Anda di halaman 1dari 95

BAB I

PENGANTAR SISTEM DRAINASE PERKOTAAN

Capaian pembelajaran:
Setelah membaca dan mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dan pembaca
dapat mendeksripsikan pentingnya drainase perkotaan dan menyebutkan tahapan
perencanaannya. Secara khusus, capaian pembelajaran yang diharapkan terdiri atas
kemampuan mahasiswa atau pembaca untuk:
a. menyebutkan pengertian drainase
b. menjelaskan pentingnya drainase perkotaan
c. menjelaskan jenis-jenis drainase
d. menguraikan bagian-bagian struktur perkotaan dan memperoleh gambaran umum
bentuk jaringan drainase perkotaan
e. menyebutkan prinsip-prinsip dasar dalam perencanaan jaringan drainase
perkotaan

1.1. PENGERTIAN DRAINASE


“Drainase” berasal dari kata drainage yang artinya mengeringkan, menguras,
membuang, atau mengalihkan air (Suripin, 2003). Drainase merupakan sebuah
sistem yang terdiri atas serangkaian bangunan air yang berfungsi untuk menangani
persoalan kelebihan air baik kelebihan air yang berada di atas permukaan tanah atau
yang di bawah permukaan tanah. Kelebihan air dapat disebabkan oleh volume hujan
yang tinggi atau durasi hujan yang lama. Secara teknis drainase didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari tentang usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan pada
suatu kawasan sehingga lahan dapat difungsikan secara optimal.
Drainase perkotaan (urban drainage) didefinisikan sebagai ilmu drainase yang
mengkhususkan pengkajian pada kawasan perkotaan yang erat kaitannya dengan
kondisi lingkungan yang ada di kawasan kota. Desain drainase perkotaan memiliki
keterkaitan dengan tata guna lahan, rencana tata ruang kota, dan kondisi sosial
ekonomi budaya masyarakat. Drainase pada kawasan perkotaan merupakan masalah
yang kompleks, karena tidak terbatas pada teknik penanganan kelebihan air saja,
namun lebih luas lagi menyangkut aspek kehidupan di kawasan perkotaan.

1
1.2. FUNGSI DRAINASE
Secara teknis fungsi drainase di kawasan perkotaan adalah:
a. mengeringkan bagian wilayah kota,
b. mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air terdekat secepatnya agar tidak
terjadi banjir,
c. mengendalikan erosi tanah, kerusakan jalan, dan bangunan yang ada.
d. mengelola sebagian air permukaan akibat hujan agar dapat dimanfaatkan untuk
persediaan air dan kehidupan akuatik,
e. meresapkan air permukaan untuk menjaga kelestarian air tanah.
Drainase di perkotaan memiliki sasaran sebagai berikut (IPWEA, 2013).
a. Menjaga jumlah dan kualitas air limpasan permukaan agak kualitas lingkungan
hidup, sosial, dan ekonomi dapat terpelihara.
b. Menghindari banjir dan kerugian-kerugian yang diakibatkannya.
c. Penataan fasilitas drainase yang aman bagi masyarakat di sekitar fasilitas
drainase dan mampu menangani genangan hujan maupun luapan sungai,.
d. Memelihara sumberdaya air khususnya menjaga agar siklus hidrologi berputar
dengan normal.
e. Mendapatkan fasilitas drainase yang layak dari aspek teknis, ekonomi, sosial, dan
lingkungan.
f. Menjamin kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
g. Meningkatkan kesadaran masyarakat akan banjir.
Drainase jalan raya, sebagai bagian dari sistem drainase perkotaan memiliki fungsi
sebagai berikut.
a. Mengalirkan air secepat mungkin keluar dari permukaan perkerasan jalan
b. Mencegah aliran air yg berasal dr daer pengaliran disekitar jaln masuk ke daer
perkerasan
c. Mencegah kerusakan lingkungan di sekitar jalan akibat aliran air
d. Menjaga kondisi struktur perkerasan jalan raya dan bangunan fasilitas lainnya

2
1.3. JENIS DRAINASE
Berikut ini dijelaskan penggolongan drainase berdasarkan beberapa kategori.
1.3.1 Jenis Drainase Menurut Sejarah Terbentuknya
Menurut sejarah terbentuknya drainase dapat digolongkan sebagai berikut.
a. Drainase alamiah (natural drainage)
Drainase alamiah adalah drainase yang terbentuk secara alami dan tidak ada
campur tangan manusia. Saluran terbentuk secara natural oleh gerusan air
limpasan permukaan dari sumber air atau hujan yang bergerak secara gravitasi
yang lambat laun membentuk jalan air yang permanen. Yang termasuk dalam
drainase alamiah adalah kali, sungai kecil, dan sungai besar. Drainase alamiah
seperti ini dapat dimanfaatkan sebagai saluran pembuangan di perkotaan. Bahan
pembentuk saluran yang merupakan tanah asli memiliki sisi positif sebagai media
infiltrasi. Namun karena kondisinya yang tidak beraturan, keadaan dan sifat
aliran dalam saluran drainase alamiah sulit untuk dipelajari.

Gambar 1.1 Saluran drainase alamiah

b. Drainase buatan (artificial drainage)


Drainase buatan adalah sistem pembuangan yang dibuat oleh manusia
berdasarkan analisis ilmu hidrologi dan hidrolika untuk maksud tertentu.
Bentuknya adalah saluran selokan, saluran pembuangan, sudetan, atau saluran
samping jalan dari bahan pasangan batu kali, bata, atau beton. Sistem drainase ini
dilengkapi dengan bangunan-bangunan seperti gorong-gorong, bak kontrol,
manhole, terjunan, sumur resapan, bak penampung air hujan, dan lain
sebagainya. Karena merupakan saluran buatan, sifat-sifat aliran dapat dipelajari
dengan jelas dan dimensi saluran ini dapat disesuaikan dengan debit banjir
rancangan.

Gambar 1.2 Saluran drainase buatan

3
1.3.2 Jenis Drainase Menurut Letaknya
Menurut letaknya drainase dapat digolongkan sebagai berikut.
a. Drainase permukaan tanah (surface drainage)
Sistem drainase ini berada di atas permukaan tanah yang berfungsi mengalirkan
air dari limpasan permukaan. Analisis hidrolika pengalirannya menggunakan
hukum saluran terbuka (open channel hydraulic).
a. Drainase bawah permukaan tanah (sub-surface drainage)
Sistem drainase ini bertujuan mengalirkan air hujan yang terinfiltrasi ke dalam
tanah melalui media di bawah permukaan tanah menggunakan pipa-pipa.
Drainase bawah permukaan menangkap dan mengeluarkan air dari struktur
perkerasan suatu permukaan lahan dan mencegah masuknya air ke dalam struktur
struktur perkersasan tersebut. Air yang memasuki di struktur perkerasan dapat
memperlemah perkerasan dan menyebabkan konstruksi menjadi peka akan
kerusakan. Di samping itu, untuk alasan artistik atau fungsional, di permukaan
tanah tidak diperbolehkan adanya saluran drainase, contohnya pada lapangan
sepak bola, lapangan terbang, atau taman.

1.3.3 Jenis Drainase Menurut Fungsi


Menurut fungsinya, drainase dapat dibagi sebagai berikut.
a. Sistem drainase terpisah/fungsi tunggal/single purpose
Sistem drainase ini hanya berfungsi mengalirkan satu jenis air buangan saja,
misalnya air hujan (storm water) saja atau limbah cair saja. Limbah cair dari
perkotaan dapat bersumber dari limbah domestik atau limbah industri.

Gambar 1.3 Drainase Single Purpose

4
Keuntungan dari sistem ini adalah:
- proses pembangunan dan pengoperasiannya mudah karena dimensi salurannya
kecil
- mengurangi bahaya bagi kesehatan masyarakat
- tidak ada tambahan beban kapasitas pada instalasi pengolahan air limbah akibat
air hujan
- sistem pembilas dapat direncanakan untuk tiap fungsi.
Di samping keuntungan tersebut, sistem ini juga memiliki kerugian karena bisa
memerlukan ruang yang luas dan biaya yang lebih besar.
b. Sistem drainase campur/multi fungsi/multi purpose
Saluran drainase dalam sistem ini berfungsi mengalirkan beberapa jenis air
buangan secara bersama-sama, baik bersamaan maupun bergantian.

Gambar 1.4 Drainase Multi Purpose

Jika ditinjau dari segi biaya, sistem ini lebih ekonomis daripada sistem terpisah
karena saluran yang diperlukan hanya satu. Sisi positif lainnya adalah konsentrasi
pencemar pada air limbah menjadi lebih kecil karena bercampur dengan air hujan.
Kerugian dari sistem ini adalah tercampurnya air di saluran drainase dengan air
limbah yang dapat meningkatkan beban pengolahan limbah. Jika saluran drainase
berbentuk terbuka, keadaan ini dapat mengganggu kesehatan.

1.3.4 Jenis Drainase Menurut Konstruksi


Jenis saluran drainase menurut konstruksinya terdiri atas saluran terbuka dan
saluran tidak terbuka (tertutup). Berikut ini adalah penjelasannya satu demi satu.
a. Saluran terbuka
Saluran ini dapat berbentuk persegi, trapesium, atau setengah lingkaran, tanpa
penutup saluran. Saluran ini sesuai untuk digunakan untuk pembuangan air hujan
atau air buangan lainnya yang tidak mengganggu lingkungan. Di samping itu,

5
jika area yang tersedia luas dan drainase tidak berada pada daerah yang padat,
maka konstruksi ini dapat digunakan. Kelebihan saluran jenis ini adalah mudah
dalam pemeliharaannya. Namun terdapat juga kekurangan dari segi estetika, di
samping juga mudahnya limbah padat mengotori saluran jenis ini.

Gambar 1.5 Saluran terbuka berbentuk trapesium


b. Saluran tidak terbuka
Saluran yang tidak terbuka sesuai untuk digunakan dalam pembuangan air kotor
yang menggangu kesehatan lingkungan. Umumnya saluran ini digunakan di
daerah perkotaan yang padat dengan ruang yang terbatas dan yang membutuhkan
kenyamanan serta keselamatan bagi pengguna jalan, misalnya di kawasan
perdagangan, pusat kota, atau jalan utama kota. Saluran dapat berbentuk persegi
atau trapesium dengan penutup, dan juga lingkaran. Saluran ini biasa disebut
gorong-gorong/culvert.

Gambar 1.6 Saluran tidak terbuka berpenampang trapesium dan lingkaran

1.3.5 Jenis Drainase Menurut Daerah Pelayanan


Berikut ini adalah peggolongan sistem drainase menurut daerah pelayanannya
a. Drainase minor
Jaringan drainase minor yang melayani suatu kawasan di dalam perkotaan yang
telah terbangun. Contoh kawasan ini adalah area permukiman, perdagangan,
perkantoran, atau perindustrian. Saluran drainase pada sistem ini berupa saluran
buatan manusia. Jika ditinjau dari luasan daerah yang dilayani, pembagiannya
adalah:
- saluran induk (primer), yang melayani daerah pengaliran seluas 25 – 50 ha

6
- saluran cabang (sekunder), yang melayani daerah pengaliran seluas 5 – 25 ha
- saluran awalan (tersier), yang melayani daerah pengaliran seluas 0 – 5 ha.
Sistem drainase semacam ini dapat juga disebut sistem drainase lokal, dimana
sistemnya melayani kepentingan sebagian kecil warga masyarakat kota.
b. Drainase mayor
Jaringan drainase mayor mengumpulkan air buangan dari jaringan drainase minor
dan menyalurkan ke sistem pembuangan alam terdekat seperti sungai, danau,
laut. Saluran ini dapat berupa saluran buatan manusia atau pun saluran alam.
Pembagiannya adalah:
- drainase mayor I, yang melayani daerah pengaliran seluas 100 ha atau lebih
- drainase mayor II, yang melayani daerah pengaliran seluas 50 – 100 ha.

1.4. JARINGAN DRAINASE SEBAGAI BAGIAN DARI STRUKTUR


PERKOTAAN
Dalam pengertian geografis, kota adalah suatu tempat yang penduduknya rapat,
rumah-rumahnya berkelompok-kelompok, dan mata pencaharian penduduknya
bukan pertanian. Kota merupakan suatu daerah yang memiliki suasana yang ramai di
setiap tempat dan waktu yang muncul dari fasilitas-fasilitas publik, seperti tempat
hiburan, supermarket, rumah sakit, dan pasar. Kota-kota besar di Indonesia, terutama
di Pulau Jawa, telah mengalami pertumbuhan penduduk yang pesat. Urbanisasi besar
terjadi yang menyebabkan restrukturisasi kota besar secara demografis, fisik,
maupun ruang. Kota-kota besar di Indonesia akan mengalami perkembangan yang
terus meningkat di masa yang akan datang.
Struktur tata ruang perkotaan (urban spatial structure) adalah pengaturan ruang
public dan privat dalam kota serta konektivitas dan aksesibilitasnya. Perencanaan tata
ruang perkotaan melibatkan multidisiplin ilmu, termasuk perencanaan wilayah kota,
arsitektur, teknik sipil, ekonomi, politik, dan sosial. Elemen dari perencanaan
wilayah kota adalah bangunan, ruang publik, transportasi, dan lansekap. Kesemuanya
direncanakan secara koheren, terorganisasi, dan terstruktur. Zoning tata guna lahan
dalam wilayah perkotaan dapat terdiri atas zona permukiman, industri,
komersial/perdagangan, sarana transportasi, fasilitas umum (rumah sakit, sekolah,
tempat ibadah, kantor pemerintahan), fasilitas rekreasional (wisata, olahraga), dan

7
lahan kosong. Perencanaan tata ruang kota diwujudkan secara umum dalam dokumen
Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) dan secara detail dalam Rencana
Detail Tata Ruang Kota (RDTRK). Gambar 1.7 menunjukkan contoh RTRW DKI
Jakarta periode 2011 – 2030.

Gambar 1.7 Peta rencana pola ruang dan daratan DKI Jakarta (Sumber:
Pemprov DKI Jakarta)

Infrastruktur air di kawasan perkotaan meliputi tiga sistem, yaitu sistem air
bersih (urban water supply), sistem sanitasi (waste water), dan sistem drainase air
hujan (storm water system). Ketiga sistem ini harus dikelola secara terintegrasi dan
seksama agar sumber daya air dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.
Kesalahan dalam pengelolaanannya dapat mengakibatkan banjir, kekeringan, erosi,
dan pencemaran, yang membahayakan keselamatan dan keamanan manusia.
Drainase merupakan sistem yang tidak terpisahkan dari perencanaan tata ruang
kota. Dalam konteks perencanaan wilayah kota, pengertian sistem drainase perkotaan
adalah prasarana yang terdiri atas sekumpulan sistem saluran di dalam kota yang

8
berfungsi mengeringkan lahan perkotaan dari banjir/genangan akibat hujan dengan
cara mengalirkan kelebihan air permukaan ke badan air melalui sistem saluran-
saluran tersebut. Sistem tersebut bisa berada di dalam batas administrasi
pemerintahan kota atau kabupaten. Gambar 1.8 menunjukkan sistem drainase di
perkotaan. Sebagai contoh, diberikan tipikal struktur perkotaan di Jakarta terkait
dengan daur hidrologinya (Gambar 1.9).

Batas daerah pengaliran drainase mayor


Drainase minor/lokal
Batas daerah pengaliran drainase minor/lokal
Drainase mayor
Sungai yang juga merupakan drainase mayor

Gambar 1.8 Sistem drainase perkotaan (Sumber: Pemprov Jateng)

9
Gambar 1.9 Profil memanjang sungai Ciliwung dan daur hidrologinya

Perencanaan dan pembangunan drainase di perkotaan banyak dihadapkan pada


masalah kompleksitas bangunan dan infrsruktur di perkotaan akibat pertumbuhan
kawasan perkotaan yang pesat. Saat ini di Indonesia, perencanaan sistem drainase
perkotaan masih dilaksanakan secara parsial antara satu kawasan dengan kawasan
lainnya dan belum dilaksanakan secara terpadu dengan mempertimbangkan sektor
lain. Akibatnya masalah banjir dan genangan belum bisa teratasi dengan tuntas.
Sesungguhnya pengelolaan drainase harus dilakukan secara terintegrasi mulai dari
tahap pembuatan rencana induk, stdi kelayakan, perencanaan detail, pembangunan,
dan pemeliharaan. Sebagaimana diuraikan di SNI 02-2406-1991 mengenai
Perencanaan Umum Drainase Perkotaan, idealnya pada rencana induk kota, sistem
drainase perkotaan harus dikembangkan salurannya secara sendiri, mulai dari air
hujan, masuk ke selokan/parit sampai dengan meresap ke dalam tanah kembali atau
mengalir ke sungai dan bermuara di laut. Sebagai sistem, penanganan drainase tidak
dapat dilakukan secara individual, wilayah per wilayah. Rencana induk kota harus
mampu mengintegrasikan jaringan air mulai dari hulu sampai dengan hilir. Oleh
karena itu, kebijakan pemerintah punya pengaruh yang besar. Begitu juga dengan
masyarakat, partisipasi dan sikap proaktif akan menentukan keberhasilan rencana
induk drainase kota.

