Kasus UKP PIDI HSP Henoch Schonlein Purp
Kasus UKP PIDI HSP Henoch Schonlein Purp
1. DATA PASIEN
Nama Peserta: dr. Muhammad Naufal Zuhdi, S.Ked
Nama RS Wahana: RSUD Batara Siang Kabupaten Pangkep
Topik: Henoch Schonlein Purpura
Tanggal (kasus): 02 April 2019
Nama Pasien: Nn.I
Umur : 17 th
No. RM : 24 99 79
Nama Pendamping: dr. Arnida Makmur
Nama Pembimbing: dr. Herlina Hambali, Sp.PD
Anamnesis
(19 April 2019)
Nyeri perut dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dirasakan di seluruh perut, nyeri perut
hilang timbul dan timbulnya tidak menentu, semakin lama nyeri perut makin tambah sakit sampai
tubuh tidak kuat menahan rasa sakit nya, rasa nyeri tidak terasa seperti terbakar dan nyeri tidak
menjalar ke punggung. Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah, muntah >5x , muntah
berupa cair dan makanan, muntah tidak ada darah, muntah tidak berwarna kehitaman, tidak
berwarna hijau dan muntah tidak menyemprot. Pasien tidak mengeluhkan adanya demam, tidak
ada nyeri kepala ,tidak ada keluhan nyeri dada , tiadak ada masalah dengan BAB/BAK, nafsu
makan masih baik.
Pasien juga mengeluhkan muncul ruam-ruam di kedua kaki sejak 6 hari yang lalu, berwarna
merah kemudian menjalar ke bagian lengan, badan, dan punggung. ruam tersebut teraba , warna
merah pada ruam tidak menghilang jika diraba , ruam tidak gatal dan tidak nyeri. Pasien tidak
mengeluhkan adanya perdarah dari hidung dan gusi,. tidak ada ruam berbentuk kupu-kupu di
wajah, tidak ada keluhan sensitiv terhadap cahaya.
Pasien mengeluhkan adanya bengkak di kedua tangan dan kaki . Bengkak pertama kali
muncul di kedua kaki kemudian timbul di kedua tangan. Pasien juga mengeluhkan nyeri di seluruh
badan terutama nyeri di sendi-sendi sehingga tidak bisa berjalan karena nyeri.
Pasien juga mengeluh BAB encer >2x 1 hari yang lalu, konsistensi cair lebih banyak dari
pada ampas, berlendir dan berwarna darah segar. Selain itu pasien mengeluhkan nyeri perut yang
semakin hebat di seluruh perut sampai tubuh tidak kuat menahan rasa sakit nya, nyeri badan dan
1
sendi yang semakin berat sehingga pasien di bawa ke RSUD Batara Siang Kabupaten Pangkep.
Riwayat kehamilan:
Kontrol rutin sebulan sekali ke bidan dekat rumah. Riwayat ibu demam (-), hipertensi (-),
diabetes melitus (-), anemia (-).
Riwayat Imunisasi:
Pasien mendapat imunisasi dasar lengkap sesuai dengan jadwal. Imunisasi dilakukan di
puskesmas dekat rumah.
Pemeriksaan Fisik
(19 April 2019)
KU : Tampak sakit sedang
Kesadaran : compos mentis
Berat badan : 55 kg
Tekanan darah : 130/70
Nadi : 90 x/menit
Pernapasan : 22 x/menit
2
Suhu : 36.8oC
Mata : Pupil bulat isokor, refleks cahaya (+/+), konjungtiva anemis (-), sklera
ikterik (-), edema periorbita (+/+)
Leher : KGB tidak teraba membesar, kaku kuduk (-)
Thorax : Bentuk gerak simetris kiri-kanan, retraksi intercostal (-), bunyi pernapasan
vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-), bunyi jantung I dan II normal,
murmur (-), gallop (-)
Abdomen : Datar, lemas, bising usus (+) normal, Timpani, nyeri tekan (+) regio
Epigastrium, Umbilical, Suprapubik, Nyeri ketok regio CV (-), hepar dan
lien tidak teraba, shifting dullness (-)
Ekstremitas : Akral hangat , CRT < 2 detik, oedem palmaris(-/-) pretibia (-/-), Palpable
purpura regio cruris dextra et sinistra, regio brachii dextra et sinistra, regio
dorsal, regio thoracal
Pemeriksaan Laboratorium
Lab Darah Tanggal (19 April 2019)
Kesan : Leukositosis
Lab Urine Rutin Tanggal (19 April 2019)
3
Leukosit Positif 1 Negatif Normal
Nitrit Negatif Negatif Normal
Diagnosis
(19 April 2019)
Vaskulitis DD/ Henoch Schonlein Purpura
Tatalaksana
(19 April 2019)
- IVFD Asering:D5% 2:1 20 tpm
- Methylprednisolone 16mg/12jam/oral
- Omeprazole 40mg/24jam/iv
- Asam Mefenamat 500mg/8jam/oral (Jika Nyeri)
- Asam Folat 400mcg/24jam/oral
- Ciprofloxacin 500mg/12jam/oral
- Desoximethasone + Fuson Cream (P-S) (Lesi)
RESUME
• Nyeri pada seluruh bagian perut dirasakan sejak 1 minggu yang lalu, nyeri dirasakan hilang
timbul dan terasa sangat nyeri. Selain itu, muncul ruam-ruam di kedua kaki sejak 3 minggu
yang lalu, berwarna merah dan semakin lama semakin membesar dan semakin banyak
kedua kaki, ruam teraba, berwarna merah dan tidak hilang dengan penenkanan. Keluhan lain
adanya bengkak pada kedua kaki dan nyeri sendi sehingga sulit berjalan. Pasien juga
4
mengeluh BAB encer >2x 1 hari yang lalu, konsistensi cair lebih banyak dari pada ampas,
berlendir dan berwarna darah segar.
• Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang, kesadaran compos
mentis, tekanan darah 130/70 mmHg, nadi 88x/menit, pernafasan 18x/menit, suhu 36,8oC.
Pada pemeriksaan status lokalis regio cruris dextra et sinistra didapatkan purpura multipel
dengan ukuran bervariasi yang tersebar di kedua tungkai. Purpura teraba, kemerahan tidak hilang
dengan penekanan.
- Hasil laboratorium darah dan urin rutin menunjukkan leukositosis dan proteinuria +3 serta hasil
USG ditemukan cystitis kronik DD/ Penebalan mucosa VU
FOLLOW UP
(20/04/2019)
S: Nyeri perut berkurang, kemerahan pada kedua tungkai berkurang, nyeri sendi berkurang, bab
berdarah (-),
O: Sakit sedang/Gizi Baik/Compos Mentis
TD : 120/70, N : 80, P: 18, S: 37.0
Nyeri tekan abdomen regio epigastrium, umbilical, suprapubik (-),
Purpura esktremitas superior & inferior berkurang
A: Vaskulitis DD/ Henoch Schonlein Purpura
P:
- IVFD Asering:D5% 2:1 20 tpm
- Methylprednisolone 16mg/12jam/oral (2)
- Omeprazole 40mg/24jam/iv
- Asam Mefenamat 500mg/8jam/oral (Jika Nyeri)
- Asam Folat 400mcg/24jam/oral
- Ciprofloxacin 500mg/12jam/oral (2)
(22/04/2019)
S: Nyeri perut berkurang, kemerahan pada kedua tungkai berkurang, nyeri sendi berkurang, bab
berdarah (-),
O: Sakit sedang/Gizi Baik/Compos Mentis
TD : 120/70, N : 80, P: 18, S: 37.0
Nyeri tekan abdomen regio epigastrium, umbilical, suprapubik (-),
Purpura esktremitas superior & inferior berkurang
A: Vaskulitis DD/ Henoch Schonlein Purpura
5
P:
- Methylprednisolone 16mg/12jam/oral (4)
- Asam Folat 400mcg/24jam/oral
- Ciprofloxacin 500mg/12jam/oral (4)
- Desoximethasone + Fuson Cream (P-S) (Lesi)
- Acc Rawat Jalan
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DEFINISI
Henoch-Schonlein Purpura (HSP) adalah penyakit sistemik berupa vaskulitis pembuluh darah
kecil yang terutama menyerang anak-anak.1 Vaskulitis sendiri didefinisikan sebagai suatu inflamasi
yang terjadi pada pembuluh darah, yang mengakibatkan rusaknya dinding pembuluh darah sehingga
menyebabkan terjadinya proses hemoragik dan atau iskemia.2,3 HSP merupakan suatu kelainan
berupa leukositoklastik vaskulitis (LcV) yang merupakan suatu proses imunologi dan inflamasi
yang sangat kompleks. Pada kondisi ini terdapat interaksi antara leukosit dan sel endotel pembuluh
darah yang menyebabkan terjadinya LcV.4
Insiden vaskulitis di kulit berkisar antara 15,4 – 29,7 kasus/1000 per tahun. 2 Insiden HSP
sendiri adalah 13-20 kasus/100.000 populasi, dimana HSP ini merupakan 10% dari semua kasus
vaskulitis yang terutama terjadi pada anak-anak (~90%).5 Onset terjadinya LcV pada HSP maupun
LcV yang lain dapat terjadi antara 7-10 hari setelah terpapar suatu antigen, seperti obat-obatan,
mikroorganisme, bermacam-macam protein dan juga antigen yang berasal dari tubuh.6LcV sendiri
biasanya berkaitan dengan spektrum luas dari suatu kondisi inflamasi sistemik, meliputi keganasan,
infeksi, hipersensitivitas obat, bahan kimia, bakteri, virus, penyakit kolagen-vaskular dan hepatitis
kronis yang aktif.6,7 Obat-obatan dapat menyebabkan LcV hingga 10%. Bagaimanapun juga, 50%
kasus LcV ini tidak diketahui penyebabnya.6 LcV merupakan suatu diagnosis histopatologi anatomi
yang dapat dijumpai pada berbagai macam penyakit. LcV biasanya terjadi pada pembuluh darah
kecil yang terbatas pada dermis superfisial (tetapi dapat mengenai seluruh dermis). Manifestasi
klinis yang sama juga dapat ditemukan pada bentuk LcV yang satu dengan bentuk lain, sehingga
sulit untuk menentukan diagnosa bila hanya dari pemeriksaan histopatologi atau dari klinis saja.2
6
Biopsi kulit adalah standar baku untuk diagnosis vaskulitis kulit, dimana gambaran biopsi ini
memiliki korelasi dengan manifestasi klinis yang dapat berupa urtikaria, eritema infiltratif, ptekiae,
purpura, papula purpurik, vesikel atau bula hemoragik, nodul, livedo racemosa, ulkus yang dalam
dan gangren. Pentingnya pemeriksaan histopatologi disertai dengan pemeriksaan direct
immunofluorescence (DIF), ANCA dan penemuan klinis dapat menegakkan diagnosis yang lebih
tepat dan akurat dari sindroma vaskulitis baik lokal maupun sistemik.2
Purpura Henoch-Schonlein (PHS) yang dinamakan juga purpura anafilaktoid atau purpura
nontrombositopenik adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh vaskulitis pembuluh darah kecil
sistemik yang ditandai dengan lesi kulit spesifik berupa purpura nontrombositopenik, artritis atau
artralgia, nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, dan kadang-kadang nefritis atau
hematuria. Nama lain yang diberikan untuk kelainan ini adalah purpura anafilaktoid, purpura
alergik, dan vaskulitis alergik. Penggunaan istilah purpura anafilaktoid digunakan karena adanya
kasus yang terjadi setelah gigitan serangga dan paparan terhadap obat dan alergen makanan.(1)
PHS terutama terdapat pada anak umur 2-15 tahun (usia anak sekolah) dengan puncaknya
pada umur 4-7 tahun. Terdapat lebih banyak pada anak laki-laki dibanding anak perempuan.
