Anda di halaman 1dari 75

TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN DI MEDIA SOSIAL

(Analisis Putusan PN Jakarta Selatan No. 820/Pid.Sus/2017/PN Jkt-Sel)

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat


Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh :
Jalu Aji Pamungkas
NIM : 1111045100011

PROGRAM STUDI HUKUM PIDANA

ISLAM FAKULTAS SYARIAH DAN

HUKUM

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H / 2018 M
‫بسم هلال الرحمن الرحيم‬

PENGANTAR

KATA

Puji syukur saya haturkan kepada Allah SWT yang telah menciptakan
manusia dengan kesempurnaan sehingga dengan izin dan berkah-Nya penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan penuh rasa tanggung jawab kepada Allah
man yang terang benderang saat ini. Dan tak lupa juga kepada keluarga, para sahabat serta para pengikutnya yang mengam
l maupun spiritual sehingga skripsi ini dapat terselesaikan sesuai dengan yang diharapkan. Dukungan mereka sangatlah ber

member motivasi untuk penulis.


2. Dr. H. M. Nurul Irfan M.Ag., selaku Ketua Program Studi Hukum
Pidana Islam dan Nur Rohim Yunus, LL.M, Selaku Sekertaris Prodi
yang telah membantu penuh segala hal yang bekenaan dengan
perkuliahan hingga motivasinya sehingga penulis dapat menyelesaikan
studi strata I dengan sebaik-baiknya.
3. Qosim Arsyadani, MA selaku dosen pembimbing akademik, yang telah
memberikan arahan dalam proses pembuatan proposal skripsi ini
hingga skripsi ini dapat diseminarkan dengan baik.
4. Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung., S.H. M.H dan M. Ishar Helmi,
S.Hi, MH, CLA selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan banyak bimbingan, petunjuk, arahan dan nasehat yang
berguna bagi penulis selama proses penulisan skripsi ini hingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik-baiknya dan tepat pada
waktunya.
5. Segenap Dosen Fakultas Syariah dan Hukum yang telah dengan Ikhlas
ahan ini selama 7 tahun lamanya.
pa yang selalu mendoakan penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan studi Strata I ini dengan sebaik-baiknya. Tak lupa j
n Cimanggis) yang telah memberikan semangat, motivasi dan Pengalaman hebat untuk penulis selama penulis kenal.

Ahmad Rosyadi, Afrizal Fathoni, Abunidal Alkahfi, Sam’ul Anam,


Abie Maharullah, dan M. Azka Fahri yang selalu rame dan selalu solid,
selalu memberikan motivasi, arahan, pengalaman baik, dan selalu ada
dikala suka maupun duka selama 7 Tahun terakhir penulis kenal hingga
terbitlah skripsi ini.
9. Sahabat-Sahabat dan musuh dilapangan penulis, sekaligus keluarga
terbaik dalam dunia bulutangkis Indonesia Ibu Sudarmanto, Septiahadi
Pratama, Radhi Nurzain, Rifqi Fajrin, Bayu Putra, Febby, Farrah, Made
Astra dan keluarga besar PB SBC yang selalu sengit jika bersaing
dilapangan, selalu menghibur penonton pecinta bulutangkis Indonesia.
10. Untuk Satrio Ngudiharjo, Halim sidqi, Syakir Al-kaff, Sahabat-sahabat
gila, rame dan ngga bisa diem untuk segala hal. terimakasih kalian
selalu ada untuk penulis dalam semua kondisi hingga skripsi ini bisa
jadi untuk saat ini.
11. Teman-teman seperjuangan Hukum Pidana Islam 2011, Ahmad

nghianati hasil yang akan diperoleh kelak. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat untuk penulis khususnya dan juga untuk p

Jakarta, 4 Juli 2018

Penulis
ABSTRAK

Jalu Aji Pamungkas, NIM 1111045100011, “TINDAK PIDANA


UJARAN KEBENCIAN DI MEDIA SOSIAL (Analisi Putusan PN Jakarta
Selatan No. 820/Pid.Sus/2017/PN Jkt-Sel)”. Program Studi Hukum Pidana Islam,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayataullah
Jakarta, 1439 H/2018 M.

Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui pemidanaan terhadap tindak pidana


ujaran kebencian di media sosial. Karena pada saat ini belum banyak masyarakat
yang tahu mengenai bagaimana sanksi yang diterapkan untuk para pelaku tindak
pidana ujaran kebencian di media sosial dan bagaimana pandangan dari hukum
pidana islam mengenai tindak pidana penghinaan (hate speech) ini. Pada skripsi
penulis memberikan gambaran mengenai penghinaan atau ujaran kebencian di
media sosial. Pada penelitian ini penulis menganalisis putusan pengadilan negeri
Jakarta Selatan Nomor 820/Pid.Sus/2017/PN.Jkt.Sel, atas nama Muhammad
Tamim Pardede atas kasus pelaku tindak pidana ujaran kebencian dimedia sosial.

Penelitian ini dilakukan melalui studi kepustakaan (library research).


Studi kepustakaan ini dilakukan dengan menelusuri berbagai literature, baik
berupa Undang-Undang, buku-buku ilmiah, artikel, website, serta putusan yang
terkait dengan topik tema penelitian ini.

Hasil dari penelitian menjelaskan bahwa pertimbangan hakim terhadap


terdakwa kurang tepat, sebab hakim hanya mempertimbangkan dari segi
perbuatannya saja tanpa melihat dampak luas dari perbuatan pelaku. sedangkan
pada tinjauan hukum Islam hakim sudah tepat karena termasuk dalam hukuman
jarimah takzir yang besar kecilnya hukuman tergantung pada pandangan hakim.

Kata Kunci : Sanksi Pidana, Ujaran Kebencian, Penghinaan (hate speech)

Pembimbing : Prof. Dr. H. A. Salman Maggalatung., S.H. M.H.

M. Ishar Hilmi, S.Hi, M.H.


DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
PENGESAHAN PEMBIMBING............................................................................ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI.........................................................iii
LEMBAR PERNYATAAN....................................................................................iv
KATA PENGANTARv
ABSTRAKviii
DAFTAR ISIix
BAB IPENDAHULUAN

A Latar Belakang Masalah …………………………………… 1


B Identifikasi Masalah ……………………………………….. 5
C Batasan dan Rumusan Masalah ……………………………. 6
D Tujuan dan Manfaat Masalah ……………………………… 6
E Tinjauan Review Kajian Terdahulu ……………………….. 7
F Kerangka Teori & Konseptual ……………………………. 8
G Metode Penelitian ………………………………………….. 15
H Sistematika Penulisan ……………………………………… 17

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA PENGHINAAN


(HATE SPEECH)

A Tindak Pidana …………………..…………………..……… 18


1. Pengertian Tindak Pidana ………………………………. 19
2. Unsur-Unsur Tindak Pidana …………………………… 21
3. Jenis-Jenis Tindak Pidana ……………………………… 23
B Teori Pemidanaan …………………..……………………... 26
C Tindak Pidana Penghinaan …………………..……………… 28
D Ujaran Kebencian (Hate Speech)................................................29

BAB III TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN DALAM SOSIAL MEDIA

A Ujaran Kebencian Sebagai Perbuatan Melawan Hukum.............34


B Ujaran Kebencian dalam Perspektif Hukum Positif39
C Ujaran Kebencian dalam Perspektif Hukum Pidana Islam ….43

BAB IV ANALISIS PUTUSAN HAKIM PENGADILAN NEGERI JAKARTA


SELATAN (NO: No : 820/Pid.Sus/2017/PN Jkt Sel)

A Kedudukan Hukum……….……………………………..….. 46
B Pertimbangan Hakim dan Putusan Hakim Pengadilan Negeri 52
Jakarta Selatan No. 820/Pid.Sus/2017/PN.Jkt-sel
C Tinjauan Hukum Positif Terhadap Putusan No. 56
820/Pid.Sus/2017/PN.Jkt-sel
D Tinjauan Hukum Pidana Islam Terhadap Putusan No. 58
820/Pid.Sus/2017/PN.Jkt-Sel

BAB VPENUTUP

A Kesimpulan..................................................................................59
B Saran-saran..................................................................................60

DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………......

LAMPIRAN-LAMPIRAN …………………………………………………..
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Masalah ujaran kebencian atau hate speech dan sara merupakan
masalah lama yang tidak dapat ditanggulangi oleh ketentuan-ketentuan yang
terdapat dalam kitab undang undang hukum pidana yang di singkat KUHP
h Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP).1
ual, kewarganegaraan, agama dan lain-lain. Dalam arti hukum Ujaran Kebencian (Hate Speech) adalah perkataan, perilaku, t

Kebanyakan dari situs ini menggunakan Forum Internet dan Berita untuk
mempertegas suatu sudut pandang tertentu.2
Hampir semua Negara diseluruh Dunia mempunyai undang-undang
yang mengatur tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech), di Indonesia Pasal-
Pasal yang mengatur tindakan tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech)
terhadap seseorang, kelompok ataupun lembaga berdasarkan Surat Edaran

1
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia RI, Buku Saku Penanganan Ujaran Kebencian,
(Jakarta: Komnas Ham, 2016), h. 2.
2
Sutan Remy Syahdeini,Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer, (Jakarta, Pustaka
Utama Grafiti, 2009), h 38.

1
2

Kapolri No: SE/06/X/2015 terdapat di dalam Pasal 156, Pasal 157, Pasal 310,
Pasal 311, kemudian Pasal 28 jis.Pasal 45 ayat (2) UU No 11 tahun 2008
tentang informasi & transaksi elektronik dan Pasal 16 UU No 40 Tahun 2008
tentang penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis. Semua tindakan diskriminasi,
kekerasan, penghilangan nyawa dan atau konflik sosial. Selanjutnya dalam Surat
Edaran (SE) pada huruf (h) disebutkan, Ujaran Kebencian (Hate Speech)
sebagaimana dimaksud diatas dapat dilakukan melalui berbagai media. 3
Ruang lingkup kejahatan Ujaran Kebencian (Hate Speech) tergolong
tan, maka tindak pidana terhadap kehormatan lebih tepat. Jika dipandang dari sisi feit/perbuatan maka tindak pidana peng

mudahnya orang memberikan informasi di media sosial juga mempunyai


dampak negatif, yaitu semakin mudahnya seseorang memberikan ujaran
kebencian (hate speech) di media sosial. Fenomena mengenai ujaran
kebencian sudah banyak terjadi di Indonesia. Dari data yang didapatkan pada
tahun 2013 ke 2014 terjadi kenaikan sekitar 53 persen (41 kasus dari 72 kasus

3
Surat Edaran Kapolri NOMOR SE/06/X/2015 tentang (Hate Speech) Ujaran
Kebencian.
4
Leden Merpaung,Tindak Pidana terhadap kehormatan, (Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 1997), h. 9.
UU ITE) dengan angka rata-rata hingga Oktober 2014 pelaporan sebanyak 4
kasus. Diketahui bahwa terdapat 92% dilaporkan dengan defamasi
(pencemaran nama baik) yang sesuai dengan pasal 27 ayat 3 UU ITE,
sedangkan sisanya 5 % mengenai pasal penistaan agama dan 1 % mengenai
pengancaman. Kemudian bila menggunakan media sosial, maka Facebook
menempati urutan pertama media yang menyampaikan ujaran kebencian
sebanyak 49 %.5
Kebebasan berpendapat maupun mengkritik seseorang yang dianggap tidak akan melanggar hukum dan a
Dalam Undang-undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008 T
hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas Informasi dan/atau

dokumen Elektronik dalam suatu komputer dan/atau sistem Elektronik


tertentu milik orang lain”. Ancaman pidana dari pasal 27 ayat (2) Undang-
undang ITE diatur dalam pasal 45 ayat (2) Undang-undang ITE yaitu ;
”pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah).

