Anda di halaman 1dari 80

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Rumah Sakit Hewan (RSH) merupakan salah satu sarana bagi dokter hewan
untuk dapat melakukan interaksi dengan pasien dan klien selain klinik hewan.
Rumah Sakit Hewan Institut Pertanian Bogor (RSH IPB) merupakan organisasi
medis yang bertujuan memberikan pelayanan kesehatan hewan baik secara
promotif, preventif, maupun kuratif. Misi RSH IPB adalah untuk mengembangkan
layanan medik dan layanan sosial berkualitas serta berimbang dengan
memperhatikan kepuasan klien demi terwujudnya harmoni kesehatan hewan,
manusia, dan lingkungan. Mahasiswa Pendidikan Profesi Dokter Hewan (PPDH)
diberikan izin untuk melakukan kegiatan pembelajaran di RSH IPB agar dapat
lebih memahami bidang penyakit dalam dan kerumahsakitan. Hal ini dilakukan
dengan melibatkan mahasiswa PPDH secara aktif dalam kegiatan yang
berlangsung di RSH IPB. Kegiatan tersebut meliputi pelayanan administrasi
kerumahsakitan, pencatatan rekam medis, pemeriksaan fisik untuk peneguhan
diagnosa, penanganan kasus penyakit dalam dan bedah, pemeriksaan lanjutan
(berupa pemeriksaan hematologi dan kimiawi darah, radiografi, ultrasonografi,
dan fluoroskopi), serta melakukan diskusi dengan dokter hewan yang bertugas
tentang kasus yang telah diperoleh.
Selain hewan kesayangan, pengetahuan mengenai hewan besar (ruminansia)
juga merupakan kompetensi yang wajib diketahui oleh mahasiswa PPDH FKH
IPB. Pengetahuan ini didapatkan dengan keikutsertaan mahasiswa dalam kegiatan
harian peternakan sapi perah di Kawasan Peternakan (KUNAK) yang terletak di
daerah Cibungbulang. Kegiatan harian tersebut dapat digunakan untuk
mempelajari manajemen kesehatan hewan dan kandang serta penanganan
permasalahan kesehatan di lapangan.

Tujuan
1. Memberikan pelatihan kepada kami sebagai mahasiswa PPDH dalam
mendiagnosa penyakit dan melaksanakan terapi pada setiap kasus hewan kecil
yang ditemukan di RSH IPB.
2. Memberikan pelatihan kepada kami sebagai mahasiswa PPDH dalam
mendiagnosa penyakit dan melaksanakan terapi pada setiap kasus hewan besar
yang ditemukan di KUNAK.
3. Meningkatkan wawasan dan pengetahuan kami sebagai mahasiswa PPDH
dalam bidang kerumahsakitan, peternakan serta edukasi kepada klien atau
peternak.
SELAYANG PANDANG RUMAH SAKIT HEWAN IPB

Lokasi

Rumah Sakit Hewan IPB terletak secara berdampingan dengan Fakultas


Kedokteran Hewan (FKH) IPB Dramaga, yaitu Jalan Agatis Kampus IPB
Dramaga, Bogor 16680 dengan nomor telepon (0251) 420503 dan fax 629467.

Keorganisasian
Rumah Sakit Hewan IPB pertama kali diresmikan oleh presiden ke-4
Indonesia yaitu (alm.) Abdurrahman Wahid (Gusdur) pada tanggal 11 Oktober
2000. RSH IPB dipimpin oleh seorang direktur yang dibantu oleh dua orang wakil
direktur masing-masing pada bidang medik dan bidang administrasi dan
keuangan. Wakil direktur bidang medik membawahi bagian pendidikan, rawat
inap, laboratorium, operasi, rontgen, poliklinik, dan apotek. Wakil direktur bidang
administrasi dan keuangan membawahi bagian administrasi, keuangan, rumah
tangga, dan perlengkapan (Gambar 1).

Gambar 1 Struktur Organisasi RSH IPB

Fasilitas dan Kegiatan Kerumahsakitan


Bangunan RSH IPB terdiri dari dua bagian, yaitu bangunan utama dan
bangunan yang digunakan sebagai kandang. Bangunan utama memiliki dua lantai,
di lantai pertama terdapat ruang poliklinik dan laboratorium, ruang rawat inap
hewan kecil, ruang operasi hewan kecil, ruang operasi hewan besar, resepsionis,
apotek, ruang tunggu dan ruang yang diperuntukkan bagi mahasiswa PPDH, serta
ruang staf dan dokter. Perpustakaan, ruang baca, musholla, ruang duduk bagi
tamu, ruang direktur, dan kamar yang digunakan untuk mahasiswa PPDH yang
mendapat jadwal untuk jaga malam berada di lantai dua. Area kandang berada di
3

bagian belakang bangunan utama RSH IPB. Area ini terdiri dari kandang sapi,
kandang kuda, kandang ruminansia kecil, kandang anjing dan kucing, gudang
pakan dan peralatan, serta tempat penampungan kotoran. Alat penunjang diagnosa
yang digunakan meliputi fluoroskopi, ultrasonografi (USG) tiga dimensi,
elektrokardiografi (EKG), rontgen, dan endoskopi. Alat periksa darah yang
tersedia yaitu kimia darah, hematologi, dan lain-lain.
Mahasiswa diberikan tanggung jawab untuk merawat kebersihan dari
fasilitas yang terdapat di RSH IPB dengan melakukan sanitasi harian setiap
harinya pada beberapa tempat, yaitu ruang poliklinik di dalam rumah sakit, serta
kandang anjing dan sapi di tempat rawat inap belakang rumah sakit. Selain itu,
mahasiswa juga melakukan round visit setiap hari, berupa pengecekan terhadap
kondisi fisiologis hewan yang berada di tempat sanitasi. Form round visit
terlampir pada bagian akhir dari laporan ini.

1. Ruang Poliklinik
Ruang poliklinik merupakan ruang yang memiliki peranan penting di
Rumah Sakit Hewan. Ruangan ini digunakan untuk melakukan pemeriksaan dan
tindakan pengobatan setiap pasien yang datang. Terdapat dua ruang poliklinik di
RSH FKH IPB, satu ruangan difungsikan untuk pemeriksaan pasien setiap harinya
yang sebelumnya dapat menunggu di ruang tunggu seperti pada Gambar 2.
Ruangan selanjutnya lebih jarang digunakan karena difungsikan untuk
pemeriksaan lebih lanjut seperti USG. Ruang poliklinik dilengkapi dengan meja
periksa dan rak peralatan pemeriksaan, lemari untuk obat-obatan, mikroskop,
meja dengan berbagai perlengkapan untuk tindakan pengobatan, lampu
illuminator, wastafel, dan meja dokter. Terdapat berkas rekam medik pasien di
meja dokter, untuk dilakukan pengecekan setiap harinya.
Kegiatan sanitasi ruang poliklinik setiap harinya sangat diperlukan karena
setiap pasien yang datang mungkin membawa berbagai agen penyakit. Selain itu,
sanitasi diperlukan untuk mencegah terjadinya infeksi nosokomial pada pasien
yang datang untuk cek kesehatan atau pun untuk pengobatan akibat adanya agen
penyakit yang ada di poliklinik. Sanitasi ruangan secara keseluruhan dilakukan
setiap pagi hari dengan melakukan desinfeksi ruangan menggunakan desinfektan.
Selanjutnya, sanitasi meja juga dilakukan saat terjadi pergantian pasien. Hal ini
dilakukan untuk mencegah terjadinya penularan agen penyakit dari pasien satu ke
pasien yang lainnya terutama agen penyakit yang bersifat menular.
Gambar 2 Ruang tunggu pasien (kiri) dan ruang poliklinik (kanan) untuk pemeriksaan dan
pengobatan pasien.
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

Kondisi ruang poliklinik secara umum cukup baik dengan tata letak yang
jelas sehingga memudahkan untuk tindakan pemeriksaan dan pengobatan. Saran
yang dapat diberikan adalah penggunakan desinfektan untuk kegiatan sanitasi juga
hendaknya dilakukan pergantian secara berkala untuk menghindari resistensi agen
penyakit yang ada.
Setiap harinya, mahasiswa yang mendapatkan jadwal menjaga ruang
poliklinik mencatat rekam medik pasien yang datang pada hari tersebut. Rekam
medik harian tersebut kemudian dibagikan ke seluruh mahasiswa PPDH dan
kemudian didiskusikan setiap sore hari.

2. Ruang Utama Kandang Depan


Ruang utama kandang depan (poliklinik) RSH IPB merupakan ruangan
yang biasa digunakan sebagai ruangan pemeriksaan hewan kecil, pengobatan
hewan kecil, grooming, ruang inap hewan kecil, dan lainnya seperti pada Gambar
3. Kondisi ruangan terdiri dari beberapa kandang kecil, meja periksa, dan bak
pemandian hewan kecil yang dilengkapi dengan shower air dingin dan air panas.
Kandang yang digunakan merupakan sistem kandang terbuka untuk hewan kecil
seperti kucing dan anjing jenis ukuran mini yang tidak sedang mengalami infeksi
penyakit yang menular, seperti kasus penyakit hewan fraktur, abses, malnutrisi,
dan lain-lain. Kandang terbuka terdiri dari kandang terbuka dan tertutup, kandang
terbuka digunakan untuk hewan yang tidak perlu perhatian ketika dikandangkan,
kandang tertutup digunakan untuk hewan yang butuh perhatian ketika
dikandangkan, seperti hewan yang harus diinfus dan dirawat inap.
5

Gambar 3 Ruang utama kandang depan (kiri) dan meja periksa/ pengobatan sekaligus bak
pemandian (kanan).
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

Kandang terbuka juga biasa digunakan untuk memelihara hewan-hewan


sehat. Meja periksa biasanya digunakan sebagai tempat periksa untuk hewan yang
sedang diinapkan dan pengobatan yang membutuhkan pencahayaan seperti
pengobatan injeksi serta pengobatan pada hewan yang butuh di-handle. Bak
pemandian hewan kecil digunakan sebagai tempat grooming hewan klien yang
minta dimandikan dan dilengkapi dengan shower air panas dan air dingin. Bak
pemandian juga dapat digunakan sebagai tempat pengobatan terutama hewan-
hewan yang mengalami gangguan penyakit kulit seperti jamur (ringworm),
scabies, dan demodekosis. Selain itu, sistem ruangan pun dilengkapi dengan
sistem ventilasi, pencahayaan, dan lantai yang baik. Walaupun sistem ruang
kandang depan cukup baik, kami menyarankan agar ruangan selalu diperhatikan
kebersihannya, tidak hanya dibersihkan dengan desinfektan, tetapi juga sirkulasi
udaranya (jendela ruangan selalu dibuka pagi hari). Hal ini berkaitan dengan bau
di ruangan yang cukup menyengat dan tercium hingga ruangan sekitarnya.

3. Ruang Laboratorium
Salah satu layanan Rumah Sakit Hewan yang penting bagi layanan
kesehatan pasien adalah laboratorium seperti pada Gambar 4. Laboratorium klinik
atau laboratorium medis merupakan tempat yang digunakan dalam melakukan
berbagai macam tes pada spesimen biologis. Hal ini bertujuan untuk mendapatkan
informasi tentang kesehatan pasien serta berfungsi dalam penegakan diagnosa dari
penyakit hewan yang diperiksa.
Gambar 4 Ruang laboratorium RSH IPB (kiri) dan lemari alat dan bahan laboratorium (kanan).
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015).

Ruang laboratorium RSH IPB dilengkapi berbagai peralatan yang


menunjang untuk pemeriksaan lanjutan. Peralatan tersebut antara lain: mikroskop,
hemasitometer, haemometer sahli, sentrifuse, dan strip test. Ruangan ini juga
dilengkapi dengan freezer yang digunakan untuk menyimpan bangkai hewan.
Keadaan ruangan ini cukup bersih hanya saja di meja pembuatan preparat natif
dan pewarnaan agak kotor, cairan giemsa berceceran memawarnai permukaan
meja. Sirkulasi udara di ruangan ini cukup bagus dengan satu pintu di bagian
depan dan satu pintu di bagian belakang yang terbuka. Walau terkadang bau dari
freezer mencemari udara dalam ruangan ini. Saran dari kami adalah perlu
ditingkatkan lagi kebersihan dalam ruangan ini. Penggunaan pengharum ruangan
mungkin dapat menjadi alternatif yang baik dalam menetralisir udara serta waktu
penyimpanan bangkai hewan dalam freezer mungkin perlu dipersingkat.

4. Ruang Fluoroskopi
Ruang fluoroskopi merupakan salah satu ruangan penunjang dalam sistem
poliklinik di Rumah Sakit Hewan IPB seperti pada Gambar 5. Terdapat satu set
perangkat fluoroskopi di ruangan ini. Alat ini hingga saat ini masih sering
digunakan dalam mendiagnosa beberapa penyakit di hewan, antara lain fraktur,
pembesaran kantung kemih atau kolon, Congestive Heart Failure (CHF) dan
hernia. Kondisi ruangan fluoroskopi ini dalam keadaan cukup baik dan terawatt.
Hal ini dapat dilihat dari lantai dan alat yang selalu dibersihkan dari kotoran
(debu). Dalam kondisi sepi pasien, alat fluoroskopi jarang digunakan. Walaupun
begitu, kami menyarankan ruangan tetap dibersihkan untuk menghindari
kerusakan pada alat akibat kotoran atau debu.
7

Gambar 5 Ruang fluoroskopi (kiri) dan apron yang tersedia di dalamnya (kanan).
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015).

5. Ruang Inkubasi
Ruang inkubasi dapat disebut juga sebaia ruang Intensive Care Unit (ICU)
dimana pasien yang dimasukkan ke dalam incubator berada dalam kondisi kritis
atau membutuhkan perhatian dan perawatan yang lebih intensif seperti terlihat
pada Gambar 6. Namun, ruangan ini tidak diperuntukkan bagi hewan dengan
penyakit menular. Ruang inkubasi RSH IPB kurang lebih berukuran 6x4 m2 yang
dilengkapi dengan 1 kandang kecil, 1 kandang besar, 2 inkubator, 2 lemari
perkakas atau obat, wastafel, dan kursi.
Hanya terdapat 1 inkubator yang berfungsi, namun sayangnya terdapat
rambut-rambut kucing yang menempel pada circulatory fan (kipas sirkulasi).
Pembersihan dan perawatan menyeluruh dan alat inkubator sulit dilakukan dan
tentunya membutuhkan biaya yang mahal. Sementara inkubator lainnya tidak
dapat digunakan.

Gambar 6 Ruang inkubasi beserta alat-alat penunjang (kiri) dan inkubator (kanan).
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015).

Inkubator digunakan untuk memelihara atau menstabilkan suhu tubuh


pasien. Hal ini dikarenakan hewan yang sakit memiliki kecenderungan mengalami
penurunan suhu tubuh. Jika suhu tubuh tidak dapat dijaga dengan baik, maka sel-
sel tubuh akan mengalami kerusakan dan berakhir pada kematian sel. Perawatan
sehari-hari yang dilakukan di ruang ICU adalah menyapu dan mengepel lantai
dengan menggunakan desinfektan. Pembersihan ruang ICU juga meliputi
menyapu sarang laba-laba yang terbentuk di sudut-sudut ruangan.
Saran yang dapat diberikan adalah diperlukan adanya pengawasan dan
pemantauan kebersihan ruangan ICU untuk menghindari adanya nosocomial
disease. Selain itu, sebaiknya disediakan kain lap, selimut atau heating pad untuk
pasien yang berada di ruang ICU. Peralatan di ruang ICU yang perku
ditambahkan adalah infusion pump dan syringe pump guna menghindari macetnya
selang infus dan mempermudah aplikasi obat intravena (IV). Hal ini dikarenakan
pada saat pasien berada dalam kondisi kritis, pembuluh darah akan mudah kolaps
dan sulit dicari. Adanya infusion pump dan syringe pump akan memberikan
kemudahan dalam aplikasi terapi. Peralatan penunjang lain yang disarankan untuk
berada dalam ruang ICU adalah rescucitator, oxygen chamber, dan tabung
oksigen.

6. Ruang Rawat Inap Infeksius dan Non Infeksius


Ruang rawat inap adalah suatu ruangan untuk pasien yang memerlukan
asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan secara berkesinambungan
lebih dari 24 jam. Lokasi ruang rawat inap harus terletak pada lokasi yang tenang,
aman, dan nyaman, namun tidak mengesampingkan kemudahan akses atau
pencapaian dari sarana penujang rawat inap lainnya. Ruangan rawat inap
seharusnya terletak jauh dari tempat pembuangan kotoran dan terhindar dari
kebisingan mesin.
Ruang rawat inap umumnya dikelompokkan berdasarkan kelompok
aktivitas yang sejenis dan jenis penularan penyakit. Ruang rawat inap Rumah
Sakit Hewan Fakultas Kedokteran Hewan IPB dikelompokkan berdasarkan
kemampuan penularan penyakit, yaitu ruang rawat inap non infeksius dan ruang
rawat inap infeksius.

 Ruang rawat Inap Non infeksius


Ruang rawat non infeksius di dalam Rumah Sakit Hewan Fakultas
Kedokteran Hewan IPB berjumlah dua ruangan (Gambar 7). Ruangan tersebut
digunakan sebagai tempat perawatan pasien rawat inap dengan penyakit-penyakit
yang tidak menular. Kondisi ruang inap non infeksius I cukup baik. Lantai dan
dinding bersih dan rapi karena selalu dibersihkan setiap hari.

Gambar 7 Ruang rawat inap non-infeksius. Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)


9

Saat ini, pasien yang menempati ruang rawat inap non infeksius I ini adalah
1 ekor anjing Beagle dan anjing ini masih sehat serta aktif. Namun, sistem
ventilasi udara ruang inap non infeksius kurang baik. Satu-satunya jalan udara
masuk dan keluar adalah melalui pintu ruangan sehingga ketika pintu ditutup
rapat, udara di luar ruangan terasa tersebut pengap. Sinar matahari pun tidak
secara langsung dapat masuk ke dalam ruangan ini.
Ruang inap non infeksius II berukuran lebih kecil, namun dilengkapi dengan
jendela yang dapat terbuka dan ditutup dengan rapat sehingga memungkinkan
terjadinya pertukaran udara. Ruangan ini juga dilengkapi dengan keran air dan
wastafel sehingga dokter dan paramedis dapat segera mencuci tangan setelah
menangani pasien.

 Ruang Rawat Inap Infeksius


Ruang rawat inap infeksius di dalam Rumah Sakit Hewan Fakultas
Kedokteran Hewan IPB berjumlah satu ruangan. Ruangan tersebut digunakan
sebagai tempat perawatan pasien rawat inap dengan penyakit-penyakit yang
mudah menular. Ruangan ini juga difungsikan sebagai ruangan isolasi pasien.
Kondisi ruangan rawat inap infeksius baik dan bersih, namun tidak dilengkapi
dengan ventilasi udara mmaupun wastafel untuk sanitasi. Alkohol ataupun
desinfektan lain pun tidak tersedia di dalam ruangan ini, sehingga dokter,
paramedis, dan mahasiswa yang berkontak dengan pasien harus membersihkan
tangan di luar ruangan rawat inap infeksius. Hal ini memungkinkan penyebaran
penyakit antar pasien menjadi lebih tinggi. Ruang rawat inap infeksius ini juga
tidak dilengkapi dengan saluran air dan tempat sampah sehingga proses sanitasi
ruangan menjadi agak sulit. Sebaliknya ruangan ini dilengkapi dengan saluran air
tersendiri sehingga dapat disanitasi setiap hari.

