Anda di halaman 1dari 11

Aktivitas antibakteri Actinomycetes terhadap pertumbuhan Porphyromonas gingivalis

Penyakit gigi dan mulut merupakan penyakit dengan urutan ke enam yang paling sering dikeluhkan oleh
masyarakat Indonesia (Rahmania., 2019). Menurut hasil data Riset Keshatan Dasar (RISKESDAS) tahun
2018, penduduk Indonesia mengalami masalah kesehatan gigi dan mulut sebanyak 57,6%. Provinsi
Kalimantan Selatan menempati urutan ke-14 sebagai provinsi yang memiliki masalah kesehatan mulut
dan gigi tertinggi dengan prevalensi sebanyak 59%. Masalah kesehatan gigi dan mulut yang sering
dialami oleh masyarakat Indonesia adalah penyakit periodontal (Tamara., 2019). Penyakit periodontal
yang paling sering dijumpai adalah gingivitis dan periodontitis (Saputri., 2018). Berdasarkan data Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 oleh KEMENKES menunjukkan persentase kasus periodontitis
di Indonesia terbilang cukup tinggi yaitu sebesar 74,1 %.

Periodontitis kronis merupakan bentuk yang paling umum dari periodontitis. Periodontitis kronis
berkaitan dengan akumulasi bakteri dan plak umumnya memiliki tingkat progresi yang lambat hingga
menyebabkan kerusakan yang moderate (sedang), namun kerusakan yang lebih cepat juga bisa terjadi
(Sidiqa., 2017). Awal mula periodontitis kronis adalah dengan pembentukan biofilm dari mikroba
terutama bakteri golongan gram negatif yang mempengaruhi jaringan gigi sehingga menimbulkan
terjadinya kerusakan tulang dan jaringan lunak. Endotoksin yang dihasilkan bakteri menyebabkan
mediator osteoklastnya aktif sehingga terjadi kerusakan tulang dan ligament periodontal (Desyaningrum
et al, 2017). Bakteri yang dimaksud dan berperan pada periodontitis kronis salah satunya adalah
Porphyromonas gingivalis yang terdapat pada plak subgingiva. Prevalensi Porphyromonas gingivalis pada
periodontitis kronis mencapai 96,2%. Porphyromonas gingivalis merupakan bakteri gram negatif
anaerob, berpigmen hitam, dan berbentuk batang (Alibasyah, 2018). Porphyromonas gingivalis dapat
menyebabkan perubahan patologik pada jaringan periodontal dengan pengaktivan respon imun dan
inflamatori inang, dan secara langsung dapat mempengaruhi sel-sel periodonsium (Larasati., 2016).

Perawatan periodontitis kronis bertujuan untuk menghilangkan plak sebagai tempat akumulasi bakteri
yang dapat dilakukan dengan terapi mekanis, terapi penunjang, dan bedah. Terapi inisial yang dilakukan
berupa terapi mekanis yaitu skeling dan root planing, serta diikuti dengan pemeliharaan oral hygiene.
Selanjutnya dilakukan terapi penunjang berupa pemberian obat kumur dan antibiotik. Terapi bedah
dilakukan apabila kedalaman poket tidak berkurang setelah dilakukan skeling dan root planning.
Penggunaan obat kumur efektif digunakan sebagai penunjang anti plak dan juga antibakteri yang dapat
mengurangi keparahan dari peradangan gingiva. Klorheksidin adalah obat kumur yang
direkomendasikan untuk terapi penunjang dan menjadi gold standard pada perawatan penyakit
periodontal karena memiliki sifat antibakteri dan antiplak. Penggunaan klorheksidin sebagai antiseptik
dalam jangka waktu lama akan memberi efek samping. Klorheksidin dapat menyebabkan perubahan
warna pada gigi dan dorsal lidah, mengubah pengecapan rasa, peningkatan pembentukan kalkulus, dan
menyebabkan kekeringan pada mukosa rongga mulut (Alibasyah., 2016; Dwipriastuti., 2017). Banyaknya
efek samping yang ditimbulkan oleh klorheksidin sehingga diperlukan bahan dari alam sebagai alternatif
yang lebih biokompatibel namun tetap memiliki efek antibakteri.