5
http://ilmuadmnistrasinegara.blogspot.co.id/2016/08/mengungkap-fenomena-hate-
speech-di.html (diakses pada 26 Maret 2018)
Terkaitan dengan ujaran kebencian, perlu kita ketahui bahwa Islam itu
adalalah agama yang rahmatan lil „alamin, selalu menebar pesona rahmat
untuk semua. Ketika muncul ujaran kebencian, maka dari situlah akan terjadi
kekisruhan yang amat dahsyat. Tentu kekisruhan inilah yang tidak pernah kita
inginkan. Kalau kita lihat dalam Alquran, terdapat dalam Surah al-Hujarat
ayat 11 dan dilanjutkan dengan ayat ke-12-nya.
Surah al-Hujarat ayat 11 :
umpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memang
ehkan atau menganggap remeh orang lain karena sebab tertentu. Kedua, yang dimaksud adalah menjelek-jelekkan dengan

berbagai hinaan, dll. Ini akan timbul perselisihan, pertikaian yang amat
dahsyat. Makanya dalam Alqur’an dijelaskan, janganlah kalian saling
mencela satu sama lain. Ketiga, yang dimaksud adalah memanggil dengan
gelar yang buruk.

Dalam pandangan Imam Jalaludin, model cacian atau penghinaan itu


dengan menyebut atau memanggil lawan bicara dengan panggilan yang jelek.
Dan memanggil dengan sebutan paling jelek itu adalah “Wahai Fasik”.
Kalau bahasa kita, “Hai, Anjing, Hai, Palongo”. bahasa kita, “Hai, Anjing,
Hai, Palongo”. Ini cacian yang memang luar biasa, yang akan membuat
orang yang dicacinya itu sakit hati.6
Pada kasus ujaran kebencian (hate speech) yang dilakukan melalui
media sosial oleh Muhammad Tamim Pardede dengan memfitnah dan
menghina Presiden Joko Widodo, hakim menjatuhkan sanksi pidana 2 (dua)
tahun penjara dan denda Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan
ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana
kurungan selama 3 (tiga) bulan. Menurut penulis sanksi yang diberikan kurang adil karena melihat apa yan
Berkaitan dengan hal tersebut diatas, penulis tertarik untuk mengeksplorasi lebih jauh menganai Ujaran K
SOSIAL” (Analisis Putusan No : 820/Pid.Sus/2017/PN Jkt Sel)

Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah


Identifikasi Masalah
Berdasarkan apa yang telah diuraikan pada latar be
Tindak Pidana Ujaran Kebencian dimedia sosial.
Kriteria dan penyebab Ujaran Kebencian dimedia

Undang-undang No 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-


undang No 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik.
c. Dampak Ujaran Kebencian dimedia sosial.
d. Tinjauan Hukum Pidana Islam terhadap Ujaran Kebencian.

6
http://www.mui-lebak.org/beranda/index.php/talkshow/159-ujaran-kebencian-
dalam-perspektif-al-qur-an (diakses pada tanggal 19 Februari 2018)
2. Pembatasan Masalah

Permasalahan merupakan salah satu acuan untuk penelitian dan


juga menentukan bahasan selanjutnya sehingga sasaran dapat
tercapai.dapat juga dikatakan secara simpel bahwa “tiada suatu penelitian
tanpa adanya masalah.” Dari banyaknya permasalahan yang ada didalam
tidak pidana pemerkosaan, maka penulis akan membatasi masalah agar
penelitian ini lebih akurat dan terarah sehingga tidak menimbulkan
masalah baru serta pelebaran secara meluas. Oleh karna itu penulis hanya
akan fokus pada problematika terkait Ujaran Kebencian (hate speech).

C. Rumusan Masalah

ari latar belakang dan pembatasan masalah diatas, maka penulis merumuskan permasalahan dalam 2 (dua) pertanyaan yak
pa yang menjadi faktor penyebab timbulnya Ujaran Kebencian di Media Sosial Prespektif Hukum Positif dan Hukum Pidana
agaimana pertimbangan Hakim dalam putusan No.820/Pid.Sus/2017/ PN Jkt Sel tentang Ujaran Kebencian di Media Sosial ?
ujuan dan Manfaat Penelitian
ujuan penelitian

ujuan dalam melakukan penelitian adalah :


ntuk mengetahui faktor dan penyebab Ujaran Kebencian di Media

Sosial Prespektif Hukum Positif dan Hukum Pidana Islam.


b. Untuk mengetahui pertimbangan hakim pada kasus Ujaran Kebencian
dalam putusan No : 820/Pid.Sus/2017/PN Jkt Sel.

2. Manfaat Penelitian
Setiap penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat baik bagi
penulis sendiri maupun bagi masyarakat umum tentunya. Adapun manfaat
yang diharapkan penulis dalam penelitian ini adalah:
a. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengemban ilmu hukum pada
umumnya serta hukum pidana pada khususnya;
b. Menambah referensi dan masukan pada peneliti berikutnya, dan pada
masyarakat yang membutuhkan;
c. Memberikan informasi mengenai Pertimbangan Hukum oleh hakim
terkait perkara Ujaran Kebencian;
d. Hasil penelitian ini dapat dipakai sebagai acuan bagi peneliti-peneliti
lain yang membuat penelitian sejenis.
e. Denganpenelitianinidiharapkandapatmeningkatkandan mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum
bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.

E.Tinjauan Studi (Review) Tedahulu


Dalam penulisan skripsi-skripsi terdahulu terdapat beberapa judul yang hampir mendekati judul ini diantaranya :

No. Identitas Substansi Pembeda


1. Yudha Prawira Fakultas Hukum Dalam skripsi yang
Universitas Lampung berjudul “Upaya
Kepolisian Dalam
Menanggulangi
Kejahatan Ujaran
Kebenncian (hate
speech) berdasarkan
Surat Edaran Kapolri
No.SE/06/X/2015”
menjelaskan mengenai
pembahasan bagaimana
upaya kepolisian
menanggulangi pelaku
tindak pidana Ujaran
Kebencian (hate speech).
2. Adri Yulianto Fakultas Hukum Dalam skripsi yang
Universitas Pasundan berjudul “Tinjauan
Bandung Hukum Terhadap surat
Edaran Kapolri
No.SE/06/X2015
tentang Penanganan
Ujaran Kebencian”
membahas mengenai
pembahasan bagaimana
bentuk-bentuk ujaran
kebencian di Media
Elektronik yang di bahas
di dalam Surat Edaran
Kapolri.

n teoritis, dan landasan ini adalah upaya untuk mengidentifikasi teori hukum umum/khusus, konsep-konsep hukum, azas-az

diperlukan teori yang berupa asumsi, konsep, definisi dana proposisi untuk
menerangkan suatu fenomena sosial secara sistematis dengan cara
merumuskan hubungan antar konsep.8 Penulis menggunakan pendapat ahli
hukum yang menggunakan tentang bagaimana upaya penanggulangan
kejahatan baik pendekatan secara penal dan nonpenal perlu juga didukung

7
Supasti Dharmawan Ni ketut, Metodologi Penelitian Hukum Empiris, (Jakarta, Rineka
Cipta, 2006) h. 6.
8
Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta Rineka Cipta, 2008) h. 8.
tingkat tingkat kesadaran akan hukum. Dibawah ini akan dikemukakan
teorinya sebagai berikut :
a. Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan
Menurut Abdulsyani bahwa sebab-sebab timbulnya kriminalitas
dapat dijumpai dalam berbagai faktor-faktor yang dapat menimbulkan
kriminalitas tertentu, sehingga faktor lain dapat menimbulkan jenis
kriminal:9
Faktor intern.
Faktor intern dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
Faktor intern yang bersifat khusus, yaitu keadaan psikologis diri individu, antara lain sakit jiwa, daya emos
Faktor intern yang bersifat umum, dapat dikatagorikan atas beberapa macam, yaitu umur, jenis kelamin k
hiburan individu.

Faktor Ekstern
Faktor-faktor ini berpokok pangkal pada lingkungan di luar dari diri manusia (ekstern) terut
Faktor Ekonomi
Pada umumnya faktor ekonomi mempunyai hubungan dengan

timbulnya kejahatan. Perkembangan perekonomian di abad


modern, ketika tumbuh persaingan bebas, menghidupkan daya
minat konsumen dengan memasang iklan-iklan dan
sebagainya.
b) Faktor Agama
Norma-norma yang terkandung di dalam agama semua
mengajarkan kebenaran dan kebaikan, dan agama itu senantiasa

9
Abdulsyani, Sosiologi Kriminologi, (Bandung, Remadja Karya, 2005), h. 44.
baik dan membimbing manusia kearah jalan yang diharuskan,
sehingga jika manusia benar-benar mendalami dan mengerti
tentang isi agamanya, maka senantiasa akan menjadi manusia
yang baik pula, tidak akan berbuat hal-hal yang merugikan
orang lain termasuk tindakan kejahatan.
c) Faktor Bacaan
Faktor yang dapat menimbulkan kriminalitas yaitu faktor
n seks, sehingga cenderung dapat memberikan dorongan terhadap perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum dan kejah

ecara tidak langsung tentang kejadian yang dibacanya, sedangkan penonton dapat menganalogikan dirinya pada film yang d

h laku

manusia. Sementara itu, pengertian teory kontrol sosial atau control


theory merujuk kepada permasalahan kejahatan dan kenakalan yang
dikaitkan dengan variabel-variabel yang bersifat sosiologis, antara lain
struktur keluarga, pendidikan dan “peergroups”.
c. Teori Differential Association (asosiasi yang berbeda)
Differential Association (asosiasi yang berbeda) yang berusaha
menjawab mengapa terdapat individu yang menyetujui perbuatan yang
melanggar hukum dalam masyarakat.Tingkah laku kriminal adalah
tingkah laku yang dipelajari (learning process). Menurut teori ini
bahwa tingkah laku kriminal adalah sama dengan tingka laku non-
kriminal yang di peroleh melalui proses belajar.
d. Teori konflik
Untuk memahami pendekatan teori komflik ini, kita perlu secara
singkat melihat tradisional model yang memandang kejahatn dan
peradilan pidana sebagai lahir dari konsesus masyarakat (communal
consensus). Konsensus model anggota-anggota pada umumnya sepakat tentang apa yang benar atau apa
tetapi jika tidak
maka kelompok lain akan mengambil alih “Bahwa proses pebuatan dan

kontrol hukum merupakan cermin lansung dari kelompok-kelompok


kepentingan, semua menjadi hukum secara terpisah untuk keuntungan
mereka mendapat kontrol”. Jadi teori ini dapat dilihat sebagai orientasi
kepada kanyataan kelas-kelas sosial (stratifikasi dalam masyarakat).
Kelompok-kelompok yang mempunyai stratifikasi atas akan bertarung
dengan stratifikasi bawah dalam melindungi kepentingannya.10

10
Kartini Kartono, Patologi Sosial, (Jakarta; Raja Grafindo Persada, 2001), h. 13.
e. Teori Bio-Sosiologis
Teori ini merupakan interaksi atau dikombinasikan dari mazhab
(teori) Biologis-Antropologis dengan mazhab sosiologis.Teori ini
merupakan penyempurnaan dari teori-teori biologinya Lamroso.Teori ini
disempurnakan oleh Enrico Ferry dengan menekankan bahwa
kejahatankarena adanya hubungan yang erat antara faktor fisik,
antropologis dan social.
f. Teori Penanggulangan Kejahatan

n atau upaya-upaya untuk kesejahteraan sosial dan kebijakan atau upaya-upaya untuk perlindungan masyarakat. Kebijakan

Sedangkan menurut Satjipto Rahardjo penanggulangan kejahatan


adalah suatu proses untuk mewujudkan keinginan-keinginan hukum
(yaitu pikiran-pikiran badan pembuat undang-undang yang dirumuskan
dalam peraturan-peraturan hukum) menjadi kenyataan.13

11
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, ( Jakarta, Kencana
Prenada Media Grup, 2008) h. 49.
12
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, h. 77.
13
Satjipto Rahardjo,Masalah Penegakan hukum, (Bandung ,Sinar Baru, 1983) h. 24.
g. Teori Penegakan Hukum
Penegakan hukum merupakan usaha untuk mewujudkan ide-ide
dankonsep-konsep hukum yang diharapakan rakyat menjadi
kenyataan. Penegakan hukum merupakan suatu proses yang
melibatkan banyak hal.14
Menurut Soerjono Soekanto, penegakan hukum adalah kegiatan
menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan didalam kaidah-
kaidah
dipatuhi. Oleh karena itu, memberikan keadilan dalam suatu perkara berarti memutuskan hukum in concreto dalam mempe

maupun yang menerapkan hukum.


3. Sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
4. Masyarakat, yakni dimana hukum tersebut diterapkan.
5. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya cipta dan rasa yang
didasarkan pada manusia di dalam pergaulan hidup.16

14
Dellyana Shant., Konsep Penegakan Hukum. (Yogyakarta: Liberty 1988) h. 32.
15
Dellyana Shant., Konsep Penegakan Hukum. h 33.
16
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, (Jakarta,
Raja Grafindo Persada, 2007), h. 5.
2. Konseptual
Konseptual adalah kerangka yang menggambarkan hubungan
antara konsep-konsep khusus yang merupakan kumpulan dari arti-arti
yang berkaitan dengan istilah yang akan diteliti. 17 Pokok permasalahan
dan pembahasan dalam skripsi ini agar tidak terjadi kesalahpahaman,
maka dibawah ini ada beberapa konsep yang bertujuan menjelaskan
istilah-istilah yang dapat dijadikan pegangan dalam memahami isi skripsi
ini, yaitu sebagai berikut :
a. Penanggulangan Kejahatan adalah Upaya yang dilakukan un
pengulangantindakpidana(residivis).

pen
perlin
kesej

dikatakan, bahwa tujuan akhir atau tujuan utama dari penanggulangan kejahatan ialah ”perlindungan ma
b. Ujaran Kebencian (Hate Speech) Adalah tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau ke
gender, cacat, orientasi seksual, kewarganegaraan, agama dan lain-

lain.

G. Metode Penelitian
Untuk memperoleh data dan penjelasan segala sesuatu
yang berhubungan dengan pokok permasalahan
diperlukan suatu pedoman

17
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta, Raja Grafindo, 2006) h.
132.
18
Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, ( Jakarta, Kencana
Prenada Media Grup, 2008) h. 2.
penelitian yang disebut metode penelitian, yang dimaksud dengan metode
penelitian adalah cara meluluskan sesuatu dengan menggunakan pikiran
secara seksama untuk mencapai suatu tujuan.19

1. Jenis Penelitian
Metode penelitian dibagi menjadi dua, yaitu penelitian kualitatif
dan kuantitatif.20 Penelitian kualitatif berarti tidak membutuhkan populasi
dan sample, penelitian kuantitatif berarti menggunakan populasi dan sample dalam mengumpulkan data.
dengan objek penelitian.

2. P
Pen
tela

gunakan adalah sumber data primer dan sekunder yang mencakup23 :

19
Cholid Narboko dan Abu Achmadi, Penghantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Bumi
Pustaka, 1997), h. 1.
20
Soejono dan Abdurahman, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : PT Rineka Cipta, 1999)
Cet, 1, h. 56.
21
Zainudin Alli, Metode Penelitian Hukum (Jakarta : Sinar Grafika, 2009), h. 98.
22
Johny Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, (Malang : Bayu
Media Publishing, 2007), h. 57.
23
Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Cet. IV, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), h. 12-13.
1) Bahan hukum primer, yaitu Putusan No. 820/Pid.Sus/2017/PN Jkt
Sel, dan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi
dan Transaksi elektronik.
2) Bahan hukum sekunder, yaitu berupa data tambahan yang menjadi
acuan terhadap masalah penelitian ini berupa Kitab Undang-
undang Hukum Pidana (KUHP), Al-Qur’an dan Hadits serta buku-
buku lain yang terkait dengan penelitian penulis.

ary research, dan Putusan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Bahan ini dipergunakan untuk melengkapi data yang penulis p

olahann data yang dilakukan melalui penggunaan bahan-bahan dokumen yang diperlukan, dalam hal ini adalah Putusan No

6. Teknik Analisis Bahan Hukum


Dalam penelitian ini tehnik menganalisa data, penulis
menggunakan metode kualitatif, yaitu suatu tehnik analisis yang bersifat
deskriptif dan cenderung menggunakan landasan teori dimanfaatkan
sebagai pemandu agar fokus penelitian sesuai dengan fakta di lapangan.24

24
Matthew B. Miles, Analisis Data Kualitatif, (Depok: Universitas Indonesia Press, 2007), h.
10.
Dalam hal ini materi pokoknya adalah tindak pidana ujaran kebencian di
media sosial serta pertimbangan hakim dalam menjatuhkan hukuman
pidana terhadap pelaku tidak pidana.
7. Teknik Penulisan
Dalam hal tehnik penulisan, penulisan mengacu pada “Buku
Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta yang diterbitkan oleh FSH
UIN Jakarta Tahun 2017.”

H. Sistematika Penulisan
Untukmemudahkandalampenulisanini,penulismembagi pembahasan dalam lima bab, yaitu :
Bab I ; Merupakan bab pendahuluan yang memuat latar belakang masalah, indentifikasi masalah, pembat
Bab II ; Dalam bab ini peneliti membahas mengenai studi pustaka tentang tindak pidana, teori pemidanaa
Bab III ; Pada bagian ini peneliti menjelaskan tentang Hate Speech sebagai perbuatan melawan hukum pid
Bab IV ; pada bab ini membahas mengenai analisis putusan hakim PN

Jak.Sel Nomor No. 820/Pid.Sus/2017/PN Jkt Sel, menjabarkan


pertimbangan hakim dan analisis dari Hukum Islam dan Hukum
Positif.
Bab V ; Merupakan bab terakhir berupa penutup dari penulisan skripsi ini,
terdiri atas kesimpulan dan saran-saran.
BAB II
TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA
PENGHINAAN (HATE SPEECH)

A. Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana adalah berasal dari istilah yang dikenal dalam
“Sebagian dari suatu kenyataan”,sedangkan “straffbaar”berarti dapat dihukum, sehingga secara harfiah perkataan “strafba

barangsiapa yang melanggar larangan-larangan tersebut).4


b. Profesor Simons, merumuskan bahwa “Een Strafbaar Feit” adalah
handeling (tindak atau perbuatan) yang diancam dengan pidana oleh

1
Chazawi,Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I: Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
Teori-teori Pemidanaan dan Batas-Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta :PT Raja
Grafindo Persada: 2002), Cet ke I, h. 67.
2
WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka,
1999), h. 750.
3
P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 1997) Cet ke III, h. 181.
4
Meljanto, Asas-asas Hukum Pidana ( Jakarta, PT Rineka Cipta, 2002), cet ke VII, h. 2.

18
19

undang-undang, bertentangan dengan hukum (onrechmatig) dilakukan


dengan kesalahan (schuld) oleh seorang yang mampu bertanggung
jawab.5 Kemudia beliau membaginya dalam dua golongan unsur yaitu
unsur-unsur objektif yang berupa tindakan yang dilarang atau
diharuskan, akibat keadaan atau masalah tertentu, dan unsur subjektif
yang berupa kesalahan (schuld) dan kemampuan bertanggung jawab
(teorekenings vatbar) dari petindak.
c. Sedangkan menurut R. Tresna, merumuskan atau memberikan definisi perihal peristiwa (tindak) pidana
Dari pengertian di atas selanjutnya, tresna menyatakan bahwa dalam peristiwa (tindak) pidana itu mempu
Harus ada suatu pebuatan manusia,
Perbuatan itu harus sesuai dengan apa yang dilukiskan di dalam ketentuan hukum,
Harus terbukti adanya “dosa” pada orang yang berbuat, yaitu orangnya harus dipertanggungjawabkan,
Perbuatan itu harus berlawanan dengan hukum,
Terhadap perbuatan itu harus tersedia ancaman hukumannya dalam

Undang-undang.

Kekhususan lain dari istilah pidana termasuk dalam hal bentuk atau
jenis sanksi/hukumannya, dimana sifat nestapa atau penderitaan lebih
menonjol bila dibandingkan dengan bentuk hukuman yang dimiliki
oleh aspek hukum lain. Bahkan para ahli hukum pidana ada yang

5
E.Y. Kanter dan S.R. Sianturi, Asas – Asas Hukum Pidana di Indonesia dan
Penerapannya, (Jakarta, Storia Grafika, 2002) cet ke III, h. 202.
6
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I, h. 72
mengatakan, bahwa hukum pidana merupakan hukum sanksi
istimewa. Dikatakan pula bahwa hukum pidana merupakan sistem
sanksi yang negatif. Yaitu suatu nestapa yang sifatnya
mencelakakan/menderitakan yang sudah tentu membuat si terpidana
menjadi tidak enak. Pidana tidak hanya tidak enak dirasakan pada
waktu dijalani, tetapi sesudah itu orang yang dikenai masih merasakan
akibatnya yang berupa”cap” atau “label” atau “stigma” dari

Dalam unsur-unsur tindal pidana terdaat 2 aliran yaitu aliran monistis dan aliran dualistis. Aliran monistis
bersifat melawan hukum. Untuk unsur kesalah dan adanya pertanggung

jawaban pidana adalah syarat untuk menentukan dapat atau tidaknya


pelaku tindak pidana tersebut dipidana.

KUHP menganut aliran dualistis karena di Indonesia seseorang


dikatakan telah melakukan tindak pidana apabila sudah terpenuhi unsur
adanya perbuatan manusia, melanggar ketentuan Undang-undang dan
bersifat melawan hukum sedangkan untuk menentukan dapat atau
tidaknya pelaku tindak pidana dijatuhi pidana menggunakan unsur
adanya kesalahan dan adanya kemampuan bertanggung jawab.7
Menurut P.A.F. Lamintang menjabarkan dalam unsur-unsur yang
pada dasarnya dapat dibagi menjadi dua, yaitu unsur-unsur subjektif dan
unsur-unsur objektif. Unsur Subjektif adalah unsur-unsur yang melekat
pada diri si pelaku atau yang berhubungan dengan diri si pelaku, dan
termasuk didalamnya yaitu segala sesuatu yang terkandung di dalam
hatinya. Yang termasuk unsur-unsur objektif antara lain:
Kesengajaan atau kelalaian;
Maksud dari suatu percobaan atau poging seperti yang dimaksud Pasal 53 ayat (1) KUHP;
Macam-macam maksud atau oogmerk seperti yang terdapat dalam kejahatan-kejahatan pencurian, penip
Merencanakan terkebih dahuku atau voorbedachte raad seperti terdapat dalam kejahatan pembunuhan m
Perasaan takut atau vress seperti yang antara lain terdapat di dalam rumusan tindak pidana menurut Pasa
Menurut Simons, unsur-unsur tindak pidana (strafbaar feit) adalah
: Perbuatan manusia (positif atau negatif, berbuat atau tidak berbuat atau membiarkan).Diancam dengan

staand) oleh orang yang mampu bertanggung jawab


(toerekeningsvatoaar person). Simons juga menyebutkan adanya unsur
obyektif dan unsur subyektif dari tindak pidana (strafbaar feit).