10
Di samping itu masalah-masalah lain yang dihadapi dalam perencanaan
drainase di perkotaan adalah:
- peningkatan debit banjir akibat curah hujan yang meningkat karena perubahan
iklim
- peningkatan debit banjir akibat berkurangnya resapan karena perubahan tata guna
lahan
- penurunan muka tanah akibat pengambilan air tanah yang berlebihan
- penyempitan dan pendangkalan saluran akibat sumbatan limbah padat dan
permukiman liar di sisi sungai
- pasang surut air laut yang meningkatkan muka air sungai di daerah muara
Rencana induk drainase merupakan bagian dari perencanaan sistem drainase
perkotaan yang akan menjadi acuan untuk tahapan berikutnya sampai ke pelaksanaan
fisik. Ketentuan - ketentuan umum yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut.
- Rencana induk disusun dengan memperhatikan rencana pengembangan kota dan
rencana prasarana dan sarana kota lainnya.
- Rencana induk disusun dengan memperhatikan keterpaduan pelaksanaannya
dengan prasarana dan sarana kota lainnya, sehingga dapat meminimalkan biaya
pelaksanaan, biaya operasional dan pemeliharaan.
- Rencana induk disusun untuk arahan pembangunan sistem drainase di daerah
perkotaan selama 25 tahun, dan dapat dilakukan peninjauan kembali disesuaikan
dengan keperluan.
- Rencana induk disahkan oleh instansi atau lembaga yang berwenang,

1.5. BANJIR PERKOTAAN


Banjir adalah air yang menggenang di permukaan lahan yang biasanya kering
secara tidak normal, baik berasal dari hujan maupun dari luapan air sungai atau
saluran. Banjir di perkotaan disebabkan oleh:
- urbanisasi yang tak terkontrol
- perluasan daerah permukiman
- perubahan tata guna lahan menjadi daerah yang dibangun dan perluasan lahan
yang kedap air

11
- pengisian daerah dataran rendah dengan bangunan tanpa atau dengan sedikit
pertimbangan atas drainase
- penghambatan sistem drainase utama dengan konstruksi yang tak berizin
- ketidakcukupan saluran drainase untuk hujan dan limbah di daerah permukiman
yang diperluas
- lemahnya sistem pemeliharaan
- lemahnya koordinasi antara organisasi-organisasi yang terkait dengan
pembangunan
- sampah pada saluran drainase.

Gambar 1.10 Pengembangan DAS yang tidak terkendali dan menyebabkan


banjir

Pengertian perubahan guna lahan secara umum menyangkut transformasi


dalam pengalokasian sumber daya lahan dari satu penggunaan ke penggunaan
lainnya. Perubahan guna lahan. ini dapat tejadi karena ada beberapa faktor yang
menjadi penyebab, yaitu adanya perluasan batas kota, adanya peremajaan di pusat

12
kota, adanya perluasan jaringan infrastruktur dan adanya pertumbuhan atau
hilangnya pemusatan aktivitas tertentu. Perubaban guna lahan juga dapat terjadi
karena pengaruh perencanaan guna lahan setempat yang merupakan rencana dan
kebijakan guna lahan untuk masa mendatang, proyek pembangunan, program
perbaikan pendapatan, dan partisipasi dalam proses pengambilan keputusan dan
pemecahan masalah dari pernerintah daerah. Perubahan guna lahan juga terjadi
karena kegagalan mempertermukan aspek dan politis dalam suatu manajemen yang
dipengaruhi oleh perubahan pada sistem pembangunan, sistem aktivitas dan sistem
lingkungan hidup. Perubahan tata guna lahan suatu wilayah dalam perkotaan salah
satunya akan berpengaruh terhadap kebutuhan sarana jalan dan drainase.
Sarana drainase yang baik akan menjadi solusi untuk menanggulangi
genangan dan banjir yang mungkin terjadi akibat peningkatan volume limpasan
permukaan yang diakibatkan perubahan tataguna lahan tersebut. Penanganan banjir
perkotaan adalah dengan cara-cara sebagai berikut.
1. Diadakan penyuluhan akan pentingnya kesadaran membuang sampah.
2. Dibuat bak pengontrol serta saringan agar sampah yang masuk ke drainase dapat
dibuang dengan cepat agar tidak mengendap.
3. Pemberian sanksi kepada siapapun yang melanggar aturan terutama pembuangan
sampah sembarangan agar masyarakat mengetahui pentingnya melanggar drainase.
4. Peningkatan daya guna air, meminimalkan kerugian serta memperbaiki konservasi
lingkungan.
5. Mengelola limpasan dengan cara mengembangkan fasilitas untuk menahan air
hujan, menyimpan air hujan maupun pembuatan fasilitas resapan.

1.6. DASAR-DASAR PERENCANAAN DRAINASE


Prinsip perencanaan sitem drainase adalah sebagai berikut.
a. Efektif
Sistem drainase harus dapat mengeringkan air di permukaan perkerasan jalan
dengan cepat.
b. Efisien
Penentuan layout jaringan, serta bentuk dan dimensi saluran harus
mempertimbangkan faktor ekonomi.

13
c. Aman
Dimensi yang disediakan harus mampu mengalirkan air dalam kapasitas yang
direncanakan dalam taraf yang aman dan konstruksinya juga aman bagi orang di
sekitarnya.
d. Kemudahan pemeliharaan
Perencanaan sistem drainase harus mempertimbangkan segi kemudahan dan nilai
ekonomis pemeliharaannya.
e. Terpadu
Memperhatikan pertumbuhan penduduk, perubahan tata guna lahan, dan satu
kesatuan dengan daerah sekitarnya
f. Berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
Sistem drainase mampu mengendalikan kelebihan air permukaan dan lebih
banyak memiliki kesempatan untuk meresap ke dalam tanah. Hal ini bertujuan
untuk konservasi air tanah dan kebutuhan akan kapasitas saluran dapat dikurangi.
Berkelanjutan mencakup pengertian-pengertian sebagai berikut:
- sistem drainase yang direncanakan harus menampung debit dalam peluang
kejadian tertentu yang akan datang
- memiliki konstruksi yang awet dan dapat digunakan sampai jangka waktu
yang direncanakan
- desain dan material yang digunakan memiliki dampak lingkungan yang kecil.

Tahap perencanaan jaringan drainase sistem tercampur antara air hujan dan air
limbah adalah:
a. perencanaan tata letak (layout) jaringan drainase yang terdiri atas saluran-saluran
dan bangunan-bangunan
b. perhitungan debit banjir rancangan menggunakan analisa hidrologi
c. perhitungan debit air limbah
d. perencanaan dimensi saluran menggunakan analisa hidrolike
e. perencanaan dimensi bangunan-bangunan drainase.
Data-data yang diperlukan untuk analisa tersebut adalah:
a. peta situasi daerah studi
b. peta topografi daerah studi

14
c. peta tata guna lahan dan perkembangannya
d. peta jaringan fasilitas
e. denah rencana dan potongan memanjang jalan
f. data hidrologi berupa data pengamatan hujan harian maksimum tahunan dari
minimal 3 stasiun selama 10 tahun
g. data kependudukan
h. data kondisi tanah

Sumber data-data tersebut adalah sebagai berikut:


a. Data klimatologi yang terdiri dari data hujan, angin, kelembaban dan temperatur
dari stasiun klimatologi atau Badan Meteorologi dan Geofisika terdekat;
b. Data hidrologi terdiri dari data tinggi muka air, debit sungai, laju sedimentasi,
pengaruh air balik, peil banjir, karakteristik daerah aliran dan data pasang surut;
c. Data sistem drainase yang ada, yaitu, data kuantitatif banjir/genangan berikut
permasalahannya dan hasil rencana induk pengendalian banjir di daerah tersebut;
d. Data peta yang terdiri dari peta dasar (peta daerah kerja), peta sistem drainase dan
sistem jaringan jalan yang ada, peta tata guna lahan, peta topografi masing-masing
berskala antara 1: 5.000 sampai dengan 1: 50.000 atau disesuaikan dengan
tipologi kota;
e. Data kependudukan yang terdiri dari jumlah, kepadatan, laju pertumbuhan,
penyebaran dan data kepadatan bangunan.

15
SOAL BAB I

1. Sebutkan pengertian drainase.


2. Sebutkan fungsi drainase.
3. Jelaskan efek negatif dari sistem drainase yang tidak baik.
4. Jelaskan pengertian, kelebihan, dan kelemahan sistem drainase tercampur dan
terpisah.
5. Lakukan pengamatan tentang jaringan drainase jalan raya pada lokasi yang Anda
kunjungi. Gambarkan sketsa jaringan drainase pada lokasi yang Anda kunjungi
lengkap dengan ukurannya. Gambarlah seluruh bagian jalan raya dan fasilitasnya
dengan lengkap. Gambarkan tipikal potongan melintang jalan yang memuat
bagian-bagian sistem jalan tersebut. Catatlah hal-hal yang penting yang Anda
temui di lapangan. Bila perlu dokumentasikan bagian-bagian sistem jalan
raya/drainase yang penting. Siapkan untuk presentasi di hadapan rekan-rekan
kelompok Anda.
6. Carilah guntingan berita mengenai masalah drainase di perkotaan kemudikan
berikan ulasan megenai berita tersebut disertai komentar Anda.

16
BAB II
TATA LETAK JARINGAN DRAINASE PERKOTAAN

Capaian pembelajaran:
Setelah membaca dan mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dan pembaca
dapat merencanakan jaringan drainase. Secara khusus, capaian pembelajaran yang
diharapkan terdiri atas kemapuan mahasiswa atau pembaca untuk:
a. menentukan jenis sistem drainase
b. merencanakan tata letak saluran drainase
c. merencanakan arah aliran saluran drainase

2.1 FUNGSI LAHAN DAN TATA LETAK JARINGAN DRAINASE


Suatu daerah perkotaan umumnya merupakan bagian dari suatu daerah aliran
yang lebih luas, dan di daerah aliran ini sudah ada sistem drainase alami.
Perencanaan dan pengembangan sistem bagi suatu daerah perkotaan yang baru harus
diselaraskan dengan sistem drainase alami yang sudah ada, agar keadaan aslinya
dapat dipertahankan sejauh mungkin. (Togi, 1996).
Sistem drainase yang direncanakan untuk suatu tata guna sebaiknya
disesuaikan dengan penggunaan lahan di wilayah tersebut. Berikut ini adalah
pembahasannya.
a. Zona perdagangan
Sistem drainase yang disarankan pada daerah dengan banyak pertokoan, kawasan
perdagangan, pasar, atau hotel adalah sistem drainase terpisah antara air limbah
dan air hujan. Sangat disarankan untuk tiap pengguna air untuk menyediakan
instalasi pengolah air limbah (IPAL). Setelah melalui IPAL, air limbah dapat
disalurkan ke saluran drainase. Alternatif sistem drainase yang dapat digunakan
adalah tampungan bawah tanah, di mana air hujan dapat langsung disalurkan ke
saluran primer/sekunder terdekat dengan member kesempatan pada air untuk
meresap ke dalam tanah dalam tampungan tersebut. Khususnya pada daerah
pasar, penumpukan limbah padat sering menimbulkan penyumbatan pada saluran.
Karena itu secara teknis harus diperhatikan desain yang memudahkan
pemeliharaan dan pembersihan saluran.

17
b. Zona pendidikan
Pada zona ini sangat disarankan pembuatan sumur resapan sebagai pelengkap
sistem drainase dan pembangunan perkerasan dengan paving. Hal ini dapat
digunakan sebagai media pendidikan untuk siswa sekolah tentang drainase
berwawasan lingkungan.
c. Zona permukiman
Pada zona permukiman yang padat di mana luas lahannya terbatas, jenis saluran
yang bisa direncanakan, sehingga alternatif saluran yang digunakan saluran
bawah tanah atau menggunakan kolam resapan kolektif. Jika terdapat area yang
cukup luas dapat dibuat sumur resapan untuk recharge air tanah. Perawatan,
pemeliharaan dengan cara pengerukan/normalisasi saluran secara berkala harus
dilakukan.
Pada kawasan permukiman baru masih belum padat penduduknya, perencanaan
sistem drainase dapat direncanakan secara matang berwawasan lingkungan.
Dimensi saluran dapat direncanaka berdasarkan luas lahan yang berpotensi
limpasan air hujan dan kepada jumlah penduduk untuk instalasi air limbahnya.

2.2 TATA LETAK JARINGAN DRAINASE DENGAN PERUNTUKAN


KHUSUS
a. Drainase Pada Zona Wisata
Pada zona ini, air hujan yang ditampung di kolam dapat digunakan sebagai sarana
wisata pancing, sehingga sistem drainase air hujan diarahkan ke kolam tersebut.
Air limbah dari mandi, cuci dan restoran harus dibuat terpisah dengan saluran air
hujan dan dibuatkan instalasi pengolahan air limbahnya sebelum dibuang ke
badan sungai.
Pembuatan sistem drainase bawah permukaan sangat cocok untuk kawasan olah
raga, karena selama hujan masih dapat digunakan dan tidak membahayakan
pemakai lapangan. Sistem drainase pada lapangan olah raga harus diusahakan
agar air dapat meresap kedalam tanah (secara infiltrasi).
b. Drainase Jalan Raya
Drainase jalan raya dibedakan untuk perkotaan dan luar kota.Umumnya di
perkotaan dan luar perkotaan,drainase jalan raya selalu mempergunakan drainase

18
muka tanah (Surface drainage). Di perkotaan saluran muka tanah selalu ditutup
sebagai bahu jalan atau trotoar. Walaupun juga sebagaiman diluar perkotaan, ada
juga saluran drainase muka tanah tidak tertutup (terbuka lebar), dengan sisi atas
saluran rata dengan muka jalan sehingga air dapat masuk dengan bebas. Drainase
jalan raya pi perkotaan elevasi sisi atas selalu lebih tinggi dari sisi atas muka
jalan.Air masuk ke saluran melalui inflet. Inflet yang ada dapat berupa inflet
tegak ataupun inflet horizontal. Untuk jalan raya yang lurus, kemungkinan letak
saluran pada sisi kiri dan sisi kanan jalan. Jika jalan ke arah lebar miring ke arah
tepi, maka saluran akan terdapat pada sisi tepi jalan atau pada bahu jalan,
sedangkan jika kemiringan arah lebar jalan kea rah median jalan maka saluran
akan terdapat pada median jalan tersebut. Jika jalan tidak lurus,menikung, maka
kemiringan jalan satu arah, tidak dua arah seperti jalan yang lurus. Kemiringan
satu arah pada jalan menikung ini menyebabkan saluran hanya pada satu sisi
jalan yaitu sisi yang rendah. Untuk menyalurkan air pada saluran ini pada jarak
tertentu,direncanakan adanya pipa nol yang diposisikan dibawah badan jalan
untuk mengalirkan air dari saluran. Bagian-bagian sistem konstruksi jalan raya
adalah:
- Penguat tebing (perkuatan lereng, stabilisasi timbnan, dinding pnahan)
- Bang. pengaman lalu lintas (pagar, patok pengarah) sarana pengatur lantas)
- Saluran samping
- Gorong-gorong
- Bangunan pelengkap
- Bak penampung
- Kemiringan melintang jalan
- Kemiringan melintang bahu jalan
Jaringan drainase merupakan salah satu bagian dari sistem jalan raya yang terdiri
atas:
- Jalur lalu lintas
- Lajur lalu lintas
- Bahu jalan
- Trotoar
- Median

19
- Saluran dan bangunan drainase
- Kerb
- Talud
- Pengaman tepi
c. Drainase Lapangan Terbang
Drainase lapangan terbang pembahasannya difokuskan pada draibase area run
way dan shoulder karena runway dan shoulder merupakan area yang sulit
diresapi, maka analisis kapasitas/debit hujan memepergunakan formola drainase
muka tanah atau surface drainage. Kemiringan keadan melintang untuk runway
umumnya lebih kecil atau samadengan 1,50 %, kemiringan shoulder ditentukan
antara 2,50 % sampai 5 %.Kemiringan kea rah memanjang ditentukan sebesar
lebih kecil atau sama dengan 0,10 %,ketentuan dari FAA. Amerika Serikat,
genangan air di permukaan runway maksimum 14 cm, dan harus segera dialirkan.
Di sekeliling pelabuhan udara terutama di sekeliling runway dan shoulder, harus
ada saluran terbuka untuk drainase mengalirkan air (Interception ditch) dari sis
luar lapangan terbang.
d. Drainase Lapangan Olahraga
Drainase lapangan olahraga direncanakan berdasarkan infiltrasi atau resapan air
hujan pada lapisan tanah, tidak run of pada muka tanah (sub surface drainage)
tidak boleh terjadi genangan dan tidak boleh tererosi.Kemiringan lapangan harus
lebih kecil atau sama dengan 0,007. Rumput di lapangan sepakbola harus tumbuh
dan terpelihara dengan baik. Batas antara keliling lapangan sepakbola dengan
lapangan jalur atletik harus ada collector drain.
e. Drainase Pada Zona Industri
Kawasan industri pada umumnya memiliki limbah yang cukup berat dan banyak,
yang menimbulkan bau dan berdampak negatif bagi masyarakat karena
mengandung bahan-bahan kimia yan berbahaya terlebih jika langsung diuang ke
sungai yang digunakan masyarakat. Keberadaan Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) wajib ada, setelah diolah air dapat dibuang ke badan sungai/laut.

20
2.3 POLA JARINGAN DRAINASE
Jaringan drainase baik alami maupun buatan, dapat memiliki berbagai pola,
sebagaimana yang dijelaskan berikut ini.
a. Pola jaringan drainase alamiah
Pola ini terbentuk akibat proses air yang mengalir secara alamiah dari sumber air
ke mauara secara gravitasi. Bentuknya sangat tergantung pada kondisi topografi
suatu daerah. Ciri-ciri pola ini adalah bentuknya yang tidak beraturan.