Actinomycetes adalah kelompok bakteri penting yang dapat menghasilkan senyawa aktif yang dapat
digunakan sebagai antibakteri, antifungi, antikangker dan antitumor. Actinomycetes memiliki potensi
besar untuk menghasilkan metabolit sekunder. Sekitar 70% antibiotik yang telah ditemukan dihasilkan
oleh actinomycetes (Lestari et al, 2019). Actinomycetes dapat hidup hampir di semua ekosistem dengan
penyebaran terluas di ekosistem tanah. Selain di tanah, actinomycetes juga ditemukan di perairan baik
perairan darat maupun perairan laut (Putri et al, 2018). Habitat Actinomycetes yang sebenarnya berada
pada lingkungan tanah dengan keadaan ekstrim, seperti tingkat kekeringan, suhu, dan kadar keasaman
yang relatif tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan Actinomycetes yaitu tipe dan
karakteristik tanah, serta derajat keasaman (pH) (Abdullah et al, 2020). Tanah gambut memiliki derajat
pH yang rendah dan mengandung bahan organik tinggi (Lestari et al, 2019). Indonesia memiliki lahan
gambut kurang lebih 15,5-18,5 juta hektar yang terdapat di tiga pulau besar yaitu pulau Sumatera,
Kalimantan, dan Papua (Sudrajat., 2019).

Actinomycetes dapat digunakan dalam berbagai bidang seperti perikanan, pertanian, pengawetan
makanan, unggas atau pakan ternak, dan industri obat (Nandina et al, 2019). Menurut penelitian Fadel
dkk pada tahun 2020 ekstrak actinomycetes memiliki potensi sebagai antibakteri terhadap bakteri
Streptococcus mutans & Lactobacillus acidophilus karena agen metabolit sekundernya memiliki aktivitas
penghambatan yang tinggi melebihi kontrol positifnya yaitu klorheksidin glukonat 0,12%. Sementara
pada penelitian Abdullah dkk tahun 2020 isolat Actinomycetes mampu menghambat pertumbuhan
bakteri Escherichia coli, Salmonella enterica, dan Staphylococcus aureus.

Actinomycetes dikelompokkan menjadi dua yaitu kelompok Streptomyces istilah untuk marga
Streptomyces dan kelompok non Streptomyces yang dikenal dengan sebutan rare-Actinomycetes. Pada
kelompok Streptomyces dapat menghasilkan lebih dari 50% antibiotik. Secara spesifik habitat
Streptomyces berasal dari tanah (Putrid dan Nurkanto, 2016). Actinomycetes dari kelompok
Streptomyces diharapkan memiliki aktivitas antibakteri terhadap Porphyromonas gingivalis. Berdasarkan
uraian dan penelitian sebelumnya, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Aktivitas
antibakteri Actinomycetes terhadap pertumbuhan Porphyromonas gingivalis”

Jaringan periodontal

Jaringa periodontal sendiri merupakan jaringan pendukung gigi yang terdapat disekeliling gigi.
Komponen utama jaringan periodontal ada 4 yaitu gingiva, ligamen periodontal, sementum, dan tulang
alveolar. Fungsi secara umum dari ke 4 komponen tersebut adalah sebagai kesatuan yang menjaga gigi
tetap pada posisinya dalam berbagai respon misalnya ketika mengunyah makanan, berbicara, dan lain-
lain (Saputri, 2018). Gingiva adalah jaringan lunak yang menutupi tulang alveolar dan akar gigi sampai
batas cementoenamel. Secara anatomi gingiva terdiri dari marginal, attached, dan daerah interdental.
Margin gingiva adalah ujung atau batas gingiva yang mengelilingi gigi. Attached gingiva berhubungan
dengan margin gingiva, melekat erat dengan periosteum tulang alveolar. Daerah interdental gingiva
menempati gingival embrasure, yang merupakan ruang interproksimal di bawah area kontak gigi.
Ligamen periodontal terdiri dari vaskular yang kompleks dan jaringan ikat selular yang mengelilingi akar
gigi dan menghubungkan ke dinding bagian dalam tulang alveolar. Sementum yaitu jaringan keras dari
akar gigi yang dilekati jaringan periodontal lainnya. Tulang alveolar yaitu tulang yang melekat pada
rahang dan soket gigi (Newman et al, 2019).