Unsur-unsur objektif adalah unsur-unsur yang ada hubungannya


dengan keadaan keadaan, yaitu di dalam keadaan dimana tindakan

7
Wirjono Prodjodikoro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung : Refika
Aditama, 2002) hlm 23
tindakan dari si pelaku itu harus dilakukan. Yang termasuk unsur-unsur
objektif antara lain:

1) Sifat melanggar hukum atau wederrechtelijkheid;


2) Kualitas dari si pelaku;
3) Kausalitas, yakni hubungan antara pelaku degan tindakan sebagai
penyebab dengan sesuatu kenyataan sebagai akibat.8

itu lebih ringan dar pada kejahatan. Hal ini dapat diketahui dari ancaman dari ancaman pidana pada pelanggaran tidak ada
telah selesai dengan dilakukannya tindakan yang dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang- undang. Sedangkan

dilarang dan diancam dengan hukuman oleh undang-undang.


c. Menurut bentuk kesalahannya, di bedakan antara tindak pidana
sengaja (doleus delcten) dan tindak pidana kealpaan (culpose
delicten). Tindak pidana sengaja yaitu tindak pidana yang dalam
rumusannya dilakukan dengan kesengajaan atau mengandung unsur
kesengajaan. Sedangkan tindak pidana kealpaan adalah tindak
pidana yang dalam rumusannya mengandung unsur culpha.

8
P.A.F, Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, (Bandung : PT Citra Aditya
Bakti, 1997) Cet ke III, Hlm 193-194
d. Menurut macam perbuatannya, di bedakan antara delicta
comissionis dan delicta omissionis. Delicta comissionis adalah
tindak pidana yang perbuatannya berupa perbuatan aktif (positif).
Perbuatan aktif adalah perbuatan yang untuk mewujudkannya
disyaratkan adanya gerakan dari anggota tubuh orang yang berbuat,
dengan berbuat aktif dengan rang yang melanggar larangan.
Delicta omissionis adalah tindak pidana yang perbuatannya berupa
perbuatan pasif (negatif), diman ada suatu kondisi dan atau keadaan tertentu yang mewajibkan seseorang
Menurut sumbernya, dibedakan antara tindak pidana umum dan tindak pidana khusus. Tindak pidana um
Menurut perlu tidaknya pengaduan dalam hal penututan, dibedakan antara tindak pidana biasa dan tinda
untuk dapat dilakukan penuntutan pidan disyaratkan untuk terlebih

dahulu adanya pengaduan dari yang berhak mengajukan


pengaduan, yakni korban atau yang mewakilinya dalam perkara
perdata (Pasal 71 aya (1) KUHP) atau jika yang terkena kejahatan
meninggal dunia maka pengaduan dilakukan olehorang tuanya,
anaknya atau suaminya (istrinya) (Pasal 73 KUHP) atau orang yang
diberi kuasa khusus untuk pengaduan oleh otag yang berhak.
g. Dari sudut berapa kali perbuatan untuk menjadi suatu larangan,
dibedakan antara tindak pidana tunggal dan tindak pidana
berangkai.Tindak pidana tunggal adalah tindak pidana yang
dirumuskab sedemikian rupa, sehingga untuk dipandang selesainya
tindak pidana dan dapat dipidananya pelaku cukup dilakukan satu
kali perbuatan saja. Tindak pidan berangkai adalah tindak pidana
yang dirumuskan sedemikian rupa, sehingga dipandang selesainya
dan dapat dipidananya pembuat disyaratkab dilakukan secara
berulang-ulang. Misalnya: Pasal 481 ayat (1) KUHP, dimana
perbuatan pembeli, menukar, menerima, gadai, menyimpan ataun menyembunykan barang yang dperole
h. Menurut berat ringannya pidana yang diancamkan, di bedakan antara tindak pidan ringan dan tindak
dtimbulkannya sangat besar sehingga ancaman pidananya berat.9

B.Teori Pemidanaan
Pemidanaan adalah tahap penetapan sanksi atau pemberia
mengatur tentang perbuatan-perbuatan yang di larang o

beserta sanksi pidana yang dapat dijatuhkannya kepada pelaku.10


Menurut Prof. Sudarto bahwa istilah “penghukuman” dapat di
sempitkan artinya, yakni penghukuman dalam perkara pidana, yang kerap kali
bersinonim dengan “pemidanaan” yang biasa disebut sebagai pemberian atau
penjatuhan pidana oleh hakim. Penghukuman dalam arti yang demikian,

9
Chazawi,Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I: Stelsel Pidana, Tindak Pidana,
Teori-teori Pemidanaan dan Batas-Batas Berlakunya Hukum Pidana, (Jakarta :PT Raja
Grafindo Persada: 2002), Cet ke I, hlm 117-133.
10
Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.6.
mempunyai makna sama dengan sentence atau voorwaardelijk veroordeeld
yang sama artinya dengan dihukum bersyarat atau di pidana bersyarat.11
Pemidanaan bisa kita artikan sebagai sanksi dalam pelanggaran hukum,
kata “pidana” pada umumnya diartikan sebagai hukum. Sedangkan
pemidanaan diartikan sebagai penghukuman. Secara tradisional teori-teori
pemidanaan (Dasar-dasar pembenaran dan tujuan pidana) pada umumnya
dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu:
Teori absolut atau teori pembalasan (retributive/vergeldings.)
Teori relatif atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen).12
Teori absolut atau teori pembalasan (retributif/doeltheorieen). Menurut teori ini, setiap kejahatan harus d
Teori relatif atau teori tujuan (utilitarian/doeltheorieen). Menurut teori ini, berprinsip terhadap penjatuha
spesial dan prevensi umum atau general. Dalam prevensi khusus, sesuatu

yang membuat takut ini ditujukan kepada sii penjahat, sedangkan dalam
prevensi umum diusahakan agar para oknum semua juga takut akan
menjalankan kejahatan.15 Kedua prevensi ini, berdasar atas gagasan mulai

11
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, (Bandung: PT
Alumni 2010), Cet IV, h.1.
12
Muladi dan Barda Nawawi Arief, Teori-teori dan Kebijakan Pidana, h.10.
13
Wirjono Prodjodikiro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, (Bandung: PT Refika
Aditama,2008), h.23.
14
Djoko Prakoso, Hukum Panitensier di Indonesia, (Yogyakarta: Liberty, 1998), h. 47.
15
WirjonoProdjodikiro, Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia, h.23.
dengan ancaman akan dipidana dan kemudian dengan dijatuhkannya pidana,
orang akan takut melakukan kejahatan.
Sedangkan secara teoritis, terdapat satu lagi teori pemidanaan, yaitu
teori gabungan (verenigings theorien). Merupakan suatu bentuk kombinasi
dari teori absolut dan relatif, yang berusaha untuk menggabungkan pemikiran
di dalam teori absolut dan relatif. Di samping mengakui bahwa penjatuhan
pidana diadakan untuk membalas perbuatan pelaku, juga dimaksudkan agar
pelaku dapat diperbaiki sehingga bisa kembali kemasyarakat, perbaikan si pelaku (reforming the offender
Menurut Adami Chazawi, “teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua golongan besar, yaitu :18
teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan itu tidak boleh melampaui batas dar
teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas jatuhny
lebih berat dari pada perbuatan yang dilakukan oleh terpidana.

C. Tindak Pidana Penghinaan


Kebebasan berekspresi telah diatur dalam UUD Negara Republik
Indonesia Tahun 1945, khususnya dalam Pasal 28 E dan 28 F, namun
pembatasan terhadap kebebasan ini telah terbangun dalam tradisi

16
Marlina, Hukum Panitensier, (Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 51.
17
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: Sinar Grafika, 2012), h. 191-192.
18
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, (Jakarta: PT. Raja Grafindo, 2010) h.
162-163.
panjang melalui beragam putusan pengadilan dan produk legislasi
khususnya KUHP dan produk legislasi baru yang dihasilkan pasca reformasi
1998. Salah satu pembatasan hak asasi manusia yang penting diketahui
adalah pembatasan yang diperkenalkan dalam Pasal 28 J UUD 1945 yang
kemudian menjadi dasar untuk membatasi kebebasan yang telah diakui dan
dijamin dalam UUD 1945.
KUHP menjelaskan, secara umum Penghinaan diatur dalam Bab
XVI dan dikelompokkan menjadi 7 bagian yakni, menista, fitnah, penghinaan
ringan, penghinaan persangkaan terhadap
palsu, pegawai negeri,pengaduanfitnah,
dalam KUHP juga dan penistaan terhadap orang mati. Selain itu, di
terdapat bentuk-bentuk penghinaan yang lebih khusus

naan (Menista) terhadap Agama.


yang pada dasarnya serupa dengan yang telah ada dalam KUHP, namun juga diatur kembali dalam Undang-undang No.32

memuat ketentuan Penghinaan yang pada dasarnya serupa dengan yang


telah ada dalam KUHP. Khusus untuk pengguna internet, ancaman pidana
yang dirumuskan melalui Pasal 27 Ayat (3) jo Pasal 45 Undang-undang No.
19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-undang No. 11 Tahun 2008
Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) telah menjadi detterent
effect yang ampuh bagi para pengguna internet, karena untuk pertama

19
Widyapramono, Kejahatan di bidang Komputer, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan,
1998), h. 170
kalinya dalam perkara penghinaan seseorang bisa ditahan karena melakukan
tindak pidana penghinaan di internet.20

D. Ujaran Kebencian (Hate Speech)


Arti dari pada Ujaran Kebencian (Hate Speech) sendiri adalah
Tindakan komunikasi yang dilakukan oleh suatu individu atau kelompok
dalam bentuk provokasi, hasutan, ataupun hinaan kepada individu atau
kelompok yang lain dalam hal berbagai aspek seperti ras, warna kulit, gender, cacat, orientasi seksual, ke
KUHP :
Pasal 156 KUHP:
Barangsiapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan terhadap sua

b. Pasal 157 ayat (1) dan (2) KUHP:


(1) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan
tulisan atau lukisan di muka umum, yang isinya mengandung
pernyataan perasaan permusuhan, kebencian atau penghinaan di

20
Lihat Putusan Mahkamah Konstitusi No 16/PUU-IX/2011 hal 28 di http://bit.ly/Hzos5r
diakses pada 17 April 2018.
21
https://hatespeechgroup.wordpress.com/pengertianhatespeech/tgl 17 april 2017,pukul
21.00
22
Sutan Remy Syahdeini, Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer,
(Jakarta, Pustaka Utama Grafiti, 2009), h. 38.
antara atau terhadap golongan-golongan rakyat Indonesia, dengan
maksud supaya isinya diketahui oleh umum, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua tahun enam bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut pada waktu
menjalankan pencariannya dan pada saat itu belum lewat lima
tahun sejak pemidanaannya menjadi tetap karena kejahatan
semacam itu juga, yang bersangkutan dapat dilarang menjalankan
pencarian tersebut.

c. Pasal 310 ayat (1), (2) dan (3) KUHP :


suatu hal, yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum, diancam karena pencemaran dengan pidana penjara pa
di muka umum, maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan ata
entingan umum atau karena terpaksa untuk membela diri.

ktikan apa yang dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan dilakukan bertentangan dengan apa yang dike

Elektronik) :
Pasal 28 ayat (1) dan (2):
(1) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita
bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian
konsumen dalam Transaksi Elektronik.
(2) Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan
informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian
atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu
berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA).
Pasal 45 ayat (2):
Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara
paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

f. Undang-undang No 40 tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi


Ras dan Etnis: Pasal 16:
Setiap Orang yang dengan sengaja menunjukkan kebencian atau
rasa benci kepada orang lain berdasarkan diskriminasi ras dan etnis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf b angka 1, angka 2,
atau angka 3, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima)
tahun dan/atau denda paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima
ratus juta rupiah).