Sungai
Anak sungai

Gambar 2.1 Pola jaringan drainase alamiah

b. Pola jaringan drainase buatan


Pola jaringan drainase buatan direncanakan sesuai dengan lokasi daerah dengan
memperhatikan kondisi luas daerah pengaliran, bentuk daerah pengaliran,
fasilitas-fasilitas dalam perkotaan, dan fasilitas saluran pembuangan akhir yang
terdekat. Berikut ini diberikan contoh beberapa pola jaringan drainase buatan.

Siku-siku Paralel

Radial Jaring-jaring
Gambar 2.2 Pola jaringan drainase buatan

21
2.4 TINGKATAN SALURAN DRAINASE
Dalam sistem drainase, level atau hirarki saluran terdiri atas empat tingkat,
yaitu:
a. Drainase tersier
Saluran yang menangkap Suatu badan air/saluran yang merupakan bagian dari
suatu sistem drainase utama atau sistem drainase local dimana aliran airnya
menuju ke saluran sekunder.
b. Drainase Sekunder
Mengalirkan buangan air hujan yang diterima dari saluran drainase tersie
rmenuju saluran drainase primer.
c. Drainase Primer
Menerima buangan air hujan dari saluran sekunder maupun saluran lainnya dan
mengalirkan air hujan langsung ke badan penerima.
d. Badan Penerima
Badan penerima dari saluran drainase adalah sungai, danau dan laut.

2.5 PERENCANAAN JARINGAN DRAINASE


Penentuan layout sistem drainase permukaan didesain berdasarkan hasil akhir
peta kontur. Perlu dicoba beberapa layout sistem drainase sebelum diambil salah satu
sistem yang paling ekonomis. Saluran drainase harus didesain untuk menjamin
kecepatan aliran tidak kurang dari kecepatan minimum untuk terjadinya scouring
sehingga pengedapan (siltasi) tidak menjadi masalah. Untuk menjamin penampang
yang cukup bagi aliran sepanjang waktu, diameter drainase tidak boleh kurang dari
12 inchi (30 cm) (Suripin, 2003).
Langkah-langkah perencanaan jaringan drainase permukaan adalah sebagai
berikut.
1. Penentuan posisi saluran. Umumnya saluran berada di depan pemukiman, di
samping jalan, atau di sisi luar suatu lahan.
2. Penentuan arah aliran berdasarkan kontur tiap titik dari hasil interpolasi.
3. Penentuan jenis saluran dan penempatan gorong-gorong.
4. Penentuan dan penempatan bangunan drainase.

22
Gorong-gorong Sal. Pembawa
+90.1 +90.0 +81.9 +81.8
+81.7

+90.2

+90.3

Sal. Penangkap Sal. Penangkap &


Pengumpul

Gambar 2.3 Contoh penyusunan tata letak saluran drainase


M

64.000
M

K
M

K
M

K
L

K 0 1 3 5 10 CM
M

0
L

.00
K 63
K
M

K
L

K
L
M

K
L

K
L

0 20 60 100 200 M
K
64

L
.0

L
00

I
H

J
L

63.000
K
L

I
H

J
K

62.000
J
A

61.000
60.000
H

J
K

59.000
K

58.000
A

57.000
J
J
K

56.000
I
H

55.000
J
A

54.000
I
J
K

53.000
H
A
A

I
A
A

J
J
E

I
H
A

J
E

A
52

I
.00

J
0

A
E

H
E

I
G

H
E

62.000
J
G

I
H
A
E

A
E
G

H
E

A
G

I
E
E

H
A

A
G

H
G

A
A
G

D
G

A
A

H
G

G
G

A
D
G

A
D
G

A
A

G
G

D
D
F

G
A
A
D
D
F

G
A
D
D

G
F

A
D

G
F

D
D

61.000

G F
F

F
D
F

F
D

F
F

F
D

60.000
F
F
B
F

F
D

F F
F

F F
C

60.000
F
B
C
F

F
F
C
F

F
C

F 60.000
C

59.000
F
F

58.000
C

F
C
F

57.000
B
C

56.000
F
F

55.000

54.000
C
F

53.000
B

52.000
C
F

49.000
51.000
C

48.000

50.000
47.000
NI
K NE G E R
I
M
JURUSAN TEKNIK SIPIL
C

K
TE

AL

PROGRAM STUDI BANGUNAN AIR


P OL I
B

ANG
C

47.000
SUNGAI MEWEK 48.000 POLITEKNIK NEGERI MALANG
C

49.000

GAMBAR : LAPORAN AKHIR

ARAH ALIRAN Semester VI

TAHUN 2005
Digambar Diperiksa Disetujui Jml lembar No Gambar Skala

50.000
2 10 1 : 1000
Sutanto A. R. Ratih Indri H. ST, MT Ratih Indri H. ST, MT
51.000
0230090355 - 95 NIP 132.299.716 NIP 132.299.716

Gambar 2.4 Peta jaringan drainase

23
0
.00
62
K J J I
P47a

H H H H H H H H

A A A A A A A A A
A

0
.00
61
Gambar 2.5 Detail peta jaringan drainase

24
SOAL BAB II

1. Informasi apa sajakah yang termuat dalam data peta topografi? Apa fungsi data
ini dalam perencanaan drainase perkotaan?
2. Informasi apa sajakah yang termuat dalam data potongan memanjang jalan?
Apa fungsi data ini dalam perencanaan drainase perkotaan?
16%
3. Bagaimana kaitan antara sistem jaringan drainase dengan sistem jalan raya?
4. Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam penentuan sistem drainase
adalah “perlunya melakukan pengolahan air” dan “karakteristik lokasi”.
Jelaskan apa maksudnya.
5. Informasi apa sajakah yang termuat dalam data peta situasi? Apa fungsi data
ini dalam perencanaan drainase perkotaan?
6. Rencanakan jaringan drainase pada lahan parkir berikut ini dan tentukan slope
masing-masing saluran. Saluran pembuangan akhir berawal di titik terendah di
daerah ini.
7. Uraikan secara singkat dasar perencanaan drainase jalan raya.
8. Rencanakan jaringan drainase pada lokasi berikut ini dan tentukan slope jalan.

+20

+15

SKALA 1:1000

25
9. Rencanakan jaringan drainase pada lokasi berikut ini dan tentukan slope
saluran.

SKALA 1:1000

+84 +83 +82 +81 +80 +79

10. Rencanakan jaringan drainase pada lokasi berikut ini dan tentukan slope
saluran.

+50

+66 +70

Batas Sungai 50 m
DAS
+75

+90 +98

30 m

26
BAB III
ANALISA HIDROLOGI

Capaian pembelajaran:
Setelah membaca dan mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dan pembaca
dapat debit banjir rancangan di saluran drainase. Secara khusus, capaian
pembelajaran yang diharapkan terdiri atas kemapuan mahasiswa atau pembaca
adalah:
a. menyiapkan data hujan untuk perencanaan drainase perkotaan
b. menghitung curah hujan rancangan untuk perencanaan drainase perkotaan
c. menghitung waktu konsentrasi hujan
d. menganalisa debit banjir rancangan

3.1 PENGERTIAN HIDROLOGI


Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari kejadian, pergerakan, sirkulasi, dan
distribusi air di bumi. Termasuk di dalam ranah imlu hidrologi adalah sifat-sifat fisis
air, perubahan bentuk air, di di darat, laut, dan udara. Hidrologi disebut sebagai sains
karena diturunkan dari ilmu-ilmu dasar seperti matematika, fisika, meteorologi, dan
geologi. Namun demikian hidrologi erat kaitannya dengan ketidakpastian.
Ketidakpastian dalan hidrologi bersumber dari sifat keacakan alam, keterbatasan
teori dalam menjelaskan fenomena alam, dan ketidakakuratan dalam pencatatan data.
Manusia tidak dapat memprediksi secara pasti seberapa besar hujan yang akan terjadi
pada suatu periode waktu (Suripin, 2003). Sehubungan dengan ini, terdapat faktor
keyakinan perencana dalam pemanfaatan hidrologi untuk perencanaan bangunan air.
Hidrologi teknik adalah aplikasi dari ilmu hidrologi yang berkaitan dengan
perencanaan teknis dan pelaksanaan proyek yang di dalamnya terdapat aspek
pemanfatan dan pengaturan air. Setiap kegiatan yang melibatkan lahan sebagai
obyek, seperti perumahan, perkantoran, industri, dan jalan harus mempertimbangkan
aliran air hujan. Hidrologi akan menjawab pertanyaan-pertanyaan terkait
perencanaan bangunan air seperti di bawah ini:
- berapa debit banjir yang akan melalui saluran drainase di kawasan permukiman
X?

27
- seberapa besar kebutuhan air irigasi daerah irigasi y dapat dipenuhi dari air hujan?
- seberapa besar debit kebutuhan air minum di Kota Z dapat dipenuhi dari debit
Sungai A?
- bagaimana dimensi bangunan pengelak sementara di Sungai B yang harus
dibangun dalam pelaksanaan konstruksi Bendung C?
- berapa tinggi tanggul yang harus dibangun di sisi sungai D agar mampu menahan
banjir?

3.2 SIKLUS HIDROLOGI

Gambar 3.1 Siklus hidrologi

Siklus hidrologi mendeskripsikan pergerakan terus menerus dari air di bawah


permukaan bumi, di permukaan bumi, dan di atas permukaan bumi. Massa air berada
dalam kondisi yang tetap namun bentuknya berubah-ubah. Jika diawali dari
evaporasi/penguapan, uap air akan terkumpul di atmosfer dan membentuk awan.
Dalam kondisi yang memungkinkan, awan yang terkumpul akan terkondensasi dan
turun ke permukaan bumi dalam bentuk hujan atau salju (presipitasi). Presipitasi
yang jatuh ke permukaan tanah menyebar dalam berbagai cara. Sebagian mengalir di
permukaan tanah sebagai limpasan/runoff. Jika jenis tanahnya berpori, sebagian dari
air akan meresap ke dalam lapisan tanah/infiltrasi dan turun ke zona kapiler. Air juga
dapat bergerak secara lateral di zona bawah tanah, atau disebut interflow. Sebagian

28
air hujan yang turun juga ada yang tertahan sementara di permukaan bumi sebagai es
atau genangan air pada danau, waduk, atau rawa-rawa (depression storage/surface
water). Sebagian lagi akan kembali ke atmosfer melalui evaporasi dan penguapan
oleh tanaman (transpirasi). Runoff mengalir ke permukaan air di laut, danau, sungai.
Air infiltrasi meresap ke dalam lapisan tanah, menambah tinggi muka air tanah,
kemudian juga merembes di dalam tanah ke arah muka air terendah, akhirnya juga
kemungkinan sampai di laut, danau, sungai. Kemudian terjadi lagi evaporasi
(Hasmar, 2002). Evaporasi juga dapat terjadi pada air yang berada pada zona kapiler.
Pada kedalaman tertentu, pori-pori tanah akan jenuh air. Batas atas zona jenuh air
disebut muka air tanah (aquifer). Air tanah ini bergerak sebagai aliran air tanah
melalui batuan atau lapisan tanah sampai akhirnya keluar ke permukaan sebagai
sumber air (spring) atau sebagai rembesan ke danau, waduk, sungai, atau laut.
Kontribusi air tanah pada aliran sungai disebut disebut aliran dasar (baseflow) dan
total aliran disebut limpasan total (runoff).
Dalam kaitannya dengan perencanaan drainase, komponen dalam siklus
hidrologi yang terpenting adalah limpasan. Oleh karena itu, komponen inilah yang
ditangani secara baik untuk menghindari berbagai bencana, khususnya bencana
banjir (Suripin, 2003). Intensitas hujan yang tinggi pada suatu kawasan hunian yang
kecil dapat mengakibatkan genangan pada jalan-jalan, tempat parkir, dan tempat-
tempat lainnya karena fasilitas drainase yang tidak didesain untuk mengalirkan air
akibat intensitas bujan yang tinggi.

3.3 PENYIAPAN DATA HIDROLOGI


Data hidrologi utama yang diperlukan dalam perencanaan drainase adalah data
hujan. Jika tersedia, maka data pengamatan debit banjir di sungai, evaporasi, dan
infiltrasi dapat digunakan juga. Data hujan didapat dari pengamatan menggunakan
alat ukur di darat manual, alat ukur di darat otomatis, radar, atau satelit. Gambar 3.3
menunjukkan bentuk data hujan yang didapatkan dari Badan Meteorologi dan
Geofisika.

29
Gambar 3.2 Data hujan harian dari satu stasiun dalam setahun

Syarat data hujan yang akan digunakan dalam perencanaan drainase sebagai
high flow analysis adalah:
- berupa curah hujan harian maksimum tahunan
- jika yang digunakan adalah data dari pengamatan alat ukur hujan, datanya tersedia
dari minimal tiga stasiun hujan
- tersedia minimal 10 tahun pengamatan
- telah melalui uji konsistensi.

Dalam perencanaan drainase perlu diketahui batas daerah pengaliran sungai atau
saluran yang terkait. Daerah pengaliran sungai (DAS) didefinisikan sebagai daerah
dengan suatu batas di mana batas tersebut menunjukkan area hujan yang
berkontribusi terhadap suatu titik outlet di sungai. Batas DAS ditentukan dari titik-
titik tertinggi di sekitar aliran sungai. Untuk mengetahui batas DAS diperlukan peta

30
topografi. Peta DAS Brantas di Provinsi Jawa Timur ditunjukkan dalam Gambar 3.4.
Peta DAS diperlukan untuk menentukan stasiun hujan dan titik pengamatan hujan
dengan radar atau satelit yang akan digunakan untuk perencanaan drainase. Analisis
hidrologi untuk daerah yang luas tidak hanya memerlukan volume atau ketinggian
hujan, tetapi juga distribusi hujan terhadap tempat dan waktu. Distribusi hujan
terhadap waktu disebut hyetograph. (Suripin, 2003).

Gambar 3.3 Batas DAS (Sumber: http://www.raritanbasin.org/education.html)

Gambar 3.4 Batas DAS Brantas (Sumber: http://forumdas-


brantas.blogspot.com/)

3.3.1 Uji Konsistensi


Uji konsistensi data hujan diperlukan untuk menentukan apakah data hujan telah
konsisten dan melakukan koreksi jika terjadi inkonsistensi. Penyebab data hujan
tidak konsisten adalah:

31
- alat ukur diganti dengan spesifikasi yang berbeda atau dengan standar kalibrasi
yang berbeda
- alat ukur dipindah
- lingkungan dimana alat ukur berada berubah, misalnya karena adanya bangunan
baru yang terlalu besar di sekitarnya.

Uji konsistensi dilakukan dengan metode Kurva Massa Ganda (Double Mass
Curve). Prosesnya adalah dengan menguuji konsistensi kumulatif data hujan di
sesatu stasiun untuk sepuluh tahun pengamatan dan membandingkannya pada waktu
yang bersamaan dengan kumulatif data hujan di stasiun lain yang mengelinginya.
Misalnya ada tiga stasiun, A, B, C, uji konsistensi pertama dilakukan dengan
membuat plot kumulatif stasiun A di sumbu Y dengan plot kumulatif rata-rata
stasiun B dan C di sumbu X. Jika terjadi kepencengan yang nyata mulai suatu waktu,
maka stasiun A dikatakan tidak konsisten dan perlu dikoreksi berdasarkan data
Stasiun B dan C. Berikut ini adalah contoh analisa uji konsistensi data hujan dari
stasiun D terhadap stasiun E dan F.

Tabel 3.1 Data hujan


No Tahun Sta. D Sta. E Sta. F
1 2012 85 88 81
2 2011 89 93 80
3 2010 90 98 76
4 2009 88 99 94
5 2008 89 79 81
6 2007 144 98 91
7 2006 169 88 93
8 2005 155 87 99

Tabel 3.2 Perhitungan konsistensi


No. Tahun Data Sta. D Kumulatif Sta. D Data Sta. E Data Sta. F Rata-rata Sta. E F Kumulatif Sta. E F
1 2012 85 85 88 81 84.5 84.5
2 2011 89 174 93 80 86.5 171
3 2010 90 264 98 76 87 258
4 2009 88 352 99 94 96.5 354.5
5 2008 89 441 79 81 80 434.5
6 2007 144 585 98 91 94.5 529
7 2006 169 754 88 93 90.5 619.5
8 2005 155 909 87 99 93 712.5

32
1000
12
900

800 11
m1=1,765
Kumulatif Sta. D 700

600 10

500
09
400 08
m1=1,090
300 07

200 06

100 05

0
0 200 400 600 800
Kumulatif Sta. E F

Gambar 3.5 Grafik uji konsistensi sebelum koreksi

Dari grafik di atas dapat diketahui bahwa data tahun 2011 dan 2012 menyimpang
dari trend sebelumnya. Untuk itu nilainya dapat dikoreksi dengan cara mengalikan
kumulatif data Stasiun D tahun 2011 dan 2012 dengan faktor koresi m1/m2. Hasilnya
ditunjukkan di gambar di bawah ini.

