Anda di halaman 1dari 20

STRUKTUR MAKAM K.H.

TUBAGUS LATIFUDDIN PAGERAJI, KABUPATEN


MAJALENGKA
U. Abdul Syukur
PUI Cabang Bongas Indramayu (u.a.syukur45@gmail.com)

Abstract
Majalengka is an area in Tatar Sunda that has a long history. This area has even been the
basis of a number of kingdoms that once existed in the history records of our nation. When
Islam began to spread to Parahyangan area from Cirebon direction, some areas did not
immediately accept the religion which came from the Arab land. Two of them are Talaga and
Rajagaluh which are located exactly in Majalengka Regency now. The situation is certainly
raises many questions considering the current regency is inhabited by the majority of Muslims.
Of course one of the things that make it curious is about the gait of the spreaders of Islam in
the community. One of the spreaders of Islam in Majalengka is K.H. Tubagus Latifuddin
residing in Pageraji. From oral tradition it is known that this charismatic figure has a very
significant role to increase the number of adherents of Islam in the area. His very special
positioning of his grave shows that K.H. Tubagus Latifuddin is not an arbitrary person,
because he still has a permanent place in the heart of society even though this character has
long died.
Keywords: tombs, the spread of Islam, community leaders, Majalengka

Abstrak
Majalengka adalah sebuah daerah di tatar Sunda yang memiliki perjalanan sejarah yang
panjang. Daerah ini bahkan pernah menjadi basis dari sejumlah kerajaan yang dulu pernah
eksis dalam catatan sejarah bangsa kita. Ketika Islam mulai menyebar ke daerah Parahyangan
dari arah Cirebon, beberapa wilayah tidak serta merta menerima agama yang berasal dari tanah
Arab tersebut. Dua di antaranya adalah Talaga dan Rajagaluh yang letaknya persis di wilayah
Kabupaten Majalengka sekarang. Keadaan itu tentunya memunculkan banyak pertanyaan
mengingat saat ini kabupaten tersebut dihuni oleh mayoritas umat Islam. Tentu salah satu hal
yang membuat penasaran itu adalah mengenai kiprah para penyebar Islam di tengah
masyarakat. Salah satu penyebar Islam di Majalengka adalah K.H. Tubagus Latifuddin yang
bertempat tinggal di Pageraji. Dari tradisi lisan diketahui bahwa sosok kharismatik ini memiliki
peran yang sangat signifikan terhadap peningkatan jumlah penganut Agama Islam di daerah
tersebut. Pemosisian makamnya yang sangat khusus pun menunjukkan bahwa K.H. Tubagus
Latifuddin bukanlah orang sembarang, karena tetap memiliki tempat yang permanen di tengah
hati masyarakat meskipun tokoh ini sudah lama tiada.
Kata Kunci: Makam, penyebaran Islam, tokoh masyarakat, Majalengka

A. Pendahuluan sengaja disebarluaskan oleh para


Salah satu doktrin sejarah yang orientalis yang memang tidak
mungkin terus dianut oleh para peserta menginginkan sejarah Islam Indonesia
didik (dan mungkin juga masyarakat diungkap secara lengkap. Salah satu
umum) adalah bahwa agama Islam sosok orientalis yang dimaksud adalah
baru masuk ke Indonesia pada abad ke- Snouck Hurgronje yang memang tidak
13 saat perniagaan dengan orang-orang mengakui bahwa Islam masuk ke
Gujarat India tengah mencapai Nusantara jauh lebih awal. Pendapat ini
puncaknya. Ajaran yang juga bisa patut dipertanyakan tendensinya karena
disebutkan sebagai mitos tersebut, memang sangat mengabaikan pelbagai

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 78


78
fakta, bukti dan penelitian yang ada di Jawa, berbasis di Cirebon,
dijabarkan oleh para ahli-ahli sejarah Banten, Demak dan Mataram.2
mengenai kemungkinan masuknya Di tanah Pasundan, proses
Islam ke Indonesia lebih awal.1 Islamisasi baru datang kemudian
Meskipun Islam telah datang ke setelah gerakan itu timbul sebelumnya
bumi Nusantara lebih dulu dari di bumi Jawa. Tokoh-tokoh penting
perkiraannya, namun eksistensinya yang menjadi penyebar awal Islam di
baru sebatas di sejumlah kecil daerah wilayah yang kemudian menjadi Jawa
saja. Bahkan mungkin bisa dikatakan Barat ini adalah para keturunan Raja
hanya di beberapa daerah pesisir Sunda Prabu Siliwangi, yaitu Pangeran
pantai, seperti di sekitar Aceh dan Cakrabuana (Walangsungsang) dan
Sumatera Utara. Hal itu menunjukkan Raden Syarif Hidayatullah (Sunan
bahwa pada mulanya Islam Gunung Jati). Sejumlah naskah
berkembang dengan sangat lambat di tradisional, juga menyebutkan nama
tengah masyarakat, dan kemajuannya Prabu Kian Santang, yang juga
yang pesat baru dapat dilihat beberapa merupakan keturunan dari Sri Baduga
abad kemudian, ketika pengembangan Maharaja. Di antara ketiganya, tokoh
Islam mulai dirintis oleh para ulama penyebar Islam terpenting dan yang
dan sufi yang menyentuh dengan baik paling banyak disebutkan dalam tradisi
sisi-sisi kultural masyarakat. lisan dan juga sejumlah manuskrip
Para alim ulama dan sufi yang adalah Syarif Hidayatullah. Pusat
tidak henti-hentinya mensyiarkan Islam pengembangan Islam yang dirintis oleh
di tanah Jawa, umumnya selalu tokoh ini terletak di Cirebon.
dinisbatkan kepada sosok-sosok yang Syarif Hidayatullah, atau yang
dikenal sebagai Wali Sanga (Wali masyhur dengan nama Sunan Gunung
Sembilan). Perkembangan itu semakin Jati, mendakwahkan Islam secara
pesat, terutama ketika Islam sudah damai ke pelbagai daerah di Jawa
terinstitusionalisasikan ke dalam wujud Barat. Meskipun demikian, nyatanya
kekuasaan. Institusi-insitusi Islam yang tidak semua wilayah yang dekat
dengan Cirebon itu dapat di-Islamkan

1 2
Mengenai diskursus ini, lihat lebih lanjut, Edi S. Ekadjati, “Sundanese Manuscripts: Their
Moeflich Hasbullah, Sejarah Sosial Intelektual Existence, Functions, and Contents”, Journal of
Islam Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia, 2011), the Centre for Documentation & Area-
hal. 1-12. Transcultural Studies, 2 (2003), hal. 129.