Selama ini, Ujaran Kebencian (Hate Speech) berdampak


pada pelanggaran HAM ringan hingga berat. Selalu awalnya hanya kata-
kata, baik di media sosial, maupun lewat selebaran, tapi efeknya mampu
menggerakan massa hingga memicu konflik dan pertumpahan darah. Oleh
sebab itu maka di perlukan adanya suatu tindakan dari para aparat dan
penegak hukum khususnya Kepolisian untuk mencegah dan melakukan
tindakan preventif maupun represif dalam menangani kasus Ujaran
Kebencian (Hate Speech) ini. Apabila tidak ditangani dengan efektif
efisien dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan akan
berpotensi memunculkan konflik sosial yang meluas, dan berpotensi
menimbulkan tindak diskriminasi, kekerasan dan atau penghilangan
nyawa.23
Didalam Surat Edaran Kapolri NOMOR SE/06/X/2015
tentang Ujaran Kebencian (Hate Speech). Nomor 2 huruf (f) Surat
Edaran Kapolri Nomor SE/06/X/2015 menyebutkan, Ujaran kebencian
dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP,
yang berbentuk antara lain:

23
http://www.suduthukum.com/2016/11/tinjauan-tentang-ujaran-kebencian-hate.html,
diakses pada tanggal 26 Mai 2018 pukul 14.00 WIB
1. Penghinaan;
2. Pencemaran nama baik;
3. Penistaan;
4. Perbuatan tidak menyenangkan
5. Memprovokasi;
6. Menghasut;
7. Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan
kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial.
SE/06/X/2015 disebutkan:
atas, bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat, dalam berb

9. Gender;
10. Kaum difabel;
11. Orientasi seksual.24

Persoalan ujaran kebencian semakin mendapatkan


perhatian masyarakat baik nasional maupun
internasional seiring dengan semakin

24
Surat Edaran (SE) Nomor SE/06/X/2015,http://m.hukmonline-surat-edaran-kapolri
nomor-06-x-2015-html, Diakses pada 1 April 2018 Pukul 13.30 WIB
meningkatnya kepedulian terhadap perlindungan hak asasi manusia
(HAM), karenanya tidak heran jika Kapolri mengeluarkan surat edaran
tersebut. Potensi terbesar dan merupakan sumber terbesar pemicu ujaran
kebencian (hate speech) yaitu melalui media sosial seperti twitter,
facebook, instagram, dan blog-blog independent, yang keberadaanya
merupakan inovasi terbesar pada awal abad 21 ini. Media sosial tidak
hanya sebagai media penghubung dan berbagi, media sosial juga
mampu melakukan sebuah perubahan besar yang sering digunakan dalam bidang politik dan bidang yang
BAB III

TINDAK PIDANA UJARAN KEBENCIAN DI MEDIA SOSIAL

A. Ujaran Kebencian Sebagai Perbuatan Yang Melawan Hukum


Perbuatan melawan hukum cyber sangat tidak mudah diatasi
dengan mengandalkan hukum positif konvensional karena berbicara
mengenai kejahatan, tidak dapat dilepaskan dari lima faktor yang saling kait
mengait, yaitu pelaku kejahatan, modus kejahatan, korban kejahatan, reaksi sosial atas kejahatan dan huk
Adapun aspek-aspek Ujaran kebencian sebagaimana dimaksud, bertujuan untuk menghasut dan menyulu
1.Suku;
Mengusahakan dukungan umum, dengan cara menghasut untuk melakukankekerasan,diskriminasiataupe

terjadinya konflik sosial antar suku.


2. Agama;
Menghina atas dasar agama, berupa hasutan untuk melakukan
kekerasan, diskriminasi atau permusuhan.
3. Aliran keagamaan;

1
Ahmad Ramli, Cyber Law dan HAKI-Dalam System Hukum Indonesia, (Bandung:
Rafika Aditama, 2004), h. 5.
2
Agus Rahardjo, Cybercrime-Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan
Berteknologi, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002), h. 29-30.

33
34

Menganjurkan atau mengusahakan dukungan umum untuk melakukan


penafsiran tentang sesuatu agama yang dianut di Indonesia atau
melakukan kegiatan-kegiatan keagamaan yang menyerupai kegiatan-
kegiatan keagamaan itu, dengan maksud untuk menghasut orang lain
agar melakukan kekerasan, diskriminasi atau permusuhan.
4. Keyakinan/Kepercayaan;
Menyulutkan kebencian atau pernyataan permusuhan kepada
lnya diskriminasi antar masyarakat.

lain karena memperlakukan, pembedaan, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan pada ras yang mengakibatkan pencab

longan karena mempermalukan, pembedaan, pembatasan, atau pemilihan berdasarkan etnis dan golongan.

pembatasanyang
mengurangiatau yang
mempunyaipengaruhatautujuanuntuk
menghapuskan pengakuan, pemanfaatan hak asasi manusia,
didasarkan warna kulit dan jenis kelamin.
8. Kaum difabel;
Menunjukan rasa kebencian kepada kaum difabel, sehingga adanya
pembatasan, hambatan kesulitan atau penghilangan hak kaum difabel.
9. Orientasi Seksual, ekspresi Gender; Menyulitkan kebencian atau rasa
benci kepada orang lain yang memiliki orientasi seksual sehingga
terjadinya diskriminasi terhadapm kaum tersebut.3

3
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Buku Penanganan Ujaran Kebencian (Hate
Speech), (Jakarta, 2015), h. 14.
Adapun Sarana Hate Speech dapat dilakukan melalui berbagai
media atau sarana, yang mengandung unsur- unsur ujaran kebencian,
antara lain :
a. Kampanye, baik berupa orasi maupun tulisan;
Menyatakan pikiran di depan umum, baik melalui tulisan atau
lisan, dengan menghasut orang untuk melakukan kekerasan,
diskriminasi atau permusuhan.
Spanduk atau banner;
Mempertunjukkan atau menempelkan tulisan yang disertai dengan gambar dan memuatinformasi di muk
Jejaring media sosial;
Ujaran kebencian yang dilakukan melalui media massa cetak atau elektronik, yaitu :
Mendistribusikan atau mentrasmisikan dan membuat dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokume
Menyebarkan berita bohong untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu atau kelompo
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan

antar golongan.
d. Penyampaian pendapat di muka umum
Menyatakan pikiran di depan umum, dengan menghasut orang
untuk melakukan kekerasan, diskriminasi atau permusuhan.
e. Ceramah keagamaaan;
Ceramah yang menghasut agar memusuhi, mendiskriminasi
atau melakukan kekerasaan atas dasar agama dengan
menyalahgunakan isi kitab suci.
f. Media massa cetak atau elektronik;
Mendistribusikan atau mentrasmisikan dan membuat
dapat diaksesnya informasi elektronik atau dokumen
elektronik yang memiliki muatan pernyataan permusuhan,
kebencian atau penghinaan.
g. Pamflet;
Menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan tulisan

sanksi yang dikenakan oleh hukum. dalam keadaan tertentu mereka mempertahankan, bahwa tidak patuh pada hukum ber

sarana untuk melakukan permusuhan, kebencian dan penghinaan kepada


pihak lain, sebagaimana diatur dalam pasal 162 dan 163. Sosial media
yang menyiarkan permusuhan, kebencian dan penghinaan dapat dianggap
memberi kesempatan dan sarana kepada pihak lain untuk melakukan

4
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, Buku Penanganan Ujaran Kebencian (Hate
Speech), (Jakarta, 2015), h. 24-25.
5
Sajipto Rahardjo, hukum dan perubahan masyarakat, (Bandung: Alumni, 1983), h. 229
6
Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. (Jakarta:
Rajawali Pers, 2005), h. 5.
perbuatan melawan hukum, walaupun menyebut sumbernya, terutama
kalau ada indikasi bahwa media massa yang bersangkutan ikut terlibat
dalam tindak pidana itu.7 Selanjutnya hukuman bagi pelaku penghinaan
ringan didalam hal ini seseorang dianggap menyebarkan informasi yang
mengandung penghinaan itu ternyata tidak benar, maka seseorang tersebut
harus bertanggung jawab, yaitu terancam hukuman tuntutan balik dari
pihak yang merasa dihina itu. Hal ini diatur dalam pasal 315 KUHP.8
Prilaku yang buruk dalam menggunakan sarana medsos sudah menjadi gejala umum dimasyarakat. Gejala
B. Ujaran Kebencian Dalam Prespektif Hukum Positif
Hate Speech atau dalam Bahasa Indonesia sering disebut ujaran

kebencian adalah istilah yang berkaitan erat dengan minoritas dan


masyarakat asli, yang menimpa suatu golongan tertentu dan dapat
menyebabkan mereka sangat menderita, sementara orang yang lain tidak
perduli. Pada umumnya, walaupun didalam ujaran tersebut mengandung

7
Sudirman Tebba, Hukum Media Massa Nasional, (Ciputat: Pustaka Irvan, 2006), h. 32-
33.
8
Effendi Zein, Masalah Hukum Pers Indonesia, (Jakarta: Media Seja htera, 1991), h.
15.
9
www.dektatangsel.com,-ujaran-kebencian-merupakan-tindakan-melawan-hukum,
diakses pada 26 April 2018.
kebencian, menyerang, dan berkobar-kobar. Perbedaan ini terletak pada
niat dari suatu ujaran yang memang dimaksudkan untuk menimbulkan
dampak tertentu, baik secara langsung ataupun tidak langsung. Jika ujaran
yang disampaikan dengan berkobar-kobar dan bersemangat itu ternyata
dapat mendorong para audiennya untuk melakukan kekerasan atau
menyakiti orang atau kelompok lainnya, maka pada posisi itu pula suatu
hasutan kebencian itu berhasil dilakukan.10
Adapun bentuk-bentuk Ujaran Kebencian (Hate Speech) dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kit
Penghinaan
Menurut R. Soesilo penghinaan adalah menyerang kehormatan dan nama baik seseorang. Yang diserang i
Pencemaran Nama Baik
Pencemaran nama baik menurut KUHP adalah tindakan mencemarkan nama baik atau kehormatan seseo
Penistaan
Menurut pasal 310 ayat (1) KUHP penistaan adalah suatu perbuatan

yang dilakukan dengan cara menuduh seseorang ataupun kelompok


telah melakukan perbuatan tertentu dengan maksud tuduhan tersebut
tersiar agar diketahui oleh orang banyak.12

10
M. Chirul Anam dan Muhammad Hafiz, “SE Kapolri Tentang Penanganan Ujaran
Kebencian (Hate Speech) dalam kerangka Hak Asasi Manusia” (Jurnal Keamanan Nasional, Vol.
1 No. 3, 2015), h. 345-346.
11
R. Soesilo, Kitab Undang-undang Hukum Pidana Serta Komentar Lengkap Pasal Demi
Pasal, (Bogor: Politea, 1991), h. 225.
12
Andi Hamzah, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), (Jakarta: Rineka Cipta,
2011), cet. 17, Pasal 310 ayat (1). h. 124.
4. Perbuatan Tidak Menyenangkan
Suatu perlakuan yang menyinggung perasaan orang lain. Sedangkan
didalam KUHP Perbuatan Tidak Menyenangkan di ataur pada Pasal
335 ayat (1).
Pasal 335 ayat (1): Diancam dengan pidana penjara paling lama satu
tahun atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
a. Barang siapa secara melawan hukum memaksa orang lain supaya
melakukan, tidak melakukan atau membiarkan sesuatu, dengan
ng tak menyenangkan, atau memakai ancaman kekerasan, sesuatu perbuatan lain maupun perlakuan tak menyenangkan, b
elakukan atau membiarkan sesuatu dengan ancaman pencemaran atau pencemaran.13

ukan untuk membangkitkkan kemarahan seseorang dengan cara menghasut memancing amarah, kejengkelan, dan membua

membangkitkan atau membakar semangat orang supaya berbuat

sesuatu. Dalam kata “menghasut” tersimpul sifat dengan sengaja.