Heberden pertama kali mendeskripsikan penyakit ini pada tahun 1801 pada anak umur 5 tahun
dengan nyeri perut, hematuria, hematoskezia, dan purpura di kaki. Pada tahun 1837, Johann
Schönlein mendeskripsikan sindrom purpura yang dikaitkan dengan nyeri sendi dan presipitasi
urine pada anak-anak. Eduard Henoch, murid dari Schönlein’s, lebih jauh mengkaitkan nyeri
abdomen dan keterlibatan ginjal dalam sindrom ini. Frank mengajukan penggunaan “anaphylactoid
purpura” pada tahun 1915. Hal ini diikuti dengan asumsi bahwa pathogenesis seringkali terlibat
dengan reaksi hipersensitivitas untuk agen penyebab.(1,5)
2.2 ETIOLOGI
Sampai sekarang penyebab penyakit ini belum diketahui. Diduga beberapa faktor memegang
peranan, antara lain faktor genetik, infeksi traktus respiratorius bagian atas, makanan, imunisasi
(vaksin varisela, rubella, rubeola, hepatitis A dan B) dan obat-obatan (ampisilin, eritromisin, kina).
Infeksi bisa berasal dari bakteri (spesies Haemophilus, Mycoplasma, Parainfluenza, Legionella,
Yersinia, Salmonella dan Shigella) ataupun virus (adenovirus, varisela).Vaskulitis juga dapat
berkembang setelah terapi antireumatik, termasuk penggunaan metroteksat dan agen anti TNF
(Tumor Necrosis Factor). Namun IgA jelas mempunyai peranan penting, ditandai dengan
7
peningkatan konsentrasi IgA serum, kompleks imun dan deposit IgA di dinding pembuluh darah
dan mesangium renal.(3,4)
Penyebab
Infeksi : Mononucleosis , Group A streptococcal infection (most common) , Hepatitis,
Mycoplasma, EBV, Varicella-zoster viral , Parvovirus B19, Campylobacter enteritis ,
Hepatitis C–related liver cirrhosis Subacute bacterial endocarditis , Yersinia, Shigellosis,
Salmonellosis.
Vaksin : tifoid, campak, kolera, demam kuning.
Alergen : obat ( ampisillin,eritromisin,penisilin,kuinidin,kuinin), makanan, gigitan serangga,
paparan terhadap dingin.
Penyakit idiopatik : glomerulocystic kidney disease
2.3 PATOFISIOLOGI
8
Berbagai macam patogen infeksi dilaporkan dapat menjadi penyebab terjadinya LcV pada
HSP.1 22% kasus vaskulitis pada kulit biasanya berhubungan dengan suatu infeksi, dimana
organisme apapun memungkinkan terjadinya kondisi ini.8 Sebanyak 50% penderita HSP biasanya
didahului oleh suatu infeksi saluran pernapasan. 9 Group A beta-hemolytic streptococcus (GAS)
ditemukan pada 20-50% penderita dengan HSP akut melalui tes serologi maupun kultur bakteri.
Baru-baru ini, reseptor plasmin yang berhubungan dengan nefritis (nephritis-associated plasmin
reseptor/NAPlr) yang merupakan antigen GAS ditemukan pada mesangium glomerular pada anak
dengan HSP nefritis (HSN) . Penemuan ini menunjukkan bahwa GAS memiliki peran pada awal
terjadinya maupun berkembangnya HSN, meskipun demikian pada beberapa penelitian
menunjukkan bahwa tidak terdapat adanya peningkatan anti-streptolisin-O titre (ASOT) pada
penderita HSP. ASOT yang meningkat pada serum banyak dijumpai pada HSN dibandingkan HSP
tanpa nefritis.9,10,11,12
Terdapat empat hipotesa mengenai mekanisme patogenik yang dapat terjadi melalui infeksi.
Hipotesis pertama adalah molecular mimicry, sebagai contoh: mikroba dan pembuluh darah kecil
pejamu memiliki epitop yang sama. Bersamaan dengan invasi patogen tersebut, respons imunitas
seluler dan humoral akan teraktivasi dan terjadi reaksi silang dengan pembuluh darah. Hipotesis
kedua adalah patogen dapat memulai proses inflamasi yang dapat menimbulkan kerusakan sel dan
jaringan. Proses ini akan menimbulkan suatu autoantigen yang biasanya tidak terpapar oleh suatu
sistem imun. Hipotesis ketiga adalah bila mikroba yang sangat invasif secara langsung berinteraksi
dengan protein pembuluh darah, maka akan terbentuk suatu antigen yang baru (neo-antigen) yang
9
kemudian akan mengaktivasi suatu reaksi imun. Dan yang keempat yaitu hipotesis superantigen,
dimana pada beberapa bakteri seperti Streptococcus dan virus dapat menjadi suatu superantigen.
