kematian-akibat kanker dengan nisbah mortalitas terhadap insidensnya sebesar
0,9. Di seluruh dunia, HCC menyumbang jumlah kematian lebih dari sejuta orang
setiap tahunnya.Hepar sendiri merupakan tempat yang lazim bagi metastasis
kanker yang berasal dari gastrointestinal, terutama dari daerah kolorektal.
Distribusi geografis HCC di seluruh dunia sangat tidak merata (Gambar
4). Negara-negara di Asia Tenggara (Taiwan, Korea, Thailand, Hong Kong,
Singapura, Malaysia, Cina Selatan) dan Afrika tropis menunjukkan insidens
paling tinggi dengan 10–20 per 100.000 populasi. Laju prevalensi juga bervariasi
di antara negara-negara tersebut, dengan insidens sebesar 150 per-100.000
populasi di Taiwan dan 28 per-100.000 populasi di Singapura.Tingginya laju
insidens serupa diperkirakan didapati di Kamboja, Vietnam, dan Myanmar,
namun dokumentasi yang tepat tidak didapatkan. Laju terendah HCC sebesar 1–3
per-100.000 populasi didapatkan di negara Barat, Australia, Amerika Selatan, dan
India; sedangkan laju yang menengah didapatkan di Jepang, Timur Tengah, dan
negara-negara Mediterania. Bila didasarkan atas kelompok etnis, variasi insidens
HCC tertinggi didapatkan pada etnis Cina (16,2/100.000 pada pria dan 5/100.000
pada wanita), disusul Hispanik atau Latin (9,8/100.000 pada pria dan 3,5/100.000
pada wanita), Afrika-Amerika (7,1/100.000 pada pria dan 2,1/100.000 pada
wanita), dan etnis Jepang (5,5/100.000 pada pria dan 4,3/100.000 pada wanita).

3
1.3 Etiologi Karsinoma Hepatoseluler

Karsinoma merupakan hasil interaksi sinergis multifaktor dan


multifasik, melalui inisiasi, akselerasi dan transformasi dan
proses banyak tahapan, serta peran serta banyak onkogen dan
gen terkait, mutasi multigenetik. Etiologi hepatoma belum jelas,
menurut data yang ada, virus hepatitis, aflatoksin dan
pencemaran air minum merupakan 3 faktor utama yang terkait
dengan timbulnya karsinoma hepatoseluler.
a. Virus hepatitis
HBV: Karsinogenisitas HBV terhadap hati terjadi melalui proses
inflamasi kronik, peningkatan proliferasi hepatosit, integrasi HBV
DNA ke dalam DNA sel pejamu, dan aktifitas protein spesifik-HBV
berinteraksi dengan gen hati. Pada dasarnya, perubahan
hepatosit dari kondisi inaktif (quiescent) menjadi sel yang aktif
bereplikasi menentukan tingkat karsinogenesis hati.
HCV: Hepatokarsinogenesis akibat infeksi HCV diduga melalui
aktifitas nekroinflamasi kronik dansirosis hati.
b. Aflatoksin
Aflatoksin Bl (AFB1) merupakan mikotoksin yang diproduksi oleh
jamur Aspergillus.Metabolit AFB1 yaitu AFB 1-2-3-epoksid
merupakan karsinogen utama dari kelompok aflatoksin yang
mampu membentuk ikatan dengan DNA maupun RNA. Salah satu
mekanisme hepatokarsinogenesisnya ialah kemampuan AFB 1
menginduksi mutasi pada kodon 249 dari gen supresor tumor
p53.
c. Pencemaran air minum
Algae biru hijau dalam air saluran perumahan dan air kolam
dianggap sebagai salah satu karsinogen utama.

4
Faktor resiko
Sirosis hati, merupakan faktor risiko utama HCC dan
melatarbelakangi lebih dari 80% kasus. Otopsi pada pasien
sirosis didapatkan 20-80% diantaranya telah menderita HCC.
Prediktor utama hepatoma pada sirosis adalah jenis kelamin laki-
laki, peningkatan kadar AFP serum, beratnya penyakit dan
tingginya aktifitas proliferasi sel hati.
Obesitas, merupakan faktor risiko utama untuk non-alcoholic fatty
liver disease (NAFLD),khususnya nonalcoholicsteatohepatitis (NASH) yang
dapat berkembang menjadi sirosis hati dan kemudian dapat
berlanjut menjadi HCC.
Diabetes Melitus, merupakan faktor risiko baik untuk penyakit
hati kronik maupun untuk HCC melalui terjadinya perlemakan
hati dan steatohepatitis non-alkoholik (NASH). Di samping itu,
diabetes mellitus dihubungkan dengan peningkatan kadar insulin
dan insulin-like growth factors (IGFs) yang merupakan faktor promotif
potensial untuk kanker.
Alkohol, peminum berat alkohol (>50-70 g/hari dan
berlangsung lama) berisiko untuk menderita HCC melalui sirosis
hati alkoholik. Efek hepatotoksik alkohol bersifat dose-
dependent,sehingga asupan sedikit alkohol tidak meningkatkan
risiko terjadinya HCC.
Selain yang telah disebutkan di atas, bahan atau kondisi lain
yang merupakan faktor risiko HCC namun lebih jarang
dibicarakan/ditemukan, antara lain : penyakit hati autoimun
(hepatitis autoimun, sirosis bilier primer), penyakit hati metabolik
(hemokromatosis genetik, defisiensi antitripsin-alfa 1, penyakit
Wilson), kontrasepsi oral, senyawa kimia (thorotrast, vinilklorida,
nitrosamin, insektisida organoklorin, asam tanik), tembakau.

Tabel 1. Faktor risiko kanker hati primer

Europe and Japan Africa and Asia


United States
Estimat Range Estimate Range Estimate Range
e
HBV 22 4-58 20 18-44 60 40-90
HCV 60 12-72 63 48-94 20 9-56
Alcohol 45 8-57 20 15-33 - 11-41
Tobacco 12 0-14 40 9-51 22 -
OCPs - 10-50 - - 8 -
Aflatoxi Limited exposure
n
Other <5 - - - <5 -
(sumber emedicine.medscape.com)

5
1.4 Klasifikasi Karsinoma Hepatoseluler

Beberapa sistem staging HCC telah diajukan dan dipakai, antara lain
klasifikasi TNM, klasifikasi menurut Okuda, BCLC (Barcelona Clinic Liver
Cancer), CLIP (Cancer ofLiver Italian Program), GRETCH (Group d’Etute et de
Traitement du CarcinomeHepatocellulaire), CUPI (Chinese University
Prognostic Index) serta JIS (JapaneseIntegrated Staging).