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 79


79
dengan mudah. Daerah Rajagaluh dan Sebagaimana diuraikan
Talaga misalnya, baru menyatakan diri sebelumnya, terdapat hal yang tidak
berada di bawah kekuasaan Cirebon biasa dalam proses Islamisasi
pada tahun 1528 dan 1530.3 Dengan Majalengka. Berbeda dengan kegiatan
demikian, wilayah yang saat ini masuk peng-Islaman di Luragung atau
ke dalam daerah Majalengka itu Kuningan, yang berjalan dengan damai
menunjukkan bahwa proses Islamisasi dan tanpa adanya hambatan yang
di barat Ciremai itu tidak semudah berarti, di Majalengka para pendakwah
yang dipikirkan. Islam harus terlebih dahulu melakukan
Sebelum berkembangnya agama sejumlah peperangan dengan elit-elit
Islam, daerah-daerah yang sekarang lokal yang memobilisasi masyarakat
menjadi Majalengka itu memang setempat untuk melawan orang-orang
berada dalam kekuasaan Kerajaan Islam yang saat itu dikirim dari
Sunda-Galuh. Kerajaan ini sendiri Cirebon, Banten dan Demak.
ditengarai banyak ahli sejarah sebagai Dalam beberapa naskah Babad
kerajaan yang menganut corak Cirebon, diketahui bahwa dua wilayah
keagamaan Hindu dan Buddha. di Majalengka yang dalam
Walaupun demikian, ada pula yang perkembangan Islam awal selalu
meyakini bahwa kerajaan terbesar melakukan resistensi adalah Rajagaluh
masyarakat Sunda itu memiliki dan Talaga. Rajagaluh diabadikan
kepercayaan lokal yang khas, yaitu dalam naskah-naskah tersebut dengan
Agama Jatisunda. Dalam eksistensi sesosok pemimpin non-
perkembangan selanjutnya, wilayah- muslim bernama Arya Kiban yang
wilayah itu berubah menjadi daerah menantang kekuasaan Sunan Gunung
yang menganut agama Islam, terutama Jati, sementara Talaga dituliskan
setelah Sunan Gunung Jati beserta sebagai benteng terakhir kekuasaan
murid-muridnya melancarkan dakwah pra-Islam yang tidak menginginkan
ke pelbagai tempat di Tatar Sunda, kedatangan agama baru di tanah Sunda.
termasuk ke daerah-deaerah Walaupun sebelumnya dua
Majalengka. daerah itu sangat sulit ditaklukkan,
pada akhirnya para utusan-utusan
3
F. de Haan, Priangan: De Preanger-
Regentschappen onder het Nederlandsch bestour kerajaan Islam dari daerah pesisir
tot 1811 (Batavia: G. Kolff/Martinus Nijhoff,
1912), hal. 33-41. tersebut berhasil memasuki wilayah itu

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 80


80
dengan sangat baik dan kemudian yang banyak dikunjungi dan diingat
menyebarkan nilai-nilai Islam. Setelah oleh masyarakat sebagai tempat
itu, proses Islamisasi di daerah peristirahatan sosok penting kegiatan
Majalengka menjadi relatif lebih Islamisasi di daerah Majalengka adalah
mudah dilakukan. Terlebih lagi, makam dari seorang syaikh masyhur
pemimpin-pemimpin lokal pun satu yang bernama K.H. Tubagus
persatu memeluk agama Islam yang Latifuddin yang terletak di Desa
selanjutnya semakin mempermudah Pageraji, Kecamatan Maja.
kegiatan dakwah di daerah yang
bertanah subur itu. B. Gambaran Umum Wilayah
Garis sejarah yang telah panjang 1. Kondisi Alam Majalengka dan
itu ternyata tidak selurus dan sejelas Pageraji
yang dipikirkan. Meskipun secara garis Kabupaten Majalengka
besar perjalanan sejarahnya telah merupakan salah satu kabupaten di
diketahui, namun sisi-sisi spesifiknya Jawa Barat yang lokasinya mencakup
belum terlalu jelas sehingga dalam wilayah Gunung Ciremai bersama
konteks ini memerlukan penelaahan Kabupaten Kuningan. Di sebelah utara
yang lebih dalam agar diketemukan kabupaten, terhampar dataran rendah
fakta-fakta baru yang bisa membuat yang kontur tanahnya cukup landai
titik-titik sejarah yang masih gelap dan sehingga kemudian dijadikan sebagai
tertutupi kabut masa yang pekat lokasi untuk pembangunan Bandara
menjadi terang benderang dan jelas Internasional Jawa Barat Kertajati.
dilihat. Sementara bagian tengah wilayah ini
Salah satu cara yang bisa memiliki kontur perbukitan yang
dilakukan untuk mengungkap tabir itu sangat bervariasi meskipun ada pula
adalah dengan melakukan penelitian dataran yang cukup rendah. Sedangkan
arkeologi, yang dalam tulisan ini untuk wilayah selatan kabupaten,
objeknya adalah makam tokoh-tokoh berdiri tegak gunung-gunung dengan
penting penyebar Islam di Majalengka. titik tertingginya, yaitu puncak Gunung
Dilihat secara objektif, makam Ciremai. Di samping itu, di sisi barat
merupakan peninggalan masa lalu yang daya bertengger Gunung Cakrabuana
pada umumnya memiliki kekhasan dan yang menjadi tapal batas wilayah
ciri unik tersendiri. Salah satu makam Majalengka bersama Kabupaten

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 81


81
Tasikmalaya dan Kabupaten bersuhu dalam kisaran 15º-25º C,
Sumedang. dengan curah hujan sekitar 136
Kabupaten ini terletak pada titik hari/tahun.
koordinat 108° 03' - 108° 19 Bujur Tak pelak, kondisi itu membuat
Timur hingga 108° 12' - 108° 25 Bujur tanah di desa yang berada di bawah
Timur (dihitung dari barat ke timur), kaki Gunung Bongkok tersebut sangat
dan 6° 36' - 5°58 Lintang Selatan subur dan amat cocok untuk ditanami
hingga 6° 43' - 7°44 (dari utara ke oleh padi, pelbagai tumbuhan kedua
selatan). atau palawija, serta tanaman-tanaman
Dari sisi administrasi, holtikultura lainnya. Karena sumber air
Majalengka berbatasan dengan 6 di Pageraji amat melimpah, wilayah itu
(enam) kabupaten, yaitu Kabupaten juga sangat potensial untuk
Kuningan dan Kabupaten Cirebon di pengembangan peternakan dan
sisi timur, Kabupaten Tasikmalaya dan perikanan.
Kabupaten Ciamis di sebelah selatan, Desa yang hanya memiliki dua
Kabupaten Sumedang di sisi barat, dan dusun (yaitu Dusun Singajaya dan
Kabupaten Indramayu di sisi utaranya. Dusun Jagaraksa) ini, berada tidak jauh
Desa Pageraji sendiri merupakan dari jalan raya yang menghubungkan
salah satu desa yang berada di Kecamatan Sukahaji dengan
Kecamatan Maja, sebuah kecamatan Kecamatan Maja. Menurut Tatang
yang letaknya di arah selatan Manguny, jalur ini merupakan jalan
Kabupaten Majalengka. Letak desa ini raya utama Maja-Cirebon pada
di sebelah tenggara dari ibu kota masanya. Dari kantor bupati (sebelum
kabupaten Majalengka dengan jarak tahun 1840) yang berada di Maja, jalan
sekitar 20 Km yang bisa ditempuh itu mengarah ke utara, lalu belok
dalam jangka waktu 0,5 jam perjalanan melintasi jembatan Cirungkut (Cibuni)
jika menggunakan angkutan umum. yang selanjutnya melewati Cileungsi
Secara geografis, kontur fisik Paniis, lalu ke Cicalung, Ciomas,
Desa Pageraji berbukit yang bervariasi Padahanten, Sukahaji, mengarah ke
dengan dataran-dataran landai. Jika timur yaitu ke Rajagaluh,
dilihat dari ketinggiannya, maka desa Leuwimunding, Banjaran, selanjutnya
ini termasuk dataran sedang karena ke Palimanan, arah ke Plumbon, hingga
memiliki tinggi di atas 400 mdpl dan