Gambar 8 Ruang rawat inap infeksius. Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

7. Kandang Sapi
Rumah Sakit Hewan IPB memiliki kandang sapi yang terletak di instalasi
rawat inap. Sanitasi kandang sapi merupakan bagian dari tanggung jawab
mahasiswa PPDH. Saat ini, terdapat 3 (tiga) ekor sapi perah yang mengisi
kandang tersebut. Dari ketiga hewan tersebut, 1 (satu) diantaranya masih
merupakan sapi dara (Gambar 9).
Gambar 9 Kandang sapi tampak belakang (kiri) dan kandang sapi tampak depan tunggu beserta
kondisi lorong kandang pada sore hari setelah pemberian hijuan (kanan).
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

Kegiatan sanitasi kandang sapi dilakukan setiap hari tanpa terkecuali hari
libur pada pukul 05.00 WIB. Setiap mahasiswa wajib menggunakan wearpack dan
boots untuk keamanan dan kelancaran kegiatan. Aktivitas terbagi menjadi 3
bagian, yaitu pembersihan kandang, pembersihan tempat pakan dan minum, juga
penyikatan dan round visit atau pemeriksaan fisik harian pada setiap hewan.
Kandang perlu dibersihkan setiap hari untuk mencegah adanya penyebaran
penyakit akibat kondisi kandang yang kotor penuh dengan feses maupun urin.
Feses merupakan media yang sangat baik untuk pertumbuhan bakteri. Urin yang
menggenang juga akan menyebabkan lantai kandang menjadi lembab dan
mengganggu kesehatan kuku dari sapi tersebut. Setiap hari dilakukan pengamatan
umum mengenai kondisi skoring feses tersebut dan juga adanya perubahan warna
seperti darah pada urin. Akan tetapi tidak ditemukan diare maupun hematuria
selama kegiatan berlangsung. Dalam pelaksanaannya, pembersihan kandang
dimulai dengan mengambil feses di setiap bagian kandang dengan menggunakan
alat bantu sekop yang tersedia. Feses kemudian dikumpulkan pada wadah feses
yang tersedia untuk kemudian dipindahkan ke ruang pupuk yang terletak beberapa
puluh meter dari kandang sapi seperti terlihat pada Gambar 10. Di ruang pupuk,
feses ditumpuk untuk kemudian dapat digunakan kembali sebagai pupuk kandang.
Akan tetapi selama kegiatan berlangsung, mahasiswa belum melihat penggunaan
efektif dari produksi kotoran sapi yang dapat bermanfaat untuk menyuburkan
ruang hijau sekitar kampus. Selanjutnya lantai kandang dibersihkan menggunakan
selang air bertekanan sedang sambil disikat. Hal ini bertujuan untuk membersihka
kandang dari sisa-sisa feses dan urin yang tidak terserok dengan sekop, dan juga
memastikan bahwa lantai kandang tidak licin. Lantai kandang yang licin dapat
membuat hewan terpeleset dan cedera. Sisa air pada lantai kemudian ditarik
dengan menggunakan alat yang tersedia.
11

Gambar 10 Ruang pupuk (kiri) dan tempat pakan dan minum saat pemberian pakan sore hari
(kanan). Sumber: Dokumentasi Pribadi (2015)

Pada saat yang bersamaan, tempat pakan dibersihkan dari sisa-sisa pakan
hari sebelumnya. Apabila terdapat air yang menggenang dari tempat pakan, air
tersebut dibuang dan dibersihkan. Sistem tempat pakan yang tidak memiliki jalur
irigasi serta bersebelahan dengan tempat minum membuat air tumpah pada saat
hewan minum. Padahal, air dapat merusak konsentrat yang akan diberikan pada
hewan. Sebaliknya, tempat minum memiliki aliran irigasi menuju lantai kandang,
sehingga pergantian air dapat lebih mudah dilakukan. Sisa rumput dan konsentrat
diambil dengan teliti dari tempat minum. Tempat minum yang sudah bersih diisi
kembali dengan menggunakan akses air yang tersedia. Ketersediaan air bersih
secara ad libitum sangat penting untuk memastikan kesejahteraan hewan
terpenuhi. Mahasiswa tidak memberikan pakan, akan tetapi staf yang bertanggung
jawab biasanya akan memberikan pakan berupa hijauan seperti rumput gajah dan
ilalang yang kadang kalanya dicampurkan dengan konsentrat setiap pagi dan sore.
Hewan disikat dan dibersihkan setiap pagi dengan menggunakan selang air
untuk membersihkan tubuh hewan dari kotoran. Seringkali hewan menginjak dan
duduk pada fesesnya sendiri sehingga bagian coxae, digitalis kaki belakang dan
keempat kuku umumnya kotor dan perlu dibershihkan. Paparan feses yang terlalu
lama pada kulit juga dapat menyebabkan timbulnya penyakit, selain itu juga
membuat hewan terasa tidak nyaman. Di kandang terbuka, hewan dapat memilih
daerah yang bersih dari feses untuk beristirahat. Sisa air pada lantai kemudian
ditarik sampai kering, untuk mencegah adanya peradangan maupun deformitas
pada kaku. Setelah itu, hewan kemudian dicek kondisi tubuh secara umum berupa
suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, turgor kulit dan mukosa. Pada data
pemeriksaan fisik harian yang terlampir, dapat dilihat bahwa hewan secara
keseluruhan memiliki suhu tubuh yanf di bawah suhu normal. Hal ini dapat
disebabkan dari waktu pengambilan temperature yaitu pagi hari dan sebelum
pemberian pakan.

8. Kandang Anjing
Sanitasi kandang merupakan salah satu faktor penting yang harus
diperhatikan, karena sanitasi kandang sangat berpengaruh terhadap kesehatan
hewan dan fisiologis tubuh hewan. Kandang yang kotor bisa menjadi sumber
penularan penyakit. Selain itu, sanitasi kandang yang tidak diperhatikan juga akan
menimbulkan bau yang tidak sedap akibat urin, feses, dan sisa pakan. Sanitasi
kandang anjing dilaksanakan setiap hari mulai dari pukul 05.00 WIB sampai
dengan selesai. Hal-hal yang harus diperhatikan sebelum pelaksanaan sanitasi
kandang adalah pengecekan ada atau tidaknya feses dan sisa pakan serta warna
dan konsistensi feses hewan.
Jumlah kandang yang terdapat di ruangan tersebut berjumlah 20 buah.
Hanya 9 kandang yang terisi masing-masing 1 ekor anjing rawat inap, 5 ekor ras
Beagle, dan 3 ekor ras Labrador Retriever yang stambun maupun mix (Gambar
11).

Gambar 11 Bentuk kandang anjing RSH IPB (kiri) dan kondisi hewan dalam kandang (kanan).
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

Prosedur pelaksanaan sanitasi kandang anjing, yaitu dimulai dengan


membersihkan feses dan urin hewan, kemudian setiap ruangan disiram air dan
desinfektan, lalu disikat. Setelah itu, lantai disiram kembali dengan air bersih lalu
dikeringkan. Berikut penjelasan tentang langkah-langkah sanitasi kandang:
a. Pakai sarung tangan dan masker untuk melindungi diri dari kotoran
yang mungkin dapat tertinggal di kuku atau sela jari tangan dan
melindungi saluran pernapasan dari debu atau mikroorganisme yang
berasal dari udara.
b. Buang seluruh tumpukan kotoran anjing dan kotoran lainnya seperti
sisa pakan yang mungkin kita temukan di dalam kandang anjing ke
dalam tong penampungan kotoran.

Gambar 12 Peralatan sanitasi kandang anjing (kiri) dan tong tempat penampungan feses anjing
(kanan). Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)
13

\
c. Bersihkan tempat makan dan tempat minum dengan menggunakan
sabun dan gosok menggunakan spons, kemudian dibilas.

Gambar 13 Ruang persiapan pakan dan tempat cuci tempat pakan dan tempat minum (kiri) serta
tempat pakan dan minum anjing yang digunakan (kanan)
Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

d. Siapkan satu ember air yang dicampur dengan desinfektan kandang


anjing. Bersihkan bagian lantai kandang anjing dengan menggunakan
sikat.
e. Bilas semua bagian kandang anjing menggunakan air bersih. Pastikan
semua sisa desinfektan telah terbuang bersih.
f. Keringkan kandang anjing menggunakan serokan agar tidak
meninggalkan genangan air.

Gambar 14 Kandang anjing setelah dilakukan sanitasi. Sumber : Dokumentasi Pribadi (2015)

Pakan dan minum diberikan pada setiap ekor hewan setelah semua kandang
dibersihkan. Untuk anjing yang obesitas diberikan pakan kering sebanyak 2 cup 2
kali/ hari, untuk anjing jenis Beagle diberikan pakan kering sebanyak 3 cup 2 kali/
hari sedangkan untuk anjing jenis Labrador diberikan pakan kering sebanyak 4
cup 2 kali/hari. Pada saat pemberian pakan perlu diperhatikan tempat pakan dan
minum harus dalam keadaan bersih. Tempat pakan dan minum harus dicuci setiap
hari. Selain itu, pakan juga harus disimpan dan dipreparasi di ruang preparasi
yang kering dan bersih agar pakan tidak mudah rusak.
Alur Pasien
Klien yang datang membawa pasien harus melengkapi administrasi terlebih
dahulu di bagian resepsionis. Kemudian petugas adminitrasi akan mencatat
identitas hewan dan pemiliknya untuk dibuatkan rekam medic serta kartu pasien
yang harus selalu dibawa pada saat berobat kembali. Kemudian klien yang telah
melengkapi administrasi dipersilakan untuk menunggu terlebih dahulu hingga
paramedic membawa hewan masuk ke dalam ruang periksa. Namun sebelum
masuk ke ruang periksa, pasien ditimbang terlebih dahulu. Kemudian dokter yang
bertugas akan melakukan pemeriksaan pada pasien. Apabila ada obat yang harus
digunakan atau diminum oleh pasien, klien dapat menebus resep obat di apotek
yang terletak dekat dengan resepsionis.

Pasien

Administrasi

Ruang

Ruang

Rontgen, USG, EKG, Laborator Operasi

Pulang Rawat Inap

Gambar 15 Alur Pasien

Rekam medik dan kartu pasien merupakan suatu hal yang penting untuk
diperhatikan. Karena melalui kedua hal tersebut dokter hewan dapat mengetahui
riwayat kesehatan dari masing – masing pasien serta jenis obat yang pernah
diberikan. Kartu pasien tersebut berisikan identitas pasien, anamnesa, hasil
pemeriksaan penunjang diagnosa, diagnosa, prognosa, dan terapi yang diberikan.
Rawat jalan diperuntukan bagi pasien yang menurut dokter tidak memerlukan
perawatan yang intensif. Dokter akan memberikan petunjuk mengenai pemberian
obat maupun perawatan lainnya sehingga dapat dilakukan oleh pemilik hewan.
Sedangkan rawat inap diperuntukan pada pasien yang memerlukan penanganan
khusus seperti pemasangan infus maupun pada pasien yang memiliki kondisi
kritis sehingga memerlukan perawatan intensif dengan lama inap tergantung dari
kondisi pasien. Pasien yang menjalani rawat inap kondisinya akan selalu dikontrol
oleh dokter, paramedis, dan mahasiswa PPDH yang mendapat bagian jaga malam.
15

Kondisi pasien yang diamati adalah nafsu makan-minum, keadaan umum,


defekasi, urinasi, suhu tubuh, frekuensi pulsus, serta temuan lainnya yang bersifat
patognomonis. Data yang diperoleh selanjutnya akan menjadi rekam medik pasien
yang berguna dalam mengamati perkembangan kondisi pasien.

Administrasi

Pelayanan yang diberikan berupa pencatatan rekam medik, pembayaran


konsultasi dokter dan segala perawatan yang dilakukan, pencatatan rawat inap,
dan pencatatan pemeriksaan lanjutan.

Penunjang Medik
Kegiatan penunjang yang sering digunakan di RSH IPB adalah pemeriksaan
laboratorium, radiologi, dan pemberian nutrisi yang tepat. PEmeriksaan
laboratorium dilakukan untuk meneguhkan diagnosa pada beberapa kasus
penyakit, contohnya pemeriksaan feses, kerokan telinga, hematologi, dan kimia
darah. Pemeriksaan radiologi yang dilakukan adalah dengan menggunakan x-ray
dan fluoroskopi. Pemeriksaan nutrisi biasanya berupa pemilihan nutrisi yang
sesuai dengan kebutuhan pasien dan harus sesuai dengan petunjuk dokter yang
menagani kasus tersebut.
REKAPITULASI KASUS
ARTHRITIS PADA KUCING
Oleh:
Ari Nugraha,SKH B94164410

PENDAHULUAN

Hewan kesayangan pada zaman modern ini sudah menjadi hal yang cukup
diperlukan sebagai salah satu gaya hidup masyarakat modern ini. Tak jarang
hewan tersebut diperlakukan layaknya manusia. Salah satu hewan yang banyak
dipelihara saat ini adalah kucing. Kucing merupakan hewan karnivora yang cukup
bersahabat dengan manusia. Setiap hewan pasti rentan terhadap suatu kelainan
atau penyakit baik infeksius maupun noninfeksius. Salah satu penyakit yang bisa
menyerang kucing baik muda maupun tua yaitu arthritis. Menurut Caney (2007),
arthritis adalah peradangan pada lapisan sendi dan bila terjadi kerusakan tulang
rawan dikatakan sebagai osteoarthritis (Caney 2007). Peradangan sendi tersebut
bisa terjadi karena disebabkan oleh banyak kondisi seperti infeksi, penyakit
autoimun, peradangan sistemik, trauma dll.
Peradangan pada sendi, terutama yang terkait dengan arthritis atau
osteoarthritis, umum terjadi pada hewan kesayangan seperti anjing, kucing, dan
kuda. Penyakit ini mengakibatkan penurunan mobilitas dan kegiatan hewan itu
sendiri. Pada kucing peliharaan, bukti radiografi terhadap penyakit arthritis atau
osteoarthritis (OA) / degenerative joint disease (DJD) bisa sampai 90 persen. Dari
semua kucing, dengan sekitar 50 persen memiliki tanda klinis penurunan aktivitas
akibat rasa sakit pada persendian(Benito et al. 2013). Peradangan pada sendi jika
dibiarkan dan tidak diobati bisa menyebabkan ireversibel kerusakan sendi,
mengakibatkan rasa sakit dan membatasi kemampuan hewan peliharaan untuk
bergerak atau duduk dengan nyaman.
Seorang dokter hewan harus mampu mendiagnosa dan memberikan
treatment yang tepat terhadap hewan sakit salah satunya pada kasus arthritis,
karena tindakan ini sangat dibutuhkan dalam proses penyembuhan. Pengalaman
dan keterampilan yang dalam memilih tindakan dalam pengobatan mutlak
dimiliki oleh seorang dokter hewan.

ANAMNESIS

Kucing ditemukan dipinggir jalan di daerah Babakan Tengah, Dramaga, Kota


Bogor dengan kondisi lesu danmengalami kepincangan pada kaki kanan belakang.
17

SIGNALEMENT

Nama : Junior
Jenis hewan/spesies : Kucing
Ras/breed : Domestic short hair
Warna bulu & kulit : Kuning
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 4 bulan
Berat badan : 0,9 kg
Tanda Khusus :-

Gambar 15 Kondisi kucing bernama Junior

STATUS PRESENT

Keadaan Umum
Perawatan : Cukup terawat
Habitus/tingkah laku : tulang belakang lurus/ tenang
Gizi : Cukup
Pertumbuhan Badan : Cukup
Sikap berdiri : kaki kanan belakang tidak menumpu
Suhu tubuh : 38,6 °C
Frekuensi nadi : 120x /menit
Frekuensi nafas : 32x /menit

Adaptasi lingkungan
Kepala dan Leher
Inspeksi
Ekspresi wajah : Ceria
Pertulangan kepala : tegas, simetris
Posisi tegak telinga : tegak keduanya
Posisi kepala : tegak, lebih tinggi dari posisi Os vertebrae
Palpasi
Turgor kulit : <3 detik
Kondisi kulit : baik

Mata dan Orbita Kiri


Palpabrae : membuka dan menutup sempurna
Silia : keluar sempurna
Konjungtiva : rose, licin, mengkilat, basah
Membran nictitans : tersembunyi
Bola Mata Kiri
Sklera : putih
Kornea : bening, transparan
Iris : tidak ada perlekatan
Limbus : rata mengelilingi kornea
Pupil : mengecil ketika ada cahaya, melebar ketika kurang
cahaya
Refleks pupil : ada
Vasa injeksio : tidak ada

Mata dan Orbita Kanan


Palpabrae : membuka dan menutup sempurna
Silia : mengarah keluar sempurna
Konjungtiva : rose, licin, mengkilat, basah
Membran nictitans : tersembunyi
Bola Mata Kanan
Sklera : putih
Kornea : bening, transparan
Iris : tidak ada perlekatan
Limbus : rata mengelilingi kornea
Pupil : mengecil ketika ada cahaya, melebar ketika kurang
cahaya
Refleks pupil : ada
Vasa injeksio : tidak ada

Hidung dan sinus-sinus


Hidung dan sinus-sinus : simetris, lembab

Pendengaran dan Keseimbangan (Telinga)


Posisi : tegak keduanya
Bau : khas cerumen
Permukaan daun telinga : halus
Krepitasi : tidak ada
Refleks panggilan : ada

Mulut dan rongga mulut


Rusak/ luka pada bibir : tidak ada
Mukosa : rose, licin, mengkilat, basah
Gigi geligi : lengkap
Lidah : rose, kasar, basah, tidak ada perlukaan
19

Leher
Perototan : simetris
Trakea :cincin teraba dan tidak ada respon batuk saat
ditekan
Esofagus : teraba, kosong

Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thoraks : simetris
Tipe pernapasan : costalis
Ritme : teratur
Intensitas : dalam
Frekuensi : 32x /menit

Palpasi
Penekanan rongga thoraks : tidak ada respon sakit maupun batuk
Palpasi intercostal : tidak ada respon sakit maupun batuk

Perkusi
Lapangan paru-paru : tidak ada perluasan
Gema perkusi : nyaring

Auskultasi
Suara pernapasan : suara bronchial
Suara ikutan
antara in- dan ekspirasi : tidak ada

Sistem Peredaran Darah


Inspeksi
Ictus cordis : tidak terlihat

Perkusi
Lapangan jantung : tidak ada perluasan

Auskultasi
Frekuensi : 120x /menit
Intensitas : kuat
Ritme : teratur
Suara sistol dan diastol : terdengar jelas, tidak ada perubahan
Ekstrasistolik : negatif
Pulsus dan jantung : seirama

Abdomen
Inspeksi
Besar : simetris
Bentuk : simetris
Legok lapar : rata

Palpasi
Esofagus : kosong, tidak ada perluasan
Epigastrikus : tidak ada respon sakit
Mesogastrikus : tidak ada respon sakit
Hipogastrikus : tidak ada respon sakit
Isi usus halus : kosong
Isi usus besar : kosong

Auskultasi
Peristaltik usus : tidak terdengar

Anus
Sekitar anus : bersih
Refleks spinchter anii : ada reaksi mengkerut
Pembesaran kolon : tidak teraba
Kebersihan daerah perineal : bersih

Alat Perkemihan dan Kelamin (Urogenitalis)


Jantan
Preputium : bersih
Penis : tidak ada kelainan bentuk, bersih
Glans penis
- Besar : proporsional
- Bentuk : seperti pipa
- Sensitivitas : sensitif
- Warna : rose
- Kebersihan : bersih
Scrotum : bersih, tidak ada kelainan
Urethra : tidak ada gangguan urinasi

Alat gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : simetris
Perototan kaki belakang : simetris
Tremor : tidak ada
Spasmus otot : tidak ada
Sudut persendian : sudut kaki kanan diperlebar
Cara berjalan/berlari : langkah diperpendek, koordinatif

Palpasi
Struktur pertulangan
- Kaki kiri depan : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kanan depan : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kiri belakang : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
21

- Kaki kanan belakang : ada bagian yang tidak tegas dan kokoh pada
persendian tibia fibula sehingga menyebabkan
perluasan sudut persendian
Konsistensi tulang : keras, kompak
Reaksi saat palpasi : ada rasa sakit pada kaki kanan belakang bagian
persendian tibia fibula

Palpasi
Ln. popliteus
- Ukuran : tidak teraba
- Konsistensi : tidak teraba
- Lobulasi : tidak teraba
- Perlekatan : tidak teraba
- Panas : tidak teraba
- Kesimetrisan : tidak teraba
Kestabilan pelvis
- Konformasi : tegas
- Kesimetrisan : simetris

Kucing dan Anjing


- Tuber ischii : simetris
- Tuber coxae : simetris

TEMUAN KLINIS

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2017. Keadaan


umum kucing terlihat lesu, picang tumpu akan tetapi nafsu makan masih bagus.
Suhu tubuh kucing ketika dilakukan pemeriksaan adalah 38.6°C. Pemeriksaan
pada tubuh menunjukkan adanya kepicangan saat diinspeksi dan kesakitan ketika
dipalpasi pada kaki kanan belakang.

