Anda di halaman 1dari 4

GIGITAN ULAR

Revisi 01 1 Page Of 4

Ditetapkan
Tanggal Terbit
PANDUAN PRAKTIK
KLINIK
dr. Hj. Umi Aliyah, M.Kes.
2018
Direktur
GIGITAN ULAR

Revisi 01 2 Page Of 4

Pengertian Gigitan ular berbisa merupakan salah satu keadaan yang harus
diwaspadai di Indonesia. Pagutan ular berbisa menyebabkan
terjadinya sekumpulan gejala seperti nekrosis jaringan, perdarahan,
gagal organ, sampai kematian.
Anamnesis  Kapan gigitan ular terjadi
 Jenis ular terutama warna dan bentuk
Ular berbisa selalu memiliki satu atau sepasang gigi taring rahan
atas yang memanjang, yang dapat menyalurkan bisa kepada
mangsa yang digigit. Ciri lain adalah bentuk kepala segitiga, ukuran
gigi taring kecil, dan pada luka pagutan terdapat bekas gigi taring
tersebut.
 Pertolongan pertama yang sudah dilakukan. Pemberian obat-
obatan dan pengobatan tradisional dapa memberikan gejala lain.
 Korban dapat panik, takipneu, tangan dan kaki kaku, pusing,
sinkop vasovagal, agitasi  menyamarkan gejala sebenarnya
Pemeriksaan Fisik  Gejala lokal:
o Tanda gigitan taring, nyeri lokal, pendarahan lokal, meamr,
limfangitis, limfadenopati, melepuh, infeksilokal, abses, dan
nekrosis jaringan (terutama ular family Viperidae)
o Gejala edema, kemerahan, nekrosis pada tempat gigitan
disebabkan juga oleh pengaruh enzim proteolitik.
 Gejala Sistemik:
o Sering dijumpai mual, muntah, nyeri perut, pusing, dan lemah
badan
o Ular Viperidae terjadi kelainan yang melibatkan sistem
kardiovaskular, seperti gangguan pengelihatan, pusing,
mengantuk, pingsan, syok, hipotensi, aritmia jantung, edema
parum edema konjungtiva
o Gangguan perdarahan, perdarahan gusi, epistaksis, perdarahan
mata, perdarahan intracranial, perdarahan saluran cerna, dan
bentuk perdarahan lainnya
o Thrombosis arteri serebral sering ditemukan pada gigitan
Daboia ruselli sehingga terjadi stroke  lakukan pemeriksaan
neurologis lengkap
o Kelainan ginjal berupa hematuri, hemoglobiuri, mioglubinuri,
anuri, dan gagal ginjal akut
o Kelainan endokrin dapat terjadi, berupa insufisiensi adrenal,
syok, hipoglikemia.
GIGITAN ULAR

Revisi 01 3 Page Of 4

Kriteria Diagnosis Anamnesis


Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan penunjang
Diagnosis Kerja Gigitan ular
Diagnosis Banding Sengatan binatang berbisa lainnya
Pemeriksaan Laboratorium: darah lengkap (leukositosis, anemia, trombositopenia),
Penunjang pemeriksaan faal hemostasis.
Tata Laksana  Non-farmakologis
o Berupa pertolongan pertama, dengan menenangkan korban
cemas, imobilisasi dengan teknik pressure immobilization.
o Hindari insisi tempat gigitan, menghisad darah dari tempat
gigitan, pendinginan, pemberian antihistamin & kortikosteroid,
pemakaian obat-obat tradisional, dan pemasangan
tourniquette.
o Terapi suportif dengan menjaga ABC.
 Farmakologis
o Pemberian Serum Anti Bisa Ular (SABU) dengan indikasi:
- Gangguan hemostasis: perdarahan spontan, koagulopati, dan
trombositopenia <100.000/mm3
- Tanda neurotoksis seperti ptosis, oftamoplegia eksternal,
paralisis
- Gangguan kardiovaskular seperti hipotensi, syok aritmia
- AKI failure
- Hemoglobinuria atau mioglobinuri
- Rhabdomiolisis generalisata
- Pembengkakan tungkai lebih dari setengahnya,
pembengkakan yang timbul segera setelah pagutnan pada
jari, pembengkakan yang progresis, ptau pembengkakan
kelenjar getah bening di area ekstremitas
o Dosis pertama sebanyak 2 vial £ 5ml sebagai larutan 2% dalam
normal saline sebagai infus dengan kecepatan 40 – 80 tetes per
menit, kemudian diulang setelah 6 jam. Dapat terus diberikan
setiap 24 jam sampai maksimum 80 – 100 ml SABU.
Penyulit Infeksi sekunder
Edukasi Mengkomunikasikan, menginformasikan, dan mengedukasikan
tentang penyakit, pengobatan, dan prognosisnya.
Konsultasi Dokter spesialis penyakit dalam
Prognosis Tergantung spesies ular berbisa yang menggigit, beratnya gejala
klinis, dan kecepatan penanganan.
Tingkat Evidens
Tingkat Rekomendasi
GIGITAN ULAR

Revisi 01 4 Page Of 4

Penelaah Kritis SMF Bedah RS Muhammadiyah Lamongan


Indikator Medis
Kepustakaan  PB PAPDI. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam (Emergency in
internal Medicine). InternaPublishing: Jakarta. 2016.
 Panduan Pelayanan Medik, Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit
Dalam Indonesia ( PAPDI ), Tahun 2008.

Anda mungkin juga menyukai