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 82


82
akhirnya sampai ke Cirebon.4 Jika karena Maja termasuk dataran sedang
benar demikian, maka lokasi Desa yang juga dihiasi banyak bukit karena
Pageraji tidak jauh dari akses jalan vital lebih dekat dengan Gunung Ciremai
saat itu, sehingga tidak mengherankan sedangkan Majalengka untuk
apabila benar ditemukan banyak datarannya lebih rendah dan termasuk
peninggalan masa lalu. wilayah yang landai. Adapun kesamaan
Bagaimanapun, kepemilikan yang dimiliki keduanya adalah sama-
letak strategis itu akan mendorong sama pernah jadi ibukota kabupaten,
geliat ekonomi untuk berkembang bahkan nama keduanya juga pernah
karena akses dari pusat lahan tertulis sebagai nama kabupaten.
(produksi) tradisional masyarakat Namun, yang kini eksis sebagai
mudah dijangkau sehingga kabupaten adalah Maja.
memudahkan perjalanan hasil tani dan Menurut tradisi lisan yang
keterampilan masyarakat ke pasar yang berkembang di tengah masyarakat,
biasanya terletak di kota pusat distrik nama Maja dan Majalengka dipercayai
dan juga kota kabupaten. berasal dari kisah tentang Pangeran
2. Sejarah Singkat Maja dan Muhammad yang mencari obat untuk
Majalengka menyembuhkan wabah penyakit di
Maja dan Majalengka adalah dua Cirebon. Konon, penyembuhnya adalah
nama yang ternyata memiliki banyak buah Maja yang dimiliki oleh Nyi
perbedaan di samping sejumlah Rambut Kasih. Namun karena adanya
persamaan yang dimiliki keduanya. sejumlah masalah, Nyi Rambut Kasih
Perbedaannya, kedua daerah ini dalam tidak mau menyerahkan buah itu
konteks kekinian mempunyai status sehingga kemudian terjadilah
administratif yang berbeda. Jika Maja peperangan. Dalam pertempuran itu,
hanya sebagai kecamatan, maka sang nyai menghilang bersama buah
Majalengka telah tercatat sebagai maja dan Pangeran Muhammad
sebuah kabupaten. Selain itu, kontur berkata, “maja e langka” atau “buah
kedua daerah ini juga sangat berbeda majanya tidak ada.” Cerita Pangeran

4
Muhammad tersebut juga diyakini
Tatang Manguny, Maja dan Majalengka Jaman
Baheula, sebagai kisah upaya Islamisasi di
https://tatangmanguny.wordpress.com/sejarah-
kabupaten-majalengka-bunga-rampai/madja-dan- Majalengka dan terjadi pada 10
argalingga-jaman-baheula/, diakses pada 12 Juni
2017. Muharam 1412 tahun Hijriah, yang

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 83


83
dalam tahun Masehi jatuh pada tanggal Ketika VOC berhasil merebut
5
7 Juni 1490. Meski kemudian tanggal tanah Priangan dari genggaman
ini ditetapkan menjadi hari jadi Mataram, wilayah di sekitar lereng
Majalengka, ternyata masih Gunung Ciremai tetap berada di bawah
menyisakan banyak polemik dan kendali raja-raja Cirebon.7 Namun
kontroversi. memang karena adanya sejumlah
Pada masa selanjutnya, Maja pergeseran kekuasaan yang
berkembang menjadi sebuah daerah mengakibatkan terpecahnya Cirebon
yang sangat ramai karena memiliki menjadi beberapa kesultanan, maka
lahan yang subur dan mudah ditanami wilayahnya pun dibagi ke dalam
pelbagai macam tumbuhan yang beberapa penguasa.8 Pada masa itu,
dijadikan sebagai penyokong utama Majalengka termasuk ke dalam wilayah
nadi kehidupan di masa lalu. Pada saat Kesultanan Kanoman.
Cirebon sudah tidak sekuat di zaman Memasuki abad ke-19, wilayah
Syarif Hidayatullah, pengaruh Mataram Cirebon tidak pernah berhenti dari
masuk ke bumi Priangan. Pada masa masalah. Sejumlah konflik yang hadir,
Sultan Agung, wilayah yang dikuasai baik itu yang sifatnya vertikal maupun
oleh kerajaan pedalaman itu sangat lah horizontal, terus terjadi dan berlarut-
luas. Dalam naskah Pulosaren, tercatat larut. Tidak ada pemimpin kolonial
bahwa pengaruh Mataram itu sangat yang berani mengambil tindakan tegas
luas dan mencakup ratusan wilayah di daerah ini, karena mereka sadar
setingkat kabupaten. bahwa pemerintahan yang mereka
“Bawahan Mataram adalah 140 bangun pun belum sekuat yang mereka
kabupaten, semua itu tidak termasuk harapkan.
(dengan daerah-daerah lain) yang Ketika konflik di Eropa semakin
berada di wilayah pesisir,” tulis jelas arah dan alur akhirnya, maka
Shafiyuddin dalam naskah yang telah
diterbitkan itu.6 Sutaraharja (alih bahasa), (Yogyakarta: Penerbit
Deepublish, 2017), hlm. 550.
7
Wilayah yang dimaksud adalah Cirebon,
5 Kuningan, Majalengka, dan Indramayu, saat ini.
Mengenai cerita rakyat ini, lihat lebih lanjut, N.
Dulu, Galuh juga termasuk ke dalam wilayah
Kartika, Sejarah Majalengka: Dari Talaga, Maja,
Cirebon sebelum kemudian dimasukkan ke dalam
Sindangkasih Hingga Majalengka, (Jatinangor:
kelompok daerah Priangan oleh Belanda.
Uvula Press, 2007).
8
6 Baca, Adeng, dkk., Kota Dagang Cirebon
Haji Muhammad Shafiyuddin, Sajarah Carub
Sebagai Bandar Jalur Sutra, (Jakarta: Departemen
Kandha: Naskah Pulosaren, Bambang Irianto
Pendidikan dan Kebudayaan RI, 1998).
(ed.), Muhamad Mukhtar Zaedin dan Tarka