Diagnosis
Berdasarkan pemeriksaan fisik kucing bernama junior mengarah pada
penyakit persendian yaitu arthritis

Prognosa
Fausta

Terapi
Tersedia banyak obat untuk pengobatan arthritis pada kucing. Obat
antiinflamasi non steroid (NSAID) sering dianggap sebagai standar terapi karena
memiliki efek terhadap pengurangan radang sendi. Beberapa obat golongan
NSAID yang efektif dan terbukti aman dalam penggunaan jangka panjang pada
dosis yang sesuai.yaitu Meloxicam dan robenacoxib. Obat golongan NSAID
untuk manusia seperti acetaminophen dan ibuprofen sangat beracun bagi kucing
sehingga tidak boleh digunakan. Opioid umumnya dianggap sebagai obat pilihan
terakhir karena memiliki efek analgesik yang kuat dan signifikan
PEMBAHASAN

Pemeriksaan fisik dilakukan pada kucing domestik berwarna gold bernama


junioryang berumur 4 bulan. Suhu tubuh kucing pada saat pemeriksaan adalah
38,6°C dengan frekuensi nadi 120 kali per menit dan frekuensi nafas 32 kali per
menit. Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah pada bagian alat
gerak agtau ektremitas pada kaki kanan belakang. Kepincangan terlihat ketika
kucing mulai berjalan. Inspeksi dilakukan pada alat gerak dan terlihat adanya
perluasan persendian pada kaki kanan belakang. Palpasi dilakukan pada daerah
tersebut dan terdapat reaksi sakit. Hal ini mengindikasikan bahwa kucing tersebut
diduga mengalami peradangan pada persendian atau biasa disebut arthritis.
Menurut Kornya (2016), Arthritis adalah istilah medis yang digunakan
untuk merujuk pada radang sendi. Sedangkan radang sendi bisa disebabkan oleh
banyak kondisi seperti infeksi, penyakit autoimun, peradangan sistemik, dll.
istilahnyaArtritis biasanya digunakan secara bergantian dengan osteoarthritis.
Penyakit ini sangat umum terjadi di semua spesies, termasuk kucing dan manusia.
Penyakit sendi ini mempengaruhi sinovial sendi dan ditandai oleh degenerasi
tulang rawan artikuler, hipertrofi tulang di margin artikuler, dan perubahan
membran sinovial (Caney 2007). Menurut Caney (2007) penyebab osteoarthritis
pada kucing yaitu dibagi menjadi penyakit sendi primer dan sekunder. Penyebab
primer bersifat infeksius dan menyerang kekebalan tubuh, sedangkan penyebab
sekunder dapat karena bersifat kongenital dan akibat trauma sehingga
menyebabkan ketidakstabilan sendi.Prevalensi kejadian arthritis terjadi pada
kucing yang sudah tua, namun tetap dapat terjadi pada kucing muda akibat trauma
sebelumnya (Carmichael 2005). Tanda klinis yang umum terlihat adalah
kekakuan, mobilitas berkurang, kepincangan, sering ditandai dengan tidak mau
melompat maupun memanjat.Diagnosa dilakukan berdasarkan pemeriksaan fisik
terutama pada bagian persendian. Selain itu peneguhan diagnosa sebaiknya
dilakukan pemeriksaan lanjut yaitu radiografi untuk memeriksa perubahan tulang
dan tingkat keparahan penyakit. Pemeriksaan darah atau analisa cairan sendi juga
dapat menjadi metode diagnosa penunjang sehingga berhubungan dengan
penentuan obat.
Terapi pada kasus arthritis ditekankan untuk meningkatkan kualitas hidup
melalui tindakan simptomatik dan suportif sehingga membantu meningkatkan
mobilitas, mengurangi rasa sakit, dan mengurangi kemungkinan kerusakan sendi
lebih lanjut. Menurut Caney (2007), terapi pada kasus arthritis bersifat pengobatan
jangka panjang dengan menggunakan obat anti inflamasi. Hal ini dapat sangat
efektif pada kucing dalam mengurangi rasa sakit dan meningkatkan mobilitas,
namun tidak semua non steroidal anti-inflammatories (NSAIDs) aman untuk
kucing, seperti aspirin yang bersifat toksik pada kucing. Salah satu golongan
NSAIDs untuk kucing yang memiliki lisensi adalah golongan meloxicam, seperti
Metacam 0.5 mg/ml dengan dosis awal 0.1mg/kg pada hari pertama dan dosis
berikutnya 0.05 mg/kg/hari. Menurut Carmichael (2005) agen obat yang efektif
dan aman untuk kucing pada terapi arthritis selain meloxicam adalah ketoprofen
23

(dosis 1 mg/kg), karprofen (dosis 2 mg/kg), dan prednisolone (dosis 0.5 mg/kg).
Menurut Caney (2007), obat golongan glukokortikoid tidak dianjurkan untuk
manajemen terapi pada kasus osteoarthritis kucing karena dapat mengakibatkan
kerusakan pada tulang rawan dengan mengurangi sintesis kolagen dan zat matriks
lainnya.Selain dengan obat, ada cara lain yang bisa dilakukan dalam treatment
arthritis yaitu dengan melakuakn fisioterapi. Fisioterapi bisa menjadi cara yang
sangat efektif untuk memperbaiki fungsi dan mengurangi rasa sakit. Berbagai
latihan gerak, pijatan medis / myofascial release, teknik chiropractic, berenang
atau treadmill merupakan teknik teknik dalam fisioterapi. Teknik ini dapat
dilakukan di rumah oleh pemilik kucing, di klinik dokter hewan yang
menyediakan jasa fisioterapi, atau oleh spesialis rehabilitasi. Sama seperti pada
manusia, physio dan rehab adalah cara yang bagus untuk menghilangkan rasa
sakit dan mengurangi kebutuhan akan obat-obatan (Kornya 2016).

SIMPULAN
 
Kucing Junior didiagnosa menderita arthritis yang ditandai dengan adanya
kepincangan pada persendian di kaki kanan belakang. Prognosa untuk arthritis
adalah fausta karena dapat disembuhkan dengan terapi seperti obat dengan dosis
yang tepat. Pengobatan dapat dilakukan baik dengan obat obatan ataupun dengan
teknik fisoterapi.

DAFTAR PUSTAKA

Benito J, Hansen B, DePuy V, Davidson GS, Thomson A, Simpson W, Roe S,


Hardie E, Lascelles BDX. 2013. Feline Musculoskeletal Pain Index:
Responsiveness and Testing of Criterion Validity. J Vet Intern Med
(27):474–482.
Caney S. 2007. Feline arthritis. Veterinary focus. 17(3): 11-17
Carmichael S. 2005. Arthritis in cats-diagnosis, relevance and treatment. Di
dalam: The North American Veterinary Conference. 2005 Jan 8-12;
Orlando, Florida, United States of America. Florida (US): IVIS. hlm 764-
765.
Kornya M. 2016. Arthritis (Osteoarthritis or Degenerative Joint Disease) in Cats.
[terhubungberkala]www.winnfelinefoundation.org (Diakses pada 19
agustus 2017).
OTITIS INTERNA PADA KUCING (3)

Oleh:

Fahmi Hakiki, SKH B94164417

PENDAHULAN

Kucing merupakan hewan kesayangan yang banyak dipelihara oleh


manusia dan memuncaki populasi hewan terbanyak di muka bumi. Hal ini
memungkinkan adanya peran manusia dalam perkembangan kucing sehingga
kontak langsung tidak dapat di pungkiri. Oleh karena itu kesehatan hewan tersebut
perlu mendapatkan perhatian agar kesehatan hewan terjaga dan tingkat penularan
penyakit dari hewan ke manusia dapat dicegah. Pinjal, caplak, tungau dan larva
lalat merupakan ektoparasit utama yang dapat ditemukan pada saat perawatan
kucing sehari-hari. Beberapa ektoparasit ini dapat menjadi vektor penyakit.
Otitis adalah radang saluran telinga. Otitis sendiri dibagi menjadi dua tipe
yaitu otitis eksterna dan otitis interna. Otitis interna ini secara umum merupakan
penyakit lanjutan dari otitis eksterna dan merupakan tahap kronis dari penyakit
otitis. Kausa dari otitis interna ini banyak faktor diantaranya tungau yang
umumnya disebabkan otodectes cyanotis, gangguan hormonal, infeksi bakteri,
tumor. Tungau telinga ini biasanya ditemukan di dalam saluran eksternal telinga
kucing yang menyebabkan kucing terlihat mengeleng-gelengkan kepala dan
terdapat guratan hebat pada telinga, jika dibiarkan akan menjadi otitis interna
(Heather & Rinnie 1999). Oleh karena itu calon dokter hewan dituntut untuk
dapat mendiagnosa suatu penyakit dalam kondisi dan riwayat apapun.
Salah satu bagian dalam Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) yang harus diikuti oleh calon dokter hewan adalah Bagian Penyakit
Dalam. Kegiatan bagian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan
(RSHP) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Salah satu kegiatan
yang dilakukan yaitu melakukan pemeriksaan fisik dan mendiagnosa hewan yang
sakit, sehingga calon dokter hewan dapat meningkatkan dan menggabungkan
keterampilan, pengetahuan praktis dan teoritis dalam menangani kasus yang ada.

ANAMNESIS

Pemilik menceritakan bahwa kucing miliknya terdapat cairan di dalam


telinga sebelah kiri dan kucing terus menggaruk telinga. Pemilik juga
menceritakan bahwa kucing tersebut pernah menderita jamuran dilihat dari
25

kebotakan di bagian leher dan punggung. Pakan yang diberikan yaitu Whiskas Jr
dan di selingi sisa makanan dari pemiliknya.

SIGNALEMENT

Nama : Adona
Jenis hewan/spesies : Kucing
Ras/breed : Domestic short hair
Warna bulu & kulit : Hitam abu-abu kombinasi
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 3 Tahun
Berat badan : 3.5 kg
Tanda Khusus : Ekor pendek

Gambar 16 Kondisi kucing bernama Adona

STATUS PRESENT

Keadaan Umum
Perawatan : tidak terawat
Habitus/tingkah laku : tulang belakang lurus/ tenang
Gizi : cukup
Pertumbuhan Badan : baik
Sikap berdiri : berdiri dengan ke empat kaki
Suhu tubuh : 38,2°C
Frekuensi nadi : 168x /menit
Frekuensi nafas : 44x /menit

Adaptasi lingkungan
Kepala dan Leher
Inspeksi
Ekspresi wajah : waspada
Pertulangan kepala : tegas, simetris
Posisi tegak telinga : tegak keduanya
Posisi kepala : tegak, lebih tinggi dari posisi Os vertebrae
Palpasi
Turgor kulit : <3 detik
Kondisi kulit : terdapat kebotakan di sekitar leher

Mata dan Orbita Kiri


Palpabrae : membuka dan menutup sempurna
Silia : keluar sempurna
Konjungtiva : rose, licin, mengkilat, basah
Membran nictitans : tersembunyi
Bola Mata Kiri
Sklera : putih
Kornea : bening, transparan
Iris : kuning, tidak ada perlekatan
Limbus : rata mengelilingi kornea
Pupil : mengecil ketika ada cahaya
Refleks pupil : ada
Vasa injeksio : tidak ada

Mata dan Orbita Kanan


Palpabrae : membuka dan menutup sempurna
Silia : mengarah keluar sempurna
Konjungtiva : rose, licin, mengkilat, basah
Membran nictitans : tersembunyi
Bola Mata Kanan
Sklera : putih
Kornea : bening, transparan
Iris : kuning, tidak ada perlekatan
Limbus : rata mengelilingi kornea
Pupil : mengecil ketika ada cahaya
Refleks pupil : ada
Vasa injeksio : tidak ada

Hidung dan sinus-sinus


Hidung dan sinus-sinus : basah dan perkusi nyaring

Pendengaran dan Keseimbangan (Telinga)


Posisi : tegak keduanya
Bau :telinga sebelah kiri bau lebih tercium dibandingkan
telinga kanan
Permukaan daun telinga : halus, alopecia
Krepitasi : sedikit krepitasi di telinga bagian kiri
Refleks panggilan : ada
27

Mulut dan rongga mulut


Rusak/ luka pada bibir : tidak ada
Mukosa : rose, licin, mengkilat, basah
Gigi geligi : lengkap, ada karang gigidi molar sebelah kiri
Lidah : rose, kasar, basah, tidak ada perlukaan

Leher
Perototan : simetris
Trakea : cincin teraba dan tidak ada respon batuk saat
ditekan
Esofagus : teraba, kosong

Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thoraks : simetris
Tipe pernapasan : costalis
Ritme : teratur
Intensitas : dalam
Frekuensi : 44x /menit

Palpasi
Penekanan rongga thoraks : tidak ada respon sakit maupun batuk
Palpasi intercostal : tidak ada respon sakit maupun batuk

Perkusi
Lapangan paru-paru : tidak ada perluasan
Gema perkusi : nyaring

Auskultasi
Suara pernapasan : vesicular inspirasi terdengar jelas ketika inspirasi
Suara ikutan
antara in- dan ekspirasi : tidak ada

Sistem Peredaran Darah


Inspeksi
Ictus cordis : tidak terlihat

Perkusi
Lapangan jantung : tidak ada perluasan

Auskultasi
Frekuensi : 168x /menit
Intensitas : kuat
Ritme : teratur
Suara sistol dan diastol : terdengar jelas, tidak ada perubahan
Ekstrasistolik : tidak terdengar
Pulsus dan jantung : seirama
Abdomen
Inspeksi
Besar : simetris kiri dan kanan abdomen
Bentuk : simetris kiri dan kanan abdomen
Legok lapar : tidak ada, datar
Palpasi
Esofagus : kosong, tidak ada perluasan
Epigastrikus : tidak ada respon sakit
Mesogastrikus : tidak ada respon sakit
Hipogastrikus : tidak ada respon sakit
Isi usus halus : kosong
Isi usus besar : kosong

Auskultasi
Peristaltik usus : terdengar

Anus
Sekitar anus : bersih
Refleks spinchter anii : ada reaksi mengkerut
Pembesaran kolon : tidak teraba
Kebersihan daerah perineal : bersih

Alat Perkemihan dan Kelamin (Urogenitalis)


Jantan
Preputium : bersih
Penis : tidak ada kelainan bentuk, bersih
Glans penis
- Besar : proporsional
- Bentuk : seperti pipa
- Sensitivitas : sensitif
- Warna : rose
- Kebersihan : bersih
Scrotum : bersih, tidak ada perubahan
Urethra : tidak ada gangguan urinasi

Alat gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : simetris, tidak ada perubahan
Perototan kaki belakang : simetris, tidak ada perubahan
Tremor : tidak ada
Spasmus otot : tidak ada
Sudut persendian : tidak ada perubahan
Cara berjalan/berlari : koordinatif

Palpasi
Struktur pertulangan
- Kaki kiri depan : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
29

- Kaki kanan depan : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi


- Kaki kiri belakang : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kanan belakang : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
Konsistensi tulang : keras, kompak
Reaksi saat palpasi : tidak ada reaksi sakit
Palpasi
Ln. popliteus
- Ukuran : kiri dan kanan simetris, tidak ada perubahan
- Konsistensi : kenyal
- Lobulasi : jelas
- Perlekatan : tidak ada perlekatan
- Panas : sama dengan suhu daerah sekitarnya
- Kesimetrisan : simetris
Kestabilan pelvis
- Konformasi : tegas
- Kesimetrisan : simetris

Kucing dan Anjing


- Tuber ischii : simetris
- Tuber coxae : simetris

TEMUAN KLINIS

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 11 Agustus 2017. Keadaan


umum kucing terlihat lesu, kusam dan terlihat cairan di dalam telingakiri bagian
luar serta menggaruk-garuk telinga secara terus menerus. Suhu tubuh kucing
ketika dilakukan pemeriksaan adalah 38.2°C. Pemeriksaan pada kulit mengalami
kerontokan rambut sehingga alopecia di bagian leher dan sekitar bagian tulang
belakang .

Pemeriksaan lanjutan : Sweb telinga, Wood lamp

Diagnosis
Berdasarkan pemeriksaan fisik kucing bernama Adona mengarah pada
infeksi pada peradangan telinga atau Otitis Interna.