6
Klasifikasi menurut TNM disusun oleh The International Cooperative
Study Group on Hepatocellular Carcinoma berdasarkan evaluasi survival dari 557
pasien HCC (lihatTabel 1).Sistem klasifikasi CLIP, GRETCH dan CUPI masing-
masing merupakan hasilanalisis multivariat berbagai faktor survival pasien HCC
dalam suatu penelitian kohort.

Okuda dkk. menyadari pentingnya ukuran tumor maupun fungsi hepar


sebagai faktorfaktor terpenting dalam penentuan prognosis HCC, namun penilaian
mereka dalam hal ukuran tumor masih kasar (pembedaan berdasarkan ukuran
lebih besar atau kurang daripada 50% ukuran hepar), sementara pengukuran
fungsi hepar hanya didasarkan pada adanya asites serta pada kadar albumin dan
bilirubin serum (Tabel 2).

7
Sistem JIS menggunakan skoring klasifikasi klinis Child-Turcotte-Pugh
(lihat Tabel 3) bagi pengukuran fungsi hepar, dan sistem staging TNM untuk
penilaian besar tumor (seperti tergambar pada Tabel 4).

8
Sistem BCLC (Tabel 5) selain memakai klasifikasi Child-Turcotte-Pugh
untuk menilai fungsi hepar, juga menggunakan kriteria ukuran tumor yang lebih
akurat serta memasukkan kriteria penilaian akan adanya trombosis vena porta.
Sistem terakhir ini dinilai banyak kalangan peneliti sebagai sistem yang cukup
lengkap dalam stratifikasi dan penentuan prognosis pasien HCC. Saat ini
American Association for the Study of LiverDiseases (AASLD) dan European
Association for the Study of the Liver (EASL) telah menyepakati pemakaian sistem
BCLC sebagai sistem staging bersama.

1.5 Patofisiologi Karsinoma Hepatoseluler


Inflamasi, nekrosis, fibrosis, dan regenerasi dari sel hati yang terus berlanjut
merupakan proses khas dari sirosis hepatis yang juga merupakan proses dari
pembentukan hepatoma walaupun pada pasien-pasien dengan hepatoma, kelainan
sirosis tidak selalu ada.
Virus hepatitis, dikarenakan protein tersebut merupakan suatu RNA. RNA akan
berkembang dan mereplikasi diri di sitoplasma dari sel hati dan menyebabkan
suatu perkembangan dari keganasan yang nantinya akan menghambat apoptosis
dan meningkatkan proliferasi sel hati. Sel-sel meregenerasi sel-sel hati yang rusak
menjadi nodul-nodul yang ganas sebagai respons dari adanya penyakit yang
kronik yang disebabkan oleh infeksi virus nodul sehingga mulai terbentuk
karsinoma hepatoseluler.

9
Gambar: patofisiologi HCC

Menurut WHO secara histologik HCC dapat diklasifikasikan berdasarkan


organisasi struktural sel tumor sebagai berikut: 1). Trabekuli(sinusoidal), 2).
Pseudoglandular (asiner), 3). Kompak (padat), 4. Serous

Photomicrograph of a liver demonstrating hepatocellular carcinoma

Patogenesis

Patogenesis pasti HCC tidak diketahui. Namun jelas bahwa


hepatokarsinogenesis merupakan suatu proses bertingkat yang melibatkan
interaksi antara faktor eksogen dan faktor endogen, mekanisme karsinogen
langsung (misalnya bahan kimia tertentu dan karsinogenesis virus (HBV)) dan
karsinogenik tidak langsung (misalnya nekroinflamasi kronis; lihat Gambar 5).
Proses nekroinflamasi kronis ditandai oleh destruksi berulang parenkim hepar
yang disertai stimulasi regenerasi dan remodelling hepar yang terus-menerus.
Bahan-bahan sitokin dan imunomodulator seperti interleukin, interferon, tumor
necrosis factor-α, protease, dan faktor-faktor pertumbuhan dilepaskan dan dapat
memicu timbulnyafokus-fokus praganas dari hepatosit yang mengalami displasia
yang dapat berujung padatransformasi ganas.Patogenesis molekuler HCC tidaklah
seragam.HCC adalah tumor yangsecara genetik sangat heterogen, dengan
abnormalitas kromosom yang multipel walaupuntidak semuanya terekspresi pada
suatu HCC. Mutasi gen DNA, modifikasi epigenetik darigen supresor tumor,
kerentanan genetik akibat polimorfisme genetik dalam enzim-enzimyang
memetabolisme obat, berbagai faktor pertumbuhan (seperti misalnya insulin-like
growth factors, epidermal growth factors/EGF, transforming growth factor-
β/TGF-β) tampaknyamemiliki peran dalam patogenesis HCC.

10
1.6 Manifestasi Klinis Karsinoma Hepatoseluler

 Hepatoma fase subklinis


Fasesubklinis atau stadium dini adalah pasien yang tanpa gejala
dan tanda fisik hepatoma yang jelas, biasanya ditemukan melalui
pemeriksaan AFP dan teknik pencitraan. Yang dimaksud
kelompok risiko tinggi hepatoma umumnya adalah: masyarakat
di daerah insiden tinggi hepatoma; pasien dengan riwayat
hepatitis atau HBsAg positif; pasien dengan riwayat keluarga
hepatoma; pasien pasca reseksi hepatoma primer.
 Hepatoma fase klinis
Hepatoma fase klinis tergolong hepatoma stadium sedang,
lanjut, manifestasi utama yang sering ditemukan adalah:
a. Nyeri abdomen kanan atas: hepatoma stadium sedang dan lanjut sering
datang berobat karena kembung dan tidak nyaman atau nyeri samar di
abdomen kanan atas. Nyeri seperti tertusuk, sebagian merasa area hati
terbebat kencang, disebabkan tumor tumbuh dengan cepat hingga
menambah regangan pada kapsul hati.
b. Perut kembung: timbul karena massa tumor sangat besar,
asitesdan gangguan fungsi hati.
c. Anoreksia: timbul karena fungsi hati terganggu, tumor
mendesak GIT, perut tidak bisa menerima makanan
dalamjumlah banyak karena terasa begah.