Tanpa adanya suatu proses dan presentasi suatu sel penyaji antigen, suatu superantigen akan
langsung berinteraksi dan mengaktifkan sel-T. Dari sini dapat disimpulkan bahwa tidak ada
mikroba khusus yang menyebabkan terjadinya HSP.1,13 (Gambar 1).
Seperti dijelaskan diatas, HSP merupakan suatu penyakit inflamasi sistemik. 1 Limfokin
mempunyai peranan penting pada terjadinya lesi vaskular. Sitokin pro-inflamasi non spesifik seperti
tumor necrosis alpha (TNF-α), interleukin (IL)-6 dan IL-1β biasanya didapatkan lebih tinggi pada
anak-anak dengan HSP fase akut.1,4,14 . Baik TNF-α maupun IL-1 dapat menstimulasi endotelium
untuk mengaktifkan jalur koagulasi instrinsik dan ekstrinsik serta mengurangi aktivitas fibrinolitik.
Hal inilah yang dapat menerangkan adanya trombosis yang terjadi pada vaskulitis. 1 4 Besbas dan
kawan-kawan dalam penelitiannya mengungkapkan bahwa sitokin-sitokin pro inflamasi diatas
dapat menstimulasi pelepasan kemokin dari sel endotel, dengan demikian sitokin tersebut dapat
menarik sel-sel inflamasi, menginduksi ekspresi sel molekul adhesi pada sel endotel serta
memperantarai perlekatan molekul tersebut pada dinding pembuluh darah. Yang dan kawan-kawan
dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa beberapa faktor tertentu pada serum anak-anak dengan
HSP yang aktif dapat berinteraksi dengan sel endotel dan sel endotel yang teraktivasi kemudian
dapat menghasilkan beberapa kemotraktan yang potent, seperti IL-8 dan meningkatkan ekspresi
molekul adhesi.4
LcV yang terjadi pada HSP biasanya muncul sebagai suatu makula eritematosa atau suatu
purpura yang palpabel dengan predileksi pada tempat tertentu pada bagian tubuh, khususnya pada
bagian bawah tungkai (Gambar 2). Lesi yang dapat timbul meliputi vesikel/bula haemoragik, nodul,
ulkus berkrusta, livedo retikularis dan pustul atau lesi anular (kondisi yang HSP merupakan
penyakit yang diperantarai oleh kompleks imun).15 Terjadinya suatu reaksi kompleks imun pada
HSP ini kurang lebih sama dengan reaksi kompleks imun yang terjadi pada reaksi Arthus, suatu
reaksi hipersensitivitas tipe III menurut Coombs and Gell. Suatu kompleks imun yang
menyebabkan penyakit dibentuk oleh ikatan antibodi dengan self antigen maupun antigen asing.
Dengan demikian, penyakit yang diperantarai kompleks imun cenderung bermanifestasi sistemik. 16
Kompleks antigen-antibodi diproduksi selama terjadi respons imun normal, tetapi keadaan ini dapat
menimbulkan suatu penyakit bila kompleks imun yang dihasilkan dalam jumlah banyak dan tidak
dibebaskan/dibersihkan secara efisien yang pada akhirnya akan terdeposit di jaringan. Deposit
kompleks imun pada dinding pembuluh darah menyebabkan inflamasi pembuluh darah dan
kerusakkan jaringan di sekitarnya yang diperantarai oleh komplemen dan reseptor Fc. 16 Pada HSP,
kompleks IgA terbentuk dan terdeposit di kulit, saluran pencernaan dan glomeruli, menyebabkan
10
respons inflamasi lokal. LcV pada akhirnya timbul disertai dengan nekrosis pada pembuluh darah
kecil. Normalnya IgA ditemukan di serum dan di cairan mukosa. 1,15 Sebagai contoh, yang terjadi
pada HSP yaitu kompleks yang terbentuk adalah IgA1 yang berbentuk polimerik. IgA1 yang
abnormal ini dikenal dengan Gal-d IgA1 (galactose deficiency of the O-linked glycan pada hinge
region IgA1), yang lebih banyak ditemukan pada HSP nefritis.15 Glikosilasi pada hinge region IgA1
yang tidak normal ini akan menyebabkan defisiensi galaktosa dan atau asam sialik, dimana
molekul-molekul ini menyebabkan agregasi IgA dan dengan demikian terjadi kompleks
makromolekul.13
Bermacam-macam autoantibodi IgA dapat berhubungan dengan HSP. ANCA terdiri dari
kelompok antibodi terhadap bagian sitoplasma netrofil, khususnya proteinase-3 (PR3) dan
mieloperoksidase (MPO). Bagaimanapun juga peran ANCA pada HSP masih kontroversial.