33
800
12
700

600
11

500
Kumulatif Sta. D

10

400
09

300 08
07
200
06
100 05

0
0 200 400 600 800
Kumulatif Sta. E F

Gambar 3.6 Grafik uji konsistensi sesudah koreksi

3.3.2 Curah Hujan Rata-rata Daerah


Curah hujan yang diperlukan untuk merencanakan bangunan air pada suatu titik
di dalam DAS adalah data curah hujan rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan.
Data ini merupakan rata-rata dari tiga stasiun hujan atau lebih atau rata-rata dari titik-
titik pengamataan hujan dari radar/satelit pada daerah tesebut. Dua metode yang
banyak digunakan dalam perencanaan drainase adalah metode rata-rata aljabar dan
metode poligon Thiessen.
a. Rata-rata aljabar
Metode ini sesuai untuk digunakan di daerah yang datar dengan posisi stasiun
hujan yang merata tersedia di dalam DAS. DAS dengan luas di bawah 500 km2
dapat menggunakan metode ini. Perhitungannya adalah sebagai berikut:

d
d i

n
Di mana:

d = Curah hujan rata-rata daerah

34
di = Curah hujan dari stasiun i
N = Jumlah data
b. Poligon Thiessen
Metode ini melibatkan luas daerah pengaruh setiap stasiun hujan terhadap
perhitungan rata-ratanya. Metode ini sesuai untuk digunakan di DAS seluas 500
– 5000 km2 (Soemarto, 1987). Perhitungannya adalah sebagai berikut:

d
 di  Ai
A
Di mana:

d = Curah hujan rata-rata daerah


di =d = 1/A
Curah hujan (dari
A1 . d1i
stasiun + A2 . d2 + … + An . dn )
Ai = Luas daerah pengaruh Thiessen stasiun i
d = Curah hujan daerah maksimum setahun (mm)
A =dn = total
Luas DataDAS
curah hujan harian maksimum setahun di tiap stasiun
hujan (mm)
A = Luas daerah yang dicari tinggi hujannya (ha,m2,km2)
Daerah
An pengaruh Thiessenpengaruh
= Luas daerah dapat digambar dan dihitung
tiap stasiun hujanseperti
(ha,m pada
2 sketsa
,km 2
)
berikut ini.

AC
Sta.C

Sta.A

AA
Sta.B
AB

 Digunakan Gambar
jika letak stasiunThiessen
3.7 Poligon hujan tidak tersebar merata

3.4 KALA ULANG PERENCANAAN


Kala ulang debit/curah hujan adalah suatu kurun waktu berulang dimana
debit/curah hujan yang terjadi dilampaui atau disamai oleh debit banjir/curah hujan
desain. Sebagai contoh, hujan dengan kala ulang 5 tahun memiliki makna besaran
akan terlampai satu kali dalam 5 tahun atau peluang 1/5. Dengan demikian nilai
curah hujan rancangan akan semakin besaran dengan untuk kala ulang yang semakin

35
besar. Perlu dicatat bahwa makna kala ulang bukan berarti hujan yang terjadi setiap
beberapa tahun sekali dan juga tidak berkenaan dengan usia guna konstruksi
bangunan air. Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu
mempunyai periode ulang tertentu, periode ulang untuk perencanaan saluran drainase
kota dan bangunan-bangunannya yang dianjurkan yaitu:

Tabel 3.3 Kala ulang berdasarkan jenis bangunan/saluran


No. Jenis Saluran/Bangunan Kala Ulang
1. Saluran Mikro pada daerah:
- Lahan rumah, taman. kebun, kuburan, tak terbangun 2
- Kesibukan dan Perkantoran 3
- Perindustrian: ringan 5
- Perindustrian: menengah 10
- Perindustrian: Berat 25
- Perindustrian: Super berat/proteksi negara 50
2. Saluran Tersier: resiko kecil 2
Saluran Tersier: resiko besar 5
3. Saluran Sekunder: tanpa resiko 2
Saluran Sekunder: resiko kecil 5
4. Saluran Sekunder: resiko besar 10
Saluran Primer: tanpa resiko 5
Saluran Primer: resiko kecil 10
Saluran Primer: resiko besar 25
Luas DAS: 25 – 50 ha 5
Luas DAS: 50 – 100 ha 5 -10
5. Luas DAS: 100 – 130 ha 10 – 25
6. Luas DAS: 130 – 6500 ha 25 – 50
Pengendalian banjir makro 100
Gorong-gorong: Jalan Raya Biasa 10
7. Gorong-gorong: Jalan Raya By pass 25
Gorong-gorong: free ways (toll) 50
Saluran tepi: Jalan Raya Biasa 5 – 10
Saluran tepi: Jalan Raya By pass 10 – 25
Saluran tepi: free ways (toll) 25 – 50
Sumber: (Hartono, 1996)

Kala ulang yang dipakai berdasarkan luas daerah pengaliran saluran, dan jenis kota
yang akan direncanakan. Untuk bangunan pelengkap dipakai kala ulang yang sama
dengan sistem saluran di mana bangunan pelengkap ini berada.

36
Tabel 3.4 Kala ulang berdasarkan tipologi kota

Luas DAS (ha)


Tipologi kota
< 10 10-100 100-500 > 500
Metropolitan 2 2-5 5-10 10-25
Kota besar 2 2-5 2-5 5-20
Kota sedang 2 2-5 2-5 4-10
Kota kecil 2 2 2 2

3.5 CURAH HUJAN RANCANGAN


Curah hujan rancangan adalah analisis berulangnya satu peristiwa hujan dengan
besaran tertentu, baik frekuensi persatuan waktu maupun kala ulangnya. Metode
yang digunakan adalah analisa statistik dengan distribusi-distribusi sebagai berikut
(Soemarto, 1987):
a. Distribusi Binomial
b. Distribusi Poisson
c. Distribusi Gamma berparameter dua
d. Distribusi Gumbel Tipe 1
e. Distribusi Gumbel Tipe 3
f. Distribusi Goodrich
g. Distribusi Frechet
h. Distribusi Normal
i. Distribusi Log Normal
j. Distribusi Log Pearson type III
k. Distribusi Hazen

Pemilihan distribusi ditetapkan berdasarkan nilai koefisien kepencengan (skewness)


dan koefisien sepuncakan (kurtosis) yang dirumuskan sebagai berikut:

Cs 

n Xi  X 3

n  1n  2S 3

Ck 

n 2  Xi  X 
4

n  1n  2n  3S 4


Di mana:

37
Cs = Koefisien kepencengan
Ck= Koefisien kepuncakan
Xi = Data hujan ke-i
n = Jumlah data
S = Standar deviasi

Tabel 3.5 menunjukkan syarat pemilihan distribusi atau sebaran.

Tabel 3.5 Syarat penentuan distribusi

3.4.1 Distribusi Gumbel


Distribusi Gumbel diperhitungkan dengan persamaan sebagai berikut:
 Y  Yn 
X ranc  X   t  S
 Sn 
Xranc = Curah hujan rancangan
X = Rata-rata hujan
 Tr  1
= Reduced variate =  ln  ln
Tr 
Yt

Yn = Reduced mean yang tergantung pada n (tabel)
Sn = Reduced standard deviation tergantung pada n (tabel)
Tr = Kala ulang hujan

38
Tabel 3.6 Reduced Mean (Yn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5309 0,5320 0,5332 0,5343 0,5353
30 0,5362 0,5371 0,5380 0,5388 0,8396 0,5403 0,5410 0,5418 0,5424 0,5436
40 0,5436 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5463 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0,5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,0558 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600 0,5602 0,5603 0,5604 0,5606 0,5607 0,5608 0,5609 0,5610 0,5611
(Sumber: Suripin, 2003)

Tabel 3.7 Reduce Standard Deviation (Sn)

N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 1,0095 1,0206 1,0316 1,0411 1,0493 1,0565
20 1,0628 1,0696 1,0754 1,0811 1,0864 1,0915 1,0961 1,1004 1,1047 1,1080
30 1,1124 1,1159 1,1193 1,1226 1,1255 1,1285 1,1313 1,1339 1,1363 1,1388
40 1,1413 1,1436 1,1458 1,1480 1,1499 1,1519 1,1538 1,1557 1,1574 1,1590
50 1,1607 1,1623 1,1638 1,1658 1,1667 1,1681 1,1696 1,1708 1,1721 1,1734
60 1,1747 1,1759 1,1770 1,1782 1,1793 1,1803 1,1814 1,1824 1,1834 1,1844
70 1,1854 1,1863 1,1873 1,1881 1,1890 1,1898 1,1906 1,1915 1,1923 1,1930
80 1,1938 1,1945 1,1953 1,1959 1,1967 1,1973 1,1980 1,1987 1,1994 1,2001
90 1,2007 1,2013 1,2020 1,2026 1,2032 1,2038 1,2044 1,2049 1,2055 1,2060
100 1,2065 1,2069 1,2073 1,2077 1,2081 1,2084 1,2087 1,2090 1,2093 1,2096
(Sumber: Suripin, 2003)

Sebagai contoh berikut ini diberikan perhitungan curah hujan rancangan


dengan metode Gumbel.

39
Tabel 3.8 Data perhitungan curah hujan rancangan

No. Tahun Data


1 2012 159
2 2011 152
3 2010 124
4 2009 119
5 2008 119
6 2007 117
7 2006 104
8 2005 102
9 2004 102
10 2003 97
11 2002 94

Dari hasil perhitungan didapat nilai S, Cs, dan Ck masing-masing adalah 2,465,
1,053, dan4,792. Dengan demikian data ini sesuai untuk dapat diolah dengan
Distribusi Gumbel. Untuk kala ulang 10 tahun, perhitungan selanjutnya diberikan di
bawah ini.
 Tr  1  10  1
Yt   ln  ln    ln  ln  2,250
 Tr   10 
Dari tabel didapat untuk jumlah data 10, Yn dan Sn adalah 0,4952 dan 0,9496. Rata-
rata curah hujan adalah 116,984. Curah hujan rancangan adalah:
 Y  Yn   2,250  0,4952 
X ranc  X   t S  116,984   2,465  156,680 mm
 Sn   0,9496 

3.4.2 Distribusi Normal


Distribusi normal atau kurva normal disebut juga distribusi Gauss.
Persamaannya adalah:
Xranc. = X + KT S
Di mana:
Xranc. = Curah hujan rancangan (mm/hari)
X = Data curah hujan (mm/hari)
S = Standar deviasi (mm/hari)
KT = Faktor frekuensi (tabel)

40
Tabel 3.9 Nilai faktor frekuensi (KT)

Tr Peluang KT
1.0014 0.999 -3.05
1.005 0.995 -2.58
1.01 0.99 -2.33
1.05 0.95 -1.64
1.11 0.9 -1.28
1.25 0.8 -0.84
1.33 0.75 -0.67
1.43 0.7 -0.52
1.67 0.6 -0.25
2 0.5 0
2.5 0.4 0.25
3.33 0.3 0.52
4 0.25 0.67
5 0.2 0.84
10 0.1 1.28
20 0.05 1.64
50 0.02 2.05
100 0.01 2.33
200 0.005 2.58
500 0.002 2.88
1000 0.001 3.09

3.4.3 Distribusi Log Normal


Pada distribusi Log Normal, seluruh data hujan diubah dahulu menjadi
logaritma. Langkah perhitungan selanjutnya sama dengan Distribusi Normal.

3.4.4 Distribusi Log Pearson Tipe 3


Pada distribusi ini, semua data terlebih dahulu diubah ke dalam bentuk
logaritma. Persamaan curah hujan rancangan adalah:

Log xranc = Log x + G. S


Di mana:
xranc = Curah hujan rancangan (mm/hari)
x = Data curah hujan (mm/hari)

x = Rata-rata data curah hujan (mm/hari)


G = Nilai konstanta berdasarkan kala ulang dan Cs (tabel)

41
S = Standar deviasi (mm/hari)
Cs = Koefisien kepencengan

Tabel 3.10 Nilai G untuk Distribusi Log Pearson Tipe 3

Cs Kala Ulang
1,0101 1,2500 2 5 10 25 50 100
Peluang (%)
99 80 50 20 10 4 2 1
3,0 -0,667 -0,636 -0,396 0,420 1,180 2,278 3.152 4,501
2,8 -0,714 -0,666 -0,384 0,460 1,210 2,275 3.114 3,973
2,6 -0.769 -0,696 -0,368 0,499 1,238 2,267 3.071 2,889
2,4 -0,832 -0,725 -0,351 0,537 1,262 2,256 3.023 3,800
2,2 -0,905 -0,752 -0,330 0,574 1,284 2,240 2.970 3,705
2,0 -0,990 -0,777 -0,307 0,609 1,302 2,219 2.192 3,605
1,8 -1,087 -0,799 -0,282 0,643 1,318 2,193 2.848 3,499
1,6 -1,197 -0,817 -0,254 0,675 1,329 2,163 2.780 3,388
1,4 -1,318 -0,832 -0,225 0,705 1,337 2,128 2.706 3,271
1,2 -1,449 -0,844 -0,195 0,732 1,340 2,087 2.626 3,149
1,0 -1,588 -0,852 -0,164 0,758 1,340 2,043 2,542 3,022
0,8 -1,733 -0,856 -0,132 0,780 1,336 1,993 2,453 2,891
0,6 -1,880 -0,857 -0,099 0,800 1,328 1,939 2,359 2,755
0,4 -2,029 -0,855 -0,066 0,816 1,317 1,880 2,261 2,615
0,2 -2,178 -0,850 -0,033 0,830 1,301 1,818 2,159 2,472
0,0 -2,326 -0,842 0,000 0,842 1,282 1,751 2,051 2,326
-0,2 -2,472 -0,830 0,033 0,850 1,258 1,680 1,945 2,178
-0,4 -2,615 -0,816 0,066 0,855 1,231 1,606 1,834 2,029
-0,6 -2,755 -0,800 0,099 0,857 1,200 1,528 1,720 1,880
-0,8 -2,891 -0,780 0,132 0,856 1,166 1,448 1,606 1,733
-1,0 -3,022 -0,758 0,164 0,852 1,128 1,366 1,492 1,588
-1,2 -2,149 -0,732 0,195 0,844 1,086 1,282 1,379 1,449
-1,4 -2,271 -0,705 0,225 0,832 1,041 1,198 1,270 1,318
-1,6 -2,388 -0,675 0,254 0,817 0,994 1,116 1,166 1,197
-1,8 -3,499 -0,643 0,282 0,799 0,945 1,035 1,069 1,087
-2,0 -3,605 -0,609 0,307 0,777 0,895 0,959 0,980 0,990
-2,2 -3,705 -0,574 0,330 0,752 0,844 0,888 0,900 0,905
-2,4 -3,800 -0,537 0,351 0,725 0,795 0,823 0,830 0,832
-2,6 -3,889 -0,490 0,368 0,696 0,747 0,764 0,768 0,769
-2,8 -3,973 -0.469 0,384 0,666 0,702 0,712 0,714 0,714
-3,0 -7,051 -0,420 0,396 0,636 0,660 0,666 0,666 0,667
Sumber: Suripin, 2003

Berikut ini diberikan contoh perhitungan curah hujan rancangan dengan


metode Log Pearson Tipe 3 untuk data hujan berikut ini.

42
Tabel 3.11 Data perhitungan curah hujan rancangan metode Log Pearson 3

No Tahun Data Hujan


1 2011 204
2 2010 159
3 2009 136
4 2008 129
5 2007 113
6 2006 98
7 2005 96
8 2004 96
9 2003 92
10 2002 87

Dari analisa data didapat nilai rata-rata, S, Cs dari logaritma data hujan adalah 2,053,
0,123, dan 0,991. Dari tabel G diperoleh nilai G untuk Tr 10 tahun adalah sebesar
1,381. Perhitungan logaritma curah hujan rancangan adalah:

Log xranc = Log x + G. S = 2,053 + 1,381 ∙ 0,123 = 2,222


Sehingga curah hujan rancangan adalah 167,090 mm/hari.

3.6 UJI KESESUAIAN DISTRIBUSI HUJAN


Uji kesesuaian distribusi (goodness of fit test) diperlukan untuk mengukur
tingkat kesesuian distribusi serangkaian data hujan dengan distribusi teoritis tertentu.
Langkah awalnya adalah dengan menggambarkan hubungan data hujan empiris dan
persamaan curah hujan rancangan yang didapat dari analisa data empiris dengan
peluang di atas kertas distribusi.

43
Gambar 3.8 Kertas Distribusi Gumbel

Simpangan horizontal (peluang) diuji dengan Uji Smirnov-Kolomogorof,


sdangkan simpang vertikal (hujan) diuji dengan Uji Chi-Square. Nilai simpangan
mutlak terbesar antara peluang empiris dan teoritis dibandingkan dengan nilai D0
kritis yang terdapat pada tabel pada tingkat keyakinan tertentu () dan jumlah data
tertentu (n). Jika nilai D0 hitung lebih kecil dari D0 tabel maka distribusi dapat
diterima. Untuk Uji Chi-Square, nilai simpangan total diperhitungkan secara total
dengan persamaan:

 d  d teoritis 
2

 hit 
2 empiris

d teoritis

Nilai  2 hit dibandingkan dengan  2 tab untuk derajat kebebasan (degree of freedom)
tertentu. Derajat kebebasan untuk pengujian distribusi hujan dihitung dengan n-1-2,
di mana n adalah jumlah data.