11
d. Letih, ↓ berat badan: dapat disebabkan metabolit dari
tumor ganasdan berkurangnya masukan makanan pada
tubuh.
e. Demam: timbul karena nekrosis tumor, disertai infeksi,
metabolit tumor, jika tanpa bukti infeksi disebut demam
kanker,umumnya tidak disertai menggigil.
f. Ikterus: kuningnya sclera dan kulit, umumnyakarena
gangguan fungsi hati, biasanya sudah stadium lanjut,
dapat menyumbat kanker di saluran empedu atau
tumormendesak saluran empedu hingga timbul ikterus
obstruktif.
g. Asites: perut membuncit dan pekak bergeser, sering
disertaiudem kedua tungkai.
h. Lainnya: selain itu terdapat kecenderungan perdarahan,
diare,nyeri bahu belakangkanan, udem kedua tungkai
bawah, kulit gatal dan lainnya, jugamanifestasi sirosishati
seperti splenomegali, palmar eritema, lingua hepatik,
spidernevi, venodilatasi dinding abdomen. Pada stadium
akhir hepatoma sering timbulmetastasis paru,tulang dan
banyak organ lain.

1.7 Diagnosis Karsinoma Hepatoseluler


Kriteria diagnosa karsinoma hepatoseluler menurut PPHI (Perhimpunan Peneliti
Hati Indonesia), yaitu:
1. Hati membesar berbenjol-benjol dengan/tanpa disertai bising arteri.
2. AFP (Alphafetoprotein) yang meningkat lebih dari 500 ng/L.
3. Ultrasonography (USG), Nuclear Medicine, Computed Tomography Scann
(CT Scann), Magnetic Resonance Imaging (MRI), Angiography, ataupun
Positron Emission Tomography (PET) yang menunjukkan adanya karsinoma
hepatoseluler.
4. Peritoneoscopy dan biopsi menunjukkan adanya karsinoma hepatoseluler.
5. Hasil biopsi atau aspirasi biopsi jarum halus menunjukkan karsinoma
hepatoseluler.
Diagnosa karsinoma hepatoseluler didapatkan bila ada dua atau lebih dari lima
kriteria atau hanya satu yaitu kriteria empat atau lima.

a. Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik umumnya didapatkan pembesaran hati yang berbenjol,


keras, kadang disertai nyeri tekan.Palpasi menunjukkan adanya gesekan
permukaan peritoneum viserale yang kasar akibat rangsangan dari infiltrat tumor
ke permukaan hepar dengan dinding perut.Pada auskultasi di atas benjolan kadang
ditemukan suatu suara bising aliran darah karena hipervaskularisasi tumor.Gejala
ini menunjukkan fase lanjut karsinoma hepatoseluler.

12
b. Pemeriksaan Laboratorium

1. Alfa-fetoprotein (AFP)
AFP adalah sejenis glikoprotein, disintesis oleh hepatosit dan sakus vitelinus,
terdapat dalam serum darah janin.Ketika hepatosit berubah ganas, AFP kembali
muncul.AFP memiliki spesifisitas tinggi dalam diagnosis karsinoma
hepatoselular. Jika AFP > 500 ng/L bertahan 1 bulan atau > 200 ng/L bertahan 2
bulan, tanpa bukti penyakit hati aktif, dapat disingkirkan kehamilan dan kanker
embrional kelenjar reproduksi, maka dapat dibuat diagnosis hepatoma, diagnosis
ini dapat lebih awal 6-12 bulan dari timbulnya gejala hepatoma.
AFP sering dapat dipakai untuk menilai hasil terapi. Pasca reseksi hepatoma,
kadar AFP darah terus menurun dengan waktu paruh 3-9,5 hari, umumnya pasca
operasi dalam 2 bulan kadarnya turun hingga normal, jika belum dapat turun
hingga normal, atau setelah turun lalu naik lagi, maka pertanda terjadi residif atau
rekurensi tumor.

2. Petanda tumor lainnya


Zat petanda hepatoma sangat banyak, tapi semuanya tidak spesifikuntuk diagnosis
sifat hepatoma primer. Penggunaan gabungan untukdiagnosis kasus dengan AFP
negatif memiliki nilai rujukan tertemu,yang relatif umum digunakan adalah: des-
gama karboksi protrombin(DCP), alfa-L-fukosidase (AFU), gama-glutamil
transpeptidase (GGT-II),CA19-9, antitripsin, feritin, CEA.

3. Fungsi hati dan sistem antigen antibodi hepatitis B


Karena lebih dari 90% hepatoma disertai sirosis hati, hepatitis danlatar belakang
penyakit hati lain, maka jika ditemukan kelainan fungsihati, petanda hepatitis B
atau hepatitis C positif, artinya terdapat dasarpenyakit hati untuk hepatoma, itu
dapat membantu dalam diagnosis.

c. Pemeriksaan Pencitraan

1. Ultrasonografi (USG)
USG merupakan metode paling sering digunakan dalam
diagnosis hepatoma. Kegunaan dari USG adalahmemastikan ada
tidaknya lesi penempat ruang dalam hati;dapat dilakukan
penapisan gabungan dengan USG dan AFP sebagaimetode
diagnosis penapisan awal untuk hepatoma; mengindikasikansifat
lesi penempat ruang, membedakan lesi berisi cairan dari yang
padat; membantu memahami hubungan kanker dengan
pembuluhdarah penting dalam hati, berguna dalam
mengarahkan proseduroperasi; membantu memahami
penyebaran dan infiltrasi hepatomadalam hati dan jaringan
organ sekitarnya, memperlihatkan adatidaknya trombus tumor
dalam percabangan vena porta intrahepatik;di bawah panduan
USG dapat dilakukan biopsi.