Menghasut itu lebih keras daripada “memikat” atau“membujuk”
akan tetapi bukan “memaksa”.15
7. Penyebaran Berita Bohong;

13
Andi Hamzah, Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), (Jakarta: Rineka Cipta,
2011), cet. 17, Pasal 335 ayat (1). h. 134.
14
Ananda Santoso dan A. R. AL Hanif, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Surabaya:
Alumni), h. 300.
15
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar Lengkap Pasal
Demi Pasal, (Bogor: Politea, 1991), h. 136.
Menurut R. Soesilo menyebarkan berita bohong yaitu menyiarkan
berita atau kabar dimana ternyata kabar yang disiar kan itu adalah
kabar bohong. Yang dipandang sebagai kabar bohong tidak saja
memberitahukan suatu kabar kosong, akan tetapi juga menceritakan
secara tidak betul suatu kejadian.16

Sanksi pidana terhadap pelaku hate speech diatur dalam Kitab


Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di
luar KUHP. Adapun sanksi pidana terhadap pelaku hate speech didalam
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana
lainnya di luar KUHP.

1) Pasal 310 ayat (1) dan (2);


(1) Barangsiapa sengaja menyerang kehormatan atau nama
baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal, yang
maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum,
diancam karena pencemaran dengan pidana penjara paling
lama Sembilan bulan atau pidana denda paling banyak empat
ribu lima ratus rupiah.
(2) Jika hal itu dilakukan dengan tulisan atau gambaran yang
disiarkan, dipertunjukan atau ditempel di muka umum,
maka diancam karena pencemaran tertulis dengan pidana
penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

2) Pasal 311 KUHP ayat (1):


“Jika yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran
tertulis dibolehkan untuk membuktikan apa yang
dituduhkan itu benar, tidak membuktikannya dan tuduhan
dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahui, maka
dia diancam melakukan fitnah dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.”

3) Pasal 311 ayat (1):


Bila yang melakukan kejahatan pencemaran atau pencemaran
tertulis dibolehkan untuk membuktikan kebenaran tuduhannya
itu namun ia tidak dapat membuktikannya, dan tuduhan
dilakukan bertentangan dengan apa yang diketahuinya, maka

16
R. Soesilo, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Komentar Lengkap
Pasal Demi Pasal, (Bogor: Politea, 1991), h. 269.
dia diancam karena melakukan fitnah dengan pidana penjara
paling lama empat tahun.

Ketentuan pidana lainnya diluar KUHP, terdapat pada peraturan


perundangan-undangan pada Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016
tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) yang mengacu pada
pasal-pasal, sebagai berikut :

ohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik.
masi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat terten

am Pasal 28 ayat (1) atau ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banya

bungan keTuhanan dan kemanusiaan secara baik dan benar, Islam benasr-benar mengharamkan perbuatan menggunjing, m

memata-matai, mengumpat, mencaci maki, memanggil dengan julukan


tidak baik, dan perbuatan perbuatan sejenis yang menyentuh kehormatan
atau kemuliaan manusia. Islam pun, menghinakan orang-orang yang
melakukan dosa ini, juga mengancam mereka dengan janji yang pedih
pada hari kiamat, dan memasukkan mereka dalam golongan orang-orang
fasik, karena Islam bukanlah agama yang merendahkan orang lain.
Sehingga dalam Islam mensyariatkan adanya hukuman sebagai salah satu

17
http://www.suduthukum.com/2016/11/tinjauan-tentang-ujaran-kebencian-
hate.html, diakses pada Tanggal 28 April 2018
tindakan yang diberikan sebagai pembalasan atas perbuatan yang
melanggar ketentuan syariat, dengan tujuan untuk memelihara ketertiban
dan kepentingan masyarakat, sekaligus juga untuk melindungi kepentingan
individu.

Hate speech atau ujaran kebencian dalam Islam, bawasanya


Allah mengharamkan perbuatan mencela orang lain, dan ini juga
merupakan kesepakatan para ulama. Salah satu bentuk hate speech yaitu

membicarakan keburukannya kepada diri sendiri atau di dalam hati, sehingga kita berprasangka buruk tentangnya. A

Selain itu tentang penyebaran berita bohong, Allah SWT menyuruh


kepada kaum mukminin untuk meneliti dan mengonfirmasi berita
yang datang kepadanya. Khususnya ketika berita itu datang dari orang
fasik. Ditinjau dari segi bahasa, Quraish Shihab dalam Tafsir Al-
Mishbah menjelaskan, kata fasiq diambil dari kata fasaqa. Kata itu biasa
digunakan untuk melukiskan buah yang telah rusak atau terlalu matang

18
Abdul Hamid Al-Ghazali, Ihya Ulumuddin, (Ciputat: Lentera Hati, 2003), h. 379
saehingga terkelupas kulitnya. Ini menjadi kias dari seorang yang
durhaka karena keluar dari koridor agama akibat melakukan dosa
besar atau sering kali melakukan dosa kecil.19

Quraish Shihab menjelaskan, Al-Qur’an merupakan salah satu


ketetapan agama dalam kehidupan sosial. Kehidupan manusia dan
interaksinya harus didasarkan pada hal-hal yang diketahui dan jelas.
Karena itu, dia membutuhkan pihak lain yang jujur dan berintegritas

na boleh jadi, mereka yang diolok-olokkan itu pada sisi Allah l ebih baik dan lebih terhormat dari wanita-wanita yang m

muslim agar bertutur kata yang baik , tidak harus dengan melakukan hate
speech. Masih banyak cara lain yang lebih arif dan bijaksana. Cara-cara
yang mengedepankan kelembutan lebih layak didahulukan, karena
bukan saja menyelamatkan umat manusia dari konflik sosial dan
perang kemanusiaan, tetapi juga akan menuntun pelakunya ke surga,
sebagaimana sabda Nabi :

19
20 M.
M. Quraish
Quraish Shihab,
Shihab, Tafsir
Tafsir Al-Mishbah,
Al-Mishbah, (Jakarta:
(Jakarta: Lentera
Lentera Hati,
Hati, 2002),
2002), h.
h. 589.
600
21
Hafizh Dasuki dkk, Al-Qur‟an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: UII, 1991), h. 430.
Pَ‫ّة‬Pَ‫ ا ْل ٌج‬Pُ‫ه‬Pَ‫ل‬ ‫ ْيي رج‬P‫َث‬ ‫ حَي‬Pَ‫ ْي ل‬P‫هي ي ضوي َث‬
‫ضو ي‬ ‫ي أ‬Pَ‫وهب ل‬ ‫ي هب ي ْيه‬
‫ه‬
“Barang siapa yang menjaga karena Aku (Allah) suatu antara kedua
rahangnya (lisan), dan apa yang di antara kedua kakinya (kemaluan), aku
jamin surga untuknya.” (HR Bukhari no.2478). 22

Hate speech secara sederhana ialah segala bentuk yang mengandung


kebencian maupun secara lisan dan tulisan. Pelaku ujaran kebencian
seringkali terang-terangan melakukan hasutan untuk mencapai
kepentingannya23 dengan menggunakan kata-kata yang tidak pantas dan
menimbulkan fitnah. Sebagaimana firman Allah SWT : (QS. Al-Hujarat :
11)

‫وال‬ ‫ىا ْي‬Pُ‫ كًى‬P‫عسى َي‬


ُ‫ٌْهه‬ ‫ ْى ٍم‬Pَ‫ ْى ٌم ق‬Pَ‫ق‬ P‫ىا ال َي‬Pُ‫ه‬
ٌ ‫آ‬ ‫ّ ِذي‬Pَ‫ب ال‬Pَ‫ه‬Pُّ‫ي‬Pَ‫يب أ‬
‫ْن‬ Pً‫زا‬ ‫أ ى‬ ‫هي‬ ‫سخز‬ ‫ي‬
‫خ‬
‫ٌبث زوا‬Pَ‫ سك وا ت‬Pُ‫ ًْف‬Pَ‫أ‬ ‫لْ ِو‬Pَ‫ت‬ ٌ ‫كي ْي‬P‫عسى َي‬
‫ْه‬ ‫ًِسبء هي سب‬
‫زوا ْن ل‬ ‫وال‬ ‫ ي ه‬Pً‫زا‬ ‫ى‬Pَ‫أ‬ ‫ٍء‬
‫خ‬
‫هُ ن الظَّب وىى‬
ُ ‫ول ِئ‬Pُ‫ت فَأ‬Pَ‫سىْ َث ْع ليوبىِْ وهي ي‬Pُ‫ ْلقب ة س ُ لف‬Pَ‫ِثب ْْل‬
‫ِل‬ ‫ت ك‬ ‫ ْن‬Pَ‫ل‬ ‫ا َد ق ْ ا‬ ‫ْئ اال ن‬
)11(
‫س‬

Artinya :
“Hai orang orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki
merendahkan sekumpulan orang lain, boleh jadi yang ditertawakan lebih
baik dari mereka. Dan janganlah pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih
baik. Dan janganlah suka merendahkan dirimu sendiri dan jangan
memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk
panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa
tidak bertaubat maka mereka itulah orang-orang yang zalim.” (QS. Al-
Hujarat : 11).

Ayat ini menerangkan bahwa, Allah SWT memperingatkan kaum mukmin


supaya jangan ada suatu kaum mengolok-olokkan itu pada sisi Allah jauh
lebih mulia dan terhormat dari mereka yang mengolok-olokkan, dan
demikian pula dikalangan wanita, jangan ada segolongan wanita yang

22
M. Nashiruddin Al-Albani, Ringkasan Shahih Bukhari Jilid 3, (Depok : Gema Insani,
2008), h. 702
23
Maruli CC Simanjuntak, Atas Nama Kebencian Kajian Kasus-Kasus Kejahatan
Berbasis Kebencian di Indonesia, (Jakarta : YLBHI, 2015) h.xi.
mengolok-olok wanita lain kaena boleh jadi, mereka yang diolok-olokkan
itu pada sisi Allah lebih baik dan lebih terhormat dari wanita-wanita yang
mengolok-olok itu. Dan Allah SWT melarang pula kaum mukminin
mencela kaum mereka sendiri karena kaum mukminin semuanya harus
dipandang satu tubuh yang diikat dengan kesatuan dan persatuan, dan
dilarang pula panggilan-panggilan dengan gelar-gelar yang buruk seperti
panggilan kepada seseorang yang sudah beriman dengan kata-kata : “hai
ngkan bahwa Allah menjelaskan adab-adab (pekerti) yang harus berlaku diantara sesame mukmin, dan juga menjelaskan be

24
Hafizh Dasuki dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya, (Yogyakarta: UII, 1991), h. 430
25
http://langitjinggadipelupukmatarumahmakalah.blogspot.co.id/2014/01/makalah-tafsir-
ayat-ayat-tentang .html, 2014.
BAB IV