44
Gambar 3.9 Kertas Distribusi Log Pearson

3.7 WAKTU KONSENTRASI HUJAN


Jika curah hujan jatuh pada suatu permukaan yang kedap air dengan laju yang
konstan maka akhirnya pada suatu saat laju banyaknya aliran permukaan akan sama
dengan laju banyaknya curah hujan. Waktu yang diperlukan untuk mencapai kondisi
ini dinamakan waktu konsentrasi. Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan
oleh air hujan untuk mengalir dari titik terjauh pada suatu menuju titik tertentu yang
ditinjau pada daerah pengaliran (titik pengamatan). Waktu konsentrasi dapat juga
disebut sebagai lama waktu pengaliran air di permukaan atau waktu drainase.
Waktu konsentrasi terdiri dari waktu terlama yang dibutuhkan oleh air hujan
untuk mengalir di atas permukaan tanah kesaluran yang terdekat (t0) dan waktu yang
diperlukan air hujan mengalir di dalam saluran (td), jadi waktu konsentrasi dapat
dihitung dengan rumus (Suripin, 2003):
tc = t0 + td
di mana:

45
tc = waktu konsentrasi
t0 = waktu terlama yang dibutuhkan oleh air hujan untuk mengalir di atas
permukaan tanah kesaluran yang terdekat
td = waktu yang diperlukan air hujan mengalir di dalam saluran

Tabel 3.12 Nilai kritis Uji Smirnov-Kolmogorof

46
Tabel 3.13 Nilai kritis Uji Chi-Square

Pada sketsa berikut ini dijelaskan pengertian waktu konsentrasi pada suatu
daerah pengaliran.

BADAN JALAN
D
A
ARAH ALIRAN
LIMPASAN
PERMUKAAN

B C

1
SALURAN DRANASE
2

Gambar 3.10 Waktu konsentrasi proses limpasan

47
Hujan yang turun di atas badan jalan A-B-C-D akan menjadi limpasan permukaan.
Limpasan permukaan yang terjadi akan ditampung oleh saluran 1-2. Badan jalan A-
B-C-D disebut daerah pengaliran dari saluran 1-2. Proses limpasan dimulai dari titik
A ke Titik B (t0) sampai di Titik C (td).
Nilai tc dan td dirumuskan sebagai berikut.
0 ,167
2 n 
t 0   x3,28 xL0 x 
3 s
Ld
td 
60V
di mana:
L0 = panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)
n = angka kekasaran Manning
s = kemiringan medan limpasan
Ld = panjang saluran/sungai (m)
V = kecepatan aliran ideal pada saluran (m/detik)

Kemiringan medan limpasan pada jalan adalah 2% (Desain Drainase


Permukaan Jalan PU Bina Marga, 1990). Sedangkan untuk kemiringan medan
limpasan, jika tidak ditentukan berdasarkan kontur maka nilainya adalah 0,5%.
Untuk jenis penggunaan lahan yang lain, kemiringan lahan disesuaikan dengan
topografinya. Kecepatan aliran direncanakan sebagaimana pada dua tabel berikut ini.

48
Tabel 3.14 Nilai koefisien kekasaran Manning untuk dataran banjir
Jenis penutup lahan Min. Normal Maks.
Padang rumput tanpa belukar
Rumput pendek 0.025 0.030 0.035
Rumput tinggi 0.030 0.035 0.050
Daerah pertanian
Tanpa tanaman 0.020 0.030 0.040
Tanaman dibariskan 0.025 0.035 0.045
Tanaman tidak dibariskan 0.030 0.040 0.050
Belukar
Belukar terpencar, banyak tanaman pengganggu 0.035 0.050 0.070
Belukar jarak dan pohon, musim dingin 0.035 0.050 0.060
Belukar jarak dan pohon, musim semi 0.040 0.060 0.080
Belukar sedang sampai rapat,musim dingin 0.045 0.070 0.110
Belukar sedang sampai rapoat, musim semi 0.070 0.100 0.160
Pohon-pohon
Rapat 0,013 0.150 0.200
Telah ditebang, tidak ada akar tersisa 0,030 0.040 0.050
Telah ditebang, akar masih tersisa 0,050 0.060 0.080
Dengan batang kayu yang besar, tinggi banjir 0,080 0.100 0.120
rendah
Dengan batang kayu yang besar, tinggi banjir 0,100 0.120 0.160
tinggi
Paving stone 0,013 0,015 0,017
Aspal
Halus 0,013 0,013
Kasar 0,016 0,016
Semen 0,011 0,013 0,015
Kerikil 0,023 0,033 0,036
Sumber: Chow, 1985

Tabel 3.15 Perkiraan kecepatan rata-rata di dalam saluran alami


Kemiringan dasar saluran (%) Kecepatan (m/detik)
0-1 0,4
1-2 0,6
2-4 0,9
4-6 1,2
6-10 1,5
10-15 2,4

Metode lain yang dapat digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan
adalah Metode Kirpich (Subarkah, 1980):
0 , 77
 L 
tc  0,0195 0,5 
S 

49
di mana:
L = Jarak terjauh dari ujung hulu DAS ke ujung hilir saluran
S = Kemiringan antara ujung hulu DAS dan ujung hilir saluran

3.8 INTENSITAS HUJAN


Intensitas hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada suatu kurun
waktu di mana air tersebut terkonsentrasi (Loebis, 1992). Curah hujan rancangan
yang diperhitungkan pada analisa hidrologi memiliki satuan mm. Untuk
mendapatkan distribusi hujan jam-jaman, perlu diperhitungkan intensitas curah hujan.
Metode yang dapat digunakan adalah Mononobe, Van Breen, Bell Tanimoto, atau
Hasper dan Der Weduwen.
Menurut hasil penelitian Van Breen di Indonesia, intensitas curah hujan dapat
diperhitungkan sebagai berikut (Suripin, 2003):
54 RT  0,07 RT
2

IT 
t c  0,3RT
Di mana
RT = Curah hujan rancangan (mm/hari)
tc = Waktu konsentrasi (menit)

Sedangkan menurut Mononobe, intensitas curah hujan dapat diperhitungkan sebagai


berikut (Sosrodarsono dan Takeda, 1983):
2/3
R 24  24 
It   
24  t c 

Di mana
R24 = Curah hujan rancangan (mm/hari)
tc = Waktu konsentrasi (menit)

Berikut ini adalah contoh perhitungan waktu konsentrasi pada suatu saluran yang
menampung drainase dari jalan jika diketahui data-data sebagai berikut:
n = 0,016
S = 2%
L0 = 4,50 m

50
LS = 16,50 m
V = 0,60 m/detik untuk jalan
R24 = 119,509 mm/hari

16,50m

9,00m

BLOK A - 1
70/148,5

73

Gambar 3.11 Detail jaringan drainase untuk perhitungan intensitas hujan

Maka waktu konsentrasi adalah:


0 ,167
2 0,030 
0 ,167
2 n 
t0 =  x3,28 xL0 x  =  x3,28 x9 x   3,226 menit
3 s  3 0,02 

Ls 16,50
td = = = 0,458 menit
60V 60.0,60
tc = t0 + td = 3,226 menit + 0,458 menit = 3,684 menit = 0,061 jam
2/3
R 24  24 
2/3
119,509  24 
It        266,201 mm/jam
24  t c  24  0,061 

Dengan menggunakan persamaan perhitungan intensitas curah hujan, grafik


intensity duration frequency curve (IDFC) dapat disusun untuk mempermudah
perhitungan intensitas curah hujan di saluran drainase untuk berbagai variasi kala
ulang dan waktu konsentrasi. Gambar 3.10 menunjukkan IDFC untuk curah hujan

51
rancangan dengan kala ulang 2, 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun sebesar masing-masing
162.34, 203.97, 231.53, 266.35, 292.19, dan 317.83mm/hari

Gambar 3.12 Kurfa IDFC

3.9 DEBIT BANJIR RANCANGAN


Penentuan kapasitas atau daya angkut dari sarana drainase harus diawali
dengan menghitung/memperkirakan debit aliran permukaan (debit banjir rancangan)
yang harus dibuang oleh sarana drainase tersebut. Debit banjir rancangan adalah
debit banjir yang dipakai untuk dasar perencanaan pengendalian banjir yang
dinyatakan menurut kala ulang tertentu. Asumsi dasar yang ada selama ini adalah
bahwa kala ulang debit ekivalen dengan kala ulang hujan. Penentuan kala ulang
untuk perencanaan drainase telah diberikan pada bagian sebelumnya. Banjir
rancangan ditentukan tidak terlalu kecil agar jangan terlalu sering terjadi ancaman
perusakan bangunan atau daerah-daerah sekitarnya oleh banjir yang lebih besar,
tetapi juga tidak terlalu besar sehingga bangunan kita menjadi tidak ekomonis.
Besarnya debit banjir rencana air hujan diatas permukaan tanah (limpasan
hujan) ke saluran air hujan ditentukan oleh faktor-faktor:
- luas permukaan daerah aliran

52
- jenis penutup lahan permukaan tanah
- intensitas hujan
- elevasi daerah pengaliran
- jenis tanah
- evaporasi dan unsur hidrologi lainnya
Debit banjir rancangan dapat diperhitungkan dengan metode:
- Hidrolik (geometri alur sungai)
- Rumus empiris
- Metode Rasional
- Metode Melchior
- Metode Weduwen
- Metode Hasper
- Hidrograf banjir rancangan
- Hidrograf satuan sintetik (Nakayasu, Snyder, Gamma I, Collins)
- Penelusuran banjir lewat waduk dan palung sungai

Rumus Rasional adalah metode yang paling sederhana dalam


memperhitungkan debit banjir rancangan. Perhitungan ini menggunakan rumus
sebagai berikut (Suripin, 2003):
1
Q CxIxA
360
Di mana:
Q = debit banjir rancangan (m3/dt)
C = koefisien pengaliran
I = Intensitas curah hujan (mm/jam)
A = Luas daerah pengaliran (hektar)

Sebagai contoh, diketahui luas DAS adalah 148,50 m2 dengan penutup lahan
berupa permukiman. Intensitas curah hujan dari curah hujan dengan kala ulang 2
adalah 46,5 mm/jam. Maka debit banjir rancangan dengan kala ulang 2 tahun adalah:
1 1
Q CxIxA  0,5  46,5  0.01485  0,003 m 3 /detik
360 360

53
Tabel 3.16 Koefisien pengaliran
Kondisi Permukaan Tanah Koefisien Pengaliran
1. Jalan beton dan jalan aspal 0,70 – 0,95
2. Jalan kerikil dan jalan tanah 0,40 – 0,70
3. Bahu Jalan:
 Tanah berbutir halus 0,40 – 0,65
 Tanah berbutir kasar 0,10 - 0,20
 Batuan masif keras 0,70 – 0,85
 Batuan masif lunak 0,60 – 0,75
4. Daerah perkotaan 0,70 – 0,95
5. Daerah pinggir kota 0,60 – 0,70
6. Daerah industri 0,60 – 0,90
7. Permukiman padat 0,40 – 0,60
8. Permukiman tidak padat 0,40 – 0,60
9. Taman dan kebun 0,20 – 0,40
10. Persawahan 0,45 – 0,60
11. Perbukitan 0,70 – 0,80
12. Pegunungan 0,75 – 0,90
Sumber: Soemarwoto, 1996

54
SOAL BAB III

1. Apa fungsi curah hujan dalam perencanaan drainase?


2. Hitunglah debit banjir rancangan pada suatu lahan parkir sebagai berikut.
Curah hujan ramcangan dengan kala ulang 5 tahun adalah 125 mm/hari.

V=1.5m/dt

C=0.5, nd=0.25 C=0.6, nd=0.2


20 m

A B

15 m 20 m

Potongan A-A
5% 2%

3. Untuk data-data berikut ini, hitunglah curah hujan rancangan untuk


perencanaan drainase.

55
Tahun Stasiun D Stasiun E Stasiun F
1996 80 89 102
1997 110 88 83
1998 89 86 90
1999 90 88 97
2000 89 87 96
2001 88 83 92
2002 86 90 99
2003 99 80 89
2004 93 88 98
2005 184 84 94
2006 198 90 99

56
BAB IV
AIR LIMBAH PERMUKIMAN

Capaian pembelajaran:
Setelah membaca dan mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dan pembaca
dapat menghitung debit air limbah di saluran drainase. Secara khusus, capaian
pembelajaran yang diharapkan terdiri atas kemapuan mahasiswa atau pembaca
untuk:
a. menghitung proyeksi jumlah penduduk
b. menghitung kebutuhan air bersih di perkotaan
c. menghitung debit air kotor di perkotaan

4.1 PROYEKSI JUMLAH PENDUDUK


Pada perencanaan drainase tercampur dimana air hujan dialirkan melalui
saluran yang sama dengan limbah rumah tangga, jumlah penduduk perlu diketahui
untuk menghitung debit air kotor. Kecenderungan pertambahan populasi berdsarkan
pertumbuhan penduduk dipakai sebagai dasar perhitungan kebutuhan air domestik.
Pertumbuhan penduduk juga tergantung dari rencana pengembangan dari tata ruang
wilayah. Estimasi populasi untuk masa yang datang merupakan salah satu parameter
utama dalam penentuan kebutuhan air domestik.
Pertumbuhan penduduk secara sederhana dapat diperhitungkan dengan
rumus-rumus sebagai berikut.
a. Metode aritmatik
Pn  P0  K a (Tn  T0 )
Pa  P1
Ka 
T2  T1
Di mana:
Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n
P0 = jumlah penduduk pada tahun dasar
Ka = konstanta arithmatik
Tn = tahun ke n
T0 = tahun dasar

57
T2 = tahun ke-1 yang diketahui jumlah penduduknya
T1 = tahun ke-2 yang diketahui jumlah penduduknya
b. Metode geometrik
Pn  P0 (1  r ) n

Pn = jumlah penduduk pada tahun ke n


P0 = jumlah penduduk pada tahun dasar
n = jumlah interval
r = laju pertumbuhan penduduk

4.2 4.2 KEBUTUHAN AIR BERSIH


Kebutuhan air yang dimaksud adalah kebutuhan air yang digunakan untuk
menunjang segala kegiatan manusia, meliputi air bersih domestik dan non domestik,
air irigasi baik pertanian maupun perikanan, dan air untuk penggelontoran kota. Air
bersih digunakan untuk memenuhi kebutuhan kebutuhan air domestik seperti
keperluan rumah tangga dan kebutuhan air non domestik untuk industri, pariwisata,
tempat ibadah, tempat sosial, serta tempat-tempat komersial atau tempat umum
lainnya.
Kebutuhan air domestik ditentukan oleh jumlah penduduk, dan konsumsi per
kapita. Daerah perkotaan atau semi perkotaan, dareah rural perlu dianalisis
mengingat karakteristik kebutuhan airnya di tiga daerah tersebut berbeda. Secara
rata-rata jumlah kebutuhan air bersih domestik adalah 120-140 liter/orang/hari.
Kebutuhan air non-domestik yang meliputi pemanfaatan komersial, kebutuhan
institusi, dan kebutuhan industri dapat mencapai 20% sampai 25% dari total suplai
air. Kebutuhan air komersial untuk suatu daerah cenderung meningkat sejalan
dengan peningkatan penduduk dan perubahan tataguna lahan. Kebutuhan institusi
meliputi kebutuhan-kebutuhan air untuk sekolah, rumah sakit, gedung-gedung
pemerintah, tempat iabadah, dan lain-lain. Besaran kebutuhan air ini diasumsikan
sebesar 5% dari total suplai air. Kebutuhan untuk industri sangat beragamnya,
bergantung pada jenis dan macam kegiatan industri. Sebagai estimasi, 2% dari total
suplai air dapat dipakai sebagai dasar dan acuan perhitungan (Kodoatie dan Sjarief,
2005).

58
4.3 VOLUME AIR LIMBAH
Air limbah domestik adalah air bekas yang tidak dapat dipergunakan lagi untuk
tujuan semula baik dari aktivitas dapur, kamar mandi, atau cuci baik dari lingkungan
rumah tinggal, bangunan umum atau instansi, bangunan komersial dan sebagainya.
Zat-zat yang terdapat dalam air buangan diantaranya adalah unsur-unsur organik
tersuspensi maupun terlarut dan juga unsur-unsur anorganik serta mikroorganisme.
(Kodoatie dan Sjarief, 2005).
Kuantitasnya air limbah dapat diasumsikan adalah 50% - 70% dari rata-rata
pemakaian air bersih (120-140 liter/orang/hari). Secara detail karakteristik limbah
cair domestik dapat dilihat di tabel dibawah ini.

Tabel 4.1 Pembuangan limbah cair rata-rata per orang setiap hari
Jenis Bangunan Volume Limbah Cair
(liter/orang/hari)
Daerah perumahan
- Rumah besar untuk keluarga tunggal 400
- Rumah tipe tertentu untuk keluarga tunggal 300
- Rumah untuk keluarga ganda (rumah susun) 240 – 300
- Rumah kecil (cottage) 200
Perkemahan dan motel
- Tempat peristirahatan mewah 400 – 600
- Tempat parkir rumah berjalan (mobile home) 200
- Kemah wisata dan tempat parkir trailer 140
- Hotel dan motel 200
Sekolah
- Sekolah dengan asrama 300
- Sekolah siang hari dengan kafetaria 80
- Sekolah siang hari tanpa kafetaria 60
Restoran:
- Tiap pegawai 120
- Tiap langganan 25 – 40
- Tiap makanan yang disajikan 15
Terminal transportasi:
- Tiap pegawai 60
- Tiap penumpang 20
Rumah sakit 600 – 1200
Kantor 60
Teater mobil (drive in theatre), per tempat duduk 20
Bioskop, per tempat duduk 10 – 20
Pabrik, tidak termasuk limbah cair industri dan cafeteria 60 – 120
Sumber: Soeparman dan Suparmin, 2001

59
Sebagai contoh, untuk rumah tipe 70 volume air limbahnya adalah sebagai berikut:
Jumlah penghuni diasumsikan sebanyak 7 orang
Kebutuhan air bersih = 300 liter/hari/orang = 0,000003629 m³/detik
Debit air kotor = 0,000003629 m³/detik x 7 orang = 0,00002540 m³/detik

60
SOAL BAB IV

1. Sebutkan fungsi perhitungan proyeksi jumlah penduduk dalam perencanaan


drainase perkotaan.
2. Hitunglah kebutuhan air bersih dan jumlah air kotor maksimum pada kampus
Polinema.
3. Sebutkan perbedaan perhitungan volume air kotor pada daerah industri dan
permukiman.