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 84


84
pemimpin kolonial di Jawa pun Peraturan tegas Daendels untuk
semakin mantap untuk melakukan daerah Cirebon itu dibakukan ke dalam
reorganisasi wilayah guna ketentuan yang khusus dan dikeluarkan
mengamankan kepentingan dan daerah pada tanggal 2 Februari 1809.
yang mereka kuasai. Pemimpin Batavia Peraturan yang tertulis sebagai
yang berani melakukan hal itu adalah Reglement op het Beheer van de
Herman Wilhelm Deandels (m. 1808- Cheribonsche Landen (Peraturan
1811). Pemerintahan di Wilayah Cirebon) itu
Langkah berani pertama yang menetapkan pencabutan kekuasaan
dilakukannya adalah menghapuskan politis Sultan Kasepuhan, Sultan
kekuasaan para penguasa Cirebon dan Kanoman dan Sultan Kacirebonan.
memecah wilayahnya ke dalam Mereka pun hanya memiliki kedudukan
beberapa bagian yang bisa dipantau derajat yang sama dengan para bupati
secara langsung. Ia merubah struktur (regent) yang menjadi para pegawai
pemerintahan tanah koloni dan pemerintahan kolonial.
melakukan reorganisasi wilayah, Meskipun begitu, pihak Batavia
termasuk salah satunya wilayah tetap sadar bahwa Cirebon itu adalah
Cirebon yang menjadi Landdrostambt tanah panas yang rentan akan konflik.
der Kesultanan en Cheribonsche Jangankan karena berakar dari hal-hal
Preanger-Reggentschappen.. Daerah yang berbau asing, karena masalah
ini pada saat itu dibentuk sebagai salah kekeluargaan pun daerah itu bisa
satu landdrostambt di Jawa bagian terbakar dalam konflik. Oleh
barat, di samping Landdrostambt der karenanya, untuk meredam
Jacatrasche en Preanger- kemungkinan konflik, Daendels
9
Reggentschappen. Pada masa itu, memberikan kebijakan yang tetap atas
keberadaan kesultanan yang ada masih wilayah kekuasaan para Sultan Cirebon
diakui oleh Deandels walaupun pada tanggal 13 Maret 1809. Wilayah-
kekuasaannya sudah menjadi sangat wilayah itu dibagi dengan satuan
terbatas. ukuran yang berlaku pada saat itu,
yaitu satuan junk. Dan 1 jung itu sama
dengan 4 bau. Sedangkan 1 bau itu
9
J.A. van der Chijs, Nederlandsch-Indisch
Plakaatboek, 1602-1811, (Batavia: Landsdrukkerij ukurannya adalah sama dengan 500
„s Hage Martinus Nijhoff, 1896), hal. 474-475;
568-569. tumbak atau sekitar 7.000 meter

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 85


85
persegi. Jadi, apabila dikalkulasikan Majalengka, Rajagaluh,
dengan satuan meter persegi yang Sindangkasih, Matangaji, dan
banyak dipakai saat ini, maka 1 jung sebagian daerah Cirebon,
adalah 28.000 meter persegi.10 diberikan otoritasnya oleh
Adapun wilayah-wilayah para Daendels kepada Pangeran
sultan Cirebon yang telah dibagi Raja Mohammad Komarudin
Batavia itu adalah sebagai berikut: I sebagai Sultan Anom VI,
1. Area seluas 4239 junk atau yang saat itu tengah menjadi
8478 ribu roe persegi, yang pemimpin tertinggi Kraton
tersebar di daerah Kuningan, Kesultanan Kanoman.
Talaga, Gebang, Losari, dan Wilayah yang dihuni oleh
serta sebagian daerah 76.622 jiwa ini diberi mandat
Cirebon, dipercayakan oleh kekuasaannya hanya dalam
Daendels kepada Pangeran jangka waktu 27 tahun;
Tajul Arifin Johanudin, 3. Di sisi yang lain, area yang
sebagai Sultan Sepuh VII, tidak kalah luasnya juga
yang bertahta di Kraton diamanatkan kepada Sultan
Kesultanan Kasepuhan. Kacirebonan. Tidak
Wilayah itu cukup banyak tanggung-tanggung, tanah itu
dihuni masyarakat karena luasnya hingga 4293 junk
ditinggali oleh sekitar 80.739 atau 8586 ribu roe persegi,
jiwa manusia. Daendels yang mencakup 5 wilayah,
memberi ketetapan durasi yaitu sebagian daerah
kekuasaan atas wilayah ini Cirebon, sebagian Bengawan
selama 25 tahun; Wetan, Bengawan Kulon
2. Sedangkan area yang lebih yang posisinya di sebelah
luas, yaitu wilayah seluas barat Sungai Cimanuk,
4304 junk atau setara dengan daerah Kandanghaur, dan
8608 ribu roe persegi, yang Indramayu.
meliputi daerah Panjalu, Wilayah yang dihuni oleh
80.250 jiwa itu hanya diberi
10
Untuk masalah satuan ukuran yang lebih jelas, wewenang dan dalam jangka
lihat, Purwadi & Purnomo, 2008: 61; Wijayati,
2001: xiv.

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 86


86
waktu yang cukup singkat, dari mereka kemudian menetap dan
11
yaitu enam tahun saja. tinggal disana hingga menurunkan
Jika melihat uraian tersebut, generasi Islam secara turun temurun.
maka dapat diketahui bahwa di masa Kedekatan antara daerah
kolonial, ketika Cirebon masih diberi Majalengka dengan Kanoman juga
mandat kekuasaan, Majalengka dibuktikan dalam peristiwa perang
termasuk ke dalam wilayah yang panjang Bagus Rangin. Selain berusaha
dikuasai oleh Kesultanan Kanoman. untuk menegakkan hak-hak sipil dan
Dengan demikian, tidak mengherankan melepaskan diri dari jerat pajak yang
apabila dalam waktu-waktu selanjutnya sangat mencekik, pemimpin
selalu banyak bermunculan tokoh- perlawanan di Jatitujuh itu juga
tokoh Majalengka yang memiliki darah berupaya untuk menundukkan
Cirebon yang afiliasinya dengan Kanoman. Dalam naskah Keraton
Kesultanan Kanoman. Pada umumnya, Kacirebonan, keinginan Bagus Rangin
selain karena mendapat dawuh atau itu dituliskan:12
surat perintah dari pihak penguasa, baik “Brandal Rangin panyeleke
itu Keraton maupun pemerintah anggunturi / Duga ara / Obar
kolonial, untuk melakukan tugas-tugas Praja Pakung Wati / Sengge
tertentu, banyak juga dari orang-orang padha muri jeng raja Kanoman.”
Cirebon yang berkelana ke daerah- Yang artinya: “Berandal (Ki
daerah yang ada di Majalengka guna Bagus) Rangin menyerbu
menyebarkan Islam ke pelbagai lapisan memberontak Praja Pakungwati
kelompok masyarakat. Sebagian besar (Cirebon), ia bertekad ingin
menduduki Kanoman.”
11
J.A. van der Chijs, ...., hal. 568-569. Selain turut Berhubungan dengan
membagi-bagi wilayah yang sebenarnya telah
melangkahi wewenang para tetua adat dan pembahasan mengenai diaspora tokoh-
penguasa Cirebon tersebut, Daendels juga
menggariskan satu hal penting yang tokoh asal Kanoman Cirebon tersebut,
mengindikasikan bahwa Cirebon telah benar-benar
tunduk pada kekuasaan asing, yaitu penyerahan tokoh penyebar Islam yang dibahas
wajib upeti atau pajak. Pada saat itu, ketiga sultan dalam tulisan ini pun, yaitu K.H.
yang ada di Cirebon diharuskan untuk
menyerahkan beras yang sangat banyak, yakni Tubagus Latifuddin, ternyata memiliki
2.000 koyan (dengan hitungan 1 koyan sebesar
1.853 kilogram) setiap tahunnya. Selain itu, garis darah yang juga berhubungan
mereka juga diharuskan membayar pengakuan
utang sebesar 30.000 ringgit tiap tahun, sungguh 12
Bambang Irianto dan Tarka Sutaraharja, Sejarah
jumlah yang sangat banyak. Lihat lebih lanjut,
Cirebon: Naskah Keraton Kacirebonan,
Atja, 1988, hal. 43.
(Yogyakarta: Deepublish, 2013), hlm. 58 dan 134.