Prognosa
Fausta

Diferensial Diagnosa : -

Terapi

Pengobatan peradangan telinga atau otitis terutama otitis media harus


melalui peneguhan diagnosa atau causa dari peradangan telinga terlebih dahulu,
jika tidak ditemukan tungau dan dilakukan pengobatan dengan preparat antitungau
maka kondisi hewan akan menjadi lebih buruk. Pengobatan tidak tidak hanya di
arahkan pada agen penyebabnya saja, tetapi faktor-faktor yang memicu terjadinya
imunosupresi seperti kekurangan nutrisi dan menejemen pemeliharaan harus
diperbaiki ( Miller et al. 1993). Pengobatan tahap pertama jika otitis disebabkan
oleh Otodectes cynotis adalah membersihkan reruntuhan tungau dan lapisan lilin
dalam saluran telinga menggunakan minyak mineral atau dengan agen
cerumenolytic atau dengan menggunakan antiseptik seperti hibitane dalam
propylene glycol (Nahm & Corwin 1997). Tahap berikutnya dilakukan
pengobatan dengan menggunakan anti tungau terutama tungau O. cyanotis, obat-
obat yang bisa digunakan diantaranya Pyrethrin, Milbemycin, Ivermectin (Moses
2000), Fipronil dan Revolution ( Salamectin) ( Foster & Smith 2001).
Operasi atau teknik pembedahan pada kasus otodectes cyanotis yang parah
biasanya dilakukan untuk menjamin kebersihan dalam saluran telinga (Nahm &
Corwin 1997). Pembedahan hanya dilakukan jika pengobatan dengan obat-obatan
gagal dan kondisi memungkinkan untuk pembedahan.

PEMBAHASAN
I. Hasil
Hasil pemeriksaan fisik pada saluran telinga yang di duga menderita otitis

Gambar 17 Telinga kiri Adona Gambar 18 Referensi Otitis Interna

Pemeriksaan fisik dilakukan pada kucing domestik hitam-putih bernama


Adona berumur tiga tahun. Suhu tubuh kucing pada saat pemeriksaan adalah
38,2°C dengan frekuensi nadi 168 kali per menit dan frekuensi nafas 44 kali per
menit. Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah kelainan pada
saluran telinga sebelah kiri yang terus berair, berbau dan terdengar krepitasi jika
di palpasi pangkal telinga sebelah kiri. Terlihat alopecia pada leher dan sekitar
punggung tulang belakang. Dan pada hasil pemeriksaan Wood Lamp tidak
ditemukan kelainan. Kelainan pada saluran telinga terlihat ketika Adona sering
menggaruk-garuk telinga dan menggelengkan kepala dan terus berair pada saluran
telinga sebelah kiri. Hal ini mengindikasikan Adona diduga mengalami radang
saluran telinga atau bisa di sebut Otitis.
Otitis merupakan inflamasi telinga yang ditandai dengan nyeri, demam,
hilangnya pendengaran, tinitus dan vertigo. Inflamasi dapat terjadi di saluran
telinga luar (otitis eksterna), telinga tengah (otitis media), dan telinga dalam (otitis
interna) (Bluestone 2003). Otitis interna dibagi menjadi dua kelas yakni otitis
interna akut dan kronis. Otitis interna akut adalah peradangan akut sebagian atau
seluruh periosteum telinga tengah danterjadi dalam waktu kurang dari & minggu
yang ditentukan oleh adanya cairan di telinga atau gangguan dengar, serta gejala
penyerta lainnya. Otitis media kronis adalah infeksi menahun pada telinga tengah.
31

Dua kondisi patologi jaringan irreversible yang disebabkan oleh episode berulang
otitis interna akut yang tak tertangani (Healy and Rosbe 2003).
Penyebab terjadinya otitis media antara lain dapat disebabkan karena
adanyakotoran, bakteri dan jamur, ear mite, alergi, gangguan hormon, tumor dan
karena bentuk telinga (Bluestone 2003).
I. Kotoran
Sebagian besar kasus infeksi pada telinga berawal dari kotornya telinga.
kotoran yang terdapat dalam telinga bisa berasal dari luar diantaranya debu, tanah,
air atau dari dalam telinga sendiri. Seperti juga manusia, secara normal telinga
kucing memproduksi semacam cairan berwarna kuning kecoklatan seperti lilin
(wax), yang berfungsi menjaga kelembaban dan kondisi mikroorganisame di
dalam telinga. Lilin ini sering disebut sebagai cerumen. Penumpukan cerumen
yang berlebihan dapat bisa menjadi tempat yang cocok untuk tumbuhnya bakteri
atau jamur, selain itu juga menimbulkan rasa tidak nyaman yang memancing
kucing menggaruk, mencakar-cakar telinga. Garukkan ini menyebabkan luka kecil
yang kemudian dapat berkembang menjadi infeksi.
II. Bakteri dan Jamur
Bakteri dan jamur adalah salah satu agen utama penyebab infeksi pada
telinga. Jamur atau kapang yang secara normal hidup dalam telinga adalah
Malassezia pachydermatitis. Karena sesuatu hal bisa saja terjadi populasi
berlebihan dari jamur ini dan menyebabkan terjadinya otitis. Disisi yang berbeda,
infeksi telinga pada kucing akibat bakteri biasanya disebabkan oleh bakteri
Staphylococcus intermedius dan Pseudomonas aeruginosa.
III. Ear mite atau tungau telinga
Tungau berukuran kecil yang sering menyebabkan otitis pada
kucingadalah dari spesies Otedectes cynotis. Tungau spesies lain yang juga
bisamenyebabkan otitis adalah sarcoptes,demodex dan notoedres. Tungau yang
menyerang telinga kucing dalam jangka waktu lama (kronis), dapat menyebabkan
gangguan telinga yang serius pada kucing. Ear mite bergerak dan hidup di dalam
saluran telinga. Tungau ini hidup dengan memakan jaringanyang mati dan cairan
seperti lilin yang dikeluarkan oleh telinga. Tungau ini dapat menyebabkan iritasi
dan berlanjut menjadi infeksi. Iritasi dan infeksi yang berlangsung terus menerus
dan berulang-ulang dapat menyebabkan kuit di saluran teinga menebal. Akibatnya
saluran teinga menyempit sehingga fungsi pendengaran sedikit terganggu.
Biasanya tungau telinga tidak menyebabkan rusaknya gendang telinga. Tetapi
adanya infeksi sekunder yang disebabkan bakteri atau jamur dapat menyebabkan
kerusakan selaput gendang elinga. Bila ini terjadi, infeksi telinga bagian tengah
yang parah dapat juga terjadi.Akibatnya hewan kehilangan keseimbangan,
disorientasi dan gangguan syaraf lainnya. Ear mite dalam telinga sangat
mengganggu, terasa gatal dan mengiritasi telinga. Lebih lanjut dapat terjadi
infeksi. Infeksi telinga yang tidak segera ditangani dapat berlanjut menjadi
berbagai penyakit serius, bahkan hilangnya kemampuan pendengaran. Ear mite
juga kadang dapat hidup di bagian tubuh lain selain telinga dan menyebabkan
penyakit kulit.
IV. Alergi
Alergi terhadap serbuk sari, makanan atau obat1obatan juga
dapatmenyebabkan otitiss. kucing alergi biasanya menunjukkan gejala
penyakit lain seperti kulit gatal. Tetapi bisa saja gejala alergi yang muncul
hanya berupa otitis saja. Makanan hipoalergenik bisa membantu dalam
menentukan dan mengendalikan alergi.
V. Gangguan hormon
Penyakit-penyakit yang menyebabkan gangguan hormon dapat menekan
sistem kekebalan tubuh. kekebalan tubuh yang berkurang menyebabkan
berbagai penyakit mudah muncul salah satunya adalah infeksi telinga.
Pemeriksaan darah dilaboratorium diperlukan untuk mendiagnosa otitis
yang disebabkan gangguan hormon.
VI. Tumor
Tumor dapat saja tumbuh di telinga atau saluran telinga. Tumor ini bisa
muncul sebagai akibat infeksi telinga yang berkepanjangan.
VII. Bentuk telinga
Bentuk telinga yang terlipat menutup seperti pada ras kucing scottish fold
mempertinggi resiko terkena otitis. Bulu yang tumbuh berlebihan dalam
telinga juga meningkatkan resiko terkena otitis. Oleh karena itu kucing-
kucing dengan bentuk telinga atau bulu panjang dan berlebihan yang
tumbuh di telinga, memerlukan perhatian dan perawatan lebih dibanding
kucing lainnya.

SIMPULAN
 
Kucing Adona didiagnosa menderita otitis ditandai dengan adanya
penumpukan cairan di saluran telinga, kegatalan yang hebat di sekitar telinga,
berbau menyengat. Prognosa untuk Otitis interna adalah fausta karena dapat
disembuhkan dengan terapi yang tepat. Terapi yang digunakan pada kasus ini
adalah terapi obat, yaitu dengan menggunakan pengobatan dengan menggunakan
anti tungau terutama tungau O. cyanotis, obat-obat yang bisa digunakan
diantaranya Pyrethrin, Milbemycin, Ivermectin, Fipronil dan Revolution
( Salamectin).

DAFTAR PUSTAKA

Bluestone, CD. 2003. Definition, terminology and classification. In : Rosenfeld


RM, Bluestone CD, eds. BC Decker Inc. 120-135.
Foster, R. & M. Smith, 2001. Milbemycin Approved for Treatment of Ear Mites
in cats. Hiperling. Http://www.peteducation.com/abauve.
Heather & K. Rinnie. 1999. Otodectic Mange.
Http://www.oznvoo.com/parasites. Html.
Healy GB. Rosbe KW. 2003. Otitis nedia and middle ear effusions. In: Snow JB,
Ballenger JJ. Eds. Ballenger’s otorhinolaryngology head and neck
surgery. 16th edition. New York: BC Decker. 249-259.
Moses, S. 2000. Milbemycin. Http://www.fnotebook.com/DER131.htm
Nahm, J 7 R.M. Corwin. 1997. Otodectes cyanotis.
Http://www.parasitology.org/
33

GINGIVITIS PADA KUCING


Oleh:
Mentari Lentera Apriseli B4164425

PENDAHULAN

Meningkatnya gaya hidup masyarakat Indonesia dapat terlihat jelas dengan


semakin banyaknya masyarakat yang peduli terhadap hewan. Kucing dan anjing
adalah salah satu hewan yang kerap kali menjadi hewan kesayangan yang dimiliki
masyarakat. Oleh karena itu kesehatan kucing dan anjing menjadi perhatian bagi
pemiliknya. Dokter hewan praktisi pun menjadi perantara dalam penanganan
hewan kesayangan yang dapat berupa promotive, preventive, kurative dan
rehabilitative. Menjadi seorang dokter hewan harus melalui Program Pendidikan
Profesi Dokter Hewan (PPDH). Salah satu bagian pada program PPDH adalah
bagian Penyakit Dalam. Kegiatan bagian ini berupa magang yang dilaksanakan di
Rumah Sakit Hewan Pendidikan (RSHP). Mahasiswa dilatih dalam melakukan
pemeriksaan fisik, mendiagnosa penyakit dan status kesehatan hewan.
Faktor yang dapat mempengaruhi kesehatan hewan dapat berupa diet
pakan, stres, jenis ras, penyakit infeksisus, dan penyakit periodontal (DeLaurier et
al 2006). Penyakit periodontal merupakan penyakit yang sering dihadapi oleh
dokter hewan praktisi (Klein 2000). Faktor yang mempengaruhi terjadinya
penyakit periodontal adalah kebiasaan menggigit, grooming,status kesehatan,
manajemen perawatan, mikroflora yang aktif pada rongga mulut, serta jenis pakan
yang diberikan. (Gawor et al 2006). Penyakit periodontal dapat mengakibatkan
penyakit sistemik seperti komplikasi kardiovaskular, rheumatoid arthritis,
gangguan kehamilan dan artherosclerosis (Kortegaard et al 2014).
Gigi kucing terdiri dari incisivus, caninus , premolar dan molar. Incisivus
berfungsi untuk membantu mengambil makanan. Caninus berfungsi untuk
merobek dan menahan makanan. Premolar dan molar berfungsi sebagai
penghancur makanan menjadi betuk yang lebih halus dan mudah ditelan. Jumlah
gigi primer atau deciduous pada kucing adalah 26 yang terdiri atas 6 pasang
incisivus, 2 pasang caninus, dan 5 pasang premolar. Sedangkan gigi permanen
kucing berjumlah 30 gigi, hal ini dikarenakan penambahan gigi molar sebanyak 2
pasang (Perrone 2013).

ANAMNESIS

Kucing diadopt di jalan babakan raya dramaga, pada saat itu owner
melihat kucing lemah, owner memancing hewan dengan makanan. Kucing
berusaha untuk makan tetapi owner melihat kucing susah dalam mengunyah
pakan kering.

SIGNALEMENT

Nama : Gata
Jenis hewan/spesies : Kucing
Ras/breed : Domestik
Warna bulu & kulit : Hitam, Coklat, Putih
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 6 Bulan
Berat badan : 2,2 kg
Tanda Khusus :-

Gambar 19 Kondisi rongga mulut gata

STATUS PRESENT

Keadaan Umum
Perawatan : cukup
Habitus/tingkah laku : tulang belakang lurus/ tenang
Gizi : baik
Pertumbuhan Badan : baik
Sikap berdiri : menumpu pada keempat kaki
Suhu tubuh : 38,5 °C
Frekuensi nadi : 108x /menit
Frekuensi nafas : 44x /menit
35

Adaptasi lingkungan
Kepala dan Leher
Inspeksi
Ekspresi wajah : innocent
Pertulangan kepala : simetris, kompak
Posisi tegak telinga : tegak keduanya
Posisi kepala : tegak, lebih tinggi dari posisi Os vertebrae
Palpasi
Turgor kulit : <3 detik
Kondisi kulit : lesi pada daerah thoraks kiri

Mata dan Orbita Kiri


Palpabrae : membuka dan menutup sempurna
Silia : keluar sempurna
Konjungtiva : rose, licin, mengkilat, basah, tidak ada kerusakan
Membran nictitans : tersembunyi
Bola Mata Kiri
Sklera : putih bening
Kornea : bening, transparan
Iris : tidak ada perlekatan
Limbus : rata mengelilingi kornea
Pupil : tidak ada kelainan
Refleks pupil : ada
Vasa injeksio : tidak ada

Mata dan Orbita Kanan


Palpabrae : membuka dan menutup sempurna
Silia : keluar sempurna
Konjungtiva : rose, licin, mengkilat, basah, tidak ada kerusakan
Membran nictitans : tersembunyi
Bola Mata Kanan
Sklera : putih bening
Kornea : bening, transparan
Iris : kuning, tidak ada perlekatan
Limbus : rata mengelilingi kornea
Pupil : tidak ada kelainan
Refleks pupil : ada
Vasa injeksio : tidak ada

Hidung dan sinus-sinus


Hidung dan sinus-sinus : simetris, aliran udara bebas, tidak ada foetor ex
naso

Pendengaran dan Keseimbangan (Telinga)


Posisi : tegak keduanya
Bau : khas cerumen
Permukaan daun telinga : licin-halus
Krepitasi : tidak ada
Refleks panggilan : ada

Mulut dan rongga mulut


Rusak/ luka pada bibir : tidak ada
Mukosa : hiperemi dan hemoragi
Gigi geligi : incisivus 2 bawah tidak ada, adanya caries pada
incisivus 1
Lidah : rose, kasar, basah, tidak ada perlukaan

Leher
Perototan : simetris
Trakea : tidak ada respon batuk
Esofagus : tidak ada sisa makanan

Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thoraks : simetris
Tipe pernapasan : costalis
Ritme : teratur
Intensitas : dalam
Frekuensi : 44x /menit

Palpasi
Penekanan rongga thoraks : tidak ada respon sakit maupun batuk
Palpasi intercostal : tidak ada respon sakit maupun batuk

Perkusi
Lapangan paru-paru : tidak ada perluasan
Gema perkusi : nyaring

Auskultasi
Suara pernapasan : vesicular inspirasi terdengar jelas ketika inspirasi
Suara ikutan
antara in- dan ekspirasi : tidak ada

Sistem Peredaran Darah


Inspeksi
Ictus cordis : tidak terlihat

Perkusi
Lapangan jantung : tidak ada perluasan

Auskultasi
Frekuensi : 152x /menit
Intensitas : kuat
Ritme : teratur
Suara sistol dan diastol : terdengar jelas, tidak ada perubahan
Ekstrasistolik : tidak ada
37

Pulsus dan jantung : tidak sinkron

Abdomen
Inspeksi
Besar : tidak ada kelainan
Bentuk : simetris
Legok lapar : tidak ada

Palpasi
Esofagus : tidak ada sisa makanan
Epigastrikus : tidak ada respon sakit
Mesogastrikus : tidak ada respon sakit
Hipogastrikus : tidak ada respon sakit
Isi usus halus : kosong
Isi usus besar : kosong

Auskultasi
Peristaltik usus : terdengar

Anus
Sekitar anus : bersih
Refleks spinchter anii : ada
Pembesaran kolon : tidak teraba
Kebersihan daerah perineal : bersih

Alat Perkemihan dan Kelamin (Urogenitalis)


Jantan
Preputium : tidak ada peradangan
Penis : tidak ada peradangan
Glans penis
- Besar : tidak ada kelainan
- Bentuk : tidak ada kelainan
- Sensitivitas : sensitif
- Warna : rose
- Kebersihan : bersih
Scrotum : bersih, tidak ada kelainan
Urethra : tidak ada gangguan urinasi

Alat gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : simetris, tidak ada kelainan
Perototan kaki belakang : simetris, tidak ada kelainan
Tremor : tidak ada
Spasmus otot : tidak ada
Sudut persendian : tidak ada kelainan
Cara berjalan/berlari : tidak ada kelainan/ koordinatif

Palpasi
Struktur pertulangan
- Kaki kiri depan : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kanan depan : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kiri belakang : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kanan belakang : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
Konsistensi tulang : keras, kompak
Reaksi saat palpasi : tidak ada rasa sakit

Palpasi
Ln. popliteus
- Ukuran : kiri dan kanan simetris, tidak ada perubahan
- Konsistensi : kenyal
- Lobulasi : jelas
- Perlekatan : tidak ada perlekatan
- Panas : sama dengan suhu daerah sekitarnya
- Kesimetrisan : simetris
Kestabilan pelvis
- Konformasi : tegas
- Kesimetrisan : simetris

Kucing dan Anjing


- Tuber ischii : teraba
- Tuber coxae : teraba

TEMUAN KLINIS

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 13 Agustus 2017. Suhu tubuh


kucing ketika dilakukan pemeriksaan adalah 38.5°C. Pemeriksaan pada kulit
menunjukkan adanya lesi pada kulit thoraks bagian kiri. Pemeriksaan rongga
mulut didapatkan adanya peradangan pada gusi gigi premolar dan adanya caries
pada gigi incisivus, gigi incisivus pada rahang bawah tidak lengkap, incisivus 1
pada rahang bawah goyang dan mukosa gusi incisivus 1 bewarna kehitaman. Bau
busuk juga tercium pada pemeriksaan rongga mulut

Pemeriksaan lanjutan : -

Diagnosis
Berdasarkan pemeriksaan fisik kucing bernama Gata, didapatkan diagnosa
yang mengarah pada penyakit periodontal.