ANALISIS PUTUSAN No : 820/Pid.Sus/2017/PN Jkt Sel

A. Kedudukan Hukum (legal standing)


1. Duduk Perkara
Bahwa ia Muhammad Tamim Pardede pada tanggal 9 November
2016 dan tanggal 19 Oktober 2016, pemilik akun
youtube
dedetamim36, mengunggah video rekaman yang diupload di media youtube, dengan isi dari rekaman ters
Kemudian pada Jum’at 19 Oktober 2016, mengunggah video kedua dengan isi rekaman video tersebut seb
“semua yang menonton tayangan ini menjadi saksi saya di akhirat kelak bahwa saya mengucap Ash-hadu
(Bacaan doa) diakhirat nanti kalian akan menjadi saksi saya bahwa

saya tidak bisa memungkiri tidak bisa menafikan tidak bisa


meniadakan bahwasanya Jokowi telah berpihak pada blok komunis,
Jokowi antek-anteknya telah berkerja sekeras mungkin untuk
memasukan paham komunis, semua itu untuk dapat diterima dengan
alasan bhineka tunggal ika. Saya nyatakan, saya adalah lawan pertama
daripada jokowi dan komunisnya, kalau Jokowi memerintahkan
anteknya yang bernama Tito Karnavian tanpa suratnya untuk
menangkap saya, saya tidak akan tinggal diam. Jangan harap polisi

46
46

bisa bawa saya hidup-hidup. Kalau mau tangkap saya bawa saya ke
kantor polisi bangkai saya dan jenazah saya, saya akan melawan kalian
sampai mati sampai tetes darah saya tercurah. Kalian ini penghianat
negara, penghianat pancasila, tidak ada rasa takut untuk melawan
kalian wahai penghianat bangsa, ashyhaduallahillaha waashaduana
Muhammadarrosulullah.”
Bahwa rekaman vidio tersebut di youtube adalah unggahan
masi berisikan SARA yang kemudian dilakukan penyelidikan secara online sehingga diketahui pemilik akun Youtube dedetam
enyidikan Tamim ditahan sejak tangga l6 Juni 2017 sampai dengan tanggal 25 Juni 2017. Kemudian perpanjangan Penuntut

Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sejak tanggal 14 September 2017


sampai dengan tanggal 12 Nopember 2017, Hakim Tinggi Pemgadilan
Tinggi DKI Jakarta tanggal 06 November 2017 No.
2156/Pen.Pid/2017/PT.DKI, sejak tanggal 06 November 2017 sampai
dengan tanggal 05 Desember 2017, Perpanjangan Wakil Ketua
Pengadilan Tinggi DKI Jakarta tanggal 27 November 2017 No.
2461/Pen.Pid/2017/PT.DKI, sejak tanggal 06 Desember 2017 sampai
dengan tanggal 03 Februari 2018.
2. Kedudukan Hukum
Setelah mendengar pembacaan tuntutan pidana yang diajukan oleh
Penuntut Umum yang pada pokoknya sebagai berikut :
1. Menyatakan Terdakawa Muhammad Tamim Pardede terbukti
secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidan
“Dengan sengaja dan tanpa hak, menyebarkan informasi yang
ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan
tar golongan (SARA)” sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam dakwaan Kesatu : Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (
ara selama 3 (tiga) tahun dikurangi selama terdakwa menjalani masa tahanan dan perintah agar terdakwa tetap ditahan dan

kembalikan kepada Terdakwa;

- 1 (satu) buah Memory Card merk Sandisk kapasitas 16 Gb;

- 2 (dua) buah potongan kartu simcard kartu hallo;

- 1 (satu) unit Laptop Lenovo warna hitam S/N PF0DB97S;

- 1 (satu) unit HP merk Oppo warna putih dengan kondisi LCD

Retak;

- 1 (satu) buah email dedetamim363636@gmail.com beserta

printout isi email;


- 1 (satu) buah akun youtube atas nama dedetamim36 dengan
username dedetamim363636@gamil.com beserta printout isi
akun youtube dedetamim36;1
Dirampas untuk dimusnahkan;
- 1 (satu) lembar printout screenshoot postingan akun youtube
dedetamim36, URL :
http://www.youtube.com/watch?v=xZCHwqpsaiq;
1 (satu) lembar printout screenshoot postingan akun youtube dedetamim36,URL: ;
1 (satu) lembar printout screenshoot postingan akun youtube dedetamim36,URL: ;
1 (satu) lembar printout screenshoot postingan akun youtube dedetamim36,URL: ;
1 (satu) lembar printout screenshoot postingan akun youtube dedetamim36,URL: ;
1 (satu) lembar printout screenshoot postingan akun youtube dedetamim36,URL:
;

- 1 (satu) lembar printout screenshoot postingan akun youtube


dedetamim36, URL :
http://www.youtube.com/watch?v=chERYv33jkc;
- 1 (satu) lembar printout screenshoot postingan akun youtube
dedetamim36, URL :
http://www.youtube.com/watch?v=5Koc6H6gcY;
Tetap terlampir dalam berkas perkara;
1
Putusan Pengadilan PN. Jakarta selatan No. 820/Pid.Sus/2017/PN JKT.SEL, h. 3-5
4. Menetapkan supaya terdakwa membayar biaya perkara sebesar Rp.
5.000,- (lima ribu rupiah); Setelah mendengar pembelaan
Terdakwa dan atau Penasihat Hukum Terdakwa yang pada
pokoknya minta agar Terdakwa dibebaskan dari segala dakwaan
atau tuntutan hukum dan melampirkan bukti-bukti:

1. Buku UUD 1945 dan Perubahannya Kabinet Reshufle Jilid II


terbitan : Visi Yustisia;
Berita-berita di media Online mengenai penyebaran buku Undang-undang 1945;
Buku berjudul : Komunis menguasai dunia, siapa yang berani mengatakan konspirasi, terbitan Pustaka Rahmad, Juni 2013;
Tulisan Cornelius Eko Ismadi dengan judul “Benarkah mewaspadai dan mengingatkan bahaya Komunisme;
Berita Online “Siapakah Armada diwilayah Indonesia : Waspada ancaman Cina dan Amerika terhadap NKRI;
Fotocopy Akta Kelahiran Terdakwa, semula bernama Israel Pardede anak dari Pardede saut Moelia dengan Yo Foba Fulda;
Profil dan biografi Terdakwa;
Screenshoot akun youtube dengan judul Prof Tamim Pardede ternyata bukan warga negara Indonesia;
Screenshoot akun youtube dengan judul Prof Tamim Pardede, Jokowi PKI, Jokowi Antek PKI, Tamim Pardede siap di door

Polisi;
10. Pidato Presiden Joko widodo pada peresmian titik nol
kilometer Islam Nusantara di Barus Tapanuli Tengah Sumatra
Utara (Dok Elektronik);
11. Pidato Cahyo Kumolo pada pengesahan Perpu No.2 tahun
2017 (Dok Elektrik);
12. Berita adanya seminar di LBH Jakarta (Dok Elektrik);
13. Berita Masuknya tenaga kerja asing dari Tiongkok ke
Indonesia (Dok Elektronik);2
14. Berita adanya symposium mengenai pelurusan sejarah di
aryaduta (Dok Elektronik);
15. Profil Terdakwa Muhammad Tamim Pardede.

B. Pertimbangan Hakim dan Putusan Hakim Pengadilan Negeri Jakarta

kwa, terlebih dahulu akan mempertimbangkan beberapa hal dan keyakinan fakta-fakta dan bukti-bukti yang dipaparkan dal
ubyek hukum pendukung hak dan kewajiban yang kepadanya dapat dimintakan pertanggung jawaban atas perbuatan yang
d Tamim Pardede dan setelah diperiksa identitas Terdakwa, sesuai sebagaimana tercantum dalam Surat Dakwaan Penuntut

wa

karena sakit dan juga Terdakwa dapat mengikuti persidangan dengan


baik sehingga Terdakwa dalam perkara ini dapat dimintakan
pertanggung jawaban atas dakwaan Penuntut Umum tersebut;
d. Bahwa akan tetapi untuk menetapkan apakah benar Terdakwa pelaku
dari pada suatu perbutan pidana dalam perkara ini masih perlu
dibuktikan apakah Terdakwa tersebut benar telah melakukan suatu
rangkaian tingkah laku perbuatan sebagaimana yang didakwakan,

2
Putusan Pengadilan PN. Jakarta Selatan No. 820/Pid.Sus/2017/PN Jak-Sel, h 5-6
jika benar terdakwa melakukannya maka Terdakwa adalah pelaku
tindak pidana dalam perkara ini;
e. Bahwa berdasarkan uraian tersebut maka Unsur “Setiap Orang” yang
merujuk pada subyek hukum yang mampu bertanggungjawab telah
terpenuhi;3

2. Unsur Dengan Sengaja dan Tanpa Hak;

rtentangan dengan hak orang lain atau bertentangan dengan kewajiban hukum si pelaku;
alam pembuktian tidak dapat diartikan secara sendiri-sendiri karena apabila pelaku mempunyai ha katas apa yang dilakuka
al ini akan terlihat jelas dari niat orang yang melakukan dan untuk mengetahui niat tidaklah mudah karena hanya orang ters

dihubungkan dengan pendidikan, dihubungkan dengan pergaulan


dan cara orang tersebut melakukan perbuatan;
e. Berdasarkan fakta dipersidangan terdakwa telah mengunggah atau
memposting video milik Terdakwa kedalam youtube dengan
menggunakan akun dedetamim36 dengan menggunakan handphone
miliknya pada tanggal 25 februaru 2017, 4 Januari 2017 dan pada

3
Putusan Pengadilan PN. Jakarta Selatan No. 820/Pid.Sus/2017/PN. Jkt-Sel, h. 30-35
tanggal 6 Juni 2017 atau setidak-tidaknya pada suatu waktu dalam
tahun 2017;
f. Seperti dalam dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) telah
mencurahkan pikirannya kedalam media youtube dan kesemua
postingan tersebut dapat menggambarkan perbuatan kemarahan dan
kejengkelan yang dilakukan oleh Terdakwa yang mengejek atau
merendahkan harkat dan martabat seseorang/individu ataupun ras
dengan kata-kata kotor serta mengandung kebencian;
Terdakwapun sudah dipastikan mengetahui kalau postingannya ke dalam media youtube tersebut benar-b
Menimbang, bahwa berdasarkan uraian tersebut maka Unsur Dengan Sengaja dan Tanpa Hak telah terpen
Berdasarkan pertimbangan-pertimbangan sebagaimana yang dijelaskan diatas, maka Majelis Hakim Menja
(2) Undang-undang RI No.19 Tahun 2016 Tentang perubahan Undang-undang No. 11 Tahun 2008 Tentang
undangangan yang bersangkutan. Setelah mempertimbangkan

banyak hal dan telah menerima kesaksian dari para saksi terkait juga
ahli, maka Majelis Hakim memutuskan bahwa:
1. Menyatakan Terdakwa MUHAMMAD TAMIM PARDEDE
tersebut diatas, terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah
melakukan tindak pidana “dengan sengaja dan tanpa hak”
menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa
kebencian atau permusuhan individu dan atau kelompok

4
Putusan Pengadilan PN. Jakarta Selatan No. 820/Pid.Sus/2017/PN. Jkt-Sel, h. 36-40
masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras, dan antar
golongan (SARA) sebagaimana dalam dakwaan ke-satu;
2. Menjatuhkan pidana kepada Terdakwa oleh karena itu dengan
pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda sejumlah Rp.
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan apabila
denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan
selama 3 (tiga) bulan;
Menetapkan masa penangkapan dan penahanan yang telah dijalani Terdakwa dikurangkan selurugnya da
Menetapkan Terdakwa tetap ditahan;
Menetapkan barang bukti berupa:
1 (satu) buah KTP Provinsi DKI Jakarta Selatan
2 (dua) buah potongan kartu simcard kartu hallo
1 (satu) unit Laptop Lenovo warna hitam S/N PF0DB97S
1 (satu) unit HP merk Oppo warna putih dengan kondisi LCD Retak
1 (satu) buah email beserta printout isi email
1 (satu buah akun youtube atas nama dedetamim36 dengan username dedetamim36
Membebankan KepadaTerdakwamembayar biayaperkara
sejumlah Rp. 5000,- (lima ribu rupiah).