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 87


87
langsung dengan salah satu pusat kehidupan sosial dan beragama
kekuasaan kultural di Cirebon, yaitu masyarakat. Situs ini berada pada
13
Keraton Kanoman. Dalam konteks posisi 06°52‟09.0” LS dan
politik dan kekuasaan, Kanoman 108°18‟18.4” BT dengan ketinggian
pernah menjadi gusti dari wilayah yang 489 mdpl. Dengan kondisi dan suasana
semula daerah Kerajaan Sunda Galuh. ketinggian tersebut, iklim daerah
Pageraji termasuk yang sejuk dan
C. Struktur Makam K.H. Tubagus cukup dingin ketika malam tiba.
Latifuddin Terlebih lokasinya tidak jauh dari
1. Struktur Makam Gunung Ciremai, gunung tertinggi di
Makam seorang syekh yang wilayah Jawa Barat, yang memiliki alur
terkenal sebagai salah satu penyebar perjalanan sejarah yang amat panjang.
Islam di Majalengka ini terletak di
Blok Pasantren (juga dikenal sebagai
Dusun Singajaya), Desa Pageraji,
Kecamatan Maja dan berada di sebuah
areal pemakaman desa yang dikelilingi
oleh sawah-sawah di sisi barat dan
selatan serta pemukiman warga di
sebelah utara dan timur areal. Karena
pamor makam kyai ini sangat tinggi,
areal pemakaman ini juga disebut Gambar 1. Makam Syekh K.H. Tubagus
sebagai pemakaman Eyang Latifuddin Latifuddin (Sumber: Dokumen pribadi, 2016)

atau juga pemakaman Blok Pasantren


Makam yang berbatasan dengan
sesuai dengan nama kawasan di
kawasan dayeuh Pageraji di sisi utara,
sebelahnya. Penisbatan tersebut
Desa Cicalung di sebelah barat, Desa
menunjukkan bahwa sosok penting
Paniis di sisi selatan, dan dengan
penyebar Islam di Majalengka ini
Gunung Bongkok di sebelah timur ini
adalah tokoh yang sangat terkenal dan
berorientasi utara-selatan.
memiliki jasa yang tidak sedikit bagi
Jirat dari makam ini berupa
13
Wawancara dengan Ridwan, keturunan K.H. susunan batu bata dengan denah
Tubagus Latifuddin yang berperan sebagai penjaga
kompleks makam tersebut, 28 Juli Agustus 2016, berbentuk persegi panjang yang
pukul 10.16 WIB.

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 88


88
memiliki empat sisi yang berbeda. Pembuatan nisan makam pada
Terdapat 3 (tiga) tingkatan dalam jirat masa lampau, memang sebagian besar
makam ulama yang masih keturunan dilakukan dengan memanfaatkan bahan
dari Syekh Abdul Muhyi Pamijahan baku yang ada di dekat lokasi makam.
ini. Untuk tingkat pertama (atau yang Hal itu lebih mudah dilakukan,
paling bawah), panjangnya adalah 266 ketimbang mencari bahan baku yang
cm, lebarnya 152 cm, dan tinggi 24 cm. memang asal muasalnya jauh dari
Sedangkan tingkat yang kedua (atau lokasi penguburan, meskipun bahan
yang berada di tengah-tengah), baku yang dimaksud itu lebih baik
panjangnya adalah 241 cm, memiliki kualitas dan daya tahannya. Makam
lebar 126 cm, dan tinggi 12 cm. dengan lokasi di dataran tinggi atau
Sementara tingkat ketiga (atau yang pegunungan, pasti akan lebih memakai
paling atas) panjangnya 215 cm, bebatuan yang banyak tersedia disana,
lebarnya 101 cm, dan tingginya sekitar seperti batu kali ataupun batu andesit.
10-11 cm. Sementara itu di dataran rendah atau
Batu nisan dari tempat yang lokasinya dekat dengan bibir
peristirahatan seorang muballigh besar pantai, maka akan lebih banyak dibuat
ini terbuat dari batu alam, dengan jenis dari batu-batu karang nisan
yang cenderung lebih baru ketimbang pemakamannya karena memang
makam aslinya. Dalam keterangan tersedia dalam jumlah yang sangat
keturunan sang kyai, diketahui bahwa banyak di daerah tersebut. Sedangkan
batu nisan ini baru karena memang untuk dataran yang menengah dengan
makam pernah direstorasi oleh kondisi alam yang banyak ditumbuhi
keluarga beberapa tahun sebelumnya. dengan pepohonan, pasti akan lebih
Dalam keterangannya, diketahui bahwa banyak memanfaatkan kayu yang
pada mulanya nisan makam itu hanya melimpah disana sebagai bahan baku
berbentuk dari bahan material batu pembuatan nisan. Adapun lokasi
sederhana.14 Terdapat dua batu nisan di Pageraji yang memang berada di
makam ini, dengan jarak antara satu daerah perbukitan dengan lokasi yang
nisan dengan nisan yang lain adalah tidak jauh dari sungai-sungai yang
158,5 cm. menyediakan banyak bebatuan,
membuat makam-makam disana
14
Wawancara dengan Ridwan, ...., 28 Juli
Agustus 2016, pukul 10.16 WIB.