Beberapa penelitian menunjukkan klas IgA ANCA ditemukan pada beberapa persen penderita HSP,
dimana penelitian lain tidak dapat menunjukkan IgA ANCA pada penderita HSP. Autoantibodi lain
meliputi IgA rheumatoid factor dan IgA anticardiolipin antibodies (aCL) yang juga dapat
ditemukan pada beberapa penderita HSP akut.1
Dari biopsi lesi pada kulit atau ginjal, diketahui adanya deposit kompleks imun yang
mengandung IgA. Aktivasi komplemen jalur alternatif. Deposit kompleks imun dan aktivasi
komplemen mengakibatkan aktivasi mediator inflamasi termasuk prostaglandin vaskular seperti
protasiklin, sehingga terjadi inflamasi pada pembuluh darah kecil di kulit, ginjal, sendi dan
abdomen dan terjadi purpura di kulit, nefritis, artritis dan perdarahan gastrointestinalis. (1,2)
Beberapa faktor imunologis juga berperan dalam patogenesis PHS, seperti perubahan
produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan daam mediator inflamasi. TNF, IL-1,
dan IL-6 bisa memediasi proses inflamasi pada HSP.(1,2)
Secara histologis terlihat berupa vaskulitis leukositoklastik. Pada kelainan ini terdapat
infiltrasi leukosit polimorfonuklear di pembuluh darah yang menyebabkan nekrosis. Perubahan
produksi interleukin dan faktor pertumbuhan yang berperan dalam mediator inflamasi.
Peningkatan faktor pertumbuhan hepatosit selama fase akut PHS dapat menunjukkan kerusakan
atau disfungsi sel endotel, demikian pula dengan faktor pertumbuhan endotel vaskular. (1,2)
2.4 PREVALENSI
11
HSP dapat terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15
tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering ditemukan pada
anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki dan perempuan, namun laki laki
dua kali lebih sering dari pada perempuan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah
2:1. Diduga ada faktor resiko yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras
tidak berhubungan dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat
pada orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya tidak
sehat.(2,4)
Mula-mula berupa ruam makula eritematosa pada kulit yang berlanjut menjadi palpable
purpura tanpa adanya trombositopenia. Purpura dapat timbul dalam 12-24 jam. Purpura
terutama terdapat pada kulit yang sering terkena tekanan (pressure-bearing surfaces), yaitu
bokong dan ekstremitas bagian bawah. Kelainan kulit ini ditemukan pada 100% kasus dan
merupakan 50% keluhan penderita pada waktu berobat.(3,6,7)
Kelainan kulit dapat pula ditemukan pada muka dan tubuh serta dapat pula berupa lesi
petekia atau ekimotik. Lesi ekimotik yang besar dapat mengalami ulserasi. Warna purpura
mula-mula merah, lambat laun berubah menjadi ungu, kemudian coklat kekuning-kuningan lalu
menghilang. Kelainan kulit yang baru dapat timbul kembali.(3,6,7)
Bentuk yang tidak klasik berupa vesikel hingga menyerupai eritema multiform. Kelainan
akut pada kulit ini dapat berlangsung beberapa minggu dan menghilang, tetapi dapat pula
rekuren. Angioedema pada muka (kelopak mata, bibir) dan ekstremitas (punggung tangan dan
kaki) ditemukan berturut-turut pada 20% dan 40% kasus. Edema skrotum juga dapat terjadi
pada awal penyakit. Gejala prodormal dapat terdiri dari demam, nyeri kepala dan anoreksia.(3,6,7)
Gejala artralgia atau artritis yang cenderung bersifat migran dan mengenai sendi besar
ekstremitas bawah seperti lutut dan pergelangan kaki, namun dapat pula mengenai pergelangan
tangan, siku dan persendian di jari tangan.. Kelainan ini timbul lebih dahulu (1-2 hari) dari
kelainan pada kulit. Sendi yang terkena dapat menjadi bengkak, nyeri dan sakit bila digerakkan,
biasanya tanpa efusi, kemerahan ataupun panas. Kelainan terutama periartikular dan bersifat
sementara, dapat pula rekuren pada masa penyakit aktif tetapi tidak menimbulkan deformitas
yang menetap.(3,6,7)
Nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis. Keluhan abdomen ditemukan pada 35-
12
85% kasus dan biasanya timbul setelah timbul kelainan pada kulit (1-4 minggu setelah onset).
Nyeri abdomen dapat berupa kolik abdomen yang berat, lokasi di periumbilikal dan disertai
muntah, kadang-kadang terdapat perforasi usus dan intususepsi ileoileal atau ileokolonal yang
ditemukan pada 2-3% kasus. Intususepsi atau perforasi disebabkan oleh vaskulitis dinding usus
yang menyebabkan edema dan perdarahan submukosa dan intramural.(3,6,7)
Kelainan ginjal, meliputi hematuria, proteinuria, sindrom nefrotik atau nefritis. Penyakit
pada ginjal juga biasanya muncul 1 bulan setelah onset ruam kulit. Kelainan ginjal dapat
ditemukan pada 20-50% kasus dan yang persisten pada 1% kasus, yang progresif sampai
mengalami gagal ginjal pada <1%. Adanya kelainan kulit yang persisten sampai 2-3 bulan,
biasanya berhubungan dengan nefropati atau penyakit ginjal yang berat. Risiko nefritis
meningkat pada usia onset diatas 7 tahun, lesi purpura persisten, keluhan abdomen yang berat
dan penurunan aktivitas faktor XIII. Gangguan ginjal biasanya ringan, meskipun beberapa ada
yang menjadi kronik.(3,6,7)
Kriteria Definisi
Purpura non trombositopenia Lesi kulit hemoragik yang dapat
(Palpable purpura) diraba, terdapat elevasi kulit, tidak
berhubungan dengan
trombositopenia
Usia onset < 20 tahun Onset gejala pertama < 20 tahun
Gejala abdominal / gangguan saluran Nyeri abdominal difus, memberat
Untuk
cerna (Bowel angina) setelah makan, atau diagnosis
iskemia usus, biasanya termasuk BAB
berdarah
Granulosit dinding pada biopsi Perubahan histologi menunjukkan
granulosit pada dinding arteriol atau
venula
kepentingan klasifikasi, pasien dikatakan mempunyai PHS bila memenuhi setidaknya 2 dari kriteria
yang ada (sensitivitas 87,1% dan spesifisitas 87,7%) (Dikutip dari JT Cassidy dan RE Petty,1990)
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis yang spesifik, yaitu ruam purpurik pada kulit
terutama di bokong dan ekstremitas bagian bawah dengan satu atau lebih gejala berikut:
13
nyeri abdomen atau perdarahan gastrointestinalis, artralgia atau artritis, dan hematuria
atau nefritis
Pemeriksaan fisik menyeluruh diindikasikan , sejak HSP dapat mengenai banyak dari sistem organ
lain.(7,9,10)
14
menjadi begitu intense yang terlihat torsi.