13
USG karsinoma hepatoseluler, nodul hipoetic USG HCC: nodul gema bulat
2. CT Scan
CT telah menjadi parameter pemeriksaan rutin terpenting untuk
diagnosis lokasi dan sifat karsinoma hepatoseluler. CT dapat
membantu memperjelas diagnosis, menunjukkan lokasi tepat,
jumlah dan ukuran tumor dalam hati hubungannya dengan
pembuluh darah, dalam penentuan modalitas terapi sangatlah
penting. Terhadap lesi mikro dalam hati yang sulit ditentukan CT
rutin dapat dilakukan CT dipadukan dengan angiongrafi (CTA),
atau ke dalam arteri hepatika disuntikkan lipiodol, sesudah 1-3
minggu dilakukan lagi pemeriksaan CT, pada waktu ini CT lipiodol
dapat menemukan hepatoma sekecil 0,5 cm. CT scan sudah dapat
membuat gambar karsinoma dalam 3 dimensi dan 4 dimensi dengan sangat jelas
serta memperlihatkan hubungan karsinoma ini dengan jaringan tubuh sekitarnya.

MD-CTScan riwayat hepatitis B, tampak nodul HCC

3. MRI(Magnetic Resonance Imaging)


MRI merupakan teknik pemeriksaan non-radiasi, tidak memakai
zat kontras berisi iodium, dapat secara jelas menunjukkan
struktur pembuluh darah dan saluran empedu dalam hati, juga
memperlihatkan struktur internal jaringan hati dan hepatoma,
sangat membantu dalam menilai efektivitas terapi. Dengan zat

14
kontras spesifik hepatosit dapat menemukan hepatoma kecil
kurang dari 1cm dengan angka keberhasilan 55%.
Pemeriksaan dengan MRI ini langsung dipilih sebagai alternatif bila ada
gambaran CT scan yang meragukan atau pada pasien yang mempunyai
kontraindikasi pemberian zat. MRI yang dilengkapi dengan perangkat lunak
Magnetic Resonance Angiography (MRA).

MRI HCC tampak lesi dengan diamer 2,5cm HCC multipel


hipervaskular kecil

4. Angiografi arteri hepatica


Pada setiap pasien yang akan menjalani operasi reseksi hati harus dilakukan
pemeriksaan angiografi. Dengan angiografi ini dapat dilihat berapa luas kanker
yang sebenarnya.Karsinoma terlihat dengan USG yang diperkirakan kecil sesuai
dengan ukuran pada USG bisa saja ukuran sebenarnya dua atau tiga kali lebih
besar.Angiografi memperlihatkan ukuran kanker yang sebenarnya.Lebih lengkap
lagi bila dilakukan CT scan yang dapat memperjelas batas antara kanker dan
jaringan sehat di sekitarnya.

Gambaran : angiogram menunjukkan pembuluh darah hepar dengan multipel


karsinomahepatoseluler sebelum terapi (kiri), dan sesudah terapi (kanan) menunjukkan
penurunan vaskular dan respon terapi.

15
5. PET (Positron Emission Tomography)
Positron Emission Tomography (PET) merupakan alat diagnosis karsinoma
menggunakan glukosa radioaktif yang dikenal sebagai flourine18 atau
Fluorodeoxyglucose (FGD) yang mampu mendiagnosa karsinoma dengan cepat
dan dalam stadium dini. Caranya, pasien disuntik dengan glukosa radioaktif untuk
mendiagnosis sel-sel kanker di dalam tubuh. Cairan glukosa ini akan
bermetabolisme di dalam tubuh dan memunculkan respons terhadap sel-sel yang
terkena kanker. PET dapat menetapkan tingkat atau stadium HCC sehingga
tindakan lanjut penanganan karsinoma ini serta pengobatannya menjadi lebih
mudah. Di samping itu juga dapat melihat metastase dari karsinoma itu sendiri.

d. Pemeriksaan Lainnya
Pungsi hati mengambil jaringan tumor untuk
pemeriksaanpatologi, biopsi kelenjar limfe supraklavikular, biopsi
nodul sub-kutis,mencari sel ganas dalam asites, perito-neoskopi
dll.juga mempunyainilai tertentu pada diagnosis hepatoma
primer.

Standar diagnosis
Pada tahun 2001 Komite Khusus Hepatoma Asosiasi Antitumor telah menetapkan
standar diagnosis dan klasifikasi stadium klinis hepatoma primer.

1. Standar diagnosis klinis hepatoma primer.


(1) AFP > 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu teraba hati
membesar, keras dan bermassa nodular besar atau pemeriksaan pencitraan
menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma.
(2) AFP < 400 ug/L, dapat menyingkirkan kehamilan, tumor embrional sistem
reproduksi, penyakit hati aktif, hepatoma metastatik, selain itu terdapat dua jenis
pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesi penempat ruang karakteristik hepatoma
atau terdapat dua petanda hepatoma (DCP, GGT-II, AFU, CA19-9) positif serta
satu pemeriksaan pencitraan menunjukkan lesipenempat ruang karakteristik
hepatoma.
(3) Menunjukkan manifestasi klinis hepatoma dan terdapatkepastian lesi
metastatik ekstrahepatik (termasuk asites hemoragismakroskopik atau di
dalamnya ditemukan sel ganas) serta dapat menyingkirkan hepatoma metastatik.

2. Standar klasifikasi stadium klinis hepatoma primer


la : tumor tunggal berdiameter < 3 cm, tanpa emboli rumor, tanpametastasis
kelenjar limfe peritoneal ataupun jauh; Child A.
Ib : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan <5cm,di separuh
hati, tanpa emboli tumor, tanpa metastasis kelenjarlimfe peritoneal ataupun jauh;
Child A.
Ha : tumor tunggal atau dua tumor dengan diameter gabungan < 10 cm, di separuh
hati, atau dua tumor dengan diameter gabungan <5 cm, di kedua belahan hati kiri
dan kanan, tanpa emboli tumor,tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal ataupun
jauh; Child A.