Prognosa
Fausta

Diferensial Diagnosa
Stomatitis
39

Terapi
Gingivitis dapat disembuhkan dengan menghilangkan kausa, sedangkan
periodontitis umumnya tidak dapat dihilangkan. Peradangan umumnya menjadi
lebih intensive saat gingivitis berlanjut menjadi periodontitis. Peradangan tersebut
akan menyebabkan kerusakan pada jaringan, memicu gingival recession, dan
membentuk pocket periodontal (Niemeic 2008)
Terapi gingivitis yang disebabkan oleh bakteri dapat dilakukan dengan
pemberian antibiotik, anti inflamasi dan memberikan pereda nyeri (analgesic).
Terapi yang dilakukan terhadap Gata adalah dengan pemberian antibiotik
gentamicin (3mg/kg BB).

PEMBAHASAN

Pemeriksaan fisik dilakukan pada kucing domestik bernama Gata berumur 6


bulan . Suhu tubuh kucing pada saat pemeriksaan adalah 38,5°C dengan frekuensi
nafas 44 kali per menit, frekuensi nadi 108 kali per menit dan frekuensi jantung
152 kali per menit. Adanya masalah pada rongga mulut didapatkan ketika hewan
dipancing dengan makanan. Nafsu makan hewan masih bagus, akan tetapi
terdapat gangguan ketika hewan hendak mengunyah makanan.
Pemeriksaan rongga mulut menunjukan adanya hiperemi dan hemoragi pada
gusi gigi premolar, ketidaklengkapan gigi incisivus, caries pada gigi incisivus,
gigi incisivus rahang bawah goyang dan nekrosa pada gusi incisivus yang disertai
dengan bau busuk. Temuan klinis ini mengarahkan hewan mengalami gangguan
pada rongga mulut yaitu periodontitis yang diawali oleh gingivitis.
Gingivitis adalah peradangan pada gusi yang dan sebagai tanda awal dari
penyakit periodontal. Penyakit periodontal adalah penyakit pada gigi dan jaringan
disekitar gigi. Penyakit periodontal disebabkan oleh malocllusion, seupermumery
pada gigi, dan aktivitas bakteri Gram positif dan Gram negatif (Holmstrom et al
2013). Penyakit periodontal mengakibatkan kerusakan pada ligamen periodontal
dan alveolar bone. Penyakit periodontal ditandai dengan bau mulut yang tidak
sedap yang berhubungan dengan nekrosis dan infeksi (Perrone 2013).
Gata yang ditemukan pertama kali diduga masih berumur kurang lebih 6
bulan dilihat dari gigi 302 dan 402 yang kemungkinan baru lepas karna sudah
tidak ditemukan. Menurut perrone 2013, kucing mulai mengalami penyakit
periodontitis saat memasuki usia 5 bulan. Pada kucing Gata juga ditemukan
adanya caries pada gigi. Komposisi dari caries pada gigi adalah mineral organik
dan anorganik. Material pembentuk calculus adalah brushite, dicalcium pjospate
dehidrate, octalcium phospate, hydroxypatite, dan whitlockite. Fosfolipid
berperan penting dalam pembentukan calculus. Calculus selalu dilapisi oleh
lapisan tipis mikroorganisme. Bakteri Gram-negatif akan ikut terserap
mendominasi terbentuknya lapisan biofilm plak. Plak menyerap kalsium dan
fosfat dari saliva untuk membentuk supragingival calculus dan cairan crevicular
akan membentuk subgingival calculus ( Jin dan Yip 2002).
Penanganan penyakit periodontal bertujuan untuk menghilangkan penyebab
penyakit dan mencegah kerusakan lebih lanjut. Identifikasi dan penanganan
mempengaruhi efektivitas pencegahan. Penanganan penyakit periodontal
dibedakan menjadi dua jenis yaitu penanganan non-operasi dan penanganan
dengan operasi (Caiafa 2006).
SIMPULAN

  Kucing Gata didiagnosa menderita penyakit periodontal ditandai dengan


adanya hiperemi dan hemoragi pada gusi gigi premolar, ketidaklengkapan gigi
incisivus, caries pada gigi incisivus, gigi incisivus rahang bawah goyang dan
nekrosa pada gusi incisivus yang disertai dengan bau busuk. Prognosa untuk kasus
ini adalah fausta karena dapat disembuhkan dengan terapi yang tepat. Terapi yang
digunakan pada kasus ini adalah terapi obat, yaitu dengan menggunakan obat
antibiotik gentamicin

DAFTAR PUSTAKA

Caiafa T. 2006. The Complete Dental Prophylaxis: Protocols Including Oral


Examination, Oral Radiography, Canine and Feline Extraction Techniques.
Di dalam: Proceedings of annual seminars of the companion animal
society of the NZ Veterinary Nurses Association [Internet]. [2006 Januari
dan tempat pertemuan tidak diketahui]; NZ: New Zealand Veterinary
Association. Hlm 34.
DeLaurier A, Boyde A, Horton MA, Price JS. 2006. Analysis of the surface
characteristics and mineralization status of feline teeth using scanning
electron microscopy. J Compilation. 209(5): 655–669. doi:
10.1111/j.1469-7580.2006.00643.x.
Gawor JP, Reiter AM, Jodkowska K, Kurski G, Wojtacki MP, Kurek A. 2006.
Influence of diet on oral health in cats and dogs. J Nutrition. 136(7):2021–
2023.
Holmstrom SE, Bellows J, Juriga S, Knutson K, Niemeic BA, Perrone J. 2013.
Dental care guidelines for dogs and cats: veterinary practice guidelines.
JAAHA. hlm 76.
Jin Y, Yip H. 2002. Supragingival calculus: formation and control. CROBM.
13(5): 426 – 441. doi: 10.1177/154411130201300506.
Kortegaard HE, Eriksen T, Baelum V. 2014. Screening for Periodontal Disease in
Research Dogs: A Methodology Study. Acta Veterinaria Scandinavica.
56(1)77.doi:10.1186/s
13028-014-0077-8.
Niemeic BA (c). 2008. Periodontal therapy. ProQuest. 23(2):81-90.
doi:10.1053/j.tcam. 2008.02.004.
Perrone JR. 2013. Small Animal Dental Procedures for Veterinary Technicians
and Nurses. Iowa (US): J Wiley. hlm 4, 5, 14, 15, 25, 26, 96, 97.
41

SCABIES PADA KUCING


Oleh:
Muhammad Fatah Yasin B94164430

PENDAHULAN

Kucing merupakan hewan peliharaan yang terpopuler di dunia. Selain


mudah dipelihara, kucing juga tidak perlu perhatian yang tinggi dari pemilik.
Sehingga pemilik dapat melakukan aktivitas yang lain. Akan tetapi, ketika
mengalami sakit harus segera ditangani. Salah satunya penyakit kulit, yaitu
scabies. Scabies yaitu penyakit kulit yang disebabkan oleh parasit sejenis kutu
yang biasa disebut dengan Sarcoptes scabiei. Jenis penyakit ini sering menyerang
kucing, anjing dan kelinci serta bisa pula menular ke manusia. Tungau ini
memiliki ukuran 0.2 – 0.4 mm, hanya dapat dilihat menggunakan mikroskop.
Tungau scabies menyerang dengan menggali serta melubangi kulit, kemudian
bertelur dibawah kulit. Setelah bertelur, tungau betina akan mati dalam kurun
waktu 3 – 8 hari. Scabiesis bisa menyerang semua usia pada kucing baik jantan
ataupun betina. Untuk penularan penyakit skabies ini berlangsung lewat kontak
fisik antara kucing atau mungkin kontak dengan alat tempat yang tercemar tungau
seperti kandang, sisir dan lain-lain. Gejala awal terserang penyakit ini umumnya
seperti gatal serta rontok di sekitar telinga, leher, muka, kelopak mata, hidung, dan
bagian kepala. Ciri-ciri kucing terjangkit scabies adalah sering menggaruk-garuk
pada bagian kepala, serta pada ujung daun kuping terlihat kerak kulit mati serta
membotak. Langkah yang paling mudah untuk membedakannya scabies yaitu
pada ujung kuping terdapat kerak. Ketika dilakukan kerokan kulit secara perlahan-
lahan, maka kulit mati terangkat dan dapat menyebabkan luka lecet.

ANAMNESIS

Kucing ini merupakan kucing liar, kucing mengalami luka gatal disekitar
daerah kepala, diperkirakan luka sudah sekitar 2 minggu.

SIGNALEMENT

Nama : Scaby
Jenis hewan/spesies : Kucing
Ras/breed : Domestic short hair
Warna bulu & kulit : Hitam putih
Jenis kelamin : Jantan
Umur : 4 Tahun
Berat badan : 3 kg
Tanda Khusus :-

Gambar 20 Kondisi kucing bernama Scaby

STATUS PRESENT

Keadaan Umum
Perawatan : Tidak terawat
Habitus/tingkah laku : Tulang belakang lurus/ tenang
Gizi : Buruk
Pertumbuhan Badan : Baik
Sikap berdiri : Berdiri dengan empat kaki
Suhu tubuh : 38,6 °C
Frekuensi nadi : 152x /menit
Frekuensi nafas : 36x /menit

Adaptasi lingkungan
Kepala dan Leher
Inspeksi
Ekspresi wajah : Galak
Pertulangan kepala : Tegas, simetris
Posisi tegak telinga : Tegak keduanya
Posisi kepala : Tegak, lebih tinggi dari posisi Os vertebrae
Palpasi
Turgor kulit : <3 detik
Kondisi kulit : Kasar dan terdapat kerak

Mata dan Orbita Kiri


Palpabrae : Membuka dan menutup sempurna
Silia : Keluar sempurna
Konjungtiva : Rose
Membran nictitans : Tersembunyi
43

Bola Mata Kiri


Sklera : Putih
Kornea : Bening
Iris : Kuning, tidak ada perlekatan
Limbus : Rata mengelilingi kornea
Pupil : Mengecil ketika ada cahaya, tidak ada kelainan
Refleks pupil : Ada
Vasa injeksio : Tidak ada

Mata dan Orbita Kanan


Palpabrae : Membuka dan menutup sempurna
Silia : Mengarah keluar sempurna
Konjungtiva : Rose
Membran nictitans : Tersembunyi
Bola Mata Kanan
Sklera : Putih
Kornea : Bening
Iris : Kuning, tidak ada perlekatan
Limbus : Rata mengelilingi kornea
Pupil : Mengecil ketika ada cahaya, tidak ada kelainan
Refleks pupil : Ada
Vasa injeksio : Tidak ada

Hidung dan sinus-sinus


Hidung dan sinus-sinus : Basah dan perkusi nyaring

Pendengaran dan Keseimbangan (Telinga)


Posisi : Tegak keduanya
Bau : Khas cerumen
Permukaan daun telinga : Kasar, alopecia dan kerak
Krepitasi : Ada
Refleks panggilan : Ada

Mulut dan rongga mulut


Rusak/ luka pada bibir : Tidak ada
Mukosa : Rose
Gigi geligi : Lengkap
Lidah : Rose, kasar, basah, dan tidak ada perlukaan

Leher
Perototan : Simetris
Trakea : Cincin teraba dan tidak ada respon batuk saat
ditekan
Esofagus : Teraba, kosong

Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thoraks : Simetris
Tipe pernapasan : Costalis
Ritme : Teratur
Intensitas : Dalam
Frekuensi : 36 X/menit

Palpasi
Penekanan rongga thoraks : Tidak ada respon sakit maupun batuk
Palpasi intercostal : Tidak ada respon sakit maupun batuk

Perkusi
Lapangan paru-paru : Tidak ada perluasan
Gema perkusi : Nyaring

Auskultasi
Suara pernapasan : costal
Suara ikutan :-
antara in- dan ekspirasi : tidak ada

Sistem Peredaran Darah


Inspeksi
Ictus cordis : Tidak ada

Perkusi
Lapangan jantung : Tidak ada perluasan

Auskultasi
Frekuensi : 152X/menit
Intensitas : Kuat
Ritme : Teratur
Suara sistol dan diastol : Terdengar jelas, tidak ada perubahan
Ekstrasistolik : Negatif
Pulsus dan jantung : Seirama

Abdomen
Inspeksi
Besar : Tidak simetris, kanan lebih besar
Bentuk : Tidak simetris, kanan lebih besar
Legok lapar : Tidak ada

Palpasi
Esofagus : Kosong, tidak ada perluasan
Epigastrikus : Tidak ada respon sakit
Mesogastrikus : Tidak ada respon sakit
Hipogastrikus : Tidak ada respon sakit
Isi usus halus : Kosong
Isi usus besar : Kosong

Auskultasi
45

Peristaltik usus : Terdengar

Anus
Sekitar anus : Bersih
Refleks spinchter anii : Ada reaksi mengkerut
Pembesaran kolon : Tidak teraba
Kebersihan daerah perineal : Bersih

Alat Perkemihan dan Kelamin (Urogenitalis)


Jantan
Preputium : Bersih
Penis : Tidak ada kelainan bentuk, bersih
Glans penis
- Besar : Tidak mengalami pembesaran
- Bentuk : Tidak berubah
- Sensitivitas : Sensitif
- Warna : Rose
- Kebersihan : Bersih
Scrotum : Bersih, tidak ada kelainan
Urethra : Tidak ada gangguan urinasi

Alat gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : Simetris, tidak ada kelainan
Perototan kaki belakang : Simetris, tidak ada kelainan
Tremor : Tidak ada
Spasmus otot : Tidak ada
Sudut persendian : Tidak ada kelainan
Cara berjalan/berlari : Koordinatif

Palpasi
Struktur pertulangan
- Kaki kiri depan : Tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kanan depan : Tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kiri belakang : Tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kanan belakang : Tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
Konsistensi tulang : Keras, kompak
Reaksi saat palpasi : Tidak ada rasa sakit

Palpasi
Ln. popliteus
- Ukuran : Tidak teraba
- Konsistensi : Tidak teraba
- Lobulasi : Tidak teraba
- Perlekatan : Tidak teraba
- Panas : Tidak teraba
- Kesimetrisan : Tidak teraba
Kestabilan pelvis
- Konformasi : Tegas
- Kesimetrisan : Simetris

Kucing dan Anjing


- Tuber ischii : Simetris
- Tuber coxae : Simetris

TEMUAN KLINIS

Pemeriksaan fisik pada kucing dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2017.


Keadaan umum kucing terlihat sehat dan diketahui nafsu makan tidak mengalami
gangguan. Suhu tubuh kucing ketika dilakukan pemeriksaan adalah 38.6 °C.
Pemeriksaan pada kulit menunjukkan adanya kerak pada bagian telinga, kepala,
dan mengalami kerontokan rambut di bagian telinga.

Pemeriksaan lanjutan : Kerokan kulit

Diagnosis
Berdasarkan pemeriksaan fisik kucing bernama Scaby mengarah pada
infeksi pada kulit yaitu Scabies.

Prognosa
Fausta

Diferensial Diagnosa : Contact dermatitis, alergi makanan, pelodera dermatitis,


pediculosis, cheyletiellosis, otodectic dermatitis, aking dermatophytosis,
seborrheic dermatitis, pyoderma atau folliculitis, dan hipersensitivitas terhadap
bakteri (Diwakar dan Diwakar 2017)

Terapi

Pengobatan Scabies menggunakan salep selamectin dengan dosis 0,75 mg


per kucing (Malik et al 2006), adapun pemberiannya dilakukan satu kali sehari.
Selanjutnya, dilakukan grooming menggunakan shampo anti scabies dua kali
seminggu.

PEMBAHASAN

Pemeriksaan fisik dilakukan pada kucing domestik dengan warna kombinasi


hitam dan putih yang bernama Scaby berumur 4 tahun. Suhu tubuh kucing pada
saat pemeriksaan adalah 38,6°C dengan frekuensi nadi 152 kali per menit dan
frekuensi nafas 36 kali per menit. Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan
fisik adalah pada bagian kulit. Bagian kulit yang mengalami kelainan adalah regio
kepala, terutama pada bagian telinga. Setelah dilakukan palpasi permukaan kulit
bagian telinga kasar dan sudah
terdapat keropeng. Selain itu, permukaan kulit bagian wajah juga kasar dan
terdapat beberapa keropeng, adapun bagian punggung terdapat beberapa
keropeng, yang diduga akibat perkelahian dengan pejantan lain. Dilakukan
47

pemeriksaan kerokan kulit dibawah mikroskop pada bagian telinga sebelah kiri,
ditemukan adanya kutu Sarcoptes scabiei.

Gambar 21 Gambaran mikroskopis Sarcoptes scabiei (A) betina, terlihat


adanya telur pada kutu (B) jantan (Malik et al 2006)

Scabies merupakan penyakit kulit yang sering menyerang kucing, anjing,


kelinci, dan manusia. Prevalensi scabies pada kucing tergantung pada umur, jenis
hewan, jenis kelamin dan panjang rambut. Prosentase terkena scabies pada betina
(39.3%) lebih banyak dibandingkan jantan (35.2%). Agen penyebab scabies
memiliki masa hidup 17-21 hari. Perkawinan kutu dewasa terjadi di kulit. Kutu
betina meletakkan telurnya dibawah kulit, agar telur tidak rusak. Setiap telur
mengandung dua larva, kemudian berkembang menjadi nympha yang
bersembunyi pada hewan yang rambutnya pendek umumnya pada telinga, siku,
dan abdomen. Kutu dewasa berukuran sekitar 200-400 mm, berbentuk oval yang
memiliki kaki pada bagian anterior dan posterior. Scabies merupakan penyakit
yang berbahaya dan dapat menyebar secara cepat dengan kontak langsung dengan
hewan yang terkena scabies. Semua hewan dapat dengan mudah terkena penyakit
scabies, tidak memandang jenis kelamin dan ras. Akan tetapi, lingkungan sangat
berpengaruh dalam proses penyebaran penyakit ini (Diwakar dan Diwakar 2017).
Terapi pada kasus scabies supaya dapat meningkatkan kualitas hidup melalui
tindakan preventif yang dapat mengurangi kemungkinan kerusakan kulit lebih
lanjut. Menurut Sivajothi dan Reddy (2014) kucing yang terkena scabies di
berikan ivermectin secara parenteral dengan dosis 200 µg/kg dan terapi penunjung
seperti sirup yang Omega-3, Omega-6, Asam lemak, yang diberikan sebanyak 1
mL secara per oral selama 3 minggu dan diberikan juga Vitamin B Complek
sirup. Pemeriksaan fisik dan kerokan kulit menunjukkan hasil negatif setelah 2
bulan pengobatan. Rambut kucing mengalami pertumbuhan yang cepat dan tidak
ada gejala klinis yang muncul atau infestasi kembali oleh kutu.

SIMPULAN
Kucing Scaby didiagnosa menderita scabies yang ditandai dengan adanya
keropeng didaerah kepala dan telinga. Prognosa penyakit ini adalah fausta karena
dapat disembuhkan dengan terapi yang tepat. Terapi yang digunakan pada kasus
ini adalah terapi obat, yaitu dengan menggunakan obat anti scabies. Setelah
diterapi selama dua hari, Scaby menunjukan kondisi yang telah memperlihatkan
perubahan yang baik, yaitu dengan berkurangnya keropeng yang terdapat di
telinga.