Ekstremitas : Arthralgia dan arthritis sering, secara primer mengenai ankle dan lutut ,
meskipun sambungan tulang lain dapat terlibat. Inflamasi periarticular juga sering.
Neurologis : nyeri kepala, kejangm dan mononeuropati jarangkali dilaporkan dengan HSP.
Lakukan pemeriksaan neurologis untuk defisit lokal.
2.8 DIAGNOSTIK
LcV yang terjadi pada HSP biasanya muncul sebagai suatu makula eritematosa atau suatu
purpura yang palpabel dengan predileksi pada tempat tertentu pada bagian tubuh, khususnya pada
bagian bawah tungkai (Gambar 2). Lesi yang dapat timbul meliputi vesikel/bula haemoragik, nodul,
ulkus berkrusta, livedo retikularis dan pustul atau lesi anular (kondisi yang jarang). Manifestasi
ekstrakutan terjadi pada 20% individu meliputi artralgia, miositis, demam ringan dan malaise. Lebih
15
jarang lagi, juga dapat terjadi gangguan ginjal, gastrointestinal, paru dan neurologi. Beratnya
perubahan histopatologi tidak dapat memprediksikan adanya keterlibatan ekstrakutan. 18
Gambar 2. LcV yang diinduksi oleh kompleks imun pada HSP dengan
manifestasi palpabel purpura pada tungkai.18
16
Biopsi merupakan standar baku dalam penegakan diagnosis suatu vaskulitis. Pemilihan lokasi
lesi sebagai spesimen dan cara pengambilannya akan sangat mempengaruhi hasil biopsi. Pemilihan
antara biopsi shave, biopsi punch maupun biopsi eksisional akan mempengaruhi pembuluh darah
yang akan diperiksa, dimana tipe pembuluh darah tersebut tergantung dari lokasi antara kulit dan
subkutan (Gambar 3). Secara keseluruhan biopsi diambil dari lesi kulit yang paling merah/purpurik,
dengan waktu optimal pengambilan spesimen sebaiknya kurang dari 48 jam setelah muncul gejala
atau muncul lesi vaskulitis.2
Biopsi punch merupakan cara biopsi yang paling sesuai untuk kondisi dimana dicurigai
terdapat keterlibatan pembuluh darah kecil seperti HSP. Lesi purpurik yang dilakukan biopsi dalam
pada 24 jam pertama akan memberikan gambaran deposit fibrin pada dinding pembuluh darah
disertai dengan infiltrasi neutrofil.2 LcV normalnya ditemukan di venula post-kapiler, dengan
demikian dari pembuluh darah inilah leukosit keluar dan memasuki jaringan yang mengalami
inflamasi.18 Gambaran histopatologi pada HSP biasanya tidak dapat dibedakan dengan bentuk LcV
lain.14 Gambaran tersebut berupa vaskulitis neutrofilik pada pembuluh darah kecil yang terbatas
pada dermis superfisial, walaupun seluruh dermis juga dapat terkena.(Gambar 4).19 Pada dermis
dapat ditemukan adanya edema yang bervariasi serta dapat juga ditemukan ekstravasasi eritrosit.20,21
17
Gambar 4. Vaskulitis neutrofilik pembuluh darah kecil pada HSP pada pembesaran 40 kali dan 100 kali.19
Seperti diketahui sebelumnya, target utama pada vaskulitis adalah dinding pembuluh darah. 5
Ukuran pembuluh darah yang terkena pada vaskulitis ini berkaitan dengan morfologi klinis. LcV
pada HSP terjadi pada pembuluh darah kecil dan biasanya terbatas pada kulit. 2, 6 Infiltrat neutrofilik
perivaskular superfisial yang sedikit disertai dengan debris nuklear dan ekstravasasi eritrosit akan
memberikan gambaran klinis berupa plak dan papula urtikarial, yang akan bertahan lebih dari 24
jam dan mengalami resolusi pigmentasi perlahan-lahan. LcV kutaneus paling sering berupa purpura
(palpabel/non-palpabel) (Gambar 5).19
Gambar 5. Korelasi manifestasi klinis dan histopatologi HSP pada pembesaran 40 kali dan 100 kali.19
Sampai saat ini pemeriksaan DIF masih kontro-versi karena terdapat beberapa pertanyaan yang
masih belum terjawab. Pertama, tidak ada penelitian pasti mengenai cara pengambilan biopsi yaitu
apakah pada lesi kulit atau non-lesi. Kedua, tidak adanya kesepakatan mengenai imunoglobulin
yang dominan pada pembuluh darah yang dideteksi. Perbedaan hasil menimbulkan pertentangan
pada DIF dalam meng-klasifikasikan LcV kutaneus. Penelitian yang dilakukan oleh Barnadas dan
kawan-kawan menyimpulkan bahwa biopsi yang diambil dari lesi kulit memiliki kemungkinan hasil
DIF positif yang lebih besar dibandingkan bila biopsi diambil dari kulit tanpa lesi dimana terdapat
perbedaan yang signifikan secara statistik. 6,20 Grunwald dan kawan-kawan menyimpulkan bahwa
pemeriksaan DIF tidak hanya berguna pada lesi awal vaskulitis, tetapi juga berguna pada semua
18
stadium vaskulitis. Bahkan biopsi yang diambil setelah satu minggu masih terdapat kemungkinan
hasil yang positif bila dilakukan DIF.22
DIF merupakan prosedur yang sangat berguna pada penderita suspek vaskulitis, dan lebih
spesifik lagi yaitu untuk memastikan diagnosis HSP.21 Gambar 6 merupakan gambar DIF yang
dapat dijumpai pada HSP. Walaupun demikian, prosedur biopsi punch sebaiknya tetap dilakukan
karena dapat meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas dalam mendeteksi adanya vaskulitis ini.