16
lib : tumor tunggal atau multipel dengan diameter gabungan > 10 cm, di separuh
hati, atau tumor multipel dengan diameter gabungan >5 cm, di kedua belahan hati
kiri dan kanan, tanpa emboli tumor,tanpa metastasis kelenjar limfe peritoneal
ataupun jauh; Child A.Terdapat emboli tumor di percabangan vena portal, vena
hepatic atau saluran empedu dan/atau Child B.
Ilia : tidak peduli kondisi tumor, terdapat emboli tumor di pembuluhutama vena
porta atau vena kava inferior, metastasis kelenjar limfeperitoneal atau jauh, salah
satu daripadanya; Child A atau B.
Illb : tidak peduli kondisi tumor, tidak peduli emboli tumor, metastasis;Child C.

17
Tabel.1. Klasifikasi Cancer of the Liver Italian Program (CLIP) 
Points
Variables 0 1 2
i. Jumlah Tumor Single Multipl —
e
Ukuran tumor pada Hepar yang <50 <50 >50
a
menggantikan hepar normal (%)
ii. Nilai Child-Pugh A B C
iii. α-Fetoprotein level (ng/mL) <400 400 —
iv. Trombosis Vena Porta (CT) No Yes —
a = Luas tumor pada hati
Stadium CLIP : CLIP 0, 0 points; CLIP 1, 1 point; CLIP 2, 2 points; CLIP 3, 3
points.

Diagnosis Banding Karsinoma Hepatoseluler

1. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP (+)


Hepatoma dengan AFP positif harus dibedakan dari kehamilan,tumor embrional
kelenjar reproduktif, metastasis hati dari kankersaluran digestif dan hepatitis serta
sirosis hati dengan peninggian AFP.Padahepatitis, sirosis hati, jika disertai
peninggian AFP agak sulit dibedakandari hepatoma, harus dilakukan pemeriksaan
pencitraan hati secaracermat, dilihat apakah terdapat lesi penempat ruang dalam
hati, selainsecara berkala harus diperiksa fungsi hati dan AFP,
memonitorperubahan ALT dan AFP.
2. Diagnosis banding hepatoma dengan AFP (-)
Hemangioma hati paling sulit dibedakan dari HCC dengan AFP
negatif, hemangioma umumnya pada wanita, riwayat penyakit
yang panjang, progresi lambat, bisa tanpa latar belakang
hepatitis dan sirosis hati, zat petanda hepatitis negatif, MRI
dapat membantu diagnosis. Pada tumor metastasis hati, sering
terdapat riwayat kanker primer, zat petanda hepatitis umumnya
negatif pencitraan tampak lesi multipel tersebar dengan ukuran
bervariasi. Adenoma hati, umumnya pada wanita, sering dengan
riwayat minum pil KB bertahun-tahun, tanpa latar belakang
hepatitis, sirosis hati, petanda hepatitis negatif. Hiperplasia
nodular fokal, pseudotumor inflamatorik sering cukup sulit
dibedakan dari HCC.

1.8 Penatalaksanaan Karsinoma Hepatoseluler

Terapi Bedah
a. Metode hepatektomi
Hepatektomi merupakan cara terapi dengan hasil terbaik dewasaini. Survival 5
tahun pasca operasi sekitar 30-40%, padamikrokarsinoma hati (<5 cm) dapat
mencapai 50-60%.

18
*Hepatektomi beraturan adalah sebelum insisi hati dilakukan diseksi, memutus
aliran darah ke lobus hati (segmen, subsegmen) terkait,kemudian menurut lingkup
anatomis lobus hati (segmen, subsegmen)tersebut dilakukan reseksi jaringan hati.
*Hepatektomi tak beraturantidak perlu mengikuti secara ketat distribusi anatomis
pembuluh dalamhati, tapi hanya perlu berjarak 2-3cm dari tepi tumor, mereseksi
jaringan hati dan percabangan pembuluh darah dan saluran empedu yang menuju
lesi, lingkup reseksi hanya mencakup tumor dan jaringanhati sekitarnya.
Keberhasilan dari hepatektomi adalah mengontrol perdarahan. Pada waktu reseksi
hati, metode mengurangi perdarahan meliputi obstruksialiran darah porta pertama
hati, koagulasi gelombang mikro potonganhati, klem hati, obstruksi temporer satu
sisi cabang vena porta dancabang arteri hepatika, dll. Pada kasus dengan sirosis
hati, obstruksiporta hati setiap kali tidak boleh lebih dari 10-15 menit, bila
perludapat diobstruksi berulang kali.
Komplikasi utama pasca hepatektomi adalah: Gagal fungsi hati; timbul beberapa
hari hingga beberapa minggu pasca operasi, seringkali berkaitan dengan pasien
dengan penyakit hati aktif kronis, sirosissedang atau lebih, volume hepatektomi
terlalu besar, perdarahanselama operasi berlebih, waktu obstruksi porta hati terlalu
lama danobat-obatan perioperatif (termasuk obat anestetik) bersifathepatotoksik.
Perdarahan pasca operasi, kebanyakan karenahemostasis selama operasi kurang
tuntas, sutura ligasi vascular terlepas, gangguan koagulasi, nekrosis permukaan
irisan hati.Dapat juga terjadi infeksi subdiafragma, karena pasca operasi
terjadiakumulasi darah dan cairan di bawah diafragma, maka timbul
absessubfrenik; fistel cairan empedu: perdarahan saluran cerna atas.
Pada hepatektomi 2 fase: pasien hepatoma setelah dilakukaneksplorasi bedah
ternyata tumor tidak dapat direseksi. Sesudahdiberikan terapi gabungan. tumor
mengecil, dilakukan laparotomi lagidan dapat dilakukan reseksi.
b. Transplantasi hati
Seiring perkembangan zaman, teknik transplantasi hati sudah sangat matang,
namunbiayanya tinggi,donornya sulit. Pasca operasi pasien menggunakan obat
imunosupresan anti rejeksi membuat kanker residif tumbuh lebihcepat dan
bermetastasis. hasil terapi kurang baik untuk hepatomastadium sedang dan lanjut.
Umumnya berpendapat mikrohepatomastadium dini dengan sirosis berat
merupakan indikasi lebih baik untuktransplantasi hati.
c. Terapi operatif nonreseksi
Pascalaparotomi, karena tumor menyebar atautidak dapat dilakukan reseksi,
sehingga dipertimbangkan terapioperatif nonreseksi, mencakup: injeksi obat
melalui kateter transarteri hepatic/kemoterapi embolisasi saat operasi; kemoterapi
melaluikateter vena porta saat operasi; ligasi arteri hepatika; koagulasi tumorhati
dengan gelombang mikro, ablasi radiofrekuensi, krioterapi dengannitrogen cair,
evaporisasi dengan laser energi tinggi saat operasi;injeksi alkohol absolut
intratumor saat operasi.