DAFTAR PUSTAKA

Diwakar RP dan Diwakar RK. 2017. Canine Scabies: A Zoonotic Ectoparasitic


Skin Disease. Int J Curr Microbiol App Sci. 6(4):1361-1365
Malik R, Stewart KM, Sousa CA, Krockenberger MB, Pope S, Ihrke P, Beatty J,
Barrs VRD, Walton S. 2006. Crusted scabies (sarcoptic mange) in four cats
due to Sarcoptes scabiei infestation. J of Feline Med and Surgery. 8:327-
339 doi:10.1016/j.jfms.2006.05.005
Sivajothi S dan Reddy BS. 2014. Cat affected with sarcoptic mange in Y. S. R.
District of Andhra Pradesh, India. Comp Clin Pathol. DOI 10.1007/s00580-
014-2023-6
49

KATARAK PADA KUCING (7)

Oleh:
Tresna Setia B94164446

PENDAHULUAN

Mata merupakan alat indra yang secara konstan menyesuaikan pada


jumlah cahaya yang masuk, memusatkan perhatian pada objek yang dekat dan
jauh sehingga menghasilkan gambaran yang kontinu yang dengan segera di
hantarkan pada otak. Mata memiliki fotoreseptor yang mampu mendeteksi cahaya,
tetapi sebelum cahaya mengenai reseptor yang bertanggung jawab untuk deteksi
ini cahaya harus difokuskan ke retina oleh kornea dan lensa.
Lensa merupakan ogan fokus utama, yang membiaskan berkas-berkas
cahaya yang terpantul dari benda-benda yang dilihat menjadi bayangan yang jelas
pada retina. Lensa berada dalam sebuah kapsul yang elastic yang dikaitkan pada
korpus siliare khoroid oleh ligamentum suspensorium. Salah satu kelainan pada
lensa mata yaitu katarak. Katarak merupakan hilangnya kebeningan dari lensa
pemfokus didalam mata lensa atau kristalin yang terletak tepat dibelakang iris
yang berwarna dan hanya bisa dilihat melalui pupil (Williams & Heath 2006).
Salah satu bagian dalam Program Pendidikan Profesi Dokter Hewan
(PPDH) yang harus diikuti oleh calon dokter hewan adalah Bagian Penyakit
Dalam. Kegiatan bagian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Hewan Pendidikan
(RSHP) Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor. Salah satu kegiatan
yang dilakukan yaitu melakukan pemeriksaan fisik dan mendiagnosa hewan yang
sakit, sehingga calon dokter hewan dapat meningkatkan dan menggabungkan
keterampilan, pengetahuan praktis dan teoritis dalam menangani kasus yang ada.

ANAMNESIS

Owner melaporkan mata sebelah kiri kucingnya pada bagian bulatan hitam
terdapat warna putih yang menutupi warna lensa mata, warna putih pada mata itu
didapatkan sejak kecil. Kucing aktif, memiliki nafsu makan yang tinggi, dan
kondisi tubuh dari kucing tersebut baik.

SIGNALEMENT
Nama : Putih
Jenis hewan/spesies : Kucing
Ras/breed : Mix
Warna bulu & kulit : Putih
Jenis kelamin : Betina
Umur : 2 Tahun
Berat badan : 3 kg
Tanda Khusus :-

Gambar 22 Kondisi mata kucing putih

STATUS PRESENT
Keadaan Umum
Perawatan : terawat
Habitus/tingkah laku : tulang belakang lurus/ tenang
Gizi : baik
Pertumbuhan Badan : baik
Sikap berdiri : menumpu pada keempat kaki
Suhu tubuh : 38,3 °C
Frekuensi nadi : 180x /menit
Frekuensi nafas : 56x /menit

Adaptasi lingkungan
Kepala dan Leher
Inspeksi
Ekspresi wajah : tenang
Pertulangan kepala : tegas, simetris
Posisi tegak telinga : tegak keduanya
Posisi kepala : tegak, lebih tinggi dari posisi Os vertebrae
Palpasi
51

Turgor kulit : <3 detik


Kondisi kulit : baik

Mata dan Orbita Kiri


Palpabrae : membuka dan menutup sempurna
Silia : keluar sempurna
Konjungtiva : rose, licin, mengkilat, basah, tidak ada kerusakan
Membran nictitans : tersembunyi
Bola Mata Kiri
Sklera : putih
Kornea : bening, transparan
Iris : kuning, tidak ada perlekatan
Limbus : rata mengelilingi kornea
Pupil : mengecil ketika ada cahaya
Refleks pupil : ada
Vasa injeksio : tidak ada

Mata dan Orbita Kanan


Palpabrae : membuka dan menutup sempurna
Silia : mengarah keluar sempurna
Konjungtiva : pucat, licin, mengkilat, basah, tidak ada kerusakan
Membran nictitans : tersembunyi
Bola Mata Kanan
Sklera : putih
Kornea : bening, transparan
Iris : kuning, tidak ada perlekatan
Limbus : rata mengelilingi kornea
Pupil : mengecil ketika ada cahaya, tidak ada kelainan
Refleks pupil : ada
Vasa injeksio : tidak ada

Hidung dan sinus-sinus


Hidung dan sinus-sinus : simetris, aliran udara bebas, tidak ada foetor ex
naso

Pendengaran dan Keseimbangan (Telinga)


Posisi : tegak keduanya
Bau : khas cerumen
Permukaan daun telinga : licin-halus
Krepitasi : tidak ada
Refleks panggilan : ada

Mulut dan rongga mulut


Rusak/ luka pada bibir : tidak ada
Mukosa : rose, licin, mengkilat, basah, tidak ada kerusakan
Gigi geligi : tidak ada carries
Lidah : rose, kasar, basah, tidak ada perlukaan
Leher
Perototan : simetris
Trakea : cincin teraba dan tidak ada respon batuk saat
ditekan
Esofagus : teraba, kosong

Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thoraks : simetris
Tipe pernapasan : costalis
Ritme : teratur
Intensitas : dalam
Frekuensi : 56x /menit

Palpasi
Penekanan rongga thoraks : tidak ada respon sakit maupun batuk
Palpasi intercostal : tidak ada respon sakit maupun batuk

Perkusi
Lapangan paru-paru : tidak ada perluasan
Gema perkusi : nyaring

Auskultasi
Suara pernapasan : vesicular inspirasi terdengar jelas ketika inspirasi
Suara ikutan
antara in- dan ekspirasi : tidak ada

Sistem Peredaran Darah


Inspeksi
Ictus cordis : tidak terlihat

Perkusi
Lapangan jantung : tidak ada perluasan

Auskultasi
Frekuensi : 180x /menit
Intensitas : kuat
Ritme : teratur
Suara sistol dan diastol : terdengar jelas, tidak ada perubahan
Ekstrasistolik : tidak ada
Pulsus dan jantung : seirama

Abdomen
Inspeksi
Besar : simetris
Bentuk : simetris
Legok lapar : tidak ada
53

Palpasi
Esofagus : kosong, tidak ada perluasan
Epigastrikus : tidak ada respon sakit
Mesogastrikus : tidak ada respon sakit
Hipogastrikus : tidak ada respon sakit
Isi usus halus : kosong
Isi usus besar : kosong

Auskultasi
Peristaltik usus : terdengar

Anus
Sekitar anus : bersih
Refleks spinchter anii : ada reaksi mengkerut
Pembesaran kolon : tidak teraba
Kebersihan daerah perineal : bersih

Alat Perkemihan dan Kelamin (Urogenitalis)


Betina
Mukosa vagina : tidak ada radang
Kelenjar mamae
- Besar : tidak ada perubahan
- letak : sesuai
- Bentuk : tidak ada perubahan
- Kesimetrisan : simetris
- Konsistensi kelenjar : kenyal

Alat gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : simetris, tidak ada kelainan
Perototan kaki belakang : simetris, tidak ada kelainan
Tremor : tidak ada
Spasmus otot : tidak ada
Sudut persendian : tidak ada kelainan
Cara berjalan/berlari : koordinatif

Palpasi
Struktur pertulangan
- Kaki kiri depan : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kanan depan : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kiri belakang : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kanan belakang : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
Konsistensi tulang : keras, kompak
Reaksi saat palpasi : tidak ada rasa sakit

Palpasi
Ln. popliteus
- Ukuran : kiri dan kanan simetris, tidak ada perubahan
- Konsistensi : kenyal
- Lobulasi : jelas
- Perlekatan : tidak ada perlekatan
- Panas : sama dengan suhu daerah sekitarnya
- Kesimetrisan : simetris
Kestabilan pelvis
- Konformasi : tegas
- Kesimetrisan : simetris

Kucing dan Anjing


- Tuber ischii : simetris
- Tuber coxae : simetris

TEMUAN KLINIS

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 15 Agustus 2017. Keadaan


umum kucing . Suhu tubuh kucing ketika dilakukan pemeriksaan adalah 38.3°C.
Pemeriksaan pada kulit menunjukkan adanya kemerahan berbentuk cincin dan
mengalami kerontokan rambut sehingga alopecia di bagian abdomen.

Pemeriksaan lanjutan : -

Diagnosis
Berdasarkan pemeriksaan fisik kucing bernama Putih mengarah pada
katarak.

Prognosa
Fausta

Diferensial Diagnosa : Konjunctivitis

Terapi
Tidak ada terapi yang dapat dilakukan untuk mengobati katarak kecuali
dengan operasi katarak.

PEMBAHASAN

Pemeriksaan fisik dilakukan pada kucing mix persia domestik bernama


putih berumur dua tahun. Suhu tubuh kucing pada saat pemeriksaan adalah
38,3°C dengan frekuensi nadi 180 kali per menit dan frekuensi nafas 56 kali per
menit. Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah pada bagian mata.
Saat dilakukan inspeksi pada mata sebelah kiri terlihat daerah sekitar iris mata
yang seharusnya berwarna cokelat kehitaman menjadi berwarna putih keruh. Saat
dilakukan pemeriksaan reflek pupil, masih terdapat reflek pupil.
Katarak adalah kekeruhan pada lensa yang dapat terjadi akibat hidrasi lensa,
denaturasi protein lensa ataupun keduanya. Katarak dapat terjadi akibat pengaruh
55

kelainan kongenital atau penyakit lokal mata menahun, macam-macam penyakit


pada mata yang dapat mengakibatkan katarak yaitu glaucoma, ablasi, uveitis dan
retinitis pigmentosa (Mitchell 2002). Katarak dapat terjadi tanpa gejala atau
dengan gejala berupa gangguan penglihatan dari derajat yang ringan sampai berat
bahkan sampai menjadi buta. Penyebab katarak dapat berupa faktor intrinsik dan
faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik berasal dari dalam tubuh sendiri dan faktor
ekstrinsik berasal dari luar tubuh termasuk faktor demografik dan lingkungan.
Katarak dapat mengenai satu mata (unilateral) atau kedua mata (bilateral).
Katarak dapat muncul secara tiba-tiba atau dapat berkembang selama bertahun-
tahun. Katarak biasanya lebih sering muncul pada hewan yang sudah tua, namun
hewan yang baru lahir juga bisa terkena katarak. Katarak akan terlihat semakin
jelas seiring bertambah usia pada kucing. Tingkat katarak yang bisa mengenai
kucing juga bervariasi, mulai hanya dengan sebagian lensa yang terkena, hingga
dapat mengenai seluruhnya hingga lensa mata terlihat buram (Mitchell 2006).
Ada beberapa jenis klasifikasi katrak, klasifikasi katrak berdasarkan usia
timbulnya katarak yaitu katarak kongenital, katarak juvenil, dan katrak senilis.
Jika kucing terkena katarak, kucing mungkin akan kehilangan sebagian atau
seluruh penglihatannya, tergantung seberapa banyak katarak tersebut menghalangi
cahaya yang masuk ke mata. Untuk dapat melihat seberapa parah penglihatan
kucing dapat dilakukan beberapa test sederhana yaitu dengan memeriksa reflek
pupil, dengan cara memfokuskan cahaya terang pada mata, jika masih terdapat
reflek pupil maka penglihatan kucing masih berfungsi.
Katarak dapat disebabkan oleh beberapa hal, yaitu katarak kongenital
(bawaan lahir), usia, cedera pada mata, uveitis, penyakit, diabetes, pola makan
yang buruk, dan radiasi. Seekor kucing dapat terlahir dengan katarak, katarak
kongenital dapat disertai cacat pada mata lainnya seperti microphthalmia atau
persisten pupilary membran. Cedera pada mata .merupakan salah satu penyebab
umum munculnya katarak pada kucing, cedera yang menembus lensa mata atau
merusak cairan mata dapat menyebabkan berkembangnya katarak. Penyakit
Feline Infectious Peritontis, Feline Leukemia, dan Feline Imunodefisiensi Virus
juga dapat memicu pembentukan katarak.
Sejauh ini penanganan pada katarak hanya dapat dilakukan melalui operasi
bedah mata atau biasa disebut operasi katarak. Operasi ini bertujuan mengangkat
selaput yang menutupi lensa mata pada pasien yang mengalami gangua
penglihatan. Katarak dapat diperbaiki dengan menghapus lensa (ekstraksi katarak)
dan menggantinya dengan lensa artifisial.
Diagnosa dilakukan berdasarkan pemeriksaan fisik pada bagian mata.
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan anamnesa dari owner, kucing putih didiagnosa
mengalami katarak kongenital. Katarak kongenital merupakan katarak yang
diderita dari semenjak hewan kecil. Kemungkinan saat Kucing Putih dalam
kandungan induknya, Induk putih mengalami infeksi penyakit yang berakibat
pada rusaknya lensa mata Kucing Putih. Untuk mengetahui infeksi penyebab
katarak pada Kucing Putih diperlukan data riwayat penyakit yang diderita induk
Kucing Putih selama mengandung.

SIMPULAN
Berdasarkan pemeriksaan fisik dan anamnesa dari owner, kucing putih
didiagnosa mengalami katarak kongenital. Kucing Putih masih memiliki reflek
pupil pada bagian mata yang mengalami katarak dan penglihatan masih berfungsi.
Kucing putih juga masih dapat beraktivitas normal tanpa mengalami gangguan
penglihatan sehingga operasi katarak tidak diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Mitchel N. 2002. Lens disorder in dogs and cats. J. Vet. Ireland. 3(6): 332-339.
Mitchel N. 2006. Feline Opthalmology part 2: Clinical presentation and aetiology
of common ocular conditions.
Williams DL, Heath MF. 2006. Prevalence of feline cataract: results of a cross-
sectional study of 2000 normal animals, 50 cats with diabetes and one
hundredcats following dehydrational cries. J. Vet. Opth. 9(5): 341-34.
57

KERATITIS PADA KUCING (7)

Oleh:
Aang Hasanudin B94164401

PENDAHULAN

Tingkat pengetahuan masyarakat yang terus meningkat mendorong


kesadaran mereka terhadap hewan peliharaannya menjadi hewan kesayangan.
Seiring dengan meningkatnya masyarakat yang memelihara hewan kesayangan,
profesi dokter hewan praktik menjadi ruang lingkup kerja yang dibutuhkan.
Kebutuhan akan dokter hewan praktik pun akan semakin meningkat. Profesi ini
memiliki peran yang sangat penting dalam memberikan pelayanan kesehatan
hewan berupa pengobatan hewan yang sakit dan konsultasi mengenai hewan
kesayangan dengan pemilik hewan. Kemampuan dokter hewan praktisi dalam
menangani masalah kesehatan hewan mutlak diperlukan terutama kemampuan
dalam praktek pemeriksaan dan mendiagnosa suatu penyakit.
Ulcer kornea (ulcerative keratitis) merupakan istilah yang digunakan untuk
menyatakan terjadinya luka pada kornea. Pada hewan kecin kejadian ulkus kornea
dapat disebabkan traumam trauma kelopak mata melipat kedalam, kurangnya
produksi airmata, dan infeksi mikroba

ANAMNESIS

Kucing ditemukan didaerah Babakan tengah kabupaten Bogor dengan


kondisi kornea mata sebelah kanan yang mengalami perubahan warna dari putih
bening menjadi kelabu berkabut. Bagian mata sebelah kanan terdapat vasa
injectio dan pupil membesar.

SIGNALEMENT

Nama : Titi
Jenis hewan/spesies : Kucing
Ras/breed : Domestic short hair
Warna bulu & kulit : putih abu
Jenis kelamin : betina
Umur : 1 tahun
Berat badan : 1,5 kg
Tanda Khusus :-
Gambar 23 Kondisi kucing bernama Romlan

STATUS PRESENT

Keadaan Umum
Perawatan : baik
Habitus/tingkah laku : tulang belakang lurus/ tenang
Gizi : baik
Pertumbuhan Badan : baik
Sikap berdiri : bertumpu pada keempat kaki
Suhu tubuh :38,3 °C
Frekuensi nadi : 120x /menit
Frekuensi nafas : 36x /menit

Adaptasi lingkungan
Kepala dan Leher
Inspeksi
Ekspresi wajah : tenang
Pertulangan kepala : tegas, simetris
Posisi tegak telinga : tegak keduanya
Posisi kepala : tegak, lebih tinggi dari posisi Os vertebrae

Palpasi
Turgor kulit : <3 detik
Kondisi kulit : halus tidak ada perlukaan

Mata dan Orbita Kiri


Palpabrae : membuka dan menutup sempurna
Silia : keluar sempurna
Konjungtiva : rose, licin, mengkilat, basah
Membran nictitans : tersembunyi
59

Bola Mata Kiri


Sklera : putih
Kornea : bening, transparan
Iris : kuning, tidak ada perlekatan
Limbus : rata mengelilingi kornea
Pupil : membuka
Refleks pupil : ada
Vasa injeksio : tidak ada

Mata dan Orbita Kanan


Palpabrae : membuka dan menutup tidak sempurna
Silia : keluar sempurna
Konjungtiva : pucat, licin, mengkilat, basah
Membran nictitans : tersembunyi
Bola Mata Kanan
Sklera : putih
Kornea : kelabu berkabut
Iris : kuning, tidak ada perlekatan
Limbus : tidak rata
Pupil : membuka
Refleks pupil : ada
Vasa injeksio : ada

Hidung dan sinus-sinus


Hidung dan sinus-sinus : rose, udara keluar masuk bebas, tidak ada
penyempitan dan pelebaran lubang hidung, basah

Pendengaran dan Keseimbangan (Telinga)


Posisi : tegak keduanya
Bau : khas cerumen
Permukaan daun telinga : bersih, halus, tidak ada perlukaan
Krepitasi : tidak ada
Refleks panggilan : ada

Mulut dan rongga mulut


Rusak/ luka pada bibir : tidak ada
Mukosa : rose, licin, mengkilat, basah
Gigi geligi : tidak lengkap (incisivus I1, I2, I3 atas kanan dan kiri
tidak ada)
Lidah : rose, kasar, basah, tidak ada perlukaan

Leher
Perototan : simetris
Trakea : cincin teraba dan tidak ada respon batuk saat
ditekan
Esofagus : teraba, kosong

Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thoraks : simetris
Tipe pernapasan : costalis
Ritme : teratur
Intensitas : dalam
Frekuensi : 36x /menit