Mayoritas kasus HSP akan menunjukkan hasil DIF yang positif. Deposit yang paling sering adalah
C3, diikuti oleh IgG, IgM dan fibrinogen. Deposit ini biasanya tersusun granular atau fibrilar dan
terlihat di sepanjang dinding pembuluh darah baik pada ruang ekstravaskular maupun intravaskular,
sedangkan deposit fibrinogen terdapat di seluruh dermis. 21 Deposit yang terdapat di dinding
pembuluh darah bukan merupakan suatu diagnostik LcV dan mungkin saja dapat terlihat pada
spesimen biopsi dari tungkai bawah tanpa vaskulitis atau tanpa lesi. Jika ditemukan penderita
suspek vaskulitis yang memiliki lesi di tempat selain tungkai bawah seperti HSP, maka biopsi juga
sebaiknya diambil dari tempat tersebut.21,22
(b) Gambar 6. Manifestasi kutaneus akibat reaksi kompleks imun (HSP) (a) deposit kompleks imun vaskular yang
menyebabkan vaskulitis neutrofilik (LcV) purpura palpable (c) deposit IgA dan IgM vaskular.22
Diagnosis banding HSP diantaranya adalah vasculitis urticarial (VU), yaitu suatu kondisi yang
ditandai oleh adanya wheals yang menetap lebih dari 24 jam.23 Sekitar 20% penderita yang
mengalami urtikaria kronik akan mengalami kondisi ini.2 Gambaran histopatologi VU sebenarnya
tidak sepenuhnya berupa LcV walaupun terdapat debris nuklear fokal atau deposit fibrin vaskular
dengan atau tanpa extravasasi eritrosit. Neutrofilia pada jaringan serta pemeriksaan DIF
menunjukkan adanya lupus band test point yang positif, yaitu kondisi yang berhubungan dengan
penyakit gangguan jaringan konektif, terutama SLE atau sindroma Sjorgen.2
19
Eritema elevatum diutinum (EED) adalah suatu LcV kronis dan diklasifikasikan sebagai
dermatosis neutrofilik.23,24 Salah satu faktor utama imunopato- genesis terjadinya EED adalah
adanya deposit kompleks imun pada sirkulasi, fiksasi komplemen, inflamasi dan destruksi vaskular.
Manifestasi klinis EED adalah berupa papula/nodula/plak multipel yang eritema hingga violaseus
yang menetap dan simetris pada permukaan ekstensor tangan, siku, pergelangan tangan, lutut dan
lain-lain. Gambaran histopatologi EED adalah suatu LcV kronis yang ditandai dengan penebalan
dinding pembuluh darah, neutrofilia pada mural dan luminal, oklusi vaskular, nekrosis dinding
pembuluh darah, swelling pada sel endotel, leukositok-lasia dan neutrofilia dengan limfosit di
dermal.