Terapi Lokal
a. Injeksi Etanol Perkutan (PEI - Percutaneous Ethanol Injection)
PEI digunakan untuk terapi HCC yang kecil dan terlokalisir.HCC berukuran <3
cm dan berjumlah kurang dari 3 nodul. PadaPEI, etanol steril disuntikkan ke
nodul tumor dengan panduan USG atau CT. Destruksi seltumor oleh alkohol
absolut steril yang diinjeksikan diperkirakan dihasilkan oleh kombinasidari

19
dehidrasi sel, nekrosis koagulasi, serta trombosis vaskuler yang diikuti iskemia
jaringan. 
Komplikasi PEI yang dapat muncul adalah timbulnya nyeri abdomen yang
dapatterjadi akibat kebocoran etanol ke dalam rongga peritoneal.Kontraindikasi
PEI meliputiadanya asites yang masif, koagulopati, atau ikterus obstruksi, yang
dapatmeningkatkan risiko perdarahan dan peritonitis bilier pasca tindakan.Angka
survival 3 tahun bagi pasien sirosis dengan nodul tunggal HCC yang ditangani
dengan PEI dilaporkan sebesar70%.
b. Ablasi Radiofrekuensi (RFA – Radiofrequency Ablation)
Merupakan metode ablasi lokal yang paling sering dipakai danefektif.Elektroda
RFA ditusukkan ke dalam tumormelepaskan energi radiofrekuensi, hingga
jaringan tumormengalami nekrosis koagulatif panas, denaturasi, jadi secara
selektif membunuh jaringan tumor.Satu kali RFA menghasilkan nekrosisseukuran
bola berdiameter 3-5 cm, sehingga dapat membasmi tuntasmikrohepatoma,
dengan hasil kuratif.RFA perkutan memilikikeunggulan mikroinvasif, aman,
efektif, sedikit komplikasi.mudah diulangi.
Pemanasan karenatahanan terjadi sebagai akibat dariagitasi ionik di sekitar
elektrodamenjadi energi RF yang berosilasiselama usaha untuk mencapaiground.
(Ellis, 2004)
Sebuah studi yang membandingkan RFA
dengan PEI pada pasien-pasien dengan
HCCberukuran lesi hingga 4 cm
menunjukkan bahwa RFA unggul dalam hal
angka survival 3tahun pasien (74%
dibanding 51%). Penelitian yang lain
menunjukkan manfaat RFA samasaja
dengan PEI.Secara umum, hanya sedikit saja
penggunaan RFA yang mencapai
nekrosislengkap tumor, tanpa perbedaan
bermakna dalam morbiditas dan peningkatan
ketahananhidup pasien.

c. Kryoterapi/Kryoablasi (Cryotherapy/Cryoablation)
Kryoterapi merupakan metoda penggunaan sifat termal untuk mengablasi suatu
tumor. Menggunakanpendinginan/pembekuan yang cepat, biasanya menggunakan
gas nitrogen,penghangatan yang lambat, lalu pengulangan siklus pembekuan-
penghangatanhingga mencapai titik ablasi yang ditandai oleh terbentuknya kristal
es pada intra dan ekstrasel.
Efek kryoterapi meliputi kerusakan vaskuler, kerusakan organela dandinding sel,
dehidrasi sel, serta perubahan pH dan osmolaritas intrasel.Indikasi kryoterapi pada
HCC untuk pasien dengan tumor multiple yang bilobi yang tidak memungkinkan
bagi tindakan reseksi subsegmental yang multipel.
Terapi Sistemik

20
a. Kemoterapi sitotoksik (meliputi etoposide, doxorubicin, epirubicin, cisplatin,
5-fluorouracil, mitoxantrone, fludarabine, gemcitabine, irinotecan, nolatrexed).
b. Terapi hormonal
Estrogen secara in vitro terbukti memiliki efek merangsang proliferasi hepatosit,
dansecara in vivo bisa memicu pertumbuhan tumor hepar.Obat antiestrogen,
tamoxifen dipakai karena bisa menurunkan jumlah reseptor estrogen di hepar.
c. Terapi somatostatin (ocreotide, lanreotide). Somatostatin memiliki aktivitas
antimitosis terhadap berbagai tumor non-endokrin, dan sel-sel HCC memiliki
reseptor somatostatin.
d. Thalidomide, sebagai terapi tunggal atau dalam kombinasi dengan epirubicin
atau dengan interferon menunjukkan aktivitas yang terbatas padapengobatan
HCC.
e. Terapi interferon, biasa dipakai untuk terapi hepatitis viral telah dicobakan
untuk pengobatan HCC. Mekanisme terapinya meliputi efek langsung anti
virus,efek imunomodulasi, serta efek antiproliferasi langsung maupun tak
langsung.
f. Molecularly targeted therapy, adalah inhibitor tirosin-kinase multi target
dengan kemampuan antiangio genesis pula. 
Radioterapi
Radioterapi eksternal sesuai untuk dengan lesi hepatoma yang
relatif terlokalis radiasi dapat mencakup seluruh tumor selain itu
sirosis hati tidak parah, pasien mentolerir radioterapi.
Radioterapi umumnya digunakan bersama metode terapi lain
seperti ligasi arteri hepatik, kemoterapi transarteri hepatik,
kemoembolisasi arteri hepar.
Sedangkan untuk kasus stadium Ianjut dengan metastasis
tulang, radiasi local dapat mengatasi nyeri. Komplikasi tersering
dari radioterapi adalah gangguan fungsi hati hingga timbul
ikterus, asites hingga tak dapat menyelesaikan seluruh dosis
terapi, dapat juga memakai biji radioaktif untuk radioti internal
terhadap hepatoma.Saat ini untuk memberikan terapi radiasi eksterna bagi
pasien HCC yang inoperabel,dikembangkan beberapa teknik,antara lain:
*Three dimensional conformal radiotherapy (3-D-CRT)
*Intensity-modulated radiotherapy (IMRT)
*Stereotactic body radiotherapy (SBRT)
*Proton beam dan heavy ion therapy