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 89


89
banyak terbuat nisannya dari batu-batu menutupi ataupun melindungi makam,
yang disebutkan tadi. namun lebih berkesan untuk
Di samping cara pandang kajian melindungi para ziarah dari kondisi
dengan aspek lokasi itu, jenis makam cuaca, terik matahari, ataupun hujan
juga dapat dilihat dari aspek yang memang sering terjadi jika musim
penyusunan bahan baku. Dengan dasar penghujan di wilayah yang berada di
dan data makam yang tersebar di bawah kaki Gunung Bongkok yang
wilayah Indonesia, Ambary terangkai dengan Gunung Ciremai ini.
mengelompokkan makam-makam
berdasarkan bahan makam (nisan) ke 2. Tradisi di Makam K.H. Tubagus
dalam 3 (tiga) jenis, yaitu makam Latifuddin
dengan bahan kayu (jati, unglen, besi, Di makam ini, ada satu tradisi
dll), makam dengan bahan batu rutin yang memang dikelola secara
(andesit, kapur, pasir, granit, marmer, teratur oleh keluarga dalam bentuk
dll), dan makam dengan penyusunan acara haol (haolan). Acara yang
bahan yang berasal dari logam bertujuan untuk mendoakan arwah
(kuningan, perunggu, dll).15 leluhur agar diterangkan kuburnya itu
Di depan makam terdapat biasanya dilakukan setahun sekali,
bangunan pelindung yang berupa yang waktunya ditentukan setelah
cungkup namun tidak full bangunan. lebaran Idul Fitri. Di samping itu, ada
Bentuknya hanya bangunan setengah pula tradisi lain yang memang bersifat
permanen yang bertembok semen personal, dengan tujuan khusus
dengan susunan batu bata dan tertentu. Kedua hal itu dibedakan oleh
beratapkan genteng berjenis genteng motivasi yang mendasari kedatangan
palentong. Terdapat beberapa tiang mereka ke kompleks pemakaman.
berbentuk bulat memanjang ke atas Dari pengamatan yang telah
yang menjadi penyangga bangunan dilakukan, diketahui pula bahwa ada
yang berada di tengah komplek berbagai macam pemaknaan mengenai
pemakaman ini. Bangunan setengah tradisi ziarah di makam ini.
permanen tersebut sebenarnya tidak Sebagaimana disebutkan di atas,
pemaknaan itu berjalan seiringan
15
Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban
Arkeologi dan Islam di Indonesia, (Jakarta: Pusat dengan motivasi dan tujuan utama yang
Penelitian Arkeologi Nasional. Jakarta: Logos
Wacana Ilmu, 1998), hlm. 18. diinginkan.

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 90


90
Kondisi semacam itu, tidak masyarakat atas kebiasaan untuk
hanya terjadi di tengah masyarakat datang dan berdo‟a di makam Syekh
Sunda Majalengka saja, namun juga di K.H. Tubagus Latifuddin tersebut.
dalam kelompok suku lainnya. Dalam Pemaknaan yang positif
konteks masyarakat Jawa misalnya, di umumnya dijalankan oleh mereka yang
dalam aspek kehidupannya, ternyata datang ke makam dengan tujuan
masih sangat berpatokan terhadap mendo‟akan keselamatan sang kyai di
aturan dan larangan yang ujung alam kubur. Perilaku yang pertama ini
pangkal sumbernya ada dalam tiga nilai dilakukan oleh para keturunannya dan
dominan yang menjadi acuan di dalam juga para pengagum sang ulama yang
kehidupan. Pertama, nilai telah memiliki jasa bagi pengembangan
kolektivisme, yaitu nilai yang Islam di tanah Majalengka. Karena hal
mengedepankan kebersamaan di dalam itu pula, makam tersebut mendapat
kehidupan bermasyarakat. Kedua, nilai perlakuan yang khusus dari keluarga
spritualisme atau nilai yang berkaitan dan masyarakat, baik itu masyarakat
dengan aspek kerohanian manusia. sekitar maupun masyarakat yang
Bagaimanapun, aspek-aspek spiritual datang dari luar daerah. Dalam studi
memang menjadi salah satu hal yang Ambary, diketahui bahwa perlakuan
penting dalam diri manusia. Ketiga, semacam itu bisa ada karena terdapat
nilai kemanusiaan, yaitu nilai yang emosi keyakinan dan kepercayaan
berhubungan dengan jiwa humanisme tertentu dalam diri manusia sehingga
dan perasaan tenggang rasa.16 Semua objek-objek yang dimaksud dianggap
nilai tersebut ada dan dapat terlihat dari sakral meskipun pada dasarnya bersifat
tindakan dan perilaku manusia, meski profan.17
memang tidak selalu terwujud dalam Hal-hal yang demikian
satu nilai saja melainkan dua atau menunjukkan adanya suatu
bahkan hingga tiga nilai secara peninggalan masa pra-Islam yang
bersama-sama. Aspek-aspek nilai yang masih dianut oleh masyarakat. Perilaku
telah disebutkan itu dapat dianalisa itu menunjukkan adanya asimilasi yang
sebagai cara pandang pemaknaan
17
Baca lebih lanjut, Hasan Muarif Ambary,
“Makam-makam Kesultanan dan Parawali
16
Iman Budhi Santosa, Laku Prihatin: Investasi Penyebar Islam di Pulau Jawa,” Dalam Aspek-
Menuju Sukses Ala Manusia Jawa, (Yogyakarta: aspek Arkeologi Indonesia No. 12. (Jakarta: Pusat
Memayu Publising, 2011), hlm. 13. Penelitian Arkeologi Nasional, 1991).

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 91


91
amat jelas karena masyarakat sebelum adanya Islam. Aktivitas haol
melakukan perlakuan khusus tertentu dan ziarah kubur pada hakikatnya
terhadap makam dari tokoh-tokoh besar merupakan bentuk modifikasi dari
(seperti halnya makam para raja, budaya megalitik yang berkembang
pembesar, pemuka agama, atau pendiri secara luas pada masa pra-sejarah.
daerah atau desa) tersebut. Menurut informasi yang berasal dari
Mengenai pengkultusan makam masyarakat sekitar, diketahui bahwa
tersebut, Hasan M. Ambary acara haol yang dihadiri oleh pelbagai
menguraikan bahwa hal itu merupakan lapisan masyarakat dari banyak daerah
tradisi yang ada di sebagian besar itu rutin dilaksanakan setahun sekali di
masyarakat Muslim yang telah tersebar kompleks pemakaman.
di wilayah Nusantara, khususnya di Sedangkan pemaknaan yang
Pulau Jawa. Kubur yang mendapat berkonotasi negatif, dilakukan oleh
perlakuan sebagai objek yang sakral mereka yang memiliki tujuan pribadi
seperti itu, terkadang menjadi tempat ketika datang ke makam. Secara
yang secara keliru diyakini sebagai umum, tujuan-tujuan yang kurang baik
media untuk ngalap berkah atau itu adalah guna mengejar hal-hal yang
meminta sesuatu.18 Tentunya, ajaran bersifat duniawi, seperti masalah harta,
Islam tidak pernah menunjukkan kedudukan, dan pengasihan-pengasihan
adanya ritual atau upacara-upacara lainnya.
peringatan kematian di luar prosesi Kondisi makam sebagai objek
baku dalam perawatan jenazah sampai ziarah dengan tujuan permintaan
pemakaman yang telah termaktub khusus tertentu itu menunjukkan bahwa
secara teratur dengan jelas dalam makam seakan berada dalam konteks
ajarannya. Namun dalam konteks abstrak dan unik dari sistem perilaku
Indonesia, ternyata timbul pelbagai manusia. Pelbagai ritual, seperti
peringatan kematian dalam hari-hari membersihkan makam, menaburi
tertentu, seperti dalam hari ketiga, bunga, memegang bagian makam
ketujuh, keempat puluh, keseratus dan tertentu, memberi wewangian, yang
keseribu hari yang sebetulnya berasal dilakukan dalam hari-hari dengan
dari adat dan tradisi yang berkembang hitungan tertentu, diyakini menjadi
media penghubung antara masyarakat
18
Hasan Muarif Ambary, Menemukan Peradaban
...., hlm. 43. dengan sosok tokoh yang ada. Pada