Cryoglobulinemia vasculitis (CV) adalah vaskulitis yang mengenai pembuluh darah kecil-
sedang. Dasar patogenesis terjadinya CV yaitu adanya deposit kompleks imun pada dinding
pembuluh darah yang dibentuk oleh krioglobulin. Imunoglobulin ini akan mengendap pada suhu
37° Celcius, dan akan larut lagi pada temperatur yang lebih tinggi. Manfestasi klinis CV yaitu
purpura, sianosis pada akral, ulkus atau livedo retikularis.23
2.10 TATALAKSANA
Terapi prednison dapat diberikan dengan dosis 1-2 mg/kgBB/hari secara oral, terbagi
dalam 3-4 dosis selama 5-7 hari. Kortikosteroid diberikan dalam keadaan penyakit dengan gejala
20
sangat berat, artritis, manifestasi vaskulitis pada sistem saraf pusat, paru dan testis, nyeri
abdomen berat, perdarahan saluran cerna, edema dan sindrom nefrotik persisten. (6,9,11)
Pemberian dini pada fase akut dapat mencegah perdarahan, obstruksi, intususepsi dan
perforasi saluran cerna.Vasculitis pada myocardia Perdarahan paru severe bilateral pulmonary
hemorrhage. Urinary manifestations: Vasculitis : stenosing ureteritis, priapism, penile edema, or
orchitis. Bilateral subperiosteal orbital hematomas. Adrenal hematomas Pancreatitis Akut
Pengobatan simptomatik, termasuk diet dan kontrol nyeri dengan asetaminofen, disediakan
untuk masalah sendiri yang terbatas dari arthritis, edema, demam dan malaise. Menjauhi aktivitas
kompetitif dan menjaga ekstremitas bawah pada ketergantungan persistent dapat menurunkan
edema lokal. Jika edema melibatkan skrotum, peningkatan skrotum dan pendinginan lokal,
sebagaimana toleransi, dapat menurunkan ketidaknyamanan. (6,9,11)
HSP adalah penyakit vaskulitis yang sembuh sendiri dengan prognosis semuanya yang
sempurna. Penyakit ginjal kronis dapat menghasilkan morbiditas : studi dasar populasi
mengindikasikan bahwa kebih sedikit dari 1% pasien dengan HSP menjadi penyakit ginjal persisten
dan kurang dari 0.1% menimbulkan penyakit ginjal yang serius. Jarangnya, kematian dapat timbul
selama fase akut penyakit sebagai hasil dari infark usus, keterlibatan CNS, atau penyakit ginjal.
Sesuai keadaan, anak-anak yang menampakkan sindrom seperti HSP membawa karakteristik dari
penyakit jaringan ikat lain.(3,4,5)
Pada umumnya prognosis adalah baik, dapat sembuh secara spontan dalam beberapa hari
atau minggu (biasanya dalam 4 minggu setelah onset). Rekurensi dapat tejadi pada 50% kasus.
Pada beberapa kasus terjadi nefritis kronik, bahkan pada 2% kasus menderita gagal ginjal. Bila
manifestasi awalnya berupa kelainan ginjal yang berat, maka perlu dilakukan pemantauan fungsi
ginjal setiap 6 bulan hingga 2 tahun pasca-sakit.(3,4)
Sepertiga sampai setengah anak-anak dapat mengalami setidaknya satu kali rekurensi yang
terdiri dari ruam merah atau nyeri abdomen, namun lebih ringan dan lebih pendek dibandingkan
episode sebelumnya. Eksaserbasi umumnya dapat terjadi antara 6 minggu sampai 2 tahun setelah
onset pertama, dan dapat berhubungan dengan infeksi saluran nafas berulang. (6,7)
Prognosis buruk ditandai dengan penyakit ginjal dalam 3 minggu setelah onset, eksaserbasi
yang dikaitkan dengan nefropati, penurunan aktivitas faktor XIII, hipertensi, adanya gagal ginjal
21
dan pada biosi ginjal ditemukan badan kresens pada glomeruli, infiltrasi makrofag dan penyakit
tubulointerstisial.(7)
22
DAFTAR PUSTAKA
23
17. Koutkia P, Mylonakis E, Rounds S, Erickson A. Leukocytoclastic vasculitis: an update for the
clinician. Scand J Rheumatol 2001; 30:315-22.
18. Russel JP, Gibson LE. Primary cutaneous small vessel vasculitis: approach to diagnosis and
treatment. Int J Dermatol 2006;45:3-13.
19. Chalkias S, Samson SN, Tiniakou E, Sofair AN. Poststreptococcal cutaneous leukocytoclastic
vasculitis: a case report. Conn Med 2010; 74(7): 399-402.
20. Carlson JA. Cutaneous vasculitis. In: Busam LK, editor. Dermatophatology. New York:
Saunders Elsevier; 2010.p.184-209
21. Gonzales MA, Calvino MC, Lopez-Vasquez ME, Porrua-Garcia C, Iglesias-Fernandez JL,
Dierssen T, Llorca J. Implications of upper respiratory tract infections and drugs in the
clinical of Henoch-Schonlein Purpura in children. Clin Exp Rheumatol 2004; 22: 781-84.
22. Al-Sheyyab M, Batieha A, El-Shanti H, Daoud A. Henoch-Schonlein Purpura and
Streptococcal infections: a prospective case-control study. Ann Trop Paediatr 1999; 19:
153-255.
23. Sohagia AB, Gunturu SG, Tong TR, Hertan HI. Henoch-Schonlein Purpura-a case report and
review of the literaure. Gastroenterol Res Pract 2010: 1-6.
24. Weedon D. Skin Pathology. 3rd ed. Philadephia: Elsevier; 2010. p.195-244.
25. McCarthy H, Tizard E. Clinical practice: Diagnosis and management of Henoch-Schönlein
purpura. Eur J Pediatr 2010; 169(6):643-50.
26. Barnadas AM, Perez E, Gich I, Lloblet MJ, Ballarin J, Calero F, Facundo C, Alomar A.
Diagnostic, prognostic and pathogenic value of the direct immunofluorescence test in
cutaneous leukocyto-clastic vasculitis. Int J Dermatol 2004;43:19-26.
27. Sunderkotter C. Vasculitis of small blood vessel – some riddles about IgA and about the
complexity of transmigration. Experimental Dermatology 2009; 18:91-96.
28. Barnadas AM, Perez E, Gich I, Lloblet MJ, Ballarin J, Calero F, Facundo C, Alomar A.
Diagnostic, prognostic and pathogenic value of the direct immunofluorescence test in
cutaneous leukocyto-clastic vasculitis. Int J Dermatol 2004;43:19-26.
24