Demikian diputuskan dalam siding permusyawaratan


Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Tanggal 31
Oktober 2017. Yang terdiri dari Hakim Ketua Haruno Partiadi,
SH.MH., Akhmad Rosidin, SH.MH dan Effendi Mukhtar,
SH.MH masing-masing sebagai Hakim Anggota, yang di
ucapkan dalam persidangan pada hari Kamis tanggal 2 November
2017 oleh Hakim Ketua dengan didampingi para Hakim Anggota
tersebut, dibantu oleh Subarkah SH,MH, Panitra Pengganti pada
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, serta dihadiri oleh
Muhammad Miftah Winata, SH. Penuntut Umum dan
Terdakwa didampingi para Penasihat Hukumnya.

C. Tinjauan Hukum Positif Terhadap Putusan


No. 820/Pid.Sus/2017/PN.Jkt-sel
Dalam pembahasan ini penulis akan memberikan analisis dalam tinjauan hukum positif ,perlu dikiranya pe
Dalam kasus yang diadili di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada perkara Nomor : 820/Pid.Sus/2017/Jk
MuhammadTamimPardede,dalamkasusTindakPidanaUjaran

Kebencian Di Media Sosial. Dalam kasus tersebut Majelis Hakim


memutuskan perkara Memperhatikan, Pasal 45A ayat (2) Jo Pasal 28 ayat
(2) Undang-undang RI No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Undang-
Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE) yang berbunyi :
“setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan informasi
yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan

individu
5
Mahrus Ali, Dasar-Dasar Hukum Pidana, (Jakarta: sinar Grafika, 2011), 175
dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama,
ras, dan antar golongan (SARA).”

Berdasarkan putusan tersebut yang dilakukan oleh Terdakwa telah


memenuhi unsur-unsur dalam pasal tersebut . Adapun unsur-unsur dalam
pasal tersebut yakni :
1. Bahwa yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang ataupun
endukung hak dan kewajiban yang kepadanya dapat dimintakan pertanggung jawaban atas perbuatan yang dilakukannya.
jaan adalah suatu tindakan melawan hukum tanpa hak atau melawan hukum yang bertentangan dengan hak orang lain ata
ujukan untuk menimbulkan rasa kebencian dan atau permusuhan individu atau kelompok masyarakat tertentu berdasarka

pasal 28 ayat (2) Undang- undang Informasi dan Transaksi Elektronik telah terpenuhi. Maka putusan yang sudah berkekuat
penjara selama 2 (dua) tahun dan

denda sejumlah Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan


ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana
kurungan selama 3 (tiga) bulan.
Dan dari pandangan penulis sendiri mengenai putusan Majelis
Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan No. 820/Pid.Sus/2017/PN.Jkt-
Sel pada kasus Ujaran Kebencian yang dilakukan di Media Sosial, masih
kurang setimpal dikarenakan motif yang dilakukan oleh Terdakwa
sangatlah disengaja, tanpa melihat sebab dan akibat dari perbuatannya
yang sengaja menghina dan memfitnah persiden Joko Widodo dan Kapolri
Tito Karnavian sebagai antek-antek komunis. Jika penulis berkaca pada
ancaman yang tertera di dalam pasal 45 ayat (2) Undang-undang ITE yaitu
penjara paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling banyak Rp
1.000.000.000,- (satu miliar rupiah). Maka sanksi yang diberikan kepada
terdakwa terlalu ringan karena postingan terdakwa ke media youtube yang
dapat di saksikan berbagai kalangan dan dapat memicu konflik suku, ras,
agama dan antar golongan. Terlepas dari pandangan penulis Efektifitas Pasal tentunya dapat dilihat dari d
efeksitasnya.

TinjauanHukumPidanaIslamTerhadap
Dalam Hukum Pidana Islam telah dibah
Perbuatan itu haram dilakukan si pelak

2. Pelaku memiliki pilihan atau tidak dalam keadaan yang mendesak atau
terpaksa;
3. Pelaku memiliki pengetahuan (idrak).

Allah SWT memperingatkan kaum mukmin supaya jangan ada


suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain karena boleh
jadi,mereka yang diolok-olokkan itu pada sisi Allah jauh lebih mulia dan
terhormat dari mereka yang mengolok-olokkan, dan demikian pula di
kalangan wanita, jangan ada segolongan wanita yang mengolok-olok
wanita yang lain karena boleh jadi, mereka yang diolok-olokkan itu
pada sisi Allah lebih baik dan lebih terhormat dari wanita-wanita yang
mengolok-olok itu. Dan Allah SWT melarang pula kaum mukminin
mencela kaum mereka sendiri karena kaum mukminin semuanya harus
dipandang satu tubuh yang diikat dengan kesatuandan persatuan, dan
dilarang pula panggilan-panggilan dengan gelar-gelar yang buruk
seperti panggilan kepada seseorang yang sudah beriman dengan kata-kata
: hai fasik, hai kafir, dan sebagainya. Oleh sebab itu kita sebagai sesama muslim agar bertutur kata yang ba
sebagaimana sabda Nabi :

Seleatan Nomor: 820/Pid.Sus/2017/PN.Jkt-Sel mengenai tindak pidana


Ujaran Kebencian, Terdakwa Muhammad Tamim Pardede dijatuhkan
hukuman dengan pidana penjara selama 2 (dua) tahun dan denda
sejumlah Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) dengan ketentuan
apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan
selama 3 (tiga) bulan. Dimana dalam proses pembuktian Hakim dalam
memutuskan perkara ini telah melewati proses banyak pertimbangan mulai
dari keterangan para saksi dengan disertai sumpah, dan dari bukti-bukti
dakwaan Jaksa Penuntut Umum, dan Terdakwa pun telah membenarkan
apa-apa yang telah ditujukan padanya dan memohon untuk memberikan
putusan yang seadil-adilnya.
Hukum Islam dalam pembentukan mempunyai tujuan utama yaitu
untuk kemaslahatan umat manusia baik didunian maupun diakhirat.
Sehingga sanksi hukum perlu ditegakan bagi pelaku pencemaran nama
baik atau ujaran kebencian. Sama halnya dengan hukum positif yang
sangat melindungi hak individu untuk bebas tanpa terganggu orang lain terlebih dalam hal ujaran kebenci
Berdasarkan hukuman yang diberikan oleh Hakim dalam Putusan Nomor 820/Pid.Sus/2017/PN.Jkt-Sel sud
memutuskan Jarimah Takzir.6

6
M.Nurul Irfan, Korupsi Dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2011), h 129.
BAB V

KESIMPULA

A. Kesimpulan
1. faktor penyebab terjadinya ujaran kebencian di media sosial yaitu, Faktor
dari dalam diri individu (internal) diantaranya, keadaan psikologis dan
kejiawaan individu dan faktor dari luar diri individu (eksternal) diantaranya, faktor pergaulan, kurangnya k
2. Pertimbangan hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap pelaku tindak
pidana ujaran kebencian di media sosial dalam putusan Nomor 820/Pid.Sus/2017/PN Jkt.Sel, memperhati

28 ayat (2) UU RI N0. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan UU No. 11


Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) yang
unsur-unsurnya adalah sebagai berikut :
1. Unsur Setiap Orang
2. Unsur Dengan sengaja dan tanpa hak
3. Unsur Menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan
rasa kebencian dan/atau permusuhan individu dan/atau permusuhan

59
60

kelompokj masyarakat tertentu berdasarkan atas suku agama, ras dan


antar golongan.

Memperhatikan secara yuridis berdasarkan dakwaan penuntut umum,


keterangan saksi dan keterangan terdakwa.

1) Memperhatikan keadaan yang memberatkan dan meringankan


Terdakwa antara lain;

Saran-Saran
Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis maka untuk bahan evaluasi dan perbaikan kedepan, penu
Diharapkan kepada masyarat, agar berhati-hati dalam mengupload atau mengunggah postingan ke media
nantinya tidak akan berani melakukan bentuk ujaran kebencian.

2. Kepada pemerintah diharapkan dapat mempertimbangkan hukuman


dalam menanggulangi ujaran kebencian di media sosial dalam
masyarakat, karena kasus ujaran kebencian merupakan kasus yang
mudah dilakukan tanpa pengetahuan hukum oleh masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA

I. Buku

Agus Rahardjo, Cybercrime-Pemahaman dan Upaya Pencegahan Kejahatan


Berteknologi, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.

Ahmad Ramli, Cyber Law dan HAKI-Dalam System Hukum Indonesia, Bandung:
Rafika Aditama, 2004.

Bambang Waluyo, Pidana dan Pemidanaan, Jakarta: Sinnar Grafika, 2008.

Barda Nawawi Arif, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, Jakarta: Kencana
Media Grup, 2008.

Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Rineka Cipta, 2008.

Chazawi Adami, Pelajaran Hukum Pidana Bagian I: Stelsel Pidana, Tinda Pidana,
Teori-teori Pemidanaan dan Batas-batas Berlakunya Hukum Pidana, Cet I,
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Cholid Narboko dan Abu Achmadi, Penghantar Penelitian Hukum, Jakarta: Bumi
Pustaka, 1997.

Dellyana Shant, Konsep Penegakan Hukum, Yogyakarta: Liberty, 1988.

Djoko Prakoso, Hukum Panitensier Di Indonesia, Yogyakarta: Liberty, 1998.

Jhony Ibrahim, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif, Malang : Bayu
Media Publishing, 2007.

Laden Merpaung, Tindak Pidana Terhadap Kehormatan, Jakarta: PT. Raja


Grafindo Persada, 1997.

M. Nurul Irfan dan Masyrofah, Fiqh Jinayah, Jakarta: Amzah, 2013

----------, Korupsi dalam Hukum pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2011.

M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah, Jakarta Lentera Hati, 2002.

Meljanto, Asas-Asas Hukum Pidana, Cet VII Jakarta: PT Rineka Cipta, 2002.

P.A.F. Lamintang, Dasar-dasar Hukum Pidana Indonesia, Cet III, Bandung: PT


Citra Aditya Bakti, 1997.
Satjipto Raharjo, Masalah Penegakan Hukum, Bandung: Sinar Baru, 1983.

Soerjono dan Abdurrahman, Metode Penelitian Hukum, Cet I, Jakarta: PT. Rineka
Cipta, 1999.

Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif: Suatu Tinjauan
Singkat, Cet. VI, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994.

-------------, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: Raja


Grafindo Persada, 2007.

antar Penelitian Hukum, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006. Sudirman Tebba, Hukum Media Massa Nasional, Ciputat: Pu
an Ni Ketut, Metodologi Penelitian Hukum Empiris, Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
deini, Kejahatan dan Tindak Pidana Komputer, Jakarta: Pustaka Utama Grafiti, 2009.
Kejahatan dibidang Komputer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1998.
ro, Asas-asas Hukum Pidana di Indonesia, Bandung: PT. Refika Aditama, 2008.
inta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1999.
ode Penelitian Hukum, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.

II. Putusan dan Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-


undang No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(ITE).

Undang-undang No. 9 Tahun 1998 Tentang Kemerdekaan Menyampaikan


Pendapat, BAB I Pasal 1 ayat (1).
Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) No 1 tahun 1946, (Jakarta: Rineka
Cipta, 2011), cet.17,
Putusan Mahkamah Konstitusi No 16/PUU-IX/2011
Putusan No : 820/Pid.Sus/2017/PN JKT.SEL
Surat Edaran (SE) Nomor SE/06/X/2015

III. Internet dan Jurnal

ess.com/pengertianhatespeech/tgl

Hafiz, “SE Kapolri Tentang Penanganan Ujaran Kebencian (Hate Speech) dalam kerangka Hak Asasi Manusia” (Jurnal Keama
o 16/PUU-IX/2011
ebencian-merupakan-tindakan-melawan0hukum

Anda mungkin juga menyukai