Gambar 2.1 Jaringan Periodontal (Perry DA et al, 2014).

Periodontitis kronis

angka kejadian sekitar 10,5% hingga 12% (Newman et al, 2019). Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar (RISKESDAS) tahun 2018 oleh KEMENKES menunjukkan persentase kasus periodontitis sebesar
74,1 %. Penyakit periodontal yang umum terjadi adalah periodontitis kronis, terutama pada usia 35
tahun keatas (Alibasyah et al, 2016). Periodontitis kronis umumnya terjadi pada usia dewasa dengan
perkembangan dan tingkat progresi yang lambat, sehingga disebut juga slowly progressive periodontitis.

-hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian yang secara teoretis dianggap paling
mungkin atau paling tinggi tingkat kebenarannya. Hipotesis dapat dilakukan pengujia utk mngethui
kbenarannya dgn sampel.

Rancangan penelitian

-Eksperimen merupakan penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya akibat dari
sesuatu yang dikenakan pada subjek. penelitian eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian
yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap subjek dalam kondisi yang
terkendalikan

-True Eksperimental adalah eksperimen yang betul betul, karena dalam desain ini, peneliti dapat
mengontrol semua variabel luar yang mempengaruhi jalannya eksperimen. Ciri utama dari True
Eksperimental ini adalah bahwa, sampel yang digunakan untuk eksperimen maupun sebagai kelompok
kontrol diambil secara random dari populasi tertentu
-desain Posttest-Only Control Design. Menurut Sugiyono (2012:112), dalam design ini terdapat dua
kelompok yang masing-masing dipilih secara random. Kelompok pertama diberi perlakuan (X) dan
kelompok yang lain tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelompok eksperimen dan kelompok
yang tidak diberi perlakuan disebut kelompok kontrol.

Pengaruh adanya perlakuan (treatment) adalah (O1 : O2). Kalau terdapat perbedaan

yang signifikan antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, maka perlakuan

yang diberikan berpengaruh secara signifikan. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunakan metode eksperimen, yang bertujuan untuk mengetahui akan pengaruh

atau akibat dari suatu perlakuan (treatment).

-variable terikat

Metode dilusi merupakan metode yang digunakan untuk mengetahui kemampuan suatu senyawa
terhadap aktifitas bakteri atau jamur. Uji aktivitas antibakteri atau jamur metode dilusi ini dilakukan
dengan memasukkan sejumlah zat antimikroba ke dalam medium bakteri atau jamurologi padat atau
cair dan biasanya digunakan pengenceran dua kali lipat. Metode ini berguna untuk mengetahui
seberapa besar jumlah zat antimikroba yang diperlukan dalam menghambat pertumbuhan atau
membunuh bakteri atau jamur uji. Daya hambatan pertumbuhan bakteri atau jamur oleh senyawa
antibakteri atau jamur dapat dinyatakan berupa Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi
Bunuh Minimum (KBM). Nilai Konsentrasi Hambat Minimum (KHM) dan Konsentrasi Bunuh Minimum
(KBM) ditentukan menggunakan metode dilusi

-Uji Bebas Etil Asetat. Ekstrak kental yang didapatkan dilakukan pengujian bebas etil asetat untuk
memastikan bahwa ekstrak yang didapatkan bebas dari etil asetat. Ekstrak kental dilarutkan dengan
asam asetat dan H2SO4 pekat kemudian dipanaskan. Ekstrak tersebut dinyatakan bebas etil asetat
karena tidak tercium bau cuka.