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 92


92
saat itulah, permintaan-permintaan dapat ditentukan kepastiannya.
diajukan. Sudewo mengungkapkan Meskipun naskah babad
bahwa di titik itu, mereka tengah mengerucutkan waktu kedatangan
memohon kepada Allah dengan melalui Islam pada tanggal 10 Muharam 1412
perantara sesuatu.19 tahun Hijriah, yang bertepatan dengan
Dalam konteks yang kedua ini, tanggal 7 Juni 1490, namun ternyata
pihak keluarga sudah jelas-jelas belum dapat dipegang secara pasti
melarang dan menghimbau agar ziarah sebagai dasar pegangan ketetapan
di makam K.H. Tubagus Latifuddin mengenai sejarah masuknya Islam ke
tersebut tidak dijadikan sebagai ajang wilayah Majalengka.
kemusyrikan. Namun tetap saja, ada Meskipun Islam telah datang ke
beberapa orang tertentu yang Majalengka melalui ekspansi
menganggap ketentuan yang diberikan kekuasaan wilayah Cirebon, namun
oleh para keturunan sang kyai itu ternyata penyebaran Islam tidak
sebagai angin lalu dan tidak selancar sebagaiman mestinya. Di
mengindahkannya sama sekali. beberapa tempat, unsur-unsur pra-Islam
masih bisa bertahan dan bahkan seakan
D. Peran K.H. Tubagus Latifuddin melakukan resistensi terhadap arah
dalam Proses Islamisasi Majalengka pergerakan Islamisasi. Diterimanya
Upaya masuknya Islam ke Islam di tengah masyarakat pun
Majalengka tidak terjadi dengan mudah ternyata tetap masih berhiaskan aspek-
sebagaimana membalikkan telapak aspek yang bersifat sinkretis. Kontak
tangan. Terdapat jangka waktu yang budaya yang terjadi di antara Islam
cukup lama untuk menancapkan agama dengan budaya masyarakat setempat
Ilahi di daerah yang semula berperan menghasilkan dinamika budaya yang
sebagai vassal Kerajaan Sunda unik sehingga kemudian memunculkan
Pajajaran tersebut. akulturasi dan asimilasi budaya.
Di samping itu, kedatangan Islam Dengan latar belakang itu,
di Majalengka juga ternyata belum kemudian pusat-pusat Islam Jawa
bagian barat, seperti di Cirebon dan
19
Eri Sudewo, “Pemujaan Kubur : Distorsi atau Banten, berupaya mengatasinya dengan
Retradisionalisasi” dalam Proceedings Analisis
Hasil Penelitian Arkeologi I: Religi dalam mengirimkan para muballigh ataupun
Kaitannya dengan Kematian, Jilid I, (Jakarta:
Pusat Arkeologi Nasional, 1990), hlm. 118-121. ahli agama guna memberikan

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 93


93
pemahaman yang baik mengenai terjadi di antara bangsawan, pedagang,
agama Islam. Dalam hal ini, sosok dan ulama.20
K.H. Tubagus Latifuddin merupakan Sebagai keturunan alim ulama
seorang ahli agama Islam yang berasal yang menggaungkan Islam di Tatar
dari garis keturunan kedua pusat Islam Pasundan, K.H. Tubagus Latifuddin
yang telah disebutkan sebelumnya. Di memiliki tugas mulia yang tidak jauh
samping itu, ia juga memiliki darah berbeda dengan para pendahulunya.
Mataram yang berasal dari kakeknya Setelah belajar Islam dan ilmu agama
yang berasal dari wilayah Bagelen. kepada ayahnya yang jumeneng di
Dari bumi Mataram, sang kyai daerah Talaga, kemudian Tubagus
mendapat darah keturunan penyebar Latifuddin muda melanjutkan
Islam yang sangat masyhur dan pendidikannya ke beberapa pusat ke-
bermukim di Pamijahan, yaitu Syekh Islam-an lain di Pulau Jawa dan
K.H. Abdul Muhyi. Menurut paparan sekitarnya. Setelah merasa kadar
keluarga, sosok penting bagi keilmuannya cukup, ia pun kembali
perkembangan Islam di Jawa Barat itu kepada ayahnya dan memilih untuk
merupakan kakek dari K.H. Tubagus mukim di Pageraji sebagai lahan
Latifuddin karena ayahnya yang berdakwahnya.
bernama K.H. Faqih Ibrahim (yang Kemudian di bawah kaki Gunung
juga dikenal sebagai Sunan Cipager) Bongkok, ia merintis seruan rohaninya.
itu merupakan putra Syekh K.H. Abdul Selain aktif mendakwahkan Islam
Muhyi. Hal ini membuktikan bahwa kepada penduduk setempat, K.H.
proses Islamisasi melalui proses Tubagus Latifuddin juga turut
pernikahan dan keturunan tidaklah mensyiarkan Islam ke sejumlah daerah
sedikit. Apabila kita lihat secara lain di sekitar Pageraji, Maja, dan
spesifik mengenai paparan babad- Sukahaji, Majalengka.
babad Jawa sendiri, maka kita akan Dengan bekal ilmu yang mumpuni,
menemukan bahwa Islamisasi melalui banyak orang yang hendak berguru
saluran perkawinan itu telah banyak kepada sosok ini. Orang-orang pun
banyak berdatangan dari pelbagai
tempat ke Pageraji. Lama kelamaan,
20
Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho
Notosusanto, Sejarah Nasional Indonesia III,
(Jakarta: Balai Pustaka, 1992), hlm. 190-191.