21
Bagan terapi HCC
Terapi Paliatif
Sebagian besar pasien HCC didiagnosis pada stadiummenengah-lanjut
(intermediate-advanced stage) yang tidak ada terapi standarnya. Berdasarkan
analisis, pada stadium ini hanyaTAE/TACE (transarterialembolization/chemo
embolization) saja yangmenunjukkan penurunan pertumbuhan tumor serta
dapatmeningkatkan harapan hidup pasien dengan HCC yang tidakresektabel.
TACE dengan frekuensi 3 hingga 4 kali setahun dianjurkanpada pasien yang
fungsi hatinya cukup baik (Child-Pugh A) serta tumormultinodular asimtomatik
tanpa invasi vaskular atau penyebaranekstrahepatik, yang tidak dapat diterapi
secara radikal.
Sebaliknya, bagi pasien yang dalam keadaan gagal hati (Child-Pugh B-C),
serangan iskemik akibat terapi ini dapat mengakibatkan efek samping yangberat.

1.9 Komplikasi Karsinoma Hepatoseluler


Asites, perdarahan saluran cerna atas, enselofati hepatica, sindrom hepatorenal
(keadaan pasien dengan hepatitis kronik, kegagalan fungsi hati, hipertensi portal
yang ditandai dengan gangguan ginjal dan sirkulasi darah).

22
1.10 Prognosis Karsinoma Hepatoseluler
Secara umum, angka mortalitas pasien HCC masih tinggi.Angka survival
jangka panjang HCC masih belum tinggi dikarenakan rekurensi tumor dan
metastasis.Saat ini dikerjakan beberapa penelitian molekuler tentang
hepatokarsinogenesis telah mengidentifikasi sejumlah biomarker yang memiliki
signifikansi dalam prediksi prognosis dan survival pasien HCC. Salah satu
contohnya adalah ditemukannya overekspresi protoonkogen c-met yang dikaitkan
dengan metastasis intrahepatik dan pendeknya angka survival 5 tahun, survivin
yang ditengarai berkaitan dengan survival bebas HCC dan angka rekurensi tumor
yang tinggi, dan beberapa biomarker lainnya. Saat ini masih sedikit saja yang
diketahui dalam usaha prediksi angka survival pasien HCC, sehingga penelitian
molekuler dalam pencarian penanda prognosis yang potensial masih sangat
diperlukan.
Kausa kematian pada karsinoma hepatoseluler akibat
kegagalan sistemik, perdarahan saluran cerna atas, koma
hepatik dan ruptur hati. Faktor yang mempengaruhi prognosis
terutama adalah ukuran dan jumlah tumor, ada tidaknya
trombus kanker dan kapsul, derajat sirosis yang menyertai,
metode terapi. Data 1465 kasus pasca reseksi radikal hepatoma
dari Institut Riset Hepatoma Univ. Fudan di Shanghai
menunjukkan survival 5 tahun 51,2%. Dari 1389 kasus hepatoma
di RS Kanker Universitas Zhongshan di Guangzhou, pasca
hepatektomi survival 5 tahun 37,6%, untuk hepatoma <5cm
survival 57,3%. Tidak sedikit kasus yang pasca reseksi bertahan
hidup lama. Prognosis dari hepatoma lebih dipengaruhi oleh:
*stadium tumor pada saat diagnosis
*status kesehatan pasien
*fungsi sintesis hati
*manfaat terapi

1.12 Pencegahan Karsinoma Hepatoseluler


Pencegahan terhadap HCC adalah suatu tindakan yang berupaya untuk
menghindari segala sesuatu yang menjadi faktor risiko terjadinya kanker dan
memperbesar faktor protektif untuk mencegah kanker.
Prinsip utama pencegahan kanker hati adalah dengan melakukan skrining kanker
hati sedini mungkin.Vaksinasi virus hepatitis B dan C, mencegah pencemaran
bahan makanan dengan aflatoksin dan menghindari konsumsi alkohol secara
berlebihan.

23
LO.2. Memahami dan Menjelaskan Transplantasi Organ Menurut
Pandangan Agama Islam

Didalam syariat Islam terdapat 3 macam hukum mengenai transplantasi organ dan
donor organ ditinjau dari keadaan si pendonor. Adapun ketiga hukum tersebut,
yaitu :

a. Transplantasi Organ Dari Donor Yang Masih Hidup


Seseorangdiperbolehkan pada saat hidupnya mendonorkan sebuah organ tubuhnya
kepada orang lain yang membutuhkan organ yang disumbangkan itu, seperti
ginjal. Akan tetapi mendonorkan organ tunggal yang dapat mengakibatkan
kematian si pendonor, seperti mendonorkan jantung, hati dan otaknya. Maka
hukumnya tidak diperbolehkan (haram), berdasarkan firman Allah SWT dalam
Al-Qur’an
surat (Al-Baqorah ayat 195) ”dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke
dalam kebinasaan ”
(An-Nisa ayat 29) ”dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri”
(Al-Maidah ayat 2)”dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran”