61
BAB V
ANALISA HIDROLIKA

Capaian pembelajaran:
Setelah membaca dan mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dan pembaca
dapat merencanakan dimensi saluran drainase. Secara khusus, capaian pembelajaran
yang diharapkan terdiri atas kemapuan mahasiswa atau pembaca untuk:
a. menghitung kapasitas saluran drainase
b. menentukan bentuk dan bahan saluran drainase
c. merencanakan dimensi saluran
d. menggambar rencana detail saluran drainase

5.1 KAPASITAS SALURAN DRAINASE


Analisa hidrolika diperlukan untuk merencanakan dimensi saluran drainase
dan menentukan posisi muka air relatif terhadap muka tanah rencana atau jalan
rencana. Sebelum merencanakan dimensi saluran, langkah pertama yang harus
diketahui adalah mengetahui besar debit rencana berdasarkan perhitungan curah
hujan rancangan dan tata letak jaringan drainase. Tata letak direncana berdasarkan
peta kota dan peta topografi. Tentukan letak saluran-saluran, kemudian hitung beban
saluran-saluran tersebut secara kumulatif, dari saluran penangkap, pengumpul, dan
pembuang dengan mempertimbangkan kontribusi dari saluran sebelumnya.
Contoh tabel perhitungan kapasitas saluran diberikan berikut ini:

Tabel 5.1 Kapasitas saluran


No Nomor Saluran Saluran Sebelumnya Jenis Saluran
1 1-2 - Penangkap
2 3-4 - Penangkap
3 4-5 3-4 Penangkap, pengumpul
4 5-2 4-5 Penangkap, pengumpul
5 2-6 1-2 Pengumpul
5-1

62
5.2 BENTUK SALURAN DRAINASE
Secara umum sifat saluran drainase ada dua macam, yaitu terbuka dan tidak
terbuka.
1. Saluran Terbuka
Saluran terbuka adalah saluran tanpa penutup di mana terdapat permukaan air
yang bebas (free surface). Permukaan bebas ini dapat dipengaruhi oleh tekanan
udara luar secara langsung (open channel flow). Umumnya berfungsi untuk
menyalurkan air yang belum tercemar atau kualitasnya tidak membahayakan.
2. Saluran Tertutup
Saluran tidak terbuka adalah saluran yang tidak memiliki penutup di bagian
atasnya. Jika air memenuhi seluruh bagian penampang saluran tersebut, maka
secara hidrolika saluran ini disebut saluran tertutup atau aliran pipa (pipe flow).
Pada aliran pipa tidak terdapat permukaan yang bebas karena seluruh saluran
diisi oleh air. permukaan air secara langsung tidak dipengaruhi oleh tekanan
udara luar, namun hanya dipengaruhi tekanan hidrolik yang ada dalam aliran
saja. Umumnya saluran ini berfungsi mengalirkan air yang sudah tercemar
maupun yang belum yang dibangun di daerah dengan kepadatan tinggi dan lahan
yang sempit, misalnya daerah komersial dan perkantoran.

Terbuka
Tidak terbuka

Tidak terbuka Tertutup

Gambar 5.1 Penampang melintang saluran terbuka, tidak terbuka, dan


tertutup

Dari segi bentuk penampang saluran, beberapa tipenya adalah:

63
1. saluran berpenampang persegi
2. saluran berpenampang trapesium
3. saluran berpenampang lingkaran
4. saluran berpenampang setengah lingkaran
5. saluran berpenampang gabungan

Trapesium Persegi

Lingkaran

Setengah
lingkaran
Gabungan

Gambar 5.2 Bentuk-bentuk penampang melintang saluran

64
Pertimbangan pemilihan bentuk saluran adalah sebagai berikut.

Tabel 5.2 Bentuk-bentuk dasar penampang saluran, fungsi, dan lokasinya


No Bentuk Saluran Fungsi Lokasi
1 Trapesium Untuk menyalurkan limhan air Pada daerah
hujan dengan Q besar yang sifat dengan luas lahan
alirannya terus menerus dengan yang cukup
fluktuasi kecil
2 Segi empat Untuk menyalurkan limbah air Pada daearah yang
hujan dengan Q besar yang sifat tidak/kurang
alirannya terus menerus dengan tersedia lahan
fluktuasi kecil
3 Setengah Untuk menyalurkan limbah air Pada daerah
lingkaran hujan dengan Q kecil dengan perbedaan
volume air di
musim hujan dan
kering yang besar
4 Segitiga Untuk menyalurkan limhan air Pada daerah
hujan dengan Q kecil, tetapi dengan dengan perbedaan
Q sangat kecil sampai nol dan volume air di
banyak lahan endapan musim hujan dan
kering yang besar
5 Lingkaran Berfungsi baik untuk menyalurkan Pada tempat-
air hujan maupun air bekas atau tempat keramaian,
keduanya kesibukan
(pertokoan)
Sumber: Masduki, 1990

5.3 BAHAN SALURAN DRAINASE


Lapisan dasar dan dinding saluran drainase tanah erosi bisa dibuat dari: beton,
pasangan batu kali, pasangan batu merah, aspal, kayu, besi cor, baja, plastik, dll.
Pilihan materialnya tergantung pada tersedianya serta harga bahan, cara konstruksi
saluran. Tetapi pada prakteknya di Indonesia hanya ada tiga bahan yang dianjurkan
pemakaiannya, yaitu pasangan batu, beton, dan tanah. Pembuatan pasangan dari
bahan-bahan lain tidak dianjurkan, dengan alasan sulitnya memperoleh persediaan
bahan, teknik pelaksanaan yang lebih rumit dan kelemahan-kelemahan bahan itu
sendiri.
Tebal minimum untuk pasangan batu diambil 30 cm, Untuk beton tumbuk
tebalnya paling tidak 8 cm, untuk saluran kecil yang dikonstruksi dengan baik

65
(sampai dengan 6 m3/dt), dan 10 cm untuk saluran yang lebih besar. Tebal minimum
pasangan beton bertulang adalah 7 cm. Untuk pasangan semen tanah atau semen
tanah yang dipadatkan, tebal minimum diambil 10 cm untuk saluran kecil dan 15 cm
untuk saluran yang lebih besar. Tebal pasangan tanah diambil 60 cm untuk dasar
saluran dan 75 cm untuk talud saluran (KP-03, 1986).

Gambar 5.3 Bentuk pasangan saluran

5.4 KECEPATAN ALIRAN SERAGAM DAN HUKUM KONTINUITAS


Untuk merencanakan dimensi penampang pada saluran drainase digunakan
pendekatan rumus-rumus aliran seragam. Aliran seragam ini mempunyai sifat-sifat
dalamnya aliran, luas penampang lintang aliran, kecepatan aliran serta debit selalu
tetap pada setiap penampang lintang. Pada aliran seragam garis energi dan dasar
saluran selalu sejajar. Dimensi saluran direncanakan dengan rumus Manning, Chezy,
atau Strickler. Pada saluran drainase yang terpengaruh oleh pengempangan (back
water effect), perlu diperhitungkan pasang surutnya dengan standard step method.

66
Rumus kecepatan rata-rata pada perhitungan dimensi penampang saluran
menggunakan metode Manning mempunyai bentuk yang sangat sederhana tapi
memberikan hasil yang sangat memuaskan, oleh karena itu rumus ini dapat luas
penggunaannya sebagai rumus aliran seragam dalam perhitungan saluran. Rumus
Manning dijelaskan sebagai berikut.
1 23
V R S
n
Di mana:
V = Kecepatan rata-rata dalam saluran (m/detik)
n = Koefisien kekasaran Manning
R = Jari-jari hidrolis (m)
S = Kemiringan dasar saluran

Pada penampang melintang saluran berbentuk persegi dengan lebar dasar B


dan kedalaman air H, luas penampang basah, A, dan keliling basah, P, dapat ditulis
sebagai berikut:
A=B∙h
P = B +2h
A
R
P

B
Gambar 5.4 Penampang Persegi Panjang

Luas penampang melintang, A, dan keliling basah, P, saluran dengan


penampang melintang yang berbentuk trapesium dengan lebar dasar B, kedalaman
aliran h, dan kemiringan dinding 1: m dapat dirumuskan sebagai berikut.
A = (B + mh) h

P = B + 2h m2  1

67
1 h
m
mh B mh

Gambar 5.5 Penampang trapesium

Debit yang mengalir pada saluran dihitung dengan rumus kontinuitas, yaitu:
Q=VxA
Di mana:
Q = Debit pada saluran (m3/detik)
V = Kecepatan aliran (m/detik)
A = Luas penampang saluran (m2)

Tabel 5.3 Nilai koefisien kekasaran Manning untuk saluran


Tipe Saluran Minimum Normal Maksimum
A. Gorong-gorong Tertutup Terisi Sebagaian
1. Gorong-gorong, lurus dan bebas kikisan 0,010 0,011 0.013
2. Gorong-gorong dengan lengkungan,
sambungan dan sedikit kikisan 0,011 0,013 0,014
3. Beton dipoles 0,011 0,012 0,014
4. Saluran pembuang dengan bak kontrol, mulut
pemasukan dan lain-lain, lurus 0,013 0,015 0,017
B. Saluran, dilapis atau dipoles
a. Semen
1. Acian 0,010 0,011 0,013
2.Adukan 0,011 0,013 0,015
b. Beton
1. Dipoles dengan sendok kayu 0,011 0,013 0,015
2. Dipoles sedikit 0,013 0,015 0,016
3. Dipoles 0,015 0,017 0,020
4. Tidak dipoles 0,014 0,017 0,020
5. Adukan semprot, penampang rata 0,016 0,019 0,023
6. Adukan semprot, penampang bergelombang 0,018 0,022 0,025
7. Pada galian batu yang teratur 0,017 0,020
8. Pada galian batu yang tak teratur 0,022 0,027
c. Bata
1. Diglasir 0,011 0,013 0,015
2. Dalam adukan semen 0,012 0,015 0,018
d. Pasangan batu
1. Batu pecah disemen 0,017 0,025 0,030
2. Batu kosong 0,023 0,032 0,035
Sumber: Chow,1985

68
Penampang saluran drainase perkotaan, pada umumnya dipakai bentuk
segiempat, karena dipandang lebih efisien didalam pembebasan tanahnya jika
dibandingkan dengan bentuk trapesium. Bila dipakai bentuk trapesium maka
besarnya kemiringan dinding saluran yang dianjurkan sesuai dengan jenis bahan
yang membentuk bahan saluran, mengikuti tabel berikut.

Tabel 5.4 Bahan Saluran Drainase


Bahan Saluran Kemiringan Dinding
Batuan/cadas -0
Tanah lumpur 0,25
Lempung Keras/tanah 0,5 – 1
Tanah dengan pasangan batuan 1
Lempung 1,5
Tanah berpasir lepas 2
Lumpur berpasir 3
(Sumber: Togi, 1996)

5.5 PENAMPANG SALURAN TEREKONOMIS


Dalam merencanakan dimensi saluran, pertimbangan bentuk penampang
saluran drainase yang paling ekonomis dapat dijadikan pertimbangan. Penampag
terekonomis adalah dimensi saluran yang dapat melewatkan debit maksimum untuk
luas penampang basah tertentu. Dari rumus Manning dapat dilihat bahwa untuk
kemiringan dasar dan kekasaran tetap, kecepatan maksimum dicapai jika jari-jari
hidraulik, R, maksimum. Selanjutnya, untuk luas penampang tetap, jari-jari hidraulik
maksimum jika keliling basah, P, minimum.
Untuk saluran segi empat, perbandingan B dan h yang paling ekonomis adalah
(Chow, 1959):
B = 2h atau R = ½ h
Untuk saluran trapesium, penampang terkonomis adalah:
R=½h
Untuk saluran lingkaran yang tidak terisi penuh, penampang terekonomis adalah:
R = 0.608 r
Jika penampang terisi penuh dengan air, penampang terekonomis adalah:
R = 0.537 r
Untuk saluran segitiga, penampang terekonomis untuk kedalaman air h adalah:

69
R = ½ h√2

5.6 KONTROL KECEPATAN


Dalam perencanaan dimensi saluran drainase, perlu diperhitungkan kecepatan
dan tegangan geser (shear stress). Dalam perhitungannya, tegangan geser sangat
susah untuk ditentukan. Oleh karena itu, kecepatan diterima sebagai faktor yang
paling penting dalam perencanaan saluran yang stabil. Jika kecepatan maksimum
yang telah dipilih sedemikian rupa, sehingga tidak terjadi gerusan (scouring) pada
kondisi kecepatan sama atau lebih kecil dari kecepatan maksimum, maka
permasalahan dianggap teratasi. (Suripin, 2003). Kecepatan maksimum yang
diizinkan atau kecepatan tidak menyebabkan erosi, merupakan kecepatan rata-rata
terbesar yang tidak akan menyebabkan erosi pada tubuh saluran. Kecepatan yang
dimaksud sangat tidak tentu dan bervariasi, serta hanya dapat ditentukan melalui
pengalaman. Secara umum saluran lama dan telah banyak mengalami pergantian
musim akan mampu menerima kecepatan yang lebih besar dibandingkan dengan
saluran baru. (Anggrahini, 1997: 370)
Kecepatan maksimum ditentukan oleh kekasaran dinding dan dasar. Untuk
saluran tanah, batu kali, dan beton kecepatan maksimum adalah 0,7 m/dt, 2 m/dt, dan
3 m/dt (KP 03, 1986). Kecepatan minimum yang diijinkan merupakan kecepatan
terendah yang tidak menimbulkan sedimentasi dan mendorong pertumbuhan
tanaman air dan ganggang. Umumnya kecepatan saluran minimum adalah 0,2 m/dt
untuk saluran berbahan tanah dan 0,6 untuk saluran dengan pasangan (KP 03, 1986).
Aliran dikatakan kritis apabila kecepatan aliran sama dengan kecepatan
gelombang gravitasi dengan amplitude kecil. Gelombang gravitas dapat dibangkitkan
dengan merubah kedalaman. Jika kecepatan aliran lebih kecil daripada kecepatan
kritis, maka alirannya disebut subkritis, sedangkan jika kecepatan alirannya lebih
besar daripada kecepatan kritis, maka alirannya disebut super kritis.
Parameter yang menetukan ketiga jenis aliran tersebut adalah nisbah anatara
gaya gravitasi dan gaya inertia, yang dinyatakan dengan bilangan Froude (Fr),
bilangan Froude didefinisikan sebagai (Suripin, 2003).
V
Fr =
g .h

70
Dimana:
V = Keepatan aliran (m/det)
h = Kedalaman aliran (m)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)

5.7 JAGAAN
Jagaan (freeboard) suatu saluran ialah jarak vertikal dari puncak saluran ke
permukaan air pada kondisi rencana. Jarak ini harus cukup untuk mencegah
gelombang atau kenaikan muka air yang melimpah ke tepi.

Tabel 5.5 Tinggi jagaan


Q (m³/det) Tinggi jagaan (m) Tinggi jagaan
untuk pasangan (m)
<0,50 0,20 0,40
0,50-1,50 0,20 0,50
1,50-5,00 0,25 0,60
5,00-10,00 0,30 0,75
10,00-15,00 0,40 085
>15,00 0,50 1,00
Sumber: (Anggrahini, 1997)

5.8 PERENCANAAN DIMENSI SALURAN


Dalam perencanaan dimensi saluran, terdapat beberapa hal yang harus
dipertimbangkan. Dimensi saluran harus direncanakan secara terintegrasi pada satu
wilayah yang direncanakan. Semua saluran harus dirancang dengan
berkesinambungan dari hulu sampai hilir. Langkah awal dalam perencanaan dimensi
saluran adalah menghitung dimensi saluran dengan metode Manning dengan dan
sebisa mungkin menyesuaikan dengan slope tanah asli. Jika profil muka tanah asli
telah diubah bentuknya, maka perhitungan dimensi saluran diusahakan mengikuti
elevasi tanah rencana. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, perlu dilakukan
pengecekan kecepatan dan bilangan Froude aliran pada tiap saluran. Jika kecepatan
rencana lebih kecil dari kecepatan izin minimum, maka alternatif yang bisa
dilakukan adalah:
- penggalian di bagian hilir saluran untuk memperbesar slope

71
- pengubahan bahan pasangan saluran dengan bahan yang lebih kasar untuk
memperkecil kecepatan aliran
Jika kecepatan rencana lebih besar dari kecepatan izin maksimum, maka
alternatif yang bisa dilakukan adalah:
- pembangunan bangunan terjun di tengah saluran untuk mengurangi slope
- pembangunan bangunan terjun di ujung saluran untuk mengurangi slope. Dalam
kondisi ini bak kontrol diperlukan untuk penyamaan muka air di simpul-simpul
saluran.
Di akhir perencanaan, perlu diperiksa kembali apakah elevasi mukai air rencana telah
berada pada posisi yang cukup rendah dari muka tanah asli. Sehubungan dengan ini,
perencanaan dimensi saluran harus dilakukan dengan meninjau potongan memanjang
jalan, tanah asli, dan saluran rencana secara bersama-sama.
Pada perencanaan dimensi saluran dengan kapasitas yang kecil, akan
didapatkan dimensi saluran yang sangat kecil. Dalam kondisi ini dimensi saluran
dapat diperbesar sampai ukuran yang memungkinkan konstruksi tersebut untuk
dibangun. Pertimbangan lain dalam perencanaan dimensi saluran adalah pembulatan
ke atas ukuran saluran menjadi nilai yang wajar dan mudah untuk dilaksanakan di
lapangan. Misalnya untuk lebar saluran rencana sebesar 0,28 m, perlu dibulatkan ke
atas menjadi 0,30 m.
Berikut ini diberikan contoh perencanaan dimensi untuk saluran jaringan
drainase berbentuk persegi dengan bahan batu bata diplester pada suatu blok
permukiman di mana penggunaan slope alam dapat memenuhi kontrol kecepatan
dan bilangan Froude.