-Definisi operasional. Definisi operasional ialah suatu definisi yang didasarkan pada karakteristik yang
dapat diobservasi dari apa yang sedang didefinisikan atau “mengubah konsep-konsep yang berupa

konstruk dengan kata-kata yang menggambarkan perilaku atau gejala yang dapat diamati dan yang
dapat diuji dan ditentukan kebenarannya oleh orang lain”

-Semakin unik suatu definisi operasional, maka semakin bermanfaat. Karena definisi tersebut akan
banyak memberikan informasi kepada peneliti, dan semakin menghilangkan obyek-obyek atau
pernyataan lain yang muncul dalam mendifinisikan sesuatu hal yang tidak kita inginkan tercakup dalam
definisi tersebut secara tidak sengaja dan dapat meningkatkan adanya kemungkinan makna variabel
dapat direplikasi/ganda

-hidroksilamin hidroklorida sbg fraksi ester / campuran saat melakukan uji etil asetat
-nutrien agar sbg media sebar actino dan p gnvls.

-bhi media prtmbuhn p gnvlis

- Fungsi kontrol positif adalah sebagai pembanding apakah ekstrak actinomycetes bisa berefek sama
dengan clorheksidin glu yang digunakan sebagai kontrol positif. Sedangkan fungsi kontrol negative
adalah untuk mengetahui apakah aquades yang digunakan mempunyai efek terhadap bakteri uji,

- -autoclave = sterilisasi alat

Cawan petri = membiakan mikroba

-kulkas pndngin= mympan produk biologis sprti kultur. Mnympan sampel,mnympan larutan1 ttt

-mikropipet= memudahkan dalam memindahkan larutan

-neraca = mngukur ektrak yg d prlukan

- Ose = memindahkan dan mengambil mikroba

- Batang pngaduk = mngaduk larutan

- Kertas saring = menyaring maserat utk mndpt ekstrak

- SPEK= mngkur prtmbh bkteri dgn mendeteksi senyawa (padat/cair) berdasarkan absorbansi foto

- Col = alat pngkur KBM bakteri

Metode shapiro wilk adalah metode uji normalitas yang efektif dan valid digunakan untuk sampel
berjumlah kecil, data berskala rasio, dari sampel yg d ambil scara random. Dalam  penerapannya, para
peneliti dapat menggunakan aplikasi statistik antara lain: SPSS.

Uji Normalitas adalah sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai sebaran data pada sebuah
kelompok data atau variabel, apakah sebaran data tersebut berdistribusi normal ataukah tidak.

-Uji homogenitas adalah suatu uji yang dilakukan untuk mengetahui bahwa dua atau lebih kelompok
data sampel berasal dari populasi yang memiliki varians sama (homogen). Pengujian ini digunakan untuk
meyakinkan bahwa kelompok data memang berasal dari sampel yang sama.

- Data trdistribusi normal lnjut anova=untuk menguji perbedaan mean (rata-rata) data lebih dari dua
kelompok

3. Uji Dunnet’s T3 adalah pengujian perbedaan rata-rata kelompok dengan menggunakan teknik
pengujian perbandingan berpasangan. Uji ini digunakan jika varians populasi tidak sama. Uji Dunnet’s T3
menggunakan perbandingan berpasangan dengan pendekatan maksimum modulus studentized.
Dapus

1. Rahmania, Epsilawati L, Rusminah N. Densitas Tulang Alveolar pada Penderita Periodontitis Kronis dan
Periodontitis Agresif melalui Radiografi. Jurnal Radiologi Dentomaksilofasial Indonesia. 2019; 3 (2): 7-10.

2. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS): Kementerian
Kesehatan RI; 2018. p. 207.

3. Tamara A, Oktiani BW, Taufiqurrahman I. Pengaruh Ekstrak Flavonoid Propolis Kelulut (G.thoracica)
terhadap Jumlah Sel Netrofil pada Periodontitis. Dentin (Jur. Ked. Gigi). 2019; 3 (1): 10 – 16.

4. Saputri D. Gambaran Radiograf pada Penyakit Periodontal. J Syiah Kuala Dent Soc. 2018; 3 (1): 16-21.

5. Sidiqa AN, Herryawan. Efektifitas Gel Daun Sirih Merah (Piper crocatum) pada Perawatan
Periodontitis Kronis. KARTIKA-JURNAL ILMIAH FARMASI. 2017; 5 (1): 1-6.

6. Alibasyah ZM, Ningsih DS, Ananda SF. Daya Hambat Minuman Probiotik Yoghurt Susu Sapi terhadap
Porphyromonas gingivalis Secara In Vitro. J Syiah Kuala Dent Soc. 2018; 3 (2): 65-75.

7. Larasati R. Pengaruh Stres pada Kesehatan Jaringan Periodontal. Jurnal Skala Husada. 2016; 13 (1):
81-89.

8. Alibasyah ZM, Andayani R, Farhana A. Potensi Antibakteri Ekstrak Jahe (Zingiber officinale Roscoe)
terhadap Porphyromonas gingivalis Secara In Vitro. J Syiah Kuala Dent Soc. 2016; 1 (2): 147-152.

10. Putri AL, Lisdiyanti P, Kusmiati M. Identifikasi Aktinomisetes Sedimen Air Tawar Mamasa, Sulawesi
Barat dan Aktivitasnya sebagai Antibakteri dan Pelarut Fosfat. J Bioteknol Biosains Indones. 2018; 5 (2):
139-148.

11. Lestari S, Mukarlina, Kurniatuhadi R. Identifikasi dan Deteksi Aktivitas Daya Hambat Bakteri
Actinomycetes yang diisolasi dari Tanah Gambut di Desa Tajok Kayong Kalimantan Barat. Protobiont.
2019; 8 (1): 13 – 19.

12. E Sudrajat AS, Subekti S. Pengelolaan Ekosistem Gambut sebagai Upaya Mitigasi Perubahan Iklim di
Provinsi Kalimantan Selatan. Jurnal Planologi. 2019; 16 (2): 219-237.
13. Desyaningrum H, Epsilawati L, Rusyanti Y. Karakteristik Kerusakan Tulang Alveolar pada Penderita
Periodontitis Kronis dan Agresif dengan Pencitraan Cone Beam Computed Tomography. Padjadjaran J
Dent Res Student. 2017; 1 (2): 138-143.

14. Abdullah et al. Aktivitas Antibakteri Actinomycetes Asal Desa Cempaka Kapuas Hulu Kalimantan
Barat terhadap Enteropatogenik Gastoenteritis. AL-KAUNIYAH: Jurnal Biologi. 2020; 13 (1): 20-30.

15. Putri AD dan Nurkanto. Keragaman Aktinomisetes Asal Serasah, Sedimen, dan Tanah Pulau Enggano,
Bengkulu. Berita Biologi. 2016; 15 (3): 207-319.

16. Asnani A dan Oedjijono. Eksplorasi Aktinomisetes di Kawasan Mangrove Segara Anakan. UNSOED
Press: Universitas Jenderal Soedirman; 2019. P. 3-8.

17. Nandina RQ et al. Skrining Aktivitas Antibakteri dan Identifikasi Molekuler Berdasarkan Gen 16S
rRNA Isolat Aktinomiset Asal Pulau Enggano dan Bali. Berkala Bioteknologi. 2019; 2 (2)

18. Ratnakomala et al. Aktivitas Antibakteri Aktinomisetes Laut dari Pulau Enggano. Berita Biologi. 2016;
15 (3): 207-319.