b. Hukum Transplantasi Dari Donor Yang Telah Meninggal


Sebelum mempergunakan organ tubuh orang yang telah meninggal, harus
mendapatkan kejelasan hukum transplantasi organ dari donor tersebut. Adapun
beberapa hukum yang harus kita tahu, yaitu :
1. Dilakukan setelah memastikan bahwa si pendonor ingin menyumbangkan
organnya setelah dia meninggal. Bisa dilakukan melalui surat wasiat atau
menandatangani kartu donor atau yang lainnya.
2. Jika terdapat kasus si pendonor organ belum memberikan persetujuan terlebih
dahulu tentang menyumbangkan organnya ketika dia meninggal maka persetujuan
bisa dilimpahkan kepada pihak keluarga pendonor terdekat yang dalam posisi
dapat membuat keputusan atas penyumbang.
3. Organ atau jaringan yang akan disumbangkan haruslah organ atau jaringan
yang ditentukan dapat menyelamatkan atau mempertahankan kualitas hidup
manusia lainnya.
4. Organ yang akan disumbangkan harus dipindahkan setelah dipastikan secara
prosedur medis bahwa si pendonor organ telah meninggal dunia.
5. Organ tubuh yang akan disumbangkan bisa juga dari korban kecelakaan lalu
lintas yang identitasnya tidak diketahui tapi hal itu harus dilakukan dengan seizin
hakim.
”Boleh hukumnya memindahkan organ tubuh mayit kepada orang hidup yang
sangat bergantung keselamatan jiwanya dengan organ tubuh tersebut”

c. Keadaan Darurat
*Donor anggota tubuh yang bisa pulih kembali
Disimpulkan bahwa darah, kulit hukumnya boleh selama hal itu sangat darurat
dan dibutuhkan. (Fatwa Kibar Ulama Ummah, hal. 939) Adapun dalil-dalilnya
adalah sebagai berikut :
Firman Allah swt :

24
”Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-
olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. " ( Qs Al Maidah : 32 )
Dalam ayat ini, Allah swt memuji setiap orang yang memelihara kehidupan
manusia, maka dalam hal ini, para pendonor darah dan dokter yang menangani
pasien adalah orang-orang yang mendapatkan pujian dari Allah swt, karena
memelihara kehidupan seorang pasien, atau menjadi sebab hidupnya pasien
dengan izin Allah swt.
*Donor anggota tubuh yang bisa menyebabkan kematian.
Dalam transplantasi organ ada beberapa organ yang akan menyebabkan kematian
seseorang, seperti: limpa, jantung, ginjal, otak. Maka mendonorkan organ-organ
tubuh tersebut kepada orang lain hukumnya haram karena termasuk dalam
kategori bunuh diri. Dan ini bertentangan dengan firman Allah swt :
"dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan. " (Qs Al
Baqarah : 195)
Juga dengan firman Allah swt : "Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri ,
sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu. ( Qs An Nisa : 29 )
**Donor anggota tubuh yang tunggal
Organ-organ tubuh manusia ada yang tunggal dan ada yang ganda
( berpasangan ). Adapun yang tunggal, diantaranya adalah : mulut, pankreas, buah
pelir dan lainnya. Ataupun yang aslinya ganda (berpasangan) karena salah satu
sudah rusak atau tidak berfungsi sehingga menjadi tunggal, seperti : mata yang
tinggal satu. Mendonorkan organ-organ seperti ini hukumnya haram, walaupun
hal itu kadang tidak menyebabkan kematian. Karena, kemaslahatan yang ingin
dicapai oleh pasien tidak kalah besarnya dengan kemaslahatan yang ingin dicapai
pendonor. Bedanya jika organ tubuh tadi tidak didonorkan, maka maslahatnya
akan lebih banyak, dibanding kalau dia mendonorkan kepada orang lain.
**Donor anggota tubuh yang ada pasangannya.
Sebagaimana yang telah diterangkan di atas, bahwa sebagian organ tubuh manusia
ada yang berpasangan, seperti : ginjal, mata, tangan, kaki, telinga. Jika donor
salah satu organ tubuh tersebut tidak membahayakan pendonor dan kemungkinan
besar donor tersebut bisa menyelamatkan pasien, maka hukumnya
boleh.Sebaliknya jika donor salah satu organ tubuh yang ada pasangannya
tersebut membahayakan atau paling tidak membuat kehidupan pendonor menjadi
sengsara, maka donor anggota tubuh tersebut tidak diperbolehkan, apalagi jika
tidak membawa banyak manfaat bagi pasien penerima donor.

25
DAFTAR PUSTAKA

Budihusodo, Unggul. Karsinoma Hati. Dalam: Sudoyo A, setyohadi B, Alwi I,


Simadibrata M, Setiati S, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 3 edisi 5. Jakarta:
InternaPublishing. 2009: Hal 685-691.
Desen, Wan. Onkologi Klinik: Edisi 2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
2008: Hal 408-423.

Price.Sylvia A.,Wilson.Lorraine M, 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-


Proses Penyakit., Edisi 6. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sjamsuhidayat R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta. Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Kowalak, Jennifer P., William Welsh. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta.
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Dorland. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta. Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Zuhroni. 2010. Pandangan Islam Terhadap Masalah Kedokteran dan Kesehatan.
Jakarta. Universitas YARSI.
American liver foundation. 2008.
http://www.liverfoundation.org/downloads/alf_download_649.pdf pada Kamis, 11
April 2013 Pukul 22.48 WIB.
Axelrod, David A.2011. Hepatocellular Carcinoma.Diambil dari
http://emedicine.medscape.com/article/197319-overview#aw2aab6b2b4 pada
Kamis, 11 April 2013 Pukul 20.43 WIB.
Bruix, Jordi dan Morris Sherman. 2005. Management of Hepatocelluler
Carcinoma.Diambil
darihttp://www.aasld.org/practiceguidelines/Documents/Bookmarked%20Practice
%20Guidelines/hepatocellular%20carenoma.pdf pada Kamis, 11 April 2013
Pukul 20.44 WIB
Journal of Chinese Clinical Medicine.2010. Hepatocellular
carcinomahttp://old.cjmed.net/upload/pdf/201006290900096470.pdf?
PHPSESSID=d706e46a6842d1228169cb7e4a925856 pada Kamis, 11 April 2013
Pukul 20.48 WIB.
Gurakar, Ahmet. 2011. Hepatocellular Carcinoma (Liver Cancer)
http://www.hopkins-gi.org/GDL_Disease.aspx?
CurrentUDV=31&GDL_Cat_ID=83F0F583-EF5A-4A24-A2AF-
0392A3900F1D&GDL_Disease_ID=A349F0EC-5C87-4A52-9F2E-
69AFDB80C3D1 pada Kamis, 11 April 2013 Pukul 20.47 WIB

26

Anda mungkin juga menyukai