Palpasi
Penekanan rongga thoraks : tidak ada respon sakit maupun batuk
Palpasi intercostal : tidak ada respon sakit maupun batuk

Perkusi
Lapangan paru-paru : tidak ada perluasan
Gema perkusi : nyaring

Auskultasi
Suara pernapasan : vesicular inspirasi terdengar jelas ketika inspirasi
Suara ikutan
antara in- dan ekspirasi : tidak ada

Sistem Peredaran Darah


Inspeksi
Ictus cordis : tidak terlihat

Perkusi
Lapangan jantung : tidak ada perluasan

Auskultasi
Frekuensi : 128x /menit
Intensitas : kuat
Ritme : teratur
Suara sistol dan diastol : terdengar jelas, tidak ada perubahan
Ekstrasistolik : negatif
Pulsus dan jantung : tidak seirama

Abdomen
Inspeksi
Besar : simetris
Bentuk : simetris
Legok lapar : tidak ada

Palpasi
Esofagus : kosong, tidak ada perluasan
Epigastrikus : tidak ada respon sakit
Mesogastrikus : tidak ada respon sakit
Hipogastrikus : tidak ada respon sakit
Isi usus halus : kosong
Isi usus besar : kosong
61

Auskultasi
Peristaltik usus : terdengar

Anus
Sekitar anus : bersih
Refleks spinchter anii : ada reaksi mengkerut
Pembesaran kolon : tidak teraba
Kebersihan daerah perineal : bersih

Alat Perkemihan dan Kelamin (Urogenitalis)


Betina
Mukosa vagina : tidak ada discharge, tidak ada radang
Perhatikan kelenjar mamae
- Besar : simetris
- Bentuk : tidak ada perubahan
- Letak : sesuai
- kesimetrisan : simetris
- Konsistensi kelenjar : kenyal

Alat gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : simetris, tidak ada kelainan
Perototan kaki belakang : simetris, tidak ada kelainan
Tremor : tidak ada
Spasmus otot : tidak ada
Sudut persendian : Tidak ada perlukaan, tidak ada pembengkakan, tidak
ada krepitasi
Cara berjalan/berlari : koordinatif

Palpasi
Struktur pertulangan
- Kaki kiri depan : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kanan depan : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kiri belakang : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kanan belakang : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
Konsistensi tulang : keras, kompak
Reaksi saat palpasi : tidak ada rasa sakit
Palpasi
Ln. popliteus
- Ukuran : kiri dan kanan simetris, tidak ada perubahan
- Konsistensi : kenyal
- Lobulasi : jelas
- Perlekatan : tidak ada perlekatan
- Panas : sama dengan suhu daerah sekitarnya
- Kesimetrisan : simetris
Kestabilan pelvis
- Konformasi : tegas
- Kesimetrisan : simetris

Kucing dan Anjing


- Tuber ischii : simetris
- Tuber coxae : simetris

Diagnosis
Berdasarkan pemeriksaan fisik kucing bernama Titi mengarah pada keratitis

Diferensial Diagnosa : glaukoma, konjungtivitis

PEMBAHASAN

Pemeriksaan fisik dilakukan pada kucing domestik abu-abu putih bernama


Titi berumur dua tahun. Suhu tubuh kucing pada saat pemeriksaan adalah 38,6°C
dengan frekuensi nadi 144 kali per menit dan frekuensi nafas 28 kali per menit.
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah pada bagian mata
sebelah kanan. Inspeksi dilakukan pada bola mata dan terlihat adanya perubahan
perbedaan warna kornea antara kedua bola mata. Bola mata kanan terlihat lebih
berwarna kelabu keruh, terlihat limbus tidak merata, perbesaran pupil, dan adanya
vasa conjuctio. Saat setelah dipapar sinar terlihat kucing sangat tidak nyaman dan
menjauhi sinar dari lampu.
Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh
berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat, keratitis reaksi
alergi, infeksi bakteri dan virus, reaksi kekebalan, reaksi terhadap konjungtivitis
menahun (Riis 2002) dan menurut Mitchel (2006) keratitis pada anjing dan kucing
dapat disebabkan adanya ulkus kornea.
Tanda klinis yang umum adanya bayangan kelabu keruh ditepi kornea
bagian dorsal dan perlahan menyebar kedaerah ventral dari kornea, dan adanya
plaque kalsium yang berkembang pada bagian permukaan kornea. Gejala klinis
lainnya yaitu sering memecingkan mata, produksi air mata berlebihan atau kurang
menjauhkan diri dari sinar, sering menabrak benda-benda disekitarnya, dan
ukuran antara pupil kiri dan pupil kanan tidak sama besar (Mills 2008),seperti
pada temuan klinis pada hasil pemeriksaan Titi.
Diagnosa dilakukan berdasarkan pemeriksaan fisik terutama pada bagian
bola mata. Selain itu peneguhan diagnosa sebaiknya dilakukan pemeriksaan lanjut
yaitu dengan fluorescein test. Fluorescein test ini tersedia dalam bentuk papper
strip sehingga aplikasinya sangat mudah. Aplikasi dari pemakaian test ini adalah
dengan menempelkan papper strip fluorescein test yang telah dibasahi dengan
NaCl fisiologis pada dorsal bulbar konjungtiva, kemudian mata dibilas dengan
menggunakan cairan NaCl fisiologis apabila masih terdapat warna hijau yang
menempel pada mata, artinya mata tersebut mengalami luka. Mekanisme kerja tes
ini adalah adanya lipid pada lapis epitel dari kornea. Bila lapis epitel ini
mengalami luka maka secara otomatis lipid akan terkikism akibatnya fluor yang
harusnya hilang setelah dibilas akan tetap berada di daerah luka (Ward 1999).
63

Terapi pada kasus keratitis yaitu meliputi kortikosteroid topikal (1%


prednisolon asetat atau 0,1% dexamethason) secara bertahap, larutan tacrolimus
topikal 0,02% telah efektif pada beberapa pasien, megesterol asetat oral, dan
antibiotik topikal dapat digunakan pada kasus ini (Mitchell 2006).

Pengobatan
Selama kucing berada dalam penanganan, kucing belum diberikan obat
namun hanya diberi pakan dan minum untuk menjaga kondisi tubuh kucing agar
tetap sehat. Menurut Spiess et al (2009) dari 35 kucing yang terkena keratitis dan
diobati dengan cycloporin, 31 diantaranya mengalami persembuhan.

SIMPULAN
 
Kucing Titi didiagnosa menderita keratitis ditandai dengan adanya vasa
injectio, limbus tidak rata dan perubahan kornea menjadi lebih keruh dan
berwarna kelabu. Belum diberikan terapi namun hanya diberikan pakan dan
minum ad libitum untuk menjaga kondisi tubuh kucing agar tetap kondisi stabil.

DAFTAR PUSTAKA

Mills JT. 2008. Corneal ulceration and ulcerative keratitis [terhubung berkala].
http://emedicine.medscap.com/article/798100-overview.
Mitchell N. 2006. Feline Ophthalmology Part 2: Clinical presentation and
aetology og common ocular conditions. Irish Veterinary Journal. 59 (4):
223-232.
Riis RC.2002. Small animal Ophthalmology Secrets. Philadelphia: Hanley &
Belfus, inc.
Ward DA. 1999. Clinical ophthalmic pharmacology and therapetics. Di dalam
Gelatt KN, editor. Veterinary Ophthalmology. Ed ke-3. Pennsylvania:
Lippincott WilliMS & Wilkins. Hlm 336-354.
Spiess AK, Sapienza JS, Mayordomo A. 2009. Treatment of proliferative feline
eosinophilic keratitis with topical 1.5% cyclosporine: 35 cases. Veterinary
Ophthalmology 12(2): 132–137.
PARALYSIS PADA KUCING

Oleh:
Indryana Marshella T B94164422

PENDAHULAN

Hewan kesayangan adalah hewan yang dipelihara khusus sebagai hewan


olahraga, keindahan, dan kesenangan. Hewan kesayangan yang populer biasanya
memiliki karakter setia pada pemiliknya atau memiliki penampilan yang menarik
seperti anjing dan kucing. Kucing merupakan salah satu hewan domestik yang
banyak dipelihara di masyarakat. Kucing telah menjadi bagian kehidupan dari
manusia. Seperti hewan kesayangan lainnya, kucing rentan terhadap berbagai
penyakit baik penyakit yang bersifat infeksius maupun noninfeksius.
Paralisis atau kelumpuhan merupakan hilangnya fungsi otot pada bagian
tubuh bisa bersifat lokal atau permanen. Paralisis ditandai dengan hilangnya
persepsi nyeri, tiada refleks-refleks, hilangnya tonus otot, atropi neurogen, dan
gerakan pasif (Widodo et al. 2011). Penyebab terjadinya paralisis adalah
malfungsi pada bagian otak, spinal cord, dan gangguan sistem saraf pusat menuju
bagian tungkai kaki. Selain itu, penyebab timbulnya paralisis adalah trombosis
yangmana aorta bergabung dengan arteri iliaca menyebabkan kelumpuhan pada
kedua kaki, trauma seperti terjadinya luka pada tulang belakang atau patah tulang
pada bagian pelvis, infeksi parasit toxoplasmosis, dan stroke akibat berkurangnya
suplai oksigen di otak sehingga menyebabkan gangguan pada saraf pada bagian
kaki.
Adanya kasus tersebut sehingga diperlukan melakukan anamnesa pada
pemilik hewan untuk mengetahui history yang terjadi pada hewan yang sakit,
melakukan pemeriksaan fisik dan diagnosa untuk menentukan diagnosa hewan
yang sakit.

ANAMNESIS

Kucing mengalami kelumpuhan di kaki bagian belakang, tidak nafsu


makan, berjalan dan berlari inkoordinatif pada bagian kaki belakang.

SIGNALEMENT

Nama : Moni
Jenis hewan/spesies : Kucing
65

Ras/breed : Domestic short hair


Warna bulu & kulit : Hitam-cokelat
Jenis kelamin : Betina
Umur : 8 bulan
Berat badan : 1 kg
Tanda Khusus :-

Gambar 24 Kondisi kucing bernama Moni

STATUS PRESENT

Keadaan Umum
Perawatan : baik
Habitus/tingkah laku : tulang belakang lurus/jinak
Gizi : baik
Pertumbuhan Badan : baik
Sikap berdiri : kaki kiri dan kanan belakang tidak menumpu
Suhu tubuh : 38,4 °C
Frekuensi nadi : 160 x /menit
Frekuensi nafas : 56 x /menit

Adaptasi lingkungan
Kepala dan Leher
Inspeksi
Ekspresi wajah : tenang
Pertulangan kepala : tegas, simetris
Posisi tegak telinga : tegak keduanya
Posisi kepala : tegak, lebih tinggi dari posisi Os vertebrae
Palpasi
Turgor kulit : <3 detik
Kondisi kulit : tidak ada keropeng

Mata dan Orbita Kiri


Palpabrae : membuka dan menutup sempurna
Silia : keluar sempurna
Konjungtiva : rose, licin, mengkilat, basah
Membran nictitans : tersembunyi

Bola Mata Kiri


Sklera : putih
Kornea : bening, transparan
Iris : kuning, tidak ada perlekatan
Limbus : rata mengelilingi kornea
Pupil : mengecil ketika ada cahaya, tidak ada kelainan
Refleks pupil : ada
Vasa injeksio : tidak ada

Mata dan Orbita Kanan


Palpabrae : membuka dan menutup sempurna
Silia : keluar sempurna
Konjungtiva : rose, licin, mengkilat, basah
Membran nictitans : tersembunyi
Bola Mata Kanan
Sklera : putih
Kornea : bening, transparan
Iris : kuning, tidak ada perlekatan
Limbus : rata mengelilingi kornea
Pupil : mengecil ketika ada cahaya, tidak ada kelainan
Refleks pupil : ada
Vasa injeksio : tidak ada

Hidung dan sinus-sinus


Hidung dan sinus-sinus : simetris dan aliran udara bebas

Pendengaran dan Keseimbangan (Telinga)


Posisi : tegak keduanya
Bau : khas cerumen
Permukaan daun telinga : licin-halus
Krepitasi : tidak ada
Refleks panggilan : ada

Mulut dan rongga mulut


Rusak/ luka pada bibir : tidak ada
Mukosa : rose, licin, mengkilat, basah
Gigi geligi : lengkap
Lidah : rose, licin-mengkilat, tidak ada perlukaan

Leher
Perototan : simetris
Trakea : cincin teraba dan tidak ada respon batuk saat
ditekan
67

Esofagus : teraba, kosong

Sistem Pernafasan
Inspeksi
Bentuk rongga thoraks : simetris
Tipe pernapasan : costalis
Ritme : teratur
Intensitas : dangkal
Frekuensi : 56 x /menit

Palpasi
Penekanan rongga thoraks : tidak ada respon sakit maupun batuk
Palpasi intercostal : tidak ada respon sakit maupun batuk

Perkusi
Lapangan paru-paru : tidak ada perluasan
Gema perkusi : nyaring

Auskultasi
Suara pernapasan : vesicular inspirasi terdengar jelas ketika inspirasi
Suara ikutan :tidak ada
antara in- dan ekspirasi : tidak ada

Sistem Peredaran Darah


Inspeksi
Ictus cordis : tidak terlihat

Perkusi
Lapangan jantung : tidak ada perluasan

Auskultasi
Frekuensi : 160 x /menit
Intensitas : kuat
Ritme : teratur
Suara sistol dan diastol : terdengar jelas, tidak ada perubahan
Ekstrasistolik : negatif
Pulsus dan jantung : seirama

Abdomen
Inspeksi
Besar : tidak simetris, kanan lebih besar
Bentuk : tidak simetris, kanan lebih besar
Legok lapar : tidak ada

Palpasi
Esofagus : kosong, tidak ada perluasan
Epigastrikus : tidak ada respon sakit
Mesogastrikus : tidak ada respon sakit
Hipogastrikus : tidak ada respon sakit
Isi usus halus : kosong
Isi usus besar : kosong

Auskultasi
Peristaltik usus : terdengar

Anus
Sekitar anus : bersih
Refleks spinchter anii : ada reaksi mengkerut
Pembesaran kolon : tidak teraba
Kebersihan daerah perineal : bersih

Alat Perkemihan dan Kelamin (Urogenitalis)


Betina
Inspeksi dan palpasi
Mukosa vagina : tidak ada discharge
Perhatikan kelenjar mamae
- Besar : proposional
- Letak : sesuai
- Bentuk : tidak ada perubahan
- Kesimetrisan : simetris
- Konsistensi kelenjar : kenyal

Alat gerak
Inspeksi
Perototan kaki depan : simetris, tidak ada kelainan
Perototan kaki belakang : kelumpuhan otot kaki belakang
Tremor : tidak ada
Spasmus otot : tidak ada
Sudut persendian : sudut kaki belakang dipersempit
Cara berjalan/berlari : kesulitan dalam berjalan

Palpasi
Struktur pertulangan
- Kaki kiri depan : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kanan depan : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kiri belakang : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
- Kaki kanan belakang : tegas, kokoh, tidak ada krepitasi
Konsistensi tulang : keras, kompak
Reaksi saat palpasi :tidak ada respon sakit pada saat dipalpasi bagian
kaki belakang

Palpasi
Ln. popliteus
- Ukuran : simetris kiri dan kanan
69

- Konsistensi : kenyal
- Lobulasi : jelas
- Perlekatan : tidak ada perlekatan
- Panas : sama dengan suhu disekitarnya
- Kesimetrisan : simetris
Kestabilan pelvis
- Konformasi : tegas
- Kesimetrisan : simetris

Kucing dan Anjing


- Tuber ischii : simetris
- Tuber coxae : simetris

TEMUAN KLINIS

Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Agustus 2017. Keadaan


umum kucing terlihat lesu dan diketahui nafsu makan berkurang. Suhu tubuh
kucing ketika dilakukan pemeriksaan adalah 38.4°C. Pemeriksaan pada perototan
kaki belakang menunjukkan adanya kelumpuhan atau paralisis.

Pemeriksaan lanjutan : -

Diagnosis
Berdasarkan pemeriksaan fisik kucing bernama Moni mengarah pada
paralisis nervus pada kaki bagian belakang akibat trauma.

Prognosa
Dubius-infausta

Diferensial Diagnosa : IVDD

Terapi
Pengobatan yang dapat diberikan pada kucing yang mengalami paralisis
dengan perawatan supportif seperti rawat inap, cairan intravena, dan terapi
oksigen yang sesuai. Selain itu, dapat diberikan antibiotik jika ada infeksi, steroid
atau antiinflamasi untuk mengurangi peradangan pada bagian kaki belakang.
Pengobatan lebih lanjut tergantung penyebab paralisis.

PEMBAHASAN

Pemeriksaan fisik dilakukan pada kucing domestik hitam-cokelat bernama


Moni berumur 8 bulan. Suhu tubuh kucing pada saat pemeriksaan adalah 38,4°C
dengan frekuensi nadi 160 kali per menit dan frekuensi nafas 56 kali per menit.
Kelainan yang ditemukan pada pemeriksaan fisik adalah pada bagian alat gerak.
Kelumpuhan terlihat ketika Moni berjalan. Inspeksi dilakukan pada alat gerak
pada bagian kaki belakang dan terlihat kesulitan dalam berjalan. Palpasi dilakukan
pada daerah tersebut dan tidak ada respon sakit. Hal ini mengindikasikan Moni
diduga mengalami paralisis nervus pada bagian kaki belakang.
Paralisis pada kucing terjadi ketika kucing tidak dapat mengontrol atau
menggerakkan kaki, leher, ekor, atau bagian tubuh lainnya. Paralisis parsial, atau
disebut juga dengan paresis adalah kurangnya kontrol penuh terhadap tubuh
sehingga tubuh merasa lemah, lesu, atau pergerakan yang sangat lambat. Gejala
klinis yang terlihat ketika kucing paralisis tergantung pada penyebabnya dan dapat
terjadi secara tiba-tiba (akut) atau dalam waktu yang lama. Gejala klinis yang
umum terlihat pada kondisi paralisis kaki belakang adalah: ketidakmampuan
untuk menggunakan atau menggerakan bagian tubuh, cara berjalan yang tidak
benar, reaksi lambat terhadap sakit atau stimulus lain (Turner 2017)
Nervus yang ada di dalam tulang belakang merupakan nervus yang
menghubungkan nervus dalam otak dengan nervus di berbagai bagian dalam
tubuh, sebagai jalur komunikasi dari otak ke kaki, organ, atau struktur lainnya.
Ketika jalur komunikasi ini rusak, paralisis dapat terjadi. Lokasi paralisis dapat
mengindikasikan daerah nervus mana yang rusak. Penyebab kerusakan nervus
antara lain: trauma, infeksi di tulang atau jaringan sekitar tulang belakang, slipped
discs, peradangan di otot yang menyebabkan tekanan pada daerah sekitar nervus,
gigitan kutu (tick paralysis) tumor, malformasi vertebrae, toksin, dan emboli yang
menyebabkan terhalangnya aliran darah ke kaki (Turner 2017)
Paralisis salah satu kaki menunjukkan sebagai monoplegia dan biasanya
diikuti dengan penyakit yang berhubungan dengan nervus spinal perifer. Paralisis
daerah pelvis biasanya diikuti dengan adanya lesio pada akar nervus L4 sampai
S2, plexus lumbosacral atau femoral, fibular atau tibia. Menentukkan lokasi pasti
lesio merupakan hal yang penting untuk menentukkan prognosis yang tepat.
Secara umum, lesio pada akar nervus atau plexus memiliki prognosis yang lebih
buruk daripada lesio pada nervus perifer (Schubert 2016)
Cara mendiagnosis paralisis salah satunya melalui histori apakah telah
terjadi perlukaan, trauma, jatuh dalam waktu dekat. Keterangan ini dapat
digunakan untuk menentukan apakah paralisis terjadi secara bertahap atau tidak,
dan apakah ada fluktuasi tingkat keparahan symptom. Cara lain adalah dengan
menggerakkan atau memposisikan kaki dan melihat apakah ada reaksi untuk
mengembalikan posisi kakinya seperti semula. Jarum ditusukkan untuk melihat
apakah ada reaksi sakit atau tidak, tetapi cara ini harus dilakukan oleh orang yang
sudah profesional. Tes lab darah dan urin juga dapat digunakan untuk menentukan
apakah terjadi peradangan/infeksi atau tidak. Tes paralisis yang paling sesuai
adalah dengan MRI, CT scan atau X-ray (Turner 2017).
Terapi yang digunakan tergantung pada penyebab dari paralisis. Jika terjadi
infeksi, maka perlu diberi antibiotik. Di kebanyakan kasus, nervus akan kembali
tumbuh atau memperbaiki sendiri seiring berjalannya waktu dengan perawatan
yang benar. Antiinflamasi juga dapat diberikan untuk mengurangi tekanan di area
nervus atau tulang belakang. Kucing tidak boleh pada posisi yang sama lebih dari
2 jam. Nutrisi mungkin dapat ditambahkan melalui IV atau feeding tube. Heating
pad atau lampu juga dapat ditambahkan untuk memperlancar peredaran darah.
Pijatan otot juga dapat membantu meminimalisir terjadinya atropi (Turner 2017).
.