72
67 68 95

BLOK D - 3
45/94,5

Gambar 5.6 Lay out jaringan drainase untuk perencanaan dimensi

Nomor saluran 41 – 42
Qrencana = 0,0122 m3/dt
Elevasi muka tanah asli titik 41 = 61,12
Elevasi muka tanah asli titik 42 = 61,03
Panjang saluran = 18 m
S = (61,12-61,03)/18 = 0.005
n = 0,015
Dicoba B = 0,2 m
B 0,2
h untuk penampang terkonomis = = = 0,1 m
2 2
P = B +2h = 0,2 + (2. 0,1) = 0,4 m
A = B x h = 0,2 x 0,1 = 0,02 m²
A 0,02
R= = = 0.05 m
P 0,4

73
1 23 1 2
V= R S= 0,05 3 0,005 = 0,64 m/detik  Kontrol kecepatan OK
n 0,015
Q= V x A = 0,64 x 0,01 = 0,0128 m3/dt  Kontrol debit OK
V 0,64
Fr = = = 0,646  Kontrol jenis aliran OK
g .h 9,8.0,1

Nomor saluran 42 – 68
Qrencana = 0,0422 m3/dt
Elevasi muka tanah asli titik 42 = 61,03
Elevasi muka tanah asli titik 68 = 60,86
Panjang saluran = 82,5 m
S = (61,03-60,83)/82,5 = 0,0024
n = 0,015
Dicoba B = 0,45 m
B 0,5
h= = = 0,25 m
2 2
P = B +2h = 0,5 + (2. 0,25) = 1 m
A = B x h = 0,5 x 0,25 = 0,13 m²
A 0,13
R= = = 0,13 m
P 1
1 23 1 2
V= R S= 0,13 3 0,0024 = 0,59 m/detik  Kontrol kecepatan tidak OK
n 0,025
Dicoba elevasi titik 68 digali = 60,63
S = (61,03-60,63)/82,5 = 0,0048
Dicoba B = 0,5 m
B 0,5
h= = = 0,25 m
2 2
P = B +2h = 0,5 + (2. 0,25) = 1 m
A = B x h = 0,5 x 0,25 = 0,13 m²
A 0,13
R= = = 0,13 m
P 1
1 23 1 2
V= R S= 0,13 3 0,0048 = 0,7 m/detik  Kontrol kecepatan OK
n 0,025

74
Q= V x A = 0,7 x 0, 13 = 0,087 m3/dt  Kontrol debit OK
V 0,7
Fr = = = 0,445  Kontrol jenis aliran OK
g .h 9,8.0,1

Jadi titik 68 digali sebesar (60,83-60,63) x 85,50 = 17,1 cm


Fb = 0,2 m
Langkah selanjutnya adalah merencanakan tinggi muka air dari saluran yang paling
hulu. Sebisa mungkin muka air rencana ditempatkan 10 cm di bawah muka tanah asli.
Posisi elevasi muka air, muka saluran, dasar saluran terhadap tanah asli adalah
sebagai berikut.
Titik 41-42 awal:
Elevasi muka tanah asli = 61,12
Elevasi muka air = 61,12 – 0,1 = 61,02
Elevasi dasar saluran = 61,02 – 0,1 = 60,92
Elevasi atas saluran = 61,02 + 0,2 = 63,22
Titik 41-42 akhir:
Elevasi muka tanah asli = 61,03
Elevasi muka air = 61,12 – (0,005 ∙ 18) = 60,93
Elevasi dasar saluran = 60,93 – 0,1 = 60,83
Elevasi atas saluran = 60,93 + 0,2 = 61,13
Titik 42-68 awal (titik yang sama dengan 42-42 akhir):
Elevasi muka tanah asli = 61,03
Elevasi muka air = 60,93
Elevasi dasar saluran = 60,93 – 0,25 = 60,68
Elevasi atas saluran = 60,93 + 0,2 = 61,13
Titik 42-68 akhir:
Elevasi muka tanah asli = 61,03
Elevasi muka air = 61,03 – 0,0048 ∙ 82,5 = 60,53
Elevasi dasar saluran = 61,02 – 0,25 = 60,28
Elevasi atas saluran = 61,02 + 0,2 = 60,73
Kedalaman galian di saluran 42-68 = (0,0048 – 0,0024) x 82,50 = 0.198 m

75
Untuk saluran 68-95, perhitungannya menyesuaikan dengan hasil perhitungan elevasi
di saluran 67-68. Jika ternyata muka air saluran 67-68 akhir menunjukkan hasil yang
berbeda dengan 42-68, maka yang digunakan adalah elevasi yang tertinggi. Namun
demikian, untuk semua titik perlu dilakukan pengecekan untuk memastikan
Gambar potongan memanjang pada saluran ini adalah sebagai berikut.

67 68 95

BLOK D - 3
45/94,5

+ 61,00

+ 60,00

TITIK 41 42 42a 42b 42c 68

JARAK 18,00 20,00 20,00 20,00 22,50


61,12

61,03
61,03

60,83
ELEVASI TANAH ASLI
61,22

61,13
61,13

60,73
ELEVASI ATAS SALURAN
61,02

60,93
60,93

60,53
ELEVASI MUKA AIR
60,92

60,83
60,68

60,28
ELEVASI DASAR SALURAN

KETERANGAN

POTONGAN MEMANJANG SALURAN 41 - 42 - 68

Gambar 5.7 Potongan memanjang saluran drainase

Setelah selesai menganalisa dimensi saluran dan merencanakan elevasinya serta


penggambarannya, langkah selanjutnya adalah menggambar potongan melintang.

76
0,60

0,20 0,20 0,20

0,10

0,20
0,10

0,55
0,25

0,05
+ 60,50

JARAK 0,20 0,20 0,20

61,12

61,12

61,12

61,12
ELEVASI TANAH ASLI

61,22

61,22

61,22

61,22
ELEVASI ATAS SALURAN

61,02

61,02

61,02

61,02
ELEVASI MUKA AIR 60,92

60,92

60,92

60,92
ELEVASI DASAR SALURAN

POTONGAN MELINTANG SALURAN 41 - 42

Gambar 5.8 Potongan melintang saluran drainase

77
SOAL BAB V

1. Bentuk saluran apa saja yang dapat digunakan untuk saluran drainase? Jelaskan
alasan pemilihan masing-masing bentuk tersebut.
2. Bahan apa saja yang dapat digunakan sebagai pasangan saluran drainase?
Jelaskan alasan pemilihan masing-masing bahan tersebut.
3. Suatu jaringan drainase permukiman sebagaimana gambar dengan data-data
lokasi sebagai berikut, jika curah hujan rencana R24 = 105 mm untuk kala
ulang 5 tahun.

No Sal Jarak Luas Area Koef C V ijin to


(m) (Ha) (m/dt) (menit)
1 1-2 100 A1 = 0,2 C1 = 0,5 1,2 to1 = 1,5
A2 = 0,3 C2 = 0,7 to2 = 1,2
2 2-3 200 A3 = 0,4 C3 = 0,6 1,5 to3 = 1,6
3 3-4 300 A4 = 0,5 C4 = 1,3 To4 =
0,65 1,7

A1, C1,to1
A4,C4,to4
A3, C2,to3

A2,C2,to2

1. Hitung besarnya debit yang diterima tiap saluran


2. Rencanakan dimensi saluran 1-2 jika lebar saluran dua kali kedalaman
saluran (B = 2Y)

4. Sebuah saluran dengan pada suatu kawasan permukiman (lihat gambar 1), jika
besarnya curah hujan rancangan , R24 = 205 mm (kala ulang 10 th) , kecepatan V
ijin = 1.2 m/dt. Data lain sebagaimana tabel berikut:
Data Area 1 Area 2 Area 3
1. Panajng saluran (m) 100 150 300
2. Luas limpasan (Ha) 0.2 0.3 0.5
3. Waktu di limpasan, to (menit) 1.5 2.5 4
4. Koefisien C 0,5 0.6 0,7

78
Area 1 Area 2

Saluran 1 Saluran 2
Area 3

Saluran 3

Hitunglah:
a. Besarnya debit saluran pada masing-masing saluran
b. Hitung kedalaman saluran 1 jika saluran berbentuk trapezium (talud 1H: 2V)

Y =……
cm
50 cm

5. Rencanakan dimensi saluran drainase pada jaringan dengan layout


sebagaimana berikut:

.
Q=0.01 m3/dt
+37.03

35

Q=0.03 m3/dt . .
+44.00 +43.00
.
+39.00
.
+37.00
. +37.00

35

.
+41.00
. +40.00

25 35 25 30

79
BAB VI
FASILITAS PELENGKAP DRAINASE

Capaian pembelajaran:
Setelah membaca dan mempelajari bab ini, diharapkan mahasiswa dan pembaca
dapat menjelaskan dasar-dasar perencanaan bangunan drainase. Secara khusus,
capaian pembelajaran yang diharapkan terdiri atas kemapuan mahasiswa atau
pembaca untuk:
a. menyebutkan jenis bangunan drainase dan fungsinya
b. menyebutkan kriteria dasar perencanaan bangunan drainase

Untuk menjamin berfungsinya saluran drainase secara baik maka diperlukan


bangunan-bangunan pelengkap di tempat-tempat tertentu. Bangunan-bangunan
tersebut berfungsi sebagai sarana untuk:
- memperlancar surutnya genangan yang mungkin timbul di atas permukaan jalan
- memperlancar arus saluran
- mengamankan terhadap bahaya degradasi pada dasar saluran
- mengatur saluran terhadap pasang surut, khususnya di daerah pantai.

6.1 MACAM BANGUNAN DAN FASILITAS PELENGKAP DRAINASE


Jenis bangunan pelengkap yang dimaksud meliputi:
- bangunan silang, misal: gorong-gorong.
- bangunan pemecah energi, misal: bangunan terjun dan saluran curam
- bangunan pengaman erosi, misal: ground sill/levelling structure.
- bangunan inlet, misal: grill samping/datar
- bangunan outlet, misal: kolam loncat air
- bangunan pintu air, misal: pintu geser, pintu otomatis
- bangunan rumah pompa
- bangunan kolam tandum/pengumpul
- bangunan lobang kontrol/man hole
- bangunan instalasi pengolah limbah

80
- peralatan penunjang, berupa: pencatat tinggi muka air, pengukur hujan, detektor
kualitas air.
Semua bangunan tersebut di atas tidak selalu harus ada pada setiap jaringan
drainase. Keberadaannya tergantung pada kebutuhan setempat yang biasanya
dipengaruhi oleh fungsi saluran, kondisi lingkungan dan tuntutan akan kesempurnaan
jaringannya (Togi, 1996)

6.2 GORONG-GORONG
Gorong-gorong adalah saluran tertutup yang biasanya pendek untuk
mengalirkan air melewati jalan raya, jalan kereta api, atau timbunan lainnya.
Gorong-gorong biasanya dibuat dari beton, aluminium gelombang, baja gelombang,
dan kadang-kadang plastik gelombang. Bentuk penampang melintangnya adalah
bulat, persegi, oval, tapal kuda, dan segitiga.

Gambar 6.1 Gorong-gorong

Gorong-gorong direncanakan dengan rumus sebagai berikut (SNI 033424,


1994).

81
x
y
r
D
d

Gambar 6.2 Penampang gorong-gorong

ß = 257,831°
α = 360° - ß = 360° - 257,831° = 102,169°
x = 0,778 r
y = 0,628 r
  
A=   x r + 2(0,5. x. y)
2

 360 
 257,831 
=  x r + 2(0,5. 0,778 r. 0,628 r)
2

 360 
= 2,738 r²
 257,831
P= .2r = .2r = 4,5 r
360 360
A 2,738r 2
R= = = 0,608 r
P 4,5r

6.3 BANGUNAN TERJUN


Bangunan terjun dibangun untuk mengatasi kemiringan medan yang terlalu
curam, sementara kemiringan yang dibutuhkan oleh saluran tergolong landai.
Bangunan terjun biasanya dibangun pada daerah yang kondisi topografinya memiliki
kelerengan yang curam.

82
Gambar 6.3 Bangunan terjun

Ada empat bagian dalam bangunan terjun yang dijelaskan sebagai berikut:
a. Bagian pengontrol
Bagian ini berada di hulu sebelum terjunan, berfungsi untuk mencegah
penurunan muka air yang berlebihan. Bagian ini terletak sebelah hulu (sebelum
terjunan), dengan adanya bagian pengontrol ini, maka penurunan muka air yang
berlebihan bisa dicegah. Ada dua alternatif mekanisme untuk mengendalikan
muka air di bagian hulu, yaitu dengan memperkecil luas penampang basah atau
memasang ambang (sill) dengan permukaan hulu miring. Untuk saluran yang
kandungan sedimennya tinggi disarankan tidak memasang ambang (sill), karena
akan mempercepat sedimentasi di saluran bagian hulu.
b. Bagian pembawa
Fungsinya adalah penghubung antara elevesi bagian atas dengan bagian bawah.
Bagian ini berupa terjunan dengan bentuk terjunan tegak (vertikal atau terjunan
miring). Jika beda tinggi (tinggi terjunan) lebih dari 1,5 m, maka bagian
pembawa berupa terjunan miring, jika beda tinggi (tinggi terjunan) kurang dari
1,5 m maka dipakai bangunan terjun tegak (vertikal).
c. Peredam energi
Fungsinya adalah untuk mengurangi energi yang dikandung oleh aliran sesudah
mengalami terjunan sehingga tidak berpotensi merusak konstruksi bangunan
terjun. Tipe peredam energi yang akan dipilih tergantung dari bilangan Froude
yang terjadi di dalam aliran.

83
d. Perlindungan dasar bagian hilir
Fungsinya adalah untuk melindungi dasar dan dinding saluran dari gerusan air
sesudah mengalami terjunan. Segera sesudah aliran mengalami terjunan,
kecepatan aliran tergolong masih tinggi meskipun sudah dipasang bangunan
peredam energi, sehingga masih diperlukan perlindungan dasar saluran yang
biasanya berupa pasangan bronjong (gabion) untuk menghindari gerusan pada
dasar saluran atau pada dinding saluran. (KP04, DPU)

6.4 SUMUR RESAPAN


Konsep dasar sumur resapan pada hakekatnya adalah memberi kesempatan
dan jalan pada air hujan yang jatuh di atap atau lahan yang kedap air untuk meresap
ke dalam tanah dengan jalan menampung air tersebut pada suatu sistem resapan.
Berbeda dengan cara konvensional dimana air hujan dibuang/dialirkan ke sungai
diteruskan ke laut, dengan cara seperti ini dapat mengalirkan air hujan ke dalam
sumur-sumur resapan yang dibuat di halaman rumah. Sumur resapan ini merupakan
sumur kosong dengan kapasitas tampungan yang cukup besar sebelum air meresap
ke dalam tanah. Dengan adanya tampungan, maka air hujan mempunyai cukup waktu
untuk meresap ke dalam tanah, sehingga pengisian tanah menjadi optimal.
Konstruksi ini mendukung prinsip drainase berwawasan lingkungan (Gambar 6.3).

Gambar 6.4 Sistem drainase yang berwawasan lingkungan

84
Dimensi sumur yang diperlukan untuk suatu lahan atau kapling sangat
bergantung dari beberapa faktor sebagaimana yang dijelaskan berikut ini.
- Luas permukaan penutupan atau lahan yang airnya akan ditampung dalam sumur
resapan, meliputi luas atap, lapangan parkir, dan perkerasan-perkerasan lain.
- Karakteristik hujan yang meliputi intensitas hujan, lama hujan, dan selang waktu
hujan. Secara umum dapat dikatakan bahwa makin tinggi hujan, makin lama
berlangsungnya hujan memerlukan volume sumur resapan yang makin besar.
Sementara selang waktu hujan yang besar dapat mengurangi volume sumur yang
diperlukan.
- Koefisien permeabilitas tanah, yaitu kemampuan tanah dalam melewatkan air per
satuan waktu. Tanah berpasir mempunyai koefisien permeabilitas lebih tinggi
dibandingkan tanah berlempung.
- Tinggi muka air tanah. Pada kondisi muka air tanah yang dalam, sumur resapan
perlu dibuat secara besar-besaran karena tanah benar-benar memerlukan pengisian
air melalui sumur-sumur resapan. Sebaliknnya pada lahan yang muka airnya
dangkal, pembuatan sumur resapan kurang efektif, terutama pada daerah pasang
surut atau daerah rawa dimana air tanahnya sangat dangkal.