19. Syarifuddin A, Sulistyani N. Karakterisasi Fraksi Teraktif Senyawa Antibiotik Isolat KP 13 dengan
Metode Densitomtri dan KLT-Semprot. Jurnal Ilmiah Ibnu Sina. 2019; 4 (1): 156-166.

20. Astriani AD, Djide MN, Naid T. Uji Aktivitas Antinikroba Actinomycetes dari Tanah Perakaran Kunyit
Putih (Curcuma Zedoria). JF FIK UINAM. 2018; 6 (1): 66-71.

21. Bhati P. Potential Of Actinomycetes as Biormediating and Biocontrolling Agents. PARIPEX - INDIAN
JOURNAL OF RESEARCH. 2019; 8 (1): 36-40.

22. Hasani A, Kariminik A, Issazadeh K. Streptomycetes: Characteristics and Their Antimicrobial Activities.
Int J Adv Biol Biom Res. 2014; 2 (1):63-75.

23. Anandan R, Dharumadurai D, Manogaran GP. An Introduction to Actinobacteria. Open Access Peer-
Reviewed Chapter. 2016. p. 100-129

24. Kawuri R. Isolasi dan Identifikasi Streptomyces sp. pada Rhizosfer Tanaman Pisang (Musa
paradiasica) di Desa Pendem Jembrana Bali. JURNAL METAMORFOSA. 2016; 3 (2): 140-148.

25. Pranata N. Dental Calculus as The Unique Calcified Oral Ecosystem. Oceana Biomedicina Journal.
2019; 2 (2): 52-65.

26. Fallo G. Isolasi dan Penapisan Aktinomiset Penghasil Senyawa Antimikroba. SAINTEKBU: Jurnal Sains
dan Teknologi. 2017; 9 (2): 38-46.

27. Mentari et al. Pengaruh Perbedaan Metode Ekstraksi Metabolit Sekunder Streptomyces sp. GMR22
terhadap Toksisitas pada Sel BHK-21. Pharmacon: Jurnal Farmasi Indonesia. 2019; 16 (1): 1-10.
28. Sulistyani N dan Narwanti I. Aktivitas Cairan Kultur Bakteri Penghasil Antibiotik (Isolat P301)
terhadap Staphylococcus aureus ATCC 25923 dan Optimasi Waktu Produksi Metabolit Sekunder. JURNAL
ILMU KEFARMASIAN INDONESIA. 2015; 13 (2): 181-186.

29. Wahjuni S. Metabolisma Biokimia. Denpasar: Udayana University Press; 2013. p. 1-4.

30. Perry DA, Beemsterboer PL, Essex G. Periodontology for The Dental Hygienist Fourth Edition. China:
Elseviers; 2014. p.17.

31. Putri NHS, Nurdiwiyati D, Lestari S, Ramdhan B, Efendi M, Nurhidayat N. Aktivitas Antibakteri Ekstrak
Tangkai dan Daun Begonia Multangula Blume. terhadap Porphyromonas Gingivalis. Jurnal Biologi
Universitas Andalas (J. Bio. UA.). 2019; 7 (1): 51-58.

32. Dwipriastuti D, Putranto RR, Anggarani W. Perbedaan Efektivitas Chlorhexidine Glukonat 0,2%
dengan Teh Hijau (Camellia sinensis) terhadap Jumlah Porphyromonas gingivalis. ODONTO Dental
Journal. 2017; 4 (1): 50-54.

33. E Amelinda E, R Widarta WI, T Darmayanti LP. Pengaruh Waktu Maserasi terhadap Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Rimpang Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.). Jurnal Ilmu dan Teknologi
Pangan. 2018; 7 (4): 165-174.