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 94


94
tempat tinggal sang kyai pun semakin lama telah meninggal, jika tokoh yang
ramai oleh kegiatan para muridnya. dimaksud bukanlah sosok yang penting
Karena ramai oleh aktivitas yang dan berperan dalam percaturan sejarah
berbau Islam itu kemudian dusun yang Majalengka. Karenanya dapat
ditinggali oleh K.H. Tubagus disimpulkan bahwa K.H. Tubagus
Latifuddin dikenal sebagai Blok Latifuddin merupakan salah satu tokoh
Pasantren. Melalui lembaga sosial penting yang peran dan kiprahnya perlu
keagamaan tersebut, dakwah Islam di diteladani.
tanah Majalengka pun semakin ramai
dan semarak. E. Penutup
Besarnya penghormatan dan Dari tulisan sederhana ini,
perhatian masyarakat kepada sosok setidaknya ada beberapa poin yang bisa
K.H. Tubagus Latifuddin yang telah disimpulkan, yaitu:
lama tiada dapat dilihat dari besarnya 1) Maja dan Majalengka adalah
animo masyarakat terhadap kegiatan dua nama daerah yang
yang berhubungan dengan pusara sang memiliki perbedaan, baik itu
kyai. Di samping itu, perlakuan- secara sosial, politis, maupun
perlakuan khusus terhadap makamnya ekonomis. Maja telah ada sejak
dapat mempertegas pernyataan tadi. masa kerajaan-kerajaan
Pada dasarnya, pendirian makam oleh tradisional Sunda berdiri,
masyarakat memang dilatarbelakangi sedangkan Majalengka baru
kepercayaan-kepercayaan atas roh atau muncul kemudian di zaman
benda-benda ghaib dan juga kolonial Belanda. Di era
penghormatan atas arwah leluhur.21 kekuasaan asing ini,
Kegiatan haol yang dilakukan disana Majalengka baru berdiri
dengan semarak pun semakin sebagai sebuah kabupaten.
mengukuhkan pernyataan tesebut. Sejak zaman Islam,
Tidak mungkin terjadi suatu Majalengka lebih “dekat”
kegiatan yang meriah dan semarak, dengan Keraton Kanoman
terlebih berkenaan dengan sosok yang Kesultanan Cirebon, sehingga
banyak tokoh-tokoh yang
21
Lihat lebih lanjut, Soekmono, Pengantar berkiprah di Majalengka
Sejarah Kebudayaan Indonesia I, (Yogyakarta:
Kanisius, 1981). berasal dari Kanoman.

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 95


95
2) Makam K.H. Tubagus digeneralisir dengan maksud
Latifuddin terletak di Blok dan tujuannya ke dalam dua
Pasantren (juga dikenal sebagai macam, yaitu yang bertujuan
Dusun Singajaya), Desa positif seperti acara ziarah dan
Pageraji, Kecamatan Maja, haol, serta tradisi dengan
Majalengka. Pusara tersebut tujuan negatif seperti untuk
berada pada posisi 06°52‟09.0” pengajuan permintaan tertentu
LS dan 108°18‟18.4” BT melalui media hal-hal ghaib
dengan ketinggian 489 mdpl. disana.
Jirat dari makam ini berupa 4) Masuknya Islam ke
susunan batu bata dengan Majalengka tidak terjadi
denah berbentuk persegi dengan mudah karena
panjang yang memiliki empat sebelumnya banyak yang
sisi yang berbeda. Terdapat 3 melakukan resistensi,
(tiga) tingkatan dalam jirat khususnya dari para pemeluk
makam ulama yang masih agama-agama pra-Islam.
keturunan dari Syekh Abdul Kedatangan para muballigh
Muhyi Pamijahan ini. Ukuran Islam secara bergelombang
masing-masing tingkatan pada akhirnya semakin
bervariasi antara 215 cm - 266 membuat daerah ini semakin
cm untuk panjangnya, 101 cm - “hijau” oleh nilai-nilai Islam.
152 cm untuk lebarnya, dan 10 Salah satu sosok penting
cm - 12 cm untuk tingginya. penyebar Islam itu adalah K.H.
Batu nisannya terbuat dari batu Tubagus Latifuddin, yang
alam, dengan jenis yang baru mensyiarkan Islam dari
karena makam pernah dipugar. Pageraji, di bawah Gunung
Terdapat bangunan pelindung Bongkok. Kiprah dan perannya
yang berupa cungkup dalam yang sangat besar di masa lalu
area makam namun tidak full dibuktikan oleh besarnya
bangunan. penghormatan masyarakat
3) Ada banyak tradisi yang kepada sosok ini, hal itu
berlangsung di makam ini. terlihat dari semaraknya haol
Namun semuanya dapat memeringati perjuangan sang

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 96


96
kyai yang dilakukan setiap Hingga Majalengka. Jatinangor:
Uvula Press.
tahun pada bulan Syawal.
Santosa, Iman Budhi. 2011. Laku
Prihatin: Investasi Menuju
Daftar Pustaka Sukses Ala Manusia Jawa.
Yogjakarta: Memayu Publising.
Adeng, dkk. 1998. Kota Dagang Shafiyuddin, Haji Muhammad. 2017.
Cirebon Sebagai Bandar Jalur Bambang Irianto (ed.), Muhamad
Sutra. Jakarta: Departemen Mukhtar Zaedin dan Tarka
Pendidikan dan Kebudayaan RI. Sutaraharja (alih bahasa).
Ambary, Hasan Muarif. 1991. Makam- Sajarah Carub Kandha: Naskah
makam Kesultanan dan Parawali Pulosaren. Yogyakarta: Penerbit
Penyebar Islam di Pulau Jawa. Deepublish.
Dalam Aspek-aspek Arkeologi Sjamsuddin, Helius, dkk. 1996.
Indonesia No. 12. Jakarta: Pusat Pengantar Ilmu Sejarah. Jakarta:
Penelitian Arkeologi Nasional. Departemen Pendidikan dan
Ambary, Hasan Muarif., 1998. Kebudayaan Direktorat Jenderal
Menemukan Peradaban Pendidikan Tinggi Proyek
Arkeologi dan Islam di Pendidikan Tenaga Akademik.
Indonesia. Jakarta: Pusat Soekmono. 1981. Pengantar Sejarah
Penelitian Arkeologi Nasional. Kebudayaan Indonesia I.
Jakarta: Logos Wacana Ilmu. Yogyakarta: Kanisius.
de Haan, Francois. 1912. Priangan: De Sudewo, Eri, 1990 Pemujaan Kubur :
Preanger-Regentschappen onder Distorsi atau Retradisionalisasi
het Nederlandsch bestour tot dalam Proceedings Analisis Hasil
1811. Batavia: G. Kolff/Martinus Penelitian Arkeologi I. religi
Nijhoff. dalam Kaitannya dengan
Ekadjati, Edi S. 2003. “Sundanese Kematian. Jilid I. Jakarta. Pusat
Manuscripts: Their Existence, Arkeologi Nasional.
Functions, and Contents”, dalam van der Chijs, J.A. 1896.
Journal of the Centre for Nederlandsch-Indisch
Documentation & Area- Plakaatboek, 1602-1811,
Transcultural Studies, 2. (Batavia: Landsdrukkerij „s
Hasbullah, Moeflich. 2011. Sejarah Hage Martinus Nijhoff.
Sosial Intelektual Islam
Indonesia. Bandung: Pustaka
Setia. Tatang Manguny, Maja dan
Majalengka Jaman Baheula,
Irianto, Bambang dan Sutaraharja, https://tatangmanguny.wordpress.
Tarka. Zaedin, Muhamad com/sejarah-kabupaten-
Mukhtar dan Darussalam, Panji majalengka-bunga-rampai/madja-
(eds.). 2013. Sejarah Cirebon: dan-argalingga-jaman-baheula/,
Naskah Keraton Kacirebonan. diakses pada 12 Juni 2017.
Yogyakarta: Deepublish.
Kartika, N. 2007. Sejarah Majalengka:
Dari Talaga, Maja, Sindangkasih

Tamaddun, Vol. 5, No. 1, Januari – Juni 2017 97


97

Anda mungkin juga menyukai