Secara teoritis, volume dan efisiensi sumur resapan dapat dihitung berdasarkan
keseimbangan air yang masuk ke dalam sumur dan air yang meresap ke dalam tanah
(Sunjoto, 1988) dan dapat dituliskan sebagai berikut:

H
Q
FK

1  e FKT / r
2

Di mana:
H = tinggi muka air dalam sumur (m)
F = faktor geomterik (m)
Q = debit air masuk
T = waktu pengaliran (detik)
K = koefisien permeabilitas tanah (m/dt)
R = jari-jari sumur (m)
Faktor geometrik tergantung pada berbagai keadaan sebagaimana dapat dilihat pada
gambar dan secara umum dapat dinyatakan dalam persamaan:

85
Q0 = F ∙ K ∙ H
Kedalaman efektif sumur resapan dihitung dari tinggi muka air tanah apabila dasar
sumur berada di bawah muka air tanah tersebut, dan diukur dari dasar sumur bila
muka air tanah berada di bawah dasar sumur. Sebaiknya dasar sumur berada pada
lapisan tanah dengan permeabilitas tinggi.

Gambar 6.5 Debit resapan pada sumur dengan berbagai kondisi (Bouilliot, 1976
dalam Sunjoto, 1988)

Pada dasarnya sumur resapan dapat dibuat dari berbagai macam bahan yang
tersedia di lokasi. Yang perlu diperhatikan bahwa untuk keamanan, sumur resapan
perlu dilengkapi dengan dinding. Bahan-bahan yang diperlukan untuk sumur resapan
meliputi:

86
- saluran pemasukan/pengeluaran dapat menggunakan pipa besi, pipa paralon, buis
beton, pipa tanah liat, atau dari pasangan batu.
- dinding sumur dapan menggunakan anyaman bambu, drum bekas, tangki
fiberglass, pasangan batu bata, atau buis beton.
- dalam sumur dan sela-sela antara galian tanah dan dinding tempat air meresap
dapat diisi dengan ijuk atau kerikil.

Gambar 6.6 Contoh konstruksi sumur resapan

Sekalipun sumur resapan banyak mendatangkan manfaat, namun


pembuatannya harus memperhatikan syarat-syarat yang diperlukan untuk
mendapatkan hasil yang optimal. Secara umu persayaratannya adalah:
- sumur resapan air hujan dibuat pada lahan yang lolos air dan tahan longsor
- sumur resapan air hujan harus bebas kontaminasi/pencemaran limbah
- air yang masuk sumur resapan adalah air hujan
- untuk daerah sanitasi lingkungan buruk, sumur resapan air hujan hanya
menampung dari atap dan disalurkan melalui talang
- mempertimbangkan aspek hidrogeologi, geologi, dan hidrologi.

Pada pembuatan sumur resapan, sebelumnya perlu diukur terlebih dahulu kedalaman
air tanah ke permukaan tanah dari sumur di sekitarnya pada musim hujan.

87
Permeabilitas tanah yang dapat memungkinkan untuk dibangunnya sumur resapan
adalah:
- Permeabilitas tanah sedang (geluh/lanau, 2,0 – 6,5 cm/jam)
- Permeabilitas tanah agak cepat (pasir halus, 6,5 – 12,5 cm/jam)
- Permeabilitas tanah cepat (pasir kasar, lebih besar 12,5 cm/jam)

Untuk memberikan hasil yang baik, serta tidak menimbulkan dampak negatif,
penempatan sumur resapan harus memperhatikan kondisi lingkungan setempat.
Penempatan sumur resapan harus memperhatikan letak septik tank, sumur air minum,
posisi rumah dan jalan umum. Jarak minimum sumur resapan dengan bangunan
lainnya adalah sebagai berikut.

Tabel 6.1 Jarak sumur resapan


No Bangunan/obyek yang ada Jarak minimal dg sumur resapan (m)
1 Bangunan/rumah 3,0
2 Batas pemilikan lahan/kapling 1,5
3 Sumur untuk air minum 10,0
4 Septik tank 10,0
5 Aliran air (sungai) 30,0
6 Pipa air minum 3,0
7 Jalan umum 1,5
8 Pohon besar 3
Sumber: Cotteral and Norris, 1996 dalam Kusnaedi, 2003

88
Gambar 6.7 Tata letak sumur resapan untuk resapan air hujan rumah tinggal

6.5 CURB/GUTTER INLET


Pada drainase jalan raya di dalam kota, untuk mengalirkan air dari jalan raya
akibat hujan, ke dalam saluran dibutuhkan inlet. Inlet tegak umumnya berbentuk
pesegi. Bangunan inlet tegak ditempatkan pada jarak-jarak tertentu di sepanjang tepi
jalan (kerb) atau pada pertemuan kerb di perempatan jalan. Perlu diperhatikan bahwa
tinggi jagaan minimal harus dipetahankan sehingga air di dalam saluran tidak keluar
lagi ke permukaan tepi jalan melewati inlet tegak tersebut.
Inlet hasil produksi pabrik umumnya mempunyai nilai efisiensi. Pada
perencanaan dimensi inlet, terlebih dahulu dianalisis luas lubang berdasarkan debit
inlet rencana. Dari luas lubang tersebut akan didapatkan luas inlet yang relatif selalu
lebih luas dari luas lubang. Luas lubang besar sama dengan luas lubang ditambah
dengan luas tebal kisi-kisi inlet. Jarak antar dari inlet biasanya direncanakan sekitar
10 m sampai 30 m (Hasmar, 2002)

89
Gambar 6.8 Potongan tegak inlet tegak drainase jalan raya

Gambar 6.9 Potongan tegak inlet datar drainase jalan raya

Dalam gorong-gorong diperlukan suatu pengontrol dengan maksud melindungi


tanggul dari bahaya erosi dan memperbaiki karakteristik hidrolis gorong-gorong.
Berdasarkan lokasi, dikenal ada dua macam pengontrol yang dapat digunakan pada
gorong-gorong, yaitu pengontrol di depan (inlet) dan di belakang (outlet). Kontrol di
depan (pemasukan) terjadi jika kapasitas gorong-gorong lebih besar daripada
kapasitas pemasukan (inlet). Pada kondisi ini aliran kritis terjadi pada pemasukan
dan aliran superkritis terjadi di dalam gorong-gorong. Kontrol di belakang (outlet)
terjadi jika kapasitas gorong-gorong lebih kecil daripada kapasitas pemasukan.

90
Dalam kondisi ini, dapat terjadi aliran subkritis ataupun tertekan di dalam gorong-
gorong (Suripin, 2003).
Beberapa jenis struktur inlet gorong-gorong adalah sebagai berikut.
- Dinding ujung lurus digunakan pada gorong-gorong kecil dengan kemiringan
datar, dan sumbu saluran/sungai berimpit dengan sumbu gorong-gorong.
- Dinding ujung berbentuk “L” digunakan apabila ada perubahan mendadak dari
arah aliran sungai.
- Dinding ujung bentuk “U” adalah bentuk yang paling tidak efisien secara
hidraulis. Satu-satunya keuntungan adalah biaya pembuatannya murah.
- Pada saluran dengan debit yang besar, harus ada pelebaran dinding sayap. Sudut
pelebaran harus dihitung dari sumbu aliran yang masuk. Bukan dari sumbu
gorong-gorong.Untuk lubang masuk, sudut pelebaran tidak menjadi masalah. Jika
memungkinkan dinding sayap dapat dilengkungkan dengan bentuk transisi yang
mulus.
Tujuan outlet gorong-gorong ialah melindungi lereng bagian hilir dan tanggul
atau urugan terhadap erosi dan mencegah longsoran di bawah tabung gorong-gorong.
Apabila debit kecil atau apabila saluran di hilir gorong-gorong tahan erosi, maka
dinding ujung yang lurus atau bentuk “U” sudah cukup. Apabila kecepatan aliran
lebih besar, mungkin akan ada gerusan samping di tanggul atau dinding saluran
akibat pusaran-pusaran di ujung dinding, terutama apabila gorong-gorong lebih
sempit dari saluran hilir. Untuk kecepatan sedang, pelebaran dinding sayap di outlet
akan bermanfaat, tapi sudut pelebaran jangan terlalau besar, sehingga aliran yang
keluar dari gorong-gorong masih tetap dapat menempel pada dinding-dinding
transisi. Apabila kecepatan aliran yang keluar dari gorong-gorong sangat tinggi,
maka diperlukan sarana peredam energi.

91
SOAL BAB VI

1. Jelaskan pengertian drainase berwawasan lingkungan dan sebutkan fasilitas-


fasilitas drainase yang mendukung sistem drainase yang berwawasan lingkungan.
2. Sebutkan bagian-bagian sistem drainase lengkap dengan bangunan-bangunannya.
Uraikan pula dengan singkat fungsi masing-masing bangunan tersebut.
3. Sebuah gutter inlet memiliki lebar B = 0.25 m dari kisi-kisi baja dengan tebal kisi
5 mm. Rencanakan dimensinya jika kemiringan jalan arah memanjang S1 = 0.16
% , kemiringan arah melintang So = 2 %.

0,12
m

0,3 m

0,2 m

92
DAFTAR PUSTAKA

Anggrahini. 1997. Hidrolika Saluran Terbuka, Surabaya: Citra Media


Anonim. 1986. Standar Perencanaan Irigasi Bagian Saluran KP-03 1986, Bandung:
Depertemen Pekerjaan Umum.
Anonim. 1986. Standar Perencanaan Irigasi Bagian Bangunan KP-04 1986,
Bandung: Depertemen Pekerjaan Umum.
Anonim. 1994. SNI 03 – 3424 – 1994, Jakarta: Depertemen Pekerjaan Umum.
Anonim. 2006. Perencanaan Saluran, www. PU.go.id
Anonim. 1994. Pedoman Perencanaan Hidrologi dan Hidrulik Untuk Bangunan di
Sungai,Jakarta: Depertemen Pekerjaan Umum.
Chow, Ven Te. 1997 Open Channel Hydraulics. terjemahan E.V Nensi Rosalina.
Jakarta: Erlangga.
Hartono, Tony. 1996. Program Analisa dan Perencanaan Dimensi Saluran.
Hasmar, Hali,. 2002. Drainase Perkotaan. Jakarta, DPU.
Kusnaedi. 2003. Sumur resapan untuk pemukiman perkotaan dan pedesaan. Jakarta:
Penebar Swadaya.
Loebis, Joesron. 1992. Banjir Rencana Untuk Bangunan Air. Jakarta: Yayasan
Badan Penerbit Pekerjaan Umum.
Soemarto, C.D. 1987. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.
Soemarwoto. 1987. Analisa Mengenai Dampak Lingkungan. 1999. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Soeparman, dan Suparmin. 2001. Pembuangan Tinja dan Limbah Cair. Jakarta:
ECG.
Subarkah, Imam. 1980. Hidrologi Untuk Perencanaan Bangunan Air. Bandung: Idea
Dharma.
Sunjoto, S. 1988. Optimasi Sumur Resapan Sebagai Salah Satu Pencegahan Intrusi
Air Laut. Yogyakarta: Prosiding Seminar PAU-IT-UG.
Sumarto. 1987. Hidrologi Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.
Suripin. 2003. Sistem Drainase Perkotaan yang Berkelanjutan, Yogyakarta: Andi
Press.
Togi. 1996. Bahan Penataran Teknik Sipil tentang Drainase Perkotaan. Jakarta:
Penerbit Universitas Gunadarma.

93
DAFTAR TABEL DAN GAMBAR
Gambar 1.1 Saluran drainase alamiah .......................................................................... 3
Gambar 1.2 Saluran drainase buatan ............................................................................ 3
Gambar 1.3 Drainase Single Purpose........................................................................... 4
Gambar 1.4 Drainase Multi Purpose ............................................................................ 5
Gambar 1.5 Saluran terbuka berbentuk trapesium ....................................................... 6
Gambar 1.6 Saluran tidak terbuka berpenampang trapesium dan lingkaran ............... 6
Gambar 1.7 Peta rencana pola ruang dan daratan DKI Jakarta (Sumber: Pemprov
DKI Jakarta) ................................................................................................................. 8
Gambar 1.8 Sistem drainase perkotaan (Sumber: Pemprov Jateng) ............................ 9
Gambar 1.9 Profil memanjang sungai Ciliwung dan daur hidrologinya ................... 10
Gambar 1.10 Pengembangan DAS yang tidak terkendali dan menyebabkan banjir . 12
Gambar 2.1 Pola jaringan drainase alamiah ............................................................... 21
Gambar 2.2 Pola jaringan drainase buatan ................................................................. 21
Gambar 2.3 Contoh penyusunan tata letak saluran drainase...................................... 23
Gambar 2.5 Detail peta jaringan drainase .................................................................. 24
Gambar 3.1 Siklus hidrologi ...................................................................................... 28
Gambar 3.2 Data hujan harian dari satu stasiun dalam setahun ................................. 30
Gambar 3.3 Batas DAS (Sumber: http://www.raritanbasin.org/education.html) ...... 31
Gambar 3.4 Batas DAS Brantas (Sumber: http://forumdas-brantas.blogspot.com/) . 31
Tabel 3.1 Data hujan .................................................................................................. 32
Tabel 3.2 Perhitungan konsistensi ............................................................................. 32
Gambar 3.5 Grafik uji konsistensi sebelum koreksi .................................................. 33
Gambar 3.6 Grafik uji konsistensi sesudah koreksi ................................................... 34
Gambar 3.7 Poligon Thiessen .................................................................................... 35
Tabel 3.3 Kala ulang berdasarkan jenis bangunan/saluran ........................................ 36
Tabel 3.4 Kala ulang berdasarkan tipologi kota......................................................... 37
Tabel 3.5 Syarat penentuan distribusi ........................................................................ 38
Tabel 3.6 Reduced Mean (Yn) ................................................................................... 39
Tabel 3.7 Reduce Standard Deviation (Sn) ................................................................ 39
Tabel 3.8 Data perhitungan curah hujan rancangan ................................................... 40
Tabel 3.9 Nilai faktor frekuensi (KT) ........................................................................ 41
Tabel 3.10 Nilai G untuk Distribusi Log Pearson Tipe 3 .......................................... 42
Tabel 3.11 Data perhitungan curah hujan rancangan metode Log Pearson 3 ............ 43
Gambar 3.8 Kertas Distribusi Gumbel ....................................................................... 44

94
vii
Gambar 3.9 Kertas Distribusi Log Pearson................................................................ 45
Tabel 3.12 Nilai kritis Uji Smirnov-Kolmogorof ...................................................... 46
Tabel 3.13 Nilai kritis Uji Chi-Square ....................................................................... 47
Gambar 3.10 Waktu konsentrasi proses limpasan ..................................................... 47
Tabel 3.14 Nilai koefisien kekasaran Manning untuk dataran banjir ........................ 49
Tabel 3.15 Perkiraan kecepatan rata-rata di dalam saluran alami .............................. 49
Gambar 3.11 Detail jaringan drainase untuk perhitungan intensitas hujan ............... 51
Gambar 3.12 Kurfa IDFC .......................................................................................... 52
Tabel 3.16 Koefisien pengaliran ................................................................................ 54
Tabel 4.1 Pembuangan limbah cair rata-rata per orang setiap hari ............................ 59
Tabel 5.1 Kapasitas saluran........................................................................................ 62
Gambar 5.1 Penampang melintang saluran terbuka, tidak terbuka, dan tertutup ...... 63
Gambar 5.2 Bentuk-bentuk penampang melintang saluran ....................................... 64
Tabel 5.2 Bentuk-bentuk dasar penampang saluran, fungsi, dan lokasinya .............. 65
Gambar 5.3 Bentuk pasangan saluran ........................................................................ 66
Gambar 5.4 Penampang Persegi Panjang .................................................................. 67
Gambar 5.5 Penampang trapesium ............................................................................ 68
Tabel 5.3 Nilai koefisien kekasaran Manning untuk saluran ..................................... 68
Tabel 5.4 Bahan Saluran Drainase ............................................................................. 69
Tabel 5.5 Tinggi jagaan.............................................................................................. 71
Gambar 5.6 Lay out jaringan drainase untuk perencanaan dimensi .......................... 73
Gambar 5.7 Potongan memanjang saluran drainase .................................................. 76
Gambar 5.8 Potongan melintang saluran drainase ..................................................... 77
Gambar 6.1 Gorong-gorong ....................................................................................... 81
Gambar 6.2 Penampang gorong-gorong .................................................................... 82
Gambar 6.3 Bangunan terjun ..................................................................................... 83
Gambar 6.4 Sistem drainase yang berwawasan lingkungan ...................................... 84
Gambar 6.5 Debit resapan pada sumur dengan berbagai kondisi (Bouilliot, 1976
dalam Sunjoto, 1988) ................................................................................................. 86
Gambar 6.6 Contoh konstruksi sumur resapan .......................................................... 87
Tabel 6.1 Jarak sumur resapan ................................................................................... 88
Gambar 6.7 Tata letak sumur resapan untuk resapan air hujan rumah tinggal .......... 89
Gambar 6.8 Potongan tegak inlet tegak drainase jalan raya ...................................... 90
Gambar 6.9 Potongan tegak inlet datar drainase jalan raya ....................................... 90

95
viii

Anda mungkin juga menyukai