34. Mukhriani. Ekstraksi, Pemisahan Senyawa, dan Identifikasi Senyawa Aktif. Jurnal Kesehatan. 2014; 7
(2): 361-367.

35. Soleha TU. Uji Kepekaan terhadap Antibiotik. JUKE UNILA. 2015; 5 (9): 119-123.

36. N Fitriana YA, N Fatimah VA, Fitri SA. Aktivitas Anti Bakteri Daun Sirih: Uji Ekstrak KHM (Kadar
Hambat Minimum) dan KBM (Kadar Bakterisidal Minimum). SAINTEKS. 2019; 16 (2): 101-108.

37. Pratiwi ST. Mikrobiology Farmasi. Yogyakarta: Erlangga; 2008. p. 120-159.

38. Wicaksono EB, Hardianto, Muliawan A. Rancang Bangun Penghitung Jumlah Koloni Bakteri Berbasis
Arduino Uno. Teknika. 2019; 13 (2): 123 – 128.

39. Irawan A. Kalibrasi Spektrofotometer sebagai Penjaminan Mutu Hasil Pengukuran dalam Kegiatan
Penelitian dan Pengujian. INDONESIAN JOURNAL OF LABORATORY. 2019; 1 (2): 1-9.

40. Raudah, Zubaidah T, Santoso I. Efektivitas Sterilisasi Metode Panas Kering pada Alat Medis Ruang
Perawatan Luka Rumah Sakit Dr. H. Soemarno Sosroatmodjo Kuala Kapuas. Jurnal Kesehatan
Lingkungan. 2017; 14 (1): 425-430.

41. K Syah IS. Penentuan Tingkatan Jaminan Sterilitas pada Autoklaf dengan Indikator Biologi Spore
Strip. Farmaka Volume. 2016; 14 (1): 59-69.

42. Ayuhastusi A. Praktikum Teknologi Sediaan Steril. Jakarta Selatan: KEMENKES RI; 2016. P. 27.
43. Kamelia M et al. Analisis Jumlah Mikroba pada Lahan Parkir di UIN Raden Intan Lampung.
BIOEDUKASI. 2019, 10 (2): 184-192.

44. Andriani R. Pengenalan Alat-Alat Laboratorium Mikrobiologi Untuk Mengatasi Keselamatan Kerja
dan Keberhasilan Praktikum. Jurnal Mikrobiologi. 2016; 1 (1)

45. S Putri NH et al. Aktivitas Antibakteri Ekstrak Tangkai dan Daun Begonia Multangula Blume.
terhadap Porphyromonas Gingivalis. Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2019; 7 (1): 51-58.

46. Astuti E. Isolasidan Karakterisasi Morfologi Aktinomiset Indigenus Asal Tanah Gambut. Jurnal Ilmu
Alam dan Lingkungan. 2017; 8 (16): 7-15.

48. Amanda EA, Oktiani BW, Panjaitan FUA. Efektivitas Antibakteri Ekstrak Flavonoid Propolis Trigona
Sp(Trigona thorasica) Terhadap Pertumbuhan Bakteri Porphyromonas gingivalis. Dentin Jurnal
Kedokteran Gigi. 2019; 3 (1): 23-28.

2.7 Kerangka Teori Penelitian

Actinomycetes Bakteri Rongga


Mulut
Bahan Sintesis
Streptomyces spp Plak
Subgingiva

Metabolit sekunder
Biofilm Klorheksidin
Glukonat 0,2%

Enzim Senyawa Faktor


ekstraselular antibiotik Virulensi
Menghancurkan
Mendegredasi Menghambat Periodontitis Dinding Sel
Kronis Bakteri
Senyawa Pertumbuhan
Kompleks Bakteri lain
Porphyromonas
gingivalis
1. Merusak dinding sel
2. Mengubah permeabilitas
sitoplasma
Gangguan Pertumbuhan
3.Menghambat sintesis protein
Porphyromonas gingivalis
4. Menghambat sintesis asam
nukleat
5. Menghambat enzim di Pertumbuhan
dalam sel Porphyromonas
gingivalis menurun

Anda mungkin juga menyukai