SIMPULAN
 
71

Kucing Moni didiagnosa menderita paralisis nervus ditandai dengan


adanya kelumpuhan pada bagian kaki belakang yang diduga akibat trauma.
Prognosa untuk paralisis akibat nervus, yaitu dubius-infausta. Terapi yang
digunakan pada kasus ini adalah terapi obat antibiotik jika terjadi infeksi,
antiinflamasi untuk mengurangi tekanan di daerah nervus, nutrisis yang
ditambahkan melalui IV, heating pad, dan pijatan.

DAFTAR PUSTAKA

Schubert T. 2016. Overview of limb paralysis [internet]. [diakses 2017 Agustus


20]. Terdapat pada: http://www.merckvetmanual.com/nerveous-
system/limb-paralysis/overview-of-limb-paralysis.
Turner C. 2016. Paralysis in cats [internet]. [diakses 2017 Agustus 20]. Terdapat
pada: https://www.vetary.com/cat/condition/paralysis.
Widodo S, Sajuthi D, Choliq C, Wijaya A, Wulansari R, Lelana A. 2011.
Diagnostik Klinik Hewan Kecil. Bogor (ID): IPB Press.
KASUS PENYAKIT DALAM

Left Displasia Abomasum (LDA) yang dipredisposisi oleh


Hipokalsemia

PENDAHULUAN
Latar belakang
Sapi Friesian Holstein (FH) merupakan sapi perah yang berasal dari
Belanda, yaitu Propinsi North Holand dan West Friesland yang memiliki padang
rumput yang sangat luas. Sapi FH mempunyai beberapa keunggulan salah
satunya, yaitu jinak, tidak tahan panas tetapi sapi ini mudah menyesuaikan diri
dengan keadaan lingkungan. Ciri-ciri sapi FH yang baik adalah memiliki tubuh
luas ke belakang, sistem dan bentuk perambingan baik, puting simetris, dan
efisiensi pakan tinggi yang dialihkan menjadi produksi susu (Blakely dan Bade,
1998). Sapi FH adalah sapi perah yang produksi susunya tertinggi dibandingkan
bangsa-bangsa sapi perah lainya, dengan kadar lemak susu yang rendah rata-rata
3,7%. Sapi Holstein berukuran besar dengan totol-totol warna hitam dan putih di
sekujur tubuhnya. Dalam arti sempit, sapi Holstein memiliki telinga hitam, kaki
putih, dan ujung ekor yang putih. Di Indonesia sapi jenis FH ini dapat
menghasilkan susu 20 liter/hari, tetapi rata-rata produksi 10 liter/hari atau 3.050
kg susu 1 kali masa 7 laktasi. Sapi jantan jenis FH ini dapat mencapai berat badan
1.000 kg, dan berat badan ideal betina adalah 635 kg. Di Amerika sapi FH ini
dapat memproduksi lebih dari 7.000 kg susu dalam 1 kali masa laktasi (Sudono et
al. 2003).
Abomasum adalah organ pencernaan pada sapi yang memanjang seperti
kantung yang terletak di bagian bawah kuadran kanan rongga perut yang
membentang sampai daerah tulang rusuk kesebelas atau kesepuluh (Murry et al.
1991). Periode transisi, yaitu periode yang terjadi 2 minggu prepartum sampai 2-4
minggu Postpartum yang ditandai dengan perubahan pola makan, metabolik,
endokrin, dan imunologis yang ekstensif pada susu sapi. Periode ini juga ditandai
dengan tingginya kejadian penyakit metabolik, salah satunya, yaitu LDA atau Left
Displacement Abomasum pada sapi perah pasca persalinan. Left Displacement
Abomasum (LDA) merupakan masalah umum pada ternak sapi perah yang secara
langsung berdampak pada ekonomi dan penurunan produksi susu sapi itu sendiri
(Raizman & Santos 2002). Faktor penyebab pada kasus Left Displacement
Abomasum, yaitu atoni atau hipotensi abomasum. Ternak sapi dengan produksi
susu yang tinggi dan excercise yang terbatas memungkinkan menjadi penyebab
atoni abomasum itu sendiri. Faktor lain yang turut berkontribusi dalam kasus
LDA diantaranya milk fever, kembar, distokia, retensio secundinae, metritis, dan
ketosis. Ada laporan juga yang menyebutkan jika hipokalsemia subklinis juga
menjadi salah satu faktor resiko dari LDA (Grohn 2000).
73

Menurut Stengärde et al. (2012), banyaknya kejadian LDA bisa


berdasarkan luasnya kawasan peternakan. Peternakan skala kecil memiliki lebih
sedikit sapi dan lebih banyak pilihan pengelolaan individu daripada peternakan
ukuran medium atau peternakan yang berukuran besar yang mana mungkin lebih
memperhatikan sapi perindividu. Di sisi lain, peternakan berukuran kecil mungkin
memiliki akses lebih sedikit terhadap teknologi modern, yang kemungkinan akan
mengganggu kemampuan mereka dalam mengelola LDA secara benar.

Tujuan
Mempelajari cara pemeriksaan fisik, peneguhan diagnosa, diagnosa penunjang,
terapi, dan pengobatan yang dapat diberikan pada sapi perah FH yang mengalami
kasus Left Displasia Abomasum (LDA).

HASIL DAN PEMBAHASAN

Displasia abomasum merupakan masalah yang umum yang terjadi pada sapi
perah pada awal laktasi. Pada sapi perah postpartum dengan produksi tinggi
beberapa perubahan biasa terjadi dan dapat mempengaruhi fisiologi abomasum.
Posisi Sekitar 90% sapi yang mengalami LDA tidak dalam keadaan hamil. LDA
biasanya terjadi pada bulan pertama postpartus. Kejadian pada sapi perah lebih
sering dibandingkan dengan kejadian pada sapi pedaging (Mueller 2011)

Anamnesa

Hasil anamnesa sapi 2096, yaitu sapi tidak mau makan selama 3 hari,
terakhir kali di IB pada tanggal 19 juni 2017. Sapi sebelumnya melahirkan 3 bulan
yang lalu di Boyolali.

Signalement

Nomor Telinga : 2096


Jenis hewan / spesies : Sapi
Ras / breed : Frisien Holstein
Jenis kelamin : Betina
Warna bulu dan kulit : Hitam dan putih
Umur : 3 tahun
BCS :2
Tanda khusus : Tidak ada tanda khusus

Pemeriksaan Fisik

Laporan Sapi FH di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) dengan nomor


2096 didapatkan adanya ping sound pada saat auskultasi pada bagian epigastrikus
sebelah kiri. Hasil pemeriksaan suhu tubuh hewan adalah 37 C, frekuensi jantung

, frekuensi nafas , pulsus nadi .


Diagnosa

Pemeriksaan auskultasi left displacement abomasum ditemukan dengan


adanya ping sound yang terdengar jelas dan mudah didengar di daerah
pertengahan thorax yang ditarik dari garis siku menuju coxae. Pada kesempatan
tertentu ping sound mungkin dapat ditemukan dibawah ataupun diatas dari garis
ini.

Gambar 25 Gambaran Lapangan Abomasum dan Rumen

Pada kejadian LDA biasanya diawali dengan sapi yang tidak mau makan.
Kejadian ini juga dapat dikarenakan adanya metritis, milk fever, mastitis,
kekurangan nutrisi, lumpuh, dan penyakit sistemik lainnya. Penampakan sapi dari
belakang yang mengami LDA menunjukan adanya pembesaran pada thorax. Ping
sound dapat ditemukan pada kejadian bloating pada rumen dan left displacement
abomasum. Ping sound antara bloating dan left displacement abomasum sering
terdengar tumpang tindih, apabila hal ini terjadi dapat dibedakan dengan cara
aspirasi cairan pada bagian ventral pada titik ping yang kemudian di tes pH cairan.
Apabila pH cairan rendah ping sound didapatkan dari left displasia abomasum
dan apabila pH tinggi didapatkan dari cairan rumen (Coring M and Umble L
2017).

Diagnosa: Left Displacement Abomasum (LDA)

Diagnosa Penunjang

Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah dilakukan sebagai salah satu peneguhan diagnosa dari
kemungkinan penyakit yang terjadi pada pasien. Pemeriksaan darah dilakukan
pada sapi FH yang mengalami LDA dimana nilai dari hasil pemeriksaan darah
yang diperoleh akan dibandingkan dengan nilai pemeriksaan darah pada literatur
75

atau dalam kondisi normal. Pengambilan darah diambil melalui


vena jugularis kemudian dibuat serum. Serum diperiksa kadar calcium dan
phospor untuk mengetahui penyebab terjadinya LDA. Hasil pemeriksaan
serum Sapi FH yang mengalami LDA dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Profil Calcium dan phospor anorganik sapi FH yang mengalami LDA
Parameter Normal Hasil
Calcium 8-12 mg/dL 6.7 mg/Dl
Phospor anorganik 4-9 mg/dL 3.2 m/dL

Hasil pemeriksaan laboratorium calcium dan phospor pada sapi FH yang


mengalami LDA menunjukkan nilai calcium dan phospor dibawah normal. Nilai
calcium sapi FH yang mengalami LDA sebesar 6.7 mg/dl, nilai ini dibawah nilai
normal calcium pada sapi, yaitu sebesar 8-12 mg/dl. Nilai phospor anorganik
sebesar 3.2 mg/dl, nilai ini dibawah nilai normal phospor pada sapi yaitu sebesar
4-9 mg/dl. Parameter kalsium ini merupakan parameter utama yang membuktikan
bahwa kasus LDA yang terjadi disebabkan oleh penurunan jumlah kalsium dalam
darah atau biasa disebut dengan hipokalsemia. Hipokalsemia merupakan salah
satu predisposisi terjadinya displasia abomasum.

Terapi

Terapi yang dilakukan pada kasus sapi LDA, yaitu terapi teknik rolling
dengan menggulingkan sapi ke sebelah kanan secara perlahan 1800. Hewan
ditahan di posisi dorsal recumbency selama 5-10 menit, setelah ditahan pada
posisi dorsal recumbency, sapi digulingkan kembali 1800 sampai sapi bangun
kembali dan diauskultasi untuk mengkonfimasi abomasum telah kembali ke posisi
semula. Terapi tambahan, yaitu dengan pemberian kalsium glukonat SC dan gel
kalsium PO untuk membantu mengembalikan motilitas abomasal normal (Mueller
2014).

Gambar 26 Gambaran Teknik Rolling pada Kasus LDA


Selain teknik rolling sejumlah metode bedah dapat digunakan memperbaiki
LDA, yaitu fiksasi perkutan dengan menggunakan teknik Grymer-Sterner toggle.
Grymer-Sterner toggle merupakan metode pembuangan gas dengan trokar.
Selanjutnya teknik bedah yang dilakukan, yaitu dengan teknik paramedian
laparotomy and left flank laparotomy ventral abomasopexy atau omentopexy
(Mueller 2014).

Gambar 27 Teknik Rolling Sapi FH di KUNAK

Pembahasan Kasus

Umumnya sapi yang mengalami LDA menunjukkan hipokalsemia subklinis.


Sapi yang mengalami LDA memiliki level kalsium kurang dari 8 mg/dL. Level
kalsium yang rendah merupakan faktor penting yang mengurangi kontraksi
dinding abomasum dan rumenoretikular yang dapat memicu diplasia abomasum
(Abozeid et al. 2008).
Berdasarkan hasil diagnosa penunjang berupa pemeriksaan profil biokimia
darah menunjukkan bahwa kadar kalsium dan phospor yang diperoleh dibawah
normal, yaitu 6.7 mg/dL (normal 8-12 mg/dL) dan 3.2 mg/dL (normal 4-9
mg/dL). Hal ini disebabkan karena keadaan masa peralihan dari keadaan bunting
ke awal periode laktasi menyebabkan tubuh perlu melakukan adaptasi terhadap
perubahan fisiologis yang terjadi (Widhyari 2005). Pada kasus ini sapi FH baru di
transportasikan dari Boyolali ke Bogor dan sebelumnnya mengalami partus yang
berjarak tiga bulan sebelum di pindahkan ke Bogor, sehingga diduga berdampak
terhadap terjadinya kasus LDA. Menurut Kehrli et al. (1989); Preislet et al.
(2000) menyebutkan kejadian penyakit seperti mastitis, distokia, milk fever, dan
displasia abomasum sering dilaporkan terjadi pada masa transisi setelah
kebuntingan. Hal ini diduga berhubungan dengan terjadinya penurunan daya tahan
tubuh diantaranya faktor hormonal, faktor pakan seperti pemberian konsentrat
lebih banyak dibandingkan hijauan sehingga meningkatkan terjadinya acidosis
dan gas, serta kondisi stress atau gangguan metabolik yang terjadi bersamaan
dengan kondisi partus.
77

Patogenesis
Patogenesis dari LDA melibatkan tiga faktor, yaitu rumen sarat,
kekosongan rongga abdomen mendadak setelah melahirkan, dan abomasal atoni.
Pada saat hewan bunting rahim mengembang dan mendesak organ-organ
pencernaan ke arah depan, serta sedikit mengangkat rumen sehingga posisi
abomasum jadi terdesak ke depan di sebelah ventral dari rumen. Pada saat setelah
kelahiran, karena kosongnya rongga yang semula ditempati janin, rumen yang
penuh dengan ingesta akan menindih abomasum yang terdapat di bawahnya.
Akibat dari tertindihnya abomasum maka volume lambung tersebut menjadi lebih
kecil, dan fungsi pencernaan normal pun juga mengalami gangguan. Pada
kejadian displasia abomasum, obstruksi ingesta di dalam abomasum tidak bersifat
sempurna dengan sebagian dari ingesta masih dapat diteruskan ke usus untuk
mengalami pencernaan lanjutan dan penyerapan. Akibat rasa sakit yang diderita
yang biasanya berlangsung secara progresif, penderita mengalami depresi, nafsu
makan menjadi hilang, dan malas bergerak (Subronto 2003).

Gambar 28 Gambaran topografi abdomen sebelah kiri

Gambar 29 Gambaran Perputaran Abomasum sebelah kiri (Left


Displacement of Abomasum)
SIMPULAN

Left displacement abomasum (LDA) merupakan suatu kondisi abomasum


mengalami torsio sehingga bergeser ke arah kiri yang melibatkan rumen sarat,
kekosongan rongga abdomen mendadak setelah melahirkan, dan abomasal atoni.
Left displacement abomasum ditandai dengan adanya ping sound pada bagian
pertengahan daerah thorax. Treatment kasus LDA dapat dilakukan dengan tehnik
rolling1800 kearah berlawanan dan bedah.

DAFTAR PUSTAKA

Abozeid N Z, Sakuta E, Kawai T, Takahashi T, Gotoh A, Takehana A, Oetzel G


R, Oikawa S. 2008. Assessment of serum pepsinogen and other biochemical
parameters in dairy cows with displaced abomasum or abomasal volvulus
before and after operation. J. Rakuno Gakuen. 32(2):161-167
Blakely J, Bade DH. 1998. Ilmu Peternakan Edisi ke Empat. Penerjemah:
Srigandono B. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press. Hal: 351-
352.
Coring M, Umble L. [Terhubung berkala] Penn Veterinay Medicine
https://research.vet.upenn.edu/Staff/tabid/3695/Default.aspx. Diakses pada
tanggal 15 Agustus 2017.
Grohn YT. 2000. Milk yield and disease: Towards optimizing dairy herd health
and management decisions. Bovine Pract. 34:32–40.
Kehrli ME, Nonnecke BJ, Roth JA. 1989. Alterations in bovine lymphocyte
function during the prepartutien period. Am J Vet Res. 50:215-220.
Mueller K. 2011. Diagnosis, treaatment and control of lef displaced abomasum in
cattle. Farm Animal Practice. (33): 470-481.
Murry LD, Penny CD, Scott PR. 1991. Abomasal foreign body and left-sided
displacement in a pregnant cow. Brit. Vet. J. (147): 385-387.
Preisler MT. Weber PSD, Tempelman RJ, Erskine RJ, Hunt H, Burton Jl. 2000.
Glucocorticoid receptor expression profiles in mononuclear leukocyte of
periparturient holstein cows. J Dairy Sci. 83:38-47
Raizman EA, JEP Santos. 2002. The effect of left displaced abomasum corrected
by toggle-pin suture on lactation, reproduction, and health of Holstein dairy
cows. J Dairy Sci. (85): 1157– 1164.
Stengärde L, Hultgren J, Tråvén M, Holtenius K, Emanuelson, U. 2012. Risk
factors for displaced abomasum or ketosis in Swedish dairy herds. J. Dairy
Sci.(103): 280–286.
Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia) I. Yogyakarta (ID): Gadjah
Mada University Press.
Sudono A, Rosdiana F, Budi S. 2003. Beternak Sapi Perah. Jakarta (ID): PT.
Agromedia Pustaka.
79

Widhyari SD. 2005. Patofisiologi sekitar partus pada kambing peranakan etawah:
Kajian peran suplementasi Zicum terhadap respon imunitas dan
produktivitas [Disertasi]
21

Anda mungkin juga menyukai